Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PE SEBAGAI TERNAK PENGHASIL SUSU DAN DAGING (Economic Analysis of PE Goat as Milk and Meat Producer in a Farming Sytem) I.G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Etawah Cross Bred (PE) Goat farming system has not yet developed like dairy cow. The farming system of PE goat has just been done in small holder farmers and only limited number was developed by large scale agribusiness. Economic analysis was carried out to PE goat farming system with 90 heads of dam for milk and meat production. Parameter was based on biology parameters resulted from observation Indonesian Research Institute for Animal Production and PE goat rearing enterprise, PT Capricorn in Cariu. Price parameter used was based on survey price, April-May 2009. Analysis showed that minimum amount of milk production should be achieved 77.500 litters with Rp. 17.400/litter. The capital of Rp. 565 million was needed, it would be returned in the period of 2.6 year. Internal analysis of return rate showed that 27.91% value. The value was larger compare with avail interest rate level in the market (Bank). Therefore, this business is profitable and feasible to be carried out. Key Words: PE Goat, Economic Analysis ABSTRAK Budidaya ternak kambing PE sebagai penghasil susu tidak berkembang seperti halnya peternakan sapi perah. Budidayanya baru dilakoni oleh para peternak kecil dan hanya sebagian kecil dilakukan oleh pengusaha agribisnis. Analisis ekonomi dilakukan terhadap usaha peternakan kambing dengan skala 90 ekor induk untuk tujuan produksi susu dan daging (anak). Parameter yang digunakan untuk analisis ini didasarkan pada parameter biologis hasil pengamatan di stasiun kandang percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor dan Perusahaan peternakan Kambing PE di P.T. Capricorn di Cariu. Parameter harga yang digunakan didasarkan pada harga hasil survai yang dilakukan pada bulan April-Mei Tahun 2009. Hasil analisis menujukkan jumlah produksi susu yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian yaitu pada saat perusahaan menghasilkan susu sebanyak 77.500 liter atau harga susu Rp. 17.400/liter. Dengan menggunakan modal sebanyak Rp. 565 juta maka semua modal yang digunakan akan dapat kembali pada periode usaha 2,6 tahun. Analisis internal rate return menunjukkan nilai sebesar 27,91%. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai tingkat suku bunga yang berlaku di pasaran (Bank). Dengan demikian dapat dikatakan usaha ini profitable dan layak untuk dilakukan. Kata Kunci: Kambing PE, Analisa Ekonomi
PENDAHULUAN Kambing PE merupakan salah satu ras kambing Indonesia. Kambing ini merupakan hasil silang antara kambing lokal Indonesia (Kambing Kacang) dengan kambing Etawah. Kambing Etawah ini didatangkan dari India oleh Pemerintah Belanda pada sekitar tahun 1930 an. Kambing Etawah dikenal dengan ternak penghasil susu yang cukup baik. Akibat
persilangan tersebut maka kambing PE sekarang ini juga memiliki potensi sebagai penghasil susu selain penghasil daging. Keunggulan kambing PE sudah banyak dilaporkan; diantaranya beradaptasi baik dengan lingkungan, termasuk kambing tipe dwi-guna dan memiliki indeks reproduksi yang cukup baik yaitu 1,65 anak/induk/tahun (SODIQ, 2001).
411
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Potensi produksi susu kambing pernah dilaporkan oleh OBST dan NAPITUPULU (1984) yaitu sebanyak. 0,45 – 2,1 l/hari/laktasi. Sementara itu produksi susu yang dilaporkan oleh SUTAMA et al. (2002) yaitu berkisar pada 510 – 1000g/ekor/hari. Dilapangan dapat dikatakan bahwa komersialisasi ternak kambing belum banyak dilakukan. Ada tanda-tanda peningkatan. Hal ini dicirikan dengan semakin meningkatnya skala usaha. Beberapa pengusaha telah berani meningkatkan usaha mencapai 200 ekor, namun perkembangannya sangat lambat. Demikian pula halnya dengan komersialisasi terhadap potensi produksi susunya. Pendugaan faktor penghambat perkembangan peternakan kambing PE dapat dilihat dari berbagai aspek. Faktor yang umum dan sangat berpengaruh yaitu aspek ekonomi khususnya kemampuan memberikan keuntungan (profitability). Kemampuan menghasilkan keuntungan dari suatu kegiatan usaha dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dari sisi penerimaan dan pengurbanan usaha. Penerimaan usaha dipengaruhi oleh tingkat produksi maupun harga produksi. Disatu sisi pengurbanan atau yang lebih dikenal dengan pengeluaran atau biaya dapat dipengaruhi oleh tingkat harga dan efisiensi dalam menggunakan input. Pada peternakan kambing PE (industri biologis) kedua faktor tersebut sangat nyata pengaruhnya. Makalah ini menganalisis usaha peternakan Kambing PE dari aspek ekonomi. Analisis menggunakan parameter biologis ternak yang selanjutnya di ukur dengan nilai ekonomi (tingkat harga). Analisis juga melihat seberapa besar usaha yang harus dibuat agar menguntungkan, tingkat pengembalian investasi. Kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi pemilik modal, ataupun calon investor pada bidang usaha ternak kambing PE. MATERI DAN METODE Analisis feasibilitas usaha dilakukan pada usaha ternak kambing dengan skala pemeliharaan sebanyak 200 ekor yang tujuan pemeliharaannya yaitu sebagai penghasil susu dan daging (anak). Analisis dilakukan dengan menggunakan data parameter biologis ternak
412
hasil pengamatan selama 2 tahun terakhir di stasiun kandang percobaan Balai Penelitian Ternak dan di Perusahaan Peternakan kambing PE yaitu PT Capricorn di Cariu-Bogor. Sedangkan parameter harga yang digunakan didasarkan pada harga-harga yang berlaku di pasar yang diperoleh melalui metode survai pada awal tahun 2009. Parameter biologis dan harga-harga yang digunakan pada analisis ekonomi seperti tertera pada Tabel 1 Ternak kambing yang diamati yaitu ternak yang dipelihara secara intensif yaitu kambing dikandangkan terus menerus pada kandang panggung yang memiliki kadang kelompok masing-masing kandang mampu menampung 9 ekor induk dan 1 ekor pejantan kambing. Masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum secukupnya sehingga ternak kambing mempunyai kesempatan makan dalam waktu bersamaan. Masa pemeliharaan kambing dipertahankan hanya sampai 3 tahun sejak dimasukkan ke kegiatan usaha. Analisis dilakukan dengan cara melalukan proyeksi-proyeksi baik terhadap penerimaan maupun terhadap biaya yang akan terjadi. Proyeksi biaya-biaya didasarkan pada biaya selama pemeliharaan meliputi biaya langsung, biaya overhead dan biaya depresiasi. Proyeksi penerimaan (revenue) diperoleh dari produksi susu dan penjualan ternak kambing afkir. Profit merupakan selisih antara total revenue dengan total cost. Selanjutnya dihitung cash flows yang menggambarkan besarnya cash inflow (hasil penjualan + dana yang disetor) dan cash outflow (pengeluaran untuk operasional usaha + biaya investasi dan modal kerja). Untuk mengetahui respon atau senstivitas perubahan parameter maupun variabel yang digunakan maka dilakukan analisis sensitifitas. Analisis yang digunakan untuk menganalisis usaha peternakan kambing ini yaitu analisis sensitivitas (break even point dan analisis return on investment). Analisis break event point (tingkat produksi) menggunakan rumus: Total biaya usaha x 1 liter Harga susu
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 1. Parameter teknis (kwantitas dan tingkat harga) yang digunakan untuk basis analisis ekonomi usaha ternak kambing No
Jenis parameter
Nilai
No
Jenis parameter
1
Jumlah grup
9.00
1
Harga rumput
2
Pejantan
9.00
2
Harga konsentrat
3
Induk betina
90.00
3
Konsumsi susu anak (l)
4
Fertilitas
0.98
4
Harga susu pengganti (Rp/l)
5
LS
1.30
5
Harga jual susu kambing (Rp/l)
6
Anak disapih
0.90
6
Harga kambing (Rp/kg)
7
Anak dijual
0.97
7
8
Produksi susu (l/ekor/hari)
9
Lama hari/bulan
10 11
Konsumsi hijauan (rumput):
Nilai 150 2,500 1,5 3,000 15,000
Induk (Rp/ekor)
1,500,000
Jantan
3,000,000
0.75
8
30.00
9
Harga ternak bibit (Rp/kg)
25,000
10
Harga ternak potong/sayur (Rp/kg)
23,500 25.0
0.00
Induk
4.00
11
Berat jual ternak bibit (kg)
12
Anak
1.00
12
Persentase ternak bibit
0,5
13
Anak pembesaran
2.00
13
Produksi pupuk (kg/ekor/hari)
0,3
0.00
14
Harga pupuk (Rp./kg)
50
14
Kons. konsentrat (kg/ekor)
15
Induk
0.70
15
Biaya obat (Rp/ekor/bulan)
2,000
16
Anak pembesaran fase 1.
0.25
16
Berat induk afkir (kg/ekor)
40
17
Anak pembesaran fase 2.
0.50
17
Harga ternak afkir (Rp/kg)
20,000
18
Handling cavacity tenaga kerja kandang (ekor)
100.00
18
Rate tenaga kandang (Rp/bulan)
19
Kebutuhan kandang (m2/ekor)
1.50
19
Rate manajer (Rp/bulan)
20
Jumlah tenaga adm dan manajer
1.00
20
Nilai investasi Kandang Lahan Kendaraan bermotor
Break event point untuk tingkat harga susu menggunakan rumus: Total biaya pada periode tertentu x Rp. 1 Total produksi pada periode tertentu Untuk mengetahui keunggulan usaha ternak kambing ini dibandingkan dengan apabila dana disimpan dalam bentuk deposito di Bank maka dilakukan penghitungan tingkat pengembalian internal (InternaI Rate of Return) dengan menggunakan rumus: NVP1 IRR = R1+ --------------- R2-R1 (Riyanto 1980) NPV1+NPV2
dimana : R1 = R2 = NPV1 = NPV2 =
750,000 250,000 153,996,030 30,000,000 125,000,000
Tingkat bunga ke- 1 Tingkat bunga ke-2 Net Present Value pada tingkat bunga R1 Net Present Value pada tingkat bunga R2
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis sumber dan penggunaan dana Untuk menganalisis usaha peternakan kambing secara menyeluruh harus dimulai dari analisis terhadap sumber dan penggunaan dana. Melalui analisis ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai jumlah dana yang
413
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
dibutuhkan dan selanjutnya dari mana sumber dana tersebut akan diperoleh. Pada proyekproyek tertentu sebagian kebutuhan dana
mungkin telah diperoleh dari penghasilan pada tahun pertama. Seperti halnya pada usaha peternakan kambing pada analisis ini (Tabel 2),
Tabel 2. Analisis sumber dan kebutuhan dana usaha peternakan kambing PE Keterangan
Tahun 1
2
3
4
260,212
80,871,176
104,625,440
21,825,440
49,612,500
238,140,000
238,140,000
238,140,000
238,140,000
0
27,805,050
41,707,575
41,707,575
41,707,575
0
26,136,747
39,205,121
39,205,121
39,205,121
618,875
1,078,587
1,108,771
1,108,771
1,108,771
Saldo awal
5
Sumber dana Setoran modal awal Susu Ternak bibit Ternak non-bibit Pupuk Ternak afkir Total sumber dana Total dana
565,000,000
0
0
0
79,200,000
0
50,231,375
293,160,384
320,161,467
399,361,467
320,161,467
615,231,375
293,420,596
320,161,467
399,361,467
320,161,467
Penggunaan dana Biaya langsung Biaya pengadaan bakalan (bibit kambing)
162,000,000
162,000,000
Biaya pakan Biaya rumput
21,538,791
25,710,924
26,263,012
26,263,012
26,263,012
Biaya konsentrat
57,817,463
80,398,852
82,699,218
82,699,218
82,699,218
Biaya susu tambahan u anak
20,638,800
61,916,400
61,916,400
61,916,400
61,916,400
2,750,556
4,793,721
4,927,873
4,927,873
4,927,873
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
Biaya obat-obatan Biaya perlengkapan kandang Gaji tenaga kandang
18,479,524
18,479,524
18,479,524
18,479,524
18,479,524
Total biaya langsung
283,725,133
191,799,421
194,786,027
356,786,027
194,786,027
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
Biaya transportasi
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
Listrik dan telepon
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
Biaya pemasaran
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
750,000
750,000
750,000
750,000
750,000
20,750,000
20,750,000
20,750,000
20,750,000
20,750,000
Biaya tidak langsung Gaji manajer
Biaya administrasi Total biaya tidak langsung Investasi Kandang Lahan & kantor Kendaraan bermotor Sumur dan pompa air
153,996,030 30,000,000 125,000,000 1,500,000
Nilai investasi
310,496,030
Total penggunaaan dana
614,971,163
212,549,421
215,536,027
377,536,027
215,536,027
260,212
80,871,176
104,625,440
21,825,440
104,625,440
Saldo kas
414
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
karena sifat biologis ternak relatif singkat maka pada tahun I usaha kambing telah memberikan hasil dan hasil ini telah dapat digunakan untuk menutupi sebagian kecil kebutuhan dana pada tahun I. Total kebutuhan dana pada usaha peternakan kambing pada analisis ini yaitu sebesar Rp. 614,9 juta yang di perlukan untuk menutupi kebutuhan biaya-biaya langsung, biaya tidak langsung dan pembangunan kandang dan alat-alat yang dibutuhkan. Biaya langsung ( pengadaan bibit ternak, pakan, obatobatan, gaji karyawan kandang) sebesar Rp. 283,7 juta. Biaya tidak langsung (gaji manajer, biaya listrik, telepon, transpor, pemasaran dan biaya administrasi) sebesar Rp. 20,7 juta. Biaya untuk pengadaan alat dan kandang dengan jumlah Rp. 310 juta. Oleh karena pada awal tahun usaha sudah memperoleh pendapatan sebanyak ±Rp 50 juta maka kebutuhan dana pada tahun I tidak lagi sebesar Rp. 614,9 juta, tapi hanya sebesar 565 juta. Penentuan nilai modal awal senatiasa harus melihat nilai saldo kas pada akhir tahun. Nilai setoran modal awal harus berdampak atau memberikan nilai positif pada saldo kas. Nilai negatif pada saldo kas mengindikasikan bahwa setoran modal awal tidak mencukupi kebutuhan dana. Pada proyeksi ini dengan setoran modal awal sebesar Rp. 565 juta menyisakan saldo kas sebesar Rp. 260.000,pada brankas usaha. Pada tahun berikutnya secara umum nilai saldo kas akan terus positif seiring dengan semakin cepatnya perputaran usaha. Akan tetapi pada usaha yang memiliki karakteristik tertentu tidak tertutup kemungkinan diperlukan tambahan dana investasi kembali pada tahun berikutnya. Proyeksi income statement Proyeksi income statement merupakan proyeksi penerimaan-penerimaan yang kemungkinan akan terjadi pada usaha yang akan dilaksanakan melalui pengoperasian asset yang digunakan. Pada usaha peternakan kambing yang tujuan usaha nya sebagai penghasil daging (anak) dan susu (Tabel 3), terlihat bahwa pada tahun pertama walaupun usaha sudah memberikan hasil sebanyak Rp. 50,2 juta namun secara keseluruhan usaha yang
dilakukan belum memberikan hasil positif. Kerugian pada tahun I untuk usaha yang baru berdiri adalah umum terjadi, karena biasanya pada tahun pertama kebuthan dana biasanya sangat besar disatu sisi usaha belum beroperasi secara normal yang berdampak pada belum optimalnya penerimaan usaha. Nilai negatif pada tahun pertama usaha ternak kambing ini yaitu sebesar Rp.254,2 juta. Nilai tersebut yaitu nilai sebelum pengenaan beban penyusutan dan pajak. Pada tahun ke 2 oleh karena sebagian besar ternak yang di gunakan telah melahirkan dan menghasilkan susu maka terlihat proyeksi penerimaan semakin besar yaitu mencapai Rp.293,1 juta. Besarnya penerimaan pada tahun II ini tidak hanya dari hasil usaha berupa produk susu kambing, akan tetapi ternyata juga bersumber dari penjualan anak baik untuk ternak potong maupun ternak bibit. Pada analisis ini diasumsikan bahwa 50% anak yang dihasilkan dapat dikatagorikan sebagai ternak bibit. Asumsi ini logis manakala bibit yang digunakan pada awal usaha memiliki kriteria baik dengan demikian pencapaian hasil berupa anak kambing yang memiliki kriteria bibit dapat dengan mudah dihasilkan. Analisis sensitivitas Berbagai analisis sensitivitas usaha ternak kambing untuk tujuan penghasil susu disajikan pada Tabel 4. Analisis break even point Metode titik pulang pokok (break even point) menunjukkan bahwa jumlah produksi susu yang harus dihasilkan pada usaha kambing peranakan Etawah dengan tujuan menghasilkan susu agar tidak mengalami kerugian namun belum menguntungkan pada skala pemeliharaan sebanyak 90 ekor induk yaitu sebanyak 77.575 liter. Nilai break even tersebut diperoleh melalui jumlah biaya yang telah dikeluarkan dibagi dengan harga susu kambing. Jumlah biaya yang dikeluarkan secara agregat selama 5 tahun yaitu Rp.1.163,6 juta sementara itu harga susu yang digunakan pada perhitungan analisis ini yaitu Rp. 15.000.
415
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 3. Proyeksi income statement usaha peternakan kambing selama 5 tahun Tahun
Proyeksi income statement 1
2
Total
3
4
5
Penerimaan Susu
49,612,500
238,140,000
238,140,000
238,140,000
238,140,000
1,002,172,500
Ternak bibit
0
27,805,050
41,707,575
41,707,575
41,707,575
152,927,775
Ternak non-bibit
0
26,136,747
39,205,121
39,205,121
39,205,121
143,752,109
618,875
1,078,587
1,108,771
1,108,771
1,108,771
5,023,777
0
0
0
79,200,000
0
79,200,000
50,231,375
293,160,384
320,161,467
399,361,467
320,161,467
1,383,076,160
Pupuk Ternak afkir Total penerimaan Direct cost
283,725,133
191,799,421
194,786,027
194,786,027
194,786,027
1,059,882,634
(233,493,758)
101,360,964
125,375,440
204,575,440
125,375,440
323,193,526
Adm and General Cost
20,750,000
20,750,000
20,750,000
20,750,000
20,750,000
103,750,000
Gross Profit before tax
(254,243,758)
80,610,964
104,625,440
183,825,440
104,625,440
219,443,526
Total Depreciation
18,599,735.33
18,599,735.33
18,599,735.33
18,599,735.33
18,599,735.33
Net profit before tax
(272,843,493)
62,011,228
86,025,705
165,225,705
86,025,705
Gross income
416
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Analisis pay back period Analisis ini melihat seberapa jauh dana yang digunakan dalam proses produksi dapat kembali ke penanam modal. Pada analisis ini nilai payback period yaitu 2,57 (Tabel 4). Nilai ini mengindikasikan bahwa semua modal yang digunakan akan dapat kembali pada tahun ke III yaitu di bulan keenam. Analisis BC rasio Analisis ini melihat dan membandingkan besaran nilai penerimaan usaha dengan biaya yang terjadi. Nilai pada analisis ini menunjukkan nilai 1,19 (Tabel 4), artinya penerimaan usaha lebih besar dari biaya yang terjadi. Dengan demikian kegiatan usaha ini menguntungkan. Analisis internal rate of return Analisis ini merupakan analisis yang sering digunakan dalam evaluasi proyek yang
mengukur apakah proyek tersebut layak dijalankan atau tidak. Ukurannya mengacu dan membandingkan nilai suku bunga yang berlaku. Hasil analisis IRR usaha peternakan kambing pada analisis ini seperti ditunjukkan pada Tabel 5. KESIMPULAN 1. Hasil analisis menujukkan jumlah produksi susu yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian yaitu pada saat perusahaan menghasilkan susu sebanyak 77.500 liter atau harga susu Rp. 17.400/liter. 2. Dengan menggunakan modal sebanyak Rp. 565 juta maka semua modal yang digunakan akan dapat kembali pada periode usaha 2,6 tahun. 3. Analisis internal rate return menunjukkan nilai sebesar 27,91%. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai tingkat suku bunga yang berlaku di pasaran (Bank).
Tabel 4. Berbagai analisis sensitivitas usaha peternakan kambing untuk tujuan produksi susu Jenis analisis
Nilai
BEP volume produksi susu = cost/harga satuan hasil produksi
77.575.51
BEP untuk harga = biaya produksi/total produksi
17.416.65
Payback period = total investasi x 1 tahun/laba (tahun)
2,57
Turn over investment = (sales/investment) (times)
2,45
Profit margin (net operating income/net sales) (%)
0,16
ROI (net sales/net operating income) x turn over investment (%)
39%
BC ratio
1.189
Tabel 5. Analisis internal rate of return usaha peternakan kambing PE pola produksi susu dan daging Tahun
Proceed
DF 25%
NPV DF 25%
DF 29%
NPV DF 29%
(254.243.758,00)
0,80
(203.395.006,40)
0,78
(197.088.184,50)
II
80.610.963,64
0,64
51.591.016,73
0,60
48,441.177,60
III
104.625.440,04
0,51
53.568.225,30
0,47
48.738.051,97
I
IV
183.825.440,04
0,41
75.294.900,24
0,36
66.381.455,87
V
104.625.440,04
0,33
34.283.664,19
0,28
29.287.934,60
Total Tingkat IRR
11.342.800,06
(4.239.564,47) 27,91
417
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
DAFTAR PUSTAKA DEPTAN. 2003. Laporan Bulanan Tentang Keragaan Pembangunan Pertanian. Subsektor Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. OBST, J.M. and Z. NAPITUPULU. 1984. Milk yields of Indonesian goats. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 15: 501-504. SODIQ. 2001. Small Ruminant production system under rural area and improving weaning weight. Scientific Publication Unsoed, Purwokerto. 27(3): 41 – 52.
RIYANTO., 1980. Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan. Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta. SUTAMA. I-K., B. SETIADI, SUBANDRYO, I.G.M. BUDIARSANA, T. KOSTAMAN, M. MARTAWIDJAJA, M.S.HIDAYAT, R. SUKMANA, MULYAWAN dan BACHTIAR. 2002. Optimalisasi produktivitas kambing Peranakan Etawah untuk menunjang produksi daging dan susu nasional. Kumpulan Hasil Penelitian APBN TA. 2002. Buku I Ternak Ruminansia hlm.111 – 142.
DISKUSI Pertanyaan: 1. Apakah permasalahan selama 2 tahun pemeliharaan? 2. Apakah permasalahan pemasaran susu kambing? Jawaban: 1. Perkembangan usaha sangat lambat. 2. Belum popular seperti susu sapi.
418