ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN DISLIPIDEMIA PADA KARYAWAN PRIA HEAD OFFICE PT.X, CAKUNG, JAKARTA TIMUR TAHUN 2013 Nurul Dina Rahmawati, Ratu Ayu Dewi Sartika Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Abstrak Kejadian dislipidemia di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun, tak terkecuali pada karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian dislipidemia. Penelitian yang dilakukan pada sebuah perusahaan alat berat di Cakung, Jakarta Timur ini menggunakan desain studi cross sectional dan metode simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 93 orang pria berusia 25-55 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80,6% responden mengalami dislipidemia. Terdapat hubungan bermakna antara asupan karbohidrat (OR=10,8 95% CI 1,2-95,4), usia (OR=1,7 95% CI 0,5-5,6), IMT (OR=3,9 95% CI 0,7-21,9 ), lingkar pinggang (OR=2,3 95% CI 0,6-8,4), dan hipertensi (OR=1,5 95% CI 0,4-6,7) terhadap kejadian dislipidemia. Asupan karbohidrat merupakan faktor risiko paling dominan setelah dikrontrol oleh variabel usia, IMT, lingkar pinggang dan hipertensi. Diperlukan sosialisasi mengenai PUGS secara lengkap, program kompetisi olah raga yang menarik, dan penyediaan alat pengukur berat badan, tinggi badan serta lingkar pingang yang memadai dari divisi kesehatan perusahaan. Kata Kunci : Dislipidemia; faktor risiko; karyawan; pria. Abstract Dyslipidemia is a public health problem in Indonesia which prevalence is increasing every year, including in workers. The objective of this study was to identify risk factors associated with dyslipidemia. This study was conducted a heavy equipment company located in Cakung, East Jakarta using cross sectional design and simple random sampling method with 93 men aged 25-55 years old. The result showed that 80,6% of respondents are having dyslipidemia. There were significant associations between carbohydrate intake (OR=10,8 95% CI 1,2-95,4), age (OR=1,7 95% CI 0,5-5,6), Body Mass Index (BMI) (OR=3,9 95% CI 0,7-21,9), waist circumference (OR=2,3 95% CI 0,6-8,4), and hypertension (OR=1,5 95% CI 0,4-6,7) with dyslipidemia in which carbohydrate intake was the most dominant risk factors after adjustment of multiple confounders. Comprehensive general direction of balanced nutrition (PUGS)’s elucidations, attractive sport competition, and equipping weight scale, stadiometer, and waist circumference tape are needed to done by health division of the company. Keywords : Dyslipidemia; risk factors; workers; men
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Pendahuluan Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia menyebabkan penyakit tidak menular, khususnya penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) meningkat secara drastis di saat penyakit menular masih menjadi penyebab kematian yang belum tuntas tertangani. Sebagai dasar dari terjadinya penyakit kardiovaskuler, aterosklerosis telah lama menjadi sorotan dengan dislipidemia sebagai salah satu faktor risiko utamanya. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak (lipid) yang ditandai peningkatan kadar kolesterol total (≥200 mg/dl), kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) (≥130 mg/dl), trigliserida (TG) (≥150 mg/dl), atau penurunan kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) (<40 mg/dl) (Rahmawansa, 2009). Sebagai salah satu komponen dari trias sindrom metabolik selain hipertensi dan diabetes mellitus, dislipidemia merupakan salah satu faktor utama terjadinya aterosklerosis yang menyebabkan munculnya penyakit jantung koroner (PJK), stroke, dan penyakit vaskuler perifer yang tergabung dalam penyakit kardiovaksular (PKV). Dislipidemia merupakan masalah kesehatan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Di Amerika, lebih dari 34 juta orang dewasanya memiliki kadar kolesterol darah yang tinggi (AHA, 2007). Di Turki, sebanyak 50,9% penduduknya memiliki kadar kolesterol HDL yang rendah (<40 mg/dl) (Cetin, 2010). Di sisi lain, penelitian di Beijing, China, tahun 2006 menunjukkan sebanyak 56% populasi berusia di atas 45 tahun mengalami dislipidemia (Wang, 2011). Di Asia, penduduk Melayu tercatat memiliki prevalensi kadar kolesterol total tertinggi (35,6%) dibandingkan dengan negara lainnya seperti India (24,4%) dan diikuti oleh China (23,9%) (Adam, 2004). Di Indonesia sendiri, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi dislipidemia mencapai 14% dari populasi berusia di atas 25 tahun. Di kota Jakarta, prevalensi dislipidemia selalu meningkat dari waktu ke waktu. Apabila dipakai batas kadar kolesterol ≥250 mg/dl sebagai batasan hiperkolesterolemia, dapat dilihat terjadinya peningkatan prevalensi hiperkolesterolemia pada MONICA I (1988) dan MONICA II (1993) dari sebanyak 13,4% menjadi 16,2% pada wanita dan 11,4% menjadi 14% untuk pria (Subekti, 2005). Dari laporan hasil penelitian MONICA di Jakarta tahun 2002, diperoleh hiperkolesterolemia >250 mg/dl (27.7%), ≥200 mg/dl (56.5%), HDL ≤40 mg/dl (47.3%), LDL ≥ 60 mg/dl (28.8%), TG ≥160 mg/dl (22.0%), serta rasio kolesterol total / HDL ≥5 (51.9%).
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Penelitian yang dilakukan oleh National Academy on an Aging Society (2000) menunjukkan bahwa penderita penyakit kronis, termasuk penyakit kardiovaskuler dengan dislipidemia sebagai faktor risiko utamanya,
didominasi oleh pekerja/ karyawan.
Tingginya risiko morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan di usia produktif, mampu menurunkan kualitas sumber daya manusia. Karyawan yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki pendapatan yang lebih rendah, sulit dalam menjalankan pekerjaan dan lebih cepat pensiun dari pekerjaannya. Sebagai karyawan, tentunya kesehatan sangat penting untuk menunjang produktivitas. Penelitian yang dilakukan pada perusahaanperusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur, menunjukan bahwa kejadian dislipidemia juga merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting. Hal ini dibuktikan dengan prevalensi dislipidemia sebesar 22,6% pada perusahaan kimia, 21,1% pada perusahaan konstruksi, dan 20% pada perusahaan suku cadang (Zakiyah, 2008). Prevalensi ini lebih besar dibandingkan prevalensi nasional menurut SKRT tahun 2004, yakni 14%. Di sebuah perusahaan alat berat di daerah Cakung, prevalensi kejadian dislipidemia mencapai 48,7% (Rahmawati, 2013). Angka ini melebihi prevalensi kejadian dislipidemia di perusahaan lain di kawasan industri tersebut, bahkan prevalensi nasional. Hal ini berarti kejadian dislipidemia di perusahaan ini merupakan masalah kesehatan yang penting dan berdampak pada produktivitas karyawan dan perkembangan perusahaan. Oleh karena itu, faktor-faktor risiko dan faktor yang paling dominan berhubungan terhadap kejadian dislipidemia perlu diketahui secara jelas agar setiap individu karyawan dapat melakukan upaya pencegahan yang tepat terhadap kejadian dislipidemia dan memiliki produktivitas kerja yang baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dislipidemia di antaranya adalah usia, asupan makanan (karbohidrat, protein, lemak, dan serat), Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, hipertensi, stres kerja, kebiaaan merokok, riwayat penyakit keluarga, dan aktivitas fisik. Prevalensi dislipidemia meningkat seiring dengan semakin lanjut usia seseorang (Estari, 2009 dan Gupta, 2009). Di India, peningkatan prevalensi secara signifikan terjadi mulai dari usia 30-39 tahun (Gupta, 2009) dan terus meningkat sebanyak dua kali lipat pada responden pria dan lebih dari empat kali lipat pada responden wanita yang berusia 4059 tahun (Estari, 2009). Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian dislipidemia adalah
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
asupan makanan, khususnya zat gizi makro, seperti karbohidrat, protein, lemak dan serat. Penelitian menunjukkan bahwa asupan karbohidrat yang berlebih (>60% dari kebutuhan energi total) dapat meningkatkan kadar TG (Jellinger et al. 2012). Di sisi lain, konsumsi protein hewani juga berhubungan dengan kejadian dislipidemia, sebaliknya protein nabati diketahui merupakan pencegah hiperkolesterolemia (Delavar et al, 2011). Asupan lemak juga memiliki peran penting terhadap kadar lemak darah. Asupan lemak jenuh cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan TG darah (Anonim, 2010). Serat juga memiliki pengaruh yang cukup besar bagi profil lemak seseorang. Penelitian yang dilakukan pada penderita hiperkolesterolemia di Indonesia menunjukkan bahwa pemberian serat larut air sebanyak 8,4g/hari selama 8 minggu mampu menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL sebesar 5,59% dan 4,22% (Supari, 2002). Indeks Massa Tubuh (IMT) juga dinyatakan berhubungan dengan kejadian dislipidemia, dibuktikan dengan setiap kenaikan 1 kg/m2 IMT seseorang, diindikasikan terjadi kenaikan kadar LDL sebesar 5,5 mg/dl (Howard, 2003). Faktor lain yang mempengaruhi kejadian dislipidemia adalah stres kerja. Penelitian di China menunjukkan bahwa stres kerja yang meliputi usaha, komitmen berlebihan, dan ketidakseimbangan antara usaha dan penghargaan berhubungan positif dengan kadar TG dan kolesterol LDL, sedangkan penghargaaan sebaliknya (Xu et al. 2011). Stres yang bersifat kronis mampu memicu pengeluaran hormon kortikosteroid yang meningkatkan produksi kolesterol endogen sehingga menyebabkan naiknya kadar kolesterol total, LDL, TG, dan asam lemak bebas (Marcondes et al. 2012). Hipertensi belakangan juga diketahui berhubungan dengan timbulnya keadaan dislipidemia pada seseorang. Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa rata-rata profil lemak penderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan non-hipertensi pada rentang usia yang sama (Jeeyar et al, 2011). Kebiasaan merokok juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya dislipidemia. Penelitian yang dilakukan oleh Widada tahun 2002 menunjukkan bahwa perokok ringan berisiko 2,7 kali lebih besar untuk menderita dislipidemia dan perokok berat berisiko 6,1 kali lipat lebih besar dibanding bukan perokok. Perokok berat cenderung memiliki kadar TG yang tinggi dan kolesterol HDL yang rendah (Masulli dan Vaccaro, 2006; Tan, 2008). Riwayat PJK dini yang dialami oleh ayah (<55 tahun) atau ibu (<65 tahun) juga memperbesar risiko terjadinya dislipidemia dan penyakit jantung koroner (Adam, 2004 dan
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
NCEP ATP III, 2001). Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya dislipidemia adalah kurangnya aktivitas fisik. Secara langsung, aktivitas fisik mampu meningkatkan kadar kolesterol HDL yang otomatis menurunkan rasio kolesterol total maupun kolesterol LDL terhadap HDL. Penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa orang yang secara rutin berolahraga rata-rata memiliki rasio total kolesterol terhadap kolesterol HDL yang cukup rendah, yakni 2,8-3,4, sedangkan mereka yang tidak rata-rata memiliki rasio 4-5,6 (Soeharto, 2004). Metode Penelitian Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah studi potong lintang dengan metode pengambilan sampel acak sederhana. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan berdasarkan rumus perhitungan bersar sampel uji beda proporsi dua populasi adalah 82 orang dan pada penelitian ini didapatkan sebanyak 93 orang sampel yang seluruhnya merupakan karyawan pria Head Office PT.X mengingat perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan di perusahaan ini adalah 9:1. Pengumpulan data dilakukan oleh mahasiswa prodi Gizi FKM dan FIK UI yang telah dilatih sebelumnya. Seluruh data merupakan data primer yang dikumpulkan melalui pengukuran fisik untuk mendapatkan berat badan dan tinggi badan (IMT), lingkar pinggang, tekanan darah, serta profil lemak lengkap yang dilanjutkan dengan engisian kuesioner dan wawancara asupan makanan menggunakan metode 24-hour Food Recall dan Food Frequency Questionnaire (FFQ) untuk mendapatkan gambaran asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat. Kuesioner mengenai kondisi kesehatan dan riwayat penyakit keluarga responden, kebiasaan merokok, stres kerja serta aktivitas fisik telah diuji coba sebelumnya. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan menggunakan timbangan merek Kris dengan ketelitian 0,1 kg dan Microtoise yang selalu dicek keakuratannya sebelum digunakan. Pengukuran lingkar pinggang dilakukan menggunakan pita ukur berpegas merek Kenko pada bagian pertengahan antara tulang rusuk terakhir dan puncak tulang panggul (sekitar 1 inchi dari pusar/umbilicus). Pengukuran tekanan darah menggunakan sfigmomanometer jenis Aneroid-ABN Compact Adult Size (25,4-40,6 cm) dan pemeriksaan profil lemak darah lengkap (trigliserida, kolesterol total, kolesterol LDL dan HDL) dilakukan dengan bantuan Laboratorium Biomedika. Adapun analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji independen T-test untuk variabel dependen
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
numerik, yaitu usia, uji Chi Square untuk variabel dependen kategorik dan dilanjutkan dengan uji Regresi Logistik Ganda. Hasil Penelitian Subyek penelitian ini adalah karyawan pria PT.X, Cakung, Jakarta Timur yang berusia 25-55 tahun. Dalam penelitian ini, diperoleh sebagian besar karyawan mengalami dislipidemia (80,6%) dan kadar yang tinggi pada masing-masing profil lemak darah, kecuali kolesterol HDL. Lebih banyak karyawan yang berusia di atas 35 tahun, memiliki asupan karbohidrat yang cukup, asupan lemak dan protein lebih, frekuensi asupan serat yang sering, tergolong obesitas dan obesitas sentral, tidak menderita hipertensi, termasuk kategori memiliki stres kerja ringan, tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak memiliki riwayat penyakit jantung koroner (PJK) dini dari keluarga dan tergolong memiliki aktivitas fisik sedang (Tabel 1). Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan hubungan yang bermakna (p-value <0,05) antara usia, asupan karbohidrat, IMT, dan lingkar pinggang dengan kejadian dislipidemia (Tabel 2). Rata-rata usia karyawan yang mengalami kejadian dislipidemia lebih tua dibandingkan karyawan yang normal. Karyawan yang memiliki asupan karbohidrat berlebih, obesitas, dan obesitas sentral masing-masing berisiko 8,5, 6,8 dan 3,3 kali mengalami kejadian dislipidemia dibanding karyawan yang memiliki asupan karbohidrat cukup, tidak obesitas dan tidak obesitas sentral. Berdasarkan hasil analisis multivariat, didapatkan bahwa asupan karbohidrat merupakan faktor risiko paling dominan berhubungan dengan kejadian dislipidemia dengan OR 10,8 setelah dikontrol oleh variabel usia, IMT, lingkar pinggang, dan hipertensi (Tabel 3). Hal ini berarti karyawan yang memiliki asupan karbohidrat berlebih memiliki risiko 10,8 kali lebih besar untuk mengalami kejadian dislipidemia dibanding karyawan yang mengkonsumsi cukup asupan karbohidrat.
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Tabel 1.Distribusi Karakteristik Karyawan Pria PT. X, Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013 Variabel Kondisi Profil Lemak Dislipidemia Normal Trigliserida Hipertrigliseridemia (≥150 mg/dl) Normal (<150 mg/dl) Kolesterol Total Hiperkolesterolemia (≥200 mg/dl) Normal (<200 mg/dl) Kolesterol LDL LDL Tinggi (≥130 mg/dl) Normal (<130 mg/dl) Kolesterol HDL HDL Rendah (<40 mg/dl) Normal (≥40 mg/dl) Asupan Serat Sering (>median) Tidak Sering (≤median) Indeks Massa Tubuh (IMT) Kegemukan (≥23,00 kg/m2) Normal (<23,00 kg/m2) Lingkar Pinggang Obesitas Sentral (≥90 cm) Normal (<90 cm) Kejadian Hipertensi Hipertensi Normal Tingkat Stres Kerja Stres Berat (Skor ≥35,42) Stres Ringan (Skor <35,42) Status Merokok Ya Tidak Riwayat PJK Dini Ada Tidak Ada Aktivitas Fisik Ringan Sedang Berat
Jumlah Responden (n=93)
Persentase (%)
75 18
80,6 19,4
47 46
50,5 49,5
58 35
62,4 37,6
59 34
63,4 36,6
33 60
35,5 64,5
47 46
50,5 49,5
84 9
90,3 9,7
47 46
50,5 49,5
27 66
29,0 71,0
42 51
45,2 54,8
26 67
28,0 72,0
14 79
15,1 84,9
32 35 26
34,4 37,6 28,0
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Variabel
Kejadian Dislipidemia Dislipidemia Normal n % n %
Total n
% 100
67
100 100
27
100 100
38
100 100
100
Lebih (>100% AKG) Cukup (≤100% AKG) Jumlah
25
Asupan Karbohidrat 96,2 1 3,8 26
50
74,6
75
80,6
Lebih (>100% AKG) Cukup (≤100% AKG) Jumlah
52
18 19,4 93 Asupan Protein 78,8 14 21,1 66
23
85,2
75
80,6
Lebih (>100% AKG) Cukup (≤100% AKG) Jumlah
44
18 19,4 93 Asupan Lemak 80,0 11 20,0 55
31
81,6
75
80,6
Tidak Sering (≤median) Sering (>median) Jumlah
38
18 19,4 93 Asupan Serat 80,9 9 19,1 47
37
80,4
Obesitas (IMT ≥23 kg/m2) Tidak Obesitas (IMT <23 kg/m2) Jumlah
71
Obesitas Sentral Tidak Obesitas Sentral Jumlah
42 33
Hipertensi Normal Jumlah
75
17
4
7
9
25,4
14,8
18,4
19.6
46
(1,1-67,6)
(0,2-0,8)
(0,3-2,6)
100
9
100
75
80,6 18 19,4 93 Lingkar Pinggang 89,4 5 10,6 47 71,7 13 28,3 46
100
100
24 51
80,6 18 19,4 93 Kejadian Hipertensi 88,9 3 11,1 27 77,3 15 22,7 66
75
80,6
100
18
55,6
19,4
93
100 100
100 100
0,675
0,9 1,000
1,027 (0,4-2,9)
80,6 18 19,4 93 100 Indeks Massa Tubuh (IMT) 84,5 13 15,5 84 100 5
0,039*
0,646
100
44,4
pvalue
8,500
100
4
75
OR (95% CI)
1,000
6,827 (1,6-28,9)
0,012*
3,31 (1,1-10,2)
0,038*
2,353 (0,6-8,9)
0,208
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Stres Berat Stres Ringan Jumlah
33 42 75
Ya Tidak
22 53
Jumlah Ya Tidak
Stres Kerja 78,6 9 21,4 42 82,4 9 17,6 51 80,6 18 19,4 93 Kebiasaan Merokok 84,6 4 15,4 26 79,1 14 20,9 67
100 100 100
0,786 (0,3-2,2)
100 100
1,453 (0,5-4,9)
75 80,6 18 19,4 93 100 Riwayat Keluarga Menderita PJK Dini 22 84,6 4 15,4 26 100 1,453 53 79,1 14 20,9 67 100 (0,5-4,9)
Jumlah
75
Rendah Sedang
80,6
100
25 30
18 19,4 93 Aktivitas Fisik 78,1 7 21,9 32 85,7 5 14,3 35
Tinggi
20
76,9
6
23,1
26
100
Jumlah
75
80,6
18
19,4
93
100
100 100
OR 0,933 (0,3-3,22) 0R 0,556 (1,5-2,07)
0,845
0,756
0,756
0,626
Tabel 3. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda berdasarkan Usia, Asupan Karbohidrat, IMT, Lingkar Pinggang dan Hipertensi Variabel Usia Asupan Karbohidrat IMT Lingkar Pinggang Hipertensi
OR 1,73 10,78 3,98 2,30 1,53
95% CI Lower Upper 0,54 5,56 1,22 95,37 0,72 21,87 0,63 8,39 0,35 6,71
P-Value 0,36 0,03 0,11 0,21 0,57
Pembahasan Dislipidemia yang merupakan bagian dari sindroma metabolik (obesitas sentral, kelainan metabolisme lemak, intoleransi insulin/diabetes mellitus, dan hipertensi) ini adalah salah satu faktor risiko utama timbulnya aterosklerosis (pembentukan plak dan pengerasan pembuluh darah) yang berujung pada terjadinya infark miokardium ataupun infark serebral yang mampu menyebabkan kematian. Seiring dengan berjalannya waktu, prevalensi dislipidemia semakin meningkat di berbagai tempat, baik di negara maju, maupun negara berkembang seperti Indonesia.
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan dari prevalensi dislipidemia di Indonesia dan angka ini umumnya didominasi oleh para pekerja. Pada penelitian ini diperoleh bahwa prevalensi dislipidemia pada PT.X mencapai angka yang mengkhawatirkan, yakni sebesar 80,6%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional sebesar 14% dan beberapa perusahaan lain di kawasan industri tersebut, yakni sebesar 21,1% pada perusahaan konstruksi, 22,6% pada perusahaan kimia, 20% pada perusahaan suku cadang (Zakiyah, 2008). Proporsi ini juga lebih besar dibandingkan hasil penelitian Sartika (2007) yang dilakukan di perusahaan tambang di Kalimantan Timur, dimana prevalensi hiperkolesterolemia sebesar 65,2% dan lebih kecil dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Hastiti (2013) pada perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Selatan dan Sunardjo (2007) pada karyawan perkantoran perusahaan perminyakan di Jakarta yang masing-masing mencapai 83,2% dan 89,5%. Meskipun demikian, angka ini menunjukkan bahwa kejadian dislipidemia di PT.X sangat tinggi dan ke depannya akan memberikan dampak negatif jika tidak segera di atasi. Terdapat beberapa faktor risiko dalam penelitian ini yang berkaitan dengan kejadian dislipidemia, di antaranya adalah asupan karbohidrat, usia, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, dan hipertensi. Pada penelitian ini, asupan karbohidrat merupakan faktor risiko yang paling dominan menyebabkan kejadian dislipidemia. Berdasarkan nilai OR yang dihasilkan dari uji multivariat, dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki asupan karbohidrat berlebih, akan berisiko 10,782 kali lipat lebih besar menderita dislipidemia dibandingkan responden yang memiliki asupan karbohidrat cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Song et al. (2012) bahwa konsumsi asupan karbohidrat yang tidak seimbang (berlebih) seperti nasi putih dapat meningkatkan prevalensi hipertrigliseridemia sebesar 58% dan rendahnya kadar HDL sebesar 43%. Volek, et al (2008) menjelaskan secara terperinci mekanisme asupan karbohidrat yang dapat meningkatkan kadar trigliserida. Dalam penelitiannya, disebutkan bahwa asupan karbohidrat berlebih dapat meningkatkan lipogenesis di hati. Tingginya asupan karbohidrat menyebabkan berkurangnya/ tergantikannya asupan lemak, meskipun asupan kalori sama besar. Hal ini menstimulasi proses “de novo lipogenesis” (DNL) atau pembentukan asam lemak secara endogen yang secara langsung dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menganggu proses pembersihannya dari dalam tubuh.
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Selain asupan karbohidrat, faktor risiko lain yang dinyatakan berhubungan signifikan dengan kejadian dislipidemia adalah usia. Pada penelitian ini, responden yang mengalami kejadian dislipidemia memiliki rata-rata usia yang lebih tua dibanding responden yang tidak mengalami dislipidemia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa prevalensi dislipidemia semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya usia seseorang (Estari et al. dan Gupta et al. (2009); Liu et al. (2010). Hal ini terjadi karena semakin tinggi usia, kemampuan tubuh untuk memetabolisme lemak akan semakin berkurang karena adanya perubahan pada sekresi hormon adiponektin. Di bawah usia 50 tahun, prevalensi dislipidemia lebih banyak dialami oleh pria, namun di atas 50 tahun, prevalensi dislipidemia pada wanita justru lebih tinggi. Hal ini disebabkan sebelum masa menopause, hormon esterogen optimal mengatur keseimbangan kolesterol dan profil lipid darah lainnya, namun setelah melalui masa menopause, kadar hormon esterogen yang berkurang menyebabkan peningkatan profil lipid (Soeharto, 2004). Berdasarkan penelitian ini, faktor risiko lain yang behubungan dengan kejadian dislipidemia adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Berdasarkan analisis multivariat, responden yang dinyatakan gemuk berdasarkan IMT memiliki risiko 3,98 kali lipat lebih besar untuk menderita dislipidemia dibandingkan responden yang memiliki IMT normal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya oleh yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara IMT dan kejadian dislipidemia (Sartika, 2007; Sunardjo, 2007; Namanda, 2012; Hastiti, 2013). Tingginya IMT dinyatakan berhubungan erat dengan abnormalitas fraksi lipid dalam darah dan mengganggu tolerasi insulin (Jellinger, et al., 2012). Pada hasil penelitian ini, lingkar pinggang juga dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian dislipidemia. Responden yang memiliki lingkar pinggang ≥90 cm (obesitas sentral) dinyatakan berisiko 2,3 kali lipat lebih besar menderita dislipidemia dibanding mereka yang memiliki lingkar pinggang <90 cm. Secara teori, peningkatan lemak abdominal berhubungan dengan hipertrigliseridemia, penurunan kolesterol HDL, dan memperkecil partikel kolesterol LDL. Penumpukan sel lemak pada bagian abdominal dapat meningkatkan sekresi adipokin dan trigliserida yang kaya akan partikel VLDL secara berlebihan. Hal ini diikuti dengan peningkatan penyerapan asam lemak bebas oleh hati dan menstimulasi sekresi apo B-100 dan meningkatkan partikelnya
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
dalam darah sehingga menyebabkan hipertrigliserida. Mekanisme ini khas terjadi pada kondisi dislipidemia (Nyomtham et al, 2012; Carr, Molly C. dan John D. Brunzell, 2004). Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian dislipidemia pada penelitian ini adalah hipertensi. Sebanyak 88,9% responden yang menderita hipertensi mengalami dislipidemia, sedangkan pada mereka yang tidak menderita hipertensi, kejadian dislipidemia hanya dialami oleh 77,3% di antaranya. Tingginya proporsi orang yang menderita hipertensi dan dislipidemia sekaligus merupakan indikasi dari meningkatnya kejadian sindrom metabolik yang merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler, seperti penyakit jantung koroner (CVD), stroke dan penyakit arteri koroner (CAD) (Jellinger et al, 2012). Hasil uji multivariat menyatakan bahwa responden yang menderita hipertensi berisiko 1,53 kali lipat lebih besar untuk menderita dislipidemia dibandingkan yang tidak. Dalam beberapa studi cross sectional disebutkan bahwa pada penderita dislipidemia, abnormalitas lipid dapat menyebabkan kerusakan endotel dan mengganggu aktivitas vasomotor secara fisiologis sehingga mampu meningkatkan tekanan darah (Halperin et al, 2005). Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan protein, lemak dan serat, stres kerja, riwayat penyakit keluarga, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Delavar, et al. (2011) dinyatakan bahwa asupan protein hewani, terutama daging merah memiliki hubungan postitif dengan kejadian dislipidemia dan asupan protein nabati menunjukkan hasil yang sebaliknya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Delavar, et al (2011) mungkin disebabkan pada penelitian ini tidak dilakukannya pembagian asupan protein secara spesifik yakni dari protein total menjadi protein nabati dan hewani (daging merah dan daging putih) seperti yang dilakukan pada penelitian tersebut. Hal serupa juga mungkin yang terjadi pada asupan lemak di mana pada penelitian ini, tidak dilakukan pembedaaan spesifik asupan lemak menjadi asam lemak jenuh, tidak jenuh tunggal dan ganda. Berdasarkan penelitian serupa sebelumnya, serat diketahui memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian dislipidemia. Serat, dalam hal ini asupan serat pangan larut air diketahui dapat membantu menurunkan kadar kolesterol LDL sebanyak 6-15% meskipun tidak banyak penelitian yang konsisten menunjukkan pengaruhnya terhadap perubahan kadar kolesterol HDL dan trigliserida. Dengan pemberian 8,4 gr serat larut air/hari
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
didapatkan penurunan kadar kolesterol total sebesar 5,59%. Hal ini dikarenakan serat mampu menarik cairan asam empedu keluar melalui feses dan mengurangi penumpukan kolesterol di hati, mempengaruhi aktivitas enzim yang mengatur homeostasis kolesterol, meningkatkan pembersihan kolesterol, dan mampu mengurangi indeks glikemik makanan sehingga mengurangi kejadian dislipidemia (Papathanasopoulos, Athanasios dan Michael Camilleri, 2010; Supari dan Rachman, 2002). Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh perbedaan desain penelitian yang digunakan pada masing-masing penelitian, di mana penelitian sebelumnya menggunakan desain studi eksperimental Secara teori, stres dapat memicu terjadinya dislipidemia melalui mekanisme perubahan jumlah hormon kortisol yang dihasilkan. Dalam keadaan stres, kelenjar hipotalamus bekerja dengan melepaskan lebih banyak hormon kortisol yang bertugas untuk meningkatkan ketersediaan bahan bakar metabolik dan bahan-bahan pembangun untuk membantu mengatasi stres, yakni dengan merangsang gukoneogenesis, penguraian protein dan lipolisis sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula, asam amino dan asam lemak bebas dalam darah. Jika kondisi ini berlangsung terus menerus (stres kronis) tubuh akan kesulitan membersihkan kelebihan bahan bakar metabolik tersebut sehingga memicu terjadinya diabetes mellitus dan dislipidemia (Sherwood, 2001; Chandola et al, 2008). Dalam penelitian ini bahkan menunjukkan bahwa proporsi kejadian dislipidemia lebih banyak terjadi pada kelompok responden dengan stres kerja ringan dibanding stres kerja berat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor risiko lain yang lebih kuat yang mempengaruhi hubungan antara stres kerja dan kejadian dislipidemia ini, misalnya faktor usia. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar responden yang memiliki stres kerja ringan adalah mereka yang telah bekerja di perusahaan selama puluhan tahun dan telah mengenal ritme pekerjaan perusahaan sehingga mampu mengendalikan tingkat stres akibat pekerjaan. Dengan demikian, kelompok yang memiliki tingkat stres ringan adalah mereka yang telah berusia lebih tua. Hal sebaliknya ditemukan pada kelompok yang memiliki stres kerja berat, di mana mereka adalah karyawan yang baru bekerja dalam beberapa tahun terakhir dan mudah terbawa tingginya tuntutan perusahaan. Hal ini terbukti dengan hasil perhitungan rata-rata skor stres yang diperoleh pada kelompok usia ≤35 tahun lebih tinggi (skor 36,3) dibanding kelompok usia >35 tahun (skor 34,9).
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Kebiasaan merokok, pada penelitian ini juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian dislipidemia. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor lain yang lebih kuat berhubungan dengan kejadian dislipidemia, yakni kejadian hipertensi yang ditemukan bersamaan dengan kebiasaan merokok berat yang kronis. Pada sebuah penelitian, didapatkan bahwa perubahan profil lipid terbesar terjadi pada kelompok yang memiliki kebiasaan merokok berat yang kronis sekaligus mengalami hipertensi, dibuktikan dengan rata-rata kadar kolesterol total pada kelompok dengan kebiasaan merokok dan hipertensi yang lebih tinggi (244,50±19,59 mg/dl) dibandingkan kelompok perokok berat yang kronis saja (225,20±18,1 mg/dl) (Jeeyar, Hemalatha, dan Wilma DS., 2011). Dalam penelitian ini juga tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit keluarga dengan kejadian dislipdemia. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perubahan gaya hidup seperti pola makan seimbang serta aktivitas fisik teratur yang dilakukan oleh sebagian besar responden yang telah menyadari bahwa dirinya memiliki riwayat penyakit keluarga sehingga kejadian dislipidemia pada kelompok tersebut dapat ditekan. Penelitian oleh Kokkinos (2010) menyatakan bahwa kelompok responden yang teratur berolah raga dan aktif secara fisik memiliki kadar HDL yang lebih tinggi dibanding kelompok lainnya yang memiliki gaya hidup sedenter. Perbedaan hasil temuan ini mungkin disebabkan perbedaan variasi data respoden yang diteliti dimana pada penelitian Kokkinos (2010), pembagian kelompok responden dilakukan secara ekstrem, yakni kelompok pertama terdiri dari responden dengan gaya hidup sedenter, sedangkan kelompok kedua terdiri dari pada atlet pelari jarak jauh dan pemain ski lintas negara. Variasi aktivitas dan latihan fisik yang dilakukan pada kedua kelompok dalam penelitian Kokkinos ini sangat berbeda dengan variasi yang ada pada responden penelitian ini yang seluruhnya merupakan karyawan tetap perusahaan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, sebanyak 80,6% karyawan menderita dislipidemia dan didapatkan hubungan yang bermakna antara usia, asupan karbohidrat, IMT, lingkar pinggang, dan hipertensi dengan kejadian dislipidemia, dengan asupan karbohidrat sebagai faktor risiko yang paling dominan setelah dikontrol oleh variabel-variabel lain tersebut. Dengan OR sebesar 10,8, berarti karyawan yang memiliki asupan karbohidrat berlebih
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
berisiko 10,8 kali menderita kejadian dislipidemia dibandingkan karyawan yang cukup mengonsumsi karbohidrat. Saran Diperlukan adanya perhitungan besar kalori dan komposisi asupan zat gizi, khususnya karbohidrat, untuk disampaikan pada pihak catering, penyediaan alat-alat ukur berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang yang memadai, adanya program kompetisi olah raga dengan hadiah menarik, serta dilakukannya sosialisasi mengenai Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) kepada seluruh karyawan secara komprehensif dan sesuai dengan kondisi perusahaan. Kepustakaan Adam, MF. John, Sidartawan Soegono, Gatut Semiardji dan Herman Adriansyah. (2004). Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Dislipidemia. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB. PERKENI). Anonim. (2010). Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi dan Penelitian Rumah Sakit Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Carr, Molly C. dan John D. Brunzell. (2004). Abdominal Obesity and Dyslipidemia in the Metabolic Syndrome: Importance of Type 2 Diabetes and Familial Combined Hyperlipidemia in Coronary Artery Disease Risk. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 89 (6):2601–2607. Cetin, Ilhan, Beytullah Y., Semsettin S., Idris S., Ilker E. (2010). Serum Lipid and Lipoprotein Levels, Dyslipidemia Prevalence, and the Factors that Influence these Parameters in A Turkish Population Living In The Province of Tokat. Tubitak: Turk J Med Sci, 40 (5): 771-782. Chandola, et al. (2008). Work Stress and Coronary Heart Disease: What are the Mechanisms?. European Heart Journal :1-9. Delavar, MA., Lye MS., Hassan, Khor GL., dan Hanachi, P. (2011). Physical Activity, Nutrition, and Dyslipidemia in Middle-Aged Women. Iranian J Publ Health, 40 (4): 89-98. Estari, M., et al. (2009). The Investigation of Serum Lipids and Prevalence of Dyslipidemia in Urban Adult Population of Warangal District Andhra Pradesh, India. Biology and Medicine, 1 (2) : 61-65. Gupta, Rajeev. (2009). Younger Age of Escalation of Cardiovascular Risk Factors in Asian Indian Subjects. BMC Cardiovasc Disord.; 9: 28. Halperin, Howard D. Sesso, Jing Ma, Julie E. Buring, Meir J. Stampfer dan J. Michael Gaziano. (2005). Dyslipidemia and the Risk of Incident Hipetension in Men. Hypertension: Journal of American Heart Association. Available online at http://hyper.ahajournals.org/content/47/1/45 diakses tanggal 14 Maret 2013 pukul 14.20. Hastiti, Laksita Ri. (2013). Pajanan PM2,5 dan Gangguan Fungsi Paru serta Kadar Profil Lipid Darah (HDL, LDL, Kolesterol Total, Trigliserida) pada Karyawan PT X,
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Kalimantan Selatan Tahun 2012. S.KM (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jeeyar, Hemalatha, dan Wilma Delphine Silvia. (2011). Evaluation of Effect of Smoking and Hypertension on Serum Lipid Profile and Oxidative Stress. Asian Pacific Journal of Tropical Disease: 289-291. Jellinger, Paus S., et al. (2012). American Association of Clinical Endocrinologists’ (AACE) Guidelines for Management of Dyslipidemia and Prevention of Atherosclerosis. Endocrine Practice Vol 18 (Suppl 1) 20-25. Kokkinos, Peter. (2010). Physical Activity and Cardiovascular Disease Prevention. Massacusetts : John and Bartlett Publishers. Liu, et al. (2010). The Characteristics of Dyslipidemia Patients with Different Durations in Beijing: A Cross-Sectional Study. Lipids in Health and Disease, 9:115. Marcondes, Fernanda Klein., et al. (2012). Dyslipidemia Induced by Stress. Intech: Dyslipidemia from Prevention to Treatment Roya Kelishadi, Chapter 18 : 367-390 Masulli, Maria dan Olga Vaccaro. (2006). Association between Cigarette Smoking and Metabolic Syndrome. Diabetes Care, Volume 29, Number 2 : 482 National Academy on an Aging Society. Workers and Chronic Conditions, Opportunities to Improves Productivity. (2000). Washington DC. Niyomtham, et al. (2012). Abdominal Obesity, Hypertension, Hyperglycemia and Dyslipidemia in Rural Thai People. Asia J Public Health; 3(1):3-8. Papathanasopoulos, Athanasios dan Michael Camilleri. (2010). Dietary Fiber Supplements: Effects in Obesity and Metabolic Syndrome and Relationship to Gastrointestinal Functions. National Institues of Health, Rochester: Gastroenterology 138 (1): 65–72. Rahmawansa S. Sany. (2009). Dislipidemia sebagai Risiko Utama Penyakit Jantung Koroner (PJK). Cermin Dunia Kedokteran (CDK) 169, 36 (3) : 181-184. Sartika, Ratu Ayu Dewi. (2007). Pengaruh Asam Lemak Trans terhadap Profil Lipid Darah. Dr (Disertasi) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soeharto, Iman. (2004). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak dan Kolesterol Edisi Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Song, Su Jin, Jung Eun Lee, Hee-Young Paik, Min Sun Park dan Yoon Ju Song. (2012). Dietary Patterns Based on Carbohydrate Nutrition are Associated With the Risk For Diabetes and Dyslipidemia. Nutrition Research and Practice (Nutr Res Pract);6(4):349-356. Sunardjo, M. Heru. (2007). Prevalensi Dislipidemia dan Sebaran pada Beberapa Faktor Risiko Pekerja Laki-laki Perkantoran di PT. X. Program Studi Kedokteran Kerja : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Supari, Fadilah dan Otte J. Rachman. (2002). Cholesterol- Lowering Effect of “Soluble Fiber” as an Adjunct to “Low Calories Indonesian Diet” in Patients with Hypercholesterolemia. Med J Indonesia, 11 (4) : 4-5. Tan, XJ., et al. (2008). Relationship between Smoking and Dyslipidemia in Western Chinese Elderly Males. J Clin Lab Anal., 22 (3) :159-63. The Third National Health and Nutrition Educational Survey (NHANES III). (1988-1994). Prevalence of High Blood Cholesterol according to Body Mass Index (BMI). US Department of Health and Human Services : Center for Disease Control and Prevention (CDC)
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
The Third National Health and Nutrition Educational Survey (NHANES III). (1988-1994). Prevalence of High Blood Cholesterol according to Body Mass Index (BMI). US Department of Health and Human Services : Center for Disease Control and Prevention (CDC) Volek, Jeff S., Maria Luz Fernandez, Richard D. Feinman, dan Stephen D. Phinney. (2008). Dietary Carbohydrate Restriction Induces a Unique Metabolic State Positively Affecting Atherogenic Dyslipidemia Fatty Acid Partitioning, and Metabolic Syndrome. United States. Elsevier : Progress In Lipid Research p.1-12. Wang, Shuang. (2011). Prevalence and Associated Factors of Dyslipidemia in the Adult Chinese Population. Plos One 6(3). Xu et al. (2011). Association between Job Stress and Newly Detected Combined Dyslipidemia among Chinese Workers : Findings from the SHISO study. J Occup Health 53: 334-342. Zakiyah, Dinie. (2008). Faktor-Faktor Risiko yang berhubungan dengan Hipertensi dan Hiperlipidemia sebagai Faktor Risiko PJK diantara Pekerja di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur Tahun 2006. Departemen Epidemiologi. Program Studi Epidemiologi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.