Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
ANALISA TINGKAT PERSEPSI KEBERADAAN REAL ESTATE INVESTMENT TRUST (REIT) DALAM PEMBIAYAAN PROPERTI DI INDONESIA Steven Christianto1) dan Christiono Utomo2) 1) Program Studi Pascasarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. ITS Raya, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pertumbuhan industri proyek konstruksi memiliki kaitan yang erat dengan pertumbuhan industri properti dan strategi finansial yang baik akan menjadi dasar bagi pertumbuhan ini. Saat ini, harga jual properti di Indonesia mengalami kenaikan dengan cukup cepat dan ini merupakan salah satu indikasi terjadinya kondisi bubble price. Secara umum, kondisi semacam ini biasa diatasi dengan cara mengurangi tingkat hutang investasi. Real Estate Investment Trust (REIT) adalah bisnis kepercayaan yang menggabungkan modal dari beberapa investor untuk memperoleh (atau memberikan pendanaan untuk) berbagai aset real estate. REIT merupakan salah satu strategi pembiayaan yang akan dapat mengurangi tingkat hutang dalam pembangunan sehingga harga jual properti tidak terlalu tinggi. Hingga saat ini, di Indonesia belum banyak ditemukan penelitian tentang REIT sehingga penelitian ini merupakan penelitian eksploratif. Analisa persepsi responden dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif yang fokus pada nilai rata-rata dan standar deviasi. Data persepsi responden diperoleh dengan menggunakan penyebaran kuisioner. Dari penelitian ini dapat terlihat bahwa sebenarnya tingkat persepsi dari para pelaku bisnis cukup setuju dengan keberadaan konsep REIT dalam pembiayaan properti di Indonesia. Kata kunci: Investasi Real Estate, Real Estate Investment Trust, Pembiayaan Properti
PENDAHULUAN Pembangunan merupakan salah satu faktor yang berperan penting untuk menggerakkan perekonomian negara. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sebenarnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk melakukan pembangunan karena wilayahnya yang sangat luas dan juga memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak. Akan tetapi, pembangunan atau dalam kata lain industri konstruksi dapat tumbuh karena adanya pertumbuhan dalam industri properti (Venclauskiene & Snieska, 2009). Pertumbuhan inilah yang kemudian menggerakkan pertumbuhan dalam industri konstruksi. Langkah awal yang menjadi dasar dari pertumbuhan industri properti adalah adanya suatu strategi pembiayaan yang kuat karena struktur modal yang disusun dengan baik tentunya akan menghasilkan harga jual properti yang baik juga. Seiring dengan pertumbuhan yang terjadi pada industri properti, ternyata terdapat dampak yang negatif yang timbul. Harga jual dan sewa properti di Indonesia, baik untuk hunian maupun pada kawasan industri meningkat dengan sangat cepat. Dari data yang diperoleh, peningkatan harga dari tahun 2011 ke tahun 2012 adalah sebesar 43% (www.koranjakarta.com). Cepatnya peningkatan harga jual properti ternyata tidak diikuti dengan tingkat supply dan demand yang seimbang. Ketersediaan unit properti semakin bertambah, namun tingkat permintaan dan kebutuhan dari konsumen masih relatif rendah. Banyak unit yang ISBN : 978-602-97491-9-9 B-3-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
terjual ternyata tidak difungsikan sebagai hunian pribadi, tetapi sebagai investasi. Hal-hal ini dapat terjadi karena pembangunan properti di Indonesia lebih banyak menggunakan struktur modal dengan sistem hutang bank, dimana jika pemberian hutang yang tidak selektif akan membawa dampak yang besar pada kenaikan suku bunga (Setiawati, 2011). Jika tidak ada tindak lanjut yang tepat terhadap kondisi ini, maka sangat dimungkinkan terjadinya bubble price di kemudian hari yang tentunya akan membawa dampak yang besar juga pada kondisi ekonomi Indonesia. Menurut Thapa (2008), salah satu penyebab dari terjadinya bubble price adalah mismatch currency & maturity mismatch dan real estate speculation sehingga cara mengatasi kondisi tersebut adalah meminimalkan hutang dengan pihak bank yang digunakan untuk berinvestasi. Saat ini di luar negeri telah berkembang suatu sistem investasi properti, dimana Indonesia dapat mengadopsi sistem ini sehingga berbagai masalah yang timbul akibat cepatnya kenaikan harga properti dapat dikurangi. Real Estate Investment Trust atau biasa dikenal sebagai REIT merupakan suatu sistem yang mula-mula berkembang di Amerika Serikat sejak disahkannya undang-undang REIT Act pada tahun 1960. Namun, konsep ini baru masuk ke Asia pertama kali pada sekitar tahun 2000, yaitu Jepang (2001), Singapura (2002), Hongkong (2003), dan China (2004). Penerapan REIT sendiri sebenarnya tidak sukar untuk dipelajari sebab pihak-pihak yang terkait dan mekanisme hubungannya sama persis dengan reksadana, hanya saja REIT akan lebih spesifik pada investasi properti. Menurut Akkaya et al. (2005), sistem pembiayaan dari REIT yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa banyak investor yang bersedia untuk membiayai sebagian besar dari pengeluaran yang dibutuhkan untuk proses pembangunan, dimana besarnya jumlah dana yang diberikan oleh setiap investor dapat disesuaikan dengan kemampuan investasi masing-masing. Setiap investor yang telah terlibat akan memperoleh hasil bersih dari pendapatan yang diperoleh developer, sesuai dengan presentase besarnya jumlah dana yang diberikan di awal. Di dalam pelaksanaannya, terdapat perusahaan efek yang akan mengatur hubungan antara investor dengan developer. Sama halnya dengan reksadana, sistem REIT dirancang untuk memberikan kesempatan pada investor menengah dan kecil berinvestasi di properti, khususnya yang bernilai komersial tinggi (Sugarda, 2007). Sistemnya yang menyerupai reksadana, yaitu menggunakan konsep saham pada aset properti membuat konsep REIT sekilas memiliki resiko yang lebih kecil daripada investasi properti yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, salah satu karakteristik dari REIT yaitu mengandung tingkat hutang yang rendah (Meretsky, 1998) sehingga sesuai dengan kondisi ekonomi di Indonesia. Memang tidak dapat dihindarkan bahwa penerapan REIT akan tetap menggunakan pinjaman bank, namun setidaknya dapat meminimalkan tingkat pinjaman tersebut. Menurut Brown & Riddiough (2003) dan Hardin & Wu (2010), penerapan REIT memang masih akan tergantung pada hutang bank, namun hutang bank hanya dipakai untuk mengambil tindakan cepat dalam kepemilikan properti sehingga adanya hubungan yang baik dengan pihak bank dapat memberikan berbagai kemudahan pada REIT. Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa REIT sebenarnya dapat digunakan sebagai salah satu strategi dalam pembiayaan karena dapat mengatasi cepatnya kenaikan harga dengan cara menjalin hubungan dengan pihak bank sehingga dapat memperoleh hutang dengan jangka panjang, sesuai dengan arus kas REIT (Meretsky, 1998). Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat persepsi dari para pelaku bisnis terhadap keberadaan REIT sehingga para pelaku bisnis dapat memperoleh informasi mengenai penerapan konsep REIT sebagai salah satu alternatif dari strategi pembiayaan properti yang dapat diterapkan di Indonesia.
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-3-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
PENELITIAN TERDAHULU Ada dua konsep yang mendasari pemikiran penelitian ini, yaitu konsep REIT dan financing. Mengacu pada beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan untuk studi literatur, ada beberapa latar belakang dari penerapan REIT. Park (2002) melakukan penelitian mengenai dampak dari penerapan REIT dengan latar belakang restructuring setelah krisis ekonomi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan REIT sangat tergantung pada kesesuaian antara kondisi pasar dengan jenis karakteristik REIT yang digunakan. Situasi dan kondisi negara yang harus bangkit setelah mengalami krisis ekonomi kurang sesuai untuk awal dari penerapan REIT. Meretsky (1998) meneliti bahwa REIT dapat diterapkan ketika terjadi penurunan nilai dari real estate. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa REIT dapat menjadi motor investasi real estate ditengah turunnya nilai dari real estate. Posisi dari siklus investasi real estate ternyata juga memiliki dampak yang besar terhadap penerapan REIT (Downs, 1999). Yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah REIT mempunyai prinsip yang sama dengan investasi real estate pada umumnya, yaitu jenis investasi jangka panjang.Di sisi yang lain, Jirasakuldech, et al. (2005) menyatakan bahwa REIT yang terintegrasi dapat mengatasi kehadiran bubble yang disebabkan oleh masalah likuiditas pasar, asimetri informasi, dan inefisiensi pasar. Waters & Payne (2005) juga memberi penjelasan lebih spesifik bahwa sub sektor REIT yang dapat mengatasi kehadiran bubble adalah pada sektor penginapan. Untuk jenis REIT yang dapat digunakan adalah Mortage REIT. Konsep pembiayaan atau biasa dikenal dengan financing merupakan salah satu konsep ekonomi yang telah lama berkembang. Di dalam industri properti sendiri ada banyak sekali penelitian yang telah dilakukan. Gau & Wang (1990) meneliti mengenai beberapa struktur modal yang dapat digunakan dalam investasi real estate. Diamond (1991) juga telah meneliti mengenai struktur modal yang menggunakan hutang beserta dengan resiko yang dihadapi sehingga tidak sampai mengalami kerugian. Hal yang penting dari penelitian ini adalah semakin besar jumlah hutang, maka hutang tersebut umumnya akan aman jika digunakan untuk jangka pendek, begitu pula sebaliknya. Bubble price merupakan salah satu konsep yang muncul akibat berbagai masalah yang muncul pada sektor ekonomi dan keuangan sehingga bubble price akan sangat erat kaitannya dengan kegagalan dalam financing (Blanchard & Watson, 1982). Kondisi bubble price memang sulit teridentifikasi karena tidak memiliki ciri khas yang khusus. Akan tetapi, ketika kondisi bubble tersebut pecah, maka implikasinya pada pembiayaan akan sangat besar. Dalam kondisi bubble, pihak bank akan menjadi pihak yang penting karena dapat menentukan kelangsungan kondisi bubble price (Posen, 2006). Metode REIT sebenarnya juga erat kaitannya dengan konsep financing karena para pengembang dapat memperoleh dana dalam proses pembangunan, tanpa menggunakan pinjaman dari bank. Brown & Riddiough (2003) telah meneliti mengenai keterkaitan antara REIT dengan strategi finansial dan struktur modal perusahaan yang menggunakan REIT. Hasil dari penelitian tersebut adalah suatu pertanyaan yang besar seputar hubungan REIT dan financing, yaitu mengapa REIT tetap menggunakan hutang padahal tidak keuntungan pajak dari penggunaan hutang yang diberikan dan berapa banyak total hutang yang harus digunakan oleh REIT. Pada penelitian Hardin & Wu (2010), pertanyaan tersebut telah terjawab. Alasan REIT tetap menggunakan hutang adalah untuk memperoleh likuiditas keuangan melalui bank dan mengambil tindakan cepat dalam kepemilikan properti. METODE Penelitian ini diawali dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu untuk mengetahui variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Dari variabel-variabel ISBN : 978-602-97491-9-9 B-3-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
yang diperoleh kemudian barulah dilakukan perumusan kuisioner dengan menyusun berbagai pertanyaan yang akan diajukan kepada para responden untuk mengukur tingkat persepsi dari keberadaan REIT di Indonesia. Akan tetapi, di Indonesia masih sedikit penelitian mengenai konsep REIT dan secara fakta memang masih sangat sedikit perusahaan yang menggunakan REIT dalam bisnisnya sehingga penelitian ini dapat tergolong sebagai penelitian eksploratif. Oleh karena itu, perlu dilakukan survei pendahuluan terlebih dahulu untuk mengetahui tanggapan tentang keberadaan REIT di Indonesia. Survei pendahuluan merupakan salah satu prosedur dari penelitian eksploratif. Tujuan dari survei pendahuluan adalah untuk memperoleh variabel-variabel yang baru, yang belum teridentifikasi oleh peneliti pada tahap studi literatur, sehingga dapat dipergunakan dan melengkapi variabel-variabel yang telah disusun dalam kuisioner. Akan tetapi, melihat masih sangat sedikitnya penelitian tentang REIT di Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan jika hasil dari survei pendahuluan ternyata harus memampatkan beberapa variabel yang telah diperoleh sebelumnya. Untuk itu, responden pada survei pendahuluan ini adalah para ahli dalam bidang keuangan dan properti, baik para dosen maupun para pelaku properti yang langsung terjun dan banyak beraktifitas dalam area tersebut sehingga dapat memberikan masukan bagi peneliti tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan, hal-hal yang perlu digali dari para pelaku bisnis adalah penilaian tentang tingkat persetujuan, tingkat kepentingan, perolehan manfaat yang dapat dirasakan, potensi penerapan di Indonesia, serta kesediaan para pelaku bisnis untuk menggunakan REIT dalam pembiayaan properti di Indonesia. Hal ini ternyata juga diperkuat oleh berbagai penelitian sebelumnya, seperti Akkaya et al. (2005), Alias & C.Y. (2011), Chan et al. (2003), Downs (1999), Meretsky (1998), Newell & Osmadi (2010), dan Park (2002). Responden penelitian ini adalah para manajer dari perusahaan efek yang mempunyai wewenang untuk melakukan kegiatan jual beli saham dan para manajer dari perusahaan real estate developer yang melakukan kegiatan investasi properti di Surabaya, dimana kedua perusahaan ini merupakan perusahaan yang akan saling berhubungan dengan erat ketika strategi REIT diterapkan. Perusahaan efek akan melakukan pengelolaan REIT dan perusahaan real estate developer yang akan menjadi pengguna strategi REIT sebagai salah satu alternatif dalam pembiayaan properti. Dalam penilaian persepsi para responden dipergunakan skala likert dengan bobot 1 sampai dengan 5. Sedangkan untuk proses analisa data, digunakan analisa deskriptif, yaitu dengan melihat nilai rata-rata dan nilai standar deviasi dari setiap pertanyaan yang diajukan kepada para responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini tentu tidak lepas dari profil responden yang mengisi, dimana sebagian besar responden berasal dari perusahaan efek berada pada level manajer, yaitu sekitar 42%, sehingga tingkat pengetahuan dan wawasan yang dimiliki lebih luas. Sebagian besar responden ternyata cukup aktif dalam mengikuti berbagi perkembangan yang terjadi, khususnya untuk hal-hal yang berkaitan dengan bisnisnya sehingga berbagai inovasi dalam bisnis dapat dilakukan. Faktanya, memang tidak seluruh responden telah mengenal dengan baik tentang konsep REIT dalam pembiayaan properti. Akan tetapi, dengan banyaknya pengalaman yang dimiliki serta posisi/jabatan responden yang cukup tinggi membuat para responden tertarik untuk mengenal tentang konsep REIT dan tidak gegabah dalam mengisi kuisioner. Dalam hal pengalaman kerja, sebagian besar responden memiliki pengalaman di bidang investasi sekitar 5-10 tahun, yaitu sebesar 35%. Pada penelitian ini, 65% data berasal dari perusahaan efek dan hal inilah yang mempunyai dampak cukup besar terhadap hasil ISBN : 978-602-97491-9-9 B-3-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
penelitian yang diperoleh. Persepsi dari para pelaku bisnis sebenarnya cukup setuju dengan keberadaan REIT dalam pembiayaan properti di Indonesia. Hal ini dikarenakan telah diberikannya sosialisasi terbatas kepada para perusahaan efek tentang konsep REIT oleh PT.Bursa Efek Indonesia sehingga para responden yang berasal dari perusahaan efek memiliki pengetahuan yag cukup lengkap tentang REIT, kesiapan setiap pihak-pihak yang terlibat dalam REIT nantinya, serta kesiapan pemerintah dalam mendukung penerapan REIT di Indonesia. Setelah proses pengolahan data dilakukan, maka diperoleh diagram yang menunjukkan perbandingan nilai rata-rata dan nilai standar deviasi dari setiap pertanyaan. Seperti yang tersaji pada gambar dibawah ini, dari tingkat persetujuan diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,767 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,611. Dari tingkat kepentingan diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,512 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,592. Sedangkan untuk tingkat manfaat diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,628 dan 3,860 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,725 dan 0,639, dimana para responden menilainya berdasarkan situasi dan kebijakan pemerintah Indonesia tahun 2013, yang kemudian dipilih beberapa kondisi yang paling banyak terkait dengan investasi properti, yaitu tentang kebijakan DP dan kenaikkan BI rate. Kemudian untuk potensi penggunaan REIT di Indonesia diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,186 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,764. Untuk pertanyaan yang terakhir adalah untuk mengetahui kemungkinan penggunaan REIT dari perusahaan para responden, dan nilai ratarata yang diperoleh adalah sebesar 3,023 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,859.
Gambar 1. Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi dari Tingkat Persepsi Keberadaan REIT di Indonesia
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dapat terlihat bahwa hampir semua jawaban mengelompok pada nilai rata-rata di angka 3 dan itu berarti bahwa tingkat persepsi dari para pelaku bisnis cukup setuju dengan keberadaan REIT di Indonesia. Hal ini terlihat pada perbedaan jawaban pada pertanyaan tentang tingkat persetujuan dan kepentingan, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan nilai rata-rata lebih dari 3,5. Dari data ini dapat terlihat bahwa para pelaku bisnis pada dasarnya cukup sepakat dan cenderung setuju terhadap perkembangan REIT di Indonesia, bahkan keberadaan REIT dirasa cukup penting dalam pembiayaan properti. Hal ini lebih diperkuat dengan tingginya nilai rata-rata dari pertanyaan tentang perolehan manfaat dari penggunaan REIT, yaitu lebih dari 3,6. Sebaliknya, jawaban pada pertanyaan tentang tingkat kesediaan para pelaku bisnis untuk menggunakan REIT dalam pembiayaan properti di Indonesia, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan nilai rata-rata 3,0 dengan nilai standar deviasi tertinggi, yaitu sebesar 0,859. Hal ini juga didukung dengan kecilnya nilai rata-rata dari potensi penerapan REIT di Indonesia, yaitu sekitar 3,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa para pelaku bisnis pada dasarnya masih kurang sepakat dan masih cenderung ragu jika harus menggunakan REIT di Indonesia. ISBN : 978-602-97491-9-9 B-3-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Profil responden berpengaruh terhadap hasil penelitian, dimana para responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang konsep REIT. 2. Hampir semua jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan mengelompok pada nilai rata-rata di angka 3 dan dari hal ini menunjukkan bahwa tingkat persepsi dari para pelaku bisnis cukup setuju dengan keberadaan REIT dalam pembiayaan properti di Indonesia. 3. Para pelaku bisnis pada dasarnya cukup sepakat dan cenderung setuju terhadap perkembangan REIT di Indonesia, bahkan cukup tertarik dengan berbagai manfaat yang diperoleh dari penerapan REIT. 4. Jika harus menggunakan REIT dalam pembiayaan properti di Indonesia, para pelaku bisnis pada dasarnya kurang sepakat dan masih cenderung ragu dengan keberhasilan penerapannya. Untuk memperbaiki hasil penelitian ini, maka sarannya adalah: 1. Adanya keterlibatan pihak-pihak lain dalam konsep REIT, seperti investor dan perusahaan bank kustodian sebagai calon responden sehingga dapat diperoleh data tentang tingkat persepsi dari para pelaku bisnis yang lebih lengkap tentang keberadaan REIT di Indonesia. 2. Jika dapat memperoleh jumlah sampel yang lebih banyak, maka hasil yang diperoleh akan lebih baik karena lebih bisa mewakili keadaaan yang sebenarnya. DAFTAR PUSTAKA Akkaya, G., Kutay, N., & Tukenmez, M. (2005). Real Estate Investment Trusts and Fundamentals of Real Estate Investment : A Case of Turkey. Yƶnetim ve Ekonomi 12/1, 39-46. Alias, A., & C.Y., S. T. (2011). Performance Analysis of REITs : Comparison Between MREITs and UK-REITs. Journal of Surveying, Construction and Property Vol.2 Special Issue , 38-61. Blanchard, O. J., & Watson, M. W. (1982). Bubbles, Rational Expecations and Financial Markets. Cambridge: NBER Working Paper No. 945. Brown, D. T., & Riddiough, T. J. (2003). Financing Choice and Liability Structure of Real Estate Investment Trust. Real Estate Economics, 313-346. Diamond, W. (1991). Debt Maturity Structure and Liquidity Risk. Quarterly Journal of Economics, 709-737. Downs, A. (1999). The Future Role of REITs in Real Estate Finance. The Brookings Institution . Gau, G., & Wang, K. (1990). Capital Structure Decisions in Real Estate Investment. AREUEA Journal vol 18 , 501-521. Hardin, W. G., & Wu, Z. (2010). Banking Relationship and REIT Capital Structure. Real Estate Economics, 257-284. Jirasakuldech, B., Campbell, R., & Knight, J. (2005). Are There Rational Speculative Bubbles in REITs? Journal of Real Estate Finance and Economics . ISBN : 978-602-97491-9-9 B-3-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Meretsky, J. (1998). Real Estate Investment Trusts: An Analysis of the Investment Vehicle and Income Tax Implication. University of Toronto Faculty of Law Review vol.53 No.1, 95-129. Newell, G., & Osmadi, A. (2010). Assessing The Importance Of Factors Influencing The Future Development Of Reits In Malaysia. Pacific Rim Property Research Journal, Vol 16, No 3, 358-374. Park, W. S. (2002). Characteristics of Korean REITs and Their Economic Impacts. Samsung Economic Research Institution. Posen, A. S. (2006). Why Central Banks Should Not Burst Bubbles. International Finance 9, no. 1. Setiawati, R. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal. Jurnal Manajemen Keuangan dan Portofolio Vol 1 , 1-17. Sugarda, P. P. (2007). Real Estate Investment Trust Dalam kerangka Hukum Pasar Modal Indonesia. Mimbar Hukum Vol 19, No 3 , 335-485. Thapa, B. E. (2008). Is the Subprime Crisis Unique? Germany: Institute of Political Science. Venclauskiene, D., & Snieska, V. (2009). Real Estate Market and Slowdown Iinteraction in Countries with Transition Economy. Economics & Management Vol 14 , 1026-1031. Waters, G. A., & Payne, J. E. (2005). Have Equity REITs Experienced Periodically Collapsing Bubbles? Journal of Real Estate Finance and Economics .
ISBN : 978-602-97491-9-9 B-3-7