ANALISIS EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT LOKAL DI KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA
PINI WIJAYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ANALISIS EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT LOKAL DI KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA
PINI WIJAYANTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi Pembimbing: Dr. Ir. M.Parulian Hutagaol, MS
ABSTRACT PINI WIJAYANTI. 2009. Economic Analysis and Management Policy on Community Based Nature Tourism in Seribu Islands Regency Jakarta Province. (EKA INTAN K. PUTRI as Chairman and ACENG HIDAYAT as Member of the Advisory Committee) Tourism has become a part of commodities that widely used as one of source of income for regional development. Nowadays, the Government of Indonesia is striving for nature tourism located in conservation area, in expect to bring significant economic impact as well as perform conservation effort. Indonesia has many maritime tourism areas; one of them is Seribu Islands. This area consists of ± 110 small islands, with various utilizations. One that has positive effect for local communities’ economy is marine tourism activity. The main objectives of this research are to explore the use of economic analysis and to develop policies under the frame of sustainable development. The research proceeds by addressing two methodological and measurement questions: (1) what is the economic impact and contribution of the nature tourism, and (2) what are the net economic benefits of nature tourism. Findings from the two objectives will be employed to explore policy management issues. The development of nature tourism on Kepulauan Seribu brings real economic impact for local community. Cash flow from tourist to local community creates a number of home industries which impacts on the absorption of local employment. Nature tourism could improve the income of local community, but not in significant amount. As the negative impact, nature tourism brought inflation and displacement effect. Tourist expenditure on local level (island) gave direct, indirect and induced impact for local community. In Untung Jawa Island and Pramuka Island, tourist expenditures were about Rp 121 000 000 and Rp 64 000 000 per weekend, respectively. Economic impact from tourist expenditure is higher on Untung Jawa Island. Local Income Multiplier on Untung Jawa Island is 1.85; ratio Income Multiplier Type 1 is 1.47 and ratio Income Multiplier Type 2 is 1.94. Whereas in Pramuka Island, the values are 1.16, 1.40 and 1.78, respectively. However, local government’s policy which only prioritizes the development of marine tourism on south region is not appropriate. The north region with its potential is economically feasible to be developed as the destination of community-based tourism. Demand function of recreation was developed by using individual travel cost method (ITCM). Recreational demand to Untung Jawa Island is not responsive to the travel cost, while reversely for recreational demand to Pramuka Island. This situation shows Untung Jawa Island as a cheap and main tourism destination. Conjoint analysis shows that utilities and infrastructures were the most important attributes in marine tourism development. Based on stakeholder analysis mapping, the primary stakeholders should be involved in decision making on marine tourism development. The most principal things according to the stakeholders were clarifying the policy and strengthening the institution. Key words : nature tourism, economic impact, travel cost
RINGKASAN PINI WIJAYANTI. 2009. Analisis Ekonomi dan Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam Berbasis Masyarakat Lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta (EKA INTAN K. PUTRI sebagai Ketua dan ACENG HIDAYAT sebagai Anggota Komisi Pembimbing)
Pariwisata telah menjadi bagian dari komoditi yang banyak digunakan oleh suatu wilayah sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan. Data sektor pariwisata di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Saat ini pemerintah Indonesia tengah mengupayakan kegiatan wisata yang diantaranya berlokasi di kawasan pelestarian alam dengan harapan dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan sekaligus melaksanakan upaya konservasi. Indonesia memiliki banyak kawasan wisata bahari, salah satunya adalah kawasan Kepulauan Seribu. Wilayah ini terdiri dari
110 pulau-pulau kecil, dengan berbagai
pemanfaatan. Salah satu pemanfaatan yang berdampak positif bagi kegiatan perekonomian masyarakat lokal adalah kegiatan wisata bahari. Tujuan utama penelitian ini adalah melakukan analisis dampak ekonomi wisata alam. Penelitian ini difokuskan pada perspektif ekonomi wisata alam di negara berkembang. Penelitian ini memiliki tiga tujuan khusus, yaitu: (1) menghitung dampak ekonomi kegiatan wisata alam, (2) mengkuantifikasi nilai guna langsung (direct use value) dari pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan wisata alam dan (3) menganalisis alternatif kebijakan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal.Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada pembuat kebijakan agar kontribusi wisata alam dapat ditingkatkan dalam pembangunan berkelanjutan. Selain itu, juga untuk mengetahui kondisi wisata
alam yang layak secara finansial dan ekonomi serta tetap
berwawasan
lingkungan. Studi menyeluruh mengenai penilaian ekonomi yang meliputi penilaian dampak ekonomi dan penilaian manfaat ekonomi suatu jasa lingkungan akan memberikan analisa ekonomi yang komprehensif. Hal tersebut dapat menjadi dasar penetapan alternatif rekomendasi dalam merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan wisata tersebut. Penelitian ini dilakukan di P. Untung Jawa Kecamatan Kepulauan Seribu Bagian Selatan dan P. Pramuka Kepulauan Seribu Utara. Kedua pulau merupakan tujuan wisata bahari yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat lokal. Luas P. Untung Jawa adalah 40.1 Ha dengan jumlah wisatawan 36 400 orang per tahun. Sedangkan luas P. Pramuka adalah 16 Ha dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke P.Pramuka sebesar 2 600 orang per tahun. Perkembangan wisata alam di Kepulauan Seribu memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal. Aliran uang dari wisatawan ke masyarakat lokal menciptakan sejumlah usaha kecil menengah (UKM) yang berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja lokal. Pariwisata alam meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, walaupun nilainya rendah. Namun demikian, dampak positif tersebut tidak lepas dari dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu inflasi dan displacement effect. Pengeluaran wisatawan di tingkat lokal (pulau) memberikan manfaat langsung, tak langsung dan lanjutan, bagi masyarakat lokal. Rata-rata pengeluaran wisatawan untuk satu kali kunjungan adalah Rp 174 253 per orang di P. Untung
Jawa. Artinya dalam satu pekan pengeluaran wisatawan total sekitar Rp 121 000 000 dimana sekitar Rp 71 000 000 perputaran uang terjadi di dalam pulau dan sisanya economic leakage. Sedangkan di P. Pramuka rata-rata pengeluaran wisatawan perkunjungan adalah Rp 648 527. Artinya dalam satu pekan pengeluaran wisatawan total sekitar Rp 64 000 000 dimana sekitar Rp 34 000 000 perputaran uang terjadi di dalam pulau dan sisanya merupakan economic leakage. Dampak ekonomi dari pembelanjaan wisatawan di tingkat lokal dikuantifikasi menggunakan keynesian multiplier dengan panduan Marine Ecotourism for Atlantic Area (META). Dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan lebih tinggi di P. Untung Jawa dibandingkan di P. Pramuka. Tercatat nilai Local Income Multiplier di P. Untung Jawa adalah 1.85, nilai Ratio Income Multiplier Tipe 1 sebesar 1.47 dan nilai Ratio Income Multiplier Tipe 2 sebesar 1.94. Sedangkan di P. Pramuka berturut-turut tercatat 1.16, 1.40 dan 1.78. Berdasarkan
nilai
tersebut,
kebijakan
Pemda
yang
selama
ini
hanya
mengutamakan pengembangan wisata bahari di wilayah Selatan adalah kurang tepat, mengingat wilayah Utara dengan potensi yang dimilikinya layak secara ekonomi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata bahari berbasis masyarakat lokal Fungsi permintaan rekreasi diestimasi dengan menggunakan individual travel cost method (ITCM). Permintaan rekreasi ke P. Untung Jawa tidak responsif terhadap biaya perjalanan sedangkan kondisi sebaliknya bagi permintaan rekreasi ke P. Pramuka. Nilai manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan dari keberadaan sumberdaya untuk kegiatan wisata bahari di P. Untung Jawa sebesar Rp 719.3 milyar per tahun dan Rp 23.1 milyar per tahun di P.Pramuka.
Secara individual nilai jasa lingkungan yang ditunjukkan oleh nilai surplus konsumen per individu adalah 19 762 846 di P. Untung Jawa dan Rp 8 884 624 P. Pramuka Pada pelaksanaannya pengelolaan dan pengembangan wisata bahari di wilayah memerlukan koordinasi dan kerjasama multi stakeholder dari berbagai tingkat tanggungjawab dan kewenangan. Stakeholder yang terlibat adalah pemerintah daerah, masyarakat lokal, swasta (investor) dan lembaga non pemerintah. Jika diskenariokan suatu bentuk wisata alam yang terdiri atas berbagai atribut dengan level kepentingan yang berbeda, diperoleh hasil bahwa sebagian besar stakeholder menyatakan atribut sarana dan prasarana adalah yang terpenting. Berdasarkan hasil pemetaan analisis stakeholder ditetapkan stakeholders primer yang diikutsertakan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan wisata bahari di wilayah Kepulauan Seribu. Stakeholder primer di P. Untung Jawa adalah Bappekab, Sudin Pariwisata dan Sudin UKM dan Koperasi. Sedangkan di P. Pramuka stakeholder adalah Bappekab, Sudin Pariwisata dan Sudin UKM dan Koperasi, TNLKS dan LSM. Dari sejumlah alternatif rekomendasi kebijakan pengelolaan wisata bahari, hal yang paling utama adalah mempertegas kebijakan dan penguatan kelembagaan.
Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul ANALISIS EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT LOKAL DI KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan pembimbingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Maret 2009
PINI WIJAYANTI NRP. A151050121
Judul Tesis
: Analisis Ekonomi dan Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam Berbasis Masyarakat Lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta
Nama Mahasiswa
: Pini Wijayanti
Nomor Pokok
: A151050121
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan K. Putri, MS Ketua
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Anggota
Mengetahui,
2.Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3.Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 21 Januari 2009
Tanggal Lulus : 6 April 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelsesaikan tesis yang berjudul : Analisis Ekonomi dan Kebijakan Pengelolaan Wisata Bahari Berbasis Masyarakat Lokal (Studi Kasus Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta). Tesis ini dilatarbelakangi adanya perkembangan sektor pariwisata di Indonesia. Khususnya wisata alam yang sangatlah penting dalam konteks sustainable developement karena bentuk wisata ini selain berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi di tingkat lokal dan nasional juga menyediakan insentif bagi upaya konservasi dan pendanaan konservasi biodiversitas. Namun, masyarakat lokal yang selama ini memiliki akses langsung terhadap kawasan dan aktivitas wisata alam dilihat belum memperoleh manfaat yang signifikan. Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri, MS dan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku ketua dan anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 2. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan yang bermanfaat bagi kesempurnaan tesis ini. 3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB.
4. Ketua Departemen, rekan-rekan staf pengajar serta staf penunjang di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, atas bantuan dan pengertiannya selama ini. 5. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi) atas bantuan dana serta informasi yang berkaitan dengan Kepulauan Seribu. 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, khususnya Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, atas informasi terkait pengembangan pariwisata di Kepulauan Seribu. 7. Aparat Kelurahan serta masyarakat P. Untung Jawa dan P. Pramuka yang telah berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan selama penelitian ini 8. Teman-teman EPN IPB angkatan 2005. Ucapan terimakasih terbesar ditujukan kepada Ibu dan Bapak serta adikadik yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat dalam penyelesaian tesis ini. Serta semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tesis ini. Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan bagi perbaikkan penulisan berikutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca dan semoga hasil penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Bogor,
Maret 2009
Pini Wijayanti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 19 September 1981 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs.Samihadi dan Ibu Marcia. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri I Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2003. Pada April 2004 penulis diterima bekerja sebagai staf pengajar pada tempat yang sama ketika studi S1. Tahun 2005 Penulis melanjutkan studi S2 di program studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB konsentrasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan dengan dukungan biaya dari BPPS. Sejak tahun 2006 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR .........................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xvii
VI. PENDAHULUAN
II.
1.1. Latar belakang ..............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .....................................................................
7
1.3. Tujuan Penelitian .........................................................................
12
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................
12
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ...............................
13
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari ...................
14
2.2. Penilaian Ekonomi Jasa Lingkungan untuk Wisata Alam ..........
20
2.3. Analisis Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam .............................
26
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Dampak Ekonomi Wisata Alam di Tingkat Lokal .......................
29
3.2. Pengukuran Economic Value .......................................................
37
3.3. Analisis Kebijakan Pengelolaan Wisata.......................................
41
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................
46
4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................
47
4.3. Metode Pengambilan Contoh .......................................................
48
4.4. Metode dan Prosedur Analisis .....................................................
49
4.4.1. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Masyarakat Lokal .............................................................
49
4.4.2. Penilaian Economic Value Jasa Lingkungan untuk Kegiatan Wisata ................................................................
51
4.4.3. Analisis Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam..................
54
I V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN WISATAWAN 5.1. Gambaran Umum Kawasan dan Wisata Bahari di Kepulauan Seribu...........................................................................................
60
5.2. Gambaran Umum Wisatawan ....................................................
64
5.4. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Objek Wisata ................
68
VI. DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM 6.1. Dampak Ekonomi Langsung ......................................................
75
6.2. Dampak Ekonomi Tak Langsung ..............................................
83
6.3. Dampak Ekonomi Induced .........................................................
88
6.4. Nilai Pengganda dari Pengeluaran Wisatawan ..........................
89
6.5. Dampak Aktifitas Wisata Bagi Masyarakat Pulau .....................
92
6.6.Dampak Negatif Aktifitas Wisata Bahari ...................................
95
6.7. Upaya Peningkatan Keuntungan Ekonomi Masyarakat .............
96
IVII. PENILAIAN EKONOMI JASA LINGKUNGAN 7.1. Model Permintaan Rekreasi di Pulau Untung Jawa ...................
100
7.2. Model Permintaan Rekreasi di Pulau Pramuka ..........................
103
7.3. Penilaian Surplus Konsumen .....................................................
106
7.4. Kesediaan Membayar Dana Konservasi ....................................
108
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN 8.1. Peran Strategis Stakeholder........................................................
118
8.1.1 Sektor Publik .....................................................................
118
8.1.2 Sektor Privat ......................................................................
123
8.1.3 Lembaga Swadaya Masyarakat .........................................
124
8.1.4 Masyarakat Lokal ..............................................................
125
8.2. Preferensi Stakeholder Ekowisata terhadap Bentuk Wisata Bahari 127 8.3. Persepsi dalam Pengelolaan Wisata yang Diharapkan...............
129
8.4. Identifikasi Strengthness, Weakness, Opportunities and Threats
131
8.4.1. Identifikasi SWOT Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa ..........................................................
132
8.4.2. Identifikasi SWOT Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka .................................................................
134
8.5. Analisis Stakeholder...................................................................
137
8.6. Alternatif Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Wisata Bahari
143
IX. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 9.1. Kesimpulan ................................................................................
149
9.2. Saran ...........................................................................................
151
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
153
LAMPIRAN .....................................................................................
157
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Nilai Ekonomi Total dari Keberadaan Protected Area .....................
21
2. Penghitungan Nilai Surplus Konsumen dari Fungsi Permintaan Linier dan Semi-Log .........................................................................
54
3. Ringkasan Keterkaitan Tujuan Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengambilan Contoh, serta Metode dan Prosedur Analisis .
58
4. Peruntukan Kawasan Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta ........
62
5. Proporsi dari Harga Tur Operator yang Diterima Daerah Tujuan Wisata ...............................................................................................
74
6. Estimasi Aliran Uang pada Akhir Pekan dari Kegiatan Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 ........
77
7. Sebaran Unit Usaha pada Objek Wisata Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 ..............................................................
78
8. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi terhadap Total Penerimaan pada Unit Usaha Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 ..............................................................
80
9. Perbandingan Kisaran Pendapatan Pemilik Unit Usaha Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 .......................
81
10. Perbandingan Kisaran Pendapatan Tenaga Kerja Lokal pada Unit Usaha Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 ...............................................................................................
82
11. Jumlah Unit Usaha dan TK pada Unit Usaha Terkait Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 ...................
85
12. Proporsi Rata-Rata Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal.......................
89
13. Nilai Multiplier dari Arus Uang Kegiatan Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008..................................
90
14. Hasil Estimasi Parameter Beberapa Model Permintaan Rekreasi ke Pulau Untung Jawa ............................................................................
102
15. Hasil Estimasi Parameter Beberapa Model Permintaan Rekreasi ke Pulau Pramuka...................................................................................
105
16. Perbandingan Nilai Surplus Konsumen di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka...................................................................................
107
17. Hasil Estimasi Model WTP untuk Dana Konservasi Lingkungan di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka ............................................
112
18. Hasil Estimasi Agregat WTP untuk Dana Konservasi Lingkungan di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka ......................................
113
19. Produk Hukum Terkait Ekowisata di Indonesia ...............................
120
20. Ringkasan Preferensi Stakeholder terhadap Atribut Wisata Alam di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 ..................
129
21. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ......................................
140
22. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ........................................................
141
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Trend Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara ke Kabupaten Admistrasi Kepulauan Seribu Tahun 2002-2006..........................................................................................
5
2. Trend Jumlah Kunjungan Wisatawan di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ..................................................................
6
3. Dampak dan Kebocoran pada Perekonomian Lokal Akibat Pengeluaran Wisatawan ....................................................................
17
4. Metode-metode Penilaian Manfaat Sumberdaya Alam dan Lingkungan........................................................................................
22
5. Aliran Pengeluaran Wisatawan pada Perekonomian Lokal ..............
30
6. Interaksi Antar Komponen di Sektor Jasa untuk Pulau-Pulau Kecil
43
7. Kerangka Pemikiran Penelitian .........................................................
44
8. Tipologi Wisatawan Berdasarkan Tingkat Perhatian terhadap Lingkungan........................................................................................
67
9. Persepsi Wisatawan pada Atribut Wisata di Pulau Untung Jawa.... .
69
10. Persepsi Wisatawan pada Atribut Wisata di Pulau Pramuka ............
70
11. Perbandingan Persentase Masing-Masing Biaya terhadap Biaya Total Rekreasi yang Dikeluarkan Wisatawan ...................................
75
12. Scatter Plot Biaya Perjalanan dan Jumlah Kunjungan dari Responden Wisatawan di Pulau Untung Jawa ..................................
101
13. Scatter Plot Biaya Perjalanan dan Jumlah Kunjungan dari Responden Wisatawan di Pulau Pramuka .........................................
104
14. Hirarki Tujuan Nasional ....................................................................
119
15. Keterkaitan Aspek Pengembangan Pariwisata Daerah ....................
120
16. Preferensi Stakeholder Pariwisata pada Atribut Wisata di Pulau Untung Jawa ......................................................................................
128
17. Preferensi Stakeholder Pariwisata pada Atribut Wisata di Pulau Pramuka.............................................................................................
128
18. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Wisata di Pulau Untung Jawa Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ..............................................................................
139
18. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Wisata di Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ..............................................................................
143
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuisioner Wisatawan ........................................................................
159
2. Kuisioner Pemilik Unit Usaha...........................................................
165
3. Kuisioner Tenaga Kerja Lokal ..........................................................
169
4. Kuisioner Rumah Tangga..................................................................
173
5. Kuesioner untuk Stakeholder Pemerintah dan Non Pemerintah .......
176
6. Statistika Deskriptif Data Responden Wisatawan di Pulau Untung Jawa.... ...............................................................................................
179
7. Statistika Deskriptif Data Responden Wisatawan di Pulau Pramuka
179
8. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana dan Prasarana Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa. ...........................................................
180
9. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana dan Prasarana Wisata Bahari di Pulau Pramuka ...................................................................
180
10. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Kondisi Panorama Alam Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa ................................................
181
11. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Kondisi Panorama Alam Wisata Bahari di Pulau Pramuka. ......................................................
181
12. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana Transportasi di Pulau Untung Jawa ......................................................................................
182
13. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana Transportasi di Pulau Pramuka.............................................................................................
182
14. Hasil Uji Satu Sampel Persepsi Wisatawan Terhadap Atribut Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa ................................................
183
15. Hasil Uji Satu Sampel Persepsi Wisatawan Terhadap Atribut Wisata Bahari di Pulau Pramuka .......................................................
184
16. Output Conjoint Analysis di Pulau Untung Jawa .............................
185
17. Output Conjoint Analysis di Pulau Pramuka .....................................
186
18. Output Conjoint Analysis di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka.............................................................................................
187
19. Tabulasi Gambaran Responden Pemilik Unit Usaha di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 ..........................................................
188
20. Tabulasi Responden Tenaga Kerja Lokal di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 ........................................................................................
193
21. Tabulasi Responden Masyarakat Lokal yang Tidak Terkait Kegiatan Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 ..................
198
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama enam dekade, pariwisata terus mengalami perkembangan dan penganekaragaman untuk menuju sektor ekonomi yang terbesar dan tercepat pertumbuhannya di dunia. Semakin hari semakin banyak destinasi wisata baru dibuka dan investasi terus dilakukan. Pariwisata telah menjadi salah satu kategori utama dalam perdagangan internasional. Bahkan saat ini pendapatan ekspor yang dihasilkan dari pariwisata internasional berada di posisi keempat setelah bahan bakar, bahan kimia dan produk otomotif (UNWTO, 2008). Bagi sejumlah negara berkembang, pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan utama. Hal ini dikarenakan pariwisata menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan pembangunan. Pariwisata semakin meluas dan dinilai sebagai industri dunia terbesar dan penyedia lapangan pekerjaan, walaupun pengukurannya dikenal sulit dan keakuratannya diragukan statistik. Data statistik menunjukkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia selama tahun 2007 sebanyak 5 505 759 kunjungan atau naik sebesar 13.02 persen dibandingkan tahun 2006. Selanjutnya, pada tahun 2007 terjadi peningkatan pada rata-rata pengeluaran dan lama tinggal wisman, yaitu US$ 970.98 per kunjungan (US$ 107.70 per hari) dan 9.02 hari. Penerimaan devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2007 juga menunjukkan peningkatan sebesar 20.19 persen dibandingkan tahun 2006, dimana selama tahun 2007 jumlah devisa sebesar US$ 5 345.98 juta. Demikian halnya dengan wisatawan nusantara (winus) yang juga mengalami pertumbuhan 1.5 persen hingga pertengahan tahun
2007. Statistik winus menunjukkan pada tahun 2007, rata-rata lama perjalanan adalah 1.95 hari, rata-rata pengeluaran sebesar Rp 406 350 per perjalanan serta total pengeluaran Rp 79.85 trilyun (Debudpar, 2008). Keseluruhan angka tersebut di atas, mencerminkan kemampuan pariwisata dalam meningkatan pendapatan negara, baik dalam bentuk devisa asing maupun perputaran uang di dalam negeri. Berbagai bentuk pariwisata memberikan kontribusi yang nyata pada pendapatan nasional, devisa, kesempatan kerja serta pendapatan pemerintah. Wisata alam (nature tourism) sangatlah penting dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development), karena bentuk wisata ini menawarkan potensi mobilisasi sumberdaya melalui sektor swasta serta berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi di tingkat lokal dan nasional. Selain itu, wisata alam juga menyediakan insentif bagi upaya konservasi dan pendanaan konservasi biodiversitas. Tentunya hal ini merupakan prospek yang menarik, khususnya bagi negara berkembang yang memiliki keterbatasan alternatif pembangunan ekonomi di sejumlah daerah terpencil dimana investasi biodiversitas tidak mencukupi dan dukungan dana publik sangat langka (Wells, 1997). Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak daerah yang memiliki kekayaan alam dan budaya yang potensial untuk dikembangkan dalam kerangka kepariwisataan serta memiliki kemampuan untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata kelas dunia. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas lautan mencapai 5.8 juta km persegi (± 70 persen dari luas wilayah) serta memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, memiliki peluang untuk mengembangkan potensi wisata bahari. Keanekaragaman hayati terumbu karang, ikan dan sebagainya berpeluang menghasilkan devisa dari kunjungan
wisman, yang menurut hasil survei kepariwisataan, sebagian besar wisman menyukai objek wisata pantai. Oleh karena itu pemerintah mulai menggalakkan pengembangan pariwisata dari landbased ke seabased karena Indonesia memiliki keuntungan kompetitif dan berpeluang dalam mengembangkan wisata bahari dibandingkan dengan negara lain (WTTC, 1997). Seperti halnya tujuan pembangunan berkelanjutan yang digambarkan dalam “a triangle framework” (Seragaldin, 1996), maka pembangunan industri pariwisata harus diarahkan pada pembangunan industri pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism). World Tourism Organization (WTO) mendefinisikannya sebagai pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dan daerah penerima saat ini, sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan untuk masa yang akan datang. Kegiatan ini mengarah pada pengelolaan keseluruhan sumberdaya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi. Selain itu, kegiatan tersebut diharapkan tetap memelihara integritas budaya, proses ekologi secara esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (Mak, 2004). Wisata bahari sebagai bagian dari kegiatan pariwisata yang menyuguhkan keindahan alam pantai dan laut merupakan salah satu potensi wisata alam yang dapat diandalkan. Salah satu kawasan wisata bahari di Indonesia adalah kawasan Kepulauan Seribu yang secara administatif merupakan wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Wilayah ini terdiri dari
110 pulau-pulau kecil, dengan
berbagai pemanfaatan, yaitu pemukiman, penyempurna bangunan hijau, cagar alam, penghijauan serta pariwisata. Salah satu pemanfaatan yang berdampak positif bagi kegiatan perekonomian masyarakat lokal adalah kegiatan wisata alam
pantai dan bawah laut (bahari). Hal ini dikarenakan selain didukung oleh potensi wisata bahari seperti terumbu karang, pantai pasir putih, hutan mangrove dan potensi wisata sejarah peninggalan perang kemerdekaan RI, pengembangan kegiatan wisata bahari di wilayah ini, juga didukung oleh letaknya yang dekat dengan daratan Jakarta. Berdasarkan pengelolaannya, secara umum pengelolaan kegiatan wisata bahari di Kepulauan Seribu dilakukan oleh swasta atau masyarakat lokal. Sebagian besar pulau yang diperuntukkan untuk wisata, saat ini dikelola oleh swasta (private) dan fasilitasnya dilengkapi dengan standar internasional namun dengan keterlibatan masyarakat lokal yang terbatas. Sehingga dampak ekonomi dinikmati oleh pihak di luar masyarakat lokal. Saat ini tidak sedikit pulau yang mencoba mengembangkan pariwisata tanpa melibatkan pihak swasta, dimana pengelolaannya dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat lokal. Umumnya kegiatan ini belum banyak berkembang namun respon pengunjung semakin meningkat. Gambar 1 menunjukkan trend kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu. Jumlah wisman semakin meningkat, namun jumlah winus cenderung stabil bahkan menurun untuk dua tahun terakhir, hal ini diduga karena isu ketidakstabilan keamanan dan kondisi alam. Seiring dengan pemekaran wilayah Kepulauan Seribu menjadi wilayah kabupaten administrasi (sebelumnya merupakan salah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Utara), pengembangan sektor pariwisata menjadi salah satu agenda utama, khususnya wisata alam berbasis masyarakat lokal. Wilayah kabupaten ini terdiri atas dua kecamatan. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, yang secara geografis jaraknya lebih dekat dengan daratan Jakarta, pemerintah
telah mengembangkan desa wisata bahari di P. Untung Jawa. Pemerintah daerah (Pemda) membangun berbagai fasilitas wisata guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. 80000 70000
Orang / tahun
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2002
2003
2004
Tahun
2005
2006 Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara
Sumber: Suku Dinas Pariwisata Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (2007).
Gambar 1. Trend Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara ke Kabupaten Admistrasi Kepulauan Seribu Tahun 2002-2006 Sedangkan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, yang menjadi pusat administrasi kabupaten, pembangunan sarana dan prasarana yang lengkap, seperti rumah sakit, prasarana air bersih, akses telekomunikasi dan lainnya, membuat masyarakat di wilayah ini khususnya masyarakat Kelurahan Pulau Panggang (P. Pramuka) mencoba mengembangkan wisata berbasis masyarakat lokal. Gambar 2 menunjukkan trend jumlah kunjungan di kedua pulau tersebut, terlihat P. Untung Jawa memiliki jumlah kunjungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan P. Pramuka. Hal ini disebabkan letak P. Untung Jawa yang lebih dekat dari daratan
Jakarta dan saat ini menjadi salah satu tujuan wisata andalan yang mendapat prioritas pengembangan dari Pemda.
Jumlah wisatawan (orang)
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2003
2004
2005
Tahun
2006
2007
P.Untung Jawa P.Pramuka
Sumber: Kelurahan Untung Jawa (2007), Balai TNLKS (2007), berbagai sumber (diolah).
Gambar 2. Trend Jumlah Kunjungan Wisatawan di P. Untung Jawa dan P. Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Tahun 2003-2007 Mengingat besarnya potensi sumberdaya untuk kegiatan wisata alam di wilayah ini maka penelitian yang berkaitan dengan analisis ekonomi kegiatan wisata alam penting dilakukan. Sejauh ini studi yang telah dilakukan terkait pengembangan wisata bahari di wilayah kepulauan seribu hanya menganalisis perkembangan wisata bahari yang dikelola oleh swasta dan belum menilai sejauh mana dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat lokal. Suatu analisis ekonomi yang komprehensif, terkait dengan dampak ekonomi (economic impact) bagi masyarakat lokal serta nilai ekonomi (economic value) pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan wisata alam, penting dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana aktivitas pariwisata di wilayah ini berkontribusi bagi pengurangan kemiskinan sekaligus mendorong upaya konservasi. Selanjutnya informasi ini
dapat menjadi dasar dalam merumuskan alternatif rekomendasi kebijakan pengembangan pariwisata alam di wilayah ini. 1.2 Perumusan Masalah Wisata alam khususnya bahari merupakan future tourism bagi Indonesia, karena pariwisata darat dinilai sudah jenuh sehingga sulit dikembangkan lebih lanjut. Potensi wisata bahari masih sangat besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Sejumlah kendala dihadapi dalam pengembangan wisata bahari, antara lain: belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya kelautan untuk pariwisata, eksplorasi sumberdaya kelautan yang tidak berbasis pada konsep berkelanjutan sehingga menyebabkan degradasi lingkungan, aktivitas ilegal seperti penggunaan bahan peledak dan racun sianida dalam penangkapan ikan atau pengambilan terumbu karang serta lemahnya perangkat dan penegakan hukum. Demikian pula halnya dengan pengembangan wisata bahari di Kepulauan Seribu, juga mengalami beberapa kendala serupa, diantaranya sejak tahun 80-an kondisi sumberdaya alam laut di wilayah ini mengalami kerusakan diantaranya akibat over fishing dan penggunaan racun sianida. Hal ini tentunya merugikan para nelayan sekitar dan kegiatan wisata itu sendiri. Beberapa objek wisata berbasis masyarakat lokal yang berada di Kepulauan Seribu, menjadi salah satu tujuan wisatawan baik dalam maupun luar negeri untuk melakukan kegiatan wisata pantai dan bawah laut. Wisatawan dapat menikmati keindahan pasir putih, terumbu karang, hutan mangrove serta penangkaran penyu sisik. Data menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke sekitar wilayah ini semakin meningkat, selain karena biayanya yang
relatif murah dibandingkan dengan resort yang dikelola secara private, wisatawan pun mulai jenuh dengan produk wisata yang ditawarkan oleh resort-resort yang telah ada sebelumnya. Perkembangan kegiatan wisata alam yang ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan dan transaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal tentunya membawa sejumlah dampak ekonomi. Dampak positif diantaranya adalah memberikan insentif bagi perkembangan ekonomi lokal melalui penciptaan kesempatan kerja, seperti pemandu wisata, akomodasi, catering, transportasi antar pulau, dan toko souvenir. Akhirnya aktivitas tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, namun dampak positif tersebut juga tidak lepas dari dampak negatif yang ditimbulkan, diantaranya adalah penurunan kualitas lingkungan serta perubahan kondisi sosial budaya masyarakat. Studi mengenai penilaian dampak ekonomi kegiatan wisata bahari di Kepulauan Seribu yang telah dilakukan sebelumnya hanya sebatas aspek makro dan hanya menganalisis kondisi objek wisata yang dikelola oleh swasta. Sehingga sampai saat ini, belum diketahui nilai dampak ekonomi kegiatan wisata alam bagi masyarakat lokal. Nilai ini penting untuk menunjukkan kontribusi kegiatan pariwisata alam bagi masyarakat lokal yang selama ini dinilai memiliki akses langsung terhadap sumberdaya. Sejauh ini masyarakat lokal dipandang belum memperoleh manfaat yang signifikan dari kegiatan pariwisata. Manfaat ekonomi terjadi dari aliran uang di antara wisatawan dan masyarakat lokal yang menciptakan dampak langsung (direct), tak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Kuantifikasi nilai dampak ekonomi bagi masyarakat lokal diwujudkan dalam nilai pengganda pariwisata
(tourism income multiplier). Akan tetapi bila sejumlah input harus didatangkan dari luar pulau maka terjadi kebocoran ekonomi (economic leakage) yang akan mengurangi kontribusi ekonomi bagi masyarakat lokal. Nilai dampak ekonomi menjadi
informasi
penting
bagi
stakeholder
khususnya
Pemda
untuk
mengevaluasi sejauh mana kegiatan pariwisata memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Sehingga program-program terkait pengembangan wisata alam dapat tepat sasaran. Wells (1997) menyatakan analisis ekonomi pariwisata alam meliputi analisis dampak ekonomi dan penilaian jasa lingkungan. Analisis dampak ekonomi memfokuskan pada kontribusi ekonomi kegiatan wisata pada suatu wilayah, namun studi ini belum menunjukkan besarnya nilai jasa lingkungan suatu sumberdaya untuk aktivitas rekreasi. Nilai jasa lingkungan suatu sumberdaya tercermin dalam nilai guna (use value) dari keberadaannya. Sumberdaya pulau dan pantai di Kepulauan Seribu memberikan sejumlah manfaat (benefit) langsung dan tak langsung. Khususnya untuk kegiatan wisata alam, manfaat jasa lingkungan untuk outdoor recreation merupakan salah satu nilai guna langsung (direct use value) sumberdaya. Manfaat ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar namun juga wisatawan pada khususnya. Manfaat hanya dinikmati oleh wisatawan yang membayar tarif masuk pada resort yang dikelola swasta, dengan kata lain ada mekanisme pembatasan jumlah wisatawan. Sedangkan pada pulau yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat lokal, wisatawan dapat bebas berekreasi tanpa harus membayar (open access dan unpriced recreation). Kondisi ini berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan dan tidak ada upaya pembatasan jumlah wisatawan. Kondisi ini dalam
jangka pendek tentunya akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat, namun dalam jangka panjang bila tidak disertai upaya konservasi maka akan menimbulkan degradasi lingkungan. Manfaat yang dirasakan wisatawan yang berekreasi pada sejumlah resort dapat terukur (tangible) karena memiliki nilai pasar. Sebaliknya manfaat yang dirasakan oleh wisatawan yang berkunjung ke objek wisata yang dikelola masyarakat lokal sulit untuk dikuantifikasi karena tidak memiliki nilai pasar. Akibatnya sulit mengkuantifikasi berapa nilai manfaat jasa lingkungan sesungguhnya. Nilai ini penting dikuantifikasi untuk menilai manfaat keberadaan sumberdaya untuk kegiatan wisata alam. Secara khusus nilai manfaat sumberdaya ini menjadi pembanding dengan nilai biaya (cost) untuk berbagai alternatif penggunaannya. Hingga saat ini, walaupun wisata alam mulai berkembang serta memiliki potensi yang besar di wilayah ini, namun belum ada penelitian spesifik untuk mengkuantifikasi direct use value dari jasa lingkungan yang diberikan sumberdaya untuk kegiatan pariwisata alam. Permasalahan lain yang timbul adalah hingga saat ini Pemda belum menerapkan suatu kebijakan terkait dengan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal. Sejauh ini, Pemda hanya sebatas menetapkan kawasan wisata massal di wilayah Utara dan kawasan wisata ekslusif di wilayah Utara. Pemda dinilai terlalu fokus pada pengembangan wisata bahari di wilayah Selatan, yaitu P. Untung Jawa, yang telah dijadikan sebagai Desa Wisata Bahari. Padahal selain pulau tersebut terdapat pula beberapa pulau yang berpotensi mengembangkan wisata bahari berbasis masyarakat lokal, salah satu yang berkembang pesat adalah
P. Pramuka di wilayah Utara. Pulau ini semakin banyak dikunjungi wisatawan walaupun sarana prasarana wisata yang tersedia masih terbatas. Guna
meningkatkan
dampak
ekonomi
masyarakat
lokal
serta
meminimumkan degradasi lingkungan dari kegiatan pariwisata alam di Kepulauan Seribu
maka
diperlukan
suatu
kebijakan
dalam
pengelolaan
dan
pengembangannya. Hal ini akan sulit diwujudkan tanpa koordinasi dan kerjasama para pemangku kepentingan (stakeholder) di wilayah ini. Stakeholder yang terkait dengan kegiatan pariwisata di Kepulauan Seribu diantaranya adalah Pemda, masyarakat lokal, swasta dan lembaga non pemerintah. Selain analisis ekonomi, sejumlah informasi lain diperlukan guna merumuskan alternatif kebijakan dalam pengelolaan wisata alam. Analisis persepsi wisatawan mengenai objek wisata dan preferensi Stakeholder
terhadap bentuk pengelolaan wisata alam akan
memberikan informasi penting bagi Pemda agar kebijakan yang diterapkan lebih proaktif serta tepat sasaran. Kebijakan pengelolaan wisata alam yang tepat diharapkan dapat meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal serta mengurangi degradasi lingkungan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini, adalah: 1. Berapakah nilai dampak ekonomi yang tercipta dari kegiatan pariwisata alam berbasis masyarakat lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu? 2. Berapakah nilai guna langsung (direct use value) dari pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan pariwisata alam di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu?
3. Bagaimanakah kebijakan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal dari sudut pandang pelaku-pelaku kegiatan wisata? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan utama penelitian ini adalah melakukan analisis dampak ekonomi wisata alam di negara berkembang. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah: 1. Menghitung dampak ekonomi kegiatan wisata alam, yang meliputi dampak langsung, tak langsung dan lanjutan dari kegiatan wisata alam. 2. Mengkuantifikasi nilai guna langsung dari pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan wisata alam. 3. Menganalisis
alternatif
kebijakan
pengelolaan
wisata
alam
berbasis
masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan analisis ekonomi, persepsi dan preferensi para stakeholder. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini berupaya mengkuantifikasi kontribusi ekonomi kegiatan pariwisata alam pada masyarakat lokal di Kepulauan Seribu. Kuantifikasi nilai dampak ekonomi dan manfaat jasa lingkungan dan analisis kebijakan pengelolaan wisata alam, diharapkan dapat dinilai apakah kegiatan wisata alam ini memiliki peluang sebagai sebuah mata pencaharian alternatif yang mempertemukan antara kepentingan ekologi dan ekonomi di wilayah Kepulauan Seribu. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan bahwa kegiatan pariwisata alam dapat mengurangi kemiskinan serta menciptakan insentif untuk mengurangi degradasi lingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi Pemda
selaku pihak yang bertanggungjawab dalam perencanaan pengembangan pariwisata serta memberikan masukan dalam perumusan berbagai alternatif kebijakan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan wisata alam bahari. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini meliputi economic impact asessment, pengukuran economic value dan kebijakan pengelolaan wisata alam di Kepulauan Seribu. Penelitian ini hanya dilakukan pada kegiatan wisata alam pantai (bahari) yang pengelolaannya berbasis masyarakat lokal dan tidak pada private tourism. Penghitungan dampak ekonomi yang dilakukan hanya dampak perputaran uang ditingkat lokal dari pengeluaran wisatawan (spending tourist) dengan panduan Marine Ecotourism for Atlantic Area (META, 2001) dimana penilaian ini tidak meliputi dampak dari proyek pembangunan pariwisata keseluruhan. Pengukuran economic value hanya dilakukan secara parsial pada direct use value dan tidak pada total economic value. Penelitian ini memiliki keterbatasan karena sejumlah kendala yang tidak dapat dielakkan namun hal tersebut tidak mengurangi validitas hasil penelitian. Berdasarkan studi kasus di dua pulau sebagai perwakilan pulau dari wilayah Utara dan Selatan, penelitian ini mencoba membuka cakrawala informasi terkait dampak ekonomi, nilai jasa lingkungan serta kebijakan pengelolaan dari wisata alam berbasis masyarakat lokal di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk melihat dampak ekonomi dari pembangunan pariwisata di wilayah ini serta melakukan penilaian economic value yang menyeluruh.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari Kegiatan wisata alam adalah suatu kegiatan wisata yang memanfaatkan keberadaan sumberdaya alam sebagai atraksi utama. Kegiatan wisata alam ini secara langsung menyentuh dan melibatkan lingkungan serta masyarakat lokal sehingga membawa berbagai dampak terhadapnya. Dampaknya akan menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dampak yang paling sering mendapat perhatian adalah dampak sosial ekonomi, dampak sosial budaya dan dampak lingkungan. Dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal dapat dilihat pada berbagai hal, diantaranya adalah dampak terhadap pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, harga, distribusi manfaat, kepemilikan dan kontrol, pembangunan serta pendapatan pemerintah. Dampak sosial budaya dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya terjadinya akulturasi budaya (dilihat dari perubahan perilaku masyarakat lokal), terjadinya demonstration effect yang rentan pada kalangan muda, komoditisasi, perbaikan peluang kepada kalangan wanita lebih independen secara sosial-ekonomi, migrasi penduduk akibat terciptanya peluang usaha, kriminalitas dan sebagainya (Pitana dan Gayatri, 2005). Dampak terhadap lingkungan dapat dilihat dari perubahan komposisi flora dan fauna, polusi, erosi, sampah, degradasi sumberdaya alam dan polusi visual (Cooper et al. 1998). Dampak ekonomi mengacu pada perubahan pemasaran, pendapatan, lapangan pekerjaan dan lainnya, yang berasal dari kegiatan wisata. Secara umum pariwisata bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi, baik keuntungan untuk
industri wisata, pekerjaan bagi komunitas lokal dan penerimaan bagi daerah. Wisata alam memiliki peranan penting karena kegiatan ini menciptakan lapangan pekerjaan di wilayah terpencil (remote area) yang pada awalnya hanya merasakan manfaat pembangunan ekonomi yang rendah dibandingkan wilayah lain yang lebih maju. Beberapa studi menunjukkan, walaupun penciptaan lapangan pekerjaan sangat berpengaruh bagi masyarakat lokal namun umumnya jumlahnya relatif rendah (Linberg, 1996). Dampak ekonomi dapat diukur namun sangat penting untuk melihat perbedaan aspek ekonomi yang disebabkan kegiatan pariwisata. Perbedaan dapat dilihat dari kaitan antara dampak ekonomi dengan pengeluaran wisatawan (spending tourist) dan kaitan antara dampak ekonomi dengan pembangunan pariwisata. Dampak ekonomi dengan pengeluaran wisatawan menunjukkan dampak berkelanjutan (ongoing effect) dari pembelanjaan wisatawan. Sedangkan kaitan antara dampak ekonomi dengan pembangunan pariwisata fokus kepada dampak dari pembangunan dan keuangan pariwisata terkait pembangunan fasilitas wisata. Perbedaan kedua aspek dalam dampak ekonomi tersebut sangat penting sebab hal tersebut membutuhkan pendekatan metodologi yang berbeda. Penghitungan dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan dicapai dengan analisis multiplier sedangkan estimasi dampak ekonomi dari proyek pembangunan pariwisata dicapai dengan menggunakan teknik penilaian proyek, salah satunya adalah analisis manfaat biaya (Cooper et al. 1998). Pengeluaran dari wisatawan pada kawasan wisata alam, yang meliputi akomodasi serta konsumsi barang dan jasa, akan menimbulkan suatu lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal dan non lokal. Dampak positif ini pada akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan dukungan masyarakat pada keberadaan suatu sumberdaya, karena jika sumberdaya tersebut rusak, otomatis jumlah kunjungan akan berkurang dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat pun dapat berkurang. Penelitian Wunder (2000) menunjukkan bahwa keberadaan ekoturisme memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat lokal untuk melakukan konservasi. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa wisata alam memiliki kaitan erat dengan konservasi sumberdaya alam. Beberapa studi menunjukkan dampak ekonomi dari kegiatan wisata alam dan manfaat yang dihasilkan bervariasi tergantung pada kualitas atraksi, aksesibilitas, prasarana dan lain sebagainya. Secara ekonomi, sejumlah pekerjaan tercipta relatif rendah, tetapi bagi daerah terpencil walaupun sedikit pekerjaan yang tercipta, hal tersebut dapat memberikan suatu perubahan besar. Meskipun demikian manfaat alam ini tidak harus dijual secara berlebihan, karena jika hal tersebut terjadi maka akan terjadi dampak buruk yang tidak diharapkan. Dampak ekonomi dari pariwisata dapat dikelompokkan pada tiga kategori, yaitu manfaat langsung (direct), tidak langsung (indirect) dan induced (Ennew, 2003 dan Linberg, 1996). Manfaat langsung ditimbulkan dari pengeluaran wisatawan yang langsung, seperti pengeluaran pada restoran, penginapan, transportasi lokal dan lainnya. Unit usaha yang menerima manfaat langsung tersebut akan membutuhkan input (bahan baku dan tenaga kerja) dari sektor lain dan hal ini akan menimbulkan manfaat tidak langsung (indirect benefit). Jika sektor tersebut mempekerjakan tenaga kerja lokal, pengeluaran dari tenaga kerja lokal akan menimbulkan induced benefit di lokasi tersebut. Tetapi jika industri yang memperoleh direct benefit mendatangkan input dari luar lokasi maka
perputaran uang tidak menimbulkan indirect benefit tetapi suatu kebocoran (leakage) manfaat. Aliran uang dari wisatawan ke masyarakat lokal pada akhirnya menciptakan dampak ekonomi dan kebocoran ekonomi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Estimasi dampak ekonomi pada areal yang relatif kecil dan dengan kegiatan ekonomi yang relatif homogen sulit dilakukan. Dampak tak langsung dan induced-nya relatif kecil serta ketersediaan data relatif sedikit untuk memodelkan dampak tersebut. Sehingga survei kepada wisatawan, masyarakat lokal dan investor lokal digunakan untuk mengidentifikasi dampak ekonomi pariwisata. Sedangkan untuk cakupan studi yang lebih luas misalkan negara atau provinsi, para ahli ekonomi menggunakan berbagai teknik untuk mengestimasi dampak langsung, tak langsung dan induced ini, diantaranya dengan menggunakan analisis input-output dan computable general equilibrium (Linberg, 1996).
Pengeluaran Wisatawan Dampak langsung
Industri Wisata
Input Impor (kebocoran)
Dampak tak langsung
Pendapatan Rumahtangga Dampak induced
Sektor pendukung Sumber: Linberg (1996).
Gambar 3.
Dampak dan Kebocoran pada Perekonomian Lokal Akibat Pengeluaran Wisatawan
Beberapa studi telah dilakukan untuk mengestimasi dampak ekonomi kegiatan pariwisata. Powell dan Linden (1995) menggunakan analisis input output untuk mengestimasi dampak ekonomi Taman Nasional Dorigo di New South Wales. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan taman nasional ini memberikan kontribusi sebesar tujuh persen pada PDRB dan 8.4 persen pada kesempatan kerja lokal. Lindberg dan Enriquez (1994) menggunakan survei pada masyarakat lokal dan analisis input output untuk mengestimasi dampak lokal maupun nasional dari pariwisata di Belize. Secara nasional nilai manfaat total (langsung, tak langsung dan induced) pada tahun 1992 diperkirakan sebesar US$ 211 juta pada sektor perdagangan dan US$ 41 juta pada pendapatan individu. Selanjutnya, Kweka et al. (2000) menggunakan analisis input output untuk menilai
dampak
ekonomi
pariwisata
di
Tanzania.
Hasil
penelitiannya
menunjukkan bahwa sektor ini memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian dimana pariwisata menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi serta berdampak pada nilai tukar dan kesempatan kerja. Penelitian ini pun menunjukkan pariwisata memiliki dampak signifikan terhadap output yang terjadi melalui keterkaitan antar sektor dan efek keterkaitan. Efek terhadap pendapatan tidak signifikan, hal ini diduga karena rendahnya nilai tambah pada kegiatan produksi, namun demikian sektor pariwisata dinyatakan sebagai sebagai sektor kunci dalam pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Marshall (2004) telah melakukan studi mengenai penilaian manfaat yang diterima oleh masyarakat lokal dari kegiatan ekowisata di Kenya. Studi ini meliputi dampak langsung dan tidak langsung serta dampak positif dan negatif dari penyelenggaraan di Kenya. Penelitian deskriptif ini menunjukkan beberapa
temuan penting, diantaranya adalah: (1) keberadaan masyarakat lokal sangat bermanfaat bagi keberlangsungan ekowisata, (2) ketika mempromosikan upaya pelestarian di negara berkembang (salah satunya melalui ekowisata) maka perencana harus mempertimbangkan masyarakat yang lokal yang telah lebih dulu mendasarkan kegiatan ekonomi dan mata pencariannya dari sumberdaya alam yang ada, serta (3) terdapat perbedaan manfaat dari pengembangan ekowisata yang dirasakan masyarakat di negara berkembang dan negara maju. Sunarminto (2002) melakukan penelitian pada Taman Nasional Bali Barat. Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi ekoturisme bahari di lokasi tersebut sebesar Rp 6 milyar, dimana 85.32 persen berasal dari wisatawan mancanegara dan sisanya berasal dari wisatawan dalam negeri. Penerimaan ekonomi masyarakat lokal relatif kecil hanya sekitar 15 persen dari perkiraan nilai ekonomi total. Penerimaan ini terutama berasal dari upah yang diterima para tenaga kerja yang bekerja pada berbagai sektor produktif. Salah satu penyebab rendahnya tingkat penerimaan ekonomi masyarakat adalah rendahnya tingkat partisipasi dan keterampilan masyarakat dalam penyelenggaraan ekoturisme, keterbatasan modal dan peluang usaha serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan peluang usaha. Analisis kegiatan ekoturisme dengan analisis input-output menunjukkan bahwa kegiatan ini memiliki nilai Location Quotient sebesar 0.45, artinya ekoturisme masih merupakan kegiatan non basis di wilayah Buleleng. Kondisi ini diindikasikan oleh rendahnya kemampuan obyek wisata dalam menyerap wisatawan. Beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa pariwisata memberikan kontribusi nyata kepada perekonomian suatu wilayah,
walaupun nilai dampak ekonominya baik langsung, tak langsung maupun induced masih rendah. Keberadaan masyarakat lokal sangat penting bagi kegiatan pariwisata alam. Selain menyediakan produk dan jasa wisata bagi wisatawan, masyarakat setempat juga sebagai penerima dampak kegiatan pariwisata. Jika sebagian literatur penelitian di atas dilakukan pada level makro maka penelitian ini akan dilakukan pada level mikro, yaitu spesifik di dua pulau yang menjadi tujuan wisata bahari di wilayah Kepulauan Seribu. Analisis ekonomi hingga ke tingkat mikro diharapkan akan memberikan gambaran yang lebih detail mengenai kontribusi aktivitas wisata alam terhadap masyarakat lokal. 2.2 Penilaian Ekonomi Jasa Lingkungan untuk Wisata Alam Keberadaan Kepulauan Seribu memberikan suatu manfaat sumberdaya lingkungan yang berharga, baik dalam bentuk produk ataupun jasa. Salah satu jasa lingkungan yang bernilai ekonomi adalah jasa wisata alam khususnya bahari. Sebagian dari wilayah kepulauan ini termasuk dalam protected area Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKS). Nilai ekonomi total dari suatu protected area adalah penjumlahan dari nilai guna dan nilai non guna. Nilai guna bisa merupakan nilai langsung maupun tak langsung. Nilai guna langsung dapat diketahui melalui nilai pasar, sedangkan nilai guna tak langsung merupakan nilai non pasar. Nilai non guna dapat dibagi menjadi tiga yaitu nilai pilihan (option value), keberadaan (existence value) dan pewarisan (bequest value), Tabel 1 menunjukkan nilai ekonomi dari suatu protected area. Pemanfaatan suatu area menjadi objek wisata termasuk dalam nilai manfaat langsung. Walaupun penilaian jasa wisata (recreational value) hanyalah
salah satu aspek dari nilai manfaat total suatu pulau namun hal itu menunjukkan bahwa, dengan manajemen dan konservasi yang tepat, maka kegiatan wisata ini bisa merupakan suatu sumber penting bermanfaat bagi masyarakat lokal dan sumberdaya alam. Tabel 1. Nilai Ekonomi Total Keberadaan Protected Area
Penilaian ekonomi suatu protected area
Nilai guna Langsung: berkaitan dengan kegiatan yang langsung berhubungan dengan penggunaan area tersebut, contohnya: rekreasi, pendidikan, penelitian, berburu. (Memiliki nilai pasar) =
Tak Langsung: berkaitan dengan kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan penggunaan area tersebut, contohnya fungsi ekologi, perlindungan sumber air, pengaruh cuaca dan lainnya. (tidak memiliki nilai pasar)
Nilai bukan guna Nilai pilihan: jaminan untuk mepertahankan pilihan dari pemanfaatan potensial penggunaan suatu sumberdaya. Protected area seolah-olah sebagai bank sumberdaya +
Nilai keberadaan: manfaat dari keberadaan kawasan terlindung. Seringkali diukur dengan keinginan untuk mendonasikan sejumlah uang atau waktu Nilai Pewarisan: manfaat yang ditimbulkan jika suatu sumberdaya tetap ada di masa yang akan datang
Sumber: Wells (1997) dan IUCN (1998).
Umumnya studi penilaian manfaat rekreasi yang dihasilkan oleh suatu sumberdaya yang bersifat open access dan tidak memiliki tarif (non-priced recreation) dilakukan dengan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method atau TCM) dan metode kontingensi (Contingent Valuation Method atau CVM). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, kedua teknik ini pada dasarnya berupaya memperoleh kurva permintaan dari suatu barang lingkungan. Secara umum teknik valuasi sumberdaya alam dan lingkungan dapat dibagi berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan manfaat (benefit) dan pendekatan biaya (cost). Teknik valuasi dengan pendekatan benefit dibagi menjadi dua, yaitu: (1) teknik
pengukuran langsung (direct) yang didasarkan pada survei dimana kesediaan membayar (willingness to pay atau WTP) diperoleh langsung dari responden (stated preference) dan (2) teknik pengukuran tak langsung (indirect) yang mengandalkan harga implisit atau WTP terungkap (revealed preference). Monetary Evaluation Method
Demand Curve Approaches
Expressed Preference Methods
Contingent Valuation Method
Revealed Preference Methods
Travel Cost Method
Non Demand Curve Approaches
Dose Response Methods
Hedonic Pricing Method
Replacement Cost
Mitigation Behaviour
Opportunity Cost
Demand Curves not Obtained
No true welfare measures Income Compensated (Hicsksian) Demand Curve
Welfare maesure
Uncompensated (Marshalian) Demand Curve
But information useful to policy makers
Consumer Surplus Welfare maesure
Sumber: Turner, Pearce dan Bateman (1994).
Gambar 4. Metode-metode Penilaian Manfaat Sumberdaya Alam dan Lingkungan CVM merupakan salah satu metode direct sedangkan TCM merupakan salah satu metode indirect. Hasil valuasi melalui CVM umumnya lebih rendah dibandingkan teknik revealed preference (khususnya TCM). Hal ini disebabkan pada penghitungan TCM khususnya Individual TCM (ITCM) selain dihitung biaya perjalanan dan faktor sosial ekonomi, juga turut diperhitungkan nilai waktu
dan faktor lokasi rekreasi substitusi (Garod dan Kenneth, 1999). TCM telah banyak digunakan di negara maju untuk mendapatkan kurva permintaan terhadap jasa-jasa rekreasi (Hufschmidth et al. 1987). TCM digunakan untuk menilai barang-barang yang dinilai terlalu rendah (underpriced). Metode biaya perjalanan menilai secara implisit reaksi harga dan jumlah yang diminta konsumen terhadap barang dan jasa lingkungan. Hal ini dilakukan dengan meneliti perilaku pengeluaran berdasarkan biaya perjalanan untuk mengkonsumsi barang lingkungan. Beberapa tahun ini, dalam menurunkan nilai surplus konsumen perhatian telah beralih dari Zonal TCM (ZTCM) ke ITCM (Willis dan Garrod, 1999). Hal ini dikarenakan seringkali dalam analisis yang didasarkan pada WTP individual, pengamatan teramat kecil dibandingkan populasi keseluruhan zona. Beberapa masalah penyebab bias telah juga banyak dibahas dalam ITCM. Penyebab bias tersebut diantaranya disebabkan oleh bias pemilihan contoh, dimana semakin sering seseorang berkunjung maka peluang untuk terpilih sebagai contoh juga akan semakin besar. Banyak studi telah menilai economic value dari kegiatan rekreasi pada kawasan pantai dan terumbu karang dengan menggunakan TCM dan CVM dan selanjutnya mengestimasi surplus konsumen wisatawan. Hundloe (1990) menggunakan TCM untuk menghitung surplus konsumen dari wisatawan domestik dan asing pada kawasan terumbu karang di Australia. Surplus konsumen wisatawan domestik sebesar US$ 117 500 000 per tahun sedangkan US$ 26 700 000 per tahun pada wisatawan asing. Sedangkan CVM digunakan untuk mengestimasi nilai total dari keberadaan lokasi wisata.
Nilai rekreasi berhubungan dengan penggunaan suatu sumberdaya untuk kegiatan rekreasi merupakan penilaian ekonomi yang signifikan. Menurut Spurgeon (1992) peningkatan jumlah wisatawan merupakan manfaat terbesar langsung secara finansial bagi seluruh pengguna sumberdaya tersebut. Costanza et al. (1998) dalam Ruitenbeek (1999) menyatakan bahwa nilai rata-rata terumbu karang secara global pada tahun 1994 adalah US$ 6 075 per hektar per tahun, dimana nilai sebesar US$ 3 008 per hektar per tahun merupakan nilai dari pemanfaatannya sebagai tempat rekreasi. Garod dan Kenneth (1999) melakukan valuasi nilai rekreasi pada 74 Forest Recreation Areas (FRAs) di Malaysia, yang keseluruhan lokasi bersifat open access dan tidak memiliki tarif masuk. Studi ini membandingkan nilai surplus konsumen yang diperoleh setiap wisatawan untuk setiap kali kunjungan dengan menggunakan ITCM dan CVM. Hasil studi menunjukkan surplus konsumen per kunjungan dengan ITCM lebih besar dibandingkan dengan CVM. Nam dan Tran (2001) menggunakan TCM dan CVM untuk menilai jasa rekreasi dari kawasan terumbu karang di P. Hon Mun Vietnam. Berdasarkan analisis ITCM diperkirakan surplus konsumen per kunjungan adalah VND 422 277 dan manfaat rekreasi per kunjungan adalah VND 651 661. Berdasarkan jumlah total pengunjung pada tahun 2000, manfaat total kegiatan rekreasi adalah VND 126.948 milyar per tahun. ITCM pada studi ini hanya diterapkan untuk pengunjung domestik dan tidak meliputi pengunjung asing sebab umumnya wisatawan asing hanya melakukan sedikit sekali kunjungan ke lokasi tersebut (rata-rata satu kali). Sedangkan untuk wisatawan asing bernilai 202.4 juta dimana surplus konsumen sebesar VND 23.8 juta. Hasil CVM menunjukkan nilai WTP
diperkirakan sebesar VND 6 juta, dimana WTP pengunjung domestik adalah VND 17 956 dan WTP wisatawan asing VND 26 786. Nilai WTP ini dirasakan sangat rendah jika dibandingkan nilai WTP pada areal wisata lain di dunia. Berkaitan dengan penetapan tarif masuk Isangkura (2000) melakukan studi mengenai valuasi lingkungan mengenai sistem tarif masuk taman nasional di Thailand. Studi ini menilai manfaat jasa lingkungan suatu taman nasional, dengan mengkombinasikan metode TCM dan CVM (dengan contingent ranking method). Studi ini menganalisis efek lokasi rekreasi substitusi terhadap surplus konsumen. Hasil penelitian ini mampu menilai jasa lingkungan taman nasional serta menunjukkan bahwa terdapat efek substitusi di antara lokasi objek wisata di dalam satu kawasan. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam menetapkan tarif masuk ke lokasi tersebut yang selama ini gratis. Biqwanto (2004) melakukan valuasi ekonomi terumbu karang di Kepulauan Seribu. Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang di wilayah ini pada tahun 1999 adalah Rp 62 548 478 926 per tahun. Kegiatan perikanan tangkap merupakan kontributor terbesar (28.55 persen), kegiatan marikultur sebesar 14.23 persen sedangkan kegiatan pariwisata sebesar 3.17 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemanfaatan ekosistem terumbu karang saat ini masih bertumpu pada ekploitasi manfaat langsung yaitu konsumtif di sektor perikanan tangkap, sedangkan manfaat langsung non konsumtif seperti kegiatan pariwisata belum menjadi hal utama. Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa TCM telah banyak digunakan sebagai metode untuk menilai manfaat jasa lingkungan dari keberadaan sumberdaya khususnya untuk kegiatan rekreasi. Metode tak langsung ini pada
akhirnya akan memberikan estimasi besarnya surplus konsumen. Saat ini ITCM lebih banyak digunakan karena metode ini dipandang memberikan akurasi yang lebih tinggi, terutama dalam membangun fungsi permintaan, tidak hanya memperhitungkan biaya perjalanan dan faktor sosial ekonomi, tetapi juga keberadaan lokasi rekreasi substitusi. Selain itu untuk mengestimasi tarif masuk suatu objek wisata dapat digunakan CVM. Khusus untuk di Kepulauan Seribu estimasi nilai jasa lingkungan sebagai manfaat langsung non konsumtif belum dilakukan secara spesifik di kedua lokasi penelitian. 2.3 Analisis Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam Kebijakan pembangunan kepariwisataan nasional dan daerah, selalu diarahkan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi, sekaligus menciptakan kesempatan kerja. Pembangunan sektor ini diharapkan akan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat lokal. Demikian pula dengan pengembangan wisata alam tidak lepas dari prinsip ekonomi, konservasi dan pelibatan masyarakat lokal. Analisis kebijakan dalam pengelolaan wisata alam penting dilakukan. Mengingat kegiatan ini dilakukan oleh banyak pihak, yaitu wisatawan, masyarakat lokal, pihak swasta, pemerintah serta lembaga non pemerintah, yang masingmasing memiliki tujuan yang berbeda. Industri wisata menginginkan kondisi bisnis yang kondusif, diantaranya melalui keamanan finansial, pekerja yang terlatih dan bertanggungjawab, atraksi yang diadakan untuk menstabilkan jumlah kunjungan dan pengembalian investasi yang nyata. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) fokus pada sejumlah isu pelestarian lingkungan dan budaya,
seperti proteksi lingkungan melalui upaya pencegahan, perbaikan serta perbaikan kerusakan dan memotivasi orang-orang untuk lebih peduli dan selanjutnya tidak menghabiskan sumberdaya. Masyarakat lokal menginginkan lingkungan alami untuk hidup dengan kondisi ketersediaan yang cukup pada pangan, air bersih, sarana kesehatan, pekerjaan dengan upah yang sesuai, pendidikan, rekreasi, penghormatan terhadap tradisi dan budaya serta kesempatan untuk menentukan masa depan. Sedangkan pemerintah ingin menjadikan kegiatan ini sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dan berasumsi bahwa kesemua hal tersebut dapat berjalan apabila terdapat aksesibilitas, sarana prasarana (infrastruktur) dan aturan dalam penggunaannya (Wearing dan Neil, 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait kebijakan pengembangan pariwisata alam. Stein et al. (2003) melakukan studi mengenai penilaian mengenai pengembangan ekowisata di Florida dari berbagai sudut pandang stakeholder. Hasil penelitian tersebut menunjukkan para stakeholder memiliki visi dan prioritas yang berbeda. Pelaku wisata yakin bahwa kegiatan wisata berbasis alam akan membantu menyediakan manfaat langsung atau pun tidak langsung pada daerah. Sedangkan badan manajemen lahan publik concern kepada isu manfaat ekologis dan isu manajemen sumberdaya. Kedua kelompok sepakat untuk melibatkan industri pariwisata dan masyarakat lokal lebih dalam pada perencanaan wisata berbasis alam. Penelitian Sarampe (2004) pada ekoturisme di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, menunjukkan potensi objek ekoturisme di wilayah tersebut adalah wisata hutan, bahari dan budaya. Minat wisatawan cukup tinggi, namun pengelolaan sarana dan fasilitas masih rendah bahkan dapat dikatakan belum ada
sentuhan pengelolaan. Masyarakat setempat sangat merespon bila dilakukan pengembangan objek ekowisata dengan harapan akan menciptakan lapangan pekerjaan serta peningkatan kesejahteraan. Penelitian ini merekomendasikan strategi-strategi pengembangan wisata alam di lokasi tersebut dengan analisis Strengthness, Weaknesess, Opportunities and Threat (SWOT). Beberapa literatur penelitian mengenai kebijakan pengelolaan dan pengembangan pariwisata alam di atas, menunjukkan bahwa kegiatan wisata alam melibatkan banyak kepentingan. Sehingga terdapat kendala untuk mewujudkan tujuan pengembangannya. Walaupun berbagai stakeholder wisata memiliki penilaian yang berbeda terhadap pengelolaan ekowisata ini, namun harus diupayakan suatu titik tengah yang mempertemukan keinginan berbagai pihak. Artinya kolaborasi yang kuat dan kerjasama kreatif dari berbagai pihak merupakan
upaya
terbaik
guna
meningkatkan
manfaat
ekonomi
dan
meminimalisir biaya lingkungan. Keseluruhan literatur studi sebelumnya menunjukkan bahwa studi mengenai periwisata alam telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun suatu studi terkait analisis ekonomi yang komprehensif dan kebijakan pengelolaannya belum dilakukan. Hal tersebut menjadi alasan penting mengapa penelitian ini perlu untuk dilakukan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah struktur pelaksanaan penelitian yang mengaitkan setiap tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Penelitian ini diawali dengan menganalisis dampak positif dan negatif dari keberadaan kegiatan wisata alam, dampak yang akan dianalisis spesifik adalah dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan di tingkat lokal (masing-masing pulau). Penilaian dampak ekonomi meliputi dampak langsung, tak langsung dan lanjutan (induced) serta nilai pengganda (multiplier). Tahap selanjutnya adalah mengkuantifikasi nilai jasa lingkungan yang merupakan nilai guna langsung keberadaan sumberdaya (pulau) untuk kegiatan rekreasi alam. Nilai jasa rekreasi ini merupakan nilai surplus konsumen yang diperoleh dari fungsi permintaan rekreasi di masing-masing pulau. Selanjutnya, kedua hasil penelitian tersebut akan digabungkan sebagai bahan studi selanjutnya yaitu analisis kebijakan pengelolaan wisata bahari di Kepulauan Seribu. 3.1 Dampak Ekonomi Wisata Alam di Tingkat Lokal Kegiatan wisata alam yang terdapat di Kepulauan Seribu memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal (yang berdomisili di pulau). Semakin banyak wisatawan tentunya semakin banyak kebutuhan wisatawan yang harus dipenuhi. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya transaksi antara masyarakat lokal dengan wisatawan. Semakin tinggi transaksi maka semakin besar pengeluaran wisatawan (spending tourist) di lokasi objek wisata. Hal ini akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar pulau yang membuka usaha terkait dengan kegiatan usaha. Beberapa fasilitas wisata yang diperlukan
wisatawan antara lain, adalah penginapan (homestay), konsumsi (catering), souvenir, jasa pemandu (guide), transportasi antar pulau dan lainnya. Kegiatan wisata bahari membawa dampak ekonomi yang terlihat jelas di sekitar pulau. Baik di wilayah Utara maupun Selatan, tingginya transaksi ekonomi berdampak pada penyerapan tenaga kerja lokal dan peningkatan pendapatan masyarakat. Secara ringkas, aliran pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian lokal dapat ditunjukkan pada Gambar 5. Selain itu, pembangunan sarana infrastruktur oleh pemerintah pun menjadi salah satu indikator terjadinya dampak ekonomi yang positif. Hingga saat ini upaya mengkuantifikasi dampak ekonomi di pada level mikro belum dilakukan. Penilaian dampak ekonomi dapat dilakukan dengan melakukan survei langsung kepada wisatawan, unit usaha penyedia fasilitas wisata, tenaga kerja lokal dan investor yang membuka usaha di lokasi penelitian. Estimasi dampak ekonomi dilakukan dengan menghitung aliran uang pada aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku wisata. pengeluaran wisatawan
Penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata bahari (akomodasi, restoran, transportasi lokal, penyewaan alat)
supplier
tenaga kerja
investor
Sumber: Marine Ecotourism for Atlantic Area (2001).
Gambar 5. Aliran Pengeluaran Wisatawan pada Perekonomian Lokal
Informasi yang ditelusuri sangat terkait dengan hasil analisis yang diharapkan. Marine Ecotourism for Atlantic Area (META, 2001) memberikan panduan untuk analisis dampak ekonomi dari kegiatan wisata bahari. Analisis dampak ini dilakukan pada masing-masing kelompok pelaku kegiatan wisata. Kelompok pertama adalah unit usaha lokal penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi, adalah: (1) proporsi perputaran uang yang berasal dari pengeluaran turis ke unit usaha tersebut, (2) proporsi kesempatan kerja yang diciptakan oleh unit usaha, apakah bersifat full time, part time, atau seasonal, (3) proporsi perputaran aliran uang terhadap tenaga kerja lokal, supplier, investor, pajak, (4) tipe dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan, apakah berasal dari luar atau dalam wilayah, dan (5) rencana investasi ke depan. Sejumlah informasi tersebut memberikan estimasi mengenai dampak langsung (direct impact) dari pengeluaran wisatawan terhadap masyarakat lokal, estimasi biaya sumberdaya yang diperlukan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan serta estimasi rencana investasi ke depan. Kelompok kedua adalah pengusaha (investor). Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi, adalah: (1) rencana investasi ke depan, (2) investasi alternatif yang sedang dilakukan saat ini, (3) jumlah tenaga kerja yang dapat direkrut, dan (4) faktor pendukung atau penghambat yang dirasakan dalam berinvestasi.
Sejumlah
data
tersebut
memberikan
informasi
mengenai
displacement effect dari kegiatan wisata di lokasi tersebut. Kelompok ketiga adalah tenaga kerja lokal pada unit usaha lokal penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Informasi penting terkait dengan dampak
ekonomi, adalah: (1) jumlah tenaga kerja di lokasi wisata, (2) jumlah jam kerja dan tingkat upah, (3) proporsi pengeluaran sehari-hari pekerja yang dilakukan di dalam dan luar wilayah, (4) kondisi pekerjaan sebelum bekerja di unit usaha saat ini, dan (5) pelatihan yang pernah diikuti. Sejumlah data tersebut memberikan estimasi mengenai efek tidak langsung (indirect impact) dan induced impact dari pengeluaran wisatawan serta displacement effect of employment dari kegiatan wisata. Kelompok terakhir adalah masyarakat lokal. Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi adalah informasi mengenai manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari kegiatan wisata tersebut, kebanggaan di tingkat masyarakat lokal, sejauh mana mereka menilai sumberdaya yang tersedia serta WTP untuk mencegah kedatangan wisatawan yang nilainya akan semakin meningkat jika masyarakat merasa dirugikan. Sejumlah data tersebut memberikan informasi mengenai manfaat dan biaya yang dirasakan masyarakat lokal dari kegiatan wisata. Dampak ekonomi pariwisata secara umum mengukur tingkat pengeluaran wisatawan pada unit usaha yang menyediakan produk dan jasa terkait kegiatan wisata. Informasi penting lainnya adalah estimasi jumlah kunjungan wisatawan pada periode tertentu misal per tahun. Estimasi ini tidak hanya terkait jumlah wisatawan namun juga rata-rata lama tinggal. Sehingga dapat terukur pengeluaran rata-rata wisatawan pada periode tertentu. Umumnya setiap negara memiliki data statistik mengenai hal ini. Tetapi untuk cakupan studi yang terbatas pada lokasi tertentu (seperti penelitian ini) maka informasi diperoleh melalui survei langsung kepada wisatawan.
Estimasi nilai aliran uang dari keseluruhan transaksi pada suatu lokasi wisata akan lebih lengkap jika turut pula dihitung nilai kebocoran ekonomi (leakage)
dan
nilai
pengganda
(multiplier)
ekonomi.
Nilai
kebocoran
menunjukkan sejumlah aliran uang yang dari pengeluaran wisatawan yang keluar dari perekonomian lokal atau tidak sampai ke masyarakat lokal. Semakin tinggi kebocoran maka dampak ekonomi yang diterima ditingkat lokal pun akan semakin rendah. Nilai multiplier ekonomi merupakan nilai yang menunjukkan sejauhmana pengeluaran wisatawan akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut, sehingga pada akhirnya meningkatkan aktivitas ekonomi di tingkat lokal. Menurut terminologi, terdapat tiga efek multiplier, yaitu efek langsung (direct effect), efek tak langsung (indirect effect) dan efek lanjutan (induced effect). Wells (1997) menyatakan multiplier ekonomi hanya akan tercipta pada lokasi wisata yang sumberdayanya belum dimanfaatkan secara optimal, misalnya masih terdapat pengangguran. Ketiga efek ini digunakan untuk menghitung ekonomi yang selanjutnya digunakan untuk mengetimasi dampak ekonomi di tingkat lokal. Terdapat banyak terminologi multiplier pariwisata, dimana setiap tipe memiliki arti tersendiri. Tourism Income Multiplier (TIM) merupakan terminologi yang paling banyak mendapat perhatian. TIM menunjukkan kaitan antara tambahan pengeluaran wisatawan dan perubahannya sebagai hasil dari tingkat pendapatan pada perekonomian. Sebagai respon terhadap multiplier pendapatan, lebih lanjut multiplier ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ortodox income multiplier (disebut juga ratio multiplier) dan unortodox income multiplier. Vanhove (2005) membedakan kedua tipe multiplier pendapatan tersebut
berdasarkan komponen pembagi dari pendapatan yang dihasilkan pada kegiatan pariwisata. Adapun teknik penghitungan dari masing-masing tipe multiplier adalah sebagai berikut: 1. Orthodox Income Multiplier a. Tipe I adalah (pendapatan langsung + tak langsung) / pendapatan langsung. b. Tipe II adalah (pendapatan langsung + tak langsung + induced) / pendapatan langsung. 2. Unortodox Income Multiplier a. Tipe I adalah (pendapatan langsung + tak langsung) / perubahan permintaan akhir (tambahan pengeluaran). b. Tipe II adalah (pendapatan langsung + tak langsung + induced) / perubahan permintaan akhir (tambahan unit pengeluaran). Banyak teknik yang digunakan untuk menghitung TIM. Salah satunya adalah penghitungan multiplier pendapatan (baik ortodox maupun unortodox multiplier) dengan formulasi persamaan multiplier keynesian tradisional, yaitu dengan rumus sebagai berikut (Vanhove, 2005):
k
1 1 .........................................................................(3.1) 1 c m 1 MPC
dimana: K = MPC = MPS =
multiplier pendapatan Marginal Propensity to consume Marginal Propensity to save
Selanjutnya perhitungan ini dilakukan tidak hanya melibatkan persamaan tabungan tetapi juga pajak dari pendapatan dan pengeluaran untuk impor. Sehingga persamaan di atas disempurnakan menjadi:
k k
MTR
1 ........................................(3.2) MPS {[1 - MTR - MPS]MPM}
MTR
1- L ........................................(3.3) MPS {[1 - MTR - MPS]MPM}
dimana: L = Leakage
Persamaan di atas sangat sederhana dan tidak dapat mengukur variasi bentuk dan keterkaitan antar sektor dan kebocoran dalam perekonomian. Copper (1998) menyatakan model keynesian yang lebih kompleks dan komprehensif sekalipun yang dibangun untuk sejumlah studi tidak akan mampu membuktikan tingkat yang lebih detail yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan dan perencanaan. Selanjutnya mereka menyarankan penggunaan Model Ad Hoc. Model ini hampir sama dengan dengan prinsip pendekatan keynesian. Model ini cocok untuk analisis regional, dimana bila digunakan analisis input output yang lengkap akan sangat mahal dan tidak praktis. Model Ad Hoc adalah sebagai berikut:
A
1 …………………………………………………………..(3.4) 1 BC
dimana A: Proporsi tambahan pengeluaran wisatawan yang merupakan sisa ekonomi dari kebocoran putaran pertama, dimana A = 1-L B: Propensity konsumsi masyarakat lokal terhadap perekonomian lokal C: Proporsi pengeluaran masyarakat lokal yang terjadi sebagai pendapatan pada perekonomian lokal
Model lebih lanjut dari model Ad Hoc dibangun oleh Archer dan Owen (1971), menjadi: N
n
1
Q j K ij Vi . j 1 i 1
n
1 c
................................................................(3.5)
X i Z iVi i 1
dimana: j : I : Qj : Kji : Vi : Xi : Zi : C :
kategori wisatawan, j = 1 hingga n tipe unit bisnis, i = j = 1 hingga n proporsi pengeluaran wisatawan yang dibelanjakan oleh tipe turis ke j proporsi pengeluaran dari wisatawan ke j pada unit bisnis ke i pendapatan langsung dan tak langsung yang dihasilkan dari pengeluaran unit bisnis ke i proporsi pengeluaran total dari penduduk suatu wilayah pada unit bisnis ke i proporsi dari Xi yang terjadi di dalam area Marginal Propensity to Consume
Pengukuran TIM juga dapat dilakukan dengan analisis Input-Output (I-O) yang menyediakan pendekatan keseimbangan umum untuk mengukur dampak ekonomi yang lebih akurat dibandingkan pendekatan keseimbangan parsial, yang telah didiskusikan sebelumnya. Analisis I-O sangat sering digunakan untuk mengestimasi penciptaan pendapatan dan kesempatan kerja. Metode ini disebut paling baik namun diperlukan dukungan data sekunder yang lengkap. Sejumlah informasi dan teknik penghitungan di atas dapat digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi serta kebocoran yang terjadi di tingkat lokal (pulau). Informasi ini diharapkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi produk yang dibutuhkan namun belum tersedia, besarnya permintaan akan barang tersebut dan manfaat apa yang akan diterima oleh masyarakat. Hal ini memungkinkan pengambil keputusan mampu menentukan prioritas pembangunan
input yang dibutuhkan wisatawan dan masyarakat lokal agar dampak ekonomi semakin meningkat. Dampak ekonomi terhadap kehidupan ekonomi masyarakat, khususnya pendapatan masyarakat lokal perlu diketahui dan dipahami. Hal ini merupakan indikator penting mengenai sejauhmana pengembangan wisata alam menguntungkan masyarakat sesuai dengan tujuannya meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat setempat. 3.2 Pengukuran Economic Value Penilaian dampak ekonomi wisata alam berfokus pada kontribusi ekonomi kegiatan wisata pada suatu wilayah, namun penilaian ini tidak dapat menunjukkan nilai manfaat jasa lingkungan dari atraksi dan jasa wisata yang diberikan suatu sumberdaya. Khususnya pada kegiatan rekreasi yang tidak memiliki harga pasar (unpriced recreation), manfaat yang dirasakan wisatawan berguna untuk menilai jasa lingkungan yang juga merupakan nilai guna langsung keberadaan suatu sumberdaya untuk kegiatan non ekstraktif. Nilai manfaat jasa lingkungan yang dirasakan wisatawan dari keberadaan sumberdaya untuk wisata alam diwujudkan oleh keseluruhan kesediaan membayar (aggregate WTP) wisatawan untuk menikmati kegiatan rekreasi. WTP diekpresikan oleh pengeluaran wisatawan, namun pengeluaran wisatawan semata bukan merupakan penilaian yang tepat akan economic value suatu sumberdaya, karena sejumlah wisatawan membayar (melakukan pembelanjaan) lebih rendah dibandingkan kesediaan membayarnya (Dixon dan Sherman, 1990; Linberg, 1991). Perbedaan antara WTP wisatawan dengan pengeluaran aktual wisatawan disebut surplus konsumen (consumer surplus). WTP total atau total economic
value dari jasa lingkungan untuk kegiatan wisata adalah pengeluaran aktual wisatawan ditambah surplus konsumen. Surplus konsumen diperoleh dengan menganalisis permintaan wisata (fasilitas atau jasa rekreasi) terlebih dahulu. Permintaan individu terhadap suatu kunjungan rekreasi didasarkan pada harapan akan manfaat (benefit) dari kegiatan tersebut. Jika manfaat harapan lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan maka wisatawan tidak akan melakukan suatu perjalanan wisata. Sebaliknya ketika manfaat harapan lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan maka perjalanan wisata akan dilakukan dan wisatawan akan memperoleh manfaat bersih (net benefit). Manfaat bersih ini dalam literatur ekonomi dikenal sebagai surplus konsumen dan hal ini merepresentasikan suatu nilai (value) yang sangat berguna bagi penentu kebijakan, manajer dan pengambil keputusan yang berkaitan dengan kegiatan rekreasi dan industri wisata (Marsinko et al. 2002). Sejumlah metode telah dibangun untuk mengetimasi WTP dan surplus konsumen wisatawan serta telah diaplikasikan di sejumlah negara berkembang sejak tahun 1990. Metode yang umumnya digunakan adalah CVM yang merupakan metode langsung dan TCM sebagai metode tidak langsung. Khususnya TCM sering digunakan untuk mengestimasi nilai manfaat yang dirasakan pengguna dari suatu kawasan wisata seperti pantai, taman dan lokasi bersejarah (Liston dan Heyes, 1999). Dengan TCM pengeluaran wisatawan yang terkait dengan perjalanan rekreasi diperlakukan sebagai biaya perjalanan yang merupakan penjumlahan dari biaya yang dikeluarkan terkait dengan jarak tempuh dan nilai waktu selama berwisata (Englin dan Shonkwiler, 1995). Selanjutnya keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk mencapai lokasi wisata menjadi suatu harga pengganti (surrogate price) yang dibayarkan oleh wisatawan kepada lokasi tersebut. Hal ini yang mendasari bahwa fungsi permintaan rekreasi merupakan estimasi terhadap surplus konsumen dari lokasi wisata dan beragam aktivitasnya dengan menghitung wilayah di bawah kurva permintaan dan di atas harga implisit (Freeman, 1993 dalam Iamtrakul et al. 2005) Asumsi yang mendasari TCM adalah biaya yang dikeluarkan untuk berpergian ke tempat rekreasi merefleksikan nilai dari lokasi rekreasi tersebut. Keputusan individu untuk melakukan perjalanan wisata sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung untuk kegiatan rekreasi dalam satu kali kunjungan. Biaya tersebut diperoleh dari penjumlahan dari biaya transportasi, biaya dokumentasi, biaya konsumsi selama di lokasi rekreasi, biaya menginap, biaya penyewaan peralatan dan biaya pembelian souvenir. Secara teori biaya perjalanan akan berpengaruh negatif pada permintaan rekreasi. Selain faktor biaya perjalanan, sejumlah faktor sosial ekonomi juga turut mempengaruhi permintaan rekreasi. Faktor sosial ekonomi tersebut diantaranya adalah pendapatan, pendidikan, usia, jarak dan keberadaan objek wisata substitusi. Umumnya model permintaan rekreasi konvensional hanya menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi seperti biaya, waktu, jarak, pendapatan dan pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Garrod dan Kenneth (1999), dalam mengestimasi fungsi permintaan rekreasi pada sejumlah FRA di Malaysia. Model yang diduga dengan ITCM tersebut dirumuskan sebagai berikut: Vij f (C ij , E ij , Sij , Yi , A i , H i , N i , M i ) ....................................................(3.6)
dimana: Vij Cij Eij Yi Ai Hi Ni Mi
: Jumlah kunjungan yang dilakukan individu i ke lokasi j. : Biaya rekreasi yang dihabiskan individu i di lokasi j. : Perkiraan individu ke i terhadap waktu yang akan dihabiskan di lokasi j. : Pendapatan rumahtangga individu ke i. : Usia individu ke i. : Jumlah anggota keluarga individu ke i. : Jumlah rombongan ingdividu ke i. : Dummy, (D=1 jika individu ke i merupakan anggota outdoor organization dan D=0 sebaliknya).
Sementara Nam dan Tran (2001), juga membangun fungsi permintaan dalam mengestimasi fungsi permintaan rekreasi ke objek wisata terumbu karang di Vietnam. Model permintaan rekreasi yang dibangun dengan ITCM adalah sebagai berikut: Vi = f(TCi, Si) ........................................................................................(3.7) dimana Vi : Jumlah kunjungan individu i selama 1 tahun terakhir. TCi : Biaya perjalanan yang dikeluarkan. Si : Faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan rekreasi ke lokasi tersebut, yang meliputi: pendapatan, biaya substitusi, usia, jenis kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan. Selain dua model permintaan rekreasi di atas, model permintaan rekreasi pooled data formulasi dari Bockstael, Strand dan Hanemann (1987) sedikit berbeda. Model ini diterapkan untuk individu, yang mempunyai corner solution untuk pasar tenaga kerja dan formulasi konvensional biaya penuh untuk individu yang mampu mensubstitusikan dengan mudah antara waktu dengan pendapatan. Formulasi biaya penuh ini adalah pengeluaran out money of pocket ditambah pendapatan rata-rata aktual yang diaplikasikan terhadap waktu perjalanan. Individu dalam contoh dikategorikan dalam mampu atau tidak mampu
mensubstitusikan waktu dengan pendapatan. Model permintaan rekreasi formulasi McKean et al. (1995), adalah sebagai berikut: r = b0 + Dr {b1 (cr+ rI) + b2 (ca+ aI)} + b3I + Dd {b4cr + b5 + b6 dimana: r cr ca
a
r
+ b7DT} + ei..........................................................................(3.8)
: : : : r : a I : DT : ei : Dr : Dd
Jumlah kunjungan selama satu tahun. Biaya perjalanan ke lokasi. Biaya perjalanan lokasi substitusi. Waktu untuk melakukan perjalanan ke lokasi. Waktu perjalanan ke lokasi substitusi. Pendapatan. Waktu diskrit. Error term. Dummy, (D=1 jika individu memiliki karakteristik pasar tenaga kerja dalam keseimbangan dan D=0 jika sebaliknya). : Dummy, (D=1 jika individu terlihat memiliki karakteristik pasar tenaga kerja dalam ketidakseimbangan dan D=0 jika sebaliknya).
Permintaan rekreasi merupakan cerminan dari jumlah kunjungan rekreasi selama periode waktu tertentu, sebagai independent variable adalah biaya perjalanan ke lokasi, biaya perjalanan ke lokasi wisata substitusi (alternatif), waktu tempuh ke lokasi, waktu tempuh ke lokasi wisata alternatif, pendapatan dan jumlah hari libur (waktu diskrit). Kendala waktu dan biaya tidak dapat digabung menjadi satu untuk responden yang memiliki karakteristik pasar tenaga kerja dalam ketidakseimbangan, oleh karena itu waktu dan biaya muncul sebagai independent variable yang terpisah (Ward, 1983). Setelah persamaan di atas diregresikan maka nilai surplus konsumen akan diperoleh dengan menegatifinverskan koefisien biaya perjalanan (Hellerstein, 1993). 3.3 Analisis Kebijakan Pengelolaan Wisata Pengelolaan wisata alam tidak lepas dari prinsip ekonomi, konservasi dan pelibatan masyarakat lokal. Demikian halnya dengan pengembangan wisata
bahari di Kepulauan Seribu, masyarakat dipandang dapat terlibat dan menunjang kegiatan ini. Keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini diharapkan akan mampu memberikan tambahan pendapatan kepada masyarakat lokal secara memadai, di samping pendapatan dari sektor pembangunan lainnya. Pengembangan pariwisata idealnya akan menciptakan berbagai jenis lapangan pekerjaan bagi masyarakat pulau (in situ) maupun masyarakat di luar pulau. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pelibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat setempat secara aktif didalamnya, sebab masyarakat lokal merupakan pemilik lokasi wisata tersebut dan umumnya kehidupannya masih tergantung dari potensi sumberdaya alam yang ada di sekitar pulau (natural endowment), di samping tingkat kehidupan sosial ekonominya masih sederhana sehingga perlu ditingkatkan. Guna meningkatkan dampak ekonomi, harus diupayakan sedemikian rupa agar terjadi peningkatan jumlah aliran uang yang berasal dari pengeluaran wisatawan. Oleh karena itu potensi, produk dan jasa yang ditawarkan terkait wisata alam harus terus ditingkatkan. Suatu potensi wisata (alam, budaya dan buatan) akan menjadi produk wisata setelah objek wisata dilengkapi dengan unsur aksesibilitas, amenitas dan hospitality yang menyatu dengan objek wisata. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat seasonal kegiatan wisata bahari, dimana terdapat kecenderungan jumlah kunjungan yang tinggi pada waktu-waktu tertentu, hal ini akan berdampak pada kondisi lingkungan (sumberdaya alam) dan juga pendapatan masyarakat. Antisipasi terhadap kedua dampak tersebut menjadi sangat penting guna memelihara keberlanjutan kualitas lingkungan (sumberdaya alam) yang merupakan modal kegiatan wisata serta guna
menjamin keberlanjutan dampak ekonomi di masyarakat lokal. Apabila hal ini terus berlangsung dalam kecenderungan pariwisata bahari yang makin cenderung menuju wisata massal, maka dampak negatif ini semakin tidak dapat dihindarkan. Pengembangan wisata pada suatu kawasan sering tanpa perencanaan yang matang. Akibatnya degradasi lingkungan dan perubahan sosial ekonomi budaya masyarakat lokal, tidak pernah secara metodologis dipertimbangkan, terlebih menjadi bagian yang menyatu dengan upaya pengelolaan kepariwisataan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6, bahwa pariwisata dan modal memberikan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan, sebaliknya kualitas lingkungan yang baik akan berpengaruh positif terhadap laju kegiatan wisata. Dieckmann (2002) dalam Fauzi (2005) juga menyatakan bahwa keberlanjutan suatu kegiatan wisata akan sangat tergantung pada tiga komponen, yaitu kondisi lingkungan (Environment, E), investasi yang ditanamkan (Capital, C) dan kegiatan wisata (Tourism, T).
T +
+
-
+ C
E -
Sumber: Dieckmann (2002) dalam Fauzi (2005).
Gambar 6. Interaksi Antar Komponen di Sektor Jasa untuk Pulau-Pulau Kecil
Pengembangan Wisata Alam Berbasis Masyarakat Lokal 1.
2.
Belum dilakukan analisis ekonomi komprehensif (economic impact asessment dan kuantifikasi economic value sumberdaya alam) Belum tersedia kebijakan pengelolaan
Jasa lingkungan
Aktivitas ekonomi berbasis pemanfaatan jasa lingkungan
Undervalue benefit
Dampak
Sosial
Lingkungan
Langsung
Sulit mengkuantifikasi manfaat sumberdaya
Valuasi ekonomi
Ekonomi
Tak-langsung
Non priced recreation
Stakeholder Analysis
Persepsi dan preferensi stakeholder
Induced
Penilaian dampak ekonomi
Kebijakan pengelolaan wisata alam
: tidak termasuk objek penelitian.
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian Potensi wisata alam yang menjanjikan bagi pengembangan ekonomi suatu wilayah jika tidak dikelola dengan baik maka pelaksanaannya dapat mengancam kelestarian ekosistem dan pada akhirnya akan mengancam keberlanjutan ekonomi di wilayah tersebut. Kebijakan pengelolaan wisata terkait dampak lingkungan dan
dampak ekonomi yang tercipta, tidak hanya memerlukan perencanaan dan perancangan, tetapi juga memerlukan cara pandang dan langkah-langkah strategis. Cara pandang ini harus mampu mengantisipasi perkembangan wisata bahari dalam perjalanan ruang dan waktu. Berbagai program partisipasi dan bantuan pembangunan terkait wisata bahari telah dikembangkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, namun hal tersebut tidak dapat berjalan tanpa peran serta dari pihak lain, seperti lembaga ilmiah, LSM, swasta (investor), wisatawan dan masyarakat lokal. Persepsi dan preferensi para stakeholder terhadap kegiatan wisata yang tengah berlangsung, penting untuk diketahui. Hal ini dilakukan terhadap kondisi lokasi, produk dan jasa wisata, fasilitas, infrastruktur, pengelolaan dan dampak lingkungan yang terjadi. Tentunya penilaian yang dihasilkan akan berbeda, karena tergantung pada kepentingan masing-masing. Informasi ini akan menjadi acuan dalam pengelolaan wisata agar upaya-upaya perbaikan prasarana serta peningkatan kualitas pelayanan dapat lebih terarah dan sesuai harapan berbagai stakeholder. Serangkaian informasi mengenai dampak ekonomi yang terjadi di masyarakat lokal, nilai manfaat yang dirasakan wisatawan, fungsi permintaan wisata ke lokasi wisata, persepsi dan preferensi para stakeholder serta informasi pendukung dari stakeholder terkait akan menjadi suatu informasi penting dalam upaya merumuskan suatu kebijakan pengelolaan wisata alam yang komprehensif. Berdasarkan penjelasan kerangka pemikiran di atas maka bagan kerangka pemikiran dari rencana penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 7.
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Kabupaten ini terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (KKSU) dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (KKSS) dan setiap kecamatan terdiri dari tiga kelurahan. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan yaitu di Kelurahan Panggang di wilayah KKSU dan di Kelurahan Untung Jawa di wilayah KKSS. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa kedua lokasi tersebut merupakan perwakilan wilayah di Kepulauan Seribu yang saat ini tengah giat mengembangkan wisata alam khususnya bahari, namun dengan karakteristik yang berbeda. Kelurahan Panggang di wilayah KKSU menawarkan pantai yang jernih, panorama bawah laut yang kaya akan habitat terumbu karang, hutan mangrove, pengembangbiakan penyu sisik dan lokasinya termasuk dalam kawasan TNLKS yang ditetapkan sebagai pengembangan Kawasan Ekowisata Bahari Eksklusif. Pertimbangan lainnya, kawasan ini memiliki lingkungan sumberdaya laut yang alami, sanitasi air yang jernih, fasilitas wisata yang disediakan oleh masyarakat lokal dan pulau ini merupakan ibukota kabupaten. Kelurahan Untung Jawa di wilayah KKSS menawarkan pantai, cagar alam dan wisata sejarah. Lokasi pulau ini berdekatan dengan Teluk Jakarta wilayah ini sehingga ditetapkan sebagai kawasan pengembangan ekowisata massal dengan target pasarnya adalah para wisatawan kelas menengah ke bawah dan obyek
utama yang disajikan berupa Kawasan Desa Wisata Pulau Untung Jawa, yang menawarkan wisata pantai, kuliner dan kegiatan masyarakat nelayan. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama enam bulan. Tahap pertama pengambilan data primer dan sekunder di lokasi penelitian dimulai pada bulan Desember 2007 hingga Maret 2008. Tahap pertama difokuskan kepada tujuan penelitian pertama (analisis dampak ekonomi kegiatan wisata bahari terhadap masyarakat lokal) serta tujuan penelitian yang kedua (penilaian economic value sumberdaya alam dan lingkungan untuk kegiatan wisata). Tahap pengambilan data yang kedua dilakukan pada bulan April hingga Mei 2008, dengan fokus kepada tujuan penelitian ketiga (analisis kebijakan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal dari sudut pandang pelaku-pelaku kegiatan wisata). Pembagian tahapan waktu penelitian ini dikarenakan untuk menjawab tujuan ketiga, terlebih dahulu harus diketahui hasil penelitian dari tujuan pertama dan kedua. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross section). Data cross section digunakan untuk menggambarkan keadaan objek penelitian mengenai fakta-fakta yang terjadi pada selang waktu tertentu yang dikumpulkan dari berbagai sumber (responden). Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh responden, yang terdiri dari para stakeholder wisata setempat yang terlibat dalam aktivitas wisata sehari-hari. Selain itu untuk memperoleh informasi yang lebih detail dilakukan wawancara
mendalam (in-depth interview) dengan aparat pemerintah dalam hal ini khususnya dengan perwakilan dari Suku Dinas (Sudin) Pariwisata, Sudin Perikanan dan Kelautan dan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Bappekab). Data sekunder tentang kegiatan di kawasan Kepulauan Seribu diperoleh melalui laporan lembaga pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Balai TNLKS serta studi literatur atau referensi lainnya yang berupa jurnal, buku, artikel hasil penelitian sebelumnya serta penelusuran data melalui internet. 4.3 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh (responden) digunakan untuk mencari informasi yang berkaitan dengan tujuan-tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan desain pengambilan contoh yang berbeda pada tiap kelompok responden mengingat perbedaan jenis data serta ketersediaan daftar populasi dari masing-masing kelompok responden. Tujuan penelitian pertama menggunakan data primer untuk mengetahui aliran uang dari pengeluaran wisatawan serta efek multiplier dari pengeluaran wisatawan. Responden adalah unit usaha yang terkait kegiatan wisata, tenaga kerja lokal dan masyarakat lokal yang tidak terkait kegiatan wisata. Penentuan contoh responden pada unit usaha dan tenaga kerja lokal, akan dilakukan dengan bentuk judgement sampling, dimana anggota responden akan dipilih dan disesuaikan berdasarkan kriteria tertentu. Pengambilan responden yang berasal dari masyarakat lokal, menggunakan teknik probability sampling yaitu simple random sampling, karena daftar populasi masyarakat diketahui. Masing-masing
kelompok responden (unit usaha, tenaga kerja lokal dan masyarakat) di setiap lokasi penelitian (pulau) menggunakan 30 responden. Responden pada tujuan penelitian yang kedua adalah wisatawan yang berkunjung ataupun yang telah berkunjung ke lokasi penelitian. Pengambilan responden akan menggunakan teknik non-probability sampling karena daftar populasi dari wisatawan tidak diketahui. Responden dipilih secara sengaja (convenience samples), hal ini relatif lebih mudah cepat serta menghemat biaya, namun tentunya dengan tetap menjamin tingkat ketelitian (precision). Jumlah responden wisatawan di P. Untung Jawa adalah 44 orang sedangkan di P. Pramuka berjumlah 43 orang. Responden untuk tujuan penelitian yang ketiga adalah stakeholder yang terkait dengan kegiatan wisata di Kepulauan Seribu. Pengambilan contoh dilakukan dengan bentuk judgement sampling, dimana responden dipilih dan disesuaikan berdasarkan kriteria tertentu dan juga dikombinasikan dengan snowball sampling. Kriteria yang digunakan adalah pihak yang paham dan mengerti betul perkembangan wisata bahari di kawasan Kepulauan Seribu serta LSM. 4.4 Metode dan Prosedur Analisis 4.4.1 Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Masyarakat Lokal Hasil dari keseluruhan informasi responden (wisatawan, unit usaha, tenaga kerja lokal dan masyarakat) maka diperoleh informasi mengenai pengeluaran wisatawan serta aliran uang sejumlah dana tersebut yang memberikan manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat induced bagi perekonomian lokal.
Dampak ekonomi ini dapat terukur dengan menggunakan efek pengganda atau multiplier dari aliran uang yang terjadi. Dalam mengukur dampak ekonomi kegiatan pariwisata di tingkat lokal, terdapat dua tipe pengganda, yaitu (META, 2001): 1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar pengeluaran wisatawan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal. 2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran wisatawan berdampak pada keseluruhan ekonomi lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung dan dampak induced. Secara matematis dirumuskan:
Keynesian Income Multiplier
D N U ............................................(4.1) E
Ratio Income Multiplier, Tipe I
D N ..............................................(4.2) D
Ratio Income Multiplier, Tipe II
D N U ......................................(4.3) D
dimana: E D N U
: tambahan pengeluaran wisatawan (Rupiah). : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rupiah). : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rupiah). : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rupiah).
Dengan mengidentifikasi dampak ekonomi serta kebocoran yang terjadi, indirect dan induced benefit dari kegiatan wisata dapat diestimasi. Selanjutnya
informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi produk apa yang dibutuhkan namun belum tersedia di lokasi tersebut, seberapa besar permintaan akan barang tersebut dan manfaat apa yang akan diterima oleh masyarakat. Hal ini memungkinkan pengambil keputusan dalam hal ini Pemda untuk melakukan prioritas dalam membangun input yang dibutuhkan wisatawan dan masyarakat lokal agar dampak ekonomi semakin meningkat. Penghitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Excell 2007. 4.4.2 Penilaian Economic Value Jasa Lingkungan untuk Kegiatan Wisata Valuasi ekonomi dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode biaya perjalanan (TCM). Metode ini mempunyai kelebihan karena hanya menggunakan data cross section untuk menginferensi permintaan rekreasi. TCM dibandingkan dengan metode kontingensi dan metode harga hedonik merupakan yang terbaik untuk menduga nilai manfaat dan permintaan rekreasi di luar ruangan. Selain itu metode ini lebih sering digunakan dan secara teoritis lebih kuat dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Guna menduga nilai surplus konsumen yang merupakan manfaat yang dirasakan oleh wisatawan dari kegiatan rekreasi ke lokasi wisata di Kepulauan Seribu sejumlah variabel akan digunakan untuk menduga fungsi permintaan rekreasi ke lokasi ini. Variabel-variabel ini diharapkan akan mampu menjelaskan fungsi permintaan rekreasi ke lokasi wisata di Kepulauan Seribu. Sejumlah variabel merupakan adopsi dari model B-S-H (1987), Garrod dan Willis (1999) serta Nam dan Tran (2001). Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata ke objek wisata serta surplus konsumen yang diperoleh
pengunjung maka model permintaan rekreasi yang akan digunakan, sebagai berikut: V =
0
+
1X1
+
8X8
+
+
16D3
+
2X2
9X9
+
+
3X3
10X10
+
+
4X4
+
5X5
11X11
+
12X12
9,
10,
11
V X1 X2 X3 X4 X5
: : : : : :
X6
:
X7
:
X8
:
6X6
+
+
7X7
13D1+
15D2
+ ei............................................................................... .(4.4)
Parameter dugaan yang diharapkan adalah 8,
+
1,
5
< 0 dan
2,
3,
4,
6,
7,
>0
dimana:
X9 : X10 : X11 : X12 : D1 : D2
:
ei
:
Jumlah kunjungan ke lokasi wisata (unit perjalanan). Pengeluaran aktual ke lokasi wisata (rupiah per perjalanan). Pendapatan rumahtangga (juta rupiah per bulan). Tingkat pendidikan (tahun). Usia (tahun). Waktu yang dihabiskan (pulang pergi) menuju lokasi wisata (jam). Waktu yang dihabiskan (pulang pergi) menuju lokasi wisata alternatif (jam). Pengeluaran aktual ke lokasi wisata alternatif (rupiah per perjalanan). Jumlah anggota rombongan yang ikut serta melakukan rekreasi (orang). Lamanya waktu yang dihabiskan di lokasi (jam). Tingkat pengetahuan terhadap lokasi wisata diukur dengan lamanya seseorang mengetahui adanya lokasi wisata (tahun). Jumlah rekreasi outdoor yang dilakukan selama satu tahun terakhir sebagai proksi untuk sikap terhadap rekreasi alam (unit perjalanan). Preferensi terhadap wisata alam Dummy status pernikahan, D=1 untuk wisatawan yang telah menikah dan D=0 sebaliknya. Dummy jenis kelamin, D=1 untuk wisatawan yang berjenis kelamin pria dan D=0 sebaliknya. Error term.
Jika data permintaan rekreasi tersedia untuk suatu populasi kemudian data tersebut digunakan untuk mengestimasi kurva permintaannya, seringkali data yang tersedia merupakan data yang dikumpulkan di spesifik lokasi wisata (on
site). Artinya minimal responden telah melakukan satu kali kunjungan wisata atau data tersebut truncated. Hal ini dapat mengakibatkan bias dalam mengestimasi persamaan permintaan. Walaupun sejumlah literatur menyatakan model TCM dapat diregresikan dengan metode Ordinary Least Squares (OLS), sejumlah studi menyatakan bahwa model count data atau frekwensi lebih tepat digunakan untuk analisis mikro ekonometrika. Model ini mengasumsikan bahwa variabel dependen (jumlah kunjungan) adalah integers (0,1,2,3,...,n). Model ini dispesifikasikan untuk memperkirakan probabilitas dari pengamatan jumlah kunjungan, dimana probabilitasnya ditetapkan pada distribusi poisson (Grafton et al. 2004). Penduga parameter koefisien regresi poisson diperoleh dengan menggunakan metode maximum likelihood. Guna menghindari masalah multikolinearitas maka sebelum variabel independen dimasukkan ke dalam model terlebih dahulu dilakukan pemilihan variabel dengan melihat koefisien korelasi antar variabel. Koefisien korelasi yang digunakan adalah koefisien korelasi pearson. Jika terdapat dua atau lebih variabel independen yang berkorelasi erat satu sama lain maka akan dipilih salah satu berdasarkan derajat kepentingannya terhadap model. Setelah terpilih variabel yang diharapkan, selanjutnya model diestimasi dengan menggunakan regresi poisson, dengan menggunakan program aplikasi komputer Stata Versi 9.0. Pengukuran surplus konsumen dari suatu lokasi wisata diestimasi dari persamaan permintaan marshallian yang dihasilkan. Bentuk persamaan yang dihasilkan akan mempengaruhi penghitungan nilai surplus konsumen. Tabel 2 berikut ini menunjukkan penghitungan surplus konsumen (SK) dari dua model persamaan, (Grafton et al. 2004; Garrod dan Willis, 1999).
Tabel 2. Penghitungan Nilai Surplus Konsumen dari Fungsi Permintaan Linier dan Semi-Log Fungsi Permintaan
Persamaan
Linier
V=
Semi log
Ln V =
+ c + c
Nilai SK Total Kunjungan per Individu V2 SK 2β V SK β
Nilai SK per Kunjungan SK
V 2β
SK
1 β
Sumber: Garrod dan Willis (1999); Grafton et al. (2004). Ket: V: jumlah kunjungan, c: biaya perjalanan, : konstanta, : koefisien biaya perjalanan.
4.4.3 Analisis Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam Analisis akan dilakukan secara menyeluruh dari stakeholder terkait. Langkah pertama analisis ini adalah, mencoba mengetahui preferensi mengenai bentuk wisata sebagai suatu produk dari sudut pandang masing-masing stakeholder. Analisis ini akan dilakukan dengan analisis konjoin (conjoint analysis). Tahapan awal yang dilakukan adalah perancangan stimuli, dimana masing-masing responden diminta memberikan penilaian terhadap atribut yang dirasakan paling penting dari sudut pandang masing-masing pihak. Atribut yang menjadi fokus adalah kondisi sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata, upaya pelestarian dan konservasi, pelibatan masyarakat lokal serta sarana transportasi menuju objek wisata. Metode dalam conjoint analysis yang pilih adalah full profile, dimana semua atribut disertakan dalam penyusunan produk hipotetik dan responden diminta untuk kemudian diberikan rangking dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai. Khusus untuk analisis data preferensi berupa rangking, data ini terlebih dahulu ditransformasi dengan menggunakan transformasi monotonik, kemudian diterapkan regresi OLS pada data hasil transformasi tersebut. Estimasi
conjoint analysis dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer Statistical Analysis System (SAS) versi 9.0. Analisis ini akan memberikan informasi atribut wisata alam apa yang dianggap paling penting bagi masing-masing stakeholder. Informasi ini kemudian akan digabungkan dengan informasi dari tujuan penelitian pertama dan kedua guna memperoleh suatu informasi yang lengkap mengenai pengelolaan wisata bahari di lokasi penelitian. Langkah selanjutnya adalah menentukan stakeholder yang benar-benar berkompeten dalam merumuskan strategi pengelolaan wisata. Oleh karena itu digunakan stakeholder analysis yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan merujuk pihak (seseorang) yang tepat atau berpengaruh pada aktivitas suatu program. Analisis kualitatif ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) mengidentifikasi individu, kelompok atau lembaga yang berpengaruh pada suatu kegiatan, (2) mengantisipasi sejumlah pengaruh positif atau negatif dari inisiatif suatu program dan (3) membangun suatu strategi untuk mencapai dukungan paling efektif terhadap suatu ide dan (4) mengurangi sejumlah kendala dalam penerapan suatu program. Sejumlah stakeholder yang terlibat dalam kegiatan wisata bahari, masingmasing dipetakan berdasarkan penilaian atas tingkat kepentingan (importance) dengan pengambil keputusan dari substansi kebijakan yang akan diputuskan, dan tingkat pengaruhnya (influence) pada proses penyusunan kebijakan. Penilaian ini dilakukan dengan cara pembobotan berdasarkan dua kriteria tersebut, yakni kedekatan kepentingan dan kekuatan atau daya pengaruhnya dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat signifikansi mengindikasikan kedekatan
kepentingan (prioritas yang diberikan) oleh pengambil keputusan. Semakin dekat kebutuhan dan kepentingan stakeholder bersangkutan dengan prioritas pengambil keputusan makin besar signifikansinya. Sedangkan pengaruh stakeholder dapat dipahami dengan cara melihat besar kecilnya kemampuan stakeholder tertentu dalam mempersuasi pihak lain untuk mengikuti kemauannya. Sumber pengaruh dapat berasal dari peraturan, uang, opini, informasi, massa, kepemimpinan dan lainnya. Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis stakeholder, adalah: 1. Membuat tabel stakeholder, yang berisi informasi mengenai: a. Daftar semua stakeholder yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh program. b. Kepentingan stakeholder (yang tertutup maupun terbuka) dalam kaitannya dengan program dan tujuannya. Kepentingan mengacu pada motif dan perhatian mereka pada kebijakan atau program. Setidaknya terdapat dua kepentingan utama. c. Sikap stakeholder terhadap kebijakan atau program. Sikap mengacu pada reaksi utama dari berbagai stakeholder dalam memutuskan pandangan terhadap kebijakan. 2. Menilai sikap dari stakeholder terhadap kebijakan sebagai berikut: Penilaian sikap menggunakan skala likert dari 3 hingga -3, dimana 3 = sangat mendukung, 2 = cukup mendukung, 1 = netral, -2 = cukup menentang dan -3 = sangat menentang. 3. Membuat penilaian awal tentang tingkat kekuatan dan pengaruh dari masingmasing stakeholder. Kekuatan stakeholder mengacu pada kuantitas sumberdaya yang dimiliki stakeholder yaitu sumberdaya manusia (SDM), finansial dan
politik. Penilaian tingkat kekuatan menggunakan skala likert 1 sampai lima di mana: 5 = sangat kuat, 4 = kuat, 3 = rata-rata, 2 = lemah, dan 1 = sangat lemah. 4. Menentukan tingkat pengaruh total yaitu jumlah dari tingkat kekuatan (SDM, finansial dan politik) dari masing-masing stakeholder. 5. Menentukan nilai total yaitu perkalian antara sikap dengan pengaruh untuk setiap stakeholder. 6. Memutuskan kebutuhan keterlibatan stakeholder dalam kebijakan atau program, di mana jika nilai pengaruh kurang dari 10 maka stakeholder dapat diabaikan dan jika lebih dari 10 maka stakeholder harus dilibatkan. 7. Menentukan tingkat keterlibatan stakeholder dalam pengambilan keputusan, dimana stakeholder dibagi dalam tiga grup, yaitu:
a. Grup 1 dengan nilai total 10 – 20 adalah pihak penerima informasi. b. Grup 2 dengan nilai total 20 – 30 adalah pihak pemberi pertimbangan. c. Grup 3 dengan nilai total lebih dari 30 adalah pihak pengambil kebijakan. Setelah stakeholder analysis menghasilkan daftar stakeholder yang benarbenar berkompeten dalam merumuskan strategi pengelolaan, maka langkah ke tiga adalah melakukan in depth interview di antara para pakar yang terpilih untuk merumuskan suatu kebijakan. Proses ini akan menggunakan suatu metode kualitatif guna merumuskan suatu strategi yang tepat dalam pengelolaan wisata bahari. Metode yang akan digunakan adalah delphi method. Metode ini awalnya digunakan pada tahun 1960-an oleh Rand Corporation untuk meramalkan perkembangan teknologi. Kemudian metode ini diaplikasikan pada ekonomi, politik, kesehatan dan juga wisata.
52 Tabel 3. Ringkasan Keterkaitan Tujuan Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengambilan Contoh, serta Metode dan Prosedur Analisis No 1.
Tujuan Penelitian
Jenis dan Metode Pengambilan Contoh Sumber Data dan Responden Menghitung dampak ekonomi Cross section. 1. simple random sampling kegiatan wisata alam, yang meliputi Data primer dan (masyarakat lokal). dampak langsung, tak langsung dan sekunder. 2. judgement sampling (unit lanjutan serta nilai pengganda usaha, tenaga kerja lokal, pendapatan pariwisata tingkat lokal instansi pemerintah, LSM dan tokoh masyarakat lokal).
2.
Mengkuantifikasi nilai guna Cross section. langsung (direct use value) dari Data primer. pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan wisata alam
convenience (wisatawan).
3.
Menganalisis alternatif kebijakan Data primer dan 1. convenience sampling pengelolaan wisata alam berbasis sekunder. (wisatawan). masyarakat lokal, dengan 2. simple random sampling mempertimbangkan analisis (masyarakat lokal). ekonomi serta persepsi dan 3. judgement sampling dan preferensi para stakeholder snowball sampling (unit usaha, instansi pemerintah, LSM dan tokoh masyarakat lokal).
Metode dan Prosedur Analisis 1. Survei dengan kuesioner (dapat dilihat pada lampiran). 2. In depth interview. 3. Analisis aliran uang di tingkat lokal (pulau). 4. Analisis multiplier di tingkat lokal (pulau).
sampling 1. Survei dengan kuesioner (dapat dilihat pada Lampiran). 2. Individual Travel Cost Method (ITCM). aplikasi regresi poisson. 3. Pengukuran surplus konsumen. 1. Wawancara dengan kuesioner (dapat dilihat pada lampiran). 2. Analisis preferensi dengan conjoint analysis. 3. Penentuan stakeholder yang berkompeten dengan stakeholder analysis. 4. Indepth interview para pakar dengan delphi method. 58
Metode delphi merupakan survei khusus untuk meramalkan ketepatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang suatu kejadian dan mengestimasi suatu kemungkinannya di masa yang akan datang. Teknik ini diterapkan melalui konsesus di antara para pakar dengan menggunakan serangkaian kuesioner. Setiap hasil (feedback) akan di review sebelum rangkaian kuesioner selanjutnya diisi. Setiap komentar dan pertimbangan akan dibahas sehingga setiap solusi merupakan kumpulan pengetahuan dari para pakar. Teknik ini meliputi serangkaian tahapan (Vanhove, 2005), yaitu: (1) pendefinisian permasalahan, (2) pemilihan anggota panel, (3) persiapan dan pendistribusian kuesioner, (4) analisis dan penarikan kesimpulan dari kuesioner pertama, (5) memulai kuesioner tahap kedua, (6) analisis dan penarikan kesimpulan dari kuesioner kedua, dan (7) membangun kesimpulan akhir. Ringkasan antara keterkaitan tujuan penelitian, jenis dan sumber data, metode pengambilan contoh, metode dan prosedur analisis dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN WISATAWAN 5.1 Gambaran Umum Kawasan dan Wisata Bahari di Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau-pulau kecil diperairan laut DKI Jakarta yang terbentang dari Teluk Jakarta diarah Selatan hingga P. Sabira di arah Utara merupakan pulau terjauh dengan jarak 150 km dari pantai Jakarta Utara. Secara geografis wilayah Kepulauan Seribu terletak pada posisi 106o20’00” BT – 106o 57’00” BT dan 5o10’00” LS – 5o57’00” LS. Batas administrasi Kepulauan Seribu adalah Laut Jawa (Utara-Timur), wilayah Kotamadya Jakarta Utara, Wilayah Provinsi Banten dan Wilayah Provinsi Jawa Barat (Selatan), wilayah Provinsi Lampung dan Laut Jawa (Barat). Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di antara Teluk Jakarta dan Laut Jawa yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan laut seluas 6 997.50 km2 (11 kali luas dari daratan Jakarta), memiliki 110 pulau dengan luas daratan pulaunya sekitar 864.59 Ha. Pulau-pulau ini berukuran relatif sangat kecil, sebanyak 45 persen diantaranya memiliki luas kurang lebih dari 5 Ha, 25 persen dengan luas 5-10 Ha dan hanya 30 persen yang luasnya lebih dari 10 Ha. Berdasarkan UU No. 34 tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan PP No. 55 tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Kepulauan Seribu yang semula merupakan Kecamatan Kepulauan Seribu sebagai bagian dari Kotamadya
Jakarta
Utara,
ditingkatkan
statusnya
menjadi
Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu, yang terdiri dari dua Kecamatan dan enam Kelurahan, yaitu: 1. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, terdiri dari tiga kelurahan dengan 79 pulau yaitu Kelurahan P. Kelapa (36 pulau), Kelurahan P. Harapan (30 pulau) dan Kelurahan P. Panggang (13 pulau). 2. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, terdiri dari tiga kelurahan dengan 31 pulau yaitu Kelurahan P. Tidung (6 pulau), Kelurahan P. Pari (10 pulau), dan Kelurahan P. Untung Jawa (15 pulau). Keadaaan topografi pulau-pulau di Kepulauan Seribu merupakan daratan rendah pantai, topografi datar hingga landai (0–5 persen) dengan ketinggian sekitar 0–2 meter di atas permukaan laut. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1–1.5 meter. Sedangkan tipe iklim di wilayah Kepulauan Seribu adalah tropika panas. Suhu udara rata-rata antara 26.5o–28.5oC dengan suhu udara maksimum tahunan 29.5o – 32.5oC dan minimum antara 23.0o-23.8oC, kelembaban udara berkisar antara 75-99 persen, tekanan udara rata-rata antara 1 009.0–1 011.0 mb. Arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0.5 m/detik dengan arah ke timur sampai tenggara, sedangkan pada musim timur kecepatan maksimum 0.5 m/detik. Suhu air permukaan pada musim barat berkisar antara 28.5o–30oC, sedangkan pada musim timur suhu permukaan antara 28.5o–31oC. Salinitas permukaan berkisar antara 30 o
/oo – 34 o/oo baik pada musim barat maupun pada musim timur. Umumnya keadaan geologi di Kepulauan Seribu terbentuk dari batuan
kapur, karang/pasir dan sedimen yang berasal dari P. Jawa dan Laut Jawa, berupa susunan bebatuan malihan atau metamorfosa dan batuan beku, di atas batuan
dasar diendapkan sedimen epiklastik, menjadi dasar pertumbuhan gamping terumbu Kepulauan Seribu. Sebagian besar terumbu karang yang ada masih mengalami
pertumbuhan.
Tata
ruang
peruntukan
kawasan
Kepulauan
sebagaimana yang telah di atur dalam SK Gubernur nomor 1814 Tahun 1989 dan Perda DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1992, ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Peruntukan Kawasan Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta No 1 2 3
4
Peruntukkan Rekreasi dan Pariwisata Perumahan Penyempurna Hijau Bangunan a Perikanan b Air Strip c Fasilitas Pendukung Penambangan d Pos Kamla e Perambuan LL f Pusat Pemerintahan g Wisma Kepresidenan h Penelitian Laut PHU (Penyempurna Hijau Umum) a Cagar Alam b Penghijauan Jumlah
Jumlah Pulau 45 9
Luas Ha % 403.46 44.35 189.44 20.82
1 1 1 1 5 1 1 3
11.25 12.92 12.92 37.70 29.12 6.00 37.70 3.08
1.24 1.42 1.42 4.14 3.20 0.66 4.14 0.34
15 27
127.41 38.80
14.00 4.26
110
909.80
100.00
Sumber: Filosofi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kepulauan Seribu (2001).
Terdapat 45 pulau yang diperuntukkan untuk rekreasi dan pariwisata, empat diantaranya dikelola oleh Pemda melalui Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Sudin Pariwisata), 11 dioperasikan untuk kegiatan wisata umum sisanya kelola secara private. Sedangkan dari sembilan pulau yang diperuntukkan sebagai perumahan (pemukiman) terdapat dua pulau yang telah berkembang menjadi objek wisata bahari yang dikelola oleh masyarakat lokal, yaitu P. Untung Jawa di wilayah Selatan dan P. Pramuka di wilayah Utara. Sejauh ini kebijakan
pengembangan pariwisata Kepulauan Seribu, telah ditetapkan dalam Renstra Kabupaten, pengembangannya dibagi dalam dua wilayah, yaitu: 1. Kawasan Pengembangan Utara (KPU) yang berlokasi di sekitar TNLKS dan ditetapkan sebagai pengembangan Kawasan Wisata Bahari Eksklusif, dengan segmen pasar wisata mancanegara dan menengah ke atas, pertimbangannya adalah kawasan ini memiliki lingkungan sumberdaya laut yang alami, ditunjang dengan salinitasi air yang jernih, kaya akan habitat terumbu karang dan panorama dasar laut yang mempesona. 2. Kawasan Pengembangan Selatan (KPS) yang lokasinya berdekatan dengan Teluk Jakarta, ditetapkan sebagai kawasan pengembangan wisata massal dengan target pasarnya adalah wisatawan kelas menengah ke bawah, obyek utama yang disajikan berupa wisata sejarah dan konservasi serta kegiatan masyarakat nelayan yang berada pada Kawasan Desa Wisata P. Untung Jawa. Penelitian ini difokuskan kepada kegiatan wisata bahari pada dua pulau yang telah mengembangkan wisata bahari berbasis masyarakat lokal, yaitu P. Untung Jawa sebagai perwakilan pulau di wilayah KPS dan P. Pramuka sebagai perwakilan pulau di wilayah KPU. Masing-masing daerah memiliki perbedaan dalam atraksi wisata yang ditawarkan (supply wisata), jumlah kunjungan (demand wisata), karakteristik wisatawan (kondisi sosial ekonomi), bentuk dan jumlah unit usaha, keterlibatan tenaga kerja lokal, sikap masyarakat serta persepsi serta perspektif para stakeholder. Selain itu dampak ekonomi yang tercipta dari kegiatan wisata di setiap wilayah pun berbeda.
5.2 Gambaran Umum Wisatawan Wisatawan yang berkunjung ke P. Untung Jawa umumnya berasal dari sekitar kota Tangerang dan Jakarta Barat, hasil penelitian menunjukkan sekitar 50 persen dari pengunjung berasal dari Provinsi Banten. Tujuan utama wisatawan adalah menikmati pantai atau berwisata kuliner ikan bakar. Umumnya mereka datang bersama rombongan yang umumnya pasangan muda-mudi dan keluarga (6-10 orang). Umumnya mereka menggunakan transportasi pribadi (motor) dan setelah memarkir kendaraannya di Dermaga Tanjung Pasir, melanjutkan perjalanan dengan kapal nelayan. Karena waktu perjalanan di laut yang relatif singkat (± 30 menit) dan umumnya wisatawan berada di lokasi kurang dari lima jam, maka wisatawan yang berkunjung umumnya tidak menginap. Wisatawan yang menginap umumnya berasal dari luar Jakarta atau yang menempuh waktu perjalanan lebih dari delapan jam untuk pulang pergi atau memiliki tujuan rekreasi khusus, seperti memancing di malam hari. Wisatawan yang berkunjung ke P. Pramuka berasal dari sekitar Jabodetabek dan sebagian besar berasal dari Jakarta. Tujuan utama wisatawan adalah menikmati panorama bawah laut melalui aktivitas snorkling, diving dan memancing. Hasil penelitian menunjukkan umumnya mereka datang dengan rombongan yang jumlahnya 6-10 orang atau 11-20 orang, umumnya mereka tergabung dalam kelompok penyelam (diving club), ataupun rombongan tur wisata. Umumnya wisatawan menggunakan transportasi pribadi dan dilanjutkan dengan kapal pesiar ataupun kapal nelayan dan karena lokasinya yang cukup jauh umumnya wisatawan menempuh perjalanan sekitar 5-10 jam untuk pulang pergi
sehingga sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke P. Pramuka akan menginap. Usia dan pekerjaan utama dari wisatawan kedua pulau menunjukkan pola yang sama, yaitu umumnya wisatawan berusia muda (19-30 tahun), didominasi oleh pria dan umumnya karyawan swasta. Berdasarkan pendidikan terakhir dan pendapatan, wisatawan di P. Pramuka umumnya memiliki pendidikan yang jauh lebih tinggi. Responden di P. Untung Jawa sebagian besar berpendidikan akhir Sekolah Menengah Umum (SMU) dan memiliki pendapatan per bulan berkisar antara Rp 2 000 000 - Rp 5 000 000 per bulan, sedangkan responden di P. Pramuka umumnya berpendidikan S1 bahkan tidak sedikit yang berpendidkan S2 serta memiliki pendapatan berkisar antara Rp 5 000 000 – Rp 10 000 000 per bulan. Wisatawan di P. Untung Jawa menghabiskan biaya rekreasi yang jauh lebih rendah dibandingkan wisatawan di P. Pramuka. Rata-rata wisatawan di P. Untung Jawa menghabiskan biaya kurang dari Rp 250 000 untuk satu kali kunjungan sedangkan wisatawan di P. Pramuka menghabiskan biaya Rp 250 000 Rp 500 000 bahkan sebagian lebih dari Rp 1 000 000. Hal ini selain diakibatkan biaya perjalanan yang jauh lebih tinggi, umumnya wisatawan yang berkunjung ke P. Pramuka dapat dipastikan menginap dan melakukan pengeluaran dalam penyewaan alat (untuk diving atau snorkling) dan konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan wisatawan di P. Untung Jawa. Berdasarkan gambaran di atas, merujuk penggolongan wisatawan menurut Smith (1977) maka berdasarkan tipologi interaksi (interactional type) yang menekankan pada sifat interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal
(Smith, 1977 dalam Pitana dan Gayatri, 2005), maka wisatawan di kedua pulau dapat diklasifikasikan pada kelompok berbeda. Wisatawan di P. Untung Jawa dapat digolongkan ke dalam kelompok Mass dan Charter. Mass adalah wisatawan yang bepergian ke daerah tujuan wisata dengan fasilitas yang sama di daerahnya atau bepergian ke daerah tujuan wisata dengan environmental buble yang sama dan interaksi dengan masyarakat lokal rendah kecuali dengan mereka yang langsung berhubungan dengan pariwisata. Sedangkan charter adalah wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata dengan lingkungan yang mirip dengan daerah asalnya, biasanya hanya untuk bersantai atau bersenang-senang dan bepergian dalam jumlah besar. Sedangkan wisatawan di P. Pramuka dapat digolongkan ke dalam kelompok Off-beat dan Incipient Mass. Off-beat adalah wisatawan yang mencari atraksi sendiri, tidak mau mengikuti ke tempat-tempat yang sudah ramai dikunjungi dan siap menerima fasilitas seadanya di tempat lokal. Incipient Mass adalah wisatawan yang melakukan perjalanannya secara individual atau kelompok kecil dan mencari daerah tujuan wisata yang mempunyai fasilitas standar tetapi masih menawarkan keaslian (authenticity). Wisatawan di P. Pramuka umumnya mencari lokasi baru di sekitar pulau untuk diving atau snorkling dan mereka tidak keberatan dengan fasilitas standar yang ditawarkan masyarakat lokal. Berdasarkan tipologi cognitive - normative (Plog, 1972 dalam Pitana dan Gayatri, 2005) yang menekankan motivasi yang melatarbelakangi perjalanan wisata, maka wisatawan di kedua pulau dapat dikelompokkan ke dalam kelompok Allocentric. Kelompok ini adalah wisatawan yang ingin mengunjungi tempat-
tempat yang belum diketahui, bersifat petualang (adventure) dan memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal. Selanjutnya tipe wisatawan ini dikelompokkan berdasarkan tipologi tingkat perhatiannya terhadap lingkungan. Gambar 8 menunjukkan tipologi wisatawan berdasarkan tingkat perhatiannya pada lingkungan (Holden 2001), dari tingkat terendah hingga tertinggi. Wisatawan di kedua pulau berada dalam kelompok yang berbeda. Wisatawan di P. Untung Jawa termasuk dalam kelompok Loungers yaitu wisatawan yang memiliki keterkaitan rendah dengan lingkungan. Wisatawan hanya berfokus kepada rekreasi dan kesenangan dimana contoh aktivitas kelompok ini adalah berjemur, berenang dan kehidupan malam. Wisatawan di P. Pramuka termasuk dalam kelompok Users yaitu kelompok wisatawan yang tertarik pada lingkungan pada tingkat dimana lingkungan memiliki ciri khas (spesial) yang menghasilkan berbagai aktivitas tertentu. Aktivitas kelompok wisatawan ini berdasarkan liburan, seperti scuba diving dan pengamatan satwa liar. Special Ecotourist
konservasi, penelitian
Eco-aware
menyukai alam dan budaya luar
Users
aktivitas liburan, menyelam
Loungers
berjemur, berenang
Sumber: Cleverdon (1999) dalam Holden (2001).
Gambar 8. Tipologi Wisatawan Berdasarkan Tingkat Perhatian terhadap Lingkungan
5.4 Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Objek Wisata Pariwisata menawarkan produk dan jasa. Produk wisata meliputi semua yang diperuntukkan atau dapat dikonsumsi oleh wisatawan selama melakukan kegiatan wisata. Jasa adalah layanan yang diterima wisatawan ketika mereka memanfaatkan (mengkonsumsi) produk tersebut. Produk dan jasa wisata tidak lepas dari unsur atraksi, aksesibilitas, amenitas dan hospitality. Semakin lengkap dan terintegrasinya unsur-unsur di atas maka semakin kuat posisi penawaran suatu objek wisata dalam kepariwisataan. Guna memperkuat posisi tersebut maka kualitas produk yang ditawarkan mutlak diperhatikan, dimana hal ini terkait dengan keunikan, otentisitas, originalitas dan keragaman. Penilaian wisatawan berupa persepsi terhadap unsur atraksi, aksesibilitas, amenitas dan hospitality, sangat penting untuk diketahui dan dievaluasi. Hal ini akan menjadi informasi yang penting bagi pengelola objek wisata agar dapat terus meningkatkan pelayanan para wisatawan. Kondisi sarana wisata di P. Untung Jawa dan P. Pramuka umumnya mendapat penilaian baik dari wisatawan. Secara umum, sarana yang kondisinya masih perlu ditingkatkan di P. Untung Jawa adalah toilet umum dan tourism center. Sedangkan di P. Pramuka beberapa sarana perlu dibangun karena sangat diperlukan wisatawan, seperti toilet umum, tempat duduk dan toko souvenir. Sarana lainnya seperti rumah makan, tempat penyewaan peralatan, telekomunikasi dan penginapan di kedua pulau dinilai sudah memadai, bahkan di P. Pramuka tersedia berbagai pilihan homestay dan tempat penyewaan peralatan yang kondisinya jauh lebih baik dibandingkan di P. Untung Jawa. Gambar 9 dan 10, menunjukkan penilaian wisatawan terhadap kondisi obyek wisata di kedua pulau.
Secara umum wisatawan di kedua pulau memberikan penilaian baik terhadap aksesibilitas menuju objek wisata, baik aksesibilitas dari darat maupun aksesibilitas antar pulau. Bahkan wisatawan di P. Pramuka yang harus menempuh perjalanan lima kali lebih lama di bandingkan ke P. Untung Jawa, umumnya menyatakan aksesibilitas sangat baik. Bagi wisatawan yang berasal dari sekitar Tangerang untuk menuju P. Untung Jawa tidaklah sulit. Setelah menempuh jalur darat melalui Tangerang hingga ke Tanjung Pasir maka perjalanan dilanjutkan dengan kapal nelayan menuju P. Untung Jawa selama lebih kurang 30 menit dengan biaya Rp 7 500 per orang. Penyebrangan tersedia dari pukul 8.00 hingga pukul 15.00 dengan asumsi kondisi cuaca baik. Demikian halnya untuk perjalanan pulang, tersedia kapal nelayan dari pulau menuju Tanjung Pasir dengan biaya dan waktu tempuh yang sama.
100%
Persepsi (Persen)
80%
60%
40%
20%
Sangat Baik 0% Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Tidak Ada
Sarana dan prasarana
Panorama alam
Akses
Keamanan
Sikap masyarakat
Pengelola obyek wisata
Atribut Wisata
Gambar 9. Persepsi Wisatawan pada Atribut Wisata di Pulau Untung Jawa
100%
Penilaian (Persen)
80%
60%
40%
20%
0%
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Tidak Ada
Sarana dan Panorama Aksesibilitas Keamanan Sikap Pengelola Prasarana alam masyarakat obyek lokal wisata Atribut Wisata
Gambar 10. Persepsi Wisatawan pada Atribut Wisata di Pulau Pramuka Wisatawan dapat memilih dua alternatif alat transportasi untuk menuju P. Pramuka, yaitu dengan kapal nelayan dari pelabuhan Muara Angke atau dengan kapal cepat (speed boat) dari Marina Ancol. Kapal nelayan (ojek kapal) di pelabuhan Muara Angke setiap hari (asumsi cuaca baik) akan berangkat dua kali sehari, yaitu pada pukul 7.00 dan pukul 11.00 dengan biaya Rp 25 000 per orang (harga hingga Maret 2008). Sedangkan kapal cepat yang merupakan kapal pesiar milik resort Sepa Island, akan berangkat satu kali dalam sehari yaitu pukul 8.00 dengan biaya Rp 100 000 per orang (harga hingga Maret 2008). Biaya menggunakan kapal cepat jauh lebih mahal dibandingkan kapal nelayan, hal ini dikarenakan waktu tempuh yang lebih singkat dan standar kenyamanan yang lebih baik. Bagi wisatawan yang berasal dari wilayah Bogor dan Jakarta sarana transportasi menuju P. Pramuka dapat dikatakan lebih mudah dibandingkan menuju P. Untung Jawa, namun sebaliknya bagi wisatawan dari Tangerang . Kondisi keamanan, sikap masyarakat dan pengelolaan obyek wisata sudah dinilai baik oleh wisatawan. Berdasarkan penilaian wisatawan terhadap tiga
kondisi tersebut, P. Pramuka dinilai lebih unggul dibandingkan di P. Untung Jawa. Kondisi P. Pramuka dirasakan lebih kondusif dan nyaman untuk berwisata. Akan tetapi dalam hal pengelolaan wisata, P. Untung Jawa dapat dikatakan lebih baik, karena pulau ini sudah menerapkan mekanisme pengelolaan kawasan wisata. Hal ini tidak lepas dari peran kuat pemerintah dalam menjadikan pulau ini sebagai Desa Wisata Bahari. Salah satu bentuk pengelolaan wisata terlihat dari adanya pengelolaan tiket masuk yang dikelola oleh beberapa warga yang ditunjuk oleh masyarakat P. Untung Jawa. Tiket masuk ini dikelola dan dihitung penerimaannya dalam setiap bulan. Penerimaan dari tiket dialokasikan untuk berbagai keperluan, yaitu pajak pendapatan, biaya operasional pegawai (gaji petugas jaga, keamanan dan kebersihan), biaya pembuatan tiket serta pembelian solar untuk genset gedung (panggung hiburan). Saldo dana ini selanjutnya didistibusikan, dimana 60 persen digunakan untuk penataan objek wisata dan 40 persen diserahkan kepada lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) Kelurahan P. Untung Jawa. Pembangunan dramaga dan fasilitas wisata di pulau ini, selain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), juga turut disumbang dari penerimaan tiket ini.
VI. DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM Dukungan terhadap pembangunan pariwisata umumnya didasarkan pada manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat setempat. Banyak pihak mengidentikkan manfaat ekonomi langsung (direct economic impact) dari kegiatan ini berkaitan erat dengan pengeluaran wisatawan. Ketika wisatawan mengeluarkan sejumlah uang, artinya mereka melakukan permintaan terhadap produk dan jasa di tingkat lokal (lokasi objek wisata) dan pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan (generate income) bagi masyarakat lokal. Demikian halnya dengan upaya pelengkapan sarana dan prasarana wisata, yang dilakukan oleh pemerintah, pada akhirnya juga bertujuan menciptakan pendapatan, kesempatan kerja serta penerimaan pajak pada suatu wilayah. Walaupun pariwisata tidak menghasilkan suatu kesempatan kerja yang paling menguntungkan atau memuaskan, namun pada beberapa lokasi objek wisata setidaknya tercipta sejumlah kesempatan kerja. Keberadaan investor dari luar wilayah yang melakukan investasi langsung di unit usaha wisata lokal juga memberikan manfaat, yaitu selain menciptakan kesempatan kerja juga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan pengetahuan berbisnis di wilayah tersebut. Dampak ekonomi dari wisata umumnya diukur dari keseluruhan pengeluaran wisatawan dalam akomodasi, konsumsi, perjalanan, souvenir dan pengeluaran lainnya. Data ini dapat diestimasi dari jumlah total hari kunjungan dari wisatawan dan juga pengeluaran rata-rata per hari dari wisatawan. Tentunya survei kepada wisatawan sangat dibutuhkan guna mengumpulkan informasi ini selain itu informasi terkait ketegori wisatawan juga sangat diperlukan. Estimasi
proporsi pengeluaran wisatawan terhadap kegiatan wisata akan menghadapi permasalahan serius pada wilayah yang menawarkan sejumlah atraksi wisata konvensional sebanyak destinasi wisata alam. Pengukuran jumlah wisatawan dan tingkat pengeluarannya semata dapat menjadi penilaian yang salah dalam pengukuran manfaat bersih ekonomi yang wisatawan hasilkan pada suatu wilayah. Pengukuran nilai ekonomi kegiatan pariwisata, dapat diukur melalui sejumlah pengeluaran wisatawan yang diterima oleh perekonomian lokal, tingkat kesempatan kerja yang dihasilkan dan keadilan pendistribusian manfaat ekonomi. Selain extra demand yang berasal dari pengeluaran langsung wisatawan di lokasi wisata, pendapatan dan kesempatan kerja yang diturunkan dalam aktivitas perekonomian berasal dari aliran siklis uang dan hal ini dikenal dengan efek pengganda (multiplier effect). Demikian halnya dengan dampak ekonomi dari kegiatan wisata di Kepulauan Seribu (spesifik lokasi P. Untung Jawa dan P. Pramuka) pun tercipta dari aliran uang yang berasal dari transaksi antara wisatawan dengan unit usaha setempat. Wisatawan membutuhkan berbagai keperluan dalam kegiatan rekreasinya, diantaranya akomodasi (homestay), konsumsi, penyewaan alat, transportasi lokal, souvenir dan jasa pemandu (guide). Jika kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh penduduk lokal melalui unit usaha yang didirikan maka terjadi transaksi ekonomi antara pendatang (wisatawan) dengan masyarakat lokal. Artinya terjadi aliran uang dari luar pulau ke dalam pulau. Jika hal ini terjadi terus menerus dan memberikan keuntungan kepada masyarakat lokal, maka tercipta manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal dari kegiatan wisata.
Tidak semua pengeluaran wisatawan untuk berekreasi sampai ke lokasi objek wisata. Sebagian transaksi terjadi di luar lokasi wisata yang dalam konteks ekonomi disebut dengan kebocoran ekonomi (economic leakage) dari total pengeluaran konsumen (Holden, 2001). Secara umum dilihat dari proporsi biaya rekreasinya, pengeluaran wisatawan yang berekreasi ke dua pulau tersebut mengalami economic leakage sebesar 50 persen berupa biaya perjalanan sedangkan sisanya merupakan pengeluaran yang terjadi di lokasi wisata (di dalam pulau). Secara spesifik, proporsi pengeluaran wisatawan yang sampai ke P. Untung Jawa lebih besar dibandingkan P. Pramuka. Rata-rata wisatawan di P. Untung Jawa menghabiskan 58 persen biaya rekreasinya di lokasi, sementara wisatawan di P. Pramuka menghabiskan 52 persen, sedangkan selebihnya merupakan biaya transportasi dan biaya lain yang dihabiskan di luar lokasi, seperti biaya tol, retribusi parkir dan biaya masuk kawasan wisata. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Smith dan Jenner (1992) yang ditunjukkan pada Tabel 5, mengenai proporsi penerimaan negara tujuan wisata terhadap biaya rekreasi (harga tur perjalanan) yang ditetapkan oleh tur operator. Tabel 5. Proporsi Harga Tur Operator yang Diterima oleh Daerah Tujuan Wisata (%) Negara Amerika Selatan Yunani India Utara Cina India Selatan
Proporsi 24-50 35-50 35 30-35 20
Sumber: Smith dan Jenner (1992) dalam Holden (2001).
Proporsi biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing wisatawan tentunya berbeda, tergantung pada tujuan berekreasi dan lokasi yang dituju. Jika dilihat
lebih rinci, terdapat perbedaan pada pola biaya rekreasi di antara wisatawan pada masing-masing lokasi. Gambar 11 menunjukkan wisatawan di P. Pramuka mengeluarkan proporsi biaya yang lebih tinggi untuk akomodasi dan penyewaaan alat dibandingkan wisatawan di P. Untung Jawa. Hal ini dikarenakan umumnya mereka melakukan wisata bawah laut (snorkling dan diving), sehingga dibutuhkan biaya sewa peralatan dan penginapan karena waktu tempuh menuju lokasi yang lebih lama. Sebaliknya wisatawan di P. Untung Jawa mengeluarkan proporsi biaya yang lebih tinggi untuk konsumsi di lokasi dan pembelian souvenir. Hal ini dikarenakan umumnya mereka hanya berekreasi di pantai dilanjutkan dengan
Untung Jawa
Pulau
Pramuka
berwisata kuliner bersama rombongan wisatanya.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
B. Pulang pergi B. Transportasi lokal B. Konsumsi B. Akomodasi B. Souvenir B. Sewa Alat B. Dokumentasi B. lain-lain
Persentase Biaya terhadap Biaya Total
Gambar 11. Perbandingan Persentase Masing-Masing Biaya terhadap Biaya Total Rekreasi yang Dikeluarkan Wisatawan
6.1 Dampak Ekonomi Langsung Aktivitas wisata di kedua pulau, hanya ramai pada akhir pekan dan hari libur nasional. Sehingga unit usaha yang ada hanya beroperasi pada hari-hari
tersebut, kecuali homestay yang buka setiap hari. Berdasarkan persentase pengeluaran wisatawan di lokasi maka dapat diperkirakan besarnya perputaran uang yang terjadi di dalam pulau, khususnya pada akhir pekan. Setiap bulannya, rata-rata jumlah pengunjung di P. Untung Jawa mencapai 3 200 orang. Bahkan pada saat hari raya Idul Fitri jumlah kunjungan dapat mencapai lebih dari 20 000 orang. Jika diasumsikan dalam satu pekan terdapat 800 dikurangi 100 pengunjung anak-anak usia sekolah, maka dalam satu pekan terdapat sekitar 700 pengunjung dewasa (yang sudah memiliki keputusan sendiri dalam pengeluaran wisata). Hasil penelitian menunjukkan pengeluran rata-rata wisatawan untuk satu kali kunjungan adalah Rp 174 253 per orang. Jika rata-rata jumlah pengunjung pada setiap akhir pekan di P. Untung Jawa adalah 700 orang maka total pengeluaran wisatawan sekitar Rp 121 000 000 dimana sekitar Rp 71 000 000 perputaran uang terjadi di dalam pulau dan sisanya merupakan economic leakage dari total pengeluaran wisatawan. Sedangkan di P. Pramuka, pada kondisi cuaca normal jumlah pengunjung dapat mencapai 400 orang per bulan atau 100 orang per pekan. Berbeda dengan wisatawan di P. Untung Jawa yang terdiri atas segala usia (anak-anak hingga dewasa), pengunjung di P. Pramuka umumnya adalah remaja dan dewasa, karena tujuan mereka berekreasi adalah untuk berwisata bawah laut. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pengeluaran untuk satu kali kunjungan adalah Rp 648 527 per orang. Artinya terjadi pengeluaran wisatawan sekitar Rp 64 000 000 per akhir pekan dimana sekitar Rp 34 000 000 perputaran uang terjadi di dalam pulau dan sisanya merupakan economic leakage.
Kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa walaupun jumlah wisatawan di P. Untung Jawa jauh lebih tinggi (perbandingan 7:1 dalam satu pekan), namun perputaran uang yang terjadi di P. Pramuka tidak jauh berbeda (perbandingan 2:1 dalam satu pekan). Hal ini menunjukkan bahwa jarak yang lebih jauh dan jumlah kunjungan yang lebih rendah di P. Pramuka bukan merupakan kendala bagi masuknya manfaat ekonomi ke objek wisata tersebut. Perbedaan komposisi pengeluaran wisatawan terhadap masing-masing komponen biaya di kedua pulau dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Estimasi Aliran Uang pada Akhir Pekan dari Kegiatan Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008
Jenis Biaya Pulang pergi Transportasi local Konsumsi Akomodasi Souvenir Sewa alat Dokumentasi Lain (tol, parkir, tiket) Biaya total
P. Untung Jawa 38 700 390 3 583 150 23 578 561 6 199 689 6 676 487 375 414 876 721 11 986 688 121 977 100
(Rupiah) P. Pramuka Keterangan 28 466 468 Non lokal 9 670 469 Lokal 7 498 017 Lokal 11 713 396 Lokal 1 988 317 Lokal 3 136 762 Lokal 202 056 Lokal 2 177 215 Non lokal 64 852 700
Ket: diasumsikan pengeluaran wisatawan di P. Untung Jawa Rp 174 253 per orang dan di P. Pramuka Rp 648 527.
Tingginya perputaran uang yang terjadi membuka peluang usaha bagi penduduk lokal. Khususnya pemilik modal setempat yang berinisisatif untuk membuka unit usaha terkait dengan pemenuhan kebutuhan wisatawan. Walaupun unit usaha yang tercipta hanya sektor informal, berskala kecil dan hanya ramai saat akhir pekan dan hari libur, namun unit usaha yang tercipta di kedua pulau cukup banyak dan dapat memenuhi kebutuhan para wisatawan. Unit usaha yang tercipta di kedua pulau antara lain adalah kios ikan bakar, catering, akomodasi
(homestay), souvenir, transportasi lokal dan pengrajin oleh-oleh. Terkait objek wisata yang ditawarkan, terdapat beberapa unit usaha yang hanya terdapat di lokasi tertentu, misalnya di P. Untung Jawa banyak terdapat pedagang kaki lima, sedangkan di P. Pramuka terdapat beberapa unit usaha penyewaan alat (untuk diving dan snorkling) dan jasa pemandu (guide). Jumlahnya unit usaha yang ada di P. Untung Jawa jauh lebih banyak karena jumlah wisatawan pun jauh lebih tinggi. Sebaran jumlah unit usaha dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran Unit Usaha pada Objek Wisata Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008
Unit Usaha Rumah makan ikan bakar / catering Pedagang souvenir Pedagang kaki lima Pedagang mainan anak Jasa Transportasi Laut Jasa Penginapan (Homestay) Penyewaan alat Pemandu (guide) Cuci cetak film / digital Penyewaan alas (tikar) Pengrajin oleh-oleh Jumlah
P. Untung Jawa 15 8 72 5 63 32 4 1 18 3 218
(Unit) P. Pramuka 7 2 15 22 5 12 3 68
Sumber: Suku Dinas Pariwisata Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (2007) dan Hasil Pengamatan Lapang.
Unit usaha yang ada di kedua lokasi wisata merupakan pihak penerima dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan. Hasil penelitian menunjukkan umumnya unit usaha yang ada di kedua pulau memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu: (1) umumnya dimiliki oleh warga asli pulau, (2) telah berusaha 1 hingga 4 tahun, (3) sebelumnya telah memiliki unit usaha di pulau tetapi dengan skala usaha yang lebih rendah, (4) tidak memiliki mata pencaharian lain di luar unit usaha yang dimiliki dan tidak melakukan investasi di luar pulau,
(5) investasi awal berkisar Rp 1 000 000 – Rp 5 000 000 dan investasi terbesar dilakukan oleh pemilik homestay, serta (6) pendapatan pemilik berkisar Rp 1 000 000 per bulan. Keenam ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa unit usaha yang ada di kedua pulau merupakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pemilik homestay melakukan investasi terbesar karena untuk membangun sebuah homestay diperlukan biaya yang cukup tinggi terkait dengan biaya bahan baku dan biaya transportasi, namun bila jumlah kunjungan tinggi maka pendapatan yang diterima pemilik homestay juga jauh lebih tinggi dibandingkan pendapatan dari unit usaha yang lain. Secara kasat mata terlihat pemilik homestay secara ekonomi lebih sejahtera dibandingkan warga yang memiliki mata pencaharian lain. Umumnya pemilik homestay ini memiliki pekerjaan sipil penuh seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS). Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan tentunya meningkatkan pula aktivitas ekonomi yang dipicu oleh pengeluaran wisatawan. Aliran uang hasil transaksi yang terjadi pun semakin tinggi. Bagi pemilik, penerimaan (total revenue) dari unit usaha selanjutnya akan digunakan kembali untuk menjalankan aktivitas unit usaha tersebut. Dalam melakukan produksinya, unit usaha ini membutuhkan bahan baku (input), baik yang tersedia di dalam pulau (lokal) maupun yang berasal dari luar pulau (non lokal). Penggunaan input akan terkait dengan sejumlah biaya guna menyediakan input tersebut. Komponen biaya yang utama dari unit usaha ini adalah biaya pembelian input, upah tenaga kerja, pembelian peralatan, biaya operasional harian (listrik dan air), pengembalian kredit, biaya transportasi dan pajak atau retribusi yang dibayar ke pemerintah setempat. Keuntungan yang diterima oleh pemilik (pendapatan pemilik) adalah
penerimaan total dikurangi dengan total biaya. Hasil penelitian menunjukkan, proporsi terbesar terhadap penerimaan unit usaha adalah pendapatan pemilik sedangkan pajak dan retribusi merupakan bagian yang terkecil. Adapun proporsi pendapatan pemilik dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi terhadap Penerimaan Total pada Unit Usaha Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 (%) Proporsi terhadap Penerimaan Total Komponen Keterangan P. Untung Jawa P. Pramuka Pendapatan pemilik 42.7 54.6 Lokal Upah tenaga kerja 9.4 5.3 Lokal Pembelian input 34.0 26.2 Non lokal Pembelian peralatan 3.6 3.3 Non lokal Biaya operasional 2.1 4.4 Non lokal Pengembalian kredit 5.1 1.9 Non lokal Biaya transportasi lokal 3.0 3.0 Lokal Retribusi 0.2 1.4 Non lokal Dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan dirasakan langsung oleh pemilik unit usaha. Dampak ekonomi ini berupa pendapatan pemilik dari unit usaha di masing-masing lokasi. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pendapatan pemilik di kedua lokasi tidak jauh berbeda. Proporsi pendapatan di P. Untung Jawa adalah 42.7 persen dan di P. Pramuka sebesar 54.6 persen. Jika dibandingkan proporsi di P. Untung Jawa sedikit lebih rendah, hal ini diakibatkan karena jumlah unit usaha yang terdapat di pulau ini lebih banyak, sehingga terjadi persaingan antar pemilik dan akibatnya sering terjadi tawar menawar antar pemilik usaha dan wisatawan. Sebaliknya unit usaha yang
memberikan jasa kepada wisatawan di P. Pramuka relatif sedikit sehingga bergaining position-nya lebih tinggi dibandingkan wisatawan serta mampu menetapkan harga. Perbandingan kisaran jumlah pendapatan yang diterima oleh unit usaha dan tenaga kerja di masing-masing unit usaha yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Secara umum jumlah pendapatan yang diterima unit usaha di P. Pramuka lebih tinggi dibandingkan di P. Untung Jawa. Hal ini dikarenakan di P. Pramuka jumlah unit usaha yang tersedia terbatas (sedikit) dan pengeluaran wisatawan yang lebih tinggi. Pendapatan tertinggi di P. Untung Jawa terjadi di unit usaha homestay, sedangkan di P. Pramuka adalah penyewaan alat. Unit usaha kapal snorkling dan gerobak hanya terdapat di P. Pramuka. Tabel 9. Perbandingan Kisaran Pendapatan Pemilik Unit Usaha Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka (Rp/Bulan) Unit Usaha Kios Catering/Rumah Makan Homestay Souvenir/Makanan Lokal Ojek Kapal Sewa Alat Kios Pinggir Pantai Kapal Snorkling Gerobak
Pendapatan Pemilik P. Untung Jawa P. Pramuka 200 000 - 2 000 000 500 000 - 3 000 000 300 000 - 1 200 000 400 000 - 3 000 000 150 000 - 8 000 000 300 000 - 3 500 000 250 000 - 850 000 200 000 - 1 200 000 900 000 - 1 000 000 900 000 - 1 500 000 500 000 - 600 000 2 000 000 - 6 000 000 200 000 - 2 000 000 na na 600 000 - 1 500 000 na 400 000 - 500 000
na: not available (data tidak tersedia).
Sedangkan untuk perbandingan pendapatan tenaga kerja lokal, secara umum tidak jauh berbeda. Beberapa unit usaha seperti makanan lokal dan kios, umumnya tidak memiliki tenaga kerja tetap. Secara umum pendapatan yang diterima masih rendah berkisar antara Rp 200 000 – Rp 600 000 per bulan.
Pendapatan tenaga kerja lokal tertinggi di P. Untung Jawa terjadi pada unit usaha homestay, sedangkan di P. Pramuka adalah tenaga kerja yang bekerja di unit usaha penyewaan alat (sebagai guide lokal). Tabel 10. Perbandingan Kisaran Pendapatan Tenaga Kerja Lokal pada Unit Usaha Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008
Unit Usaha Kios Catering/Rumah Makan Homestay Souvenir/Makanan Lokal Ojek Kapal Sewa Alat Kios Pinggir Pantai Pengelola Wisata
(Rp/Bulan) Pendapatan Tenaga Kerja Lokal P. Untung Jawa P. Pramuka 120 000 - 200 000 na 160 000 - 600 000 200 000 - 400 000 200 000 - 800 000 300 000 - 500 000 70 000 - 250 000 na na na na 200 000 - 500 000 100 000 - 200 000 na 200 000 - 700 000 na
na: not available (data tidak tersedia)
Bagi pemilik modal, tingginya jumlah kunjungan dan perputaran uang yang terjadi merupakan insentif untuk membuka unit usaha di kedua pulau. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya warga yang membangun homestay, membuka kios dan rumah makan di P. Untung Jawa. Sementara di P. Pramuka, juga ditunjukkan oleh pembangunan homestay, baik oleh masyarakat setempat, maupun oleh investor dari luar pulau. Jika dilihat lebih jauh, terdapat perbedaan dalam tipe homestay yang dimiliki oleh investor luar pulau di P. Pramuka. Umumnya homestay yang dibangun berskala besar (terdiri beberapa kamar) dan dengan fasilitas yang tidak jauh berbeda dengan hotel. Sedangkan homestay yang dibangun oleh masyarakat lokal, umumnya menyatu dengan tempat tinggal pemilik atau lokasinya dekat dengan tempat tinggal pemilik serta dengan fasilitas standar. Seluruh kondisi
tersebut menandakan bahwa secara ekonomi di mata investor kedua pulau memiliki prospek yang bagus untuk berinvestasi dalam sektor pariwisata. Pendirian unit usaha yang semakin banyak diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal yang umumnya memiliki modal dan keahlian yang terbatas. 6.2 Dampak Ekonomi Tak Langsung Keberadaan unit usaha di lokasi wisata membuka kesempatan kerja baru bagi penduduk lokal. Walaupun unit usaha yang ada di kedua pulau umumnya dikelola langsung oleh pemiliknya, namun pada waktu-waktu tertentu tetap dibutuhkan sejumlah tenaga kerja tambahan. Tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung pada jumlah wisatawan dan kondisi musim. Umumnya satu unit usaha memerlukan dua hingga tiga orang tenaga kerja tambahan bahkan bisa lebih pada saat jumlah kunjungan wisatawan tinggi. Beberapa unit usaha yang rutin memerlukan tenaga kerja adalah rumah makan (catering), homestay, penyewaan alat, pengrajin keripik, toko souvenir dan transportasi laut. Sedangkan pedagang kaki lima dan penyewaan tikar mengelola sendiri usahanya. Walaupun kesempatan kerja yang tercipta bersifat seasonal (hanya hari libur dan akhir pekan), dampaknya pada penyerapan tenaga kerja lokal sangat berarti. Bahkan pada musim kunjungan (peak season). Peningkatan jumlah wisatawan membuka kesempatan kerja paruh waktu (part time job) seperti yang terjadi pada unit usaha kios ikan bakar di P. Untung Jawa serta jasa tourist guide di P. Pramuka. Tingginya jumlah pengunjung berdampak positif berupa terbukanya kesempatan kerja tenaga kerja di unit usaha rumah makan, transportasi
lokal, penyewaan alat dan homestay. Tidak seperti homestay yang sedikit menyerap TK, usaha rumah makan atau catering ternyata membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, yang umumnya dikelola oleh ibu rumahtangga. Sejauh ini, kebutuhan sumberdaya manusia masih dapat dipenuhi oleh penduduk pulau. Kesempatan bekerja dan berusaha di sektor pariwisata terbuka lebar bagi ibu rumahtangga yang sehari-hari tidak bekerja dan pemuda setempat yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Ibu rumahtangga, umumnya bekerja paruh waktu pada rumah makan (catering) serta pengrajin oleh-oleh (kripik sukun dan manisan ciremai). Sementara anak muda bekerja sebagai guide dan Anak Buah Kapal (ABK) antar pulau. Tidak seperti sumberdaya manusia yang banyak tersedia, bahan pangan baik untuk kebutuhan usaha maupun konsumsi masyarakat sehari-hari, masih harus dipenuhi dari luar pulau, mengingat di kedua pulau tersebut tidak terdapat kegiatan pertanian yang menghasilkan bahan pangan. Hingga saat ini hanya ikan yang dihasilkan dari sekitar pulau, sedangkan bahan baku pangan lainnya masih harus didatangkan dari luar pulau (Jakarta untuk P. Pramuka dan Tangerang untuk P. Untung Jawa). Tenaga kerja yang bekerja di unit usaha adalah penerima dampak tidak langsung dari pengeluaran wisatawan, yaitu berupa upah yang diterima dari unit usaha tempat mereka bekerja. Lebih lanjut, jumlah kesempatan bekerja di P. Untung Jawa lebih banyak dan lebih beragam jenisnya dibandingkan kesempatan bekerja yang tercipta di P. Pramuka. Hal ini disebabkan P. Untung Jawa telah menjadi tujuan wisata andalan yang telah banyak dikunjungi oleh para wisatawan.
Tabel 11 menunjukkan jumlah unit usaha yang tercipta dan tenaga kerja yang bekerja pada unit usaha terkait wisata bahari. Tabel 11. Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja pada Unit Usaha Terkait Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 Keterangan Jumlah unit usaha (unit) Jumlah Tenaga Kerja (orang) Luas (Ha) Jumlah Penduduk (orang)
Lokasi P. Untung Jawa 218 389 40.1 1 558
P. Pramuka 68 115 16 906
Secara umum, tenaga kerja lokal yang turut bekerja di unit usaha yang ada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut, (1) sebelumnya tidak bekerja, (2) pekerjaan yang dimiliki merupakan pekerjaan utama walaupun bersifat musiman (bekerja pada akhir pekan dan hari libur), (3) memiliki jam kerja yang relatif panjang yaitu antara 8-14 jam per hari dan (4) mendapatkan upah mingguan dengan kisaran Rp 50 000 - 100 000 per minggu atau pendapatan rata-rata per bulan antara Rp 200 000 - Rp 500 000. Walaupun pendapatan yang diperoleh jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR), namun kegiatan wisata di kedua pulau dinilai dapat memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat lokal. Selanjutnya dari sudut pandang sosial ekonomi, tenaga kerja di kedua pulau memiliki perbedaan karakteristik. Secara umum tenaga kerja di P. Untung Jawa adalah wanita dengan usia 25-45 tahun, telah menikah dan memiliki tingkat pendidikan hanya Sekolah Dasar (SD). Sedangkan umumnya tenaga kerja di P. Pramuka adalah pria dengan kisaran usia 17-35 tahun, telah menikah dan berpendidikan hingga Sekolah Menengah Umum (SMU). Adanya perbedaan tingkat pendidikan masyarakat yang lebih baik di P.
Pramuka karena di pulau tersebut telah tersedia SMU, sementara di P. Untung Jawa walaupun lokasinya lebih dekat ke daratan tidak tersedia sekolah setingkat SMU. Selain pendidikan formal, sebagian tenaga kerja lokal di kedua pulau telah memperoleh pendidikan informal berupa pelatihan-pelatihan yang terkait peningkatan keterampilan tenaga kerja lokal agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wisatawan. Pemilik unit usaha dan tenaga kerja di P. Untung Jawa umumnya telah mendapat pelatihan dari Sudin Pariwisata, sedangkan bagi pemilik dan tenaga kerja di P. Pramuka, pelatihan diperoleh dari Sudin Pariwisata, Balai TNLKS dan LSM. Hingga saat ini pelatihan ini terus dilakukan, dengan tujuan untuk terus meningkatkan keterampilan tenaga kerja agar mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada wisatawan dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan jumlah wisatawan. Dampak ekonomi tidak langsung (indirect effect) dapat dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha untuk penyediaan sumberdaya (tenaga kerja dan bahan baku) terhadap penerimaan. Secara umum, pengeluaran terbesar dari unit usaha di kedua pulau adalah untuk pembelian input (bahan baku). Tabel 8 menunjukkan pengeluaran pembelian input di P. Untung Jawa sebesar 34 persen sedangkan di P. Pramuka sebesar 26.2 persen. Proporsi pembelian input yang lebih tinggi di P. Untung Jawa disebabkan sebagian besar unit usaha di P. Untung Jawa adalah rumah makan (catering) sedangkan di P. Pramuka sebagian besar unit usaha adalah penyewaan alat dan homestay yang tidak banyak membutuhkan input.
Dampak ekonomi tidak langsung (indirect effect) juga dapat dilihat dari proporsi upah tenaga kerja terhadap penerimaan unit usaha. Tabel 9 menunjukkan direct spending wisatawan yang sampai ke tenaga kerja lokal hanya sekitar 9.4 persen di P. Untung Jawa dan 5.3 persen di P. Pramuka. Persentase yang lebih tinggi di P. Untung Jawa dikarenakan di pulau tersebut jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang bekerja di wisata jauh lebih tinggi dibandingkan di P. Pramuka. Jika dilihat lebih lanjut proporsi upah tenaga kerja lokal jauh lebih rendah dibandingkan pendapatan pemilik. Hal ini diakibatkan karena umumnya unit usaha yang ada berskala kecil dan dikelola sendiri oleh pemiliknya (tidak membutuhkan tenaga kerja). Berdasarkan komponen lokal dan non lokal maka direct spending wisatawan yang benar-benar dirasakan penduduk lokal (di dalam pulau hanya) sekitar 55 hingga 63 persen, yaitu berupa pendapatan bagi pemilik unit usaha, upah tenaga kerja lokal dan pengeluaran tranportasi lokal. Selebihnya merupakan biaya penyediaan sumberdaya untuk aktivitas unit usaha yang tidak diterima oleh masyarakat lokal (leakage). Biaya ini terkait dengan pembelian input dan peralatan dari luar pulau (Jakarta dan Tangerang), pengembalian kredit dan pembayaran pajak dan retribusi. Dampak ekonomi tidak langsung yang diperlihatkan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dari keseluruhan aliran uang yang tercipta, manfaat yang dirasakan oleh penduduk lokal yang tidak memiliki akses terhadap modal, sangat rendah. Berbeda dengan pemilik modal yang mampu memperoleh proporsi sekitar 42-54 persen maka penduduk yang tidak memiliki akses terhadap modal hanya
memperoleh manfaat sekitar 8-13 persen (terdiri dari 5-9 persen dalam bentuk upah tenaga kerja lokal dan sekitar 3 persen untuk transportasi lokal). Data di atas menunjukkan kegiatan wisata alam memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat, namun nilainya masih rendah. Terlihat pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja lokal sangat rendah. Hal ini diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) sifat kegiatan wisata di kedua pulau yang hanya ramai di hari-hari tertentu (seasonal) dan (2) jam kerja yang tidak tentu dimana part time job lebih tinggi dibandingkan full time job, sehingga dampak ekonomi yang tercipta pun sangat tergantung pada jumlah wisatawan. 6.3 Dampak Ekonomi Induced Selain dampak ekonomi langsung dan tidak langsung, kegiatan wisata alam juga menghasilkan dampak induced. Dampak ini merupakan dampak lanjut dari pendapatan yang diperoleh tenaga kerja lokal dari unit usaha tempat mereka bekerja. Dampak ini berasal dari pengeluaran sehari-hari tenaga kerja lokal. Rendahnya pendapatan yang diperoleh mengakibatkan pendapatan tersebut hanya mencukupi untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Sebagian besar tenaga kerja lokal menyatakan bahwa pendapatan yang mereka terima habis untuk makan bahkan tidak cukup sehingga untuk menutupi kekurangan biaya hidup sehari-hari mereka mengandalkan pendapatan lain (pendapatan suami) dari luar kegiatan wisata. Tabel 12 menunjukkan proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja terhadap kebutuhan sehari-hari di kedua pulau dimana pengeluaran untuk konsumsi adalah yang paling utama. Proporsi pengeluaran untuk pangan harian di kedua pulau sekitar 86 persen sisanya untuk biaya transportasi, biaya retribusi dan biaya lain
seperti membayar biaya sekolah anak. Biaya transportasi lebih tinggi di P. Pramuka, hal ini dikarenakan lokasi pulau yang relatif jauh dari daratan Jakarta, sehingga biaya transportasi pun jauh lebih tinggi. Tabel 12. Proporsi Rata-Rata Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal Terhadap Penerimaan di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 (%) Komponen Kebutuhan pangan harian Biaya transportasi Retribusi dan pajak Biaya lainnya
Proporsi terhadap Penerimaan P. Untung Jawa P. Pramuka 86 86 4 8 1 10 5
Keterangan Lokal Lokal Lokal Lokal
6.4 Nilai Pengganda dari Pengeluaran Wisatawan Estimasi dampak pengganda (multiplier) dan kebocoran dengan tingkat akurasi yang tinggi sangat sulit dilakukan. Tingkat kesempurnaan dan kebakuan model multiplier masih dalam perdebatan. Ketidaksempurnaan data terkadang menjadi alasan utama rendahnya kredibilitas analisis multiplier (Mathiesen dan Wall, 1982). Dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan yang terjadi di kedua pulau dapat diukur dengan menggunakan nilai efek pengganda atau multiplier dari aliran uang yang terjadi. Terdapat dua nilai pengganda berdasarkan META (2001) dalam mengukur dampak ekonomi kegiatan pariwisata di tingkat lokal, yaitu: (1) Keynesian Local Income Multiplier yang menunjukkan seberapa besar pengeluaran wisatawan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan (2) Ratio Income Multiplier yang menunjukkan seberapa besar dampak
langsung yang dirasakan dari pengeluaran wisatawan berdampak pada keseluruhan ekonomi lokal. Nilai pengganda mengukur dampak langsung, tidak langsung dan induced. Hasil penelitian menunjukkan dari keseluruhan nilai pengganda di P. Untung Jawa memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai di P. Pramuka. Tabel 13 menunjukkan nilai Keynesian Local Income multiplier di P. Untung Jawa sebesar 1.85 artinya peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar 1 rupiah akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 1.85 rupiah. Sedangkan nilai di P. Pramuka sebesar 1.16, artinya peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar 1 rupiah akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 1.16 rupiah. Tabel 13. Nilai Multiplier dari Aliran Uang Kegiatan Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Tahun 2008 Kriteria Keynesian Local Income multiplier Ratio Income Multiplier Tipe 1 Ratio Income Multiplier Tipe 2
Nilai Multiplier P. Untung Jawa P. Pramuka 1.85 1.16 1.47 1.40 1.94
1.78
Nilai Ratio Income Multiplier Tipe 1 di P. Untung Jawa sebesar 1.47, artinya peningkatan 1 rupiah pendapatan unit usaha dari pengeluaran wisatawan akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1.47 rupiah pada total pendapatan masyarakat yang meliputi dampak langsung dan tidak langsung (berupa pendapatan pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal), demikian halnya dengan nilai di P. Pramuka. Sedangkan nilai Ratio Income Multiplier Tipe 2 di P. Untung Jawa sebesar 1.94 artinya peningkatan 1 rupiah pengeluaran wisatawan akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1.94 rupiah pada total pendapatan masyarakat
yang meliputi dampak langsung, tak langsung dan induced (berupa pendapatan pemilik unit usaha, pendapatan tenaga kerja lokal dan pengeluarannya untuk konsumsi di tingkat lokal), demikian halnya dengan nilai di P. Pramuka. Beberapa literatur menyatakan Ratio Income Multiplier ini juga dikenal sebagai ortodox tourism income multiplier, yang menunjukkan kaitan antara tambahan pengeluaran wisatawan dan perubahannya sebagai hasil dari tingkat pendapatan pada perekonomian (Vanhove, 2005). Multiplier ortodox memiliki tingkat kepraktisan dalam penghitungan dan nilainya menunjukkan keterkaitan internal dalam ekonomi lokal. Multiplier
keynesian
ini
merupakan
pengganda
terbaik
yang
menggambarkan dampak keseluruhan dari peningkatan pengeluaran wisatawan pada perekonomian lokal (META, 2001). Income multiplier secara umum mengukur tambahan pendapatan (gaji, upah, sewa, bunga dan profit) dalam perekonomian sebagai hasil dari peningkatan pengeluaran wisatawan (Cooper et al. 1998). Secara keseluruhan nilai pengganda di P. Untung Jawa lebih tinggi dibandingkan nilai di P. Pramuka. Hal ini diakibatkan oleh beberapa fakta, yaitu: (1) jumlah kunjungan di P. Untung Jawa jauh lebih tinggi walaupun rata-rata pengeluaran per wisatawan lebih rendah, (2) jumlah unit usaha yang ada di P. Untung Jawa lebih banyak, dan (3) unit usaha di P. Untung Jawa umumnya mempekerjakan tenaga kerja lokal tidak seperti di P. Pramuka. Selain itu tersedianya sarana wisata yang relatif lengkap dan besarnya peran pemerintah dalam pembangunan sarana wisata di P. Untung Jawa turut berperan dalam meningkatkan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat lokal.
Oleh karena itu, aktivitas wisata alam di P. Pramuka tidak dapat dipandang sebelah mata. Walaupun belum mendapat perhatian serius dari Pemda, namun kegiatan ini turut berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat lokal dan hal ini ditunjukkan
oleh
nilai
multiplier
pendapatan.
Pariwisata
alam
layak
dikembangkan di P. Pramuka dan agar manfaat ekonominya meningkat maka dibutuhkan peran proakktif dari Pemda. 6.5 Dampak Aktifitas Wisata Bagi Masyarakat Pulau Hingga saat ini kedatangan wisatawan di kedua pulau disambut baik oleh penduduk lokal. Jika melihat iritation index dari Doxey (1976) mengenai perubahan sikap masyarakat lokal terhadap wisatawan secara linier maka, sikap masyarakat di kedua pulau dapat digolongkan ke dalam euphoria dan apathy. Euphoria ditunjukkan dengan kondisi dimana kedatangan wisatawan diterima dengan baik, hal ini umumnya terjadi pada fase awal pengembangan pariwisata suatu daerah dan umumnya tujuan wisata belum mempunyai perencanaan. Sedangkan apathy ditunjukkan oleh kondisi masyarakat yang menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan didominasi oleh hubungan komersial. Perencanaan yang dilakukan pada fase ini umumnya hanya menekankan aspek pemasaran. Bagi penduduk lokal yang tidak terkait dengan kegiatan wisata, umumnya menilai keberadaan wisatawan memberikan dampak bagi masyarakat lokal khususnya dalam meningkatkan pendapatan. Walaupun beberapa masyarakat di P. Pramuka menyatakan terganggu dengan keberadaan wisatawan, secara umum masyarakat di kedua pulau tidak merasa dirugikan dengan keberadaan wisatawan.
Rasa ketergangguan masyarakat umumnya dikarenakan cara berpakaian para wisatawan
dan
tingkah
mempertimbangkan
norma
laku
wisatawan
masyarakat
yang
sekitar).
sedikit
bebas
Umumnya
(tidak
masyarakat
mengkhawatirkan dampaknya bagi kaum muda di wilayah tersebut. Keuntungan yang dirasakan masyarakat lokal dari pariwisata, pada praktiknya masih terbatas. Kesempatan kerja yang tersedia pun masih pekerjaan kelas rendahan. Sejumlah kendala penting terjadi dalam upaya peningkatan keterlibatan penduduk setempat dalam wisata berbasis masyarakat lokal, yaitu: (1) keterbatasan keterampilan dan pengalaman, (2) keterbatasan akses terhadap pasar, (3) kurangnya modal untuk investasi, (4) minimnya legal aspek atau hak kepemilikikan tempat wisata, (5) ketidakmampuan bersaing dengan usaha wisata yang lebih besar, (6) kurangnya dukungan untuk sektor informal, dan (7) kurangnya ketersediaan finansial (Ashley, 1995). Beberapa negara maju mempunyai usaha yang sistematis untuk mengatasi kendala-kendala ini. Salah satu kendala signifikan pada pelibatan masyarakat lokal dalam wisata alam adalah kurangnya dukungan finansial. Tanpa kredit bersuku bunga rendah dan mekanisme yang workable, kesempatan masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam wisata sangat terbatas. Partisipasi masyarakat dalam wisata alam dapat direalisasikan melalui join venture dengan sektor swasta atau pemerintah. Hal tersebut akan membutuhkan capacity building dalam masyarakat dan peranan LSM dalam hal ini sangat penting. Selain itu, dari kedua pulau terlihat bahwa masyarakat lokal menghadapi situasi yang berbeda dengan pihak swasta dalam memutuskan produk wisata apa yang akan dihasilkan. Pihak swasta (investor) menentukan produk berdasarkan
permintaan pasar potensial (market driven), namun masyarakat lokal berdasarkan model penawaran (supply driven) yaitu unit usaha lokal mampu mengidentifikasi jasa
wisata
apa
yang
diperlukan
wisatawan
dan
kemudian
mampu
menawarkannya kepada wisatawan berdasarkan sumberdaya lokal. Hal ini terlihat dari bentuk homestay yang ada di P. Pramuka. Terlihat perbedaan tipe homestay yang disediakan oleh investor luar pulau dengan yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Umumnya homestay yang dibangun oleh investor lebih baik dari segi kondisi dan standar pelayanannya. Awalnya pendekatan market driven penting untuk mengeksploitasi hal baru yang potensial di pasar guna meminimalisir resiko berusaha. Akan tetapi supply driven lebih sesuai dalam menjamin kelayakan suatu unit usaha, dimana unit usaha (jasa wisata) disesuaikan dengan kondisi fisik, ekologi dan budaya lokal. Keterbatasan dalam mengakses informasi, keterampilan dan modal juga menjadi kendala dalam menyesuaikan keinginan masyarakat (penyedia jasa wisata) dengan permintaan pasar wisata (Ashley dan Garland, 1994). Masyarakat lokal pun dirugikan akibat minimnya informasi mengenai pasar wisata dan supplier jasa wisata lainnya, akibatnya terjadi over supply dalam menghasilkan handiracft atau produk kerajinan lokal, contohnya pada kerajinan kripik sukun di kedua daerah, yang pada waktu-waktu tertentu mengalami over supply dan belum terdapat alternatif pengelolaan dari buah sukun, selain pembuatan kripik. Ashley dan Garland (1994) telah melakukan studi perbandingan mengenai manfaat dari empat tipe usaha penginapan di Namibia, yaitu: (1) milik pribadi, (2) pribadi yang melakukan sharing pendapatan dengan masyarakat, (3) join venture kepemilikan, dimana masyarakat lokal memiliki lahan tempat dimana penginapan
pribadi berdiri dan pemilik membayar jasa penyewaan kepada masyarakat, dan (4) milik masyarakat namun pengelolaannya dilakukan oleh usaha wisata. Studi ini menunjukkan bahwa penginapan dengan sistem joint venture memberikan profit yang paling tinggi bagi masyarakat dan hal ini akan menjadi insentif bagi masyarakat lokal untuk terus melakukan upaya konservasi. Sebaliknya penginapan pribadi (tanpa adanya pembagian hasil) akan mendapatkan sedikit dukungan dari masyarakat (Ashley, 1995; Ashley dan Garland, 1994). 6.6. Dampak Negatif Aktifitas Wisata Bahari Sebuah aktivitas baru dipastikan akan membawa dampak positif yang diharapkan dan berpotensi mendatangkan dampak negatif yang sesungguhnya bisa diperhitungkan dan dieliminasi. Dampak positif yang nyata terlihat adalah timbulnya aktivitas ekonomi dan peningkatan kualitas layanan publik. Dampak negatif yang terlihat dari aktivitas wisata bahari di kedua pulau dapat dilihat dari berbagai sisi. Sampah baik yang dihasilkan wisatawan maupun aktivitas sehari-hari warga masyarakat merupakan dampak negatif dari sisi lingkungan. Upaya Sudin Kebersihan di P. Untung Jawa sudah terlihat dengan adanya kegiatan membersihkan sampah yang rutin setiap hari dan fasilitas tempat sampah yang memadai, namun di P. Pramuka upaya untuk menanggulangi sampah belum banyak dilakukan. Dampak negatif dari sisi ekonomi yang terlihat adalah adanya kecenderungan kenaikan harga (inflasi) untuk produk-produk yang dibutuhkan oleh wisatawan dan juga dibutuhkan oleh masyarakat. Harga-harga makanan dan bahan bakar lebih tinggi. Peningkatan harga selain karena sebagian besar bahan
makanan harus didatangkan dari daratan Jakarta juga dikarenakan wisatawan mau dan bersedia membayar lebih tinggi dari masyarakat lokal. Ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini. Misalnya dengan menerapkan sistem harga yang berbeda antara harga untuk wisatawan dan harga untuk masyarakat lokal. Dampak negatif yang mulai terlihat adalah adanya displacement effect pada pembangunan sejumlah homestay. Pembangunan homestay yang lebih baru dan dekat dengan pantai di P. Untung Jawa menurunkan pendapatan pemilik homestay yang lebih dahulu berdiri. Sedangkan pembangunan homestay yang lebih baru dan lengkap fasilitasnya (dibangun investor luar pulau) di P. Pramuka juga lebih diminati wisatawan. Hal ini berakibat pada penurunan permintaan pada homestay milik masyarakat lokal yang sebelumnya telah berdiri. 6.7 Upaya Peningkatan Keuntungan Ekonomi Masyarakat Beberapa hal dapat digunakan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi dari sektor pariwisata (dalam hal ini wisata alam), dalam hal keuntungan dan distribusi keuntungan secara geografis dan sosial. Beberapa upaya tersebut antara lain, adalah: 1. Membangun sarana dan prasarana wisata yang lebih lengkap guna memperpanjang masa tinggal dan pengeluaran belanja wisatawan, hal ini pun dapat dilakukan dengan membangun atraksi dan aktivitas wisata yang lebih baik dan melakukan kerjasama dengan asosiasi dengan program perjalanan. 2. Penyebaran pembangunan pariwisata dan keuntungannya secara geografis. 3. Mendirikan
jejaring lintas
sektoral
yang
lebih
kuat,
dengan
cara
mengintegrasikan pariwisata menjadi ekonomi lokal, regional dan nasional
dengan mendirikan jaring yang kuat di antara pariwisata dan sektor ekonomi lainnya termasuk pertanian, perikanan, pabrik, konstruksi dan produksi kerajinan. 4. Maksimalisasi tenaga kerja lokal, termasuk untuk hal-hal yang bersifat teknis, pengawasan dan tingkatan manajerial mampu memberi keuntungan untuk wilayah dan menutupi kebocoran penghasilan dan pertukaran tenaga kerja ke luar. 5. Mendukung kepemilikan lokal unit usaha wisata. Kepemilikan lokal dan manajerial skala kecil ini seringkali diistilahkan dengan Small Medium Enterprises scale (SMEs). Unit usaha ini dapat menghasilkan keuntungan langsung bagi pemilik unit usaha serta tenaga kerja dan seluruh keuntungan akan tetap ada di dalam pulau. 6. Melakukan
capacity
bulding
bagi
masyarakat
lokal dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan dan keahlian masyarakat lokal. 7. Optimalisasi pendapatan pajak pada kegiatan wisata. Unit usaha wisata harus menyadari bahwa pariwisata (dalam hubungannya dengan pajak) dapat menawarkan keuntungan ekonomi yang penting bagi daerah. Implementasi kebijakan pajak seharusnya dimonitor secara dekat untuk memastikan bahwa pajak tersebut menghasilkan keuntungan tanpa menciptakan masalah baru.
VII. PENILAIAN EKONOMI JASA LINGKUNGAN Pada bab VI penulis hanya menganalisis dampak ekonomi aktifitas wisata pada suatu wilayah. Pada bab ini analisis akan diarahkan pada nilai jasa lingkungan yang diberikan oleh sumberdaya untuk kegiatan rekreasi. Wells (1997) menyatakan bahwa analisis ekonomi wisata yang komprehensif harus meliputi penilaian dampak ekonomi dan penilaian economic value dari jasa lingkungan untuk kegiatan wisata. Tolak ukur yang mudah dan bisa dijadikan acuan dalam menetapkan nilai ekonomi suatu ekosistem adalah dengan memberikan “price tag” (harga) dari barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya tersebut. Bagaimana menetapkan “price tag” pada suatu sumberdaya yang kadang tidak dinilai (intangible)? Wisata luar ruangan (outdoor recreation) merupakan kegiatan rekreasi yang memanfaatkan jasa ekosistem (ecosystem services). Jasa ekosistem memiliki nilai namun sering diperlakukan sebagai jasa lingkungan tak bernilai
(undervalued)
sehingga
sering
dieksploitasi
secara
berlebihan
(overexploited). Nilai ekonomi yang pasti (tepat), pada praktiknya sulit mendapatkan, yang dapat dilakukan adalah mengestimasi nilai ekonomi melalui sejumlah pendekatan. Istilah nilai ekonomi total (total economic value) dikenal dalam ekonomi sumberdaya dan lingkungan (SDAL) yaitu suatu nilai yang berusaha menggambarkan nilai keseluruhan dari suatu SDAL pada suatu wilayah tertentu. Nilai tersebut merupakan penjumlahan dari nilai guna (use value) dan nilai non guna (non use value). Nilai jasa lingkungan untuk kegiatan pariwisata dikelompokkan sebagai nilai manfaat atau guna langsung (direct use value). Nilai ini direfleksikan oleh “harga” dari penggunaan suatu lokasi wisata. Harga ini tidak
hanya sejumlah tarif masuk yang dibayarkan, tetapi juga meliputi biaya perjalanan dan biaya waktu yang diperlukan untuk melakukan rekreasi. Sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan mereflekasikan WTP wisatawan untuk jasa rekreasi. Penilaian individu terhadap suatu kunjungan rekreasi didasarkan pada harapan akan adanya manfaat (benefit) dari kegiatan tersebut. Pengeluaran wisatawan semata bukan merupakan penilaian yang tepat akan economic value suatu sumberdaya, karena terdapat sejumlah wisatawan membayar (melakukan pengeluaran) lebih rendah dibandingkan kesediaan membayarnya (Dixon dan Sherman, 1990; Linberg, 1991). Perbedaan antara WTP wisatawan dengan pengeluaran aktual wisatawan disebut surplus konsumen. Dalam literatur ekonomi surplus konsumen dikenal sebagai manfaat bersih dan hal ini merepresentasikan suatu nilai (value) yang sangat berguna bagi penentu kebijakan, manajer dan pengembil keputusan yang lain berkaitan dengan kegiatan rekreasi dan industri wisata (Marsinko et al. 2002). Secara teori surplus konsumen digambarkan sebagai area di atas harga dan di bawah kurva permintaan, demikian pula dengan surplus konsumen wisatawan. Sebagian besar objek wisata alam yang dikelola oleh masyarakat lokal, tidak memiliki tarif masuk atau kalaupun ada tarif masih cenderung tidak berubah sepanjang waktu. Ketiadaan harga atau variasi harga mengakibatkan sulitnya menduga fungsi permintaan dan surplus konsumen. Oleh karena itu digunakan harga implisit untuk menentukan harga suatu objek wisata alam melalui pendekatan ITCM. Teknik ini digunakan untuk menduga unpriced goods melalui metode pengungkapan preferensi (revealed preference method).
ITCM merupakan indirect method untuk mengestimasi persamaan permintaan rekreasi dengan harga implisit. Dalam pendekatan ini nilai lingkungan dari jasa lingkungan dianggap sama dengan seluruh biaya perjalanan dan biaya waktu yang dikorbankan untuk melakukan suatu kunjungan rekreasi. Setelah kurva permintaan rekreasi diperoleh, maka suplus konsumen untuk unpriced recreation digambarkan sebagai seluruh area di bawah kurva permintaan rekreasi. Nilai surplus konsumen ini merupakan nilai manfaat yang dirasakan individu dari jasa ekosistem. Dalam studi kasus ini surplus komsumen dimaksud merupakan surplus konsumen dari pemanfaatan wisata bahari ekosistem pantai dan laut. Guna mendapatkan kurva permintaan rekreasi maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengestimasi fungsi permintaan rekreasi. Setelah sejumlah model permintaan rekreasi dapat diestimasi, maka tahapan selanjutnya adalah evaluasi untuk memperoleh model yang terbaik. Evaluasi ini dimaksudkan untuk melihat apakah estimasi parameter benar-benar sesuai dengan teori dan memuaskan secara statistik. Selanjutnya untuk tujuan ini maka digunakan tiga kriteria, yaitu: (1) kriteria ekonomi yang ditunjukkan oleh teori ekonomi, (2) kriteria statistik yang ditentukan oleh teori statistik, dan (3) kriteria ekonometrika, yang ditentukan oleh teori ekonometrika (Koutsoyiannis, 1977). 7.1 Model Permintaan Rekreasi di Pulau Untung Jawa Sejumlah estimasi model permintaan rekreasi diperoleh dari hasil wawancara dengan 44 orang responden wisatawan di P. Untung Jawa. Tabel 16 menunjukkan hasil estimasi lima model permintaan rekreasi ke P. Untung Jawa.
Model terbaik yang digunakan untuk merumuskan fungsi permintaan rekreasi ke P. Untung Jawa adalah Model 2, yaitu: V = 0.92 - 1.15E-07X1 + 0.16X2 + 0.07X3 - 0.02X4 - 0.12X5 + 0.12X6 + 0.01X8 + 0.03X10 + ei................................................ (4.1) Tingkat signifikansi dari model permintaan rekreasi ini ditunjukkan dengan nilai pseudo R-square sebesar 22.48 persen, artinya sebesar 22.48 persen variabel penjelas yang ada di dalam model dapat menjelaskan model permintaan rekreasi di P. Untung Jawa sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model permintaan rekreasi di P. Untung Jawa menunjukkan biaya perjalanan berpengaruh negatif terhadap permintaan rekreasi namun tidak nyata secara statistik. Hal ini menunjukkan wisatawan tidak responsif terhadap biaya perjalanan untuk berekreasi ke lokasi tersebut. Gambar 12 berikut menunjukkan
30 20 10 0
Jumlah kunjungan (unit)
40
scatter plot hubungan biaya perjalanan dan jumlah kunjungan responden.
0
200000
400000 600000 800000 Total BIaya Perjalanan (Rp/perjalanan)
1000000
Gambar 12. Scatter Plot Biaya Perjalanan dan Jumlah Kunjungan dari Responden Wisatawan di Pulau Untung Jawa
Bagi wisatawan yang berkunjung ke P. Untung Jawa, biaya perjalanan bukanlah pertimbangan yang utama. Hal ini dikarenakan biaya perjalanan ke obyek wisata ini relatif murah khususnya bagi warga Tangerang dan sekitarnya yang merupakan pengunjung utama pulau ini. Selain itu P. Untung Jawa pun menjadi satu-satunya objek wisata bahari yang lokasinya mudah dicapai bagi masyarakat sekitar Tangerang. Secara umum dari model permintaan rekreasi yang ditunjukkan pada Tabel 14 terlihat koefisien parameter biaya perjalanan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu bertanda negatif kecuali pada Model 1. Tabel 14.
Hasil Estimasi Parameter Beberapa Model Permintaan Rekreasi ke Pulau Untung Jawa
Variabel Model 1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 D1 D2 Cons
Nilai Koefisien Model 3
Model 2
1.29E-06
a
0.08
c
0.21
0.14c
0.06
-0.02
a
-0.05
-1.04E-06
Model 4
a
-1.14E-07
a
a
-0.00 -0.02
0.22
Model 5
-2.93E-07 0.16
a
0.02
0.08
0.00
a
-0.08
c
0.11a
0.16a
-4.42E-07c
-8.05E-07a
-0.03
-0.06
0.02a
-0.01
-0.00
0.04
0.16a 0.07 -0.02b -0.12a 0.12a
0.01c a
-1.15E-07
0.03
0.00
0.00
0.02
0.04c
0.01a 0.03a
1.27a 0.13
Log likelihood LR chi2(14)
-0.66b
0.92a
-0.04
1.00a
0.67c
-125.51
-161.92
-148.37
-147.39
-141.92
115.14
42.13
69.41
71.37
82.31
Pseudo R2 0.31 0.12 0.19 0.19 0.22 Ket: tanda a, b, c menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturut-turut pada = 1%, 5% dan 25%.
Variabel pendapatan keluarga dan pendidikan berpengaruh positif terhadap permintaan rekreasi ke P. Untung Jawa. Koefisien tanda parameter ini sesuai
dengan hipotesa pada awal penelitian. Artinya semakin tinggi pendapatan keluarga atau semakin tinggi tingkat pendidikan responden akan semakin meningkatkan permintaan rekreasi ke objek wisata ini. Sebaliknya semakin lama waktu tempuh dari rumah menuju lokasi objek wisata akan semakin menurunkan permintaan rekreasi ke objek wisata ini. Secara keseluruhan model permintaan rekreasi 1 hingga 5 menunjukkan pendapatan dan tingkat pendidikan berpengaruh positif pada permintaan rekreasi dan variabel waktu berhubungan negatif dengan permintaan rekreasi. Variabel lokasi objek wisata subsitusi (dari sisi biaya dan waktu perjalanan) tidak berpengaruh pada permintaan rekreasi ke pulau ini. Artinya objek wisata ini merupakan tujuan wisata tunggal atau tujuan wisata utama di kawasan tersebut. 7.2 Model Permintaan Rekreasi di Pulau Pramuka Sejumlah estimasi model permintaan rekreasi ke P. Pramuka diperoleh dari hasil wawancara dengan 43 orang responden wisatawan di P. Pramuka. Berdasarkan kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrika maka model terbaik yang digunakan untuk merumuskan fungsi permintaan rekreasi ke P. Pramuka adalah Model 1, yaitu: V = 0.71 - 1.03E-06X1 - 0.15X2 + 0.39X3 - 0.02X4 - 0.05X5 + 0.08X6 + 1.81E-07X7 - 0.07X8 - 0.02X9 + 0.15X10 + 0.08X11 + 1.67D1 + 0.69D2 + 0.78D3+ ei .................................................. (4.2) Persamaan ini memiliki nilai pseudo R-square sebesar 77.6 persen, artinya sebesar 77.6 persen variabel penjelas yang ada di dalam model dapat menjelaskan model permintaan rekreasi di P. Pramuka sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model tersebut menunjukkan biaya perjalanan
berpengaruh negatif terhadap permintaan rekreasi ke P. Pramuka. Hal ini menunjukkan wisatawan responsif terhadap biaya rekreasi ke lokasi tersebut. Scatter Plot hubungan biaya perjalanan dan jumlah kunjungan dari responden
100 50 0
Jumlah kunjungan (unit)
150
wisatawan di P. Pramuka ditunjukkan oleh Gambar 13.
0
500000 1000000 1500000 2000000 Total Biaya Perjalanan (Rp/perjalanan)
2500000
Gambar 13. Scatter Plot Biaya Perjalanan dan Jumlah Kunjungan dari Responden Wisatawan di Pulau Pramuka Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, biaya dan waktu ke lokasi substitusi, lama mengetahui objek wisata, jumlah rekreasi yang dilakukan dalam setahun, memiliki pengaruh positif terhadap permintaan rekreasi ke lokasi ini. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin lama mengetahui keberadaan lokasi wisata, semakin banyak kegiatan rekreasi yang dilakukan dalam setahun minat orang tersebut untuk berwisata ke P. Pramuka semakin meningkat pula. Sedangkan biaya dan waktu ke lokasi wisata substitusi juga berpengaruh positif, artinya biaya yang mahal dan waktu tempuh ke lokasi alternatif yang dibutuhkan merupakan insentif bagi wisatawan untuk berekreasi ke
P. Pramuka. Perbandingan koefisien regresi dari setiap fungsi permintaan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15.
Hasil Estimasi Parameter Beberapa Model Permintaan Rekreasi ke Pulau Pramuka
Variabel Model 1
Model 2 a
1.27E-06
a
-5.06E-07
Model 5 a
1.01E-06a
X1
-1.03E-06
X2
-0.15a
-0.07a
-0.07a
-0.12a
-0.134a
X3
0.39a
0.05
0.04
0.27a
0.10a
X4
-0.02a
0.07a
0.07a
0.01c
0.06a
X5
-0.05a
-0.08a
-0.09a
-0.08a
-0.08a
X6
0.08a
-0.00
X7
a
-1.58E-08
1.81E-07
1.27E-06
a
Nilai Koefisien Model 3 Model 4
X8
-0.07
a
-0.08a
X9
-0.02a
-0.01a
X10
0.15a
0.12a
X11
0.08a
0.08a
X12
-0.12a
-0.03b
D1
1.67a
1.29a
D2
0.69a
0.05
D3
0.78
a
Cons
0.71a
Log likelihood LR chi2(15)
0.71a 0.56a
0.61a
1.94a
-0.36a
-173.79
-533.02
-532.95
-248.16
-473.18
1 206.14
487.68
487.83
1 057.39
607.36
Pseudo R2 0.78 0.31 0.31 0.68 0.39 Ket: tanda a, b, c menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturut-turut pada = 1%, 5% dan 25%.
Variabel pendapatan, usia, jumlah rombongan, waktu menuju lokasi dan waktu yang dihabiskan di lokasi berpengaruh negatif pada permintaan rekreasi ke P. Pramuka. Artinya semakin tinggi pendapatan, semakin tua usia, semakin banyak jumlah rombongan, semakin lama waktu menuju lokasi dan semakin lama waktu yang dihabiskan di lokasi akan menurunkan jumlah permintaan rekreasi ke P. Pramuka. Seluruh variabel penjelas nyata secara statistik (pada
= 1 dan 5
persen). Fungsi permintaan ini juga menunjukkan bahwa status pernikahan, jenis
kelamin dan keahlian diving wisatawan turut mempengaruhi fungsi permintaan rekreasi, dimana permintaan rekreasi semakin meningkat pada wisatawan pria, wisatawan yang telah menikah serta wisatawan yang memiliki keahlian diving. Berdasarkan kedua fungsi permintaan rekreasi di atas, dapat dilihat bahwa permintaan rekreasi ke objek wisata P. Untung Jawa, tidak responsif terhadap biaya perjalanan. Hal ini menunjukkan bahwa P. Untung Jawa merupakan objek wisata yang terjangkau bagi wisatawan. Sedangkan permintaan rekreasi ke obyek wisata di P. Pramuka, responsif terhadap biaya perjalanan. 7.3 Penilaian Surplus Konsumen Economic value dari keberadaan obyek wisata dianalisis lebih lanjut berdasarkan persamaan permintaan rekreasi yang diperoleh sebelumnya. Berdasarkan fungsi permintaan linier sebelumnya, maka nilai surplus konsumen (SK) per kunjungan per individu wisatawan diperoleh dengan rumus SK=V/-2 1. Sedangkan nilai surplus konsumen total kunjungan per individu diperoleh dari rumus SK = V2/-2
1
(Garrod dan Willis, 1999; Grafton et al. 2004), dimana V
adalah jumlah kunjungan dan
1
adalah koefisien biaya perjalanan. Selanjutnya,
dari kedua nilai tersebut diketahui nilai guna langsung (direct use) dari total kunjungan responden lebih tinggi di P. Pramuka jauh dibandingkan di P. Untung Jawa. Artinya manfaat jasa lingkungan yang dirasakan oleh wisatawan yang berkunjung ke P. Pramuka lebih tinggi, namun karena jumlah kunjungan wisatawan per tahun di P. Untung Jawa jauh lebih tinggi (perbandingan 7:1) maka nilai total economic value per tahun (total SK per tahun) lebih tinggi di pulau ini (perbandingan 15.6:1). Tabel 16 menunjukkan besarnya surplus konsumen.
Tabel 16. Perbandingan Nilai Surplus Konsumen di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Keterangan Jumlah kunjungan (orang / tahun) Luas wilayah (ha) Surplus konsumen responden (Juta Rp / total kunjungan) Surplus konsumen rata-rata per responden (Rp / kunjungan) Total surplus konsumen responden (Juta Rp / tahun) Total surplus konsumen per area (Juta Rp / Ha)
P. Untung Jawa
P. Pramuka
Rasio
36 400 40.1 11 495
5 200 16 24 359
7: 1 2.5: 1 0.5: 1
19 762 846
8 884 624
2.2: 1
719 367
46 200
15.6: 1
17 939
2 887
6.2: 1
Analisis valuasi ekonomi di atas telah mencoba mengestimasi nilai ekonomi dari jasa lingkungan untuk kegiatan wisata. Hal ini menjadi tantangan lebih lanjut untuk menangkap proporsi penting dari nilai tersebut. Jika manfaat ekonomi berkaitan dengan ekowisata digunakan untuk mendukung peningkatan insentif untuk upaya konservasi, selanjutnya manfaat yang dapat dicapai harus pula mempertimbangkan biaya pada tingkat lokal dan nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan perolehan manfaat adalah melalui peningkatan harga, baik dalam bentuk tarif masuk (entry fee) kawasan ataupun pada harga barang dan jasa yang disediakan oleh sektor swasta (transportasi, akomodasi, makanan dan minuman, pemandu serta lainnya). Upaya lain untuk meningkatkan manfaat adalah melalui pembangunan fasilitas untuk wisatawan, hal ini penting utnuk jasa pendukung dan meminimumkan kebocoran (Linberg, 1991). Tarif masuk kawasan wisata yang berada pada protected area di negara berkembang umumnya sangat murah. Rekomendasi peningkatan tarif menjadi standar rekomendasi bagi studi ekonomi pada protected areas (Dixon dan Sherman, 1990; Linberg dan Huber, 1993). Rekomendasi ini menjadi titik penting ketika tarif di pintu masuk
merupakan sumber utama dari penerimaan kawasan tersebut. Hal ini ramai dilakukan sejak sebagian besar lembaga konservasi menyadari bahwa mereka mengalami penurunan biaya, sehingga penetapan tarif untuk memaksimumkan pendapatan menjadi penting. Hal ini telah banyak dilakukan oleh pengelola lokasi ekowisata di sejumlah negara, dimana membebankan tarif yang lebih tinggi kepada pengunjung merupakan satu-satunya upaya untuk memperoleh bagian yang lebih besar dari nilai ekonomi suatu kawasan. Terkait dengan upaya peningkatan biaya tarif masuk kawasan, maka penelitian ini mencoba menganalisis sejauhmana kesediaan membayar wisatawan terhadap tarif masuk di masing-masing lokasi. Objek wisata P. Untung Jawa saat ini telah menerapkan tarif masuk sebesar Rp 3 000 per kunjungan sedangkan di P. Pramuka hingga saat ini belum terdapat tarif masuk. Setelah dilakukan survei awal, umumnya wisatawan merasa keberatan jika dibebankan tarif masuk, mereka lebih menyetujui untuk suatu dana konservasi. Selanjutnya penelitian ini mencoba menganalisis lebih dalam kesediaan wisatawan dalam membayar suatu dana konservasi. Kesediaan membayar atau WTP diperoleh dengan menggunakan teknik pengukuran langsung (direct) yang didasarkan pada survei terhadap responden. Metode yang digunakan dalam kasus ini adalah CVM dengan close ended question. 7.4 Kesediaan Membayar Dana Konservasi Pada peneiltian ini responden (wisatawan) ditanyakan kesediaannya terhadap dana konservasi untuk upaya perbaikan kualitas lingkungan di sekitar objek wisata. Jika responden bersedia membayar maka selanjutnya akan
ditanyakan, berapa nilai maksimal yang sanggup mereka bayarkan untuk dana konservasi tersebut untuk setiap kunjungan. Secara umum persentase wisatawan yang bersedia membayar dana konservasi jumlahnya lebih tinggi di P. Untung Jawa namun dengan nilai WTP yang lebih rendah dibandingkan P. Pramuka. Rendahnya nilai WTP wisatawan dikarenakan wisatawan di P. Untung Jawa menganggap kondisi lingkungan (pantai dan laut) di lokasi objek wisata ini semakin lama semakin buruk, sehingga mereka sudah tidak dapat lagi menikmati keindahan bawah laut seperti terumbu karang dan hanya menikmati pemandangan pantai. Nilai WTP yang lebih rendah juga dikarenakan wisatawan di P. Untung Jawa merasa adanya biaya konservasi akan membuat biaya tiket masuk semakin tinggi. Selama ini di objek wisata ini telah menerapkan biaya masuk sebesar Rp 3 000 per orang sehingga dana konservasi yang tinggi akan semakin memberatkan wisatawan. Sebanyak 80 persen responden di P. Untung Jawa menyatakan bersedia membayar sejumlah dana konservasi lingkungan, dimana 40 persennya menyatakan bersedia membayar antara Rp 2 000 – 3 000 untuk satu kali kunjungan. Sedangkan dari 43 responden di P. Pramuka hanya 70 persen yang bersedia membayar sejumlah dana konservasi, dimana 60 persen menyatakan bersedia membayar antara Rp 3 000 – 5 000 untuk satu kali kunjungan. Nilai ratarata (mean) WTP wisatawan di P. Untung Jawa adalah Rp 3 471.4 sedangkan di P. Pramuka Rp 7 433.3. Kurva lelang (bid curve) diperoleh dengan meregresikan WTP sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas. Variabel bebas yang digunakan untuk memformulasikan persamaan WTP
individu terhadap dana konservasi adalah jumlah kunjungan, pendapatan rumahtangga, pendidikan, umur dan jumlah rekreasi, total biaya rekreasi, lama perjalanan menuju lokasi dan jumlah rombongan. Persamaan kesediaan membayar untuk dana konservasi di P. Untung Jawa adalah sebagai berikut: WTP = 9 039.84 - 184.90V + 532.28X2 - 497.98X3 - 146.07X4 - 551.34X6 + 92.17X8 + 175.01X12 - 35.50X11 + ei ................. (7.3) Tingkat signifikansi persamaan di atas ditunjukkan dengan nilai R-square adjust sebesar 13.68 persen. Artinya sebesar 13.68 persen kesediaan membayar wisatawan untuk dana konservasi di P. Untung Jawa dipengaruhi oleh variabel penjelas yang ada di dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel jumlah kunjungan ke lokasi objek wisata, tingkat pendidikan, usia, jumlah rekreasi dan lamanya waktu perjalanan berhubungan negatif dengan nilai WTP. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering seorang wisatawan berkunjung, semakin tua usia, semakin sering seseorang berekreasi dan semakin lamanya perjalanan akan menurunkan kesediaan wisatawan membayar dana konservasi. Sedangkan pendapatan, preferensi terhadap lingkungan, total biaya rekreasi dan jumlah rombongan berhubungan positif dengan WTP. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar pendapatan, semakin tinggi preferensi terhadap lingkungan, semakin tinggi biaya yang dihabiskan selama berekreasi dan semakin banyaknya anggota rombongan meningkatkan kesediaan wisatawan membayar dana konservasi. Berdasarkan persamaan di atas terlihat biaya konservasi yang dibebankan pada tiket masuk dinilai memberatkan bagi wisatawan, terlebih bagi yang sering berkunjung. Seperti halnya wisatawan
di P. Untung Jawa, wisatawan di P.
Pramuka pun diminta kesediaannya untuk memberikan nilai biaya konservasi yang bersedia mereka bayarkan. Sehingga diperoleh persamaan kesediaan membayar untuk dana konservasi di P. Pramuka adalah sebagai berikut: WTP = -1 114.73 - 95.68V - 656.55X2 – 1 084.16X3 + 324.36X4 + 239.61X5 + 0.01X7 - 248.46X8 + 224.74X11 + 908.34 X12 + ei........ ................................................................................... (7.4) Tingkat signifikansi persamaan di atas ditunjukkan dengan nilai R-square adjust sebesar 75.72 persen. Artinya sebesar 75.72 persen kesediaan membayar wisatawan untuk dana konservasi dipengaruhi di P. Pramuka oleh variabel penjelas yang ada di dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel jumlah kunjungan, pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah rombongan berhubungan negatif dengan WTP. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin sering wisatawan berkunjung, semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin banyaknya anggota rombongan maka akan menurunkan kesediaan membayar dana konservasi. Sedangkan usia, preferensi terhadap lingkungan, jumlah rekreasi, total biaya rekreasi, lamanya perjalanan berhubungan positif dengan WTP. Artinya semakin tua usia, semakin tinggi pereferensi, semakin sering seseorang berekreasi, semakin tinggi biaya rekreasi dan semakin lama waktu perjalanan menuju lokasi akan semakin meningkatkan kesediaan membayar dana konservasi. Perbandingan koefisien regresi dari masing-masing persamaan WTP dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan kedua persamaan di atas terlihat bahwa semakin sering seseorang berkunjung ke lokasi objek wisata maka WTP terhadap dana konservasi akan semakin rendah. Hal ini
dikarenakan wisatawan memandang dana konservasi sebagai beban terhadap biaya masuk, sehingga akan memberatkan. Tabel 17. Hasil Estimasi Model WTP untuk Dana Konservasi Lingkungan di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Variabel
Nilai Koefisien P. Untung Jawa
P. Pramuka
V -184.90b -95.68b c X2 532.28 -656.55c X3 -497.98 -1 084.16 X4 -146.07b 324.36c X5 -551.34c 239.61 X12 175.01 908.34c X7 0.00c 0.01c c X8 92.17 -248.46c X11 -35.50 224.74b a Cons 9 039.84 -11 143.73 Prob > F 0.17 0.00 R-squared 0.37 0.83 Adj R-squared 0.14 0.76 Root MSE 2 876.81 4 328.11 Ket: tanda a, b, c menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturut-turut pada = 1%, 5% dan 25%.
Penggunaan CVM dengan meregresikan WTP terhadap pendapatan, jumlah kunjungan, preferensi dan substitusinya, telah dilakukan oleh Seller et al. (1985), dimana turunan dari bid curves (dWTP/dV) akan menghasilkan kurva permintaan hiksian yang terkompensasi (hicksian compensated demand curve). Kurva ini selanjutnya digunakan untuk mengetimasi nilai SK per pengunjung yang merupakan area di bawah kurva permintaan tersebut (Garrod dan Kenneth, 1999). Model ini menghasilkan nilai yang jauh berbeda dengan pendugaan WTP dengan metode lainnya karena umumnya model (persamaan) yang dihasilkan memiliki R-square yang rendah yaitu antara 0.06-0.14 (6-14 persen). Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang (bid) yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Proses ini melibatkan konversi dari
data rataan contoh ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan contoh dengan jumlah rumahtangga di dalam populasi. Dalam hal ini cara yang digunakan untuk memperoleh agregat WTP dana konservasi adalah mengkalikan mean WTP dana konservasi dengan jumlah wisatawan di masing-masing lokasi objek wisata. Walaupun nilai WTP rata-rata di P. Pramuka lebih tinggi namun karena jumlah pengunjung di P. Untung Jawa jauh lebih tinggi maka nilai agregat WTP di P. Untung Jawa jauh lebih tinggi. Artinya jika dana konservasi diterapkan, walaupun dengan nilai yang lebih rendah maka total dana yang terkumpul akan lebih tinggi nilainya di P. Untung Jawa. Adapun perbandingan masing-masing nilai agregat WTP dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Estimasi Agregat WTP untuk Dana Konservasi Lingkungan di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Keterangan Rata-rata jumlah kunjungan (orang/tahun) Rata-rata WTP (Rp/kunjungan) Agregat WTP (Rp/tahun)
P. Untung Jawa 36 400 3 471 126 358 960
P. Pramuka 5 200 7 433 38 653 160
Peningkatan tarif di satu sisi dapat meningkatkan manfaat ekonomi namun di sisi lain peningkatan tarif dapat mengurangi jumlah wisatawan. Hasil penelitian Linberg (1991) menunjukkan bahwa manfaat sosial bagi suatu daerah tujuan wisata alam tidaklah maksimal ketika jumlah wisatawan juga maksimal, namun manfaat bersih (net benefit) maksimal tercapai ketika penetapan harga yang lebih tinggi dimana sejumlah wisatawan menjadi tidak dapat berkunjung. Semakin tingginya jumlah wisatawan mau tidak mau akan memberikan dampak negatif pada lingkungan (lokasi objek wisata). Sehingga dapat disimpulkan peningkatan
tarif masuk di kedua pulau akan memberikan keuntungan ganda, yaitu peningkatan penerimaan dan pengurangan jumlah wisatawan yang pada akhirnya juga akan mengurangi dampak lingkungan akibat wisatawan. Sehingga pada akhirnya pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) dapat tercapai. Beberapa studi di negara berkembang menunjukkan penerimaan dari wisatawan dalam bentuk user fee ini tidak diinvestasikan kembali pada upaya konservasi, dimana tarif masuk kawasan dan jasa wisata lainnya langsung dikumpulkan ke pemerintah pusat bersama penerimaan sektor publik lainnya. Ketika pemerintah berhak penuh dalam memutuskan prioritas nasional dalam pengeluaran sektor publik, maka hal ini berdampak pada perusakan sistem insentif bagi pengelola dalam mengembangkan suatu kawasan sebagai tujuan wisata alam yang sehat dan pencarian penerimaan yang lebih tinggi. Ketika sejumlah ahli ekonomi menitikberatkan upaya perolehan manfaat ekonomi dan efisiensi lingkungan terkait dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi, maka upaya menekan sektor swasta melalui proses politik agar mau menerima peningkatan biaya akan menjadi suatu masalah, khususnya ketika sektor swasta terbiasa dengan biayabiaya yang relatif rendah. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh manfaat ekonomi lebih tinggi dari keberadaan suatu sumberdaya adalah menetapkan pajak yang lebih tinggi pada sektor swasta. Kemampuan sektor swasta dalam memperoleh laba yang lebih banyak (seperti pada jangka panjang) melalui pengenaai tarif yang lebih tinggi pada konsumen sangatlah terbatas. Sebagai suatu sumberdaya alam, kawasan wisata alam memiliki suatu nilai kelangkaan. Tetapi jika suatu atraksi bersifat open access hal ini akan menghasilkan degradasi lingkungan dan over
crowding yang secara ekonomi tidaklah efisien. Kompetisi tak terbatas mendorong harga jatuh sehingga nilai kelangkaan suatu kawasan berubah menjadi surplus konsumen wisatawan dan kompetisi antara supplier lokal akan menghilangkan profit. Hal ini dikarenakan prospek profit selanjutnya cenderung semakin menurun, akibatnya profit terhapus akibat kompetisi harga dan kelebihan kapasitas. Hal ini akan kontras pada situasi dimana terdapat peraturan masuk kawasan (regulated entry), dimana akses dibatasi untuk sejumlah pengelola wisata yang pada akhirnya akan berperan sebagai monopolis dan menetapkan tarif di atas biaya marjinal sehingga akan memperoleh profit (Steele, 1995). Akan tetapi sejumlah kawasan wisata alam dan khususnya protected area dikelola oleh pemerintah secara monopoli sehingga sering mengalami kegagalan. Kondisi desa wisata di P. Untung Jawa yang menjadi kawasan ekowisata massal, semakin hari jumlah wisatawannya semakin meningkat. Hal ini tentunya akan berakibat buruk pada lingkungan, kebutuhan lebih lahan yang lebih luas untuk pembangunan fasilitas, polusi akibat bahan bakar transportasi laut, limbah dari rumah makan dan sebagainya. Jika hal ini tidak disadari sejak awal maka degradasi kawasan akan terjadi. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah selaku pengelola objek wisata tersebut adalah meningkatkan tarif masuk. Peningkatan tarif masuk di satu sisi akan mengurangi jumlah wisatawan namun di sisi lain hal tersebut akan mengurangi kerusakan lingkungan di kawasan wisata tersebut. Kegiatan ekowisata di P. Pramuka yang termasuk ke dalam kawasan wisata ekslusif, hingga saat ini belum dibebankan tarif masuk. Akibatnya jumlah wisatawan terus meningkat yang jika tidak disadari dapat mengakibatkan
penurunan kualitas lingkungan seperti halnya di P. Untung Jawa. Berdasarkan penelitian ini, wisatawan yang berkunjung mampu membayar sejumlah dana konservasi (sebagai tarif masuk) di atas tarif di P. Untung Jawa. Akan tetapi harus diserahkan kepada masyarakat lokal dan bukan merupakan pemasukan kepada Pemda. Kelembagaan pengelola wisata alam dapat mengambil contoh sukses dari P. Untung Jawa, dimana terdapat tokoh masyarakat lokal yang menggerakkan organisasi pengelola kawasan wisata dan mekanisme yang transparan dalam pengelolaannya. Selain pengenaan tarif masuk, pengenaan biaya yang lebih tinggi pada sektor swasta dapat dilakukan di P. Pramuka. Mengingat di pulau ini sudah terdapat beberapa investor dari luar pulau (Jakarta) yang mulai berinvestasi dalam bentuk jasa akomodasi (homestay), penyewaan alat dan tur operator. Pengenaan biaya bisa dalam bentuk pajak atau retribusi usaha yang hingga saat ini belum dikenakan.
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN Pemanfaatan jasa lingkungan untuk kegiatan ekowisata ditujukan untuk menciptakan hubungan timbal balik dan saling mengisi antara pelestarian lingkungan, peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat lokal serta kelayakan ekonomi dan usaha. Oleh karena itu, dalam implementasinya konsep ekowisata dituntut untuk: (1) menjamin tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan dan mempaduserasikan semua kepentingan secara berimbang, (2) memastikan masyarakat secara aktif, kehidupan sosialnya terangkat serta nilai-nilai budaya tetap terjaga, (3) memastikan pemanfaatan tersebut memberikan sumbangan secara nyata pada peningkatan ekonomi lokal, regional dan nasional, serta (4) memastikan penyelenggara usaha memiliki kelayakan finansial. Hasil pengamatan peneliti, pengembangan wisata bahari di Kepulauan Seribu, baik di P. Untung Jawa maupun di P. Pramuka telah melibatkan masyarakat lokal. Demikian pula hasil analisis ekonomi, pengelolaan wisata alam ini telah memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Kesempatan untuk meningkatkan manfaat dari kegiatan ekowisata ini juga masih dapat ditingkatkan melalui penetapan tarif masuk yang lebih tinggi. Dalam pemanfaatan sumberdaya alam tidak dapat dipungkiri adanya dampak lingkungan berupa kerusakan lingkungan yang semakin tampak, baik yang disebabkan oleh kegiatan wisata maupun aktivitas penduduk. Agar tujuan dari konsep ekowisata sebagaimana disebutkan di atas dapat tercapai, maka diperlukan kebijakan pengelolaan ekowisata berbasis kawasan. Kebijakan yang dibuat harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan sehingga terjamin adanya sinergi dan koordinasi diantara berbagai pemangku kepentingan tersebut. Koordinasi dan sinergi dengan setiap
stakeholder diyakini dapat berperan nyata dalam mensukseskan pengelolaan ekowisata di suatu kawasan. 8.1 Peran Strategis Pemangku Kepentingan Kebijakan pengelolaan diperlukan karena terkait dengan interaksi negatif antara kegiatan wisata dengan kondisi fisik lingkungan. Hal ini telah menjadi perhatian dari stakeholder wisata, seperti pemerintah, LSM, masyarakat setempat dan sektor swasta, dimana masing-masing pihak memiliki kepentingan dalam pembangunan wisata dan turut mempengaruhi interaksi kegiatan ini dengan kondisi fisik lingkungan. Berikut ini dijabarkan beberapa peran strategis para stakeholder wisata di Kepulauan Seribu. 8.1.1 Sektor Publik Perhatian utama pemerintah pada kegiatan wisata dikarenakan kegiatan ini mampu menghasilkan manfaat ekonomi dan kesadaran bahwa manfaat konomi tersebut juga berkurang jika sumberdaya alam yang menghasilkan jasa lingkungan tersebut mengalami kerusakan. Walaupun demikian, prioritas pemerintah terhadap perlindungan lingkungan selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan masih belum menjadi prioritas pembangunan, bahkan terkesan sebagai suatu kemewahan. Hal ini sejalan dengan hirarki O’Riordans’s (1981) mengenai prioritas pembangunan, sebagaimana terlihat pada Gambar 13. Tidak dapat dipungkiri peran sektor publik (pemerintah) sangat mendasar dalam pengembangan ekowisata. Pemerintah memiliki otoritas untuk menyusun kebijakan dan pengendalian tentang pemanfaatan kawasan dan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya. Selain itu pemerintah yang tergabung dalam sektor
publik memiliki mekanisme kerjasama dan struktur vertikal dan horizontal yang relatif kuat. Berkaitan dengan penyediaan modal, pemerintah memiliki alokasi dana (meskipun seringkali terbatas) yang dapat diperuntukkan bagi pengadaan infrastruktur pariwisata.
Prioritas 1: keamanan nasional, kesehatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja
Prioritas 2: redistribusi kesejahteraan, pembangunan wilayah, redistribusi pendapatan dan pemerataan kesempatan sosial
Prioritas 3: perhatian lingkungan, pembangunan sistem kontrol dan pengawasan, keselarasan ekologi Sumber: O’Riordan (1981).
Gambar 14. Hirarki Tujuan Nasional Pembangunan pariwisata di Indonesia merupakan urusan pemerintah yang bersifat concurrent (urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah) dan optional. Hal ini dikarenakan semua daerah memiliki potensi pariwisata namun tidak semua bernilai unggul. Bagi daerah yang memiliki potensi wisata dan dapat menjadikannya sektor unggulan dalam pembangunannya maka dapat menetapkan sektor tersebut menjadi urusannya (optional). Hal tersebut diwujudkan melalui upaya Pemda membentuk suatu unit kerja dalam mengurusnya. Sejauh ini, dukungan pemerintah pusat terhadap pariwisata alam ditunjukkan dengan sejumlah produk hukum yang mendukung keberadaan pariwisata alam dan ekowisata, sebagaimana disajikan pada Tabel 19, dimana concern pemerintah terhadap wisata alam dimulai ketika menerbitkan UU No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisatawaan.
Tabel 19. Produk Hukum Terkait Ekowisata di Indonesia Produk Hukum UU No.9/1990 UU No.5/1990 PP No. 18 /1994 SK Menhut No. 446/Kpts-II/1996 SK Menhut No. 447/Kpts-II/1996 SK Menhut No. 448/Kpts-II/1996 SK Menhut No. 167/Kpts-II/1996 Surat Edaran Mendagri No.660.1/836/V/ Bangda/2000 PP No.6/2007
Perihal Kepariwisataan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman wisata Alam Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam Pengalihan Kepemilikan Sarana dan Prasarana Kepariwisataan Kepada Negara Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Hakikat pengembangan pariwisata di daerah tidak dapat lepas dari tiga aspek, yaitu sosial budaya, ekonomi dan ekologi. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Destinasi wisata diharapkan tidak merusak kondisi sosial budaya masyarakat, menciptkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat serta tidak merusak lingkungan. ekologi
Destinasi yang mencerminkan keseimbangan ekologi sosial budaya dan ekonomi
sosial budaya
ekonomi
Gambar 15. Keterkaitan Aspek Pengembangan Pariwisata Daerah
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan salah satu wilayah yang menjadikan sektor wisata khususnya wisata bahari sebagai sektor unggulan. Hal ini tercermin dalam misi kabupaten yaitu mewujudkan wilayah Kepulauan Seribu sebagai kawasan wisata bahari yang lestari dan menegakkan hukum yang terkait dengan pelestarian lingkungan kebaharian dan segala aspek kehidupan. Pemda sejauh ini telah melakukan beberapa langkah strategis terkait pengembangan wisata bahari di wilayah ini. Upaya yang telah dilakukan antara lain adalah: 1. Menetapkan kawasan pariwisata taman laut di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara sebagai "The International Marine Tourism Destination Area” sebagai kawasan pariwisata eksklusif dan kawasan pariwisata teluk (Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan) sebagai kawasan pariwisata massal. 2. Peningkatan sarana dan prasarana dan perbaikan kualitas lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan pembangunan jaringan listrik bawah laut yang hingga saat ini sudah sampai pada tahap II (Tahap I berlokasi di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Tahap II berlokasi Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan), perbaikan Dermaga Muara Angke sebagai pintu gerbang masuk ke kawasan Kepulauan Seribu dan peningkatan landasan lapangan terbang (air strip) di P.Panjang dengan fasilitas penunjangnya. 3. Merevisi Tata Ruang Kabupaten. Saat ini 47 pulau diperuntukan sebagai kawasan rekreasi dan pariwisata dimana pemanfaatannya harus berbadan hukum dan harus memperoleh SIPPT, dimana 60 persen areal pemanfaatan untuk komersial dan 40 persen untuk penyediaan fasilitas umum.
4. Sejumlah program pada tahun 2008, diantaranya rehabilitasi ekosistem laut (mangrove, terumbu karang, padang lamun), pembangunan restoran apung di P. Pramuka dan di P. Untung Jawa, menjadikan P. Lancang sebagai destinasi baru setelah P. Untung Jawa. 5. Menetapkan areal perlindungan laut berbasis masyarakat, melalui SK Bupati No.307 Tahun 2004, dimana pengelolaan areal perlindungan laut dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder lainnya. Namun sejauh ini manfaat ekonomi dari keberadaan pulau-pulau wisata belum dirasakan secara luas oleh masyarakat lokal. Artinya masih banyak hal yang belum dilakukan oleh Pemda untuk meningkatkan manfaat ekonomi dari keberadaan wisata bahari tersebut. Banyak hal strategis yang dapat dilakukan dalam pengembangan wisata, diantaranya adalah: 1. Melakukan konsultasi kebijakan pengembangan daerah tujuan wisata. Sudin Pariwisata dan Bappekab dapat menyusun arahan pengembangan (masterplan) pariwisata melalui kerjasama dengan dinas yang lebih tinggi atau industri wisata dalam melakukan pemasaran produk ekowisata. 2. Melakukan
terobosan
penting
untuk
memperbaiki
kerangka
dasar
pengembangan pariwisata secara umum, seperti perbaikan iklim investasi, peningkatan keamanan wisatawan, peningkatan kebersihan. 3. Melakukan pengawasan dan arahan dalam perkembangan kegiatan wisata agar tidak mengingkari prinsip keberlanjutan (sustainability). Dalam hal ini pemerintah dapat bekerja sama untuk menciptakan tata kelola Taman Nasional, termasuk dalam hal penyediaan infrastruktur wisata.
4. Bertanggungjawab
dalam
perencanaan,
pengadaan
dan
pemeliharaan
infrastruktur kawasan ekowisata, terutama yang terkait dengan urusan logistik, seperti fasilitas listrik, komunikasi, air bersih dan kebersihan. 5. Memiliki otoritas yang kuat untuk memfasilitasi kerjasama antar kelompok masyarakat yang melakukan berbagai kegiatan di sekitar kawasan wisata, misalnya dengan membentuk serikat pedagang kerajinan dan pengelola kawasan wisata. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sektor publik seringkali berhadapan dengan keterbatasan pemahaman tentang prinsip ekowisata dan pembangunan berkelanjutan. Kerjasama inter sektoral dan lintas sektoral masih seringkali sebatas wacana dan sulit dalam praktiknya. Arogansi sektoral dan daerah yang semakin kuat di kalangan pemerintah, terutama setelah otonomi daerah seringkali menghambat kelancaran pengembangan ekowisata (Kusworo dan Damanik, 2003). Terkait dengan upaya perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan, sektor publik terkesan kurang fleksibel untuk mengubah peraturan agar dapat lebih konsisten dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. 8.1.2 Sektor Swasta Sektor swasta mempunyai modal yang sangat berharga baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk pengetahuan, terutama di bidang manajemen usaha dan pemasaran. Sektor swasta mempunyai pengalaman dan kemampuan yang relatif baik untuk melatih tenaga kerja lokal tentang cara kerja di sektor pariwisata, cara mengelola usaha kecil ataupun menjalin kemitraan (joint venture). Bahkan selain menjadi investor dalam penyediaan akomodasi, terbuka peluang
bagi pihak swasta untuk ikut mendanai penyediaan infrastruktur pendukung wisata atau memperbaiki fasilitas wisata, seperti jalan setapak, toilet umum dan lainnya. Walaupun demikian sektor swasta umumnya mempunyai pemahaman yang terbatas pada prinsip ekowisata dan pembangunan berkelanjutan. Orientasi keuntungan jangka pendek seringkali menjadi pertimbangan utama. Selain itu pengalaman yang terbatas dalam kerjasama dengan masyarakat lokal yang pengetahuan tentang bisnisnya sangat minim dan dengan pemerintahan yang cara kerjanya terlalu birokratis atau dengan lembaga donor internasional yang menuntut efisien tinggi, sering menjadi penghalang bagi sektor ini. 8.1.3 Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga ini dapat berperan paling tidak dalam tiga hal, yaitu: (1) memberikan pengetahuan praktis tentang pengelolaan kawasan ekowisata dan konservasi, (2) melakukan kontak langsung dan kerjasama dengan kelompok sasaran, dan (3) membuka akses ke pihak-pihak yang berkepentingan. Kerjasama yang dapat dilakukan oleh dan dengan pihak LSM, diantaranya adalah: 1. Sharing informasi mengenai pengetahuan dan pengalaman mengenai kondisi ekologi dan sosial budaya masyarakat setempat yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk wisata. 2. Sebagai titik tolak kemitraan antara masyarakat lokal dengan pihak investor. 3. Melakukan kerja sama dengan donor internasional dalam pengembangan wisata. 4. Bersama masyarakat lokal menginisiasi pembentukan unit usaha yang mengkhususkan pada perjalanan minat khusus.
Hingga saat ini di Kepulauan Seribu sudah terdapat peran LSM terkait dengan pengembangan ekowisata bahari. Sudah banyak program yang telah dilakukan oleh LSM diantaranya adalah membangun suatu kerangka ekowisata berbasis masyarakat lokal, melakukan capacity building di masyarakat lokal terkait pengetahuan akan ekologi terumbu karang, memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal terkait keahlian menyelam, melakukan pendampingan dalam tranplantasi karang, menjembatani antara masyarakat lokal dengan pemerintahan daerah dan lain sebagainya. 8.1.4 Masyarakat Lokal Kebijakan yang dipilih dalam pengelolaan kawasan wisata seharusnya mampu menghasilkan model partisipasi masyarakat yang sejelas mungkin. Partisipasi masyarakat sejak awal penyusunan rencana, pelaksanaan proyek, pengelolaan dan pembagian hasilnya merupakan hal yang mutlak dan harus ditegaskan sejak awal. Guna menumbuhkan partisipasi masyarakat maka perlu diciptakan suasana kondusif yaitu suasana yang menggerakkan masyarakat untuk menaruh perhatian dan kepedulian pada kegiatan pariwisata dan kesediaan untuk bekerjasama secara aktif dan berlanjut. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi peran masyarakat, adalah: 1. Memberikan
pemahaman
tentang
urgensi
peran
masyarakat
dalam
pengelolaan pariwisata. Hal ini memerlukan waktu, biaya dan tenaga berpengalaman untuk mendampingi mereka. Harus diupayakan agar mereka tidak hanya menjadi penerima program semata.
2. Mendorong partisipasi masyarakat dengan mengajak pemimpin lokal, asosiasi lokal, gagasan dan harapan masyarakat lokal menjadi sentral dalam penyusunan pariwisata. 3. Membentuk kelompok pemangku kepentingan lokal yang akan terlibat intensif dalam pariwisata. Hal ini dapat melibatkan individu ataupun institusi. Jika pada masyarakat terdapat tokoh kunci maka dapat diajak sebagai pelaku usaha wisata atau terlibat dalam perencanaan pariwisata. 4. Memadukan manfaat yang diperoleh dengan kegiatan konservasi secara langsung dan pastikan bahwa manfaat yang dirasakan dinikmati oleh masyarakat setempat. 5. Mendorong organisasi-organisasi lokal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui aktivitas ekonomi, misal koperasi, asosiasi pengrajin dan lainnya. 6. Memberikan pemahaman bahwa setiap kawasan memiliki situasi yang khusus sehingga kesepakatan bersama selalu tidak mudah dicapai, jika kesepakatan tercapai, maka akan ada kepentingan beberapa kelompok masyarakat yang tidak terakomodir. Peran masyarakat dalam pengelolaan pariwisata di P. Untung Jawa dan P. Pramuka sangat terlihat. Masyarakat berperan sebagai penyedia jasa wisata, sebagian pemilik modal lokal bertindak sebagai pemilik unit usaha, sebagian lainnya yang tidak memiliki akses terhadap modal berperan sebagai tenaga kerja lokal. Perbedaan peran masyarakat di kedua pulau, terlihat dalam pengelolaan objek wisata. Objek wisata P. Untung Jawa dikelola oleh masyarakat setempat dengan bantuan Sudin Pariwisata dan keberadaan organisasi pengelola ini telah
berlangsung selama lebih kurang lima tahun. Sedangkan di P. Pramuka walaupun jumlah pengunjung semakin meningkat, hingga saat ini belum terbentuk suatu organisasi pengelola kawasan wisata, selain itu peran pemerintah dalam mendukung kegiatan wisata di pulau ini kurang terlihat. Hingga saat ini ekowisata di P. Pramuka dilakukan masyarakat lokal dengan didampingi oleh sebuah LSM. 8.2 Preferensi Stakeholder terhadap Pengelolaan Wisata Bahari Berdasarkan penjelasan sebelumnya telah diketahui peran dari masingmasing stakeholder dalam pengelolaan pariwisata. Jika dianalisis lebih lanjut, setiap stakeholder memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebutuhan utama suatu kawasan wisata. Hal ini terkait dengan keadaan spesifik lokasi objek wisata dan kepentingan masing-masing stakeholder. Suatu bentuk wisata diskenariokan terdiri dari atribut upaya konservasi alam, pelibatan masyarakat lokal, kelengkapan sarana dan prasarana serta ketersediaan transportasi. Setiap atribut memiliki level (tingkat kepentingan) yang berbeda, mulai dari tinggi, sedang dan rendah. Hasil conjoint analysis menunjukkan, di kedua pulau setiap stakeholder memiliki preferensi yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17. Wisatawan di P. Untung Jawa menginginkan upaya konservasi adalah hal yang utama sedangkan pemilik unit usaha, tenaga kerja lokal dan masyarakat mengharapkan penyediaan sarana dan prasarana wisata yang lebih lengkap. Mereka berharap dengan semakin lengkapnya sarana dan prasarana maka wisatawan pun akan semakin banyak yang datang sehingga dampak ekonomi yang mereka rasakan akan semakin meningkat.
Wisatawan dan tenaga kerja lokal di P. Pramuka menunjukkan harapan yang berbeda. Wisatawan menginginkan pemenuhan sarana dan prasarana, sedangkan pemilik unit usaha dan masyarakat menginginkan upaya konservasi yang paling utama, karena mereka yakin kedatangan wisatawan ke lokasi tersebut disebabkan oleh kondisi alam yang masih baik. Sehingga bila alam semakin rusak maka wisatawan yang datang akan semakin sedikit sehingga akan merugikan.
Persentase Kepentingan
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Wisatawan
Pemilik Unit Usaha
TK Lokal
Masyarakat
Stakeholder
Konservasi Pelibatan Masyarakat Sarana Prasarana Transportasi
Gambar 16. Preferensi Stakeholder Pariwisata pada Atribut Wisata di Pulau Untung Jawa 35
Persentase Kepentingan
30 25 20 15 10 5 0
Wisatawan
Pemilik Unit Usaha
TK Lokal
Stakeholder
Masyarakat
Konservasi Pelibatan Masyarakat Sarana Prasarana Transportasi
Gambar 17. Preferensi Stakeholder Pariwisata pada Atribut Wisata di Pulau Pramuka
Sedangkan aparat pemerintah (yang diwakili oleh beberapa wakil dari instansi Pemda) dan lembaga non pemerintah juga memiliki preferensi yang berbeda. Bagi pemerintah yang terpenting bagi suatu kawasan wisata adalah pemenuhan sarana dan prasarana sedangkan bagi LSM yang terpenting adalah transportasi. Pihak LSM menganggap transportasi paling penting, karena atribut ini dianggap faktor yang paling utama guna mendatangkan wisatawan. Tabel 20 berikut ini menunjukkan ringkasan preferensi utama dari masing-masing stakeholder. Tabel 20. Ringkasan Preferensi Stakeholder terhadap Atribut Wisata Alam di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 Stakeholder Wisatawan Pemilik Unit Usaha Tenaga Kerja Lokal Masyarakat Pemerintah LSM
Lokasi P. Untung Jawa Konservasi Sarana Prasarana Sarana Prasarana Sarana Prasarana Sarana Prasarana Transportasi
P. Pramuka Sarana Prasarana Konservasi Sarana Prasarana Konservasi
8.3 Pengelolaan Wisata yang Diharapkan Pemilik dan tenaga kerja lokal memandang dan mengharapkan pengelolaan pariwisata dilakukan oleh masyarakat lokal. Kedua pihak beranggapan pengelolaan oleh masyarakat akan memberikan peluang lebih besar bagi mereka untuk mencari nafkah dan menikmati dampak positif dari kegiatan pariwisata tersebut. Prospek wisata yang ada saat ini menurut mereka bagus dan kondisi lingkungan semakin baik dengan adanya kegiatan wisata (ditandai dengan semakin lengkapnya sarana dan prasarana). Selain itu, mereka juga berpandangan tiket diperlukan sebagai salah satu dana untuk membangun sarana dan pengontrol wisatawan yang masuk ke pulau, besarnya tiket yang memadai adalah Rp 3 000
per orang. Menurut para tenaga kerja lokal, selama ini peran pemerintah telah dirasakan walaupun pemerintah jauh lebih berperan dalam pembangunan di P. Untung Jawa. Peran yang paling terasa adalah pembangunan sarana infrastruktur. Demikian halnya dengan persepsi wisatawan akan bentuk suatu objek wisata pada umumnya sama di kedua lokasi. Wisatawan lebih menyukai bentuk wisata yang dikelola oleh masyarakat lokal, dengan alasan biayanya jauh lebih murah dan masyarakat mendapat manfaat dari keberadaan kegiatan wisata. Penilaian wisatawan terhadap kondisi lingkungan setelah adanya kegiatan wisata, berbeda di dua lokasi. Wisatawan di P. Untung Jawa menyatakan bahwa kondisi lingkungan semakin baik, hal tersebut ditunjukkan dengan semakin lengkapnya sarana dan prasarana, taman bermain dan lokasi rumah makan yang tertata lebih rapih. Sementara wisatawan di P. Pramuka memberikan penilaian semakin buruk terhadap lingkungan, hal tersebut didasari pada kondisi terumbu karang yang semakin banyak yang rusak dan banyaknya sampah di pinggir pantai. Keberadaan tiket masuk sebesar Rp 3 000 per orang di P. Untung Jawa, tidak dirasakan memberatkan oleh wisatawan. Menurut wisatawan tiket tersebut dirasa cukup sesuai dan diperlukan untuk melengkapi sarana wisata. Akan tetapi di P. Pramuka yang hingga saat ini belum diterapkan tiket masuk, umumnya (49 persen responden) wisatawan keberatan jika harus membayar tiket masuk. Hal ini didasarkan pada belum lengkapnya sarana wisata di lokasi tersebut. Sebagian lain yang menyatakan bersedia membayar, bahkan menyatakan nilai tiket yang layak adalah Rp 5 000 per orang. Terkait dengan skenario dana konservasi lingkungan yang telah dijelaskan sebelumnya, wisatawan yang bersedia membayar jumlahnya jauh lebih tinggi di
P. Untung Jawa dibandingkan di P. Pramuka, namun dengan nilai yang lebih kecil. Wisatawan di P. Untung Jawa bersedia membayar biaya ini maksimal Rp 3 000 per orang karena menurut mereka biaya yang dibebankan sudah cukup besar terlebih di Tanjung Pasir mereka juga diminta biaya Rp 2 500 per orang di luar biaya parkir (Rp 2 000 per motor atau Rp 5 000 per mobil). Sedangkan wisatawan di P. Pramuka bersedia membayar hingga Rp 5 000 per orang. Sebaliknya di P. Pramuka yang belum diterapkan tiket masuk, kesediaan membayar dana konservasi di P. Pramuka jauh lebih tinggi dibandingkan kesediaan biaya membayar tiket. Hal ini dikarenakan menurut mereka biaya konservasi lebih bermanfaat dibandingkan tiket masuk, disamping alasan lain seperti kekhawatiran mereka terhadap kejelasan pengelolaan tiket masuk. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendapatan dan pendidikan wisatawan di P. Pramuka turut mempengaruhi kesediaan membayar dana konservasi tersebut. 8.4 Identifikasi Strengthness, Weakness, Opportunities and Threats Identifikasi Strengthness, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman pengembangan potensi objek wisata. Hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam merumuskan rekomendasi dan alternatif strategi dalam pengembangan obyek wisata wisata bagi Pemda Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, sebagai stakeholder yang merencanakan pengembangan sektor pariwisata di kawasan ini. Oleh sebab itu, sebagai stakeholder, Pemda perlu mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh kawasan. Identifikasi SWOT yang dilakukan berikut ini bersifat spesifik pulau.
8.4.1 Identifikasi SWOT Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa Kekuatan 1. Memiliki keragaman atraksi dan objek wisata berupa wisata alam (cagar alam P. Rambut) dan sejarah (kepindahan masyarakat ke P. Untung Jawa). 2. Pemda melalui Sudin Pariwisata telah menjadikan pulau ini sebagai desa wisata bahari. 3. Terdapat peran nyata dari pemerintah daerah, diantaranya: (1) Sudin pariwisata menata kawasan objek wisata dan telah rutin memberikan pelatihan kepada para pelaku usaha wisata, Sudin Koperasi dan UKM menyediaan kredit bagi pemilik unit usaha wisata, Sudin Kebersihan rutin membersihkan areal wisata dan Sudin Pekerjaan Umum membangun berbagai fasilitas untuk masyarakat lokal dan wisatawan. 4. Sudah terdapat mekanisme pendanaan objek wisata, melalui penetapan tarif masuk bagi wisatawan dan mekanisme penggunaannya sehingga jumlah turis dan penerimaan wisata dapat lebih terkontrol. 5. Secara geografis, letaknya strategis karena dekat dengan daratan Tangerang sehingga relatif mudah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 6. Telah tersedia sarana penunjang kegiatan pariwisata seperti transportasi laut, homestay, rumah makan, panggung hiburan, telekomunikasi, jalan lingkar pulau dan kebersihan yang cukup baik. 7. Memiliki keterikatan sejarah dengan Perang RI – Belanda, namun saat ini situs-situs sejarah tersebut belum dikelola dengan baik. 8. Jumlah kunjungan tinggi terutama pada libur tertentu seperti hari raya lebaran.
9. Sudah mengembangkan unit usaha makanan khas daerah (kripik sukun dan manisan ciremai). Kelemahan 1. Beberapa objek wisata penting dan potensial belum dikelola dengan baik, misalnya beberapa objek wisata nampak kotor dan tidak terawat. 2. Budaya lokal belum dikemas menjadi objek wisata yang atraktif. 3. Minimnya upaya promosi, pemasaran dan membangun aliansi dengan pihak swasta (travel agent). 4. Keadaan alam atau cuaca yang tidak menentu sangat bepengaruh terhadap kelancaran transportasi air. Ini merupakan ancaman bagi perkembangan pariwisata di P. Untung Jawa pada musim-musim tertentu. 5. Hutan mangrove dan beberapa pantai di bagian belakang pulau belum dikelola dengan maksimal sebagai tujuan wisata. 6. Ketergantungan dalam kebutuhan bahan baku pangan dari daratan Jakarta dan Tangerang. Peluang 1. Skenario Rencana Strategis Kabupaten Tahun 2008-2013, yaitu menjadikan Kepulauan Seribu sebagai destinasi wisata bahari yang berskala nasional dan internasional 2. Pulau Untung Jawa merupakan pulau wisata baik bagi masyarakat dari Tangerang dan sekitarnya maupun pulau-pulau di wilayah Kepulauan Seribu di bagian Selatan, sehingga sangat berpeluang dikembangkan menjadi tujuan
wisata karena sebagai tujuan wisata yang murah dan memiliki peluang pasar yang baik. 3. Letaknya dekat dengan beberapa resort (P.Bidadari), sehingga dimungkinkan untuk menjalin kerjasama untuk menarik wisatawan resort berkunjung sejenak ke Desa Wisata Bahari. 4. Adanya situs sejarah perang RI-Belanda dan situs sejarah kepindahan warga ke P. Untung Jawa yang menarik khususnya bagi wisatawan manca negara untuk melihatnya. Ancaman 1. Kondisi jalan yang rusak dan antrian penyebrangan di Tanjung Pasir dapat mengurangi minat wisatawan untuk berekreasi. 2. Berkembangnya objek wisata di lokasi sekitar Tangerang jika tidak dibarengi dengan pengembangan wisata di P. Untung Jawa akan menjadi ancaman tersendiri. 8.4.2 Identifikasi SWOT Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Pramuka Kekuatan 1. Memiliki potensi objek wisata alam bawah laut (terumbu karang) yang indah sehingga menjadi daya tarik utama bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara,
selain
terumbu
karang
di
lokasi
ini
pun
terdapat
pengembakbiakan penyu sisik dan wisata pendidikan menanam mangrove. 2. Sebagai salah satu tujuan wisata bawah laut yang letaknya relatif dekat dengan ibukota.
3. Sebagai pusat administrasi kabupaten sehingga sarana dan prasarana memadai, seperti dramaga, sekolah dan fasilitas olah raga. 4. Sudah ada upaya promosi, upaya pemasaran dan membangun aliansi dengan pihak swasta (travel agent). 5. Tersedia pilihan sarana transportasi menuju daratan Jakarta baik dengan kapal nelayan maupun kapal pesiar yang rutin setiap hari (saat cuaca baik). 6. Telah tersedia sarana penunjang kegiatan pariwisata seperti transportasi laut, homestay, tempat penyewaan alat, pemandu (guide), rumah sakit dan telekomunikasi, yang cukup baik. 7. Sudah ada pendampingan dari salah satu LSM yang memberikan pelatihan dan advokasi kepada masyarakat dan tenaga kerja lokal. 8. Sudah dirintis program festival P.Panggang, baik budaya maupun bahari. 9. Merupakan salah satu lokasi lomba menyelam yang dekat dengan Jakarta, baik tingkat provinsi maupun nasional. 10. Sudah mengembangkan unit usaha makanan khas daerah (kripik sukun dan manisan ciremai). 11. Tersedia beberapa unit usaha penyewaan alat (diving dan snorkling) yang lengkap dengan jasa pemandu (guide) milik investor lokal dan luar. 12. Keberadaan Balai TNLKS yang memiliki wilayah kerja di wilayah Utara turut mendukung kegiatan pariwisata serta memudahkan dalam koordinasi dan pertukaran informasi. 13. Terdapat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang lokasinya strategis dan memiliki fasilitas chamber untuk para penyelam.
Kelemahan 1. Pemda melalui sudin pariwisata belum memiliki program yang jelas untuk mengembangkan pulau ini menjadi destinasi wisata bahari. Pulau ini hanya diperuntukkan sebagai ibukota kabupaten. 2. Belum ada aturan zonasi yang jelas antara kawasan wisata dan kawasan non wisata, hal ini penting untuk menjaga kualitas lingkungan dan kenyamanan wisatawan. 3. Kondisi sarana penerangan yang tidak stabil dimana listrik harus bergilir membuat wisatawan tidak nyaman. 4. Budaya lokal seperti marawis dan pencak silat belum dikemas menjadi objek wisata yang atraktif. 5. Keadaan alam atau cuaca yang tidak menentu. Hal ini sangat bepengaruh terhadap kelancaran transportasi air dan menjadi ancaman bagi perkembangan pariwisata di P. Untung Jawa pada musim-musim tertentu. 6. Keberadaan hutan mangrove belum dikembangkan secara maksimal sebagai tujuan wisata. 7. Belum memiliki mekanisme pengelolaan wisata yang baik di antara masyarakat, yang diakibatkan oleh tingginya rasa kecurigaan di antara masyarakat. Sehingga belum tersedia suatu mekanisme pembayaran tiket yang dirasakan penting sebagai salah satu upaya untuk pendanaan objek wisata serta pengkontrolan jumlah pengunjung. 8. Sampah baik kiriman dari Jakarta maupun sekitar pulau belum mendapat upaya lebih lanjut. 9. Ketergantungan dalam kebutuhan bahan baku pangan dari daratan Jakarta.
Peluang 1. Skenario Rencana Strategis Kabupaten Tahun 2008-2013, yaitu menjadikan kepulauan Seribu sebagai destinasi wisata bahari yang berskala nasional dan internasional. 2. Tren jumlah kunjungan yang semakin meningkat. Wisatawan awalnya merupakan wisatawan resort namun saat ini mulai jenuh dengan atraksi di resort dan merasa harga per kunjungan di resort sudah terlalu tinggi. 3. Sebagai salah satu tujuan klub-klub penyelam untuk melakukan latihan sebelum mereka melakukan penyelaman di luar Jakarta. 4. Rencana pembuatan jalan lingkar pulau sebagai salah satu upaya untuk menarik wisatawan. 5. Sudah ada investor dari luar pulau (Jakarta) yang menanamkan modalnya di pulau, berupa pembangunan homestay skala besar dan rencana beberapa investor untuk membuka usaha outbond (masih dalam penjajagan). Ancaman 1. Aksi pencurian karang atau memancing dengan strum yang dilakukan para wisatawan yang tidak bertanggung jawab dapat membahayakan ekosistem terumbu karang. 2. Keberadaan pengumpul ikan hias di P.Panggang harus mendapat pengawasan khusus jika tidak maka keberadaannya dapat mengancam keberadaan ekosistem terumbu karang. 3. Rencana penghapusan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) berdampak pada peningkatan harga tiket kapal Sepa dari Marina Ancol ke P. Pramuka menjadi
dua kali lipat (dari Rp 100 000 menjadi Rp 190 000 untuk satu kali perjalanan) hal ini akan berdampak pada pengurangan minat wisatawan untuk berekreasi. 8.5 Analisis Stakeholder Guna merumuskan suatu kebijakan terkait dengan pengelolaan wisata bahari di kawasan Kepulauan Seribu, maka diperlukan suatu kerjasama dari berbagai pihak untuk merumuskannya. Berbagai stakeholder dianggap berperan penting dalam merumuskan suatu kebijakan. Adapun stakeholder tersebut adalah Pemda, pelaku kegiatan wisata, masyarakat lokal serta LSM. Tentunya masingmasing pihak memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang berbeda dalam merumuskan suatu kebijakan. Analisis stakeholder perlu dilakukan suatu untuk menentukan pihak-pihak yang berkompeten dalam merumuskan kebijakan tersebut. Schmeer (2007) menyatakan analisis ini merupakan proses sistematis untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi secara kualitatif untuk menentukan kepentingan siapa yang harus diperhitungkan ketika mengembangkan atau menerapkan suatu kebijakan. Stakeholder dapat diartikan sebagai individu, kelompok atau lembaga yang kepentingannya dipengaruhi oleh kebijakan atau pihak yang tindakannya secara kuat mempengaruhi kebijakan. Setiap stakeholder memiliki pengaruh dan kepentingan dalam kebijakan pengelolaan wisata. Stakeholder yang memiliki kepentingan tinggi merupakan stakeholder primer dimana kepentingannya dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan. Sedangkan stakeholder sekunder, kepentingannya dipengaruhi secara tidak langsung. Adapun daftar sejumlah stakeholder di masing-masing lokasi
wisata serta pengaruh dan kekuatannya dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23. Kepentingan stakeholder dalam kebijakan pengelolaan wisata dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya. Pengaruh stakeholder yang berbeda-beda dalam kebijakan ini dipengaruhi oleh politik, birokrasi dan struktural. Hasil dari kajian pada Tabel 21 dan 22 digunakan sebagai dasar dalam penyusunan matriks kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam kebijakan pengelolaan wisata di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19. Hasil analisis stakeholder menetapkan beberapa stakeholder primer yang akan diikutsertakan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan wisata bahari di wilayah Kepulauan Seribu. Pihak yang terlibat di kedua pulau tidak seluruhnya sama. Stakeholder primer di P. Untung Jawa adalah Bappekab, Sudin Pariwisata dan Sudin UKM dan Koperasi. Tinggi
Tingkat Pengaruh
*1 *2 *5 *3*4
Keterangan: 1. Bappekab 2. Sudin Pariwisata 3. Sudin Perikanan dan Kelautan 4. Sudin PU 5. Sudin Kebersihan 6. Sudin UKM dan Koperasi 7. Masyarakat Pengelola 8. Investor Luar Pulau 9. Pemilik Unit Usaha Lokal 10. Masyarakat Lokal
*6
*7 *8*9 *10
Rendah
Tingkat Kepentingan
Tinggi
Gambar 18. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Wisata di Pulau Untung Jawa Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
Tabel 21. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008
Stakeholder Kepentingan
Suku Dinas Pariwisata
Badan Perencana Pembangunan Kabupaten (Bappekab)
Suku Dinas Perikanan dan Kelautan
Suku Dinas Pekerjaan Umum
Suku Dinas Kebersihan
Suku Dinas UKM dan Koperasi
Mengembangkan pariwisata Melakukan promosi dan peningkatan atraksi wisata Memberikan pelatihan kepada unit usaha dan tenaga kerja lokal Membuat masterplan dan rencana strategis pengembangan wisata Melakukan koordinasi dengan instansi lain dalam mengembangkan wisata Membina masyarakat nelayan Rehabilitasi ekosistem laut Koordinasi dengan sudin pariwisata mengembangkan wisata Membangun sarana dan prasarana wisata Meningkatkan fasilitas wisata Mengelola kebersihan lingkungan dan sarana prasarana wisata Pendampingan UKM Pengembangan produk
Kriteria Evaluasi Sikap Kekuatan S F P
Keputusan Pengaruh
Total Keterlibatan
Tingkat Keterlibatan Pengambil keputusan
3
4
4
4
12
36
Terlibat
3
3
4
5
12
36
Terlibat
Pengambil keputusan
2
3
4
3
10
20
Terlibat
Pemberi pertimbangan
3
4
4
3
11
33
Terlibat
Pengambil keputusan
3
4
4
3
11
33
Terlibat
Pengambil keputusan
3
3
4
3
10
30
Terlibat
Pemberi pertimbangan
140
Tabel 21. Lanjutan Mengelola kegiatan wisata Meningkatkan pendapatan masyarakat Investor luar pulau Membuka lapangan pekerjaan Meningkatkan keuntungan Pemilik Unit Usaha Lokal Meningkatkan kesejahteraan Meningkatkan aktivitas ekonomi Masyarakat lokal Memperoleh pekerjaan Meningkatkan kesejahteraan Keterangan: S: Sumberdaya Manusia, F: Finansial, P: Politik Masyarakat pengelola wisata
3
4
3
2
9
27
Tidak Terlibat
Pemberi pertimbangan
2
3
5
2
10
20
Terlibat
3
2
2
2
6
18
Tidak Terlibat
Penerima informasi Penerima informasi
2
2
2
1
5
10
Tidak Terlibat
Penerima informasi
Tabel 22. Analisis Stakeholder Wisata Bahari di Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008
Stakeholder Kepentingan
Suku Dinas Pariwisata
Sudin Dinas Pekerjaan Umum
Mengembangkan wisata Melakukan promosi dan peningkatan atraksi wisata Memberikan pelatihan kepada unit usaha dan tenaga kerja lokal Membangun sarana dan prasarana wisata Meningkatkan fasilitas wisata
Kriteria Evaluasi Sikap Kekuatan S F P
Keputusan Pengaruh
Total Keterlibatan
3
4
4
4
12
36
Terlibat
2
3
4
3
10
20
Terlibat
Tingkat Keterlibatan Pengambil keputusan
Pemberi pertimbangan
141
Tabel 22. Lanjutan Membuat masterplan dan rencana strategis pengembangan wisata Melakukan koordinasi dengan instansi lain dalam mengembangkan wisata Suku Dinas Perikanan dan Membina masyarakat nelayan Kelautan Rehabilitasi ekosistem laut Koordinasi dengan sudin pariwisata mengembangkan wisata Suku Dinas Kebersihan Mengelola kebersihan lingkungan dan sarana prasarana wisata Suku Dinas UKM dan Koperasi Pendampingan UKM Pengembangan produk unggulan Taman Nasional Laut Kepulauan Mengelola TNLKS Seribu (TNLKS) Menetapkan kebijakan strategis terkait pengelolaan TNLKS Investor luar pulau Membuka lapangan pekerjaan Meningkatkan keuntungan Pemilik Unit Usaha Lokal Meningkatkan kesejahteraan Meningkatkan aktivitas ekonomi Masyarakat lokal Memperoleh pekerjaan Meningkatkan kesejahteraan Lembaga Non Pemerintah memberikan pengetahuan dan (LSM) pendampingan khusus tentang kawasan wisata dan konservasi, melakukan kontak langsung dan kerjasama dengan masyarakat sasaran Keterangan: S: Sumberdaya Manusia, F: Finansial, P: Politik Badan Perencana Pembangunan Kabupaten (Bappekab)
3
3
4
5
12
36
Terlibat
Pengambil keputusan
2
3
4
3
10
20
Terlibat
Pemberi pertimbangan
2
3
3
3
9
18
Tidak Terlibat
2
3
4
3
10
20
Terlibat
3
4
4
3
11
33
Terlibat
Penerima Informasi Pemberi pertimbangan Pengambil keputusan
3
3
5
2
10
30
Terlibat
3
2
3
2
7
21
Tidak Terlibat
2
2
2
1
5
10
Tidak Terlibat
3
4
4
2
10
30
Terlibat
Pemberi pertimbangan Pemberi pertimbangan Penerima Informasi Pemberi pertimbangan
142
Sedangkan stakeholder primer di P. Pramuka adalah Bappekab, Sudin Pariwisata, Sudin UKM dan Koperasi, TNLKS serta LSM. Perbedaan mengenai keberadaan TNLKS dan LSM di kedua pulau dikarenakan kedua pihak ini hanya terdapat (memiliki wilayah kerja) di kawasan Kepulauan Seribu Utara dimana P. Pramuka berada. Pihak-pihak inilah yang selanjutnya dianggap berkompeten dalam merumuskan kebijakan pengelolaan wisata berbasis masyarakat lokal yang ada di kawasan Kepulauan Seribu.
Tinggi
Tingkat Pengaruh
*1 *2 *7
Rendah
*3 *4
*6
Keterangan: 1. Bappekab 2. Sudin Pariwisata 3. Sudin Perikanan dan Kelautan 4. Sudin PU 5. Sudin Kebersihan 6. Sudin UKM dan Koperasi 7. TNKL 8. Investor Luar Pulau 9. Pemilik Unit Usaha Lokal 10. Masyarakat Lokal 11. LSM
*11
*5 *9 *8 *10
Tingkat Kepentingan
Tinggi
Gambar 19. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Wisata di Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 8.6 Alternatif Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Wisata Bahari Tahapan akhir penelitian ini adalah merumuskan alternatif rekomendasi kebijakan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal. Seluruh analisis yang telah dilakukan sebelumnya, yang meliputi analisis dampak ekonomi,
penilaian jasa lingkungan, analisis persepsi dan prefrensi serta SWOT, dipetakan dan dijadikan bahan diskusi lebih lanjut. Peserta diskusi mendalam ini adalah para stakeholder yang telah ditentukan sebelumnya. Konsep dari diskusi ini adalah bagaimana menerapkan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) pada wisata alam berbasis masyarakat lokal, dimana kegiatan ini harus menjaga keseimbangan
antara
keuntungan
yang
dihasilkan
tanpa
mengorbankan
sumberdaya alam, kebudayaan, atau ekologi. IFTO (1994) menyatakan terdapat empat kebutuhan utama untuk pemeliharaan jangka panjang dari daerah tujuan pariwisata, yaitu: (1) populasi harus tetap sejahtera dan mempertahankan identitas kebudayaan mereka, (2) daerah wisata harus tetap menarik bagi turis, (3) tidak ada yang dilakukan untuk merusak ekologi, dan (4) terdapat kerangka politik yang efektif. Adapun beberapa alternatif rekomendasi yang dihasilkan untuk pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal adalah sebagai berikut: Kebijakan 1. Mempertegas Kebijakan dan Penguatan Kelembagaan 1. Mempertegas dan memperjelas kebijakan pengembangan wisata dan sektor pendukungnya. Sejauh ini belum tersedia payung hukum dalam pengelolaan maupun pengembangan wisata alam di kawasan ini. Kebijakan yang jelas dan tegas diwujudkan dengan adanya Rencana Tata Ruang / masterplan pengembangan wisata yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah. Selain masterplan, Pemda juga harus memiliki Rencana Strategi (RENSTRA) pengembangan sektor pariwisata untuk periode tertentu lengkap dengan roadmap
mencapai
target
pengembangan
tersebut.
Sebagai
acuan
pengembangan objek wisata, Pemda juga harus memiliki Rencana Induk Pengembangan Objek Wisata (RIPOW). Agar memiliki kekuatan hukum,
sebaiknya dokumen kebijakan tadi diperkuat dengan Peraturan Daerah (PERDA). 2. Memperkuat organisasi pengelola pariwisata, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Berkaitan dengan lembaga pemerintah, Pemda harus memperjelas tupoksi dinas pariwisata, pengembangan SDM pariwisata, alokasi anggran yang memadai, pengembangan fasilitas lembaga pengelola dan lain-lain. Selain itu, Pemda harus menciptakan iklim yang kondusif agar pihak swasta mau investasi di sektor pariwisata, melakukan pembinaan dan kerjasama dengan pihak swasta dalam pengembangan pariwisata. Kebijakan 2. Pengembangan Sarana Transportasi dan Fasilitas Pendukung 1. Pemda harus membuat kebijakan yang terpadu untuk menyediakan sarana transportasi air yang layak, aman dan nyaman. 2. Mempercepat pembangunan bandara udara di P. Panjang, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan jumlah wisatawan. Selanjutnya dalam pengoperasiannya, pemerintah harus memberikan insentif atau subsidi kepada pihak swasta agar mau berinvestasi di jasa layanan penerbangan, misal melalui pemberian keringanan pajak 3. Peningkatan atau pembangunan fasilitas pendukung kegiatan pariwisata seperti akomodasi, telekomunikasi, restoran, keuangan dan lain-lain. Pemerintah diminta untuk memberikan insentif kepada pihak swasta agar mau berinvestasi di sektor ini. Kebijakan 3. Membangun Sinergi Kebijakan di Bidang Pariwisata 1. Mengembangkan kebijakan yang komprehensif dan partisipatif.
2. Membangun sinergi kebijakan antara instansi terkait (contohnya antara Sudin Pariwisata, Bappekab, Sudin Pekerjaan Umum, Sudin Perikanan dan Kelautan dan TNLKS). 3. Membangun sinergi dan koordinasi antara sektor publik (Pemda dan TNLKS) dan sektor swasta. 4. Membangun sinergi antara sektor publik, swasta, LSM dan masyarakat lokal. Kebijakan 4. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia 1. Bagi internal staf di Pemda, melalui: (1) peningkatan kapasitas staf di instansi terkait dengan pengembangan wisata melalui kursus, pendidikan lanjutan, studi banding ke berbagai daerah yang telah berhasil mengembangkan wisata dan (2) rekruitmen staf baru dengan latar belakang pendidikan yang mendukung pengembangan pariwisata khususnya ekowisata. 2. Bagi pelaku usaha, melalui: (1) pelatihan enterpreneurship (Small Medium Enterpreneurship Training) untuk meningkatkan kemampuan manajemen usaha, (2) meningkatkan keterampilan atau kreatifitas masyarakat untuk menghasilkan produk handicraft yang artistik dan bernilai jual, dan (3) pengembangan lembaga-lembaga keuangan mikro: koperasi, simpan pinjam dan BPR. 3. Bagi masyarakat umum, melalui: (1) peningkatan kesadaran untuk memelihara potensi wisata yang dimiliki, sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat sebagai pengelola dari kegiatan wisata tersebut dan pemerintah sebagai fasilitator dan (2) meningkatkan sikap masyarakat dalam memberikan pelayanan pada wisatawan sehingga tercipta suatu “good service”.
4. Bagi institusi pendidikan, melalui: (1) membuka lembaga pendidikan kepariwisataan (dapat dilakukan oleh Pemda atau swasta) dan (2) menjalin kerjasama dengan pihak asosiasi pariwisata guna menyalurkan lulusan. Kebijakan 5. Pengembangan dan Pemeliharaan Objek Wisata 1. Membangun zonasi secara partisipatif seperti yang telah dilakukan oleh TNLKS. 2. Membangun organisasi dan kelembagaan pengelola objek wisata di tingkat lokal. Hal penting yang harus diwujudkan, adalah: (1) organisasi pengelola di tingkat lokal, (2) aturan main (rule of the game) organisasi, (3) job description dari organisasi pengelola tersebut, dan (4) monitoring jalannya organisasi tersebut. 3. Mengembangkan sistem pendanaan lingkungan untuk menjaga kelestarian lingkungan, misalnya: (1) mengidentifikasi sumber dana potensial (donor) yang peduli terhadap objek wisata tersebut, (2) mengidentifikasi sumber dana di luar donor (retribusi, tiket masuk, ecological fee yang dibebankan pada wisatawan), (3) mengembangkan mekanisme pengelolaan dana lingkungan yang terkumpul, dan (4) kejelasan alokasi penggunaan dana retribusi. Kebijakan 6. Promosi dan Pemasaran Pariwisata 1. Identifikasi pangsa pasar wisata, baik pasar domestik maupun asing, untuk wisata minat khusus, wisata budaya, sejarah dan lain-lain. 2. Melakukan promosi melalui leaflet, poster, pemasangan iklan media cetak, internet, penayangan iklan di media elektronik.
3. Melakukan promosi bersama (kerjasama regional) antara Pemda Provinsi DKI Jakarta. 4. Menjalin kerjasama dengan biro perjalanan baik di Jabotabek maupun di beberapa kota besar selain Jabodetabek. 5. Mendirikan Tourism Information Centre (TIC) di lokasi strategis.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan 1. Pariwisata alam (bahari) di Kepulauan Seribu memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal. Aliran uang dari wisatawan ke masyarakat lokal menciptakan sejumlah UKM yang berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja lokal. 2. Kontribusi ekonomi bagi masyarakat lokal masih relatif rendah, hal ini dikarenakan kebocoran ekonomi yang terjadi masih sangat besar, dimana sekitar 50 persen spending tourist terjadi di luar lokasi sehingga manfaat ekonomi yang dibawa oleh wisatawan belum maksimal. 3. Besarnya dampak ekonomi, langsung, tak langsung dan lanjutan, yang ditunjukkan oleh nilai tourism income multiplier lebih tinggi di wilayah Selatan (P. Untung Jawa) dibandingkan di wilayah Utara. Hal ini disebabkan lebih tingginya jumlah kunjungan dan adanya peran aktif dari Pemda (sudin pariwisata). 4. Kebijakan Pemda selama ini kurang tepat karena hanya mengutamakan pengembangan wisata bahari di wilayah Selatan (P. Untung Jawa). Wilayah Utara dengan potensi yang dimilikinya juga layak secara ekonomi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata bahari berbasis masyarakat lokal. 5. Dampak negatif yang paling terlihat dari kegiatan wisata ini adalah sampah, sedangkan dampak lain yang sedikit terasa adalah inflasi, displacement effect dan perubahan budaya masyarakat (khususnya kaum muda). 6. Destinasi wisata di Utara dan Selatan memiliki karakteristik wisatawan yang berbeda. Wisatawan di wilayah Selatan, umumnya berasal dari Tangerang
Banten, jumlah rombongan kurang dari 10 orang, tidak bermalam, tingkat pendidikan akhir rata-rata SMU, rata-rata pendapatan per bulan Rp 2 000 000 - Rp 5 000 000, pengeluaran per kunjungan kurang dari Rp 250 000 dan tipe interaksi dengan objek wisata adalah mass dan charter. Wisatawan di wilayah Utara, umumnya berasal dari Jabodetabek, jumlah rombongan antara 6 - 20 orang, tingkat pendidikan rata-rata S1 dan S2, rata-rata pendapatan per bulan Rp 5 000 000 - Rp 10 000 000 , pengeluaran per kunjungan antara Rp 250 000 - Rp 500 000 dan tipe interaksi dengan objek wisata adalah off beat dan incipient mass. 7. Fungsi permintaan rekreasi menunjukkan permintaan rekreasi ke P. Untung Jawa tidak responsif terhadap biaya perjalanan sedangkan kondisi sebaliknya bagi permintaan rekreasi ke P. Pramuka. 8. Nilai manfaat jasa lingkungan yang dirasakan oleh wisatawan nilainya jauh lebih tinggi di lokasi yang menawarkan kualitas alam lebih baik (P. Pramuka). Secara keseluruhan, nilai manfaat jasa lingkungan untuk rekreasi per tahun jauh lebih tinggi di P. Untung Jawa
(15.6:1) karena jumlah kunjungan
wisatawan di jauh lebih tinggi di pulau ini (7:1). 9. Wisatawan bersedia membayar tarif masuk dalam bentuk dana konservasi, dimana nilai WTP yang lebih tinggi terdapat di lokasi wisata yang menawarkan kualitas alam yang lebih baik (P.Pramuka). Rata-rata WTP per kunjungan adalah Rp 3 471 di P. Untung Jawa dan Rp 7 433 di P. Pramuka. 10. Peran aktif masyarakat dalam mengelola kawasan wisata sudah terlaksana dengan baik di wilayah Selatan (P. Untung Jawa) namun hal tersebut belum terjadi di wilayah Utara (P. Pramuka).
11. Persepsi wisatawan terhadap kondisi objek wisata umumnya baik, namun penilaian lebih tinggi diberikan kepada lokasi wisata yang justru belum dikelola oleh pemerintah (P. Pramuka). Atribut panorama alam harus mendapat perhatian lebih di P. Untung Jawa, sedangkan di P. Pramuka sarana dan prasarana harus segera dilengkapi. 12. Terkait bentuk wisata alam, para stakeholder memiliki preferensi atribut yang berbeda. Stakeholder di P. Untung Jawa umumnya menyatakan sarana dan prasarana yang terpenting, sedangkan di P. Pramuka umumnya menyatakan upaya konservasi dan sarana prasarana. 13. Guna merumuskan kebijakan pengelolaan wisata alam maka stakeholder primer di P. Untung Jawa adalah Bappekab, Sudin Pariwisata dan Sudin Koperasi dan UKM. Sedangkan untuk P. Pramuka adalah Bappekab, Sudin Pariwisata dan Sudin Koperasi dan UKM, TNLKS dan LSM. 14. Mempertegas kebijakan dan penguatan kelembagaan merupakan prioritas utama dari sejumlah alternatif rekomendasi kebijakan. 10.1 Saran 1. Guna meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, Pemda harus lebih proaktif dalam mengembangkan wisata alam. 2. Upaya meningkatkan keuntungan masyarakat lokal dapat dilakukan dengan: (1) membangun sarana dan prasarana, (2) penyebaran pembangunan pariwisata dan keuntungannya secara geografi, (3) mendirikan jejaring lintas sektoral yang lebih kuat, (4) maksimalisasi tenaga kerja lokal, (5) mendukung kepemilikan lokal dan UKM, (5) melakukan capacity building bagi masyarakat lokal, dan (6) optimalisasi pendapatan pajak.
3. Khususnya untuk kawasan Utara, untuk meningkatkan dampak ekonomi upaya yang dapat ditempuh adalah pembangunan sarana dan prasarana serta membentuk badan pengelola wisata yang dikelola oleh masyarakat lokal. 4. Konservasi harus diutamakan untuk meminimumkan dampak negatif terhadap ekosistem dan menjaga kelestarian alam agar kegiatan wisata dapat tetap berlangsung. 5. Pembangunan sarana dan prasarana harus diselaraskan dengan konservasi. 6. Upaya meningkatkan net benefit keberadaan kawasan wisata alam dapat dilakukan melalui peningkatan tarif masuk.
DAFTAR PUSTAKA Abdrabo, M. A. and M. A. Hassaan. 2005. Stakeholder Analysis. www.wadi.unifi.it/ stakeholder_analysis_cedare.pdf. Accessed: August 30, 2007. Ashley, C. 1995. Tourism, Communities and The Potential Impact on Local Incomes and Conservation. Research Discussion Paper No.10. Ministry of Environment and Tourism Namibia, Windhoek. Ashley, C. and E. Garland. 1994. Promoting Community Based Ecotourism Development: What, Why and How? Research Discussion Paper No.4. Ministry of Environment and Tourism Namibia, Windhoek. Bockstael, N. E., I. E. Strand and W. M. Hanemann. 1987. Time and The Recreation Demand Model. American Journal of Agricultural Economics, 69 (2): 293-302. Cesar, H. S. J. 2000. Collected Essays on the Economics of Coral Reefs. Coral Degradation in The Indian Ocean (CORDIO), Stockholm. Cooper, C., J. Fletcher, D. Gilbert, R. Shepherd, and S. Wanhill. 1998. Tourism: Principles and Practice. Second Edition. Prentice Hall, London. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2001. Rencana Induk Pengembangan Wisata Bahari. Executive Summary Report. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta. . 2008. Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia Tahun 2007. Pusat Data dan Informasi, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta. Dixon, J. and P. Sherman. 1990. Economics Protected Areas: A New Look at Benefit and Cost. Island Press, Washington. Englin, J. and J. S. Shonwkiler. 1995. Modeling Recreation Demand in The Presence of Unobservable Travel Costs: Toward A Travel Price Model. Journal of Environmental Economics and Management, 29 (1): 368-377. Ennew, C. 2003. Understanding The Economic Impact of Tourism. http://www. nottingham.ac.uk/ttri/pdf/2003_5.pdf. Accessed: November 2, 2007. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Freeman, A. M. 1993. The Measurement of Environmental and Resource Values: Theory and Methods. Resources for The Future, Washington. From, A. 2004. Abusing Eco-Tourism, The Retoric of A Noble Cause, Used for Comercial Ends. Newsweek Bugdet Travel Inc., London.
154
Garrod, G. and K. G. Wilis. 1999. Economic Valuation of The Environment: Method and Case Studies. Edward Elgar Publishing, Massachusetts. Grafton, R. Q., W. Adamowicz, D. Dupont, H. Nelson, R. J. Hill and S. Renzetti. 2004. Economic of The Environment and Natural Resources. Blackwell Publishing, London. Hellerstein, D. and R. Mendelson. 1993. A Theoretical Foundation for Count Data Model. American Journal of Agricultural Economics, 75 (1): 604-611. Huftschmidt, M., D. E. James, A. D. Meister, B. T. Bower and J. A. Dixon. 1983. Environment, Natural System, and Development: An Economic Valuation Guide. The John Hopkin University Press, Baltimore. Hundloe, T. 1990. Measuring The Value of The Great Barrier Reef. Journal of The Royal Australian Institute of Parks and Recreation, 26 (3): 11-15. Iamtrakul, P., K. Teknomo and K. Hokao. 2005. Publik Park Valuation Using Travel Cots Method: A Case Study of Saga City, Japan. Proceeding of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, 5: 1249-1264. Isangkura, A. 2000. Environmental Valuation: An Entrance Fee System for National Parks in Thailand. Research Reports. (Environmental Economics Program for South East Asia (EEPSEA). http://www. idrc.ca/en/ev-8431201-1-DO_TOPIC.html. Accessed: October 1, 2007. International Union for Conservation of Nature. 1998. Economic Values of Protected Areas: Guidelines for Protected Area Managers. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge. http://www.unepie.org/pc/tourism/library/ sust_prot_areas.htm. Accessed: October 1, 2007. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. The Macmillan Press Ltd, London. Kweka, J., O. Morrissey and A. Blake. 2000. Is Tourism A Key Sector in Tanzania? Input Output Analysis of Income, Output, Employment and Tax Revenue. http://www.nottingham.ac.uk/ttri/pdf/2001_1.pdf. Accessed: October 1, 2007. Linberg, K. and R. Huber. 1993. Economic Issues in Ecotourism Management. Ecotourism Society, Vermont. and J. Enriquez. 1994. An Analysis of Ecotourism's Economic Contribution to Conservation and Development in Belize. Report for WWF, Belize. . 1996. The Economic Impacts of Ecotourism. http://www. ecotourism. ee/oko/kreg.html. Accessed: November 1, 2007. Liston, H. C. and A. Heyes. 1999. Recreational Benefits from The Dartmoor National Park. Journal of Environmental Management, 55 (1): 69-80.
155
Mak, J. 2004. Tourism and The Economy: Understanding The Economics of Tourism. University of Hawai Press Book, Honolulu. Marine Ecotourism for Atlantic Area. 2001. Planning for Marine Ecotourism in The EU Atlantic Area. University of The West Of England, Bristol. Marshall, V. 2004. Assessing The Possible Local Community Benefits from Ecotourism Operations in Kenya. www.uga.edu/juro/2004/marshall1.htm. Accessed: October 1, 2007. Marsinko, A., W. T. Zawacki and J. M. Bowker. 2002. Travel Cost Methods in Planning: A Case Study. Tourism Analysis, 6 (1): 203-211. McKean, J. R., D. M. Johnson and R. G. Walsh. 1995. Valuing Time in Travel Cost Demand Analysis: An Empirical Investigation. Land Economics, 71 (1): 96-105. Nam, P. K. and T. V. H. Son. 2001. Tourism Makes Consevation Pay: The Recreational Value of The Hon Mun Island in Vietnam. Environmental Economics Program for South East Asia (EEPSEA) Policy Brief and Research Report, Singapore. O’Riordan, T. 1981. Environmentalism. 2nd Edition. Pion Books, London. Pemerintah Daerah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 2001. Filosofi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kepulauan Seribu. Pemerintah Daerah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta. Pitana, I. G. dan P. G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi, Yogyakarta. Porges, R. 2005. Guidelines for Measuring On-Site Spending at Gated Event and Festivals. Research Resolutions and Consulting Ltd. Tourism, British Columbia. Powell, R. and L. Chalmers. 1995. Regional Economic Impact: Gibraltar Range and Dorrigo National Parks. Report for The New South Wales National Parks and Wildlife Service, Sydney. Ruitenbeek, H. J. 1999. Blue Pricing of Undersea Treasures – Needs and Opportunities for Environmental Economics Research on Coral Reef Management in South East Asia. Presented at The 12th Biannual Workshop of The Environmental Economics Program for South East Asia (EEPSEA), Singapore. Sarampe, L. O. 2004. Kajian Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Muna untuk Penerapan Ekoturisme. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
156
Seragaldin, 1996. Making Development Sustainable from Concept to Accept The International Bank for Rekonstruction and Development. The World Bank, Washington. Situmorang, B. 2004. Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Kepulauan Seribu. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Social Development Department. 1995. Guidance Note on How to Do Stakeholder Analysis of Aid Projects and Programmes. Social Development Department, Overseas Development Administration. http://www.euforic. org/gb/stake1.htm#intro. Accessed: December 2, 2007. Smith, C. and P. Jenner. 1992. The Leakage of Foreign Exchange Earnings from Tourism. Travel and Tourism Analyst, 3: 52-66. Spurgeon, J. 1992. The Economic Valuation of Coral Reefs. Marine Pollution Bulletin, 24 (11): 529-536. Steele, P. 1995. Ecotourism: An Economic Analysis. Journal of Sustainable Tourism 3 (1): 29-44. Stein, T. V., J. K. Clark and J. L. Rickards. 2003. Assessing Nature’s Role in Ecotourism Development in Florida: Perspectives of Tourism Professionals and Government Decision - Makers. Journal of Ecotourism, 2 (3): 155-172. Sunarminto, T. 2002. Dampak Ekoturisme Wisata Bahari Pulau Menjangan Taman Nasional Bali Barat terhadap Ekonomi Masyarakat dan Kelestarian Kawasan. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. The International Ecotourism Society. 2000. Consumer Demand and Operator Support for Socially and Environmentally Responsible Tourism. http://www.ecotourism.org/webmodules/webarticlesnet/templates/eco_tem plate.aspx?articleid=206. Accessed: September 2, 2007. The International Ecotourism Society. 2000. Ecotourism Statistical Fact Sheet. http://www.ecotourism.org/WebModules/WebMember/MemberApplicatio n/onlineLib/MemberApplication/onlineLib/Uploaded/Ecotourism%20Fact sheet%202000.pdf. Accessed: September 3, 2007. United
Nations Environment Programme. 2000. About Ecotourism. http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?DocumentID=2 38&ArticleID=3016&l=en. Accessed: September 15, 2007.
United Nations World Tourism Organization. 2008. Tourism Highlight Edition 2008 Edition. http://www.travelindustrywire.com/article36366.html. Accessed: December 20, 2008.
157
Vanhove, N. 2005. The Economics of Tourism Destination. Elsevier Butterworth Heinemann, London. Ward, N. K. 1997. Ecotourism Reality or Rhetoric: Ecotourism Development in the State of Quintana Roo, Mexico is A Critical Analysis. Accessed: September 1, 2007. Wearing, S. and J. Neil. 1999. Ecotourism: Impacts, Potentials and Possibilities. Oxford and Woburn: Butterworth Heinemann, London. Wells, M. P. 1997. Economic Perspectives On Nature Tourism, Conservation and Development. Pollution and Environmental Economics Division, Environmental Economics Series. World Bank, Washington. World Travel Tourism Council. 1997. Travel and Tourism Creating Job for The Millenium. Green Globe, Jakarta. Wunder, S. 2000. Ecotourism and Economic Incentive: An Empirical Approach. Ecological Economics, 32 (1): 465-479.
158
LAMPIRAN
159
Lampiran 1. Kuisioner Wisatawan
Kuisioner Wisatawan Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan tujuan wisata bahari yang tengah giat mengembangkan potensinya. Sejauh ini masyarakat menilai wisata bahari yang dikembangkan di wilayah ini terkait erat dengan resort-resort yang ada dan belum mengaitkannya dengan peranan dan dampaknya pada masyarakat lokal. Berapa manfaat keberadaan wisata berbasis masyarakat lokal, dampaknya pada masyarakat lokal dan lingkungan serta strategi pengembangan wisata lebih lanjut sangat perlu untuk diketahui. Survei ini akan terkait dengan hal-hal tersebut. Kami mohon anda memberikan jawaban dan penilaian anda sebagai masukan dalam pengembangan kawasan ini lebih lanjut. Perlu diketahui tidak ada jawaban yang salah ataupun benar. Opini dan jawaban anda adalah yang terbaik. Terimakasih atas bantuannya. Petunjuk Anda dimohon bantuannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Untuk pertanyaan yang berupa pilihan anda cukup memilih jawaban yang sesuai dengan pilihan anda. Terdapat empat tipe pertanyaan A, B, C, D dan Saran. Pernyataan yang tercetak miring merupakan panduan untuk masing-masing pertanyaan. Pilihan jawaban telah kami sediakan, jika jawaban anda tidak tersedia silahkan mengisi pada kolom yang telah disediakan. A. Pertanyaan Terkait Lokasi Wisata 1.
Domisili anda saat ini adalah? Kota ..............................Provinsi...............................
2.
Jika dihitung sejak awal tahun 2007, sudah berapa kali anda mengunjungi objek wisata ini?
3.
Jika dihitung sejak awal tahun 2002, sudah berapa kali anda mengunjungi objek wisata ini?
4.
Jika dihitung secara keseluruhan, sudah berapa kali anda mengunjungi objek wisata ini ?
5.
Apakah anda datang sendiri ke P.Pramuka? Ya/Tidak (Jika ya, lanjutkan ke pertanyaan no.7)
6.
Jika anda tidak datang sendiri berapa jumlah anggota rombongan anda? (....orang) (berdasarkan kunjungan terakhir)
7.
Apakah anda bermalam di objek wisata ini? Ya/Tidak (Jika tidak, lanjutkan ke pertanyaan no.9)
8.
Jika ya, berapa lama anda umumnya akan menginap di objek wisata ini? (......hari)
9.
Apakah tujuan anda mengunjungi objek wisata ini? (pilihan boleh lebih dari satu) 1) berekreasi
2) penelitian
3) bekerja
4) alasan lain
(silahkan tulis)........... 10.
Bagaimana anda mencapai objek wisata ini ? 1) kendaraan umum + kapal nelayan (ojek kapal)
160
2) kendaraan umum + kapal pesiar (kapal sepa) 3) kendaraan pribadi + kapal nelayan (ojek kapal) 4) kendaraan pribadi + kapal pesiar (kapal sepa) 5) lainnya (silahkan tulis)........... 11.
Dari rumah anda, berapa lama waktu yang anda habiskan untuk mencapai objek wisata ini ?( ......jam) (untuk satu kali perjalanan, bukan pulang-pergi)
12.
Berapa lama waktu yang anda habiskan di objek wisata ini ? (.......jam)
13.
Sudah berapa lama anda mengetahui keberadaan objek ekowisata ini? (......tahun)
14.
Dari mana anda memperoleh informasi mengenai objek wisata di lokasi ini ? (pilihan jawaban boleh lebih dari satu)
15.
1) teman
2) surat kabar
3) internet
5) radio
6) televisi
7) sumber lain..............................
Aktivitas utama yang anda lakukan di objek wisata ini adalah.... (pilihan jawaban boleh lebih dari satu) 1) snorkeling
2) diving
5) menikmati pantai 6)outbond 16.
4) brosur
3) memancing
4) berperahu/canoe
7) lainnya .............................
Mohon anda merinci biaya yang anda keluarkan selama berekreasi (dalam satuan Rp/orang, jika tidak ada biaya yang dikeluarkan, silahkan diisi angka nol, baris ini tidak perlu diisi ) a. biaya perjalanan pulang pergi (jika anda menggunakan kendaraan pribadi, dapat dihitung jumlah liter bensin yang digunakan hingga ke muara angke/marina dan biaya kapal ke pulau) b. Biaya transportasi lokal (biaya untuk menyewa kapal untuk snorkling/diving/memancing, atau transport antar pulau di sekitar pulau) c. Konsumsi (di lokasi) (biaya untuk makan, minum dan rokok selama di pulau) d. Akomodasi (biaya untuk menginap di homestay atau villa) e. Pembelian souvenir atau oleh-oleh f. Penyewaan alat (biaya untuk menyewa peralatan snorkling / diving) g. Dokumentasi h. Lainnya (biaya tol, atau biaya masuk Marina Ancol)
17.
18.
Tolong anda urutkan lokasi yang telah anda kunjungi di objek wisata ini berdasarkan tingkat kepuasan yang diberikan peringkat 1 untuk lokasi yang memberikan kepuasan tertinggi) Lokasi Peringkat 1. Pantai ................ 2. Penangkaran penyu ................ 3. Hutan bakau ................ 4. Terumbu karang ................ 5. ......................... ................ (silahkan tulis jika ada yang lain) Selain objek wisata ini, sebutkan lokasi lain yang menjadi prioritas kunjungan selain ke pulau ini? Tolong sebutkan spesifik objek wisata (misal ancol, puncak,
161
dan lain-lain).................................................. 19.
Berapa waktu perjalanan yang dihabiskan ke lokasi tersebut ? (......jam) (untuk satu kali perjalanan, bukan pulang-pergi)
20.
Berapa biaya yang dihabiskan untuk ke lokasi tersebut ? Rp......... (termasuk biaya perjalanan, akomodasi dan konsumsi)
21.
Dalam satu tahun terakhir berapa kali anda melakukan kegiatan wisata outdoor ? ....kali (dihitung sejak januari 2007, pergi ke mall tidak termasuk wisata)
B. Karakteristik Pengunjung 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
Apakah anda sering mengikuti perkembangan atau membaca berita yang berhubungan dengan lingkungan ? 1) sering 2) kadang-kadang 3) tidak pernah Apakah anda menyukai kegiatan alam terbuka dengan kondisi yang masih alami (natural) ? 1) ya 2) kadang-kadang 3) tidak Pernahkah anda pernah mendapatkan pendidikan cinta alam atau mengikuti organisasi lingkungan ? 1) pernah 2) tidak pernah Apakah anda pernah mengikuti kegiatan cinta alam atau yang berhubungan dengan lingkungan? 1) pernah 2) tidak pernah Apakah anda sering mengikuti perkembangan atau membaca berita yang berhubungan dengan wisata bahari? 1) sering 2) kadang-kadang 3) tidak pernah Pernahkah anda mendapatkan pengetahuan/pelatihan yang berkaitan dengan wisata bahari (snorkling, diving, dan lain-lain) ? 1) pernah 2) tidak pernah Pernahkah anda mendengar atau membaca tentang ekoturisme atau ekowisata? (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan bagian C). Menurut anda faktor apa saja yang terlibat dalam ekowisata? (jawaban boleh lebih dari 1) 1) rekreasi 2) pemberdayaan masyarakat lokal 3) bisnis 4) lingkungan alami 5) konservasi lingkungan 6) pendidikan lingkungan 7) lainnya..... ........................................
C. Preferensi Konsumen Terhadap Keberadaan Ekowisata 1. 2.
3.
Menurut anda objek wisata apa yang paling sesuai berada di Kepulauan Seribu? 1) private ecotourism 2) community based ecotourism 3) keduanya Menurut anda bagaimana peluang pengembangan ekowisata di objek wisata ini ? (silahkan tulis)...........
Sejauh pengamatan anda, bagaimana kondisi lingkungan/perairan/terumbu karang
162
setelah ada wisata bahari ? 1) tetap tidak berubah 2) semakin baik 3) semakin rusak Selama ini belum diterapkan tarif masuk untuk memasuki wilayah ini, apakah anda setuju jika terdapat tarif masuk untuk berekreasi ke wilayah ini? Ya/Tidak (jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no.7) Berikut terdapat daftar tarif masuk per satu kali kunjungan, berapakah harga tiket maksimal yang bersedia anda bayarkan... 1) 3000 2) 4000 3) 5.000 4) 6.000 5) 7.000 6) lainnya......... Mengapa anda tidak bersedia membayar? 1) tidak perlu 2) sudah ditanggung pemerintah 3) (silahkan tulis)...........
4.
6.
7.
8. Jika pulau ini merupakan suatu bentuk objek ekowisata. Diskenariokan terdapat empat atribut dengan masing-masing atribut memiliki level yang berbeda. (i)
Atribut sarana dan prasarana wisata : lengkap, sedang dan tidak lengkap.
(ii)
Atribut upaya pelestarian alam
: tinggi, sedang dan rendah.
(iii) Atribut pelibatan masyarakat lokal : tinggi, sedang dan rendah (iv)
Atribut transportasi menuju lokasi
: sulit dan mudah
Jika keseluruhan level atribut digunakan dalam kombinasi, maka akan ada ada 54 kombinasi. Untuk memudahkan responden memberikan penilaian maka secara random telah dipilih 9 kombinasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dari tabel di bawah ini, anda diminta mengurutkan kombinasi yang menurut anda paling ideal atau paling baik menurut anda dalam pengembangan ekowisata di wilayah ini (berurut 1-9, dimana 1 adalah pilihan yang menurut anda paling ideal dan 9 untuk yang paling tidak ideal)
Tabel. Kombinasi Atribut Ekowisata Kombinasi Terpilih Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sarana dan Prasarana Wisata Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap
Upaya Pelestarian Alam Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Rendah Tinggi Rendah Sedang
Pelibatan Transportasi Masyarakat menuju Lokal Pulau Rendah Sulit Sedang Sulit Tinggi Sulit Tinggi Mudah Rendah Mudah Sedang Mudah Sedang Mudah Tinggi Mudah Rendah Mudah
Urutan
163
8. (Skenario hipotetik) Saat ini kondisi terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu banyak yang mengalami kerusakan. Hal ini tentunya akan merusak keseimbangan ekologi laut yang tentunya berdampak pada kehidupan masyarakat. Sebagai suatu sumberdaya alam yang memiliki nilai tinggi, diperlukan suatu upaya agar kerusakannya tidak terus terjadi dan diperlukan suatu upaya dari masyarakat dan pemerintah guna memperbaiki kondisi tersebut. Jika diperlukan suatu dana guna melakukan koservasi terumbu karang dan memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal untuk melakukan upaya konservasi, bersediakah anda memberikan sejumlah dana konservasi? Ya/Tidak. (Jika tidak bersedia lanjutkan ke pertanyaan no.9). Jika ya,berapakah dana konservasi yang bersedia anda bayarkan untuk setiap kali kunjungan (di luar tiket masuk)? 1) 500 2) 1.000 3) 1.500 4) 2.000 5) 2.500 6) 3.000 7) 3.500 8) 4.000 9) 4.500 10) 5.000 .. ................ 9. Mengapa anda tidak bersedia membayar ? 1) tidak mengkhawatirkan kerusakan 3) tidak mempunyai uang 5) (silahkan tulis) .........................
2) sudah ditanggung pemerintah 4) khawatir dana disalahgunakan
D. Data Pribadi a.
Jenis kelamin anda 1) pria
b. Usia anda saat ini Status pernikahan c.
(.....tahun) 1) menikah
2) wanita 2) belum menikah
d. Pendidikan tertinggi 1) SD 4) DI / D3 e.
Pekerjaan anda saat ini adalah ... 1) PNS 2) Karyawan Swasta 5) nelayan 6) buruh
3) janda / duda
2) SMP 3) SMU 5) S1 6) S2/S3 3) Pelajar 4) Wiraswasta 7) Pegawai BUMN 8) lainnya.........
f.
Pendapatan tetap perbulan anda ... (Juta rupiah per bulan) 1) 0-1 2) 1-2 3) 2-3 4) 3-5 5) >5
g.
Apakah anda memiliki pendapatan di luar pendapatan tetap dalam setiap bulannya ? Ada/tidak
h. Jika ada berapa kisaran jumlahnya ? (Juta Rupiah per bulan) 1) 0- 0,5 2) 0,5 - 1 3) 1 – 2 4) 2 – 3 5) > 3 i.
Jika anda sudah menikah, berapakah kisaran pendapatan suami/istri anda dalan setiap bulannya ? (Juta rupiah per bulan) 1) 0-1 2) 1-2 3) 2-3 4) 3-5 5) >5
164
E. Persepsi Terhadap Lokasi dan Fasilitas di Objek Wisata Anda diminta memberikan penilaian pada beberapa hal di bawah ini dengan memberikan tanda (x) pada masing-masing kolom. Persepsi diberikan pada kondisi yang ada saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan) No 1
2
3
4 5 6
Keterangan
Sangat Baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat Buruk
Sarana dan Prasarana Toilet Tempat sampah Penunjuk arah Tempat duduk Warung makan Telekomunikasi Penginapan Toko cendramata Penyewaan peralatan Informasi tentang wisata bahari kep seribu Panorama alam Panorama bawah laut Pantai Mangrove Penangkaran penyu Aksesibilitas Dari ibu kota Antar pulau Keamanan Sikap masyarakat lokal Pengelola obyek wisata
F. Saran dan Harapan Anda Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari
Tidak Tersedia
165
Lampiran 2. Kuisioner Pemilik Unit Usaha
Kuisioner Pemilik Unit Usaha Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan tujuan wisata bahari yang tengah giat mengembangkan potensinya. Sejauh ini masyarakat menilai wisata bahari yang dikembangkan di wilayah ini terkait erat dengan resort-resort yang ada dan belum mengaitkannya dengan peranan dan dampaknya pada masyarakat lokal. Berapa manfaat keberadaan wisata berbasis masyarakat lokal, dampaknya pada masyarakat lokal dan lingkungan serta strategi pengembangan wisata lebih lanjut sangat perlu untuk diketahui. Survei ini akan terkait dengan hal-hal tersebut. Kami mohon anda memberikan jawaban dan penilaian anda sebagai masukan dalam pengembangan kawasan ini lebih lanjut. Perlu diketahui tidak ada jawaban yang salah ataupun benar. Opini dan jawaban anda adalah yang terbaik. Terimakasih atas bantuannya. Petunjuk Anda dimohon bantuannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Untuk pertanyaan yang berupa pilihan anda cukup memilih jawaban yang sesuai dengan pilihan anda. Terdapat empat tipe pertanyaan A, B, C, D dan Saran. Pernyataan yang tercetak miring merupakan panduan untuk masing-masing pertanyaan. Pilihan jawaban telah kami sediakan, jika jawaban anda tidak tersedia silahkan mengisi pada kolom yang telah disediakan. A. Pertanyaan Terkait Lokasi Wisata 1. Apakah anda penduduk asli di wilayah ini? ...Ya / Tidak.. (jika ya lanjutkan ke pertanyaan no.3) Jika tidak sudah berapa lama anda tinggal di lokasi ini? ......Tahun 2. Alasan utama anda menetap di lokasi ini adalah ? bekerja ikut suami/istri alasan lain....................................... 3. Apakah anda mengetahui bahwa lokasi ini menjadi salah satu objek wisata ? ...Ya/Tidak... 4. Apakah anda merasakan adanya manfaat dari keberadaan ekowisata di wilayah ini ? .. Ya/Tidak...(jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no.7) 5. Jika ya dalam hal apa manfaat yang anda rasakan ? peningkatan pendapatan peningkatan lapangan pekerjaan peningkatan sarana infrastruktur peningkatan pengetahuan alasan lain............................................ 6. Tolong anda urutkan tingkat manfaat yang paling yang anda rasakan? (nilai 1 untuk manfaat yang dirasakan paling penting) Manfaat Peringkat peningkatan pendapatan .............. peningkatan lapangan pekerjaan .............. peningkatan sarana infrastruktur .............. peningkatan pengetahuan ..............
166
alasan lain............................................
..............
7. Apakah anda terganggu dengan keberadaan wisatawan ? Ya/Tidak lanjutkan ke pertanyaan no 10)
(Jika tidak
8. Jika ya dalam hal apa anda merasa dirugikan ? Jika ya dalam hal apa merasa dirugikan ? sampah kerusakan pantai polusi perubahan sosial masyarakat alasan lain............................................ 9. Jika anda merasa dirugikan akan keberadaan kegiatan ekowisata ini, berapa anda bersedia membayar untuk mengurangi jumlah wisatawan ? Ya / tidak. Jika ya sebutkan Rp ............................/ bulan. (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan bagian B). B. Pertanyaan Terkait Unit Usaha 1. Unit usaha yang anda miliki / kelola adalah ............................................... 2. Sudah berapa lama anda mendirikan unit usaha ini? .........tahun atau .......bulan 3. Sebelumnya anda memiliki unit usaha ini, apakah unit usaha yang anda miliki ? ................................. di ............................ 4. Berapa modal awal anda membuka usaha ini? Rp.............................. 5. Berapa penghasilan utama anda saat ini ? Rp............................. / bulan 6. Adakah penghasilan lain yang berasal dari kegiatan ekowisata ? Ada/tidak, jika ada Rp............................./bulan 7. Penghasilan lain di luar kegiatan ekowisata ? Rp............................. / bulan 8. Berapa lama anda bekerja dalam satu hari? ........................... jam 9. Berapa lama anda bekerja dalam satu minggu? ...................... hari 10. Adakah hari dimana anda harus bekerja lebih banyak atau lembur ? Ada/tidak, jika ada saat ....................... 11. Berapakah jumlah karyawan yang anda miliki ?................. orang 12. Berapa besarnya perputaran uang dari unit usaha yang anda miliki terkait dengan kegiatan ekowisata? Hari biasa (senin – jumat) Rp............................ / hari Hari Sabtu-Minggu / libur Rp............................ / hari 13. Dari pendapatan yang anda peroleh dapatkah anda perinci, pengeluaran untuk unit usaha per bulan? Pengeluaran
Jumlah (Rp)
Lokal/Non Lokal
Upah karyawan
..............
..............
Pembelian input / bahan baku
..............
..............
Biaya pemeliharaan alat
..............
..............
Biaya operasional unit usaha (listrik, pam) ..............
..............
Pengembalian kredit ke bank
..............
..............
Kebutuhan pangan harian
..............
..............
167
Transportasi Lokal
..............
..............
Retribusi dan pajak
..............
..............
............................................
..............
..............
............................................
..............
..............
14. Adakah usaha lain yang anda lakukan selain di wilayah ini? Ada/tidak. Jika ada dimana dan dalam bentuk apa? ........................................... 15. Bagaimana proporsinya dibandingkan dengan investasi yang anda lakukan di wilayah ini? Lebih besar/lebih kecil di bandingkan di wilayah ini ?............................. C. Preferensi Masyarakat Terhadap Keberadaan Ekowisata 1.
Menurut anda objek wisata apa yang paling sesuai berada di kepulauan seribu? private ecotourism community based esotourism keduanya
2.
Menurut anda bagaimana peluang pengembangan ekowisata di kepulauan seribu ? (Silahkan tulis)
3.
Sejauh pengamatan anda, bagaimana kondisi lingkungan/perairan/terumbu karang setelah ada wisata bahari ? tetap tidak berubah semakin baik semakin rusak
4.
Selama ini belum diterapkan tarif masuk untuk memasuki wilayah ini, apakah anda setuju jika terdapat taris masuk untuk berekreasi ke wilayah ini? ....Ya/Tidak... ( jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no 7)
5.
Berikut terdapat daftar tarif masuk per satu kali kunjungan, berikan tanda pada harga tiket maksimal yang menurut anda sesuai....... 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 .................
6.
Menurut anda mengapa wisatawan perlu membayar? jasa lingkungan kompensasi kepada masyarakat
7.
..................................
Menurut anda apakah selama ini ada peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata? Dalam hal apa? Ya/tidak..)* (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no.8) sarana infrastruktur membantu pemasaran ...................................... pelatihan
informasi
8. Jika pulau ini merupakan suatu bentuk objek ekowisata. Diskenariokan terdapat empat atribut dengan masing-masing atribut memiliki level yang berbeda. (i)
Atribut sarana dan prasarana wisata : lengkap, sedang dan tidak lengkap.
(ii)
Atribut upaya pelestarian alam
: tinggi, sedang dan rendah.
(iii) Atribut pelibatan masyarakat lokal : tinggi, sedang dan rendah (iv)
Atribut transportasi menuju lokasi
: sulit dan mudah
168
Jika keseluruhan level atribut digunakan dalam kombinasi, maka akan ada ada 54 kombinasi. Untuk memudahkan responden memberikan penilaian maka secara random telah dipilih 9 kombinasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dari tabel di bawah ini, anda diminta mengurutkan kombinasi yang menurut anda paling ideal atau paling baik menurut anda dalam pengembangan ekowisata di wilayah ini (berurut 1-9, dimana 1 adalah pilihan yang menurut anda paling ideal dan 9 untuk yang paling tidak ideal)
Tabel. Kombinasi Atribut Ekowisata Kombinasi Terpilih Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sarana dan Prasarana Wisata Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tiddk Lengkap Sedang Lengkap
Upaya Pelestarian Alam Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Rendah Tinggi Rendah Sedang
Pelibatan Transportasi Masyarakat menuju Lokal Pulau Rendah Sulit Sedang Sulit Tinggi Sulit Tinggi Mudah Rendah Mudah Sedang Mudah Sedang Mudah Tinggi Mudah Rendah Mudah
Urutan
D. Data pribadi a. Jenis kelamin b. Usia
pria
wanita
.........Tahun
c. Status pernikahan
menikah
belum menikah
janda / duda
d. Pendidikan tertinggi ....
SD
SMP
SMU
DI / D3
S1
S2/S3
E. Harapan & Saran 1. Apa harapan anda dari keberadaan ekowisata ini? ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... 2. Apa saran anda dalam pengelolaan ekowisata ini? ......................................................................................................................................... .........................................................................................................................................
169
.........................................................................................................................................
Lampiran 3. Kuisioner Tenaga Kerja Lokal
Kuisioner Tenaga Kerja Lokal Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan tujuan wisata bahari yang tengah giat mengembangkan potensinya. Sejauh ini masyarakat menilai wisata bahari yang dikembangkan di wilayah ini terkait erat dengan resort-resort yang ada dan belum mengaitkannya dengan peranan dan dampaknya pada masyarakat lokal. Berapa manfaat keberadaan wisata berbasis masyarakat lokal, dampaknya pada masyarakat lokal dan lingkungan serta strategi pengembangan wisata lebih lanjut sangat perlu untuk diketahui. Survei ini akan terkait dengan hal-hal tersebut. Kami mohon anda memberikan jawaban dan penilaian anda sebagai masukan dalam pengembangan kawasan ini lebih lanjut. Perlu diketahui tidak ada jawaban yang salah ataupun benar. Opini dan jawaban anda adalah yang terbaik. Terimakasih atas bantuannya. Petunjuk Anda dimohon bantuannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Untuk pertanyaan yang berupa pilihan anda cukup memilih jawaban yang sesuai dengan pilihan anda. Terdapat empat tipe pertanyaan A, B, C, D dan Saran. Pernyataan yang tercetak miring merupakan panduan untuk masing-masing pertanyaan. Pilihan jawaban telah kami sediakan, jika jawaban anda tidak tersedia silahkan mengisi pada kolom yang telah disediakan. A. Pertanyaan Terkait Lokasi Wisata 1. Apakah anda penduduk asli di wilayah ini? ...Ya/Tidak.. (jika ya lanjutkan ke pertanyaan no.3) Jika tidak sudah berapa lama anda tinggal di lokasi ini? ......Tahun 2. Alasan utama anda menetap di lokasi ini adalah ? bekerja ikut suami/istri alasan lain................................. 3. Apakah anda mengetahui bahwa lokasi ini menjadi salah satu objek wisata ? ...Ya/Tidak... 4. Apakah anda merasakan adanya manfaat dari keberadaan ekowisata di wilayah ini ? .. Ya/Tidak... 5. Jika ya dalam hal apa manfaat yang anda rasakan ? peningkatan pendapatan peningkatan lapangan pekerjaan peningkatan sarana infrastruktur peningkatan pengetahuan alasan lain............................................ 6. Tolong anda urutkan tingkat manfaat yang paling yang anda rasakan? (nilai 1 untuk paling penting) Manfaat Peringkat peningkatan pendapatan .............. peningkatan lapangan pekerjaan .............. peningkatan sarana infrastruktur ..............
170
peningkatan pengetahuan alasan lain............................................
.............. ..............
7. Apakah anda terganggu dengan keberadaan wisatawan ? .Ya / Tidak (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no 10) 8. Jika ya dalam hal apa anda merasa dirugikan ? Jika ya dalam hal apa manfaat yang anda rasakan ? sampah kerusakan pantai polusi perubahan sosial masyarakat alasan lain............................................ 9. Jika anda merasa dirugikan akan keberadaan kegiatan ekowisata ini, berapa anda bersedia membayar untuk mengurangi jumlah wisatawan ? Rp ......................../bulan B. Pertanyaan Terkait Pekerjaan 1. Unit usaha anda saat ini adalah ........................... 2. Sudah berapa lama anda bekerja di unit usaha ini? ............ tahun atau ...........bulan 3. Sebelumnya anda bekerja di unit usaha ini, apakah pekerjaan anda ? ...................................... 4. Berapa penghasilan utama anda saat ini ? Rp................................/bulan 5. Berapa penghasilan utama sebelumnya? Rp................................/bulan 6. Adakah penghasilan lain di luar penghasilan utama, tetapi dari unit usaha ini? Ada/tidak. Jika ada jumlahnya Rp...................../bulan 7. Penghasilan lain yang berasal dari kegiatan ekowisata ? Rp..................../bulan 8. Penghasilan lain di luar kegiatan ekowisata ? Rp....................../bulan 9. Berapa lama anda bekerja dalam satu hari? ..........................jam 10. Apakah lama anda bekerja dalam satu minggu? ..................hari 11. Adakah hari dimana anda harus bekerja lebih banyak/lembur ? Ada / tidak. Jika ada jumlahnya ...............hari/minggu atau ............jam/hari 12. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan yang terkait dengan unit usaha tempat anda bekerja saat ini ? Ya/Tidak... Jika ya sebutkan nama pelatihan tersebut ............................................................. lamanya pelatihan ......................... dilakukan oleh ..................................... 13. Apakah anda merasakan manfaat pelatihan tersebut ? Ya / tidak 14. Dari pendapatan yang anda peroleh dapatkah anda perinci, pengeluaran untuk hidup sehari-hari, yang anda keluarkan di pulau ini ? Pengeluaran
Jumlah (Rp)
Lokal / Non Lokal
Kebutuhan pangan harian
..............
..............
Transportasi Lokal
..............
..............
Retribusi / pajak
..............
..............
171
............................................
..............
..............
C. Preferensi Masyarakat Terhadap Keberadaan Ekowisata 1.
Menurut anda objek wisata apa yang paling sesuai berada di kepulauan seribu? private ecotourism community based esotourism keduanya
2.
Menurut anda bagaimana peluang pengembangan ekowisata di kepulauan seribu ? (Silahkan tulis)
3.
Sejauh pengamatan anda, bagaimana kondisi lingkungan/perairan/terumbu karang setelah ada wisata bahari ? tetap tidak berubah semakin baik semakin rusak
4.
Selama ini belum diterapkan tarif masuk untuk memasuki wilayah ini, apakah anda setuju jika terdapat taris masuk untuk berekreasi ke wilayah ini? ....Ya/Tidak... ( jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no 7)
5.
Berikut terdapat daftar tarif masuk per satu kali kunjungan, berikan tanda pada harga tiket maksimal yang menurut anda sesuai....... 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 .................
6.
Menurut anda mengapa wisatawan perlu membayar? jasa lingkungan kompensasi kepada masyarakat
7.
..................................
Menurut anda apakah selama ini ada peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata? Dalam hal apa? Ya/tidak..)* (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no.8) sarana infrastruktur membantu pemasaran ...................................... pelatihan
informasi
8. Jika pulau ini merupakan suatu bentuk objek ekowisata. Diskenariokan terdapat empat atribut dengan masing-masing atribut memiliki level yang berbeda. (i) Atribut sarana dan prasarana wisata
: lengkap, sedang dan tidak lengkap.
(ii) Atribut upaya pelestarian alam
: tinggi, sedang dan rendah.
(iii) Atribut pelibatan masyarakat lokal
: tinggi, sedang dan rendah
(iv) Atribut transportasi menuju lokasi
: sulit dan mudah
Jika keseluruhan level atribut digunakan dalam kombinasi, maka akan ada ada 54 kombinasi. Untuk memudahkan responden memberikan penilaian maka secara random telah dipilih 9 kombinasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dari tabel di bawah ini, anda diminta mengurutkan kombinasi yang menurut anda paling ideal atau paling baik menurut anda dalam pengembangan ekowisata di wilayah ini (berurut 1-9,
172
dimana 1 adalah pilihan yang menurut anda paling ideal dan 9 untuk yang paling tidak ideal). Tabel. Kombinasi Atribut Ekowisata Kombinasi Terpilih Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sarana dan Prasarana Wisata Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap
Upaya Pelestarian Alam Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Rendah Tinggi Rendah Sedang
Pelibatan Transportasi Masyarakat menuju Lokal Pulau Rendah Sulit Sedang Sulit Tinggi Sulit Tinggi Mudah Rendah Mudah Sedang Mudah Sedang Mudah Tinggi Mudah Rendah Mudah
Urutan
D. Data pribadi a. Jenis kelamin b. Usia
pria
wanita
.........Tahun
c. Status pernikahan
menikah
belum menikah
janda / duda
d. Pendidikan tertinggi ....
SD
SMP
SMU
DI / D3
S1
S2/S3
E. Harapan & Saran 1. Apa harapan anda dari keberadaan ekowisata ini? ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... 2. Apa saran anda dalam pengelolaan ekowisata ini? ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... .........................................................................................................................................
173
Lampiran 4. Kuisioner Rumah Tangga
Kuesioner Rumah Tangga Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan tujuan wisata bahari yang tengah giat mengembangkan potensinya. Sejauh ini masyarakat menilai wisata bahari yang dikembangkan di wilayah ini terkait erat dengan resort-resort yang ada dan belum mengaitkannya dengan peranan dan dampaknya pada masyarakat lokal. Berapa manfaat keberadaan wisata berbasis masyarakat lokal, dampaknya pada masyarakat lokal dan lingkungan serta strategi pengembangan wisata lebih lanjut sangat perlu untuk diketahui. Survei ini akan terkait dengan hal-hal tersebut. Kami mohon anda memberikan jawaban dan penilaian anda sebagai masukan dalam pengembangan kawasan ini lebih lanjut. Perlu diketahui tidak ada jawaban yang salah ataupun benar. Opini dan jawaban anda adalah yang terbaik. Terimakasih atas bantuannya. Petunjuk Anda dimohon bantuannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Untuk pertanyaan yang berupa pilihan anda cukup memilih jawaban yang sesuai dengan pilihan anda. Terdapat empat tipe pertanyaan A, B, C, D dan Saran. Pernyataan yang tercetak miring merupakan panduan untuk masing-masing pertanyaan. Pilihan jawaban telah kami sediakan, jika jawaban anda tidak tersedia silahkan mengisi pada kolom yang telah disediakan. A. Pertanyaan Terkait Lokasi Wisata 1. Apakah anda penduduk asli di wilayah ini? ...Ya/Tidak.. (jika ya lanjutkan ke pertanyaan no.3) Jika tidak sudah berapa lama anda tinggal di lokasi ini? ......Tahun 2. Alasan utama anda menetap di lokasi ini adalah ? bekerja ikut suami/istri alasan lain.............................. 3. Apakah anda mengetahui bahwa lokasi ini menjadi salah satu objek wisata ? ...Ya/Tidak... 4. Apakah anda merasakan adanya manfaat dari keberadaan ekowisata di wilayah ini ? .. Ya/Tidak... 5. Jika ya dalam hal apa manfaat yang anda rasakan ? peningkatan pendapatan peningkatan lapangan pekerjaan peningkatan sarana infrastruktur peningkatan pengetahuan alasan lain............................................ 6. Tolong anda urutkan tingkat manfaat yang paling yang anda rasakan? (nilai 1 untuk paling penting) Manfaat Peringkat peningkatan pendapatan .............. peningkatan lapangan pekerjaan .............. peningkatan sarana infrastruktur .............. peningkatan pengetahuan .............. alasan lain............................................ ..............
174
7. Apakah anda terganggu dengan keberadaan wisatawan ? .Ya / Tidak (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no 10) 8. Jika ya dalam hal apa anda merasa dirugikan ? Jika ya dalam hal apa manfaat yang anda rasakan ? sampah kerusakan pantai polusi perubahan sosial masyarakat alasan lain............................................ 9. Jika anda merasa dirugikan akan keberadaan kegiatan ekowisata ini, berapa anda bersedia membayar untuk mengurangi jumlah wisatawan ? Rp ......................../bulan B. Preferensi Masyarakat Terhadap Keberadaan Ekowisata 1.
Menurut anda objek wisata apa yang paling sesuai berada di kepulauan seribu? private ecotourism community based esotourism keduanya
2.
Menurut anda bagaimana peluang pengembangan ekowisata di kepulauan seribu ? (Silahkan tulis)
3.
Sejauh pengamatan anda, bagaimana kondisi lingkungan/perairan/terumbu karang setelah ada wisata bahari ? tetap tidak berubah semakin baik semakin rusak
4.
Selama ini belum diterapkan tarif masuk untuk memasuki wilayah ini, apakah anda setuju jika terdapat taris masuk untuk berekreasi ke wilayah ini? ....Ya/Tidak... ( jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no 7)
5.
Berikut terdapat daftar tarif masuk per satu kali kunjungan, berikan tanda pada harga tiket maksimal yang menurut anda sesuai....... 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 .................
6.
Menurut anda mengapa wisatawan perlu membayar? jasa lingkungan kompensasi kepada masyarakat
7.
..................................
Menurut anda apakah selama ini ada peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata? Dalam hal apa? Ya/tidak..)* (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no.8) sarana infrastruktur membantu pemasaran ...................................... pelatihan
informasi
8. Jika pulau ini merupakan suatu bentuk objek ekowisata. Diskenariokan terdapat empat atribut dengan masing-masing atribut memiliki level yang berbeda. (i)
Atribut sarana dan prasarana wisata : lengkap, sedang dan tidak lengkap.
(ii)
Atribut upaya pelestarian alam
: tinggi, sedang dan rendah.
(iii) Atribut pelibatan masyarakat lokal : tinggi, sedang dan rendah (iv)
Atribut transportasi menuju lokasi
: sulit dan mudah
Jika keseluruhan level atribut digunakan dalam kombinasi, maka akan ada ada 54 kombinasi. Untuk memudahkan responden memberikan penilaian maka secara random
175
telah dipilih 9 kombinasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dari tabel di bawah ini, anda diminta mengurutkan kombinasi yang menurut anda paling ideal atau paling baik menurut anda dalam pengembangan ekowisata di wilayah ini (berurut 1-9, dimana 1 adalah pilihan yang menurut anda paling ideal dan 9 untuk yang paling tidak ideal) Tabel. Kombinasi Atribut Ekowisata
Kombinasi Terpilih Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sarana dan Prasarana Wisata Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap
Upaya Pelestarian Alam Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Rendah Tinggi Rendah Sedang
Pelibatan Transportasi Masyarakat menuju Lokal Pulau Rendah Sulit Sedang Sulit Tinggi Sulit Tinggi Mudah Rendah Mudah Sedang Mudah Sedang Mudah Tinggi Mudah Rendah Mudah
Urutan
C. Data pribadi a. Jenis kelamin b. Usia c. Status pernikahan d. Pendidikan tertinggi ....
pria wanita .........Tahun menikah belum menikah janda / duda SD SMP SMU DI / D3 S1 S2/S3 e. Pekerjaan anda saat ini adalah ... PNS Karyawan Swasta Pelajar Wiraswasta ............................... nelayan buruh lainnya.................................................. f. Pendapatan perbulan anda ... (Rp 000/ bulan) < 1.000 /bulan 1.000 – 2.000 2.000 – 3.000 > 3.000 g. Jika anda sudah menikah, adakah pendapatan selain dari pendapatan anda, jika ya, maka kisaran pendapatan perbulan tersebut adalah ... (Rp 000/ bulan) < 1.000 /bulan 1.000 – 2.000 2.000 – 3.000 > 3.000 D. Harapan & Saran 1. Apa harapan anda dari keberadaan ekowisata ini? ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... 2. Apa saran anda dalam pengelolaan ekowisata ini? ......................................................................................................................................... .........................................................................................................................................
176
Lampiran 5. Kuesioner untuk Stakeholder Pemerintah dan Non Pemerintah
Kuesioner Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan tujuan wisata bahari yang tengah giat mengembangkan potensinya. Sejauh ini masyarakat menilai wisata bahari yang dikembangkan di wilayah ini terkait erat dengan resort-resort yang ada dan belum mengaitkannya dengan peranan dan dampaknya pada masyarakat lokal. Berapa manfaat keberadaan wisata berbasis masyarakat lokal, dampaknya pada masyarakat lokal dan lingkungan serta strategi pengembangan wisata lebih lanjut sangat perlu untuk diketahui. Survei ini akan terkait dengan hal-hal tersebut. Kami mohon anda memberikan jawaban dan penilaian anda sebagai masukan dalam pengembangan kawasan ini lebih lanjut. Perlu diketahui tidak ada jawaban yang salah ataupun benar. Opini dan jawaban anda adalah yang terbaik. Terimakasih atas bantuannya. Petunjuk Anda dimohon bantuannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Untuk pertanyaan yang berupa pilihan anda cukup memilih jawaban yang sesuai dengan pilihan anda. Terdapat empat tipe pertanyaan A, B, C, D dan Saran. Pernyataan yang tercetak miring merupakan panduan untuk masing-masing pertanyaan. Pilihan jawaban telah kami sediakan, jika jawaban anda tidak tersedia silahkan mengisi pada kolom yang telah disediakan.
A. Data Diri 1. 2.
Nama Pekerjaan/Jabatan
: :
.................................................... ....................................................
B. Potensi Kawasan 1. Menurut anda potensi alam apa yang terdapat di wilayah ini? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 2. Menurut anda daya tarik apa yang membuat pulau ini menjadi lokasi tujuan ekowisata bahari? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 3. Menurut anda bagaimana tren kunjungan wisatawan ke pulau ini? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
177
4. Sejauh ini bagaimana peran pemerintah pusat dan daerah terhadap pengembangan ekowisata di lokasi ini? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 5. Menurut anda bagaimana sikap masyarakat terhadap kedatangan wisatawan? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 6. Menurut anda bagaimana sikap wisatawan terhadap masyarakat? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 7. Menurut anda apa dampak ekonomi pengembangan ekowisata di lokasi ini? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 8. Menurut anda apa dampak sosial pengembangan ekowisata di lokasi ini? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 9. Menurut anda apakah ada dampak terhadap lingkungan dari kegiatan ekowisata di lokasi ini? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 10. Menurut anda bentuk pengelolaan wisata apa yang paling sesuai diterapkan di Kepulauan Seribu private atau community based ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 11. Menurut anda bagaimana peluang pengembangan wisata bahari di Kepulauan Seribu? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 12. Sejauh yang anda amati, bagaimana kondisi lingkungan / perairan / terumbu karang setelah ada wisata bahari? lebih baik, tetap atau lebih buruk .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
178
C. Preferensi Terhadap Keberadaan Ekowisata 1.
Selama ini belum diterapkan tarif masuk untuk memasuki wilayah ini, apakah anda setuju jika terdapat taris masuk untuk berekreasi ke wilayah ini? ....Ya/Tidak... ( jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no 7)
2.
Berikut terdapat daftar tarif masuk per satu kali kunjungan, berikan tanda pada harga tiket maksimal yang menurut anda sesuai....... 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 .................
3.
Menurut anda mengapa wisatawan perlu membayar? jasa lingkungan kompensasi kepada masyarakat
4.
..................................
Menurut anda apakah selama ini ada peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata? Dalam hal apa? Ya/tidak..)* (Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan no.8) sarana infrastruktur membantu pemasaran ...................................... pelatihan
informasi
5. Jika pulau ini merupakan suatu bentuk objek ekowisata. Diskenariokan terdapat empat atribut dengan masing-masing atribut memiliki level yang berbeda. (i) Atribut sarana dan prasarana wisata : lengkap, sedang dan tidak lengkap. (ii) Atribut upaya pelestarian alam : tinggi, sedang dan rendah. (iii) Atribut pelibatan masyarakat lokal : tinggi, sedang dan rendah (iv) Atribut transportasi menuju lokasi : sulit dan mudah Jika keseluruhan level atribut digunakan dalam kombinasi, maka akan ada ada 54 kombinasi. Untuk memudahkan responden memberikan penilaian maka secara random telah dipilih 9 kombinasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dari tabel di bawah ini, anda diminta mengurutkan kombinasi yang menurut anda paling ideal atau paling baik menurut anda dalam pengembangan ekowisata di wilayah ini (berurut 1-9, dimana 1 adalah pilihan yang menurut anda paling ideal dan 9 untuk yang paling tidak ideal) Tabel. Kombinasi Atribut Ekowisata
Kombinasi Terpilih Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi Kombinasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sarana dan Prasarana Wisata Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap Tidak Lengkap Sedang Lengkap
Upaya Pelestarian Alam Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Rendah Tinggi Rendah Sedang
Pelibatan Transportasi Masyarakat menuju Lokal Pulau Rendah Sulit Sedang Sulit Tinggi Sulit Tinggi Mudah Rendah Mudah Sedang Mudah Sedang Mudah Tinggi Mudah Rendah Mudah
Urutan
179
Lampiran 6. Statistika Deskriptif Data Responden Wisatawan di Pulau Untung Jawa
Variable V X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 D1 D2
Obs 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44
Mean 5.00 167 361.80 3.00 4.00 32.00 4.00 5.00 144 282.60 10.00 12.00 6.67 7.00 7.00 0.70 0.59
Std. Dev. 6.00 210 847.90 2.00 1.00 9.00 2.00 3.00 374 211.10 11.00 21.00 8.00 10.00 3.00 0.46 0.49
Min 1.00 27 500.00 1.00 2.00 19.00 1.00 1.00 10 000.00 2.00 2.00 0.08 2.00 1.00 0.00 0.00
Max 33.00 1 091 000.00 7.00 5.00 52.00 8.00 10.00 2 500 000.00 64.00 96.00 35.00 50.00 12.00 1.00 1.00
Lampiran 7. Statistika Deskriptif Data Responden Wisatawan di Pulau Pramuka Variable V X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 D1 D2
Obs 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43
Mean 18.30 648 546.50 6.30 4.86 32.02 9.02 6.77 596 872.10 8.40 36.21 6.42 12.28 11.40 0.74 0.51
Std. Dev. 29.19 506 240.90 3.37 1.19 9.09 9.13 4.03 957 966.70 4.83 14.56 5.42 11.87 3.36 0.44 0.51
Min 1.00 65 000.00 1.00 1.00 16.00 2.00 2.00 50 000.00 2.00 3.00 1.00 1.00 2.00 0.00 0.00
Max 120.00 2 560 000.00 12.00 6.00 63.00 48.00 18.00 5 000 000.00 20.00 72.00 20.00 50.00 14.00 1.00 1.00
180
D3
43
0.72
0.45
0.00
1.00
181
Lampiran 8. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana dan Prasarana Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa
100%
Penilaian (Persen)
80%
60%
40%
Sarana dan Prasarana
Tourism Centre
P.Alat
T.Cenderamata
Penginapan
Telkomunikasi
W.Makan
P.Arah
T.Sampah
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Tidak Ada
Toilet
0%
T.Duduk
20%
182
Lampiran 9. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana dan Prasarana Wisata Bahari di Pulau Pramuka
100%
Penilaian (Persen)
80%
60%
40%
Sarana dan Prasarana
Tourism Centre
P.Alat
T.Cenderamata
Penginapan
Telkomunikasi
W.Makan
T.Duduk
P.Arah
T.Sampah
Sangat Baik 0% Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Tidak Ada
Toilet
20%
183
Lampiran 10. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Kondisi Panorama Alam Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa
Persepsi (Persen)
100% 80% 60% 40% 20% 0% Panorama bawah laut
Pantai
Mangrove
Panorama Alam
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Tidak Ada
Lampiran 11. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Kondisi Panorama Alam Wisata Bahari di Pulau Pramuka.
Penilaian (Persen)
100% 80% 60% 40% 20% 0% Panorama bawah laut
Pantai
Mangrove
Panaroma Alam
Penangkaran penyu
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Tidak Ada
184
185
Lampiran 12. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana Transportasi di Pulau Untung Jawa
100%
Persepsi (Persentase)
80% 60% 40% 20% 0% Dari ibu kota
Antar pulau
Transportasi
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Tidak Ada
Lampiran 13. Persepsi Wisatawan terhadap Atribut Sarana Transportasi di Pulau Pramuka
100%
Penilaian (Persen)
80% 60% 40% 20% 0% Dari ibu kota
Antar pulau Transportasi
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Lampiran 14. Hasil Uji Satu Sampel Persepsi Wisatawan Terhadap Atribut Wisata Bahari di Pulau Untung Jawa
One-Sample Statistics Atribut Panorama alam Aksesibilitas Keamanan Sikap masyarakat Pengelola wisata
N 44 44 44 44 44 44
Mean 2.90 2.26 2.93 3.45 3.71 3.25
Std. Deviation 0.60 0.57 0.95 1.09 0.79 1.14
Std. Error Mean 0.09 0.08 0.14 0.16 0.12 0.17
Test Value = 3
Atribut Sarana Panorama alam aksesibilitas keamanan Sikap masyarakat Pengelola wisata
T
Df
-1.02 -8.57 -0.47 2.77 5.88 1.45
43 43 43 43 43 43
Sig. (2tailed) 0.31 1.65E-12 0.64 0.01 5.40E-07 0.15
Mean Difference -0.09 -0.73 -0.07 0.45 0.70 0.25
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -0.28 0.09 -0.91 -0.56 -0.36 0.22 0.12 0.78 0.46 0.94 -0.09 0.59
187
Lampiran 15. Hasil Uji Satu Sampel Persepsi Wisatawan Terhadap Atribut Wisata Bahari di P.Pramuka 183
One-Sample Statistics Atribut Sarana Panorama alam Aksesibilitas Keamanan Sikap masyarakat Pengelola wisata
N 43 43 43 43 43 43
Mean 2.89 3.081 3.42 3.88 3.95 3.72
Std. Deviation 0.56 0.69 0.82 0.66 0.69 0.79
Std. Error Mean 0.09 0.10 0.12 0.10 0.10 0.12
Test Value = 3 Atribut Sarana Panorama alam Aksesibilitas Keamanan Sikap masyarakat
T
Df -1.21 0.78 3.33 8.75 9.08
42 42 42 42 42
Sig. (2-tailed) 0.23 0.44 0.00 5.85E-13 6.32E-14
Mean Difference -0.10 0.08 0.42 0.88 0.95
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -0.28 0.07 -0.13 0.29 0.17 0.67 0.68 1.09 0.74 1.17
188
Pengelola wisata
5.93
42
4.84E-07
0.72
0.47
0.97
Lampiran 16. Output Conjoint Analysis di Pulau Untung Jawa 184
Wisatawan
Pemilik Unit Usaha
189
Tenaga Kerja Lokal
Masyarakat
185
190
Lampiran 17. Output Conjoint Analysis di Pulau Pramuka
Wisatawan
Pemilik Unit Usaha
Tenaga Kerja Lokal
Masyarakat
186
191
Lampiran 18. Output Conjoint Analysis di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka
Instansi Pemerintah Daerah
Lembaga Non Pemerintah
187
Lampiran 19. Tabulasi Gambaran Responden Pemilik Unit Usaha di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008 (%) Penduduk Asli Ya Tidak Total
Manfaat yang Paling Terasa Peningkatan pendapatan Peningkatan lapangan pekerjaan Peningkatan sarana infrastruktur Total
Terganggu oleh Wisatawan Ya Tidak Total
Jenis Usaha Homestay Penjual makanan keliling Kios RM / catering Penyewaan Alat Toko Souvenir Transportasi Keripik sukun Lainnya Total
Lama Berusaha (Tahun) 1-2 3-4 5-10 > 10
P. Untung Jawa 80 20 100
P. Pramuka 90 10 100
P. Untung Jawa 90 7 3 100
(%) P. Pramuka 63 30 3 100
P. Untung Jawa 3 97 100
(%) P. Pramuka 7 93 100
P. Untung Jawa 23 30 3 20 7 13 3 100
(%) P. Pramuka 27 13 10 10 3 17 10 10 100
P. Untung Jawa 30 37 23 10
(%) P. Pramuka 43 37 10 10
193
Total
100
100
Lampiran 19. Lanjutan
Sebelumnya Memiliki Pekerjaan di Pulau Ya Tidak Total
Investasi Awal (Rp) < 1 000 000 1 000 000 - 5 000 000 5 000 000 - 10 000 000 > 10 000 000 Total
P. Untung Jawa 50 50 100
(%) P. Pramuka 67 33 100
P. Untung Jawa 43 23 17 17 100
(%) P. Pramuka 27 17 10 47 100 (%)
Mempunyai Pekerjaan Terkait Ekowisata di Luar Pekerjaan Utama Ya Tidak Total
P. Untung Jawa 33 67 100
P. Pramuka 23 77 100
(%) Usaha di Wisata Adalah Sumber Pencaharian Utama Ya Tidak Total
Pendapatan Bersih (Rp/Bulan) < 500 000 500 000 – 1 000 000 > 1 000 000 Total
P. Untung Jawa 67 33 100
P. Pramuka 80 20 100
P. Untung Jawa 60 23 17 100
(%) P. Pramuka 33 23 43 100 (%)
Memiliki Mata Pencaharian Lain di Luar Wisata Ya Tidak
P. Untung Jawa 93 7
P. Pramuka 40 60
194
Total
100
100
Lampiran 19. Lanjutan
Memiliki Jam Kerja yang Jelas Ya Tidak Total
Jumlah Jam Kerja per Hari (Jam) <8 9 - 14 Total
Jumlah Hari Kerja per Minggu Setiap hari 1-3 hari Total
Adakah Hari Kerja yang Lebih Sibuk? Ya (Sabtu-Minggu) Tidak Total
Mempunyai Tenaga Kerja Ya Tidak Total
Perputaran Uang Sabtu-Minggu (Rp) 0 - 300 000 300 000 – 1 000 000 > 1 000 000 Tergantung wisatawan Total
P. Untung Jawa 77 23 100
(%) P. Pramuka 60 40 100
P. Untung Jawa 30 70 100
(%) P. Pramuka 13 87 100
P. Untung Jawa 27 73 100
(%) P. Pramuka 77 23 100
P. Untung Jawa 60 40 100
(%) P. Pramuka 47 53 100
P. Untung Jawa 40 60 100
(%) P. Pramuka 30 70 100
P. Untung Jawa 67 23 10 100
(%) P. Pramuka 60 17 10 13 100
195
Lampiran 19. Lanjutan
Bentuk Ekowisata Private Community Based Ecotourism Keduanya Total
Prospek Wisata Bagus Lumayan Buruk Total
P. Untung Jawa 3 83 17 100
(%) P. Pramuka 3 93 3 100
P. Untung Jawa 90 10 100
(%) P. Pramuka 57 20 23 100 (%)
Pandangan terhadap Kondisi Lingkungan Sekitar Setelah Adanya Ekowisata Sama saja Makin baik Makin buruk Total
Harga Tiket Seharusnya (Rp) 3 000 4 000 5 000 10 000 Gratis Total
Manfaat Tiket Jasa lingkungan Kompensasi kepada warga Pembangunan sarana Kas pulau Total
P. Untung Jawa 3 80 17 100
P. Pramuka 7 47 47 100
P. Untung Jawa 90 7 3 100
(%) P. Pramuka 3 53 3 17 23 100
P. Untung Jawa 52 3 41 3 100
(%) P. Pramuka 7 13 53 3 100
196
Lampiran 19. Lanjutan
Apakah Ada Peran Pemerintah? Ya Tidak Total
Peran Pemerintah Dalam Hal? Sarana infrastruktur Membantu pemasaran Pelatihan dan Informasi Lainnya Total
Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Status Pernikahan Menikah Belum menikah Total
Usia (Tahun) < 25 25-35 35-45 > 45 Total
Pendidikan Terakhir SD SMP SMU Diploma S1 Total
P. Untung Jawa 93 7 100
(%) P. Pramuka 77 23 100
P. Untung Jawa 79 18 4 100
(%) P. Pramuka 57 4 22 17 100
P. Untung Jawa 23 77 100
(%) P. Pramuka 43 57 100
P. Untung Jawa 93 7 100
(%) P. Pramuka 97 3 100
P. Untung Jawa 10 33 33 23 100
(%) P. Pramuka 37 30 33 100
P. Untung Jawa 77 7 13 3 100
(%) P. Pramuka 33 13 40 10 3 100
197
Lampiran 20. Tabulasi Responden Tenaga Kerja Lokal di Pulau Untung Jawa
dan
Pulau
Pramuka
Kabupaten
Administrasi
Kepulauan Seribu Tahun 2008
Penduduk Asli Ya Tidak Total
Apakah Merasakan Manfaat Ya Tidak Total
Manfaat Yang Paling Terasa Peningkatan pendapatan Peningkatan lapangan pekerjaan Peningkatan sarana infrastruktur Peningkatan pengetahuan Lainnya Total
Terganggu oleh Wisatawan Ya Tidak Total
Jenis Usaha Homestay Kios RM / catering Toko Souvenir Transportasi Keripik sukun Guide Lainnya
P. Untung Jawa 77 23 100
(%) P. Pramuka 62 38 100
P. Untung Jawa 97 3 100
(%) P. Pramuka 97 3 100
P. Untung Jawa 76 21 3 100
(%) P. Pramuka 46 43 7 7 100
P. Untung Jawa 100 100
(%) P. Pramuka 7 93 100
P. Untung Jawa 7 10 50 3 3 10 17
(%) P. Pramuka 17 3 24 14 34 7
198
Total
100
100
Lampiran 20. Lanjutan
Lama Bekerja (Tahun)
P. Untung Jawa 60 17 23 100
(%) P. Pramuka 59 10 21 10 100
Sebelumnya Bekerja
P. Untung Jawa 40 60 100
(%) P. Pramuka 59 41 100
P. Untung Jawa 90 10 100
(%) P. Pramuka 93 7 100
P. Untung Jawa 80 17 3 100
(%) P. Pramuka 76 10 14 100
1-2 3-4 5-10 > 10 Total
Ya Tidak Total
Memiliki Pendapatan Lain di Luar Wisata Tidak Ya Total
Pendapatan Bersih (Rp/Bulan) < 500 000 500 000 – 1 000 000 > 1 000 000 Total
(%) Memiliki Mata Pencaharian Lain di Luar Wisata Ya Tidak Total
Jam kerja yg jelas Ya Tidak Total
P. Untung Jawa 3 97 100
P. Pramuka 10 90 100
P. Untung Jawa 100 100
(%) P. Pramuka 62 41 100
199
Lampiran 20. Lanjutan
Jumlah Jam Kerja (Jam) <8 9-14 Total
Jumlah Hari Kerja / Minggu Setiap hari 1-3 hari Tidak tentu tgtg musim Total
Adakah Hari Kerja yang Lebih Sibuk? Ya (Sabtu-Minggu) Tidak Total
Pernah Mengikuti Pelatihan Ya Tidak Total
Bentuk Ekowisata yang diharapkan Private Community Based Ecotourism Keduanya Total
Prospek Wisata ke Depan Bagus Lumayan Kurang Total
P. Untung Jawa 37 63 100
(%) P. Pramuka 14 86 100
P. Untung Jawa 17 67 17 100
(%) P. Pramuka 66 38 100
P. Untung Jawa 70 30 100
(%) P. Pramuka 72 28 100
P. Untung Jawa 20 80 100
(%) P. Pramuka 55 45 100
P. Untung Jawa 10 73 17 100
(%) P. Pramuka 97 3 100
P. Untung Jawa 60 23 17 100
(%) P. Pramuka 59 31 10 100
200
Lampiran 20. Lanjutan (%) Kondisi Lingkungan Setelah Adanya Kegiatan Wisata Sama saja Makin baik Makin buruk Total
P. Untung Jawa 17 63 20 100
P. Pramuka 10 62 28 100
Harga Tiket yang Diharapkan (Rp) 3 000 4 000 5 000 10 000 Tidak perlu membayar Total
P. Untung Jawa 83 3 3 3 7 100
(%) P. Pramuka 34 7 31 3 24 100
Manfaat Tiket Jasa lingkungan Kompensasi kepada warga Pembangunan sarana Kas pulau Total
P. Untung Jawa 43 29 29 100
(%) P. Pramuka 23 18 36 23 100
Adakah Peran Pemerintah ? Ya Tidak Total
P. Untung Jawa 100 100
(%) P. Pramuka 83 17 100
Peran pemerintah dalam hal? Sarana infrastruktur Membantu pemasaran Pelatihan dan informasi Lainnya Total
P. Untung Jawa 80 17 7 100
(%) P. Pramuka 63 29 8 100
201
Lampiran 20. Lanjutan Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Status Pernikahan Menikah Belum menikah Total
Usia (Tahun) < 25 25-35 35-45 > 45 Total
Pendidikan Terakhir SD SMP SMU Diploma S1 Total
P. Untung Jawa 33 100 100
(%) P. Pramuka 72 28 100
P. Untung Jawa 83 17 100
(%) P. Pramuka 59 41 100
P. Untung Jawa 23 30 43 3 100
(%) P. Pramuka 34 41 17 7 100
P. Untung Jawa 57 23 20 100
(%) P. Pramuka 10 24 59 7 100
202
Lampiran 21. Tabulasi Responden Masyarakat Lokal yang Tidak Terkait Kegiatan Wisata di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2008
Penduduk Asli Ya Tidak Total
P. Untung Jawa 63 37 100
(%) P. Pramuka 83 17 100
(%) Apakah Merasakan Manfaat Keberadaan Kegiatan Wisata? Ya Tidak Total
Manfaat yang paling Terasa Peningkatan pendapatan Peningkatan lapangan pekerjaan Peningkatan sarana infrastruktur Peningkatan pengetahuan Total
Apakah Terganggu oleh wisatawan? Ya Tidak Total
Bentuk Ekowisata yang Diharapkan Private Community Based Ecotourism Keduanya Total
P. Untung Jawa 97 3 100
P. Pramuka 93 7 100
P. Untung Jawa 79 14 10 100
(%) P. Pramuka 59 19 11 11 100
P. Untung Jawa 100 100
(%) P. Pramuka 7 93 100
P. Untung Jawa 3 70 30 100
(%) P. Pramuka 14 83 3 100
203
204
Lampiran 21. Lanjutan Prospek Wisata ke Depan Bagus Lumayan Kurang Total
P. Untung Jawa 80 13 10 100
(%) P. Pramuka 52 28 21 100 (%)
Kondisi Lingkungan Setelah Adanya Kegiatan Ekowisata Sama saja Makin baik Makin buruk Total
Harga Tiket yang Diharapkan 3 000 4 000 5 000 >10 000 tdk perlu bayar Total
Manfaat Tiket jasa lingkungan kompensasi kepada warga Pembangunan sarana kas pulau Total
Adakah Peran Pemerintah ? Ya Tidak Total
P. Untung Jawa 10 70 23 100
P. Pramuka 21 48 31 100
P. Untung Jawa 77 7 17 3 100
(%) P. Pramuka 59 21 21 100
P. Untung Jawa 30 33 40 100
(%) P. Pramuka 26 30 39 100
P. Untung Jawa 100 3 100
(%) P. Pramuka 83 17 100
205
Lampiran 21. Lanjutan
Peran Pemerintah Dalam Hal? Sarana infrastruktur Membantu pemasaran Pelatihan dan informasi Lainnya Total
Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Status Pernikahan Menikah Belum menikah Total
Usia (tahun) < 25 25-35 35-45 > 45 Total
Pendidikan Terakhir SD SMP SMU Diploma S1 Total
P. Untung Jawa 87 17 100
(%) P. Pramuka 50 50 100
P. Untung Jawa 40 63 100
(%) P. Pramuka 38 62 100
P. Untung Jawa 93 10 100
(%) P. Pramuka 93 7 100
P. Untung Jawa 10 40 20 33 100
(%) P. Pramuka 3 34 38 24 100
P. Untung Jawa 63 10 17 10 100
(%) P. Pramuka 31 17 28 3 21 100