ANALISIS DISKRIMINAN DALAM KLASIFIKASI POLA PENGEMBALIAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN (STUDI KASUS PT. BANK XYZ)
Oleh : YUSI YOLANDA BHAKTI H24052388
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ANALISIS DISKRIMINAN DALAM KLASIFIKASI POLA PENGEMBALIAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN (Studi Kasus PT. Bank XYZ)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh : YUSI YOLANDA BHAKTI H24052388
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS DISKRIMINAN DALAM KLASIFIKASI POLA PENGEMBALIAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN (Studi Kasus PT. Bank XYZ) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh YUSI YOLANDA BHAKTI H24052388
Menyetujui, Juni 2009
Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M. Sc Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
ABSTRAK Yusi Yolanda Bhakti. H24052388. Analisis Diskriminan Dalam Klasifikasi Pola Pengembalian Kredit Sektor Pertanian (Studi Kasus PT. Bank XYZ). Di bawah bimbingan Muhammad Syamsun. Pendapatan terbesar dalam perbankan adalah pendapatan bunga dari penyaluran kreditnya. PT. Bank XYZ merupakan bank umum swasta nasional yang sudah mengembangkan konsentrasinya ke sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terutama pada sektor budidaya pertanian. Sektor ini didirikan pada tahun 2003, maka dari itu perlu dilakukan analisa kelayakan kredit untuk meminimalkan risiko, terutama klasifikasi risiko gagal bayar dalam pengembalian kredit. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui sistem kelayakan kredit yang dilakukan Bank XYZ untuk mengantisipasi risiko pada sektor budidaya pertanian. (2) Mengetahui fungsi pembeda (discriminan function) dari setiap kelas kolektibilitas pada sektor budidaya pertanian (3) Menganalisis fungsi diskriminan digunakan untuk memprediksi kategori kolektibilitas dari nilai variabel kelayakan kredit pada sektor budidaya pertanian. Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data internal perusahaan, seperti data debitur bank, informasi perusahaan dan ketentuan BI. Dilakukan juga studi kepustakaan (buku-buku dan literatur-literatur yang relevan) dan melalui internet. Sedangkan data primer diambil pada saat penelitian melalui wawancara dan observasi langsung pada divisi Manajemen Risiko dan Kredit. Data ordinal yang didapat pada penelitian ini akan diubah ke interval dengan bantuan macro Minitab. Analisa menggunakan Analisis Diskriminan dengan bantuan program Minitab versi 14. Dalam meminimalkan risiko gagal bayar pada sektor budidaya pertanian, Internal Credit Risk Rate (ICRR) dapat digunakan sebagai filter awal dan outputnya dijadikan sebagai pengganti proposal kredit. Sehingga output dari sistem ini akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan pemberian kredit untuk calon debitur. Analisa sistem kelayakan kredit ini mempertimbangkan 23 variabel penilaian terhadap debitur sebagai parameter pemberian kredit. Berdasarkan validitas menggunakan korelasi product moment Pearson terdapat 20 variabel yang signifikan, yaitu Rasio Hutang, Rasio Keuntungan, Rasio Likuiditas, Rata-rata rekening Koran, Mutasi Kredit, Pengalaman Manajemen, Pengalaman Kredit dengan Bank XYZ, Pengalaman Kredit dengan Bank Lain, Pengalaman Usaha, Reputasi Usaha, Prospek Usaha, Pesaing, Pembeli/Pelanggan, Pemasok, Wilayah Pemasaran, Jenis Produk, Jangka Waktu Fasilitas, Jenis Agunan dan Posisi Klaim. Dari hasil analisis diskriminan muncul lima fungsi pembeda yang akan mengklasifikasikan kelas kolektibilitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Hasil analisis diskriminan mencerminkan ketepatan prediksi untuk membedakan antar kelas sebesar 80.4%. Pengaruh variabel kelayakan kredit terhadap pengembalian kredit ternyata cukup besar, dilihat dari debitur yang termasuk dalam kolektibilitas Lancar sebesar 84%, kolektibilitas Dalam Perhatian Khusus 5%, kolektibilitas Kurang Lancar 1%, kolektibilitas Diragukan 3% dan kolektibilitas Macet 6%. Jadi dalam pengembalian kreditnya PT. Bank XYZ sudah cukup baik dengan kualitas kredit macet (kolektibilitas 3-5) sebesar 10%.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Juli 1987 di Bogor. Penulis yang bernama lengkap Yusi Yolanda Bhakti adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Otie Dylan Subhakti Hasan dan Ibu Ani Leilani. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Polisi 1 Bogor
tahun 1993 dan lulus tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor, tamat pada tahun 2002. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor, pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian Bogor dengan minor Kewirausahaan Agribisnis Departemen Agribisnis FEM IPB. Selama studi, penulis aktif berorganisasi dan kepanitiaan kampus, antara lain Centre of M@nagement (Com@-FEM IPB) sebagai Treasury Direktorat Public Relation periode 2006-2007 dan sebagai Direktur Public Relation pada periode 20072008. Penulis juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Manajemen seJabodetabek (HMMJ) periode 2007-2008, grup saman IPB Bungong Puteh dan AgroEduTourism IPB 2007-2008. Penulis aktif pada kepanitiaan-kepanitaan di kampus, antara lain: Public Relation 3rd Economics Contest Dies Natalis FEM 20062007, Panitia Malam Keakraban Manajemen 2007, Seksi Dana Usaha Tradem@rk Centre of M@nagement FEM IPB 2007, Project Manager Temu Kangen Alumni Manajemen IPB 2007, Public Relation Segmentasi 2007, Project Manager Management Student Summit (MSS) HMMJ 2008, Person in Charge dalam beberapa proyek kerjasama Departemen Manajemen dengan BAPPEDA Depok, PT. MASASI INDONESIA dengan Distanak Propinsi Banten dan Dispenda Jawa Barat.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan
rahmat
dan
anugrah
sehingga
penulis
mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Analisis Diskriminan Dalam Klasifikasi Pola Pengembalian Kredit Sektor Pertanian (Studi Kasus PT. Bank XYZ)”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis klasifikasi pola pengembalian kredit berdasarkan variabel dari kelayakan kredit pada PT. Bank XYZ dan perusahaan dapat meminimalkan risiko gagal bayar yang terjadi dengan memperbaiki variabel dalam sistem ICRR, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penelitian ini banyak pelajaran yang penulis dapatkan (pengalaman, ilmu, dan pengembangan diri) sehingga penulis sadar bahwa seluruh proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, saran, dukungan, dan kritik dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta : Papap, Momom, Oga dan Ndandut yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat, serta makna dalam hidup penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan sabar, penuh ide-ide baru dan terus memberi semangat yang dituangkannya menjadi saran untuk penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu Heti Mulyati, STP, MT dan Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen penguji sidang yang bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji sidang dan memberikan bimbingan, serta saran dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak. Prof. Dr. Ir. WH Limbong, MS selaku dosen pembimbing akademik yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah. 5. Bapak. Ir. R. Dikky Indrawan, M.M dan tim yang telah memberi inspirasi, pencerahan dan banyak bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh keluarga besar Aa Hasan dan M. Saleh, atas doa, perhatian dan kasih sayangnya. 7. Staff tata usaha Departemen Manajemen yang telah memfasilitasi keperluan kuliah dan birokrasi yang harus diselesaikan penulis. 8. Bapak Betarto selaku Kepala Divisi Manajemen Risiko PT. Bank XYZ yang telah membantu selama proses penelitian. 9. Sahabat terbaikku Asci dan Mutti untuk persahabatan yang terbukti tidak dapat dipisahkan oleh apapun. 10. Tothey, Pupetwati, Tia, Koh Demmy dan Ka Apri, untuk selalu ada sebagai sahabat dan kakak juga atas segala dukungan, masukan, gurauan yang dapat membuat penulis merasa tenang dikala gundah. 11. Sahabatku tersayang Nope, Putie, Juli, Opie, Maya, Loniek, Nda, Dyo, Didit, Dikduk, Iswi, Boy, Lutfan, Omse, Mami, Tidar, Nana, Henay dan seluruh teman-teman Manajemen 42 yang selama empat tahun ini sudah bersama dan membantu penulis dalam banyak hal. 12. Teman-teman Seven Magnificent, untuk semua peristiwa istimewanya. 13. Teman-teman Centre of Management 2006-2007, Centre of Management 2007-2008, Himpunan Mahasiswa Manajemen Jabodetabek, Tim saman Bungong Puteh, khususnya yang dengan rasa kekeluargaan, saling mendukung dan membantu dalam setiap hal atau kegiatan yang dilalui bersama. 14. Teman-teman satu bimbingan : Tray, Riri, Indri, Mita, Levi, Feri dan Agung yang selalu memberi semangat untuk berjuang bersama. 15. Sahabat SD, SMP dan Tahu Logay SMAN 1 Bogor, terima kasih telah membuat penulis menjadi sosok seperti sekarang ini, mandiri dan mampu bertahan dalam segala situasi. Semoga penulisan hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya. Bogor, Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah.............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian................................................................................ 1.5. Batasan Penelitian ................................................................................
1 3 4 5 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank………………………………………………………… ............. 2.1.1. Definisi Bank ............................................................................. 2.1.2. Fungsi dan Usaha Bank Umum ................................................. 2.2. Kredit .................................................................................................... 2.2.1. Pengertian Kredit ........................................................................ 2.2.2. Unsur-Unsur Kredit .................................................................... 2.2.3. Tujuan Kredit ............................................................................. 2.2.4. Fungsi Kredit .............................................................................. 2.2.5. Jenis Kredit ................................................................................. 2.2.6. Analisis Kredit............................................................................ 2.3. Risiko Kredit ........................................................................................ 2.3.1. Definisi Risiko Kredit ................................................................ 2.3.2. Dimensi Risiko Kredit ............................................................... 2.3.3. Bentuk Risiko Kredit ................................................................. 2.4. Kredit Bermasalah ................................................................................ 2.5. Kredit UKM ......................................................................................... 2.5.1. Definisi UKM ............................................................................. 2.5.2. Klasifikasi UKM ........................................................................ 2.6. Sistem dalam Kelayakan Kredit ........................................................... 2.7.1. Sistem Kelayakan Kredit……………………………………. .. 2.7.2. Sistem ICRR.............................................................................. 2.7. Penelitian Terdahulu.............................................................................
6 6 6 8 8 9 10 10 10 13 15 15 16 16 20 21 21 23 24 24 24 25
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 3.1.1. Kerangka Pemikiran Konseptual................................................ 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 3.3. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 3.4.1. Analisis Diskriminan .................................................................. 3.4.2. Uji Validasi ................................................................................
26 26 30 30 30 30 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistem Kelayakan Kredit ...................................................................... 4.2. Fungsi Pembeda dari Setiap Kolektibilitas .......................................... 4.3. Variabel Kelayakan Kredit Bank XYZ Terhadap Tingkat Kolektibilitas Debitur Menggunakan Analisis Diskriminan ................ 4.3.1. Klasifikasi Pola Pengembalian Kredit ....................................... 4.3.2. Kelancaran Pengembalian Kredit .............................................. 4.4. Implikasi Manajerial ............................................................................
34 51 56 56 59 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan........................................................................................... 5.2. Saran .....................................................................................................
63 63
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
64
LAMPIRAN ...................................................................................................
66
ix
DAFTAR TABEL
No 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman Kriteria UMKM Berdasarkan Aset dan Omzet…………................ Penempatan Klasifikasi Kolektibilitas……………………………… Fungsi Pembeda Setiap Kolektibilitas……………………...……… Klasifikasi Pengembalian Kredit…………………...……………… Hasil Penggantian True Group Menjadi Predicted Group…….......
x
23 52 54 57 59
DAFTAR GAMBAR
No 1. 2. 3. 4.
Halaman Dimensi Risiko : Kuantitas dan Kualitas ............................................ 5C (Weston & Brigham 1998)…………………………...………….. Kerangka Pemikiran Konseptual……………………………………. Tingkat Kolektibilitas Debitur…………………………………….....
xi
16 19 29 60
DAFTAR LAMPIRAN
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman Alur Sistem Internal Perusahaan dalam Pengawasan Kredit........... Tampilan Sistem ICRR...………………………………………….. Tampilan Korelasi Variabel yang Tidak Signifikan………….…… Program Transformasi Data Dari Data Ordinal Ke Data Interval Dengan Bantuan Macro Minitab………………………… Tampilan Hasil Pengkonversian Data Ordinal ke Interval....…….. Tampilan Analisis Diskriminan…………………………….…...... Tampilan Fungsi Diskriminan………………………………......... Tampilan Misklasifikasi Data Debitur…………...……….…..…... Debitur Sektor Pertanian Tahun 2004-2006……………………….
xii
67 68 69 72 74 80 81 82 87
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkembangan lingkungan eksternal dan internal perekonomian Indonesia menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan.
Penyaluran
kredit
merupakan
kegiatan
usaha
yang
mendominasi pengalokasian dana bank. Oleh karena itu sumber utama pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga untuk bank konvensional dan bagi hasil untuk bank syariah. Dalam prakteknya kebijakan Bank Indonesia mengenai tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi patokan dalam bank umum untuk meningkatkan atau menurunkan tingkat suku bunga penyaluran kedit. Kebijakan Bank Indonesia ada dua yaitu kebijakan kontraktif meningkatkan tingkat suku bunga SBI dan kebijakan ekspansif menurunkan tingkat suku bunga SBI. Karena ketika suku bunga SBI meningkat maka bank-bank umum akan meningkatkan suku bunga kredit untuk menyeimbangkan peningkatan dari SBI begitu juga apabila terjadi penurunan (Datu Asmira, 2007). Banyak perbankan yang tetap ingin meningkatkan suku bunganya dengan risiko terjadinya kredit macet, tetapi laba bank menjadi meningkat walaupun hanya dalam kurun waktu yang pendek, atau lebih memilih mengurangi suku bunganya dengan harapan dapat memperlancar kualitas kreditnya. Nominal Non Performing Loan (NPL) perbankan meningkat tajam dari Rp 42 triliun pada akhir Desember 2008 menjadi Rp 54 triliun pada pertengahan Maret 2009. Ini berarti ada tambahan NPL sebesar Rp 12 triliun hanya dalam waktu tiga bulan, yang merupakan peningkatan NPL terbesar sejak krisis. Rasio NPL (nominal NPL terhadap kredit) juga naik dari 3,2 persen pada akhir 2008 menjadi 4,2 persen pada Maret 2009. (www.bappenas.go.id, 2009) Penurunan BI Rate dari 7,5 pada bulan April menjadi 7,25 turun 25 poin pada 5 Mei 2009 juga merupakan faktor yang membuat masyarakat
2
untuk mengambil kredit dengan pertimbangan cicilan bunga yang rendah, yang dapat menyebabkan naiknya permintaan kredit dan kemungkinan terjadinya NPL cukup besar. Untuk itu, perbankan melakukan berbagai strategi untuk menahan peningkatan NPL, salah satunya dengan mengendalikan kredit dan melakukan pengelolaan tata kelola perusahaan yang sehat (good corporate governance) dengan menerapkan sistem manajemen risiko yang baik. Sistem manajemen risiko (Risk Management System/RMS) adalah melibatkan
pengelolaan
atas
kejadian-kejadian
yang
tidak
dapat
diramalkan, yang mempunyai akibat buruk bagi perusahaan. Untuk itu suatu perbankan yang ingin disebut setara dengan bank internasional harus mempunyai RMS yang bersaing dan tepat khususnya di bidang kredit, karena risiko yang paling berpengaruh pada peningkatan laba perusahaan adalah risiko kredit. Seperti yang telah di umumkan Bank for International Settlement (BIS) tentang The New Basel Capital Accord (Basel II) tentang risiko kredit yang akan di implementasikan pada tahun 2009. Manajemen risiko baru diluncurkan pada awal tahun 2003 menurut Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang “Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum” dan Surat Edaran No.5/21/DPNP tanggal 29 September 2003, dan baru diberlakukan pada awal tahun 2004. Penerapan manajemen risiko yang masih baru tersebut membuat suatu organisasi perbankan harus hati-hati terhadap penerapan peraturan baru Basel II yang akan diberlakukan oleh Bank Indonesia. Dengan demikian, perbankan perlu mengendalikan kreditnya dengan cara memperketat pemberian kredit atau mengendalikan penentuan kelayakan
kredit
kepada
nasabahnya
sehingga
berimbas
pada
pengembalian kredit debitur yang lancar. Tata kelola perusahaan yang baik sangat
menentukan
terhadap
seberapa
besar
risiko
yang
dapat
diminimalisir oleh perusahaan. Peranan RMS dalam perbankan sangat penting dalam menjalani bisnis perbankan. Besarnya volume kredit yang akan diberikan bank tergantung dari kualitas debiturnya, dan juga menentukan risiko kredit bagi
3
bank itu sendiri. Analisis sistem manajemen risiko itu dapat membantu bank dalam menilai kualitas kolektibilitas debitur
untuk kelancaran
kreditnya. PT. Bank XYZ mempunyai sektor penyaluran kredit yang masih baru yaitu sektor pertanian dengan plafon kredit dibawah Rp 500 juta. Pada sektor budidaya pertanian ini, dari 60% yang disalurkan untuk kredit UKM, 30-40% disalurkan untuk kredit budidaya pertanian. Tingkat NPL pada sektor ini pada tahun 2008 sebesar 3-4% dari 60% penyaluran kredit ke sektor UKM, sehingga seharusnya dapat di evaluasi kembali bagaimana tingkat NPL pada tahun berikutnya dengan melihat kelancaran pengembalian kredit pada sektor budidaya pertanian tersebut. Sistem kelayakan kredit adalah dasar dari suatu permasalahan risiko kredit bermasalah, apabila dari awal sudah dapat diantisipasi dan menyaring debitur-debitur yang potensial dalam pengembalian kreditnya, PT. bank XYZ dapat meminimalisir risikonya dan meningkatkan kelancaran pengembalian kredit. 1.2.
Perumusan Masalah PT. Bank XYZ mempunyai tiga sektor untuk memberikan kreditnya, salah satunya adalah sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan suatu sektor yang vital bagi rakyat menengah kebawah di Indonesia, karena sebagian besar masyarakat masih bergerak di sekitar usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Hal ini sesuai dengan level tingkat kemakmurannya yang masih rendah, sehingga jika orang mau membangun usaha, maka dimulai dari sektor yang kecil-kecil atau mikro dan UKM, atau mereka bergabung dalam wadah koperasi. Apalagi dengan melihat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan akibat krisis global tahun lalu, banyak para pekerja yang terkena PHK beralih profesi menjadi wirausahawan. UKM memberikan kontribusi sebesar Rp 2.121,3 triliun atau 53,6 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2007 yang mencapai Rp 3.957,4 triliun. (www.bappenas.com, 2009)
4
PT. Bank XYZ telah menerapkan sistem analisis kredit dalam RMSnya untuk sektor budidaya pertanian. Sistem tersebut adalah Internal Credit Risk Return (ICRR) untuk sektor UKM sejak tahun 2003. Sistem ICRR adalah suatu sistem yang digunakan untuk menganalisis kelayakan kredit dan potensi risiko macet setiap debitur berdasarkan kualitas debitur tersebut. ICRR berfungsi sebagai filter awal sebelum kredit diberikan kepada calon debitur. Output ICRR dengan plafon kredit dibawah Rp 500 juta digunakan sebagai analisa kredit dan pengganti proposal kredit, maka secara tidak langsung keputusan kredit sangat tergantung dari komponen pembangun ICRR. Saat ini besarnya bobot komponen pembangun ICRR digunakan untuk seluruh sektor dan belum di periksa ketepatan prediksinya, sedangkan setiap sektor tersebut memiliki karakteristik komponen yang berbeda-beda. Melihat hal tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji meliputi : 1. Bagaimana sistem kelayakan kredit yang dilakukan Bank XYZ untuk mengantisipasi risiko pada sektor budidaya pertanian? 2. Bagaimana fungsi pembeda (discriminan function) dari setiap kelas kolektibilitas pada sektor budidaya pertanian? 3. Bagaimana fungsi diskriminan digunakan untuk memprediksi kategori kolektibilitas dari nilai variabel kelayakan kredit pada sektor budidaya pertanian? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui sistem kelayakan kredit yang dilakukan Bank XYZ untuk mengantisipasi risiko pada sektor budidaya pertanian. 2. Mengetahui fungsi pembeda (discriminan function) dari setiap kelas kolektibilitas pada sektor budidaya pertanian. 3. Menganalisis fungsi diskriminan digunakan untuk memprediksi kategori kolektibilitas dari nilai variabel kelayakan kredit pada sektor budidaya pertanian.
5
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi manajemen Perbankan sebagai masukan, referensi dan solusi tentang kelayakan kredit dan pengklasifikasian pola pengembalian kredit yang akan diberikan kepada debitur untuk menghindari potensi kredit bermasalah. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan teori-teori yang pernah dipelajari untuk mengkaji berbagai fakta yang terjadi di perusahaan khususnya perbankan dalam bidang risiko kredit pada sektor pertanian. Bagi pembaca, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang risiko kredit serta dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
1.5.
Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kelayakan kredit dan klasifikasi pola pengembalian kredit menggunakan analisis diskriminan pada PT. Bank XYZ, agar Bank XYZ dapat mengambil keputusan kelayakan kredit yang akan diberikan kepada debitur sehingga dapat terhindar dari risiko kredit bermasalah. PT Bank XYZ telah mengelompokkan data debiturnya berdasarkan nilai plafon kredit sektor budidaya pertanian. Penelitian ini membatasi permasalahan hanya pada sektor budidaya pertanian saja. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2004-2006 yang didapatkan pada saat melakukan penelitian.
6
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Bank 2.1.1. Definisi Bank Menurut UU No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. 2.1.2. Fungsi dan Usaha Bank Umum Siamat (2004) menyebutkan bahwa bank umum memiliki fungsi pokok sebagai berikut: 1) Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi 2) Menciptakan uang 3) Menghimpun dan menyalurkannya kepada masyarakat 4) Menawarkan jasa-jasa keuangan lain Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam Siamat (2004) adalah sebagai berikut: 1) Menghimpun dana dari masyarakat 2) Memberikan kredit 3) Menerbitkan surat pengakuan utang 4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diaksep oleh bank b) Surat pengakuan utang c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) e) Obligasi
7
f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun 5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah 6) Menempatkan
dana
pada,
meminjamkan
dana
kepada
meminjam bank
dana
lain,
dari,
baik
atau
dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya. 7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga 8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga 9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (custodian) 10) Melakukan penempatan dana dari menambah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek 11) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya 12) Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), kartu kredit dan kegiatan wali amanat (trustee) 13) Menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil 14) Melakukan kegiatan lain misalnya kegiatan dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, dan asuransi; dan melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit. 15) Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.
8
2.2.
Kredit 2.2.1. Pengertian Kredit Dalam arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Menurut Moh. Tjoekam dalam Tangkilisan (2003) kata “kredit” berasal dari bahasa Latin yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Sedangkan menurut Thomas Suyatno (1995), istilah “kredit” berasal dari bahasa Yunani yaitu credere juga yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Sedangkan bagi si penerima, kredit merupakan
penerimaan
kepercayaan
sehingga
mempunyai
kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu. Seseorang atau suatu badan atau lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik berupa barang, uang ataupun jasa. Oleh sebab itu, karakter pemohon kredit merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh pemberi kredit dalam pengambilan keputusan kredit (Djinarto, 2000). Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa pengertian kredit secara universal yaitu diantaranya: “Menurut Undang-undang Perbankan No. 7 / 1992, kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
9
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 2.2.2. Unsur-Unsur Kredit Menurut Suyatno (1995) unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah : a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontrapretasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. c. Degree of Risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontrapretasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggipula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu ada unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan. Sehingga menimbulkan unsur risiko lalu timbulah
jaminan dalam
pemberian kredit. d. Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan modern saat ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.
10
2.2.3. Tujuan Kredit Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengemban tugas sebagai agent of development adalah sebagai berikut : 1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. 2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat. 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. Dari tujuan tersebut terlihat adanya kepentingan yang seimbang antara kepentingan masyarakat (rakyat) dan kepentingan pemilik modal juga pemerintah. 2.2.4. Fungsi Kredit Menurut Simorangkir (2004) fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain ialah : 1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang. 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang. 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang. 4. Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha. 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. 7. Kredit
merupakan
alat
untuk
meningkatkan
hubungan
internasional. 2.2.5. Jenis Kredit Menurut Kasmir (2004), jenis kredit yang di salurkan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : 1. Segi Kegunaan a. Kredit Investasi : Kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek / pabrik baru
11
dengan masa pemakaian relatif lama dan untuk kegunaan kegiatan utama suatu perusahaan. b. Kredit Modal Kerja : Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Kredit modal kerja merupakan kredit pendukung kredit investasi yang sudah ada. 2. Segi Tujuan Kredit a. Kredit Produktif : Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha, produksi, atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. b. Kredit Konsumtif : Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada penambahan barang atau jasa yang dihasilkan. c. Kredit Perdagangan : Kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen perdagangan yang akan membeli barang dagangan dalam jumlah tertentu. 3. Segi Jangka Waktu a. Kredit jangka pendek : Kredit yang memberikan jangka waktu maksimum satu tahun, biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja dan musiman. b. Kredit jangka menengah : Kredit yang jangka waktu kreditnya antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun. Beberapa Bank mengklasifikasikan kredit ini menjadi kredit jangka panjang. c. Kredit jangka panjang : Kredit yang masa pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, manufaktur, kredit perumahan.
12
4. Segi Jaminan a. Kredit dengan jaminan : Kredit diberikan dengan jaminan tertentu, dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang di keluarkan akan dilindungi senilai dengan jaminan yang diberikan calon debitur. Jaminan yang dimaksud diatas dapat berupa barang, surat berharga, orang atau perusahaan, asuransi, dan lain – lain. b. Kredit tanpa jaminan : Kredit ini diberikan tanpa jaminan barang atau benda tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank. Biasanya kredit ini sudah diperhitungkan tidak akan merugikan kreditur jika ternyata debitur tidak mampu mengembalikan pinjamannya. 5. Segi Sektor Usaha Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda – beda, oleh sebab itu pemberian fasilitas kredit pun berbeda-beda pula. Jenis kredit yang dilihat dari sektor usaha yaitu : a. Kredit pertanian Kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Kredit ini bisa berupa jangka pendek atau jangka panjang. b. Kredit Peternakan Kredit ini diberikan untuk sektor peternakan, biasanya untuk waktu yang relatif pendek. c. Kredit Industri Kredit ini digunakan untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah, atau besar. d. Kredit Pertambangan Kredit ini digunakan untuk usaha tambang, biasanya dalam jangka panjang.
13
e. Kredit Pendidikan Kredit pendidikan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar. f. Kredit Profesi Kredit profesi diberikan kepada kalangan para professional seperti dosen, dokter dan pengacara. g. Kredit Perumahan Kredit perumahan digunakan untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan sektor-sektor usaha lainnya. 2.2.6. Analisis Kredit Menurut Sutan Remy.S. dalam Tangkilisan (2003) bank dalam memberikan kredit harus berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, agar kredit yang diberikan tidak menjadi kredit macet. Bila kredit yang diberikan bank mengalami kemacetan, maka kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban terhadap para penyimpan dananya akan menurun. Menurut Siamat dalam Muljono (2001), analisa kredit adalah proses menganalisa dan menilai prospek calon debitur guna memperoleh indikasi kemungkinan terjadinya default (kegagalan debitur membayar kembali kredit yang diterimanya) oleh calon debitur. Menurut Muljono (2001), langkah yang tepat untuk mengambil keputusan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses pemberian kredit adalah melakukan teknik analisa pemberian kredit. Sebelum melaksanakan kegiatan menganalisa kredit, Menurut Muljono (2001) ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu : 1. Pemilihan pendekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan analisa kredit. Pendekatan yang dimaksud yaitu : a. Pendekatan jaminan (collateral approach) Kredit akan diberikan apabila jaminan yang diberikan cukup memadai
14
baik ditinjau dari nilai ekonomis maupun yuridis. Jadi dalam analisa ini yang dipentingkan adalah faktor pengaman dari uang (kredit) yang akan dilepaskan oleh bank kepada calon debiturnya. b. Pendekatan karakter (character approach) Proses pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan reputasi karakter bisnis calon debiturnya. c. Pendekatan kemampuan pelunasan atas kredit yang diberikan (repayment approach) Intinya pada pendekatan ini bank mendasarkan diri pada kemampuan pelunasan utang dari debitur, dan tidak mendasarkan dari karakternya ataupun feasibility dari proyeknya tersebut. Penilaian kemampuan pelunasan tersebut tidak terbatas pada sumber-sumber dana yang diciptakan oleh kegiatan usaha debitur untuk melunasi kreditnya. Sumber dana untuk pelunasan kredit dapat diambil juga dari sumber dana pihak ketiga lainnya atau dari likuidasi barang-barang jaminan yang diserahkan oleh pihak debitur, jadi kemampuan pelunasan benar-benar telah diperhitungkan oleh bank. Dalam pendekatan ini kepentingan bank sebagai business body lebih di utamakan, persoalan debitur akan bangkrut habis-habisan tidak menjadi masalah asal kredit yang diberikan dapat dilunasi. d. Pendekatan tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon debitur (feasibility approach). Melaksanakan studi kelayakan bisnis (feasibility study) dimana bank harus menelaah dan menilai sejauh mana usaha bisnis calon debitur dapat melunasi kewajibannya. Dalam pendekatan ini pihak bank sudah tidak memusatkan kepentingannya seratus persen kepada dirinya sendiri, namun bank sudah membagi risiko dengan calon debiturnya. Bank tidak lagi mengandalkan jaminan tapi semata-mata mengandalkan pada kelayakan keterlaksanaan dari proyek yang dibiayai dengan kredit
15
tersebut. Jadi secara otomatis Bank sudah ikut melaksanakan fungsi
moneternya
mengembangkan
secara
suatu
tidak
jenis
langsung
sektor
dalam
perekonomian.
Pendekatan ini sudah banyak digunakan oleh bank-bank komersil karena semakin ketatnya persaingan dengan bankbank itu sendiri sehingga orientasi pemberian kredit berubah dari ”Bank-oriented” menjadi ”Customer-oriented”. e. Pendekatan
bank
pembangunan
(development
bank
approach). Dalam pemberian kredit bank melakukan misi ganda yaitu mencari laba “business body” sekaligus aktif sebagai bank pembangunan “agent of development”. Sehingga kegiatan pemberian kredit dalam pendekatan ini akan berupa : • Identifikasi dan pengembangan proyek yang dianggap berpotensi secara ekonomis. • Pengembangan kewiraswastaan dari para pengelolanya. • Pengorganisasian proyek tersebut dari awal sampai kreditnya dilunasi. 2. Proses pengumpulan informasi yang lengkap yang akan diperlukan dalam kegiatan suatu analisa kredit. 3. Penerapan titik kritis suatu proyek. Critical point tiap proyek berbeda-beda,
karena
itu
seorang
credit
analist
harus
berwawasan bisnis yang luas. 2.3.
Risiko Kredit 2.3.1. Definisi Risiko Kredit Menurut Tampubolon (2004) risiko kredit adalah exposure yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (Counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit juga didefinisikan sebagai exposure yang ada atau potensial mengancam penghasilan dan modal perusahaan, yang timbul karena kegagalan debitur (obligor) untuk memenuhi syarat yang tertuang dalam kontrak perjanjian.
16
2.3.2. Dimensi Risiko Kredit Menurut Djohanputro (2004), besarnya risiko kredit terdiri dari dua faktor : besarnya exposure kredit dan kualitas exposure kredit. Semakin besar pinjaman, semakin besar juga tingkat exposure kredit. Semakin rendah kualitas jaminan, maka semakin rendah kualitas kredit, semakin tinggi risiko kredit. Pada Gambar 1 dapat dilihat bagan dimensi risiko kuantitas dan risiko kualitas : Eksposur Kredit
Probabilitas Gagal Bayar
Kuantitas Risiko
Dimensi Risiko Kredit
Kualitas Jaminan Probabilitas Likuidasi Jaminan
Kualitas Risiko Kredit
Gambar 1. Dimensi Risiko : Kuantitas dan Kualitas Kuantitas dan kualitas risiko kredit tercermin dalam kerangka risiko kredit. Penyebab gagal bayar pada risiko kredit yaitu kebangkrutan debitur dan kesulitan keuangan yang dihadapi debitur. Apabila debitur berada pada ambang batas kriteria kesehatan tidak terpenuhi maka memiliki potensi gagal bayar dan menurunkan peringkat debitur. Penurunan peringkat debitur disebabkan penurunan kinerja debitur. Kelemahan kontrak kredit menyebabkan pelanggaran kontrak kredit dan berpotensi dalam meningkatkan risiko kredit. 2.3.3. Bentuk Risiko Kredit Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga): risiko default, risiko exposure, dan risiko recovery. Risiko
17
kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas Bank, antara lain: pemberian kredit, transaksi derivatif, perdagangan instrumen keuangan, serta aktivitas Bank yang lain, termasuk yang tercatat dalam banking book maupun trading book. Tiga bentuk risiko kredit menurut Djohanputro (2004) diantaranya: 1. Risiko Gagal Bayar Untuk
mengukurnya,
perusahaan
dapat
melakukan
pemeringkatan (rating). Setiap perusahaan memiliki model pemeringkatan yang berbeda–beda. Namun umumnya terdapat lima faktor yang sering digunakan yaitu 5C ( menurut Weston dan Brigham). Gambar 2 memberikan penjelasan singkat tentang dinilai dari setiap C dari 5C. 1. Character, berkaitan dengan perilaku calon debitur atau pembeli secara kredit mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban. Perusahaan menggunakan data masa lalu mengenai track record calon debitur. Karakter dapat
dikaitkan
dengan
pelanggaran
moral
yaitu
kecenderungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi dengan
mengorbankan
kepentingan
orang
lain
dan
menggunakan kemampuan atau kekayaan orang lain. 2. Capacity, menunjukkan kemampuan calon debitur atau pembeli secara kredit untuk membayar pinjaman. Potensi pembayaran kewajiban debitur dapat dilihat dari laporan keuangan historis dan kinerja berupa performa arus kas, neraca, dan laba rugi. Rasio lancar, rasio kas dan rasio efisiensi
dapat
menunjukkan
kemampuan
pemenuhan
kewajiban. 3. Capital, ditunjukkan oleh perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (ekuitas).
18
4. Collateral, merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin di restrukturisasi. Perusahaan kreditur perlu memperhatikan prinsip kehati – hatian dalam menerapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan. 5. Condition, mengacu pada kondisi eksternal perusahaan yang mempengaruhi
kelangsungan
perusahaan.
Kondisi
perusahaan berupa kondisi makro (ekonomi, politik, selera konsumen,
dan
lingkungan)
berkepentingan (stakeholders).
dan
intervensi
pihak
19
Penjelasan tersebut diatas digambarkan oleh Gambar 2 berikut ini :
Catatan masa lalu Kemampuan membayar
Character
Moral hazard
Rasio lancar kas efisien
Capacity
Tren kinerja keuangan
Rasio pinjaman/ekuitas
Capital
Nilai jaminan Collateral
Status hukum jaminan Kemudahan likuidasi pinjaman Kondisi makro
Condition Intervensi pihak berkepentingan Gambar 2. 5C (Weston & Brigham,1998) 2. Risiko Exposure Risiko exposure merupakan risiko yang melekat pada besarnya kredit yang menghadapi risiko gagal bayar. Lima status kredit yang berimplikasi pada berbedanya eksposur yaitu: a. Revocable, jika perusahaan mengidentifikasi adanya risiko gagal bayar dari lawan bisnis, maka pembatalan perlu segera dilakukan. b. Irrevocable, ialah kesepakatan yang transaksinya tidak dapat dibatalkan, kecuali ada kesepakatan kedua pihak. c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian.
20
d. Status Settled, status terselesaikan terjadi apabila uang pembayaran telah masuk ke rekening perusahaan. e. Status Failed (gagal), saat ditetapkan bahwa lawan bisnis dinyatakan gagal bayar. 3.
Recovery
yaitu
sejauh
mana
perusahaan
dapat
tetap
mengupayakan supaya nilai kredit yang gagal bayar bisa diperoleh. 2.4.
Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) Menurut Rivai (2005), kredit bemasalah merupakan kredit yang mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan. Menurut ketentuan Bank Indonesia dalam Siamat (2004), kredit digolongkan menurut kualitasnya yaitu : 1. Kredit lancar (pass), kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria : a) Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu b) Memiliki mutasi rekening yang aktif c) Bagian dari kredit yang dijamin dengan jaminan tunai (cash collateral) 2. Kredit dalam perhatian khusus (special mention) Kredit yang digolongkan ke dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria : a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang belum melampaui 90 hari. b) Kadang-kadang terjadi cerukan. c) Mutasi rekening relatif aktif d) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan. e) Didukung oleh pinjaman baru. 3. Kredit kurang lancar (substandard) Kredit yang digolongkan ke dalam kurang lancar apabila memenuhi kriteria :
21
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari. b) Sering terjadi cerukan. c) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah. d) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari Sembilan puluh hari. e) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah. f) Dokumentasi pinjaman yang lemah. 4. Kredit diragukan (doubtful) Kredit yang digolongkan ke dalam kredit diragukan apabila memenuhi kriteria : a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampui 180 hari. b) Terjadi cerukan yang bersifat permanen. c) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari. d) Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan. 5. Kredit macet (loss) Kredit yang digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria : a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 270 hari. b) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru. c) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. 2.5.
Kredit UMKM 2.5.1. Definisi UMKM Menurut BPS yang masuk kategori usaha mikro adalah jika jumlah karyawannya kurang dari 5 orang, termasuk kategori usaha kecil adalah jika jumlah karyawan 5-19 orang, dan yang termasuk kategori usaha menengah adalah jika jumlah karyawan 20-99 orang.
22
Menurut Undang-Undang kriteria UMKM yaitu : a. Usaha Mikro Menurut Keputusan Mentri Keuangan No. 40/KMK. 06/2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI dan memiliki hasil penjualan mencapai angka Rp.100 juta pertahun, dengan pengajuan kredit ke bank maksimal Rp.50 juta. b. Usaha Kecil Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995, usaha kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling besar Rp. 200 juta atau memiliki hasil penjualan mencapai Rp. 1 miliar pertahun dan menerima kredit antara Rp. 50-500 juta. c. Usaha Menengah Menurut Inpres no.10 tahun 1998, usaha menengah adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih diatas Rp. 200 juta – Rp.10 miliar serta dapat menerima kredit dari bank antara Rp. 500 juta – Rp.5 miliar. Menurut Bank Indonesia yang merujuk pada UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) : 1. Usaha
Mikro
perorangan
adalah
dan/atau
usaha badan
produktif usaha
milik
perorangan
orang yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
23
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Tabel 1. Kriteria UMKM Berdasarkan Aset dan Omzet No.
Uraian
Kriteria Aset
Omzet
1.
Usaha Mikro
Maks 50 juta
Maks 300 juta
2.
Usaha Kecil
> 50 Juta - 500
> 300 Juta -
Juta
2,5 Miliar
> 500 Juta - 10
> 2,5 Miliar -
Miliar
50 Miliar
3.
Usaha Menengah
2.5.2. Klasifikasi UKM Dalam
perspektif
perkembangannya,
UKM
dapat
diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu : 1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima. 2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan. 3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
24
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB). 2.6.
Sistem dalam Kelayakan Kredit 2.6.1. Sistem Kelayakan Kredit Merupakan sekumpulan orang, seperangkat pedoman dan alat perlengkapan pengolah data untuk memilih, menyimpan, mengolah dan mengambil kembali data (mengolah data dan bahan) agar dapat menjalankan kegiatan seoptimal mungkin sehingga kemungkinan risiko dalam kelayakan kredit yang akan terjadi dapat diantisipasi atau diminimalisir. 2.6.2. Sistem ICRR Sistem ICRR merupakan suatu sistem berbasis web yang digunakan Bank XYZ untuk menganalisis kelayakan kredit setiap debitur berdasarkan kualitas debitur tersebut. Selain itu, ICRR berfungsi sebagai filter awal sebelum kredit diberikan kepada calon debitur. Output ICRR dengan plafon kredit dibawah Rp 500 juta digunakan sebagai analisa kredit dan pengganti proposal kredit. Plafon selain dibawah Rp.500 juta, output ICRR digunakan hanya untuk pendamping proposal kredit yang dibuat secara manual. Sistem Internal Credit Risk Return (ICRR) mempunyai 23 variabel pembangun ICRR yang dapat dijadikan keputusan pemberian kredit oleh top management. 23 variabel tersebut adalah Rasio Hutang, Rasio Keuntungan, Rasio Likuiditas, Kualitas Informasi Keuangan, Rata-rata Rekening Koran, Mutasi Kredit, Pengalaman Manajemen, Reputasi Manajemen, Pengalaman Kredit dengan Bank XYZ, Pengalaman Kredit dengan Bank Lain, Pengalaman Usaha, Reputasi Usaha, Prospek Usaha, Pesaing, Peraturan Pemerintah, Pembeli/Pelanggan, Pemasok, Wilayah Pemasaran, Jenis Produk, Jangka Waktu Fasilitas, Jenis Penggunaan Dana, Jenis Agunan dan Posisi Klaim.
25
2.7.
Penelitian Terdahulu Widiyanti (2008) melakukan penelitian mengenai Analisis Sistem Kelayakan Kredit pada PT. Bank X untuk meminimalkan Risiko. Analisis Regresi Logistik dapat dijadikan alat perhitungan untuk menilai keefektifan sistem kelayakan kredit pada PT. Bank X. Regresi Logistik ini juga dijadikan alat untuk membuat model persamaan perhitungan kredit lancar dan macet dengan ketepatan yang tinggi. Juga dapat diprediksi melalui program Visual Basic perkiraan pengembalian kredit pada tahun berikutnya. I Made (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Jalan Tol Jagorawi pada PT. Jasa Marga (Persero). Analisis IPA dan CSI digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggannya begitu juga pengkonversian skala likert ke skala interval menggunakan Macro Minitab. Macro minitab yang digunakannya yaitu gmacro38.
26
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran 5.1.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Dalam kegiatannya PT. Bank XYZ juga menyalurkan kreditnya untuk berbagai sektor, termasuk sektor budidaya pertanian. Dalam menyalurkan kreditnya PT. Bank XYZ memegang prinsip kehatihatian (prudent) karena jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang ditimbulkan akan meluas mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga
yang
menyimpan
dananya
atau
menginvestasikan modalnya di bank, dan akan menciptakan dampak ikutan secara domestik maupun pasar internasional. Tingkat persaingan yang ketat atas rendahnya bunga kredit yang diberikan antar bank akan mempengaruhi debitur dalam memilih suatu bank. Keterampilan dalam mengelola risiko terhadap kredit serta mengatur permodalan agar seimbang dengan profil risiko juga menjadi sebuah pertimbangan nasabah. Bank XYZ telah mengelompokkan debitur kreditnya menurut tingkat plafon pinjaman. Setiap kelompok plafon tersebut kemudian dikelompokkan kembali menurut sektor usaha dimana disetiap sektor tersebut terdapat subsektor yang lebih spesifik. Plafon kredit tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ada yang berada dibawah 500 juta, antara 500 juta sampai 2.5 milyar, dan ada yang diatas 2.5 milyar. Sektor-sektor yang berada pada plafon dibawah 500 juta diantaranya sektor industri, perdagangan, peternakan, perkebunan dan budidaya pertanian. Bank
XYZ
menetapkan
variabel
kelayakan
kredit
berdasarkan hasil diskusi para top management bank tersebut. Diskusi tersebut merumuskan 23 variabel penilaian dan nilai bobot setiap variabel yang berdasarkan pengalaman, keahlian, dan prinsip
27
kehati-hatian para top management tersebut. Selain 23 variabel penilaian tersebut, Bank XYZ menambahkan variabel adjusment analis
dalam
proses
perhitungan
kelayakan
kredit
agar
mempermudah debitur mendapatkan kredit dengan catatan tertentu. Variabel adjusment didasarkan pada pengalaman dan dasar pemikiran dari setiap analis kredit yang berbeda-beda sehingga tingkat subjektifitas dari penilaian akan tinggi. Variabel dan bobotnya tersebut hingga saat ini digunakan Bank XYZ dalam menilai seluruh calon debiturnya yang memiliki keragaman sektor usaha. Keragaman sektor usaha menyebabkan debitur memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan karakteristik tersebut juga memungkinkan tingkat signifikasi tiap variabel berbeda tiap sektor usaha, mungkin saja beberapa variabel (parameter) kurang signifikan pada suatu sektor dan signifikan pada sektor usaha lainnya. Kredit merupakan unsur yang penting dalam suatu perbankan dan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan keuntungan yang diharapkan oleh perbankan. Maka dari itu perbankan sudah semestinya menjaga kualitas kreditnya melalui kelancaran kolektibilitas debiturnya, juga kelayakan dalam memberikan kredit kepada debitur. Pertama akan dilakukan proses cleansing data debitur. Cleansing merupakan proses input data historis penilaian debitur pada sistem. Data yang telah di cleansing disiapkan menjadi data input Minitab dengan kolektibilitas sebagai variabel terikat y, dan rating tiap borrower dan facility grade sebagai variabel bebas x. Terdapat pengkonversian skala ordinal ke interval menggunakan Macro Minitab dan didapat 20 variabel yang memenuhi signifikansi nilai. Variabel tersebut adalah Rasio Hutang, Rasio Keuntungan, Rasio Likuiditas, Kualitas Informasi Keuangan, Ratarata Rekening Koran, Mutasi Kredit, Pengalaman Manajemen, Pengalaman Kredit dengan Bank XYZ, Pengalaman Kredit dengan
28
Bank Lain, Pengalaman Usaha, Reputasi Usaha, Prospek Usaha, Pesaing, Pembeli/Pelanggan, Pemasok, Wilayah Pemasaran, Jenis Produk, Jangka Waktu Fasilitas, Jenis Agunan dan Posisi Klaim. Data yang telah di input akan diolah menggunakan alat analisis diskriminan untuk mengetahui variabel bebas apa saja yang berpengaruh terhadap variabel terikat (kolektibilitas debitur), kemudian dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap pendekatan yang digunakan pada pasca penilaian. Hasil yang diperoleh akan diklasifikasikan
apakah
ada
kesalahan
dalam
penempatan
kelompok pengamatan atau tidak. Analisis ini nantinya akan memberitahukan kepada Bank XYZ bahwa tingkat kolektibilitas kreditnya apakah lancar, dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar, diragukan atau macet, yang akan menjadi rekomendasi berikutnya bagi perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka kerangka pemikiran konseptual dapat dijelaskan pada Gambar 3.
29
PT. Bank XYZ
Penyaluran Kredit
Berdasarkan Plafon Kredit
< 500 juta
Data Kolektibilitas Debitur pasca penilaian : 1. Lancar 2. Dalam Perhatian Khusus 3. Kurang Lancar 4. Diragukan 5. Macet
500 juta – 2.5 milyar
Data Historis Penilaian Debitur (23 variabel)
Proses Cleansing Data
Data Kolektibilitas dan Penilaian Debitur Macro Minitab Analisis Diskriminan
Classification Function Coeffitiencs
Rekomendasi bagi perbankan Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual
>2.5 milyar
30
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih oleh peneliti adalah di PT. Bank XYZ yang berlokasi di Jakarta. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive. Waktu penelitian dimulai dari Maret-Mei 2009.
3.3.
Metode Pengumpulan Data Data yang diambil pada penelitian kali ini bersumber pada data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan observasi langsung, penelitian dilakukan langsung di divisi Manajemen Risiko Kredit. Data sekunder diperoleh dari data internal perusahaan dan studi kepustakaan (buku-buku dan literatur-literatur yang relevan). Data yang diambil juga dapat berupa data sekunder dari Bank XYZ yaitu laporan–laporan yang masuk ke perusahaan tersebut, buku – buku, koran, jurnal, internet dan sebagainya.
3.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode statistik yaitu dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan diskriminan analisis dengan bantuan Minitab versi 14. 3.4.1. Analisis Diskriminan Analisis
diskriminan
adalah
sebuah
teknik
untuk
menganalisis data ketika kriterion atau variabel dependen bersifat katagoris dan prediktor atau variabel independen bersifat interval atau rasio (Malhotra, 2005). Penelitian ini menggunakan metode analisis diskriminan metode linier, dimana variabel independen dimasukkan ke dalam model berdasarkan kemampuan variabel independen tersebut dalam melakukan diskriminan antar grup. Metode ini cocok digunakan jika banyak variabel independen yang dilibatkan dan peneliti ingin menyederhanakan model dengan memilih variabel independen terbaik untuk dimasukkan ke dalam model (Malhotra, 2005). Model diskriminan yang terbentuk dari metode analisis diskriminan
31
analisis ini sama baiknya, bahkan terkadang lebih baik, dibandingkan model yang berisi keseluruhan variabel independen yang digunakan dalam penelitian (Hair et. al., 1998). Model diskriminan yang terbentuk dapat dikatakan mampu membedakan kedua grup secara nyata jika angka Chi square tinggi dengan tingkat signifikansi kurang dari atau sama dengan 0.05, makin besar nilai Chi square dan makin rendah nilai signifikansi, mengindikasikan bahwa kedua grup secara nyata berbeda, ini merupakan analisis non parametrik tetapi jika sudah melakukan dengan analisis parametrik langkah ini tidak perlu dilakukan. Adapun model yang digunakan dalam analisis diskriminan adalah sebagai berikut (Hair et. al., 1998) : Zk = a + W1X1k + W2X2k + … + WnXnk …………………………( 1 ) Dimana : Zk
= Skor diskriminan
a
= Intersep
X
= Variabel independen
W
= Bobot diskriminan Dengan
mengabaikan
tanda,
tiap-tiap
pembobot
menggambarkan kontribusi relatif dari variabel independen yang bersangkutan terhadap model diskriminan yang dibentuk. Variabel independen dengan bobot yang lebih besar memberikan kontribusi yang lebih baik sebagai prediktor (pembeda) dibandingkan variabel independen yang memiliki bobot yang lebih kecil (Malhotra, 2005). Skala Pengukuran Untuk mengukur variabel yang akan diteliti, maka digunakan
teknik skala
pengukuran. Tujuan
teknik
skala
pengukuran adalah untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Teknik skala pengukuran ada
32
empat yaitu : (1) skala normal; (2) skala ordinal; (3) skala interval; (4) skala rasio (Rangkuti, 1997). Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah dengan menggunakan skala likert (ordinal) dan skala interval. Skala likert yang digunakan yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5, tergantung dari variabel masing-masing. Skala Likert adalah ukuran gabungan yang didasarkan pada struktur intensitas pertanyaan-pertanyaan. Skala interval adalah skala suatu variabel yang selain dibedakan, dan mempunyai tingkatan, juga diasumsikan mempunyai jarak yang pasti antara satu kategori dan kategori yang lain dalam satu variabel. Dengan demikian, skala Likert sebenarnya bukan skala, melainkan suatu cara yang lebih sistematis untuk memberi skor pada indeks. Menurut Joreskog (2002), variabel ordinal tidak memiliki keaslian suatu unit pengukuran. Mean, variasi, dan kovarian dari variabel ordinal tidak memiliki arti. Variabel ordinal bukanlah suatu variabel yang kontinyu dan tidak seharusnya dipakai dalam penelitian. Oleh karena itu variabel ordinal perlu dikonversi menjadi variabel interval sehingga dapat diketahui jaraknya (Hays dalam Waryanto). 3.4.2. Uji Validasi Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat pengukur (instrument) mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2003). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas ini digunakan rumus teknik korelasi product moment Pearson, sebagai berikut :
∑ XY ) − (∑ X ∑ Y ) ……………..( 2 ) (N ∑ X − (∑ X ) )(N ∑ Y − (∑ Y ) ) N(
r=
2
2
2
2
33
Dimana : r
= korelasi antara x dan y
N
= Jumlah responden
x
= Skor masing-masing pertanyaan
y
= Skor total
Jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel maka sahih dan semakin valid jika semakin mendekati 1.00. Nilai r harus lebih besar dari 0.05 dibandingkan dengan skor total.
34
IV.
4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Kelayakan Kredit Tingginya tingkat persaingan perbankan mengharuskan bank untuk berhati-hati (prudent) dalam mengambil keputusan memberikan kredit kepada calon debitur untuk meminimalkan risiko suatu bank. Bank mendapatkan keuntungan terbesar dari pendapatan bunga penyaluran kredit, maka dari itu keputusan pemberian kredit kepada calon debitur harus sangat berhati-hati. Keputusan dalam menentukan apakah layak atau tidak seorang calon debitur diberikan kredit pada PT. Bank XYZ ditentukan juga dari output sistem kelayakan kredit yang dipergunakan oleh Bank XYZ. Untuk meminimalkan risiko kredit dengan plafon dibawah Rp 500 juta di sektor budidaya pertanian, PT Bank XYZ menggunakan dua sistem perhitungan kelayakan debitur sebelum diberikan kredit. Output dari sistem kelayakan kredit tersebut dapat dijadikan sebagai filter awal dalam mengambil keputusan pemberian kredit. Sehingga komite persetujuan kredit Bank XYZ dapat menggunakan output tersebut sebagai bahan pertimbangan apakah pengajuan kredit diterima atau ditolak. Kedua sistem ini adalah Electronic Consumer Loan System (ECLS) dan Internal Credit Risk Rating (ICRR). ECLS sebenarnya secara prinsip hampir sama dengan sistem ICRR, perbedaannya terlihat pada proses pengerjaannya. Pada sistem ECLS segmennya bersifat produk masal (mass product) dan sifatnya konsumtif. Sedangkan ICRR memiliki segmen berupa kredit UMKM (umumnya berupa kredit usaha / produktif). Sistem ICRR sendiri adalah suatu sistem berbasis web yang digunakan Bank XYZ untuk menganalisis kelayakan kredit setiap debitur berdasarkan kualitas debitur tersebut. Selain itu, ICRR berfungsi sebagai filter awal sebelum kredit diberikan kepada calon debitur. Output ICRR dengan plafon kredit dibawah Rp 500 juta digunakan sebagai analisa kredit dan pengganti proposal kredit. Plafon selain dibawah Rp.500 juta,
35
output ICRR digunakan hanya untuk pendamping proposal kredit yang dibuat secara manual. Maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel pembangun ICRR sangat vital terhadap keputusan pemberian kredit dan secara simultan terhadap kualitas pengembalian kredit yang akan diberikan. Variabel yang digunakan dalam perhitungan kemungkinan kelancaran kredit adalah variabel yang dirumuskan oleh pakar dan Top Management Bank XYZ berdasarkan pengembangan dari konsep 5C Weston dan Brigham dalam mengantisipasi resiko gagal bayar debitur akan kreditnya pada sistem ICRR. Variabel dalam konsep 5C ini yaitu : 1. Character, Bank XYZ menilai perilaku calon debitur mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajibannya. Dalam hal ini Bank XYZ menggunakan data histories mengenai track record calon debitur, cross checking dengan data dari Bank Indonesia dan pengecekan data calon debitur dengan lingkungan sekitarnya pada sektor budidaya pertanian. 2. Capacity, Bank XYZ menilai laporan keuangan histories dan kinerja calon debitur yang berupa performa arus kas, neraca, dan laba rugi untuk memperkirakan potensi pembayaran kewajiban debiturnya. Performa keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan pemenuhan kewajiban ini berupa rasio lancar, rasio kas dan rasio efisiensi. 3. Capital, Bank XYZ memperhitungkan perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (ekuitas) debiturnya. Hal ini disebabkan karena apabila kredit pada debitur tersebut macet dan debitur memiliki modal dan aset sendiri yang bernilai cukup besar dibandingkan kreditnya, maka debitur tidak akan mudah meninggalkan aset atau modal sendiri tersebut. 4. Collateral, Bank XYZ memperhitungkan jaminan yang diberikan sebab jaminan merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Bank XYZ akan mengeksekusi jaminan apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin di restrukturisasi. Dalam hal ini pula Bank XYZ memperhatikan prinsip
36
kehati – hatian dalam menerapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan. 5. Condition, Bank XYZ dalam hal ini mempertimbangkan kondisi eksternal perusahaan debitur yang mempengaruhi kelangsungan usahanya. Kondisi perusahaan berupa kondisi makro (ekonomi, politik, selera konsumen, dan lingkungan) dan intervensi pihak berkepentingan (stakeholders). Konsep 5C ini kemudian dikemas Bank XYZ menjadi variabel sistem kelayakan kredit dalam program ICRR bentuk website yang hanya dapat diakses oleh para acount officernya. Output dari sistem ICRR ini berupa penilaian atas tiga aspek yaitu ikhtisar keuangan, borrower grade dan facility grade yang kemudian digunakan Bank X sebagai pengganti proposal kredit untuk sektor UKM (seperti yang telah dijelaskan diatas). Output ikhtisar keuangan ini merupakan kondisi keuangan debitur yang di benchmark pada sektor usaha sejenis. Output ini kemudian digunakan sebagai input dalam perhitungan borrower grade dan facility grade. Tahapan (1-7) tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Tahap Pertama adalah penentuan borrower grade ( Langkah 1-4 ). Pada tahap ini dilakukan penilaian atas kelayakan pemberian kredit dan kemungkinan adanya kegagalan (default) dari debitur. Pertimbangan utama dalam melakukan analisa terhadap debitur untuk menentukan rating adalah sebagai berikut : 1. Informasi Keuangan Beberapa rasio keuangan yang utama diperoleh dari laporan keuangan yang (paling tidak) berdasarkan data histories 2 atau 3 tahun sebelumnya, kecenderungan (trend) dan perubahan rasio dapat dianalisa. Selain itu, kualitas dan realibilitas (kewajaran) dari laporan keuangan harus diteliti. Hal ini penting terutama untuk kredit usaha kecil
menengah
(UKM),
karena
umumnya
kondisi
finansial
berkarakteristik non audited, sehingga kondisi finansial terkadang tidak wajar dengan apa yang ada di lapangan.
37
2. Aktivitas Transaksi Keuangan Dengan tingkat kesulitan dan ketidakakuratan dari posisi finansial pada kredit UKM, maka perlu untuk menilai aktivitas rekening bank sebagai kriteria pendukung dalam melakukan evaluasi performa bisnis debitur. 3. Performa dan Kualitas Manajemen Analisa fokus pada perkembangan usaha, pengalaman dan kompetensi manajemen serta reputasi dan pengalaman calon debitur di dalam menjalankan usahanya. Namun, harus diperhatikan bahwa faktor ini menyangkut sejumlah penilaian dan tergantung dari pengalaman seorang analis. 4. Lingkungan Bisnis secara Makro Analisa bisnis juga memegang peranan penting dalam menentukan rating. Hal yang dianalisa dalam hal ini adalah prospek dan karakteristik bisnis dimana debitur berada, contoh : menganalisa jenis produk,
karakteristik
dari
pelanggan
dan
supplier,
peraturan
pemerintah, dan lain-lain. Tahap selanjutnya yaitu penentuan facility grade (Langkah 5 – 7). Secara umum hal-hal penting yang dinilai adalah sebagai berikut : 5. Fasilitas Kredit Jatuh tempo (jangka waktu) dan tujuan (kegunaan) fasilitas kredit sangat penting untuk dipertimbangkan dalam melakukan penilaian atas suatu fasilitas. Hal ini penting karena kedua faktor tersebut digunakan dalam menghitung alokasi modal untuk resiko kredit. Dampaknya dapat mengakibatkan penurunan rating, jika risiko yang dihadapi meningkat (bertambah). 6. Kecukupan Agunan 7. Jaminan dari Pihak Ketiga Hal terakhir yang dipertimbangkan adalah jaminan dari pihak ketiga. Karena hal ini dapat mempengaruhi fasility grade yang secara efektif mentransfer risiko kepada pihak pemberi garansi. Dari ketujuh tahap tersebut terdapat 23 variabel yang menjadi pembangun dalam sistem ICRR. Variabel tersebut adalah variabel yang digunakan Bank XYZ
38
dalam memperhitungkan kelayakan kredit debiturnya pada sistem ICRR. Variabel yang digunakan yaitu : 1. Ketersediaan dan Kualitas Informasi Keuangan a. Informasi Keuangan Menentukan keakuratan informasi keuangan yang didapatkan, karena mempengaruhi rasio keuangan dan penilaian. Pedoman penilaian informasi keuangan yang digunakan yaitu: 1. Laporan Keuangan Sangat Akurat (telah diaudit) berdasarkan Laporan Praktik Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 2. Laporan Keuangan Akurat (telah diaudit) berdasarkan Laporan Praktik Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan Opini Wajar Dengan Pengecualian (WTP). 3. Dapat Diterima – Interim, akurat dan didukung oleh wawancara manajemen dan transaksi bank atau mutasi rekening. 4. Tidak Handal (telah diaudit) dengan dampak material yang signifikan terhadap keuangan. b. Rasio Hutang Merupakan rasio antara kewajiban dengan Aset atau kewajiban dengan modal. Semakin kecil rasio maka kualitas kredit akan semakin baik sehingga resiko kreditnya juga kecil. c. Rasio Keuntungan Merupakan rasio perbandingan antara keuntungan bersih dengan penjualan. Semakin besar rasio maka kualitas kredit debitur akan semakin baik sehingga dapat menurunkan kemungkinan resiko yang akan dialami oleh bank. d. Rasio likuiditas Merupakan perbandingan antara harta lancar dengan hutang lancar. Semakin besar rasio likuiditas maka harta lancar debitur akan semakin besar sehingga diharapkan bahwa kemampuan
39
membayar debitur juga akan tinggi dan akan menurunkan resiko gagal bayar. 2. Aktivitas Rekening Bank Aktivitas rekening calon debitur dilihat melalui penilaian mengenai rata-rata rekening bulanan dan aktivitas (mutasi kredit). a. Rata-rata rekening bulanan penting untuk dipertimbangkan dalam melakukan penilaian. Keuangan debitur, seperti kinerja penjualan, berhubungan erat dengan hal tersebut. Jika pertumbuhan penjualan meningkat, maka saldo rata-rata bulanan akan meningkat juga. Pedoman penilaian mengenai rata-rata rekening bulanan yaitu : 1. Baik : saldo rata-rata bulanan meningkat dalam kurun waktu 3 bulan terakhir dan didukung oleh pertumbuhan penjualan. 2. Sedang : saldo rata-rata bulanan stabil dalam kurun waktu 3 bulan terakhir dan pertumbuhan penjualan cukup stabil. 3. Kurang : saldo rata-rata bulanan menurun dalam kurun 3 (tiga) bulan disertai oleh penurunan pertumbuhan penjualan atau tidak ada informasi. b. Mutasi Kredit Merupakan aktivitas keuangan debitur dalam bentuk giro dan atau tabungan dimana yang dilihat dalam mutasi rekening ini adalah mutasi pada sisi kredit atau seberapa sering dan seberapa besar debitur melakukan setoran uang ke dalam rekeningnya. Faktor ini tergantung pada jenis bisnis yang dijalankan. Untuk beberapa industri, turnover mutasi kredit yang tinggi termasuk hal yang normal, sementara untuk industri lainnya tidak. Sebagai contoh, perusahaan konstruksi pada umumnya mengalami turnover mutasi kredit yang rendah dan karena itu tidak dapat dibandingkan dengan bisnis lain, seperti toko eceran yang mempunyai turnover mutasi kredit yang tinggi. Pedoman penilaian terhadap mutasi kredit adalah sebagai berikut : 1. Baik : turnover mutasi kredit tinggi, >75%.
40
2. Sedang : turnover mutasi kredit stabil, antara 50-75%. 3. Kurang : turnover mutasi kredit rendah <50% Mutasi kredit akan berpengaruh terhadap kualitas kredit. Semakin baik mutasi kreditnya maka peluang bahwa kredit debitur akan lancar semakin besar. 3. Kualitas Manajemen dan Kinerja Manajemen Evaluasi terhadap manajemen penting dilakukan karena setiap transaksi
dilakukan
oleh
manajemen
dan
tergantung
pada
kemampuan serta kesungguhannya untuk menjalankan bisnis dengan baik, menghasilkan arus kas yang positif dan memenuhi semua kewajibannya sebagaimana yang telah disepakati. Parameter yang digunakan dalam penilaian kualitas manajemen yaitu : a. Pengalaman manajemen Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam analisa pengalaman manajemen yaitu : •
Sejarah
perusahaan
dilakukan
dengan
melihat
apakah
keberhasilan tersebut diperoleh dari hasil manajemen, tidak ada pengaruh manajemen atau tercapai karena unsur lain. •
Jenis dan lamanya pengalaman perusahaan dan manajemen utama.
•
Hubungan dengan bisnis keluarga, evaluasi pengalaman yang relevan dari pemilik perusahaan.
•
Hubungan manajemen utama. Ini untuk mengetahui karakter manajemen. Misalnya : apakah dikelola oleh orang-orang yang berkualitas dan berpengalaman tanpa memperhatikan apakah mereka mempunyai hubungan kekerabatan atau tidak.
Berikut adalah pedoman penilaian pengalaman manajemen : 1. Manajemen utama/pemilik mempunyai pengalaman >5 tahun dan kompeten dalam bidang yang relevan. Sejarah manajemen utama menunjukkan bahwa mereka mempunyai pengalaman yang relevan, sehingga memberikan nilai tambah bagi kinerja bisnis
perusahaan. Sebagai contoh, manajemen
berhasil
41
menjalankan perusahaan dengan baik selama krisis dan masih berjalan
dalam
kondisi
prima.
Untuk
bisnis
keluarga,
manajemen utama (biasanya dijalankan oleh keluarga) adalah orang-orang yang profesional dengan latar belakang yang tepat, sehingga kompeten dalam usaha tersebut. 2. Manajemen utama/pemilik mempunyai pengalaman antara 2-5 tahun dan kompetensi yang relevan dalam usaha terkait. Sejarah manajemen dapat diterima bila menunjukkan kemampuan untuk membawa perusahaan melewati krisis. Untuk bisnis keluarga, beberapa orang dalam manajemen utama mempunyai latar belakang pendidikan dan kompetensi yang tepat. 3. Manajemen utama mempunyai pengalaman dan kompetensi terbatas (<2 tahun) dalam usaha yg bersangkutan dan sejarah manajemen utama kurang baik dalam sektor industri. Sebagian besar dari manajemen utama mempunyai hubungan kekerabatan dengan latar belakang pendidikan atau kompetensi yang tidak tepat, sehingga mengancam kesinambungan bisnis. b. Reputasi Manajemen Hal ini berdasarkan penilaian analis untuk memutuskan perilaku pribadi mana yang mungkin berdampak negatif terhadap bisnis. Adapun pedoman penilaian mengenai reputasi sebagai berikut : 1. Opini positif dari pelanggan, pemasok dan rekanan lainnya. Reputasi yang baik sekali selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Mereka menunjukkan kinerja manajemen yang baik. 2. Opini campuran : sejumlah informasi atau tanda minor negative selama kurun waktu dua tahun terakhir dari pelanggan, pemasok dan rekanan lainnya. Tetapi, dampak dari pemberitaan negatif ini minim terhadap kinerja bisnis. 3. Opini negatif : sengketa-sengketa besar berkesinambungan selama kurun waktu dua tahun terakhir, baik dengan pelanggan, pemasok dan rekanan lainnya yang dapat mengganggu kesinambungan bisnis.
42
c. Pengalaman kredit dengan Bank XYZ Pengalaman kredit dengan Bank XYZ dinilai dari apakah calon debitur tersebut pernah meminjam di Bank XYZ, kemudian dilihat track
pembayarannya
record
apakah
terdapat
masalah.
Pembayaran apapun memerlukan analisa yang lebih mendalam dan menurunkan penilaian jika dampaknya signifikan. Adapun pedoman penilaian mengenai pengalaman kredit dengan Bank XYZ yaitu : 1. Baik : Peminjam tidak pernah mengalami tunggakan pembayaran kredit. 2. Sedang : Peminjam beberapa kali mengalami tunggakan pembayaran kredit, misalnya untuk beberapa minggu. Atau peminjam berada di bawah kolektibilitas BI (kategori 2/Dalam Perhatian
Khusus).
Atau
peminjam
menstruktur
ulang
pinjamannya. 3. Kurang : Sering terjadi tunggakan kredit (dalam proses restruktur) dan peminjam masuk ke dalam kategori NPL (3-5). 4. Tidak ada informasi : Peminjam baru tanpa track record pinjaman. d. Pengalaman kredit dengan Bank Lain / Non Bank Pengecekan silang dengan bank lain dapat bermanfaat. Analis dapat memeriksa ada tidaknya catatan pinjaman pada bank lain. Jawaban yang diperoleh dari bank lain harus ditafsirkan dengan hati-hati karena bank terkait mungkin enggan untuk memberikan informasi. Adapun pedoman penilaian pengalaman kredit dengan Bank Lain / Non Bank sebagai berikut : 1. Baik : Peminjam tidak pernah mengalami tunggakan pembayaran kredit. 2. Sedang :
Peminjam beberapa kali mengalami tunggakan
peminjam berada di bawah kolektibilitas BI (kategori 2/Dalam Perhatian
Khusus).
pinjamannya.
Atau
peminjam
menstruktur
ulang
43
3. Kurang : Sering terjadi tunggakan (dalam proses restruktur) dan peminjam termasuk ke dalam kategori NPL (3-5). 4. Tidak Ada Informasi : merupakan peminjam baru tanpa track record pinjaman. e. Pengalaman / Kompetensi Usaha Analisa penilaian ditujukan kepada usaha debitur dan bukan pribadi personalnya. Usaha ini lebih kepada jenis usaha yang dijalaninya. Berapa lama usaha tersebut telah berjalan, apakah usaha tersebut dapat membukukan keuntungan, bagaimana kondisi usaha ketika ada gejolak (misalnya krisis ekonomi) dsb. Adapun pedoman penilaian Bank XYZ terhadap pengalaman usaha calon debitur yaitu sebagai berikut : 1. Baik : Usaha telah dijalankan minimal selama 5 tahun walaupun oleh manajemen yang berbeda, mampu beradaptasi dengan kondisi makro dan dari pengalaman dapat diandalkan untuk mencapai keuntungan. 2. Sedang : Usaha telah dijalankan antara 2-5 tahun walaupun oleh manajemen yang berbeda, terkadang tidak mampu menghadapi kondisi makro dan cenderung berfluktuatif. 3. Kurang : Usaha cenderung menurun dan baru berjalan kurang dari 2 tahun. f. Reputasi Usaha Reputasi usaha
mengarah
kepada
usaha tersebut dimata
masyarakat umum, pelaku bisnis dan pemerintah. Hal ini dinilai dari seberapa besar ketergantungan masyarakat terhadap usaha tersebut; bagaimana pengaruh keberadaan usaha tersebut terhadap lingkungan sekitar; bagaimana kondisi perusahaan ketika terjadi krisis; bagaimana opini masyarakat atas keberadaan usaha tersebut, apakah baik (usaha dibidang tersebut bagus dan menjanjikan),
negatif
(pesimis)
atau
campuran.
Pedoman
penilaian terhadap reputasi perusahaan yaitu sebagai berikut:
44
1. Baik
:
Usaha
keberadaannya
diterima
oleh
diharapkan.
pasar/
dibutuhkan
Konsumen
dan
mempunyai
ketergantungan yang tinggi terhadap usaha tersebut dan usaha tidak terpengaruh kondisi lingkungan makro. 2. Sedang : Usaha relatif diterima, di sisi lain pesimistik. Adanya pro dan kontra atas usaha dimaksud, beberapa konsumen sangat tergantung dari usaha tersebut dan sebagian orang menyebutnya sebagai usaha yang bagus. 3. Kurang : Kehadiran usaha tersebut banyak ditolak oleh berbagai pihak. g. Prospek Usaha Dalam hal ini penilaian dilakukan dengan mengamati prospek bisnis
yang
mungkin
dapat
mempengaruhi
kinerja
dan
kesinambungan bisnis calon debitur. Pengamatan dapat dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian industri, surat kabar, majalah, survei pasar, atau informasi langsung dari peminjam. Analis dapat juga menggunakan data yang berasal dari arsip penelitian internal Bank XYZ atau track record pinjaman. Pedoman penilaian terhadap prospek usaha yaitu sebagai berikut : 1. Baik : Usaha akan dapat berkembang / tumbuh. Tingkat pertumbuhan usaha yang menjanjikan, tingkat pertumbuhan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. 2. Sedang : Pertumbuhan usaha akan stabil. 3. Kurang : Pertumbuhan usaha akan menurun. Tingkat pertumbuhan kurang dari 10% dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dan terus jatuh. 4. Lingkungan Bisnis Melakukan
analisa
lingkungan
perusahaan
penting
untuk
diperhatikan karena memungkinkan analis dalam menentukan tingkat risiko yang dihadapi perusahaan debitur dalam menjalankan bisnisnya, yang dapat membawa dampak negatif terhadap kinerja bisnis. Analisa ini difokuskan pada kekuatan prospek industri ke
45
depan dan faktor kompetitif yang berpengaruh terhadap perusahaan. Dalam penilaian lingkungan bisnis, 6 hal yang akan dinilai yaitu: a. Perusahaan Pesaing, penilaian dilakukan dengan memperhatikan usaha yang dijalankan oleh debitur. Apakah usaha tersebut banyak pesaingnya, terbatas atau tidak ada pesaingnya. Hal ini penting untuk melihat risiko dari suplai produk dan penetrasi pelanggan. Semakin tergantung konsumen kepada satu perusahaan, semakin baik kondisi perusahaan tersebut. Pedoman penilaian usaha debitur yang dilihat dari perusahaan pesaing nya yaitu sebagai berikut : 5. Ada perusahaan pesaing, jumlahnya tidak banyak namun masing-masing pelanggan
perusahaan
sendiri-sendiri
telah
mempunyai
sehingga
tidak
segmen
mengganggu
perusahaan lainnya. 6. Terdapat beberapa perusahaan pesaing yang kadangkala antar perusahaan saling memperebutkan pelanggan, namun demikian masih dalam taraf normal. 7. Terdapat
sangat
banyak
perusahaan
pesaing
sehingga
pelanggan sangat mudah berpindah-pindah sesuai dengan produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Perusahaan
harus
berusaha
keras
untuk
mendapatkan
pelanggan dan risiko cukup tinggi. b. Peraturan Pemerintah, penilaian dilakukan dengan melakukan evaluasi pengaruh peraturan pemerintah terhadap bisnis calon debitur. Dalam hal ini analis akan mengamati apakah pemerintah memberlakukan peraturan yang dapat membawa dampak negatif terhadap bisnis (mis. pajak, tarif, kuota dst.) atau dampak positif. Peraturan akan mempengaruhi penilaian. Pedoman penilaian usaha yang dilihat dari peraturan pemerintah yaitu sebagai berikut : 1. Kondisi Mendukung : pemerintah mendukung industri dengan subsidi atau birokrasi suportif dan seterusnya.
46
2. Tidak Berdampak : pemerintah tidak menetapkan peraturan apapun untuk industri terkait, misalnya pasar bebas. 3. Bertentangan : pemerintah membatasi ruang gerak industri dengan memberlakukan tarif tertentu, kuota dst. c. Ketergantungan pada Pelanggan, penilaian analis Bank XYZ pada parameter ini adalah penilaian ketergantungan atau kekuatan tawar-menawar yang dimiliki perusahaan terhadap pelanggannya. Aspek ini tergantung pada jenis bisnis dari perusahaan. Pelanggan yang dimaksud adalah pelanggan langsung (lapis pertama). Analis Bank XYZ memperhatikan apakah perusahaan mempunyai pelanggan
yang
cukup
(potensial
dan
tetap)
untuk
mempertahankan bisnis, atau rentang produk yang dihasilkan calon debitur memenuhi kebutuhan pelanggan. Pedoman penilaian usaha debitur berdasarkan ketergantungan terhadap pelanggannya yaitu : 1. Tidak Tergantung, Banyak dan Beragam : mempunyai pelanggan yang sangat luas untuk produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan; pengaruh saingan sedikit. 2. Tergantung Beberapa : mempunyai pelanggan yang luas. Perusahaan mendapatkan sejumlah pengaruh dari saingan bisnisnya, tapi tidak signifikan. 3. Sangat Tergantung Terbatas : pelanggan peka terhadap perubahan harga. d. Ketergantungan pada Pemasok, pemasok adalah pihak yang memberikan pasokan barang yang akan diperjualbelikan. Apabila alur pasokan barang lancar atau bagus maka ini akan mempengaruhi pendapatan debitur yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan debitur dalam melakukan pembayaran kredit dan kualitas kreditnya. Ketergantungan pada salah satu pemasok menyebabkan debitur mempunyai risiko yang cukup tinggi karena jika pemasok bangkrut atau tidak dapat melakukan pasokan kepada debitur maka usaha debitur akan terganggu dan
47
kelancaran pembayaran kewajiban ke Bank XYZ tersendat. Analisa bagian ini fokus pada tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pemasoknya. Evaluasi terhadap kualitas dan kuantitas pemasok merupakan faktor yang penting karena mempengaruhi volume penjualan dan kinerja operasional perusahaan. Jadi dalam hal ini analis Bank XYZ fokus pada kemampuan perusahaan dalam menyediakan suplai atau sumber bisnis dan kualitas pemasok dari industri terkait. Pedoman penilaian usaha debitur berdasarkan ketergantungan terhadap pemasoknya yaitu sebagai berikut : 1. Tidak Tergantung, Banyak dan Beragam : konsentrasi pemasok sangat rendah karena jumlah pemasok banyak. Perusahaan mudah mengganti pemasok tanpa menimbulkan pengaruh apa-apa pada harga atau pergantian suplai. 2. Tergantung, Beberapa : ketergantungan perusahaan terhadap pemasok rendah. 3. Sangat Tergantung, Terbatas : ketergantungan perusahaan terhadap pemasok sangat tinggi. Perusahaan sulit untuk mengganti pemasok dan mungkin perlu menunggu suplai lebih dari tiga bulan. Konsentrasi pemasok dan jumlah pemasok banyak berpengaruh pada harga atau pergantian suplai, sehingga resiko yang dihadapi debitur semikin kecil yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan debitur untuk mengembalikan kewajibannya. e. Wilayah Pemasaran, analisis mengenai kriteria ini mengacu pada cakupan geografis dari pasar utama perusahaan untuk produk atau jasa yang ditawarkannya. Umumnya, semakin luas wilayah operasi, semakin stabil pendapatan perusahaan. Kestabilan sangat diperlukan untuk menjamin berlangsungnya kinerja bisnis yang baik. Pedoman penilaian usaha debitur berdasarkan wilayah pemasarannya yaitu :
48
1. Nasional : perusahaan menjalankan bisnis di lebih dari 1 negara (lokasi) atau antar propinsi. Hal ini dapat menimbulkan komplikasi khusus, seperti undang-undang perpajakan dan nilai tukar, tapi membuka kesempatan ekspansi yang lebih besar. 2. Propinsi : perusahaan menjalankan bisnis dengan orientasi dalam 1 propinsi. 3. Kabupaten : perusahaan menjual produk atau jasanya di pasar lokal. Pasar lokal dapat mencakup satu komunitas kecil (kampung) atau beberapa komunitas /kabupaten f. Jenis Produk, kriteria ini mengacu pada sifat atau jenis produk, dengan meneliti apakah produk yang dihasilkan penting atau tidak. Selain itu, analis Bank XYZ meneliti pula, apakah produk atau jasa yang diberikan perusahaan akan mempunyai pasar yang menjanjikan. Pedoman penilaian usaha debitur berdasarkan jenis produk yang dihasilkan yaitu sebagai berikut : 1. Barang dan jasa primer : semua barang atau jasa yang penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti sandang, pangan, dan papan. 2. Barang dan jasa sekunder : semua barang atau jasa yang tidak terlalu penting untuk masyarakat, seperti laundry, toko karpet, salon, warung nasi, dan wartel. 3. Barang dan jasa mewah : misalnya mobil, teve, toko barang antik, butik, restoran. 5. Analisa Fasilitas Kredit Analis Bank XYZ melakukan penilaian berdasarkan fasilitas kredit yang diajukan dan jaminan yang diberikan untuk fasilitas kredit. Didalam analisa ini, terdapat 2 hal yang harus dinilai yaitu : a. Jangka Waktu Fasilitas Semakin lama fasilitas diberikan, semakin tinggi risiko fasilitas menjadi beban karena kemungkinan debitur gagal memenuhi kewajiban atau bisnis yang dijalankan debitur terkena masalah
49
semakin tinggi pula. Adapun pedoman penilaian yang digunakan Bank XYZ dalam menilai jangka waktu fasilitas adalah sebagai berikut: • Risiko rendah : ± kurang dari 1 tahun sampai jatuh tempo (pinjaman jangka pendek, overdraft dst.) • Risiko sedang : ± antara 1-3 tahun sampai jatuh tempo (pinjaman jangka menengah, pendanaan proyek) • Risiko tinggi : masih tersisa 3 tahun lebih sampai jatuh tempo (pinjaman jangka panjang). b. Jenis Penggunaan Dana Analis Bank XYZ akan mengevaluasi perihal monitoring penggunaan dana atas kredit yang akan diberikan Bank XYZ disesuaikan dengan tujuan penggunaan kredit. Pedoman penilaian jenis penggunaan dana yaitu : 1. Baik : Dapat dimonitor sepenuhnya oleh Bank. Untuk jenis kredit yang sistem pengembalian pokoknya diangsur secara rutin setiap bulan (misal kredit investasi), bank leluasa melakukan monitoring terhadap dana yang diberikan karena dibuat menurut basis periodik yang mengurangi jumlah pinjaman setiap kali pembayaran dilakukan. 2. Sedang : Kurang dapat dimonitor oleh Bank. Untuk modal kerja normal (misal pendanaan penyediaan inventaris), bank kurang leluasa melakukan monitoring terhadap dana karena pinjaman mungkin diperpanjang untuk jangka waktu yang lebih lama tanpa mengurangi uang pokok pertama (misal fasilitas yg tahan lama). 3. Lemah : Sulit dimonitor oleh bank, untuk tujuan lain-lain. Fasilitas digunakan langsung atau tidak langsung untuk mendanai
perusahaan
yang
tidak
dilandasi
keahlian
manajemen. Obligor digunakan sebagai sarana peminjaman untuk mendanai kebutuhan pemilik atau kepala perusahaan (misal dividen).
50
6. Agunan ( Collateral ) Besarnya resiko kredit menurut Djohanputro (2004) dapat dinilai berdasarkan dimensi resiko yaitu kuantitas dan kualitas kredit. Kuantitas kredit ditunjukkan dari besarnya exposure kredit sedangkan kualitas kredit ditunjukkan oleh penilaian probabilitas gagal bayar, kualitas dan probabilitas likuidasi jaminan atau agunan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka penilaian terhadap tingkat risiko peminjam dinilai berdasarkan : a. Jenis agunan Analis Bank XYZ menilai jenis agunan yang diberikan oleh calon debitur. Adapun jenis agunan tersebut dan penilaiannya adalah sebagai berikut : 1. Agunan Liquid : cash, tabungan, deposito dll 2. Agunan Solid I : Tanah dan Bangunan 3. Agunan Solid II : Tanah 4. Non Solid I : Mobil, Mesin, Peralatan Kerja 5. Non Solid II : Piutang Usaha, Persediaan 6. Tidak Ada Agunan b. Posisi klaim atas agunan Penilaian Bank XYZ pada kriteria ini dibagi ke dalam 4 kategori yaitu : 1. Sempurna : Agunan diikat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kondisi agunan aman sehingga apabila suatu saat eksekusi dilakukan, Bank XYZ berada pada posisi yang kuat dan 1 agunan digunakan untuk mencukupi 1 fasilitas. 2. Sedang : Agunan diikat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun demikian agunan tersebut digunakan untuk mencukupi 2 fasilitas atau 2 debitur. 3. Kurang : Agunan tidak diikat secara sempurna atau diikat secara sempurna tetapi dijaminkan juga ke kreditur lain dimana posisi Bank XYZ lebih lemah dibandingkan posisi kreditur
51
lainnya atau agunan bermasalah yang dapat menimbulkan risiko cukup besar bagi Bank XYZ. 4. Tidak Ada Informasi : diisi tidak ada informasi apabila jenis agunannya tidak ada sehingga secara otomatis posisi klaim agunan juga tidak ada informasi. Apabila merupakan permohonan baru, maka pilihan posisi klaim hukum hanya terdiri dari 2 pilihan yaitu pilihan 1 (sempurna) dan pilihan 2 (sedang). Apabila merupakan review/perpanjangan, restruktur dan sejenisnya maka dimungkinkan untuk memilih 4 pilihan tersebut. 4.2.
Fungsi Pembeda dari Setiap Kelas Kolektibilitas Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam pengolahan data, yaitu data kolektibilitas debitur dan data penilaian historis debitur pada sektor usaha yang sama yaitu sektor UKM (budidaya pertanian dibawah plafon kredit Rp 500 juta). Pertama data tersebut disajikan secara terpisah, maka perlu dilakukan cleansing data sebelum menjadi input pengolahan, dengan mencocokan data yang satu dengan yang lain. Penggabungan kedua data tersebut memperlihatkan penilaian calon debitur sebelum diberikan kredit dan kenyataan kelancaran pengembalian kreditnya. Dari pencocokan (cleansing) tersebut dapat dilihat terdapat 240 data debitur dari tahun 2004-2006. Setelah dilakukan pencocokan data maka dilakukan validitas variabel dan validitas responden. Fungsi Pembeda dari variabel kelayakan kredit yang digunakan Bank XYZ akan didapatkan setelah dilakukan uji validitas variabel dengan menggunakan program Minitab. Terdapat 20 variabel yang tercatat signifikan, variabel yang tereduksi yaitu variabel Reputasi Manajemen, Peraturan Pemerintah dan Jenis Penggunaan Dana. Dapat dilihat pada Lampiran 3 korelasi variabel yang tidak signifikan. Validasi variabel dan responden dilakukan dengan teknik product moment Pearson menggunakan Minitab versi 14 dengan melakukan perkalian matriks dan melihat hasil korelasi data mana yang mempunyai
52
nilai p tinggi yaitu P Value diatas 0.05. Apabila terdapat nilai yang melebihi 0.05 maka variabel atau responden itu tidak signifikan. Setelah melakukan uji signifikansi variabel dan responden, diperoleh hasil akhir yaitu sebanyak 20 variabel (17 variabel borrower grade dan facility grade, 3 variabel rasio keuangan) dan 219 responden yang memiliki p value dibawah 0.05 atau 5% dan dinyatakan valid. Data ordinal diperoleh dari penilaian terhadap borrower grade dan facility grade. Untuk mendapatkan fungsi pembeda dari setiap kolektibilitas, perlu dilakukan pengkonversian data ordinal menjadi interval dengan bantuan menggunakan software Macro Minitab dengan penjelasan algoritma. Macro Minitab yang digunakan adalah gmacro17 sesuai dengan banyaknya variabel yang akan diubah ke dalam bentuk interval yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil pengkonversian data ordinal menjadi data interval dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengklasifikasian
antara
variabel
penilaian
dengan
kolektibilitasnya dapat dilakukan pengolahan data menggunakan Analisis Diskriminan, sehingga diketahui juga fungsi pembeda dari setiap kelas kolektibilitas. Analisis Diskriminan dipilih agar dapat membedakan klasifikasi kelompok debitur secara tepat, mengusahakan tingkat kesalahan penempatan kelompok kecil, juga mampu mengidentifikasi kesalahan pengelompokan pengamatan. Klasifikasi debitur dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu (Kolektibilitas 1) Lancar, (Kolektibilitas 2) Dalam Perhatian Khusus, (Kolektibilitas 3) Kurang Lancar, (Kolektibilitas 4) Diragukan dan (Kolektibilitas 5) Macet. Adapun hubungan keterkaitan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penempatan Klasifikasi Kolektibilitas Discriminant Analysis: C1 versus C3, C4, ... Linear Method for Response: C1 Predictors: C3, C4, C5, C23, C24, C25, C26, C27, C28, C29, C30, C31, C32, C33, C34, C35, C36, C37, C38, C39 Group Count
1 183
2 12
3 3
4 7
5 14
53
Pada Tabel diatas menunjukkan beberapa bagian. Bagian pertama output memberikan informasi bahwa analisis diskriminan yang telah diolah menggunakan metode linier dimana variabel responnya adalah variabel Kolektibilitas (C1), sedangkan variabel prediktornya adalah Rasio Hutang (C3); Rasio Keuntungan (C4); Rasio Likuiditas (C5); Kualitas Informasi Keuangan (C23); Rata-rata Rekening Koran (C24); Mutasi Kredit (C25); Pengalaman Manajemen (C26); Pengalaman Kredit dengan Bank XYZ (C27); Pengalaman Kredit dengan Bank Lain ( C28); Pengalaman Usaha (C29); Reputasi Usaha (C30); Prospek Usaha (C31); Pesaing (C32); Pembeli/Pelanggan (C33); Supplier (C34); Wilayah Pemasaran (C35); Jenis Produk (C36); Jangka Waktu Fasilitas (C37); Jenis Agunan (C38) dan Posisi Klaim (C39). Variabel prediktor akan mempengaruhi variabel responnya. Jika variabel prediktor signifikan dan sesuai maka pengklasifikasian kelompok akan semakin tepat. Output bagian kedua menunjukkan kelompok pengamatan. Output memperlihatkan lima kelompok, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4 dan 5. Kemudian, jumlah pengamatan pada kelompok 1 sebanyak 183, kelompok 2 sebanyak 12, kelompok 3 sebanyak 3, kelompok 4 sebanyak 7 dan kelompok 5 sebanyak 14. Dengan jumlah keseluruhan terdapat 219 debitur. Hasil Analisis Diskriminan dapat dilihat pada Lampiran 6. Terlihat pada tabel dibawah fungsi pembeda dari setiap kelompok kolektibilitas, terdapat lima persamaan melalui pengolahan diskriminan, sehingga apabila ada data debitur yang ingin dimasukkan untuk melihat termasuk dalam kategori kolektibilitas mana, bisa menghitungnya dengan memasukkan nilai interval yang dikalikan dengan bobot masing-masing variabel dan dilihat nilai yang paling maksimum dari lima persamaan itu maka debitur tersebut masuk dalam kategori tersebut, dapat dilihat juga pada Lampiran 7.
54
Tabel 3. Fungsi Pembeda Setiap Kolektibilitas Squared Distance Between Groups 1 2 3 4 5 1 0.0000 6.3112 30.9222 15.3981 2 6.3112 0.0000 35.9102 24.6412 3 30.9222 35.9102 0.0000 48.3707 4 15.3981 24.6412 48.3707 0.0000 5 8.8966 7.9882 31.0531 24.5110
8.8966 7.9882 31.0531 24.5110 0.0000
Linear Discriminant Function for Groups 1 2 3 4 5 Constant -103.43 -101.69 -133.57 -130.93 -111.92 C3 8.67 9.48 3.65 8.75 7.44 C4 6.38 6.91 6.14 7.09 7.41 C5 -2.92 -2.12 2.70 -3.83 -1.94 C23 21.37 19.15 21.58 23.59 20.59 C24 4.37 1.79 5.49 4.99 3.24 C25 5.94 7.61 9.01 5.73 7.81 C26 4.76 4.77 13.11 4.88 6.69 C27 4.40 6.86 6.13 4.22 5.88 C28 -0.32 -0.65 3.22 1.16 0.45 C29 -5.64 -3.73 -14.71 -4.21 -7.57 C30 12.39 9.51 10.77 12.30 9.14 C31 -6.63 -8.51 -8.63 -8.85 -10.37 C32 2.38 5.05 2.22 2.84 5.95 C33 6.12 2.39 4.14 13.17 3.61 C34 -3.45 -1.32 -2.15 -8.50 0.10 C35 2.08 2.03 2.02 1.42 2.31 C36 5.11 3.56 3.70 5.93 4.50 C37 7.08 6.90 7.15 7.38 6.95 C38 4.03 4.33 4.36 5.46 2.70 C39 25.88 23.88 24.15 28.62 30.22
Pada tabel 3 mencerminkan persamaan fungsi diskriminan linier untuk tiap kelompok atau klasifikasinya, yaitu : d1 = -103.43 + 8.67C3 + 6.38C4 – 2.92C5 + 21.37C23 + 4.37C24 + 5.94C25 + 4.76C26 + 4.4C27 - 0.32C28 - 5.64C29 + 12.39C30 6.63C31 + 2.38C32 + 6.12C33 – 3.45C34 + 2.08C35 + 5.11C36 + 7.08C37 + 4.03C38 + 25.88C39……………………….………....( 3 ) d2 = -101.69 + 9.48C3 + 6.91C4 - 2.12C5 + 19.15C23 + 1.79C24 + 7.61C25 + 4.77C26 + 6.86C27 - 0.65C28 – 3.73C29 +9.51C30 –
55
8.51C31 + 5.05C32 + 2.39C33 – 1.32C34 + 2.03C35 + 3.56C36 + 6.9C37 + 4.33C38 + 23.88C39…………..……………………….( 4 ) d3 = -133.57 + 3.65C3 + 6.14C4 + 2.7C5 + 21.58C23 + 5.49C24 + 9.01C25 + 13.11C26 + 6.13C27 + 3.22C28 – 14.71C29 + 10.77C30 – 8.63C31 + 2.22C32 + 4.14C33 – 2.15C34 + 2.02C35 + 3.7C35 + 7.15C37 + 4.36C38 + 24.15C39………………………………….( 5 ) d4 = -130.93 + 8.75C3 + 7.09C4 – 3.83C5 + 23.59C23 + 4.99C24 + 5.73C25 + 4.88C26 + 4.22C27 + 1.16C28 – 4.21C29 + 12.3C30 – 8.85C31 + 2.84C32 + 13.17C33 – 8.5C34 + 1.42C35 + 5.93C36 + 7.38C37 + 5.46C38 + 28.62C39………………………………….( 6 ) d5 = -111.92 + 7.44C3 + 7.41C4 – 1.94C5 + 20.59C23 + 3.24C24 + 7.81C25 + 6.69C26 + 5.88C27 + 0.45C28 – 7.57C29 + 9.14C30 – 10.37C31 + 5.95C32 + 3.61C33 + 0.1C34 + 2.31C35 + 4.5C36 + 6.95C37 + 2.7C38 + 30.22C38…………………………………...( 7 ) Dimana : C1 = Tingkat Kolektibilitas C3 = Rasio Hutang C4 = Rasio Keuntungan C5 = Rasio Likuiditas C23 = Kualitas Informasi Keuangan C24 = Rata-rata Rekening Koran C25 = Mutasi Kredit C26 = Pengalaman Manajemen C27 = Pengalaman Kredit dengan Bank XYZ C28 = Pengalaman Kredit dengan Bank Lain C29 = Pengalaman Usaha C30 = Reputasi Usaha C31 = Prospek Usaha C32 = Pesaing C33 = Pembeli/Pelanggan C34 = Pemasok C35 = Wilayah Pemasaran
56
C36 = Jenis Produk C37 = Jangka Waktu Fasilitas C38 = Jenis Agunan C39 = Posisi Klaim Nilai harapan variabel respon diartikan sebagai kolektibilitas atau kualitas pengembalian kredit. Semua rating yang telah diubah menjadi nilai interval akan dikalikan dengan nilai bobot dari setiap variabelnya dan dilihat nilai maksimumnya berada dimana berarti disitulah kelompok debitur itu ditempatkan. Bobot dapat diartikan sebagai nilai dugaan keterkaitan
setiap
parameter
(variabel
penilaian)
terhadap
kolektibilitasnya. 4.3.
Variabel Kelayakan Kredit Bank XYZ Terhadap Kolektibilitas Debitur Menggunakan Analisis Diskriminan
Tingkat
4.3.1. Klasifikasi Pola Pengembalian Kredit Analisis Diskriminan merupakan alat analisis yang mampu mengelompokkan setiap objek ke dalam dua atau lebih kelompok berdasarkan pada kriteria sejumlah variabel bebas. Tahapan awal dalam analisis diskriminan yaitu memilih variabel yang layak (valid) untuk dianalisis lebih lanjut. Tahap ini dilakukan dengan cara menyaring (seleksi) variabel yang telah memenuhi asumsiasumsi analisis diskriminan. Selanjutnya variabel yang telah divalidasi akan diolah menghasilkan lima klasifikasi. Uji klasifikasi dilakukan dengan menggunakan data debitur itu sendiri. Fungsi pembeda yang dihasilkan akan digunakan untuk mengetahui klasifikasi debitur terhadap pengembalian kreditnya. Setelah diketahui fungsi pembeda dari masing-masing klasifikasi maka akan dilihat dimana nilai maksimum dari masing-masing debitur. Terjadi misklasifikasi sejumlah 43 data debitur dari hasil pengalian bobot variabel dengan rating tiap debitur.
57
Tabel 4. Klasifikasi Pengembalian Kredit Summary of classification True Group Put into Group 1 2 3 1 149 1 1 2 14 10 0 3 3 0 2 4 8 0 0 5 9 1 0 Total N 183 12 3 N correct 149 10 2 Proportion 0.814 0.833 0.667 N = 219 N Correct = 176
4 5 1 2 0 3 0 0 6 0 0 9 7 14 6 9 0.857 0.643 Proportion Correct = 0.804
Pada output bagian ketiga adalah tabel Summary of Classification yang menampilkan informasi penempatan data. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa 149 data debitur Lancar, 10 data debitur Dalam Perhatian Khusus, 2 data debitur Kurang Lancar, 6 data debitur Diragukan dan 9 data debitur Macet tepat perkiraan. Sedangkan 14 data debitur diperkirakan Lancar pada kenyataannya adalah Dalam Perhatian Khusus, 3 data debitur diperkirakan Lancar pada kenyataannya Kurang Lancar, 8 data debitur diperkirakan Lancar pada kenyataannya Diragukan dan terdapat 9 data debitur diperkirakan Lancar mengalami kemacetan pada kenyataannya. Hal ini disebabkan oleh ketidakhati-hatian account officer terhadap objektivitas penilaian rating data debitur, profil risiko debitur dan perkembangan usaha yang tidak menentu juga menyebabkan kesalahan penafsiran dalam memberikan rating oleh account officer. Dapat diartikan pula bahwa dari 183 data debitur Lancar dan terdapat 34 kasus debitur tidak tepat perkiraan, ini berarti persentase jumlah data yang dikelompokkan dengan benar pada kelompok 1 sebesar 81.4%. Kelompok dua, 1 data debitur yang diperkirakan oleh account officer Dalam Perhatian Khusus yang pada kenyataannya adalah Lancar, juga terdapat 1 data yang diperkirakan Dalam Perhatian Khusus pada kenyataannya adalah Macet. Hal ini dikarenakan
faktor
eksternal
yang
berfluktuatif
terhadap
58
perkembangan usaha debitur, karena apabila debitur itu mengajukan kredit pada tahun 2004 dan account officer menilai secara layak untuk mendapatkan kredit tetapi pada tahun 2008 debitur tersebut masuk ke dalam klasifikasi macet. Kemungkinan itu bisa saja terjadi yang disebabkan pada tahun tersebut terjadi krisis global yang dapat mengurangi laba perusahaan. Ini berarti persentase jumlah data yang benar dikelompokkan pada kelompok 2 sebesar 83.3%. Terdapat pula 1 data debitur yang diperkirakan Kurang Lancar tetapi pada kenyataannya data tersebut Lancar pada kelompok 3, sehingga kredit Kurang Lancar mempunyai perkiraan sebesar 66.7%. Pada katagori Diragukan juga terdapat 1 kesalahan penempatan data debitur yang diperkirakan Diragukan pada kenyataannya adalah Lancar. Dapat diartikan bahwa kolektibilitas Diragukan mempunyai persentase perkiraan secara tepat sebesar 85.7%.
Terakhir
kolektibilitas
katagori
Macet
mempunyai
misklasifikasi yaitu 2 data debitur yang diperkirakan Macet pada kenyataannya adalah Lancar dan 3 data debitur yang diperkirakan Macet pada kenyataannya Dalam Perhatian Khusus, sehingga kredit Macet mempunyai ketepatan perkiraan sebesar 64.3%. Secara keseluruhan, persamaan ini memiliki ketepatan perkiraan sebesar 80.4%. Kesalahan penempatan klasifikasi pada kasus ini terjadi karena kurang signifikannya variabel yang dapat membedakan secara jelas dan tepat klasifikasi kolektibilitas debitur. Jadi sebenarnya terjadi overlap pada sebaran normal debitur, sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penempatan klasifikasi. Kesalahan penempatan klasifikasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Data pengolahan telah diolah kembali dengan mengganti true group menjadi predicted group maka diperoleh hasil yang lebih baik yaitu 97.3% dengan tingkat kesalahan penempatan kelompok hanya 2.7%. Kesalahan dalam penempatan kolektibilitas tersebut dapat menjadi arahan untuk account officer dalam menentukan
59
kolektibilitas debiturnya. Dengan begitu jumlah misklasifikasi yang ada semakin sedikit yaitu hanya enam debitur, analisis kepekaan ini dapat menghindari kesalahan penempatan kelompok yang terjadi. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 5. Hasil Penggantian True Group Menjadi Predicted Group Summary of classification
Put into Group 1 1 150 2 1 3 1 4 1 5 1 Total N 154 N correct 150 Proportion 0.974 0.947 N = 219
True Group 2 3 4 5 0 0 0 0 26 0 0 0 0 5 0 1 0 0 14 0 1 0 0 18 27 5 14 19 26 5 14 18 0.963 1.000 1.000
N Correct = 213
Proportion Correct = 0.973
4.3.2. Kelancaran Pengembalian Kredit Kelancaran pengembalian kredit dari setiap debitur dapat dilihat
dari
data
kolektibilitas
debitur
dalam
memenuhi
kewajibannya. Data debitur yang digunakan dalam penelitian ini adalah data debitur tahun 2004-2006 dengan sektor usaha UKM budidaya pertanian dan plafon kredit dibawah Rp 500 juta rupiah. Kolektibilitas merupakan salah satu alat ukur dalam menilai kelancaran pembayaran dari debitur. Kolektibilitas atau kualitas kredit ditetapkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar, diragukan dan macet. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No.7/5/PBI/2005 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum, untuk Usaha Kecil dengan plafon sampai dengan Rp 500 juta, kualitas kredit hanya ditentukan oleh ketepatan pembayaran pokok dan bunga, sehingga ketentuan kualitas kredit digolongkan menjadi:
60
1. Lancar ncar (kolektibiliti 1), pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan sesuai dengan persyaratan kredit. 2. Dalam Perhatian Khusus (kolektibiliti 2), terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 90 hari dan jarang ng mengalami cerukan. 3. Kurang Lancar (kolektibiliti 3), terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 900 hari, terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. 4. Diragukan (kolektibiliti 4), terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau at bunga yang telah melampaui 1800 hari. Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. 5. Macet (kolektibiliti 5), terdapat tunggakan pokok pokok dan atau a bunga yang telah melampaui 270 27 hari. Berdasarkan tingkat kolektibilitas atau kualitas debitur maka terlihat
proporsi
debitur
sesuai
tingkat
kelancaran
dalam
pengembalian kreditnya kredi dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah.
Kolektibilitas 1%
Lancar 3%
6%
6%
Dalam Perhatian Khusus Kurang Lancar 84% Diragukan Macet
Gambar 4. Tingkat Kolektibilitas Debitur Pada gambar diatas terlihat bahwa debitur dengan kualitas kredit yang paling baik atau berkolektibilitas 1 (lancar) memiliki
61
proporsi terbesar yaitu sebesar 84% (183) debitur pada sektor tersebut. Lalu, debitur dengan kolektibilitas 2 (DPK) memiliki proporsi sebesar 5% (12 debitur), debitur
yang memiliki
kolektibilitas 3 (kurang lancar) yaitu 1% (3 debitur), berbeda dengan debitur berkolektibilitas 4 (diragukan) sebesar 3% (7 debitur), dan debitur yang mempunyai kolektibilitas 5 (macet) sebesar 6% (14 debitur), dari total keseluruhan debitur. Terlihat bahwa Bank XYZ dapat dinilai cukup baik dengan NPL Bank XYZ tidak terlalu besar karena hanya 10% yang masuk kategori NPL (kolektibilitas 3-5). Pengambilan keputusan dalam memberikan kredit untuk calon debitur sangat berpengaruh dalam tingkat kolektibilitas. Bagaimana manajer dapat mengatasi kenaikan Non Performing Loan (NPL) yang disebabkan oleh kredit bermasalah. Debitur pada sektor pertanian mempunyai plafon kredit yang berbeda dan jenis usaha yang berbeda pada tempat yang berbeda. Terdapat empat jenis usaha pada sektor pertanian ini yaitu padi, jagung, sayuran dan palawija dengan plafon kredit paling banyak terdapat pada range kurang dari 50 juta dan berada di daerah Jawa Barat. Untuk lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 9. 4.4.
Implikasi Manajerial. Sesuai dengan fungsi manajemen hal ini terkait dengan pengendalian pada PT. Bank XYZ, sehingga dapat diketahui evaluasi apa saja yang harus dilakukan dan perencanaan selanjutnya dalam memberikan kredit kepada calon debitur baik dari segi sistem yang ada atau Sumber Daya Manusia. Hasil analisis terhadap unsur-unsur dalam variabel kelayakan
kredit
untuk
meminimalkan
risiko
dengan
klasifikasi
pengembalian kredit pada PT. Bank XYZ menghasilkan keputusan bahwa besarnya persentase ketepatan perkiraan calon debitur masuk dalam lima klasifikasi PT. bank XYZ adalah sebesar 80.4%. Dalam implikasinya, ini akan mencerminkan bahwa banyaknya debitur yang akan tepat perkiraan dalam pengembaian kreditnya sebesar 80.4%. Sehingga jika ada debitur
62
yang ingin mengetahui masuk dalam kelompok mana debitur tersebut setelah diberi kredit, account officer hanya tinggal memasukkan rating dari tiap borrower grade dan fasility grade yang sudah dikonversi ke skala interval, dan mengalikannya dengan fungsi diskriminan. Dapat dilihat nilai dari kelompok mana yang maksimum maka debitur tersebut masuk dalam kelompok itu. Saran bagi PT. Bank XYZ adalah terus memperbarui sistem kelayakan kreditnya juga memperbarui setiap variabel penilaian kelayakan kredit dan dapat memanfaatkan fungsi persamaan diskriminan ini untuk melihat pengembalian kredit debitur.
63
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. PT. Bank XYZ sudah cukup ketat dalam sistem kelayakan kreditnya dalam meminimalkan risiko terlihat dari 23 variabel dalam sistem ICRR. 2. Didapatkan lima fungsi pembeda dari setiap hubungan variabel system kelayakan kredit dengan pengembalian kredit. 3. Berdasarkan model dari persamaan diskriminan, dapat diperkirakan ketepatan kolektibilitas lancar sebesar 81.4%, kolektibilitas dalam perhatian khusus sebesar 83.3%, kolektibilitas kurang lancar sebesar 66.7%, kolektibilitas diragukan sebesar 85.7% dan kolektibilitas macet sebesar 64.3%. Jika ketepatan perkiraan keseluruhan debitur sebesar 80.4%. Jadi, analisis diskriminan sudah dapat mengklasifikasikan pola pengembalian debitur secara akurat. B.
Saran 1. Berdasarkan dari hasil-hasil analisis tersebut terlihat bahwa PT. Bank XYZ
sebaiknya
mempertahankan
sistem
tersebut
namun
selalu
mengontrol kembali kesesuaian variabel yang telah ada dengan masingmasing sektor kredit yang ada di Bank XYZ. 2. Output yang dihasilkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk memperkirakan penilaian kelayakan kredit Bank XYZ disektor budidaya pertanian. Namun kiranya diperlukan software yang dapat memunculkan variabel yang benar-benar signifikan. 3. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai klasifikasi pola pengembalian kredit yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan budaya PT. Bank XYZ sehingga pengembalian kredit itu bisa secara detil diprediksikan untuk meminimalkan risiko.
64
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Mutu Kredit Memburuk Kenaikan NPL Terbesar Terjadi di Sektor Konstruksi. http://www.inaplas.org. [22 Mei 2009] Asmira, D. 2007. Pengaruh Penyaluran Kredit Terhadap Modal Bank (Studi Kasus : Bank Permata Cabang Malang). Skripsi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya Malang. Bessis, J. 1998. Risk Management in Banking. West Sussex; John Wiley @ Sons Ltd.,. Djinarto, B. 2000. Banking Asset Liability Management. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Djohanputro, B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Penerbit PPM, Jakarta. Hair, Joseph F., et al. 1998. Multivariate Data Analysis. Prentice Hall, New Jersey. Joreskog, K.G. 2002. Structural Equation Modeling With Ordinal Variable Using LISREL. http://www.ssicentral.com/lisrel/corner.htm. [24 April 2009] Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Made, I. 2007. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Jalan Tol Jagorawi pada PT. Jasamarga. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Malhotra, N. 2005. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Mitra, F.M. 2008. Kontribusi UKM pada PDB Dua Ribu Triliun Lebih. http://www.bappenas.com. [23 Mei 2009] Muljono, T.P. 2001. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersial. BPFE, Yogyakarta. Rangkuti, F. 1997. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rivai, V. dan A.P. Vethzal. 2005. Credit Management Handbook. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Siamat, D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Simorangkir, O.P. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank. Ghalia Indonesia, Jakarta. Suyatno, T., et al.1995. Dasar-Dasar Perkreditan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tampubolon, R. 2004. Risk Management. Elex Media Komputindo, Jakarta.
65
Tangkilisan, H.N.S. 2003. Manajemen Keuangan Bagi Analisis Kredit Perbankan. Balairung & Co, Yogyakarta. Waryanto, B. dan Y.A. Millafati. 2006. Transformasi Data Skala Ordinal ke Interval Dengan Menggunakan Makro Minitab. Jurnal Informasi : 15. Departemen Pertanian. Weston, J.F. dan Eugene F. Brigham. 1998. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Jilid 1. Edisi Kesembilan. Erlangga, Jakarta. Widiyanti, G. 2008. Analisis Sistem Kelayakan Kredit PT, Bank X. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
66
67
Lampiran 1. Alur Sistem Internal Perusahaan dalam Pengawasan Kredit Board of Director Bank XYZ
Strategi
Div. Bisnis
Div. Operasional
Kegiatan Operasional
Div. Risiko R. Kredit
R. Pasar
R. Operasional
officer
officer
officer
AO Bisnis
Kredit
Monitoring
Sistem Model Manajemen Risiko Kredit
Sistem Model Manajemen Risiko Pasar
Sistem Model Manajemen R. Operasional
ICRR
Lap. Analisa Risiko
Lap. Analisa Risiko
Monitoring
Lap. Analisa Risiko
Lancar
Macet
Dapat di recovery
Tdk dapat di recovery
Collection PROFIT
Lampiran 2. Tampilan Sistem ICRR 68
—————
5/29/2009 10:26:43 AM ——————————————————
Results for: validasi MTB > * NOTE * VARNAMES subcommand caused existing output variable names to be * overwritten.
Correlations: C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8, ... C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13
C1 0.163 0.012 0.137 0.034 -0.081 0.214 0.040 0.539 0.370 0.000 -0.021 0.743 0.075 0.244 0.031 0.636 0.065 0.313 0.004 0.951 -0.063 0.334 -0.135
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
C9
0.645 0.000 0.118 0.068 0.062 0.338 0.471 0.000 -0.131 0.042 0.081 0.213 0.048 0.460 0.060 0.354 -0.102 0.114 -0.119 0.065 -0.095
0.134 0.039 0.041 0.525 0.231 0.000 -0.149 0.021 0.078 0.228 0.032 0.624 0.068 0.296 -0.211 0.001 -0.185 0.004 -0.053
0.137 0.034 -0.077 0.235 0.192 0.003 0.688 0.000 0.202 0.002 -0.024 0.709 0.094 0.146 0.105 0.106 0.308
-0.202 0.002 0.011 0.861 0.073 0.257 0.509 0.000 0.223 0.001 0.126 0.050 0.234 0.000 0.166
-0.253 0.000 0.041 0.528 -0.077 0.236 0.058 0.374 -0.174 0.007 -0.224 0.000 -0.233
0.309 0.000 -0.007 0.916 0.240 0.000 0.415 0.000 0.065 0.312 0.355
0.261 0.000 0.006 0.930 0.079 0.223 0.086 0.186 0.307
0.304 0.000 0.137 0.034 0.318 0.000 0.148
Lampiran 3. Tampilan korelasi variabel yang tidak signifikan
Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'C:\Documents and Settings\Acer\Desktop\skripsiong update\data yusi\interval smua.MPJ' MTB > Copy; SUBC> Newws "validasi"; SUBC> Varnames.
69
C14
C16 C17 C18 C19 C20 C21
C11 C12 C13 C14 C15 C16 C17 C18 C19 C20
0.144 -0.034 0.596 0.159 0.014 -0.102 0.114 0.324 0.000 -0.210 0.001 0.121 0.062 0.037 0.568 0.419 0.000
0.414 -0.079 0.221 0.140 0.030 -0.054 0.402 0.241 0.000 -0.139 0.031 0.121 0.061 0.025 0.705 0.279 0.000
0.000 0.027 0.682 0.042 0.517 0.001 0.993 -0.207 0.001 0.114 0.077 -0.169 0.009 -0.030 0.640 0.240 0.000
0.010 0.106 0.101 -0.058 0.368 0.147 0.022 -0.120 0.064 0.072 0.268 -0.061 0.349 0.190 0.003 0.083 0.200
0.000 -0.086 0.186 0.284 0.000 -0.331 0.000 0.626 0.000 -0.196 0.002 0.122 0.059 0.002 0.975 0.485 0.000
0.000 0.346 0.000 -0.134 0.038 0.321 0.000 -0.453 0.000 0.137 0.034 -0.065 0.318 0.115 0.075 0.419 0.000
0.000 0.124 0.056 0.049 0.446 0.030 0.646 -0.187 0.004 0.136 0.035 -0.076 0.240 -0.024 0.711 0.377 0.000
0.022 0.261 0.000 0.001 0.986 0.132 0.041 -0.032 0.626 0.002 0.975 -0.024 0.706 -0.010 0.880 0.182 0.005
C10 0.552 0.000 0.198 0.002 -0.003 0.966 0.067 0.301 0.131 0.043 0.433 0.000 0.107 0.099 -0.118 0.068 0.104 0.110 -0.021
C11
C12
C13
C14
C15
C16
C17
C18
0.280 0.000 0.195 0.002 0.190 0.003 0.036 0.582 0.415 0.000 -0.143 0.027 0.006 0.924 0.039 0.550 0.106
-0.044 0.493 0.025 0.697 -0.139 0.032 0.270 0.000 -0.194 0.003 0.086 0.185 -0.078 0.226 -0.020
0.577 0.000 0.114 0.077 0.099 0.126 -0.304 0.000 0.201 0.002 -0.132 0.041 0.039
0.031 0.638 0.034 0.599 -0.227 0.000 0.116 0.073 -0.105 0.105 0.125
-0.088 0.173 0.282 0.000 0.146 0.024 0.333 0.000 0.001
-0.147 0.022 -0.045 0.484 0.030 0.642 0.030
-0.406 0.000 0.160 0.013 -0.024
-0.073 0.261 0.043
Lanjutan Lampiran 3.
C15
0.036 -0.018 0.781 0.143 0.027 -0.141 0.029 0.151 0.020 -0.057 0.381 0.093 0.149 0.024 0.714 0.312 0.000
70
C21
C21
0.101 0.394 0.000
C19 0.024 0.708 0.318 0.000
C20
0.759 0.009 0.894
0.545 0.282 0.000
0.149 0.021
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
0.054 0.304 0.000
0.989 0.521 0.000
0.638 0.172 0.007
0.706 0.236 0.000
0.509 0.121 0.061
Lanjutan Lampiran 3.
C20
0.748 0.442 0.000
71
72
Lampiran 4. Program Transformasi Data Dari Data Ordinal Ke Data Interval Dengan Bantuan Macro Minitab. gmacro konversi do k1=1:17 let k38 = k1+17 tally ck1; store c100 c101. let k2=count(ck1) let c102=c101/k2 let k3=count(c102) if k3=2 copy c102 k3-k4 let k8=k3 let k9=k3+k4 copy k8-k9 c103 cdf c103 c104; normal 0.0 1.0. invcdf c103 c104; normal 0.0 1.0. pdf c104 c105; normal 0.0 1.0. copy c103 k3-k4 copy c105 k8-k9 let k13=(0-k8)/(k3-0) let k14=(k8-0)/(1-k3) copy k13-k14 c106 let c107=c106+1+(-1*min(c106)) name c100 'ordinal' c101 'frek' c102 'prop' c103 'prop_kum' c104 'z_val' name c105 'z*_val' c106 'sv' c107 'interval' prin c100-c107 copy c107 k18-k19 convert c100 c107 ck1 ck38 endif if k3=3 copy c102 k3-k5 let k8=k3 let k9=k3+k4 let k10=k3+k4+k5 copy k8-k10 c103 cdf c103 c104; normal 0.0 1.0. invcdf c103 c104; normal 0.0 1.0. pdf c104 c105; normal 0.0 1.0. copy c103 k3-k5
73
Lanjutan Lampiran 4. copy c105 k8-k10 let k13=(0-k8)/(k3-0) let k14=(k8-k9)/(k4-k3) let k15=(k9-0)/(1-k4) copy k13-k15 c106 let c107=c106+1+(-1*min(c106)) name c100 'ordinal' c101 'frek' c102 'prop' c103 'prop_kum' c104 'z_val' name c105 'z*_val' c106 'sv' c107 'interval' prin c100-c107 copy c107 k18-k20 convert c100 c107 ck1 ck38 endif if k3>3 let c103(1)=c102(1) do k4=2:k3 let c103(k4)=c103(k4-1)+c102(k4) cdf c103 c104; normal 0.0 1.0. invcdf c103 c104; normal 0.0 1.0. pdf c104 c105; normal 0.0 1.0. let k5=count(c103) let k6=count(c105) let c106(1)=(0-c105(1))/(c103(1)-0) let k8=k5-1 do k7=2:k8 let c106(k7)=(c105(k7-1)-c105(k7))/(c103(k7)-c103(k7-1)) enddo let c106(k5)=(c105(k6-1)-0)/(1-c103(k5-1)) enddo let c107=c106+1+(-1*min(c106)) name c100 'ordinal' c101 'frek' c102 'prop' c103 'prop_kum' c104 'z_val' name c105 'z*_val' c106 'sv' c107 'interval' prin c100-c107 let k9=count(c107) do k50=1:k2 do k51=1:k9 if ck1(k50)=c100(k51) let ck38(k50)=c107(k51) endif enddo enddo endif erasec100-c107,enddo,endmacro
74
Lampiran 5. Tampilan Hasil Pengkonversian Data Ordinal ke Interval
75
Lanjutan Lampiran 5.
76
Lanjutan Lampiran 5.
77
Lanjutan Lampiran 5.
78
Lanjutan Lampiran 5.
79
Lanjutan Lampiran 5.
80
Lampiran 6. Tampilan Analisis Diskriminan
81
Lampiran 7. Tampilan Fungsi Diskriminan
82
Lampiran 8. Tampilan Misklasifikasi Data Debitur
83
Lanjutan Lampiran 8.
84
Lanjutan Lampiran 8.
85
Lanjutan Lampiran 8.
86
Lanjutan Lampiran 8.
87
Lampiran 9. Debitur Sektor Pertanian Tahun 2004-2006 Data Debitur Pertanian Tahun 2004-2006 No/Nama Debitur Jumlah Plafon(Juta) Tanaman Daerah Propinsi 1 40 jagung Lampung 2 35 sayuran Jawa Barat 3 25 palawija Jawa Tengah 4 35 jagung Jawa Barat 5 65 jagung Jawa Barat 6 50 padi DI Yogyakarta 7 63 padi DI Yogyakarta 8 35 sayuran Jawa Tengah 9 68 sayuran Jawa Timur 10 32 jagung Jawa Barat 11 40 jagung Jawa Barat 12 67 padi Jawa Barat 13 65 padi Jawa Barat 14 55 padi Jawa Barat 15 60 padi DI Yogyakarta 16 60 padi DI Yogyakarta 17 20 jagung Jawa Barat 18 35 sayuran Jawa Barat 19 20 palawija Jawa Timur 20 75 padi Jawa Barat 21 80 padi Jawa Barat 22 63 padi Lampung 23 24 sayuran Jawa Barat 24 30 sayuran Jawa Barat 25 30 sayuran Jawa Barat 26 84 padi Lampung 27 70 padi DI Yogyakarta 28 45 padi DI Yogyakarta 29 65 padi Jawa Barat 30 20 jagung Jawa Barat 31 30 jagung Jawa Barat 32 38 jagung Jawa Barat 33 75 padi Jawa Barat 34 34 palawija Jawa Barat 35 65 padi Jawa Barat 36 45 padi Jawa Barat 37 48 padi Jawa Barat 38 84 padi Jawa Barat 39 55 padi Jawa Barat 40 90 padi DI Yogyakarta
88
Lanjutan Lampiran 9. Data Debitur Pertanian Tahun 2004-2006 No/Nama Debitur Jumlah Plafon(Juta) Tanaman Daerah Propinsi 41 80 padi DI Yogyakarta 42 105 padi DI Yogyakarta 43 26 sayuran Jawa Barat 44 26 jagung Jawa Barat 45 60 padi Jawa Barat 46 45 padi Jawa Barat 47 80 padi DI Yogyakarta 48 15 palawija Jawa Barat 49 24 palawija Jawa Barat 50 70 padi Jawa Barat 51 50 padi Jawa Tengah 52 60 padi Jawa Tengah 53 35 jagung Jawa Barat 54 74 padi Jawa Barat 55 55 padi Lampung 56 85 padi Lampung 57 110 padi Lampung 58 90 padi DI Yogyakarta 59 80 padi Jawa Tengah 60 70 padi Jawa Tengah 61 30 jagung Jawa Timur 62 40 palawija Jawa Barat 63 30 sayuran Jawa Barat 64 47 sayuran Jawa Barat 65 25 sayuran Jawa Barat 66 110 padi Jawa Barat 67 45 padi Jawa Barat 68 35 jagung Jawa Barat 69 62 padi Lampung 70 35 palawija DI Yogyakarta 71 65 padi Jawa Timur 72 33 sayuran Jawa Timur 73 65 padi Jawa Timur 74 20 sayuran Jawa Timur 75 120 padi Jawa Timur 76 140 padi Jawa Barat 77 125 padi Jawa Barat 78 54 padi Lampung 79 90 padi Jawa Tengah 80 36 sayuran Jawa Barat
89
Lanjutan Lampiran 9. Data Debitur Pertanian Tahun 2004-2006 No/Nama Debitur Jumlah Plafon(Juta) Tanaman Daerah Propinsi 81 40 jagung Jawa Barat 82 130 padi Jawa Barat 83 160 padi Jawa Barat 84 75 padi Jawa Barat 85 80 padi Jawa Barat 86 170 padi Jawa Barat 87 180 padi DI Yogyakarta 88 60 padi Lampung 89 90 padi Bengkulu 90 140 padi Bengkulu 91 78 padi Sumatera Selatan 92 35 sayuran Jawa Barat 93 25 palawija Sumatera Selatan 94 70 padi DI Yogyakarta 95 86 padi Jawa Barat 96 105 padi Jawa Timur 97 130 padi Jawa Timur 98 24 sayuran Jawa Timur 99 30 sayuran Jawa Barat 100 50 padi Jawa Barat 101 45 padi Jawa Barat 102 28 jagung Jawa Barat 103 80 padi Jawa Barat 104 90 padi Jawa Barat 105 70 padi Jawa Barat 106 30 sayuran Jawa Barat 107 20 sayuran Jawa Barat 108 35 sayuran Jawa Barat 109 68 padi DI Yogyakarta 110 35 jagung Jawa Tengah 111 35 jagung Jawa Tengah 112 140 padi Jawa Tengah 113 20 jagung Jawa Tengah 114 56 padi Lampung 115 70 padi Lampung 116 20 sayuran Jawa Barat 117 36 sayuran Jawa Barat 118 80 padi Jawa Barat 119 32 palawija Jawa Barat 120 30 palawija Jawa Barat
90
Lanjutan Lampiran 9. Data Debitur Pertanian Tahun 2004-2006 No/Nama Debitur Jumlah Plafon(Juta) Tanaman Daerah Propinsi 121 50 padi Jawa Barat 122 15 palawija Jawa Barat 123 60 padi DI Yogyakarta 124 24 sayuran DI Yogyakarta 125 32 sayuran DI Yogyakarta 126 10 sayuran Jawa Barat 127 20 sayuran Jawa Barat 128 20 jagung Jawa Barat 129 40 padi Lampung 130 50 padi Sumatera Selatan 131 65 jagung Sumatera Selatan 132 50 padi Sumatera Selatan 133 25 jagung Sumatera Selatan 134 50 padi Sumatera Selatan 135 50 padi Lampung 136 40 padi Lampung 137 25 jagung Lampung 138 33 jagung Jawa Barat 139 25 sayuran Jawa Barat 140 70 padi Jawa Tengah 141 75 padi Jawa Tengah 142 75 padi Jawa Tengah 143 25 jagung Jawa Tengah 144 20 jagung Jawa Tengah 145 25 sayuran Jawa Barat 146 80 padi Jawa Barat 147 25 sayuran Jawa Barat 148 25 palawija Jawa Barat 149 28 palawija DI Yogyakarta 150 90 padi DI Yogyakarta 151 60 padi DI Yogyakarta 152 68 padi Lampung 153 26 jagung Jawa Timur 154 26 jagung Jawa Timur 155 25 sayuran Jawa Timur 156 45 padi Jawa Barat 157 45 padi Jawa Barat 158 50 padi Jawa Barat 159 60 padi Jawa Barat 160 20 palawija Jawa Timur
91
Lanjutan Lampiran 9 Data Debitur Pertanian Tahun 2004-2006 No/Nama Debitur Jumlah Plafon(Juta) Tanaman Daerah Propinsi 161 25 sayuran Jawa Timur 162 35 palawija Jawa Timur 163 60 padi Jawa Timur 164 35 jagung Jawa Timur 165 55 padi Lampung 166 15 jagung Sumatera Selatan 167 45 padi Sumatera Selatan 168 75 padi Sumatera Selatan 169 60 padi Sumatera Selatan 170 35 sayuran Jawa Barat 171 30 jagung Jawa Barat 172 30 jagung Jawa Barat 173 25 jagung Jawa Barat 174 30 jagung Jawa Barat 175 30 jagung Jawa Barat 176 30 jagung Jawa Barat 177 25 palawija Jawa Barat 178 15 sayuran Jawa Barat 179 28 palawija Jawa Timur 180 30 palawija Jawa Timur 181 50 padi Jawa Timur 182 60 padi Lampung 183 35 jagung Lampung 184 85 padi Lampung 185 65 padi Sumatera Selatan 186 60 padi Jawa Barat 187 70 padi Jawa Barat 188 55 padi Jawa Barat 189 55 padi Jawa Barat 190 80 padi Jawa Barat 191 65 padi Jawa Barat 192 55 padi Jawa Barat 193 45 padi Jawa Barat 194 50 padi DI Yogyakarta 195 20 jagung DI Yogyakarta 196 20 sayuran Jawa Barat 197 24 palawija Jawa Barat 198 25 sayuran Jawa Barat 199 30 sayuran Jawa Barat 200 20 sayuran Jawa Barat
92
Lanjutan Lampiran 9. Data Debitur Pertanian Tahun 2004-2006 No/Nama Debitur Jumlah Plafon(Juta) Tanaman Daerah Propinsi 201 34 sayuran Jawa Barat 202 55 padi DI Yogyakarta 203 28 jagung Lampung 204 60 padi Jawa Tengah 205 18 sayuran Jawa Tengah 206 20 sayuran Jawa Tengah 207 25 sayuran Jawa Tengah 208 25 palawija Jawa Tengah 209 55 padi Jawa Barat 210 60 padi Jawa Barat 211 45 padi Jawa Barat 212 25 sayuran Jawa Barat 213 25 palawija Jawa Barat 214 30 jagung Jawa Barat 215 24 jagung Jawa Barat 216 25 sayuran Jawa Barat 217 20 sayuran Jawa Barat 218 30 sayuran Jawa Barat 219 20 sayuran Jawa Barat
Jenis Padi
Jenis Jagung
Dalam juta 0-50 51-100 101-150 151-200 200-500 Dalam juta 0-50 51-100 101-150 151-200 200-500
Dalam juta 0-50 51-100 101-150 51-200 200-500 Dalam Jumlah Jenis juta 39 Palawija 0-50 1 51-100 0 101-150 0 151-200 0 200-500 Jumlah Jenis 23 Sayuran 75 14 0 0
Jumlah 45 1 0 0 0 Jumlah 21 0 0 0 0