PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM SEKTOR PROPERTI
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E Sy)
Oleh:
AHDA MUTHAHHARI 106046101579
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM SEKTOR PROPERTI
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E Sy) Oleh:
Ahda Muthahhari NIM. 106046101579 Di bawah bimbingan Pembimbing
Dr. Ahmad Tholabi, MA. NIP. 197608072003121001
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 Jumadil Awal 1432 H 10 Mei 2011 M
Penulis
ABSTRAK Kata Kunci : Pembiayaan, Properti, Real Estate, Perumahan, Developer Properti. KPR Syariah. Hunian Syariah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembiayaan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. dalam sektor properti. Dalam hal jenis produk, akad, strategi, sosialisasi, serta peluang dan tantangan yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia. Perkembangan industri properti ini sangatlah pesat khususnya properti hunian (residential) disamping properti untuk usaha (komersial) seperti ruko, rukan, apartemen, hotel, gedung, shoping mall dan lain sebagainya. Alasan utama Bank Muamalat Indonesia kian bersemangat membidik pembiayaan sektor properti ini adalah karena industri properti memiliki peluang yang sangat besar serta tingginya permintaan pasar (demand). Dalam hal ini juga bank tidak hanya berperan sebagai penyalur dana (investor) properti akan tetapi juga sekaligus bisa menjadi bagian dari developer properti. Melihat perkembangannya, Pembiayaan properti bank syariah akan lebih kompetitif karena menawarkan fitur-fitur yang berbeda, aman dan lebih menarik dari bank konvensional, salah satunya adalah tidak tergantung pada tingkat suku bunga (interest rate). Yang mana Bank Syariah menawarkan margin tetap (fix rate) sehingga jumlah angsuran dan total yang dibayarkan sudah jelas diawal kontrak/akad.
KATA PENGANTAR
ÉΟŠÏm§9$# Ç≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0 Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PEMBIAYAAN PROPERTI”
BANK
MUAMALAT
INDONESIA
DALAM
SEKTOR
sebagai bagian dari tugas akademis di Program studi Muamalat
Kosentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan terbaik umat manusia hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk penghargaan yang tak terlukiskan, penulis ingin menuangkan dalam bentuk ucapan terimakasih kepada: 1) Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan baktinya kepada kami selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2) Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat. Terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang tidak pernah padam mengalir kepada penulis. Semua kesempatan dan pengalaman bersama ibu adalah motivasi terbesar penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.
3) Mu’min Rauf, M.Ag., Selaku Sekretaris Program Studi Muamalat. Terimakasih untuk semua motivasi yang telah Bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4) Dr. Ahmad Tholabi, MA., pembimbing skripsi yang telah menuangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5) Prof. Dr. Faturrahman Djamil, MA., Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis. 6) Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmunya kepada penulis selama di bangku kuliah. 7) Orang tua, kakak dan adik-adik tercinta. Mereka yang selalu menginspirasi, memberikan motivasi, dan dukungan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 8) Teman-teman Perbankan Syariah A, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada penulis. Terimakasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini berbagi cerita, suka dan duka. Bagi penulis itulah pengalaman berharga dan tak terlupakan. 9) Bpk. Syafril beserta keluarga besar Yayasan Jihadul Mukhlishin. Terimakasih untuk semua motivasi yang telah Bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10) Yang tersayang (Yelita Ersya). Sebagai kekasih, sahabat, teman yang selalu menemani disaat suka dan duka. Terimakasih atas segalanya, semoga Allah membalas dengan balasan yang berlipat ganda, Amin. 11) Teman-teman kosan (Ahmad Khobidu, Ni’amu Rabbi fie Dhuha, Aziz Arianto).
Terimakasih
atas
kebersamaannya
selama
ini,
sehingga
menginspirasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 12) Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih banyak, Semoga Allah membalas kebaikan tersebut dengan balasan yang berlipat ganda, Amin.
Jakarta, ........Mei 2011
Ahda Muthahhari
DAFTAR ISI Abstraksi .................................................................................................................
i
Kata Pengantar ........................................................................................................
ii
Daftar Isi .................................................................................................................
v
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
8
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .....................................
9
E. Kerangka Teori dan Konseptual ............................................ 16 F. Metode Penelitian .................................................................. 26 G. Sistematika Penulisan ............................................................ 29 BAB II
: PROPERTI DAN PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK SYARIAH A. Properti 1.
Defenisi Properti ............................................................. 30
2.
Defenisi Kredit Properti .................................................. 34
3.
Gambaran Umum Sektor Properti Pasca Krisis ............. 35
4.
Perkembangan Kredit Properti di Indonesia ................... 38
B. Pembiayaan Bank Syariah Dalam Sektor Properti 1.
Produk Pembiayaan Bank Syariah Dalam Sektor Properti ................................................................
38
2.
Peluang Perbankan Syariah Dalam Pembiayaan Sektor 44 Properti ...........................................................................
C. Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah ............................... 46 BAB III
: PROFIL PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk A. Sejarah Bank Muamalat Indonesia ........................................ 56 B. Visi dan Misi ......................................................................... 59 C. Jaringan .................................................................................. 59 D. Prestasi ................................................................................... 59 E. Struktur Organisasi ................................................................ 61 F. Produk dan Jasa ..................................................................... 62 G. Bisnis Ritel Bank Muamalat Indonesia ................................. 63 H. Gambaran Umum Pembiayaan Sektor Properti Bank Muamalat Indonesia 1.
Konversi Produk Pembiayaan KPR Syariah Baiti Jannati Menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat ........................................................................ 67
2.
Perkembangan Asset Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia Dalam Sektor Properti ................................... 72
BAB IV
: PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM SEKTOR PROPERTI A. Jenis Produk dan Akad .......................................................... 73
1.
Pembiayaan ib Hunian Kongsi ....................................... 74
2.
Pembiayaan ib Pembelian Hunian Syariah
84
..................... B. Strategi dan Sosialisasi Produk 1.
87
Strategi Pengembangan Produk
88
......................................
89
2.
Strategi Pemasaran Produk .............................................
3.
Sosialisasi Produk ...........................................................
92 101
C. Peluang dan Tantangan
BAB V
1.
Peluang ........................................................................... 109
2.
Tantangan ....................................................................... 110
: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................ B. Saran ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ABSTRAK Kata Kunci : Pembiayaan, Properti, Real Estate, Perumahan, Developer Properti. KPR Syariah. Hunian Syariah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembiayaan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. dalam sektor properti. Dalam hal jenis produk, akad, strategi, sosialisasi, serta peluang dan tantangan yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia. Perkembangan industri properti ini sangatlah pesat khususnya properti hunian (residential) disamping properti untuk usaha (komersial) seperti ruko, rukan, apartemen, hotel, gedung, shoping mall dan lain sebagainya. Alasan utama Bank Muamalat Indonesia kian bersemangat membidik pembiayaan sektor properti ini adalah karena industri properti memiliki peluang yang sangat besar serta tingginya permintaan pasar (demand). Dalam hal ini juga bank tidak hanya berperan sebagai penyalur dana (investor) properti akan tetapi juga sekaligus bisa menjadi bagian dari developer properti. Melihat perkembangannya, Pembiayaan properti bank syariah akan lebih kompetitif karena menawarkan fitur-fitur yang berbeda, aman dan lebih menarik dari bank konvensional, salah satunya adalah tidak tergantung pada tingkat suku bunga (interest rate). Yang mana Bank Syariah menawarkan margin tetap (fix rate) sehingga jumlah angsuran dan total yang dibayarkan sudah jelas diawal kontrak/akad.
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri properti berkaitan erat dengan sektor perbankan. Hal ini dikarenakan pembiayaan sektor perbankan terhadap proyek properti jumlahnya cukup besar. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar dana yang ada di sektor perbankan berasal dari dana pihak ketiga atau masyarakat. Biasanya dana tersebut disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito yang bersifat jangka pendek. Hal ini bisa menimbulkan ketidaksesuaian jatuh tempo, karena kredit sektor properti umumnya berjangka panjang sedangkan sumber dananya sewaktu-waktu dapat ditarik oleh masyarakat. Ketergantungan terhadap pembiayaan dari perbankan inilah yang membuat bisnis properti di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan bank/lembaga keuangan, otoritas moneter negara (Bank Indonesia), serta lebih jauh lagi dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi negara secara keseluruhan. 1 Selain itu, perlu diketahui bahwa pengalaman di negara lain menunjukkan, terpuruknya keuangan suatu negara diawali dengan bangkrutnya bisnis properti. Sedangkan bangkrutnya bisnis properti biasanya ditandai dengan meningkatnya kredit bermasalah dan kredit macet. Oleh karena itu kestabilan ekonomi dan sistem perbankan yang sehat sangat dibutuhkan untuk menyokong pertumbuhan sektor properti. 1
Siti Murtiningsih, “Analisis Dampak Guncangan Variabel Makro Terhadap Investasi Bisnis Properti Di Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, 2009), h.15.
Pada tahun 2010 lalu Realisasi penyaluran kredit properti tumbuh sekitar 15,07% dibandingkan dengan penyaluran kredit pada 2009 dari Rp.217 triliun menjadi Rp.249,7 triliun. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pertumbuhan penyaluran kredit yang signifikan tersebut didorong masih besarnya minat bank umum menyalurkan kredit properti pada kuartal IV/2010 sejalan dengan bergairahnya permintaan produk properti oleh calon debitur. Adapun, kredit properti yang dimaksud mencakup kredit yang diberikan kepada kontraktor untuk pembangunan perkantoran, perhotelan, rumah, pertokoan, serta kredit kepada perorangan untuk kepemilikan serta pemugaran rumah. Perkembangan industri properti tersebut dipengaruhi antara lain oleh ekspektasi dan spekulasi baik dari sisi demand maupun supply. Gejolak harga dalam industri properti akan mempengaruhi kondisi ekonomi, dimana dalam kondisi terjadi penurunan harga secara tajam merupakan sinyal bahwa perekonomian akan mengalami permasalahan yang serius dan sebaliknya apabila terjadi peningkatan harga secara cepat mengindikasikan telah terjadi spekulasi yang tinggi dalam industri properti. Siklus properti ditentukan oleh hubungan dinamis antara properti komersial, kredit bank dan makro ekonomi, dimana harga properti merupakan variabel autonomous yang menimbulkan ekspansi kredit dibandingkan sebaliknya dimana kredit perbankan mempengaruhi harga properti. Demikian pula bahwa terdapat hubungan positif antara kredit riil dengan GDP riil dan harga properti riil, serta
adanya hubungan dinamis interaksi dua arah antara kredit riil dengan harga properti riil.2 Seiring dengan perkembangan ekonomi nasional, industri properti pada umumnya juga mengalami peningkatan yang searah. Meningkatnya aktivitas pada industri properti dapat dijadikan petunjuk mulai membaiknya atau bangkitnya kembali kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, kegiatan di bidang properti dapat dijadikan indikator seberapa aktifnya kegiatan ekonomi secara umum yang sedang berlangsung. Namun demikian, perkembangan industri properti perlu dicermati secara hati-hati karena dapat memberikan dampak pada dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, industri properti dapat menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi karena meningkatnya kegiatan di bidang properti akan mendorong naiknya berbagai kegiatan di sektor-sektor lain yang terkait. Dalam hal ini sektor properti memiliki efek pelipatgandaan (multiplier effect) yakni dengan mendorong serangkaian aktivitas sektor ekonomi yang lain. Seluruh kegiatan ekonomi baik dalam bidang jasa maupun barang pada dasarnya akan selalu membutuhkan produk properti sebagai salah satu faktor produksi. Sebagai contoh, kegiatan jasa perbankan yang memberikan jasa keuangan juga masih memerlukan adanya produk properti secara aktif sebagai tempat atau sarana untuk melakukan transaksi. Demikian pula, kegiatan produksi atau perdagangan maupun perkebunan/pertanian akan selalu membutuhkan produk properti sebagai sarana kegiatannya. Dengan demikian, kebutuhan akan produk properti akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi. 2
Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) - Jurnal Properti Edisi XI, Januari 2005.
Namun di sisi lain, perkembangan industri properti yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. Meningkatnya industri properti yang tidak terkendali sehingga jauh melampaui kebutuhan (over supply) dapat berdampak pada terganggunya perekonomian nasional. Gangguan tersebut khususnya bila terjadi penurunan harga di sektor properti secara drastis dengan terjadinya buble burst. Kondisi ini akan mempengaruhi kondisi keuangan perbankan melalui dua aspek yaitu terganggunya likuiditas dan nilai jaminan bank serta kinerja debitur di bidang properti. Dalam hal pangsa kredit properti perbankan cukup tinggi dipastikan akan terjadi vulnerabilitas secara langsung pada kondisi perbankan. Terlepas dari itu, akhir-akhir ini perbankan syariah juga mulai menggiatkan pembiayaan mereka pada sektor properti yang selama ini belum digarap sepenuhnya. Hal tersebut didasarkan pada peluang dan pasar properti yang sangat besar. Saat ini produk perbankan syariah terutama dalam Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terus meningkat. Hal tersebut terlihat dari makin luasnya layanan perbankan syariah dengan 1.624 jaringan kantor yang diwakili 11 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, dan 146 BPR Syariah. Kenyataan ini juga terlihat ketika Bank Indonesia (BI) dan perbankan syariah berpartisipasi dalam “Real Estate Ekspo 2010” pada 23-31 Oktober 2010 yang lalu. Sembilan bank syariah sudah menyatakan partisipasinya dalam ajang tersebut. Yaitu, BSM, Bank Muamalat Indonesia, BRI Syariah, BTN Syariah, BNI Syariah, Permata Bank Syariah, CIMB Niaga Syariah, BII Syariah, dan Bank DKI Syariah.
Sejauh ini pangsa kredit perbankan nasional di sektor properti sudah 13,3 persen dari total kredit perbankan. Sedangkan jumlah pembiayaan perbankan syariah ke sektor properti hingga akhir September 2010 baru mencapai 1,8% dari total pembiayaan perbankan syariah sebesar Rp.61 triliun. Jadi kalau dilihat secara nasional 13,3% pembiayaan perbankan dibanding dengan pangsa pembiayaan bank syariah yang baru 1,8% ini menandakan pembiayaan syariah ke sektor properti masih tergolong sangat kecil sekali.3 Dalam hal ini, Bank Muamalat Indonesia (BMI) sendiri terlihat semakin agresif menggarap pasar ritel. Tak hanya menggarap produk penghimpunan dana, kini BMI bank pertama berbasis islam ini memprogramkan pembiayaan perumahan sekitar Rp.500 miliar. Bank Muamalat Indonesia ini resmi meluncurkan produk KPRS sejak bulan Februari 2007. Pada awal peluncuran produk KPRS, Bank Muamalat Indonesia menggunakan nama KPRS Baiti Jannati. Kemudian nama tersebut dikonversi menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (PHSM). KPRS Baiti Jannati merupakan pembiayaan untuk kepemilikan rumah, rukan, ruko, kios dan apartemen dengan akad transaksi Musyarakah Syirkatul Milk (kongsi kepemilikan). Tak seperti Baiti Jannati yang batas maksimum plafondnya hanya Rp.10 miliar, Pembiayaan Hunian Syariah memiliki plafond maksimal hingga Rp.25 miliar. Pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi kalangan individu ini memiliki jangka waktu pengembalian hingga 15 tahun, terkecuali untuk kepentingan renovasi dengan 3
Detik Finance, “Pembiayaan Perbankan Syariah ke Properti Masih Minim “, artikel ini diakses pada 9 Maret 2011 dari http://detikfinance.com/read/2010/10/20/140439/1469977/5/ pembiayaan-perbankan-syariah-ke-properti-masih-minim.
plafond dibawah Rp.25 juta yang hanya 5 tahun. Produk pembiayaan ini tidak hanya comply dengan syariah, namun juga kompetitif dengan jangka waktu pengembalian yang panjang, jumlah angsuran yang tidak fluktuatif mengikuti suku bunga, serta tidak adanya penalti bagi yang melunasi lebih awal. Sampai semester I 2010, portofolio pembiayaan sektor properti yang disalurkan Bank Muamalat telah mencapai lebih dari Rp.2 triliun, atau mengalami peningkatan lebih dari 11 persen dibandingkan posisi Desember 2009. Oleh karena itu, Bank Muamalat sendiri optimistis tahun ini akan terjadi peningkatan pembiayaan KPRS sejalan dengan pertumbuhan permintaan masyarakat akan perumahan. Hingga September 2010, penjualan PHSM cenderung meningkat. Melihat kondisi perekonomian yang semakin membaik dan fitur PHSM yang semakin menarik. Disamping itu, Bank Indonesia juga memberikan dorongan kepada Bank-bank syariah untuk dapat membantu pembiayaan properti hingga Rp.500 miliar. Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah dalam sambutan pembukaan pameran Real estate Indonesia (Expo) 2010. Beliau juga menjelaskan bahwa pembiayaan syariah dalam sektor properti meningkat setiap tahun, apalagi dalam pameran sebelumnya pada Mei 2010 mampu tercatat jumlah transaksi sebesar Rp.365 miliar.4
4
Kompas properti, “BI Harapkan Perbankan Syariah Bantu Pembiayaan Properti", artikel diakses pada 16 Maret 2011 dari http://properti.kompas.com/read/2010/10/25/09373488/BI.Harapkan perbankan.syariah.bantu.pembiayaan.properti.
Jika dibandingkan pembiayaan properti dari bank konvensional, pembiayaan properti perbankan syariah sebenarnya jauh lebih menarik karena menawarkan fix rate (suku bunga tetap) dengan rentang waktu angsuran hingga 15 tahun. Meski demikian, pembiayaan syariah kadang dipersepsikan sebagian kalangan lebih mahal dibandingkan dari bank konvensional. Bukan berarti perbankan konvensional memang benar-benar lebih murah. Kalau tingkat suku bunga (interest rate) naik, Bank Konvesional pasti melakukan penyesuaian. Berbeda dengan Bank Syariah, karena Bank Syariah tidak tergantung pada suku bunga. Menurut laporan dari Bank Indonesia, perbankan syariah di Indonesia telah tumbuh dan berkembang diatas 65 % berdasarkan compounded annual growth rate (CAGR) pada 4 tahun terakhir, dan diharapkan akan menjadi sekitar 9 – 10 % dari total aset perbankan nasional pada tahun 2011 ini. Untuk pencapaian tersebut, kemungkinan besar perbankan syariah akan lebih intent untuk terus mengiatkan pembiayaan pada produk-produk ritail-nya khususnya sektor properti. Yang mana kebanyakan produk ini lebih menyentuh kalangan grass root. Berdasarkan paparan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik skripsi ini dalam penelitian yang berjudul “PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM SEKTOR PROPERTI”. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini pada produk dan akad pembiayaan sektor properti Bank Muamalat Indonesia.
2. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut: a. Apa jenis produk dan akad yang diterapkan Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaan sektor properti? b. Bagaimana strategi dan sosialisasi produk yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam meningkatkan pembiayaan sektor properti? c. Apa peluang dan tantangan yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia dalam melakukan pebiayaan sektor properti? Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara garis besar tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui secara umum tentang perkembangan perbankan syariah di Indonesia, adapun yang lebih khusus tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui jenis produk dan akad yang diterapkan Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaan sektor properti. 2. Untuk mengetahui strategi dan sosialisasi produk yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam meningkatkan pembiayaan sektor properti. 3. Untuk mengetahui peluang dan tantangan yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia dalam melalukan pembiayaan sektor properti. Adapun manfaat penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis adalah sebagai proses pembelajaran dalam menambah ilmu pengetahuan serta wawasan keilmuan penulis, dalam rangka mengikuti perkembangan perbankan syariah khususnya pembiayaan sektor properti. 2. Bagi Praktisi adalah sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan mutu perbankan syariah sekarang dan masa yang akan datang, khususnya yang menangani pembiayaan sektor properti. 3. Bagi Masyarakat adalah sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan kontribusi khasanah intelektual pendidikan masyarakat sekaligus sosialisasi tentang bagaimana perkembangan perbankan syariah khususnya dalam hal pembiayaan sektor properti. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Studi terdahulu mengenai pembiayaan sektor properti memang telah ada. Diantaranya yang membahas tentang KPR Syariah dan Perumahan, sebagai rujukan penulis yaitu: Tabel 1.1 Review Kajian Terdahulu
Judul/penulis/tahun Skripsi
yang
“Analisa Kepemilikan
Perbedaannya dengan penulis
Preview
berjudul - Jenis pendekatan yang -
Pembiayaan digunakan Rumah pendekatan
Penulis
adalah penelitian kualitatif. pendekatan
melalukan dengan kualitatif.
(KPR) BTN syariah (studi Untuk
menunjang
data Jenis
laporan
yang
kasus: Bank BTN kantor tersebut
penulis digunakan adalah metode
cabang syariah Jakarta- melakukan
dengan deskriptif analisis, yaitu kuantatif. data
Harmoni)”, yang ditulis pendekatan oleh Dian Lestari (2006)
yang
Sedangkan metode yang peroleh
penulis
dari
Bank
digunakan adalah metode Mumalat Indonesia, baik deskriptif
analisis
korelasional. -
Penulis
menitikberatkan penelitiannya
dan berupa data angka untuk mengetahui
strategi,
lebih sosialisasi, peluang dan tantangan kepada sektor
pembiayaan properti
yang
nasabah selaku penerima dilakukan Bank Muamalat pembiayaan
Indonesia.
- Penulis menyimpulkan -
Penulis
lebih
bahwa preferensi nasabah menitikberatkan KPR Syariah beragam,
objek
itu sangat penelitian kepada lembaga mereka keuangan
syariah
mengetahui dan memilih bersangkutan
yang (Bank
KPR Syariah dari teman Muamalat
Indonesia)
dan kerabat. Faktor yang dalam
melakukan
mendorong
nasabah pembiayaan
sektor
tersebut
adalah
karena properti.
Sedangkan
biaya
murah,
terhindar penulis
(Dian
dari
bunga,
prosedur lebih
menitikberatkan
mudah,
jangka
pelunasan tetap
Lestari)
waktu penelitiannya
lama,
kepada
biaya nasabah selaku penerima
sampai
akhir pembiayaan.
kontrak. Skripsi
yang
berjudul -
“Desain
Penelitian
dilakukan -
Penelitian
dilakukan
Akad dengan metode kualitatif. dengan metode kualitatif.
Pembiayaan Take Over Jenis
laporan
yang Jenis
laporan
yang
KPR Syariah Di Bank digunakan adalah metode digunakan adalah metode Muamalat
Indonesia”, deskriptif analisis.
deskriptif analisis, yaitu
yang ditulis oleh Farid - Penulis (Farid Sutarsih) data Sutarsih (2008)
lebih
fokus
akad-akad
membahas peroleh
dari
khususnya pada
penulis
dari
Bank
produk Mumalat Indonesia, baik
pembiayaan properti
yang
sektor berupa data angka untuk tersebut, mengetahui
strategi,
akad-akad sosialisasi, peluang dan
pembiayaan
over KPR Syariah.
take tantangan sektor
pembiayaan properti
yang
- Penulis menyimpulkan dilakukan Bank Muamalat
bahwa akad take over Indonesia. KPR
Syariah - Penulis (Farid Sutarsih)
menggunakan akad qordh juga melakukan penelitian dan Sedangkan
Murabahah. di disain
Bank
Muamalat
akad Indonesia. Akan tetapi,
yang relevan dan sesuai pembahasannya syariah
yang
telah akad
tentang
pembiayaan
ditetapkan di Bank-bank pemindahan (take over) Syariah negara lain adalah KPR Syariah. Sedangkan akad Mutanaqisah.
Musyarakah penulis
lebih
fokus
membahas
tentang
bagaimana
pembiayaan
sektor
properti
yang
dilakukan Bank Muamalat Indonesia yang memuat strategi,
peluang
dan
tantangan Bank Muamalat Indonesia melakukan tersebut.
dalam pembiayaan
Jurnal
yang
berjudul - Metode yang digunakan -
“Pengembangan
Model adalah
Kemitraan
Dalam yakni pelaksanaan kajian Jenis
Pembiayaan
metode
Penelitian
survey, dengan metode kualitatif.
Investasi dengan
Pembangunan
dan Wahdi Sayuti. Jurnal -
Penulis
oleh tentang
yang
peroleh
penulis
dari
model-model berupa data angka untuk
Jakarta pembiayaan
strategi,
investasi sosialisasi, peluang dan
(vol.7, No.2, Desember rumah susun 2008).
Bank
menjelaskan Mumalat Indonesia, baik
ETIKONOMI UIN Syarif umum yang dipakai dalam mengetahui Hidayatullah
yang
Rumah mengidentifikasi langsung deskriptif analisis, yaitu
Indo Yaman Nasarudin (responden).
diterbitkan
laporan
cara digunakan adalah metode
Susun” yang ditulis oleh kepada subyek penelitian data
ini
dilakukan
tantangan
- Penulis menyimpulkan sektor
pembiayaan properti
yang
bahwa model perhitungan dilakukan Bank Muamalat kelayakan investasi serta Indonesia. kekuatan dan kelemahan -
Jurnal
masing-masing
model, rujukan
maka
model karena
alternatif
ini
menjadi
bagi
penulis
memberikan
kemitraan yang banyak informasi kepada penulis dikembangkan
adalah bahwa
management contract.
model
ada
berbagai yang
dikembangkan
dalam
melakukan properti.
investasi Akan
tetapi,
untuk peneletian kali ini penulis
akan
fokus
membahas
tentang
bagaimana capaian dari pembiayaan
sektor
properti yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia yang
memuat
strategi,
tentang
peluang
dan
tantangan Bank Muamalat Indonesia melakukan
dalam pembiayaan
tersebut. Jurnal
yang
“Analisis Perumahan
berjudul -
Metodologi
yang -
Penelitian
dilakukan
Konsep digunakan adalah metode dengan metode kualitatif. Dan clustered sampling yaitu Jenis populasi
laporan
yang
Komitmen
Developer jika
tersebar digunakan adalah metode
Terhadap
Keputusan dalam beberapa wilayah deskriptif analisis, yaitu
Pembelian”, yang ditulis (cluster)
masing- data
yang
yang
oleh Cut Erika A.F dan masing mempunyai ciri peroleh
penulis
dari
Bank
Bachtiar Rifai. Jurnal ini yang sama (mirip), akan Mumalat Indonesia, baik diterbitkan
oleh salah satu atau beberapa berupa data angka untuk
ETIKONOMI UIN Syarif wilayah
dapat
diambil mengetahui
Hidayatullah
acak
sebagai sosialisasi, peluang dan
vol.7, 2008.
No.2,
Jakarta secara Desember sampel.
tantangan
-Penulis
menjelaskan sektor
strategi,
pembiayaan properti
yang
Konsep dilakukan Bank Muamalat
tentang Perumahan
Dan Indonesia.
Komitmen
Developer -
Terhadap
Keputusan rujukan
Pembelian
Jurnal
perumahan. karena
ini
menjadi
bagi
penulis
memberikan
Hal yang menjadi fokus informasi kepada penulis adalah bahwa adanya pengaruh
penulis menganalisa antara
pengaruh antara konsep perumahan
variable-variable dan komitmen Developer
tersebut.
terhadap
keputusan
- Penulis menyimpulkan pembelian. Akan tetapi, bahwa terdapat pengaruh untuk peneletian kali ini positif
dan
signifikan penulis
akan
fokus
antara
variable
konsep membahas
tentang
perumahan dan komitmen bagaimana capaian dari Developer keputusan
terhadap pembiayaan
sektor
pembelian properti yang dilakukan
konsumen perumahan di Bank kawasan Ciputat Timur.
Muamalat
Indonesia, yang memuat tentang
strategi,
sosialisasi, peluang dan tantangan Bank Muamalat Indonesia melakukan
dalam pembiayaan
tersebut.
Kerangka Teori dan Konseptual 1. Konsep Syariah Konsep syariah telah menyediakan berbagai akad yang berbeda untuk mencukupi kebutuhan para pemilik dan pengguna dana dalam berbagai bentuknya. Akad-akad dasar dalam konsep syariah meliputi; pembiayaan cost-plus (murabahah), profit-sharing (mudarabah), persewaan (ijarah), persekutuan (musharakah), dan penjualan dengan pesanan (bay' salam). Akad-akad tersebut merupakan blok
bangunan dasar yang dapat dikembangkan secara lebih kompleks dalam perbankan syariah. Akad-akad tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:5 a. Akad yang populer di dalam perbankan Islam adalah jual-beli mark-up atau penjualan cost-plus. Metode yang paling terkenal dalam cara pembiayaan ini adalah murabahah, salam, dan istishna. Murabahah (juga disebut bay’ mu’ajjal) merujuk pada penjualan dimana penjual membeli barang-barang yang diinginkan pembeli dan menjualnya pada harga lebih tinggi yang sudah disepakati, pembayaran ditetapkan pada waktu tertentu, baik dalam bentuk cicilan atau tunai. Penjual menanggung risiko atas barang-barang sampai penyerahan pada pembeli. Salam: merujuk pada kesepakatan penjualan dimana pembayaran dilakukan dimuka atas kewajiban untuk menyerahkan barang yang ditentukan pada tanggal tertentu yang disepakati di masa depan. Ini tidak sama dengan penjualan forward yang spekulatif karena pembayaran harus penuh, bukan sebagian. Istishna merujuk kepada kesepakatan dimana pembuat barang (kontraktor) sepakat untuk memproduksi (membangun) dan menyerahkan barang (kontruksi) dengan harga tertentu pada tanggal tertentu di masa depan. Ini, sebagaimana salam, merupakan pengecualian dari aturan umum syari’ah yang tidak membolehkan seseorang untuk menjual apa yang tidak dimiliki dan dikuasainya. Tetapi, tidak seperti salam harga tidak mesti dibayar dimuka. Harga bisa dibayar dalam bentuk cicilan sesuai dengan keinginan pihak yang bertransaksi, atau sebagian didepan dan sisanya 5
Zamir Iqbal dalam artikelnya yang berjudul “Islamic Financial Institution”, hal. 1.
kemudian sebagaimana disepakati. Akad ini secara luas sering digunakan untuk pembiayaan jangka pendek sebagaimana transaksi tradisional untuk pembiayaan pembelian barang. Dalam akad ini investor menyediakan atau membeli barang atau komoditas yang spesifik, kemudian dilakukan kontrak yang disetujui bersama untuk terjadinya penjualan kembali kepada klien (pembeli). Margin keuntungan ditentukan atas kesepakatan bersama. b. Akad Persewaan (ijarah). Ijarah dapat digunakan untuk pembiayaan sarana transportasi, mesin, peralatan, dan pesawat terbang. Format ijarah dengan perpindahan kepemilikan kepada penyewa dengan membayar jumlah tertentu dari sisa angsurang juga diizinkan (sewa beli). c. Akad Profit-Sharing (mudharabah). Mudharabah merujuk pada kesepakatan antara dua atau lebih orang dimana satu atau lebih dari mereka menyediakan pembiayaan, sedangkan yang lainnya menyediakan manajemen. Tujuannya adalah untuk melakukan perdagangan, industri atau jasa dengan tujuan mencari keuntungan. Keuntungan bisa dibagi antara penyandang dana dan manajemen sesuai dengan proporsi yang disepakati. Tetapi, kerugian hanya ditanggung oleh penyandang dana sesuai dengan bagian mereka dari keseluruhan modal. Kerugian manajer adalah tidak mendapatkan keuntungan atas kerjanya. Akad ini merupakan bentuk mekanisme investasi di mana bank mengelola kumpulan dana (pool of funds). Modal oleh bank kemudian diinvestasikan dalam berbagai aktivitas usaha. Para nasabah deposan berbagi resiko dan laba sesuai proporsi investasi masing-masing.
d. Partisipasi modal (musyarakah). Musyarakah juga merupakan kesepakatan antara dua atau lebih orang. Tetapi, tidak seperti mudharabah, semua pihak memberikan kontribusi keuangan maupun kewirausahaan dan manajemen, mesti tidak harus sama rata. Bagian keuntungan mereka bisa sesuai dengan kesepakatan tetapi kerugian harus ditanggung sesuai dengan proporsi modal mereka. Akad ini sama dengan mekanisme usaha patungan klasik. Kedua usahawan dan investor berkontribusi modal (asset, keahlian teknis dan managerial, modal kerja, dll.) sesuai dengan kesepakatan. Dan mereka menyepakati untuk berbagi return juga resiko bisnis sesuai dengan proporsi yang telah disepakati tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan diawal, bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan. A.
Berbeda dengan bank non-syariah, bank syariah tidak
membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa. Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah juga dapat menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Adapun fungsi dan peran bank syariah, antara lain sebagai:6
6
Suharto, dkk., Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), hal. 24.
1) Manajer investasi yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi 2) Investor yang menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai dengan nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana 3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperti bank nonsyariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah 4) Pengemban fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infaq, shadaqah serta pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai ketentuan yang berlaku. B.
Sistem perbankan Islam diharapkan akan menjadi stabilisator
perekonomian. Harapan ini disebabakan oleh komitmen perbankan Islam atas penghapusan pembiayaan hutang dengan mekanisme bunganya yang memberati perekonomian. Selain itu sistim ini membuat struktur kewajiban dan aset secara simetris dihubungkan melalui kesepakatan pembagian keuntungan dan tidak adanya biaya bunga yang ditetapkan. Alokasi efisiensi terjadi disebabkan alternatif investasi dengan tegas dipilih berdasarkan pada produktivitas dan tingkat ekspektasi return. C. D.
2. Pembiayaan Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan pinjaman berdasarkan persetujuan atau kesepakatan tertentu dan dengan akadakad yang ditentukan antara pemilik modal dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran imbalan. Sedangkan lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Ada tiga jenis akad yang umumnya dipakai oleh Bank Syariah dalam melakukan pembiayaan sektor properti, yaitu Akad Musyarakah Mutanaqisah, akad Murabahah dan Ijarah Muntahia bit Tamlik (IMBT). a. Musyarakah Mutanaqishah Musyarakah Mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Musyarakah atau Syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara musyarakah berasal dari kata yatanaqihu-tanaqishtanaqihan-mutanaqshun yang berarti mengurangi secara bertahap. Musyarakah Mutanaqishah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Ketentuan Didalam Musyarakah Mutanaqishah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerjasama kepemilikan. Sewa merupakan kompensasi
yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shiqhat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi oleh masing-masing pihak yang berakad. Skim Musyarakah Mutanaqishah ini cocok untuk waktu yang panjang melebihi 10 tahun pelunasan. Bagi bank, keuntungan didapat bukan dari nilai cicilan tapi nilai sewa. Dengan waktu yang panjang nilai cicilan tapi nilai sewa dengan waktu yang panjang nilai cicilan akan rendah sedangkan sewa bisa disesuaikan untuk kurun waktu tertentu. b. Murabahah Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam Murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase. c. Ijarah Muntahia bit Tamlik
Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah modern yang tidak terdapat dikalangan fuqaha terdahulu. Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik Adalah perjanjian antara Bank (Mu'ajjir) dengan Nasabah (Musta'jir) sebagai penyewa. Musta'jir/penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa berakhir penyewa mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut. IMBT adalah akad yang belum ada pada masa Rasulullah, Akad ini pertama didapatkan pada tahun 1846 Masehi di Inggris, dan yang memulai bertransaksi dengan akad ini adalah seorang pedagang alat-alat musik di inggris, dia menyewakan alat musiknya yang diikuti dengan memberikan hak milik barang tersebut, dengan maksud adanya jaminan haknya itu. Setelah itu tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke pabrik-pabrik, dan yang pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar penyedia alat-alat jahit di inggris. Selanjutnya berkembang, dan tersebar akad ini dengan bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli barang-barang yang sudah jadi, lalu menyewakannya Kemudian setelah itu tersebar akad semacam ini dan pindah ke Negara-negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953 masehi. Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.Terus tersebar dan pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397 hijriyah.
Penggunaan akad ini semakin banyak digunakan pada masa sekarang ini sebagai salah satu pilihan akad yang dapat digunakan untuk melakukan pembiayaan yang berkenaan dengan sewa yang diakhiri dengan hak kepemilikan oleh nasabah. Bentuk-bentuk IMBT tersebut terdiri dari 2 bentuk yaitu: 1) Ijarah dengan janji akan menjual pada akhir masa sewa Pilihan untuk menjual barang di akhir massa sewa biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir masa periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan bank. Karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang tersebut di akhir periode. 2) Ijarah dengan janji untuk memberikan hibah pada akhir masa sewa. Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
3. Properti Pada kondisi nyata, seringkali kita melihat di sekeliling kita bangunanbangunan baru terus bermunculan, baik itu perumahan, apartemen, pusat perbelanjaan, ataupun proyek-proyek properti lainnya. Bisa dikatakan bisnis properti memang tidak pernah sepi. Tingkat pengembalian (Rate of Return) yang besar menjadi salah satu faktor yang menarik investor untuk memasuki bisnis ini. Apalagi harga tanah dan bangunan cenderung terus meningkat sehingga resiko menderita kerugian sangat kecil. Dilihat dari sisi permintaan, bisnis ini memiliki prospek yang menjanjikan di masa yang akan datang, apalagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebesar itu. Pembangunan proyek properti selalu diperlukan dalam berbagai kegiatan ekonomi, sehingga penawaran yang dilakukan oleh pengembang sebagian besar mampu diserap oleh pasar. 4. Kerangka Konseptual Gambar 1.1 Kerangka Konseptual PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Pembiayaan Sektor Properti Jenis Produk & Akad Pembiayaan
Srategi dan sosialisasi Produk
Peluang
Tantangan
Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Sesuai dengan tujuan, maka dalam penelitian kali ini penulis akan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu dengan bertumpu pada prosedur-prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku secara utuh. Sedangkan, metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif analisis, yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasarkan data yang ada kemudian dianalisis lebih lanjut untuk kemudian ditarik kesimpulan. 2. Jenis data Data hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun angka. Adapun data fakta adalah berupa data yang diperoleh dari langsung dari objek penelitian yaitu dokumen ataupun laporan Bank Muamalat Indonesia tentang jenis akad, produk, strategi, sosialisasi produk, peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Bank Muamalat Indonesia dalam melakukan pembiayaan sektor properti. 3. Sumber Data Menurut sumber datanya dalam penelitian ini, data dibedakan menjadi dua macam yakni: a. Sumber Data Primer Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian yang ditiliti. Dalam hal ini yaitu Bank Muamalat Indonesia.
b. Data Sekunder Yaitu data pendukung yang mempunyai hubungan dengan data primer. Dalam artian bahwa sumber data tersebut tidak langsung memberikan data kepada peneliti. Seperti literatur-literatur mengenai perbankan syariah dari buku, jurnal, skripsi, dan karya ilmiah lainnya yang mempunyai kaitan dengan pembiayaan sektor properti. Disamping itu Penulis juga mengakses data dari internet khususnya data dari web resmi Bank Muamalat Indonesia yaitu www.muamalatbank.com. Dari website Bank Muamalat Indonesia penulis dapat mengakses laporan tahunan Bank Muamalat berupa laporan Good Corporate Governance (GCG), Annual Report, Laporan Keuangan, dll. c. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yakni membicarakan tentang bagaimana cara peneliti mengumpulkan data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan data, sebagai berikut: 1) Metode kepustakaan (library research), yakni mengkaji buku atau literatur yang sesuai dengan tema penelitian peneliti. 2) Metode penelitian lapangan (observation), yakni dengan cara menyaksikan langsung objek yang ditiliti. Dalam hal ini yaitu operasional Bank Muamalat Indonesia dalam sektor properti dan meminta dokumen atau laporan-laporan yang terkait
dengan pembiayaan tersebut berupa jenis akad, produk, strategi, sosialisasi produk, peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Bank Muamalat Indonesia dalam melakukan pembiayaan sektor properti. d. Tehnik analisis data E.
Teknik analisa data yang penulis gunakan adalah teknik analisa
data yang bersifat deskriptif analisis yaitu data yang penulis peroleh dari literatur-literatur ekonomi islam khususnya perbankan syariah. Diantaranya adalah data jenis produk dan akad pembiayaan. Yang mana dari data tersebut penulis mendeskripsikan apasaja jenis produk dan akad yang diaplikasikan pada pembiayaan sektor properti. F.
Selanjutnya penulis juga akan melakukan
penelitian lapangan (observation), yang mana dari hasil observasi tersebut dapat dijelaskan secara terperinci dan sistematis mengenai jenis akad, produk, strategi, sosialisasi, peluang dan tantangan Bank Muamalat Indonesia (BMI) dalam upaya meningkatkan pembiayaan sektor properti. Sehingga dari data-data tersebut dapat tergambar secara utuh dan dapat dipahami secara jelas kesimpulan akhirnya. Sistematika Penulisan G.
Agar pembahasan dalam penelitian (skripsi) ini mengarah kepada
maksud yang sesuai dengan judul, maka pembahasan ini penulis susun menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut:
H.
BAB I
: PENDAHULUAN I.
Meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan. BAB II
: PROPERTI DAN PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK SYARIAH Berisi tentang penjelasan teoritis mengenai properti dan prinsip dasar operasional bank syariah.
BAB III
: PROFIL PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk Bab ini berisi tentang paparan (deskripsi) sejumlah data empiris mengenai objek penelitian yang penulis teliti. Data tersebut berupa profil dan kegiatan operasional Bank Muamalat Indonesia.
BAB IV
: PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM
SEKTOR PROPERTI Bab ini berisi tentang interpretasi penulis, dengan data-data yang berhasil dihimpun untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan berkaitan dengan jenis produk, akad pembiayaan, strategi, sosialisasi, peluang dan tantangan Bank Muamalat Indonesia dalam sektor properti. BAB V
: PENUTUP Meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II PROPERTI DAN PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK SYARIAH A. Properti 1. Defenisi Properti Properti is something that is owned, yaitu sesuatu yang dapat dimiliki atau apa saja yang dapat dijadikan objek kepemilikan. Sementara itu pengertian dari Real Property is the interest, benefit and rights inherent in the ownership of real estate yang berarti kepentingan, keuntungan dan hak-hak yang menyangkut Kepemilikan tanah dan bangunan beserta perbaikan yang menyatu terhadapnya.7 Properti terdiri dari : a. Aset berwujud (Tangible Property) yang terdiri dari: 1) Real Property yang terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana, serta pengembangan lainnya. 2) Personal Property yang terdiri dari mesin dan peralatan, kendaraan, peralatan kantor, fixtures dan furnitures serta building equipment b. Aset tak berwujud (Intangible Property) yang terdiri dari goodwill,personal guarantee, francises, trade mark, patent, dan copy right. c. Surat-surat berharga (Marketable Securities) yang terdiri dari saham, tabungan dan promissary notes.
7
Rafitas, A. B., Kiat Sukses Bisnis Broker Properti (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.25.
Dalam perkembangannya, real properti yang dibangun dan dikembangkan di muka bumi sesuai dengan pemilik dan pelaksana pembangunannya/pengembang terbagi atas: a. Properti Primer (Primary), yaitu properti yang dibangun dan dimiliki oleh badan institusi yang tergabung dalam Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) sebagai developer anggota REI yang terdiri dari beberapa grup besar properti, konsorsium, dan/atau joint venture. b. Properti Sekunder (Secondary), yaitu properti yang dibangun dan dimiliki oleh individual seperti kontraktor, investor, owner, dan user sendiri. Bangunan dalam bisnis properti berdasarkan penggunaannya dibagi atas: a. Bangunan Komersial yang terdiri dari bangunan perkantoran, ruko, pertokoan, serta hotel dan motel. b. Bangunan Perumahan yang terdiri dari rumah tinggal dan kondominium/apartemen. c. Bangunan Industri yang terdiri dari industri berat, industri ringan dan gudang, gudang dan kantor, pergudangan, dan industrial parks. d. Bangunan Fasilitas Umum yang terdiri dari rumah sakit, perguruan tinggi, gedung-gedung pemerintah, dan SPBU/pompa bensin e. Bangunan Hiburan yang terdiri dari bioskop, lapangan golf, museum, sarana olahraga, convention center, dll.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai definisi dan pembagian properti maka dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang menjelaskan mengenai konsep/hubungan antara real estate, properti riil dan properti individu. Gambar 2.1 Konsep Real Estate, Properti Riil, dan Properti Individu
Properti menunjukkan kepada sesuatu yang biasanya dikenal sebagai entitas dalam kaitannya dengan kepemilikan seseorang atau sekelompok orang atas suatu hak eksklusif. Bentuk yang utama dari properti ini adalah termasuk real property (tanah), kekayaan pribadi (personal property) (kepemilikan barang secara fisik lainnya), dan kekayaan intelektual. hak dari kepemilikan adalah terkait dengan properti yang menjadikan sesuatu barang menjadi "kepunyaan seseorang" baik
pribadi maupun kelompok, menjamin si pemilik atas haknya untuk melakukan segala suatu terhadap properti sesuai dengan kehendaknya, baik untuk menggunakannya ataupun tidak menggunakannya, untuk mengalihkan hak kepemilikannya. Beberapa ahli filosofi menyatakan bahwa hak atas properti timbul dari norma sosial. Beberapa lainnya mengatakan bahwa hak itu timbul dari moralitas atau hukum alamiah (natural law). Beragam kelompok ilmu seperti hukum, ekonomi, antropologi, sosiologi menerapkan konsep tersebut secara lebih sistematis, namun definisi yang diberikan berbeda antara satu bidang ilmu dengan yang lainnya. Dalam bidang ilmu sosial, seringkali istilah properti ini digunakan sebagai "suatu kelompok hak" dan ditekankan bahwa properti adalah bukan merupakan suatu hubungan antara manusia dan barang, namun lebih merupakan hubungan antara "penghargaan manusia atas barang". "Properti pribadi" kadang digunakan sebagai sesuatu istilah yang maknanya mirip dengan "kepemilikan individu", tetapi istilah tersebut juga dapat digunakan untuk suatu kepemilkan properti secara kolektif dalam bentuk "kepemilikan perusahaan", dan beberapa filsuf seperti Karl Marx menggunakan istilah ini untuk menjelaskan hubungan sosial antara mereka yang menjual tenaganya dan mereka yang membelinya (menggunakan tenaga tersebut). Kesemuanya ini adalah berbeda dengan properti publik, yang merupakan hak kepemilikan dari seluruh komunitas secara kolektif atau suatu negara. Hak kepemilikan properti modern mengandung suatu hak kepemilikan dan hak penguasaan yang merupakan milik dari suatu perorangan yang sah, walaupun
apabila perorangan tersebut bukan merupakan bentuk orang yang sesungguhnya. Misalnya pada perusahaan, dimana perusahaan memiliki hak-hak setara dengan hak warga negara lainnya termasuk hak-hak konstitusi, dan oleh karena itulah maka perusahaan disebut sebagai badan hukum. Properti biasanya digunakan dalam hubungannya dengan kesatuan hak termasuk : a. Kontrol atas penggunaan dari properti b. Hak atas segala keuntungan dari properti (misalnya: hak tambang, hak sewa) c. Suatu hak untuk mengalihkan atau menjual properti d. Suatu hak untuk memiliki secara eksklusif Sistim hukum telah berkembang sedemikian rupa untuk melindungi transaksi dan sengketa atas penguasaan, penggunaan, pemanfaatan, pengalihan dan pembagian properti, dimana sistim tersebut termasuk dengan yang biasa dikenal dengan istilah kontrak (perjanjian). Hukum positif menegaskan hak-hak tersebut dan untuk menghakimi dan melaksanakan penerapannya maka digunakan suatu sistim hukum sebagai sarananya. 2. Definisi Kredit Properti Maraknya industri properti saat ini tidak terlepas dari dukungan pembiayaan industri perbankan dalam bentuk kredit properti. Industri properti sendiri, secara teoritis mempunyai hubungan yang erat dengan sektor perbankan melalui kredit dan Non Perform Loan (NPL) properti. Besar kecilnya NPL berpengaruh terhadap pembiayan
industri properti pada periode berikutnya karena NPL memiliki lag waktu.8 Berdasarkan definisi Bank Indonesia, kredit properti merupakan semua pembiayaan dari perbankan untuk bidang usaha yang kegiatannya berkaitan dengan pengadaan tanah, bangunan dan fasilitasnya untuk dijual atau disewakan. Kredit properti ini diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Kredit investasi dan kredit modal kerja diberikan kepada pengembang untuk proses pembangunan proyek properti, sementara kredit konsumsi diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen dari produkproduk properti. Dilihat dari komposisinya, kredit properti terdiri dari 3 jenis kredit, yaitu kredit konstruksi, kredit real estate serta Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA). Ketiga jenis kredit tersebut berbeda peruntukan dan segmen pasarnya. Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada para usahawan atau kontraktor untuk membangun perkantoran, mall, ruko dan pusat bisnis lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan KPRA diberikan kepada perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen.
3. Gambaran Umum Sektor Properti Pasca Krisis Pada saat terkena badai krisis ekonomi sebelas tahun lalu, industri properti di Indonesia termasuk salah satu industri yang pertama kali terkena dampaknya. Hal tersebut bisa dikatakan terjadi karena akumulasi kesalahan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku dalam industri properti sendiri. Saat itu perbankan demikian gencar menyalurkan kredit ke sektor properti yang umumnya bersifat jangka panjang dengan
8
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, 2007.
ditopang dana yang bersifat jangka pendek. Sementara pengawasan dari Bank Indonesia masih sangat lemah sehingga praktik pelanggaran legal lending limit (batas maksimum pemberian kredit atau BMPK) dan mark up nilai proyek sangat lazim dilakukan. Pada saat itu, hal ini tidak menjadi masalah karena kondisi perekonomian Indonesia sedang stabil. Namun ketika krisis mata uang yang awalnya terjadi di Thailand kemudian berimbas ke Indonesia, tidak dipungkiri hal ini menjadi pemicu jatuhnya bank-bank yang berperan besar dalam pembiayaan bisnis properti. Para pengembang-pun ikut merasakan dampak dari jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Sebagian besar dari mereka berurusan dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) karena tidak dapat memenuhi kewajiban mereka kepada pihak perbankan. Ketika itu banyak kalangan yang memperkirakan industri properti akan lama untuk bisa pulih kembali. Namun, pada tahun 1999-2000, beberapa pengembang yang kebal krisis mulai menekuni kembali bisnis properti. Restrukturisasi utang pengembang melalui BPPN tahun 2001 menjadi stimulus dan landasan berpijak baru bagi para pengembang untuk kembali menekuni proyek-proyek propertinya. Sejak itu pula bisnis properti bergerak kembali dan bahkan menjadi lokomotif yang menggerakkan gerbong perekonomian nasional pasca krisis. Tahun 2003, pertumbuhan bisnis properti nasional tidak bisa dibendung lagi. Akibatnya, nilai kapitalisasi proyek properti nasional mengalami lonjakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Puncaknya terjadi tahun 2005, dengan nilai kapitalisasi proyek properti Rp 91,01 triliun, atau meningkat hampir sepuluh kali lipat dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000 yang sebesar Rp 9,51 triliun. Jika
menyimak proyek pembangunan properti nasional sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.1, terlihat pada tahun 2003 nilai kapitalisasi proyek properti di Indonesia mencapai angka Rp 49,3 triliun kemudian tumbuh secara konsisten menjadi Rp 77,1 triliun pada tahun 2007. Berdasarkan pengamatan terhadap kinerja serta kondisi faktor-faktor pendukung industri properti, maka diperkirakan pertumbuhan bisnis properti masih prospektif di tahun-tahun kedepan. Bahkan menurut salah seorang pengamat properti di Indonesia mengatakan bahwa puncak siklus bisnis properti masih akan terjadi pada tahun 2010-2011. Tabel 2.1 Proyek Pembangunan Properti (dalam Miliar Rupiah)
4. Perkembangan Kredit Properti di Indonesia Realisasi penyaluran kredit properti sepanjang tahun 2010 lalu tumbuh sekitar 15,07% dibandingkan dengan penyaluran kredit pada 2009 dari Rp217 triliun menjadi Rp249,7 triliun. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pertumbuhan penyaluran kredit yang signifikan tersebut didorong masih besarnya minat bank umum menyalurkan kredit properti pada kuartal IV/2010 sejalan dengan bergairahnya permintaan produk properti oleh calon debitur. Adapun, kredit properti yang dimaksud mencakup kredit yang diberikan kepada kontraktor untuk pembangunan perkantoran, perhotelan, rumah, pertokoan, serta kredit kepada perorangan untuk kepemilikan serta pemugaran rumah. Penyaluran kredit properti yang terakumulasi pada kuartal IV itu tumbuh 9,87% sebesar Rp22,43 triliun dibandingkan dengan akumulasi penyaluran kredit properti hingga kuartal III/2010 (q-to-q) sebesar Rp227,27 triliun. Menurut BI, peningkatan kredit pada kuartal IV dipacu oleh ekspansi kredit realestate sebesar 15,97% (q-to-q). Hal itu diikuti pertumbuhan kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPR/KPA) sebesar 13,56% dengan pangsa pasar tertinggi mencapai 57,41. B. Pembiayaan Bank Syariah Dalam Sektor Properti 1. Produk Pembiayaan Bank Syariah Dalam Sektor Properti Kehadiran perbankan syariah di sektor pembiayaan properti dianggap masih relatif baru dan minim. Padahal perbankan syariah diperkirakan dapat menjadi opsi di sektor pembiayaan properti dengan berbagai kelebihannya.
Pembiayaan perbankan syariah di sektor pembiayaan properti terlihat dari jumlah pembiayaan yang diberikan perbankan syariah kepada sektor properti. Hingga September 2010, Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah ke sektor properti hanya mencapai Rp1,2 triliun. Jumlah tersebut hanya 1,8% dari total pembiayaan perbankan syariah yang besarnya mencapai Rp 61 triliun. Padahal pembiayaan perbankan secara umum nasional kepada sektor properti mencapai 13,3% dari keseluruhan jumlah pembiayaan perbankan. Artinya yang disalurkan perbankan syariah ke sektor properti masih kecil sekali dan ini masih bisa berkembang lagi. Peluang perbankan syariah memberikan pembiayaan ke sektor properti masih terbuka. Masyarakat, khususnya menengah ke bawah, masih membutuhkan fasilitas pembiayaan perumahan yang aman. Ketua Dewan Pengurus Daerah Real Estate Indonesia DKI Jakarta Setyo Maharso mengatakan bahwa kebutuhan rumah di Jakarta akan meningkat pada tahuntahun mendatang. Ada sekitar 3 juta orang yang menjadi komuter keluar masuk Jakarta memiliki keinginan untuk memiliki tempat tinggal di Jakarta karena menghindari kemacetan. Jika 10% dari 3 juta orang tersebut bisa dimanfaatkan, perbankan syariah berpotensi besar memberikan pembiayaan ke sana. Potensi ini masih ada. Perbankan syariah bisa memanfaatkan sekitar 300 ribu komuter yang membutuhkan tempat tinggal di Jakarta. Sementara itu bagi para pengembang, masuknya perbankan syariah dalam pemberian fasilitas pembiayaan properti disambut positif. Pembiayaan kredit
pemilikan rumah (KPR) syariah dinilai lebih aman karena memiliki suku bunga yang tetap. Para pengembang dianggap akan mudah menetapkan program pemasaran dengan suku bunga KPR yang tetap. Selain itu para pembeli properti juga akan mampu mengatur cash flow-nya agar tidak terganggu.9 Jumlah pembiayaan perbankan syariah ke sektor properti hingga akhir September 2010 baru mencapai 1,8% dari total pembiayaan perbankan syariah sebesar Rp 61 triliun atau sekitar 1,2 triliun. Sedangkan kalau dilihat secara nasional 13,3% pembiayaan perbankan sudah ke sektor properti. Jadi kalau dilihat baru 1,8% masih sangat kecil sekali. Masyarakat sudah mulai tertarik menggunakan pembiayaan perbankan syariah di sektor properti. Hal ini bisa dilihat dari total transaksi pameran Real Estate Indonesia (REI) Expo ke-23 yang bekerjasama dengan perbankan syariah pada bulan Mei lalu mencapai Rp 356 miliar. Namun pencapaian yang sangat menggembirakan tersebut baru melayani nasabah dari sisi individu, belum banyak menyentuhkan dari sisi nasabah korporasi ataupun penyedia data teknis di sektor properti. Untuk mendukung perkembangan perbankan syariah di tanah air, saat ini BI dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan masih melakukan kajian mengenai pemetaan permasalahaan pajak yang berlaku pada perbankan syariah.
9
Media Indonesia, Minim Peran Perbankan Syariah di Pembiayaan Properti, artikel diakses pada tanggal 21 April 2011 dari http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/21/ 176669/20/2/Minim-Peran-Perbankan-Syariah-di-Pembiayaan-Properti
Selama ini masyarakat memang masih belum kenal dengan bank syariah. Mereka tahunya untuk mendapatkan kredit di sektor properti dari BNI, BRI dan BTN. Kebutuhan properti di Jakarta saja masih akan meningkat. Diproyeksikan akan ada kebutuhan tambahan 300 ribu properti yang masih bisa diserap. Saat ini di Jakarta kalau siang hari ada 12 juta penduduk yang bekerja. Sementara kalau malam hanya 8,5-9 juta orang saja, jadi ada 3 juta yang tinggal di luar Jakarta. Dan mereka diproyeksikan akan pindah ke Jakarta, namun yang bisa diserap hanya 300 ribu atau 10% saja.10 KPR Syariah Pangsa pasar perbankan syariah baru sekitar 2,5 persen dari total aset perbankan nasional yang mencapai Rp2.500 triliun. Karena itu lumrah kalau perannya dalam perekonomian kita belum signifikan. Selain eksistensinya relatif baru, kecilnya share perbankan syariah itu juga lantaran sosialisasinya masih kurang. Atas dasar itu, terdapat produk-produk bank syariah yang lebih menyentuh sektor ritel yaitu tentang pembiayaan kepemilikan rumah (KPR) secara syariah. Baik perbankan konvensional maupun syariah keduanya adalah penjual. Sedangkan nasabah adalah pembeli. Bedanya, perbankan konvensional menjual uang dengan bunga tertentu. Sebab itu pengikatannya disebut akad kredit (perjanjian pinjam meminjam uang). Karena menjual uang, bunganya bisa berubah-ubah mengikuti fluktuasi bunga pasar. Artinya, angsuran kredit bisa naik atau turun. 10
Detikfinance, Pembiayaan Perbankan Syariah ke Properti Masih Minim, artikel di akses pada tanggal 21 April 2011 dari http://www.detikfinance.com/read/2010/10/20/140439/ 1469977/5/pembiayaan-perbankan-syariah-ke-properti-masih-minim.
Sementara perbankan syariah menjual barang. Sebagai penjual (pedagang) bank mengambil keuntungan yang disebut margin. Artinya, perbankan syariah tidak mengenal bunga karena jual beli uang dan bunga dalam Islam diharamkan. Dalam sistem syariah sekali kontrak jual-beli disepakati, cicilan nasabah tetap selama masa kontrak. Sangat cocok bagi kalangan berpendapatan tetap. Salah satu problem penyaluran KPR di Indonesia selama ini adalah fluktuasi bunga. Yang paling kesulitan dengan fluktuasi itu adalah nasabah berpenghasilan tetap. Bila dikonversi ke bunga KPR konvensional margin KPR syariah masih lebih tinggi. Tapi, hal itu tidak bisa dielakkan mengingat kekuatan pendanaan bank syariah masih terbatas. Selain itu nasabah penyimpan di bank syariah juga menuntut porsi bagi hasil (nisbah) yang tinggi. Misalnya, nisbah simpanan di BTN Syariah saat ini mencapai 12,25 persen bila dikonversi ke bunga deposito bank konvensional. Padahal, bunga deposito bank konvensional antara 9–10%. Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapkan perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah;
pemberlakuan
sistem
kredit
dan
sistem
markup,
kebolehan
dan
ketidakbolehan tawar menawar (bargaining position) antara nasabah dengan bank,
prosedur pembiayaan dan lain sebagainya. Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan pemilikan rumah, perlu dipikirkan suatu bentuk pengistilahan yang relevan. Karena istilah KPR cenderung memunculkan asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan syari’ah tidak menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu (tetapi tetap menggunakan istilah KPR11), beberapa bank syari’ah (seperti BTN Syari’ah) memaknai KPR dengan ”Kebutuhan Pemilikan Rumah“. Dalam menjalankan produk KPR, bank syari’ah memadukan dan menggali skimskim transaksi yang dibolehkan dalam Islam dengan operasional KPR perbankan konvensional. Sebenarnya margin KPR syariah mampu bersaing dengan bunga KPR konvensional. Masalahnya selama ini nasabah menerima saja persentase bunga yang ditawarkan, tidak pernah menghitung betul berapa total bunga yang dibayarnya selama masa KPR. Harusnya lihat berapa total bunga yang dibayar kalau pakai KPR konvensional, bandingkan dengan total margin bila menggunakan KPR syariah. Ada yang mengatakan kelebihan lain KPR syariah, bila pelunasannya dipercepat nasabah tidak dikenai pinalti. Di BTN syariah misalnya, kita cukup melunasi sisa angsuran pokok ditambah tiga kali margin. Contoh, kita melunasi KPR pada akhir tahun kelima dari akad semula 10 tahun. Saat itu sisa angsuran pokok katakanlah Rp52,5 juta. Sedangkan cicilan KPR Rp2,9 juta/bulan, terdiri dari angsuran pokok Rp1,5 juta dan margin Rp1,4 juta. Maka, yang kita bayar hanya 11
Karena di masyarakat luas sudah terpolakan bahwa produk perbankan yang melayani pembiayaan kepemilikan rumah adalah KPR. Faktor familier inilah yang kemudian menjadi alasan bank-bank syari’ah tetap menggunakan istilah KPR.
Rp52,5 juta + (3 x Rp1,4 juta). Tapi, apakah hal itu memang lebih menguntungkan dibanding nilai pinalti bila kita mempercepat pelunasan pada KPR konvensional dengan nilai kredit dan periode yang sama? Untuk itu perlu membandingkan sebelum mengambil kesimpulan. Kelebihan KPR syariah berikutnya, di tengah masa kontrak nasabah boleh minta diskon margin (mukhasah). Misalnya, karena melihat bunga pasar sudah begitu rendah atau kita kesulitan meneruskan cicilan dengan margin yang disepakati semula. Hanya, peluang mendapat diskon margin ini tidak pasti dan karena itu tidak tercantum dalam kontrak. 2. Peluang Perbankan Syariah Dalam Pembiayaan Sektor Properti Di tahun 2011 ini, industri perbankan syariah memang mulai menggeliatkan pembiayaan mereka pada sektor properti yang selama ini belum digarap sepenuhnya. Hal tersebut didasarkan pada peluang dan pasar properti yang sangat besar, juga antusias masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas kredit perumahan (KPR) berbasis perbankan syariah. Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI) Mulya Siregar mengatakan, tahun ini akan menjadi tahun bagi bank syariah untuk menggarap pembiayaan industri perumahan atau membiayai para pengembang. Kalau selama ini bank syariah dinilai lebih banyak pembiayaan konsumtif, maka kita akan buktikan tahun ini dengan rencana pembiayaan untuk perumahan dan para pengembang. Menurutnya, rencana industri perbankan syariah menggarap pembiayaan perumahan juga didasarkan tingginya minat nasabah menggunakan KPR bank syariah
yang dinilai banyak memberikan keunggulan dan kenyamanan. Di mana dengan menggunakan KPR Syariah, nasabah akan menerima cicilan tetap, masa pembiayaan 15 tahun serta pembayaran awal uang muka yang tidak dikenakan pinalti. Saat ini pembiayaan perbankan syariah untuk sektor properti masih kecil sekitar 1,8% atau setara Rp 1,2 triliun dari total pembiayaan nasional) untuk sektor properti Rp 61 triliun atau sekitar 13,3%. Pembiayaan bank syariah untuk sektor properti masih kecil dan lebih didominasi sektor perdagangan. Namun, untuk total asset, perbankan syariah sampai dengan September 2010 telah mencapai Rp 85,9 triliun dengan komponennya terdiri dari Rp 65,3 triliun dari bank umum syariah, Rp 16, 2 triliun dari unit usaha syariah, dan Rp 2 triliun berasal dari BPR syariah. Pangsa pasar industri perbankan syariah akan mencapai target moderat yang ditetapkan BI sampai akhir tahun, yakni sebesar Rp 97 triliun. Adapun hingga September pansa pasar bank syariah mencapai 43% pertumbuhannya jika dibandingkan dengan tahun lalu, atau setara dengan Rp85.9 triliun. Pencapaian aset bank-bank syariah tersebut juga telah melewati target pesimistis pencapaian aset yang dicanangkan BI, yaitu pada angka Rp 72 triliun. Sampai akhir tahun aset bank-bank syariah bisa mendekati target moderat yang ditetapkan BI, yaitu Rp 97 triliun. September Year on Year total asset syariah tumbuh 43% atau sejalan dengan proyeksi yang dilakukan. Namun, Juli sampai Agustus pertumbuhan aset sekitar Rp 3 triliun per bulan. Mudah-mudahan pada tahun ini mendekati Rp 97 triliun. BI sebenarnya memiliki target pencapaian aset bank-bank syariah yang lebih optimis,
yaitu mencapai Rp 12 triliun. Namun menurutnya, pertumbuhan aset bank-bank syariah saat ini juga sudah lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2001-2008 pertumbuhan aset hanya Rp 661 miliar per bulan. Lama-lama sudah menjadi Rp 1,5 triliun dan sekarang average Rp 2 triliun. Besarnya peluang pasar industri bank syariah di Indonesia membuat minat dan daya tarik investor asing membuka bank syariah di Indonesia semakin besar. Namun saat ini yang menjadi hambatan mereka (investor asing) persoalan peraturan pajak, khususnya terkait UU No.42 tentang PPN. Tingginya minat investor asing disektor industri perbankan syariah menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk mampu bersaing dengan asing. Maka strateginya, perbankan syariah diminta untuk berorentasi pada kualitas domestik dan bukan keluar. Karena bila tidak dilakukan, bank syariah hanya akan menjadi penonton dinegerinya sendiri. C. Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah Perkembangan perbankan Islam merupakan fenomena yang menarik kalangan akademisi maupun praktisi dalam 20 tahun terakhir. Tak kurang IMF juga telah melakukan kajian-kajian atas praktek perbankan Islam scbagai alternatif sistem keuangan internasional yang memberikan peluang upaya penyempurnaan sistem keuangan internasional yang belakangan dirasakan banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan krisis dan keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor finansial dibanding sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia.
Beberapa kajian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan perdagangan uang dan derivasinya tumbuh kurang lebih 800 kali lipat dibanding laju pertumbuhan sektor riil dan semakin tidak terintegrasinya kegiatan sektor riil dengan sektor moneter sehingga timbul berbagai distorsi dalam mengakselerasi pembangunan ekonomi dunia karena pengaruh yang sangat kuat dari perilaku ekonomi yang spekulatif dan tidak berbasis pada kondisi riil potensi ekonomi yang ada. Tidak lama sebelum terjadinya krisis mata uang di Asia khususnya Asia Tenggara, kawasan ini masih dinilai sebagai kawasan yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan oleh sebagian besar pakar dan lembaga keuangan internasional namun sebenarnya telah ada pula yang mengingatkan bahwa pertumbuhan tersebut lebih bersifat semu seperti gelembung sabun atau balon karena tidak mencerminkan fundamental ekonomi yang kuat, yang tidak lain adalah kekuatan riil ekonomi dengan tingkat produktifitas yang tinggi dan efisiensi ekonomi yang optimal. Meskipun tidak semua mengakui secara terus terang tetapi disadari sepenuhnya bahwa sistem ekonomi yang berbasis kapitalis dan interest base serta menempatkan uang sebagai komoditi yang diperdagangkan bahkan secara besar-besaran ternyata memberikan implikasi yang serius terhadap kerusakan hubungan ekonomi yang adil dan produktif. Pidato PM Malaysia DR. Mahathir pada sidang IMF di Hongkong tentang hal-hal tersebut diatas dianggap sangat fenomenal dan menggugah kesadaran berbagai pihak untuk setidak-tidaknya tergerak mempelajari lebih jauh kebenaran argumentasi yang muncul tentang kerusakan sistem keuangan dunia, bahkan belakangan Soros pun
sudah mulai mengkritik sistem kapitalis yang kelewat bebas dalam pengaturan arus keuangan dunia. Secara politis dan praktis upaya memperkenalkan sistem keuangan berdasarkan pandangan Islam tersebut masih harus melewati jalan panjang tidak saja dari segi pemantapan fondasi teoritis dan praktis tetapi lebih dari itu diperlukan kekuatan untuk meyakinkan kelompok pelaku utama keuangan internasional dan negara maju bahwa sistem keuangan yang berbasis pada prinsip ekonomi Islam dapat menjamin terselenggaranya perekonomian dunia yang lebih adil dan membawa kesejahteraan umat manusia sesuai dengan konsep Islam "rahmatan lil alamin" Kajian atas kekayaan prinsip ekonomi Islam serta praktek ekonomi yang berlaku pada masa Rasulullah khususnya pada periode Madinah telah lama dilakukan, sehingga pada masa sekarang telah tumbuh dan berkembang berbagai pusat kajian akademis tentang ekonomi Islam khususnya tentang lembaga keuangan Islam diberbagai negara bahkan di negara non muslim sekalipun seperti di Harvard Amerika, beberapa universitas di London, Australia dan tentu saja di negara-negara berpenduduk muslim termasuk Malaysia dan Indonesia. Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun dalam hubungan sesama manusia (Hablumminannas). Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu: 1. Aqidah: komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang
muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah. 2. Syariah: komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah. 3. Akhlaq: landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan "Tidaklah sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah". Cukup banyak tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang antara lain secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada adalah bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk menukar dengan barang.
2. Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat Alquran tentang pelarangan riba yang terakhir yaitu surat Al Baqarah ayat 278-279 secara tegas dinyatakan sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu tiada memperbuatnya ketahuilah ada peperangan dari Allah dan RasulNya terhadapmu dan jika kamu bertobat maka untukmu polcok-pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya. 3. Larangan riba juga terdapat dalam ajaran kristen baik perjanjian lama maupun perjanjian baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman pada orang lain tanpa meminta bunga sebagai imbalan. 4. Meskipun masih ada sementara pendapat khususnya di Indonesia yang masih meragukan apakah bunga bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya telah menjadi kesepakatan ulama, ahli fikih dan Islamic banker dikalangan dunia Islam yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan. 5. Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat. 6. Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih besar dibanding
jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia dibumi sebagai khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung didalam bumi dan tugas manusia untuk menjadikannya sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan wajib dlakukan sehingga tidak seorangpun tanpa bekerja yang berarti siap menghadapi resiko dapat memperoleh keuntungan atau manfaat (jika dibandingkan dengan perolehan bunga bank dari deposito yang bersifat tetap dan hampir tanpa resiko). 7. Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun. 8. Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi akuntansi dan notaris). 9. Zakat sebagai instrumen untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infaq dan shodaqah sebagai manifestasi
dari
pentingnya
pemerataan
kekayaan
dan
memerangi
kemiskinan. Dari uraian ringkas diatas memberikan gambaran yang jelas tentang prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam dimana tidak hanya berhenti pada tataran konsep saja tetapi tersedia cukup banyak contoh-contoh
kongkrit yang diajarkan oleh RasulAllah, yang untuk penyesuaiannya dengan kebutuhan saat sekarang cukup banyak ijtima' yang dilakukan oleh para ahli fikih disamping pengembangan praktek operasional oleh para ekonom dan praktisi lembaga keuangan Islam. Sesuai sifatnya yang universal maka tuntunan Islam tersebut diyakini akan selalu relevan dengan kebutuhan zaman, dalam hal ini sebagai contoh adalah pengembangan lembaga keuangan Islam seperti perbankan dan asuransi. Prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank Islam yaitu yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun. Didalam menjalankan operasinya fungsi bank Islam akan terdiri dari: 1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank. 2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana/sahibul mal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi). 3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi optional) Dari fungsi tersebut maka produk bank Islam akan terdiri dari : 1. Prinsip mudharabah yaitu perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana/sahibul mal dan pihak kedua sebagai pengelola dana/mudharib untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah resiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah (misconduct) Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki, sedangkan jenis yang lain adalah mudharabah muqayyaddah dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebaga pelaksana/pengelola. 2. Prisip Musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa proyek. 3. Prinsip Wadiah adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan
tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi wadiah ya dhamanah yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, sedang disisi lain wadiah amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan. 4. Prinsip Jual Beli (Al Buyu') yaitu terdiri dari : Murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran. Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian Ishtisna' yaitu pembelian
barang
melalui
pesanan
dan
diperlukan
proses
untuk
pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka sekaligus atau secara bertahap. Jasa-Jasa terdiri dari : 1. Ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiya bi tamlik (sama dengan operating lease).
2. Wakalah yaitu pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi. 3. Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai dengan yang diperjanjikan dimana pihak pertama menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi). Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran. 4. Prinsip Kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat, infaq, shodaqah dan lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu penyaluran dan dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang. Tabel 2.4 Produk dan Jasa Bank Syariah
BAB III PROFIL PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk Sejarah Bank Mumalat Indonesia Bank Muamalat Indonesia, adalah bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya. PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp.84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp.106 miliar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. Pada
akhir
tahun
90-an,
Indonesia
dilanda
krisis
moneter
yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat
pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp.105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.12 Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada: 1. Tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham 2. Tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun
12
Warkum Sumitro, BAMUI, TAKAFUL, dan Pasar Modal Syariah di Indonesia. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 81-87.
3. pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru 4. Peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua 5. Pembangunan
tonggak-tonggak
usaha
dengan
menciptakan
serta
menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, keera pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya. Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan
internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir.13 Visi dan Misi Visi: Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional. Misi: Menjadi Role Model Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder. Jaringan Sejak kehadirannya pada 27 Syawwal 1412 Hijriah, Bank Muamalat telah membuka pintu kepada masyarakat yang ingin memanfaatkan layanan bank syariah. Kehadiran Bank Muamalat tidak hanya untuk memposisikan sebagai bank pertama murni syariah, namun dilengkapi dengan keunggulan jaringan Real Time On Line terluas di Indonesia. Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan melalui 312 gerai yang tersebar di 33 provinsi, didukung jaringan lebih dari 4.000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, serta merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia Prestasi Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial
13
Bank Muamalat. “Profile Muamalat”, artikel diakses pada tanggal 30 April 2011 dari http://www.muamalatbank.com/index.php/home/about/profile.
Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong), The Best Islamic Banks Poll 2009 in Indonesia, The Best of Indonesian Bank Loyalty Champion kategori Saving Account Islamic Banking, Property & Bank Award The Best Service Quality & Excellence for Sharia Banking, Bank Nasional Terbaik (Harian Bisnis Indonesia, 2008)14. Award bagi produk bank muamalat paling banyak diraih oleh tabungannya, Shar-e. Secara fantastis produk ini pernah memborong 4 award sekaligus dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yaitu sebagai rekening bank instan dalam kemasan pertama di Indonesia, sebagai kartu bank pertama yang nomor kartunya sesuai dengan nomor rekening, sebagai produk dengan pertumbuhan Jaringan Real Time Online dengan jumlah terbanyak, serta sebagai tabungan dengan pertumbuhan prosentase nasabah produk bank tercepat di Indonesia. Produk Shar-e menjangkau nasabah hingga pelosok pedesaan di Indonesia hingga memungkinkan nasabah melakukan transaksi setor tunai secara gratis di lebih dari 3800 kantor pos online. Disamping itu, nasabah dapat melakukan tarik tunai secara gratis di ATM semua Bank di Indonesia serta transaksi debet di lebih dari 100.000 merchant, suatu fitur yang amat jarang dimiliki oleh kompetitornya. Dengan fitur produk yang sangat unggul, berbagai award yang diraih tentu merupakan hal yang pantas.15 Memantapkan eksistensinya di antara perbankan syariah, Bank Muamalat Indonesia menjadi bank syariah pertama yang membuka layanan di luar negeri. Tak 14
Annual Report Bank Muamalat Indonesia 2009. Wikipedia. “Bank Muamalat Indonesia”, tulisan diakses pada tanggal 21 April 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bank-Muamalat-Indonesia. 15
tanggung-tanggung, BMI menjalin kerjasama dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional dan masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI. Award tersebut diberikan kepada BMI secara institusional, disamping itu, juga terhadap Sumber Daya Insani (SDI) serta produk dan layanannya, menyisihkan tidak hanya bank syariah lain namun bahkan saudarasaudara tuanya, perbankan konvensional. Struktur Organisasi Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Produk dan Jasa Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan jasa, dapat dilihat dari Laporan Pengawasan DPS selama tahun 2010 yang disampaikan kepada Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia antara lain sebagai berikut: Tabel 3.1 Produk dan Jasa Bank Muamalat Indonesia16
16
Laporan GCG Bank Muamalat Indonesia 2010.
Bisnis Ritel Bank Muamalat Indonesia Beberapa inisiatif telah dilakukan untuk semakin mengoptimalkan bisnis ritel. Saat ini, Direktorat Bisnis Ritel telah dibentuk, termasuk dengan membentuk divisi yang diperlukan. Upaya yang telah dan akan dilakukan antara lain melakukan review dan penyempurnaan terhadap produk yang ada agar lebih kompetitif dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Produk potensial yang baru juga akan dikembangkan. Selain produk, infrastruktur penunjang bisnis ritel pun sedang dipersiapkan. Infrastruktur teknologi informasi, jaringan layanan, termasuk jaringan elektronik dan aliansi masih akan dioptimalkan dan ditambah sebagai saluran untuk menjangkau segmen massmarket. Untuk mendukung dan mengelola target penjualan sedang diupayakan pula pengembangan sistemnya. Segmen ritel dan konsumer telah lama menjadi tulang punggung bisnis Bank Muamalat. Salah satu kunci sukses dalam ekspansinya adalah loyalitas nasabah individual untuk tetap mempercayakan transaksi keuangannya. Dari pengalaman tersebut Bank Muamalat terus me-ningkatkan layanannya. Keseriusan manajemen berekspansi di bisnis ini ditunjukkan dengan penajaman dan penyempurnaan unit kerja yang fokus pada bisnis ritel, yaitu retail product development, sales management and support, dan channel management. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dalam bentuk tabungan, terutama disumbangkan oleh produk Tabungan Ummat dengan total saldo mencapai Rp 2.302 miliar, menyusul kemudian Tabungan Shar-e sebesar Rp 1.963 miliar dan sisanya merupakan kontribusi Tabungan Haji, serta tabungan jenis lainnya. Sedangkan deposito individu tumbuh menjadi sebesar
Rp 2.500 miliar, sehingga secara total nasabah ritel ikut menopang Dana Pihak Ketiga sebesar 53%. Selain Dana Pihak Ketiga, Bank Muamalat juga gencar mendorong pertumbuhan aset melalui pembiayaan jenis ritel dan konsumer seperti pembiayaan kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga pembiayaan konsumer, khususnya KPR Syariah dengan nama produk “Baiti Jannati” yang kemudian produk ini dikonversi menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (PHSM). Perkembangan pasar ritel dan konsumer terbukti memiliki daya tahan yang kuat terhadap krisis, menjadi peluang yang turut digarap Bank Muamalat pada tahun 2011. Strategi ini diwujudkan dengan membuka 23 cabang baru di berbagai wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dan memiliki demografi padat penduduk, seperti Jabodetabek, Surabaya, hingga Mamuju (Sulawesi Barat). Tidak hanya memperluas jaringan di dalam negeri, Bank Muamalat pun telah membuka jaringan di luar negeri dengan beroperasinya Bank Muamalat Cabang Kuala Lumpur, Malaysia. Selain meningkatkan jangkauan layanan Bank Muamalat, pembukaan cabang-cabang baru ini juga menyimpan visi memperbesar cakupan bisnis ritel, khususnya dalam industri perbankan syariah. Dalam waktu 10 bulan, cabang-cabang baru Bank Muamalat telah membukukan aset hingga sebesar Rp 1 triliun. Momentum perkembangan yang baik tersebut tidak lantas membuat manajemen berhenti berinovasi. Bank Muamalat senantiasa terus memperbaiki layanan dengan mengembangkan
beragam
fasilitas
yang
semakin
memudahkan
nasabah
menggunakan jasa yang ditawarkan. Diantara yang telah dikembangkan pada tahun 2009 adalah aplikasi Mobile Banking dan PC Banking. Menghadapi tahun 2011, sayap bisnis ritel Bank Muamalat akan terus melebar. Salah satunya, manajemen akan kembali fokus pada pengembangan dan pengelolaan produk-produk unggulan. Hal ini didasari oleh pengalaman Bank Muamalat yang telah memiliki customer base yang kuat, sehingga inovasi produk yang lebih beragam dan peningkatan layanan terhadap nasabah akan mendorong pertumbuhan bisnis ritel yang optimal. Ekspansi bisnis ritel dilaksanakan dengan memperkokoh sales culture yang lebih agresif, fokus pada produk-produk unggulan dan inovasi di bisnis wealth management, bancassurance serta program marketing yang lebih terarah untuk meningkatkan customer base dan loyalitas nasabah. Terkait layanan lainnya, Bank Muamalat akan meningkatkan jumlah ATM sekaligus kelengkapan fitur yang lebih lengkap. Dengan demikian, nasabah akan lebih mudah dan dekat dengan akses layanan tanpa terkendala oleh waktu layanan. Bank Muamalat juga akan fokus menggarap segmen nasabah kelas middlehigh end dengan menawarkan layanan prioritas dan produk-produk investasi nonbank seperti sukuk dan reksadana syariah. Selain itu, berbagai strategi yang menyasar peningkatan volume penjualan secara langsung (direct sales) juga menjadi kunci untuk digarap pada tahun 2011 ini. Gambaran Umum Pembiayaan Sektor Properti Bank Muamalat Indonesia Di perbankan syariah istilah kredit dinamakan pembiayaan karena istilah kredit sendiri cenderung ke bunga sedangkan istilah tersebut sudah termasuk unsur
riba. Banyak produk-produk yang menggunakan sistim pembiayaan seperti modal usaha, modal kendaraan bermotor, serta pembiayaan rumah. Di Bank Muamalat sendiri Istilah KPRS adalah Kongsi Pemilikan Rumah Syariah dimana Istilah Kongsi sama dengan Kerjasama, tujuannya adalah agar Bank Muamalat selalu dekat dengan nasabahnya atau lebih dikenal dengan istilah musyarakah syirkatul milk. Dan jika bekerjasama dalam proses pemilikan rumah ini maka nasabah akan serasa dipermudah memiliki rumah sendiri ketimbang di Bank Konvensional yang menggunakan sistim Bunga, sedangkan suku bunga saat ini tidak menentu. Produk KPR Syariah Baiti Jannati ditawarkan dengan menggunakan dua model pembiayaan, yakni dengan model pembiayaan murabahah dan model pembiayaan musyarakah mutanaqishah/syirkatul milk wal ijarah. KPR Syariah dengan menggunakan basis pembiayaan murabahah sudah berjalan di industri perbankan syariah. Bahkan model pembiayaan murabahah ini telah menjadi produk favorit di beberapa bank syariah. Sedangkan KPR Syariah dengan model pembiayaan musyarakah mutanaqishah belum banyak dikembangkan di industri perbankan syariah. Dalam prakteknya pada Bank Muamalat, pembiayaan murabahah diawali dengan negoisasi antara pihak nasabah dengan pihak bank syariah. Dimana pihak nasabah memohon kepada pihak bank untuk membelikan rumah yang diinginkan. Setelah negoisasi selesai dan berujung pada kata mufakat antara nasabah dan bank syariah, maka pihak bank syariah melakukan pembelian rumah secara tunai kepada
developer. Keuntungan dari KPR Syariah dengan basis pembiayaan murabahah tidak dipengaruhi oleh fluktuasi (naik turun) harga, karena cicilan dibayarkan secara flat. Dalam hal ini, bank syariah dan pihak nasabah sama-sama merasakan adanya kepastian. Bank syariah sudah dapat menentukan keuntungan dalam bentuk margin KPR Syariah, sedangkan nasabah tidak direpotkan oleh cicilan yang bersifat floating (mengembang), Risiko floating suku bunga yang biasa dialami oleh nasabah KPR konvensional tidak akan terjadi dalam pembiayaan murabahah pada KPR Syariah. Selain menggunakan skema pembiayaan murabahah, KPR Syariah banti jannati ditawarkan melalui model pembiayaan musyarakah mutanaqishah/syirkatul milk wal ijarah. Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah dan ijarah. Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. 1. Konversi Produk Pembiayaan KPR Syariah Baiti Jannati Menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat Perbankan syariah secara umum memang mulai serius menggarap pembiayaan sektor perumahan. Pasar perumahan yang diramalkan semakin positif
tahun ini hingga beberapa tahun ke depan, memberikan peluang bagi perbankan syariah untuk terjun dalam pembiayaan perumahan. Kepala Divisi Ritel Bank Muamalat Indonesia menyatakan, Bank Muamalat Indonesia bermitra dengan para pengembang untuk pembiayaan konstruksi serta konsumen untuk biaya pembelian rumah. Kerja sama dengan developer diyakini mampu meningkatkan transaksi KPR Syariah. Untuk memperluas pemasaran, BMI mempersilakan setiap kantor cabang untuk menggandeng developer lokal. Bank pertama berbasis Islam ini memprogramkan pembiayaan perumahan sekitar Rp.500 miliar. Bank Muamalat Indonesia resmi meluncurkan produk KPRS sejak bulan Februari 2007. Pada awal peluncuran produk KPRS, Bank Muamalat Indonesia menggunakan nama Brand KPRS Baiti Jannati. Nama tersebut merupakan representasi dari kata mutiara yang populer di kalangan Umat Islam yang mencitrakan bahwa rumah adalah surga bagi para penghuni rumah tersebut. Setiap insan mendambakan untuk memiliki rumah yang menjadi surga mereka di dunia dan kehadiran Produk KPRS Bank Muamalat membantu setiap insan untuk mewujudkan impian tersebut dengan produk KPRS yang menenteramkan. Asset Product Manager PT Bank Muamalat Erikal Mitra mengatakan, sejak Agustus 2010 Bank Muamalat Indonesia berusaha terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat luas dengan meningkatkan fitur-fitur dari produk KPRS-nya dengan melakukan peluncuran kembali nama brand yang sebelumnya Baiti Jannati, menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (PHSM). Dengan PHSM diharapkan
dapat mewujudkan hunian impian sesuai kebutuhan masyarakat. Pemberian nama PHSM memiliki arti bahwa pembiayaan KPRS Bank Muamalat Indonesia menawarkan
semua
kemudahan
yang
ditawarkan
dalam
produk
KPRS.
Menghadirkan produk KPRS yang sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat digunakan untuk berbagai jenis properti seperti rumah, apartemen, ruko/rukan, serta kios dan siap melayani siapa pun nasabah yang mengajukan pembiayaan KPRS.17 Produk PHSM sendiri Menawarkan plafon maksimum sampai dengan Rp. 25 miliar, jangka waktu hingga 15 tahun, dan pilihan angsuran tetap hingga 15 tahun dan uang muka yang hanya 10% tentunya sangat meringankan bagi nasabah, bahkan memungkinkan untuk memberikan fasilitas bebas uang muka. Oleh karena itu, PHSM mewujudkan hunian impian sesuai kebutuhan. Direktur PT Bank Muamalat Adrian A. Gunadi menjelaskan, Bank Muamalat berusaha mendongkrak pembiayaan sektor perumahan dengan cara mengaktifkan jaring pemasaran melalui kantor cabang PT. Bank Muamalat Indonesia yang tersebar di berbagai lokasi. Selain itu, agar bisa lebih maksimal dalam menjaring pembiayaan KPR syariah, Bank Muamalat menyediakan pembiayaan KPR syariah dalam sejumlah fitur. Bank Muamalat Indonesia saat ini menawarkan dua jenis akad untuk pembiayaan hunian syariah muamalat, yaitu Akad Musyarakah Mutanaqisah yang merupakan pembiayaan properti menggunakan konsep kongsi kepemilikan rumah
17
BMI Konversi Produk KPR, Republika, Selasa 3 agustus 2010, h. 20.
antara nasabah dan Bank. Kedua, akad murabahah, artinya bank dapat membeli properti langsung kepada developer dengan langsung mentransfer uang pembelian properti kepada penjual/developer. Apabila dalam kondisi tertentu bank dapat mewakilkan (wakalah) pembelian properti tersebut kepada nasabah dengan uang pembelian properti ditransferkan kepada rekening nasabah kemudian ditransferkan kepada penjual/developer. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah, maka akad wakalah dilakukan pada saat penyerahan uang dari bank kepada nasabah. Setelah properti diserahterimakan, maka nasabah membayar angsuran cicilan murabahah kepada bank sesuai dengan jangka waktu dan besar angsuran yang disepakati. Target pasar Bank Muamalat adalah nasabah individual baik dari segmentasi menengah ke bawah sampai dengan menengah ke atas. Sejak produk diluncurkan, apresiasi masyarakat sangat baik. Terbukti dengan pertumbuhan penjualan produk yang cepat sampai dengan 132% di awal tahun peluncurannya. Pembiayaan perumahan syariah memiliki beberapa keuntungan dibanding kredit perumahan yang disediakan bank konvensional. Pembiayaan KPRS memenuhi aspek
syariah
sehingga
memberikan
ketenteraman
bagi
masyarakat
yang
mendambakan pembiayaan secara syariah. Keunggulan lainnya, adanya kepastian bagi nasabah dalam membayar angsuran. Karena beberapa produk KPRS menawarkan angsuran yang fixed selama jangka waktu pembiayaan. Selain itu, nasabah dibebaskan dari penalti apabila dilakukan pelunasan dipercepat. Bank Muamalat optimistis, tahun mendatang akan terjadi peningkatan pembiayaan KPRS
di sejalan dengan pertumbuhan permintaan masyarakat akan perumahan. Hingga September 2010, penjualan PHSM cenderung meningkat. Melihat kondisi perekonomian yang semakin membaik dan fitur PHSM yang semakin menarik, BMI optimistis terhadap peningkatan penjualan. BMI akan melakukan pengembangan produk yang lengkap sesuai kebutuhan nasabah serta meningkatkan layanan dan jaringan sehingga otomatis meningkatkan aksesibilitas masyarakat akan kebutuhan pembiayaan KPR secara syariah. Langkah industri perbankan syariah dalam menggenjot pembiayaan KPR syariah merupakan langkah positif yang bermanfaat baik bagi konsumen maupun bank. Sementara bagi perbankan, dia menyatakan, ini merupakan implementasi dari kerja inovatif perbankan syariah dalam menawarkan produk-produk perbankan yang lebih kaya dibandingkan perbankan konvensional. Sambutan masyarakat
cukup antusias. Hal ini terbukti dari terus
meningkatnya jumlah rekening pembiayaan. Keuntungan menggunakan pembiayaan perumahan syariah dibanding kredit perumahan yang disediakan bank konvensional adalah sistem angsuran yang tetap selama jangka waktu pembiayaan sehingga masyarakat merasa lebih aman. Selain itu, proses pengajuan tidak memiliki kendala berarti sebab prosesnya sama dengan pengajuan pembiayaan pada bank konvensional hanya sistemnya dilaksanakan sesuai syariah. BMI optimis sesuai dengan target pada 2011 segmen ritel menjadi target terbesar BMI dan salah satunya adalah produk Hunian Syariah yang merupakan salah satu produk konsumer unggulan bagi BMI.
Bank syariah dan bank konvensional merupakan pesaing. Karena itu pihak Bank Muamalat Indonesia berusaha mengembangkan fitur yang menarik agar konsumen tertarik menggunakan Hunian syariah. 2. Perkembangan Asset Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia Dalam Sektor Properti BMI menargetkan pembiayaan sektor properti mencapai Rp 2,7 triliun, seiring meningkatnya permintaan hunian di tingkat nasional tahun 2011 ini. Kalau pencapaian semester 1-2010 Rp.2 triliun atau tumbuh 11% dibandingkan pencapaian pada periode sama tahun lalu. Melihat pencapaian tersebut BMI siap merevisi target menjadi Rp.2,7 triliun pada tahun ini. Menurut Direktur Bank Muamalat Adrian A. Gunadi, pencapaian target pembiayaan propertinya akan direalisasi dengan penambahan jaringan, peningkatan pelayanan, proses, dan penguatan infrastruktur. Produk ini tidak hanya comply dengan syariah, tetapi kompetitif dengan jangka waktu pengembalian yang panjang, jumlah angsuran yang tidak fluktuatif mengikuti suku bunga, dan tidak ada penalti bagi yang melunasi lebih awal.
BAB IV PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM SEKTOR PROPERTI Jenis Produk dan Akad18 Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan pembiayaan sektor properti bank muamalat, dapat dilihat dari Laporan Pengawasan DPS selama tahun 2010 yang disampaikan kepada Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia. Sejak Agustus 2010 Bank Muamalat Indonesia meningkatkan fitur-fitur dari produk pembiayaan ke sektor properti dengan melakukan peluncuran kembali nama brand yang sebelumnya Baiti Jannati, menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (PHSM). Pembiayaan Hunian Syariah adalah produk pembiayaan untuk memiliki rumah (ready stock/bekas), apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR dari bank lain. Bank Muamalat Indonesia saat ini menawarkan dua jenis akad untuk Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat, yaitu Akad Musyarakah Mutanaqisah yang merupakan pembiayaan properti menggunakan konsep kongsi kepemilikan rumah antara nasabah dan Bank. Jenis pembiayaan ini dikenal dengan nama Pembiayaan ib Hunian kongsi. Kedua, akad murabahah dengan nama produk Pembiayaan ib pembelian hunian syariah, artinya bank dapat membeli properti langsung kepada developer
dengan
langsung
mentransfer
uang
penjual/developer. 18
Laporan GCG Bank Muamalat Indonesia 2010.
pembelian
properti
kepada
1. Pembiayaan ib Hunian Kongsi 2.
Bank Muamalat Indonesia menggunakan Musyarakah Mutanaqisah
yang dapat diaplikasikan untuk pembelian properti, dalam skim ini pembelian properti menggunakan kongsi kepemilikan rumah antara nasabah dan bank sebagai skim pembiayaan iB Hunian Syariah Kongsi. 3.
Sistem kongsi dapat diterapkan untuk pemilikan properti baru (non-
indent), second, maupun take over. Skim pembiayaan ini diatur dalam Fatwa DSN nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah dan Fatwa DSN nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. a. Definisi Musyarakah Mutanaqishah Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkansyarikan-syirkatan
(syirkah),
yang
berarti
kerjasama,
perusahaan
atau
kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishutanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap. Musyarakah
mutanaqishah
(diminishing
partnership)
adalah
bentuk
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui
mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah.
b. Ilustrasi Musyarakah Mutanaqishah Gambar 4.5 Bagan Alur Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah
4.
Keterangan: 1) Negosiasi angsuran dan sewa 2) Akad/kontrak kerjasama 3) Beli barang (bank/nasabah) 4) Mendapat berkas dan dokumen 5) Nasabah membayar angsuran dan sewa 6) Bank syariah menyerahkan hak kepemilikannya Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah untuk pengadaan
suatu barang, adalah:
1) Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra dalam pembiayaan/pembelian suatu barang yang dibutuhkan nasabah dengan menjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan dengan pendapatan per bulan nasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, serta manfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang sebut. Pengajuan permohonan
dilengkapi
dengan
persyaratan
administratif
pengajuan
pembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank dan yang telah ditentukan dalam pembiayaan syariah. 2) Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan barang tersebut secara kualitatif maupun kuantitatif. 3) Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan, maka bank menerbitkan surat persetujuan pembiayaan (offering letter) yang didalamnya antara lain: a) Spesifikasi barang yang disepakati; b) Harga barang; c) Jumlah dana bank dan dana nasabah yang disertakan; d) Jangka waktu pelunasan pembiayaan; e) Cara pelunasan (model angsuran); f) Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah. 4) Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offering letter tersebut, maka pihak bank dan/atau nasabah dapat menghubungi
distributor/agen
untuk
ketersediaan
barang
tersebut
sesuai
dengan
spesifikasinya. 5) Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah antara bank dan nasabah yang memuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan), persyaratan sewa menyewa
dan
sekaligus
pengikatan
jaminan
berupa
barang
yang
diperjualbelikan tersebut serta jaminan tambahan lainnya. Penyerahan barang dilakukan oleh distributor/agen kepada bank dan nasabah, setelah bank dan nasabah melunasi harga pembelian barang kepada distributor/agen. Setelah barang diterima bank dan nasabah, pihak bank akan melanjutkan menyerahkan barang tersebut kepada pihak nasabah dengan menerbitkan surat tanda terima barang dengan penjelasan spesifikasi barang yang telah disepakati. c. Ketentuan Pokok Musyarakah Mutanaqishah Di dalam musyarakah mutanaqishah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut. Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama, antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang
lain, dan dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak masingmasing dalam kepemilikan obyek akad tersebut. Sementara berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi; penyewa (musta’jir) dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee), dan barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak. Dalam syirkah mutanaqishah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus dibayar nasabah. Dan, ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar-kecilnya sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang. d. Aspek Hukum Musyarakah Mutanaqishah Lembaga perbankan adalah highly regulated industry, apalagi perbankan syariah selain terikat oleh rambu-rambu hukum positif sistem operasional bank syariah juga terikat erat dengan hukum Allah, yang pelanggarannya berakibat kepada kemadharatan di dunia dan akherat. Oleh karena uniknya peraturan yang memagari seluruh transaksi perbankan syariah tersebut, dalam kajian ini akan dicoba dibahas mengenai pelaksanaan akad terutama musyarakah mutanaqishah yang dapat dilaksanakan di bank syariah. Kajian ini dilakukan dengan melihat kesesuaiannya dengan hukum positif di Indonesia, yaitu hukum perdata KUH Perdata dan Hukum Islam. Sandaran hukum Islam pada pembiayaan musyarakah mutanaqishah, pada saat
ini, dapat disandarkan pada akad musyarakah (kemitraan) dan ijarah (sewa). Karena di dalam akad musyarakah mutanaqishah terdapat unsur syirkah dan unsur ijarah. e. Risiko yang timbul dalam Musyarakah Mutanaqishah 1) Risiko kepemilikan Dalam pembiayaan musyarakah mutanaqishah, status kepemilikan barang masih menjadi milik bersama antara pihak bank syariah dan nasabah. Hal ini merupakan konsekuensi dari pembiayaan musyarakah mutanaqishah, dimana kedua belah pihak ikut menyertakan dananya untuk membeli barang. Pada saat transfer kepemilikan barang, pihak nasabah dapat menguasai kepemilikan barang sepenuhnya setelah dilakukan pembayaran bagian bank syariah oleh nasabah beserta besaran uang sewa yang disepakati bersama. 2) Risiko Regulasi Praktek musyarakah mutanaqishah untuk pembiayaan barang terikat dengan peraturan atau regulasi yang berlaku. Salah satu regulasi yang diberlakukan untuk pola musyarakah mutanaqishah adalah masalah pembebanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kepemilikan barang. Pengenaan PPN didasarkan atas Undang-undang No. 18 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983. Dimana penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan obyek pajak di dalam UU PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang ini menyatakan bahwa segala jenis barang, berwujud baik bergerak ataupun tidak bergerak, maupun barang tidak berwujud merupakan obyek PPN.
Pada pembiayaan musyarakah mutanaqishah berpotensi kena pajak dilihat dari beberapa ketentuan berikut ini, yaitu: Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atas hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan undangundang ini. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak bersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya. Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang
dimaksud dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 huruf d dan pasal 8 huruf a Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN pada jasa perbankan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Yaitu, jasa-jasa yang merupakan kegiatan pokok perbankan yang tidak bisa dilakukan oleh lembaga non bank. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990, berkaitan dengan batasan jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN. 3) Risiko Pasar Ketentuan pasar akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga suatu barang. Perbedaan wilayah atas kerjasama musyarakah tersebut akan menyebabkan perbedaan harga. Jadi bank syariah tidak bisa menyama-ratakan harga di. Disamping itu, Dalam pembiayaan kepemilikan barang dengan skim musyarakah mutanaqishah merupakan bentuk pembelian barang secara bersama-sama antara pihak bank syariah dengan nasabah. Dimana kepemilikan bank akan berkurang sesuai dengan besaran angsuran yang dilakukan nasabah atas pokok modal bank bersangkutan. Disamping besaran angsuran yang harus di bayar nasabah, dalam skim musyarakah mutanaqishah terdapat harga sewa yang harus di bayar nasabah tiap bulannya sebagai kompensasi keuntungan bank.
Dalam sewa dapat berfluktuasi sesuai dengan situasi dan kondisi saat berlangsungnya akad kerjasama tersebut. Sewa yang ditentukan atas obyek barang akan dipengaruhi oleh; [1] waktu terjadinya kesepakatan, [2] tempat/wilayah, [3] supply dan demand atas barang tersebut. 4) Risiko Kredit (pembiayaan) Proses pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqishah yang dilakukan dengan cara mengangangsur setiap bulan akan terkena risiko kredit. Dimana dimungkinkan tejadinya wan prestasi dari pihak nasabah yang tidak mampu menunaikan kewajibannya setiap bulan. Ketidakmampuan nasabah melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran setiap bulan berakibat pada kegagalan kontrak yang dapat menjadi penyebab munculnya kerugian pihak bank syariah. f. Keunggulan dan Kelemahan Musyarakah Mutanaqishah Penerapan akad musyarakah mutanaqishah memiliki beberapa keunggulan sebagai pembiayaan syariah, diantaranya adalah: 1) Bank Syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi obyek perjanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah dan nasabah akan saling menjaga atas aset tersebut. 2) Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa yang telah ditetapkan atas aset tersebut. 3) Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar.
4) Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan suku bunga pasar pada perbankan konvensional. 5) Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank konvensional, dan/atau fluktuasi harga saat terjadinya inflasi. Adapun kelemahan yang muncul dalam akad musyarakah mutanaqishah ketika diterapkan sebagai bentuk pembiayaan syariah adalah: 1) Risiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran pajak, baik pajak atas hak tanggungan atau pajak atas bangunan, serta biayabiaya lain yang mungkin dapat menjadi beban atas aset tersebut. 2) Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi obyek akad. 3) Cicilan atas beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan bagi nasabah, dan menjadi ringan tahun-tahun berikutnya. 5. Pembiayaan ib Pembelian Hunian Syariah 6.
Bank Muamalat Indonesia juga menggunakan akad jual beli
(murabahah) yang dapat diaplikasikan untuk pembelian properti. Adapun sistem jual beli, memiliki spektrum yang lebih luas. Sistem ini juga dapat diterapkan untuk pembelian properti indent, renovasi serta pembelian renovasi. Skim pembiayaan ini diatur dalam Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. a. Defenisi murabahah
Murabahah sebagai keuntungan, yang itu berasal dari kata ribh.19 Sedangkan secara istilah murabahah adalah jual beli bawang seharga barang tersebut ditambah dengan keuntungan yang disepakati antar penjual dan pembeli.20 Dalam prakteknya, perbankan syariah murabahah selalu menggunakan jenis al-bay’ bisaman ajil atau muajjal (pembayaran secara tangguh dan cicilan). Sehingga dapat dikatakan bahwa murabahah merupakan suatu transaksi jual-beli, diman bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad jenis ini merupakan salah satu bentuk akad bisnis yang mencari keuntungan bersifat pasti (certainly return) dan tidak diketahui di muka (predeterminer return). Menurut BIMB Institute of research and training Sdn.bhn (1998), murabahah sendiri merupakan penjualan suatu barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan sejumlah yang disepakati bersama.21 Sehingga dapat disimpulkan, bahwa dengan penerapan skim murabahah dalam pembiayaan ini berarti pihak bank syariah harus memberitahukan harga perolehan atau harga asal rumah yang dibeli dari pihak developer kepada nasabah dan menetukan tingkat keuntungan (profit margin) sebagai tambahan.22 Adapun skema dari pembiayaan ib pembelian hunian syariah dengan skim murabahah adalah sebagai berikut:
19
Abdullah al-Muslih & Shalah ash-Shawi (2004), Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Daarul Haq), hlm. 198. 20 Adiwarman A. Karim (2003), Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: IIIT Indonesia), hlm 161. 21 BIMB Institute of Research and Training Sdn.Bhd (1998), Konsep Syariah dalam Sistem Perbankan, (Kuala Lumpur: Perniagaan Rita), hlm. 16. 22 Muhammad Syafi’e Antonio. Bank Syariah Wacana Ulama & Cendekiawan, (Jakarta: Bank Indonesia), hlm. 21.
Gambar 4.1 Skema pembiayaan ib pembelian hunian syariah dengan Skim Murabahah
Nasabah
Keterangan gambar: (1a) Developer Perumahan menjual rumah kepada pihak bank syariah secara tunai (1b) Bank syariah membeli kepada developer selaku supplier secara tunai (2a) Bank syariah menjual rumah sebesar harga pokok/asal ditambah keuntungan yang disepakati bersama, kepada nasabah secara tangguh atau angsuran (2b) Nasabah membeli kepada bank syariah secara angsuran. b. Penentuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah Perolehan keuntungan disebut margin atau mark-up yang bersifat tetap selama masa perjanjian (certainly return).23 Karena besarnya keuntungan atau margin sudah diketahui sejak awal, maka tinggi rendahnya dipengaruhi oleh tingkat keuntungan per satu kali transaksi dan besarnya jumlah transaksi dalam satu periode. Besarnya cicilan
23
Certainly return adalah perolehan keuntungan yang dapat dipastikan di awal kontrak.
yang harus dibayar oleh nasabah adalah bersifat tetap (tidak berubah) selama masa transaksi yang telah disepakati. Dengan demikian, konsumen tidak terbebani flkuktuasi suku bunga yang terus mengalami perubahan. Meskipun suku bunga bergolak, cicilan tetap sama.24 Bentuk keuntungan atau margin dalam pembiayaan ini adalah dalam bentuk nominal rupiah, namun dapat juga dipersentasekan jika ingin mengetahui berapa sebenarnya besarnya persentase margin dibandingkan harga perolehan. Hal ini dapat dibenarkan karena transaksi murabahah adalah transaksi yang obyeknya terdapat barang yang diperjualbelikan sehingga jenis transaksi ini bentuk bisnis yang nyata pada sektor riil yang menciptakan nilai tambah (economic value added). Dengan merujuk pada skim murabahah, penentuan harga atau keuntungan dan angsuran dalam pembiayaan ini haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: 1. Keuntungan atau mark-up yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah. 2. Harga jual bank adalah harga beli (harga perolehan) bank ditambah Strategi dan Sosialisasi Produk 1. Srategi Pengembangan Produk Sejak Agustus 2010 Bank Muamalat Indonesia berusaha terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat luas dengan meningkatkan fitur-fitur dari produk
24
Muhammad (2003), Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN), hlm. 69.
KPRS-nya dengan melakukan peluncuran kembali nama brand yang sebelumnya Baiti Jannati, menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (PHSM). Dengan PHSM diharapkan dapat mewujudkan hunian impian sesuai kebutuhan masyarakat. Pemberian nama PHSM memiliki arti bahwa pembiayaan KPRS Bank Muamalat Indonesia menawarkan semua kemudahan yang ditawarkan dalam produk KPRS. Menghadirkan produk KPRS yang sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat digunakan untuk berbagai jenis properti seperti rumah, apartemen, ruko/rukan, serta kios dan siap melayani siapa pun nasabah yang mengajukan pembiayaan KPRS.25 Produk PHSM sendiri Menawarkan plafon maksimum sampai dengan Rp25 miliar, jangka waktu hingga 15 tahun, dan pilihan angsuran tetap hingga 15 tahun dan uang muka yang hanya 10% tentunya sangat meringankan bagi nasabah, bahkan memungkinkan untuk memberikan fasilitas bebas uang muka. Oleh karena itu, PHSM mewujudkan hunian impian sesuai kebutuhan. 2. Strategi Pemasaran Produk 7.
Menghadapi tahun 2011, sayap bisnis ritel Bank Muamalat khususnya
sektor properti akan terus melebar. Salah satunya, manajemen akan kembali fokus pada pengembangan dan pengelolaan produk-produk unggulan. Hal ini didasari oleh pengalaman Bank Muamalat yang telah memiliki customer base yang kuat, sehingga inovasi produk yang lebih beragam dan peningkatan layanan terhadap nasabah akan mendorong pertumbuhan bisnis ritel yang optimal. Ekspansi bisnis ritel dilaksanakan 25
BMI Konversi Produk KPR, Republika, Selasa 3 agustus 2010, h. 20.
dengan memperkokoh sales culture yang lebih agresif, fokus pada produk-produk unggulan dan inovasi di bisnis wealth management, bancassurance serta program marketing yang lebih terarah untuk meningkatkan customer base dan loyalitas nasabah. Direktur PT. Bank Muamalat Indonesia Adrian A. Gunadi juga menjelaskan, Bahwa Bank Muamalat berusaha mendongkrak pembiayaan sektor perumahan dengan cara mengaktifkan jaring pemasaran melalui kantor cabang PT. Bank Muamalat Indonesia yang tersebar di berbagai lokasi. Selain itu, agar bisa lebih maksimal dalam menjaring pembiayaan sektor properti ini, Bank Muamalat menyediakan Pembiayaan Hunian syariah Muamalat dalam sejumlah fitur. 3. Sosialisasi Produk Bisa dipastikan, tak bakal ada yang menyangkal bahwa pertumbuhan lembaga keuangan syariah begitu pesatnya dalam 10 tahun terakhir ini. Sebelas tahun yang lalu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) hanya seorang diri beroperasi syariah di Indonesia. Kini belasan bank melangkah serupa. Bahkan tidak hanya bank, lembaga keuangan seperti asuransi, sampai ke pegadaian telah terkena sentuhan syariah. Semuanya berkat sosialisasi yang demikian gencar dari praktisi lembaga keuangan syariah. Masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas muslim, bisa memilih alternatif produk syariah, setelah sekian lama disuguhi produk-produk ekonomi konvensional. Terjadikah pengalihan produk konvensional kepada produk syariah secara besar-besaran? Sayangnya sampai saat ini tidak terjadi.
Banyak faktor yang jadi penyebabnya. Salah satunya, institusi syariah di tanah air masih kurang giat untuk menggelar promosi dalam rangka meningkatkan angka penjualan dibanding lembaga keuangan konvensional. Namun tentunya akan lebih bijaksana apabila sosialisasi dan promosi lebih diarahkan kepada pembentukan image dan perubahan perilaku masyarakat terhadap system keuangan syariah. Untuk itu semua kendala mesti disingkirkan terlebih dahulu. Kendala yang dihadapi lembaga keuangan syariah, pada umumnya bersifat individual. Dimana, lembaga keuangan syariah masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak terfokus akan misi dan visinya. U. Saefudin Noer, Asisten Direktur (Asdir) Corel & SKD Bank Muamalat Indonesia (BMI) juga mengatakan anggaran promosi lembaga keuangan syariah, khususnya BMI, relatif kecil. Jika dibandingkan dengan promosi bank-bank konvensional yang besar angkanya belum memadai. Sosialisasi mestinya dibarengi dengan promosi. promosi memang merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan angka, dalam hal ini penjualan. Sementara, sosialisasi suatu hal yang bersifat memberikan pemahaman kepada masyarakat akan hal yang baru. Secara kasat mata saja, kita bisa mengukurnya. Bila kita baca media cetak, mendengarkan radio, dan memelototi televisi, iklan lembaga keuangan konvensional berseliweran setiap hari sebagai ajang promosi. Nilainya terbilang tidak kecil. Bahkan beberapa bank konvensional besar mempunyai paket program bernilai
ratusan juta rupiah per episode di televisi. Semuanya demi mendongkrak angka penjualan. Lembaga riset AC Nielsen mempunyai data soal hal ini. Menurut penelitian lembaga pemantau media ini pada tahun 2002, anggaran promosi iklan di televisi untuk kategori perbankan didominasi oleh perbankan konvensional. Tidak terdapat satu pun perbankan syariah yang berhasil menyelinap masuk ke dalam rangking lembaga pemeringkat ini. Peringkat satu sampai sepuluh semuanya diduduki oleh bank-bank konvesional, mulai dari bank BUMN, bank rekap, bank swasta dan satu bank asing. Secara urnum, lembaga keuangan syariah memahami betul bahwa sosialisasi produk syariah harus pula diikuti dengan langkah melakukan promosi. Segala bentuk promosi telah dilakukan Bank Muamalat Indonesia adalah mulai dari bentuk media seperti above the line (televisi, koran, majalah, tabloid, dan radio) serta didukung media bellow the line (event-event, seminar, brochure / leaflet, poster, spanduk, umbul-umbul, billboard). Begitu juga dengan sosialisasi yang tiada hentinya, lewat kerjasama dengan lembaga publikasi syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Baru-baru ini juga terlihat Bank Muamalat Indonesia semakin aktif dalam kegiatan sosialisasi dan promosi produk. Yaitu Bank Indonesia (BI) dan perbankan syariah berpartisipasi dalam “Real Estate Ekspo 2010” pada 23-31 Oktober 2010 yang lalu. Sembilan bank syariah sudah menyatakan partisipasinya dalam ajang tersebut. Yaitu, BSM, Bank Muamalat Indonesia, BRI Syariah, BTN Syariah, BNI
Syariah, Permata Bank Syariah, CIMB Niaga Syariah, BII Syariah, dan Bank DKI Syariah. Dalam Kegiatan tersebut Bank Muamalat Indonesia memperkenalkan produk sektor properti dengan brand barunya yaitu dengan nama Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (PHSM). Peluang dan Tantangan 1. Peluang a. Keunggulan Bank Muamalat Indonesia Sebagai Bank Syariah Perbankan syariah memiliki karakteristik yang menjadi keunggulannya dibandingkan dengan perbankan konvensional. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadi kekuatan yang mampu menggerakkan perbankan syariah di Indonesia untuk berkembang kearah yang lebih baik dalam rangka memperluas market share perbankan syariah. Adapun keunggulan-keunggulan bank syariah adalah sebagai berikut: 1) Sesuai dengan prinsip syariah Apabila selama ini banyak masyarakat terutama segmen masyarakat religius enggan menyimpan dananya di bank karena adanya riba berupa bunga, maka dengan kehadiran bank syariah, segmen masyarakat tersebut memiliki solusi untuk menyimpan dana mereka miliki tidak lagi dibawah bantal, karena kondisi kedaruratan yang selama ini menjadi dasar masyarakat muslinm muslim menabung di bank konvensional telah hhilang seiring dengan kehadiran bank syariah di Indonesia. Sehingga apabila masih ada orang yang keliru. Akad-akad muamalah yang menjadi
landasan dalam setiap transaksi di Perbankan Syariah selama menunjukan bahwa adanya konsistensi mengikuti aturan-aturan syariah. Produk perbankan syariah baik produk pemnghimpunan dana maupun produk penyaluran dana keduanya sesuai dengan prinsip syariah. Apabila pada bank konvensional terjadi perjanjian yang terpisah antara pihak bank dan nasabah penabung dan antara pihak bank dengan nasabah peminjam, sehingga keuntungan bank adalah selisih antara bunga yang diberikan kepada nasabah penabung dengan bunga yang dikenakan kepada nasabah peminjam. Maka pada bank syariah akad terjadi adalah akad terintegrasi baik antara bank dengan nasabah penabung maupun nasbah peminjam. Sehingga apabila bagi hasil yang diberikan dari nasabahpeminjam kecil maka bagi hasil yang diberikan nasabah kepada nasabah penabung juga kecil. Pada bank konvensional, penyaluran dana bebas tanpa syarat sehingga dana dapat disalurkan kepada sektor-sektor usaha yang mungkin bertentangan dengan prinsip syariat, misalnya bantuan kredit untuk pembangunan pabrik bir. Maka bank syariah, adanya larangan bank syariah untuk menyalurkan dana kepada sektor-sektor usaha yang mungkin bertentangan dengan aturan syariat atau dapat menimbulkan kemudharatan. Sehingga nasabahpun akan lebih aman dalam bertransaksi dengan bank syariah, mereka tak perlu khawatir dana yang mereka taruh dipergunakan tidak sebagaimana mestinya, dan nasabah bisa mengawasi apabila ternyata bank syariah menyalurkan dana untuk sektor usaha bertentangan dengan aturan syariat. Apabila
terjadi pelanggaran terhadap prinsip syariat, maka nasabah dapat melaporkan kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada disetiap bank syariah. 2) Keadilan dan menentramkan umat Nasabah peminjam tak perlu takut dengan bunga tinggi, pada krisis 1997 usaha bankrut akibat kesulitan dalam membayar kredit yang tinggi. Dalam sistem bunga, bank tidak peduli dengan kondisi perusahaan yang dibantu, yang penting bagi bank adalah perusahaan tersebut. Berbeda dengan bank syariah, dimana diterapkan adalah bagi hasil sehingga apabila pendapatan usaha pada saat itu sedang kecil maka bagi hasilnya kecil pula. Ataupun untuk nasabah peminjam untuk keperluan konsumsi, mereka tak perlu takut jumlah angsuran mereka bertambah karena bank syariah sama sekali tidak terpengaruh dengan suku bunga akan nilai angsurang telah ditetapkan sebelumnya pada awal akad pembiayaan. 3) Tahan mengahadapi krisis Sistem keuangan syariah menganggap uang hanya sebagai alat tukar . sebagai alat tukar uang tidak akan menghasilkan nilai tambah apapun kecuali apabila dikonversi menjadi barang dan jasa. Dengan demikian setiap transaksi keuangan harus dilatarbelakangi dengan sektor riil. Ketika banyak bank konvensional yang mengalami negatif spread dan mengalami kesulitan likuiditas, Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama Indonesia mampu melewati krisis ekonomi ini. Hal ini menunjukan bank syariah tidak akan mengalami gejolak yang berarti
apabila terjadi krisis ekonomi, karena esgala aktivitas perbankan syariah selalu mempunyai sandaran sektor riil. Kemampuan perbankan syariah melewati krisis ini mendapat pengakuan dari pemerintah yang membuahkan hasil dengan keluarnya undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan. Hal ini menandai diakuinya perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan indonesia, apabila dalam Undang-undang No.7 tahun 1992 yang diakui hanya bank berdasarkan prinsip bagi hasil maka dalam undang-undang No.10 tahun 1998 mulai diakuinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Sehingga Indonesia secara resmi menganut dual banking sistem dan sistem perbankan. 4) Peraturan perundang-undangan Dengan lahirnya undang-undang No.21 tahun 2008, perbankan syariah memilki peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum dalam operasional perbankan syariah di Indonesia. Diharapkana dengan lahirnya undang-undang ini diharapkan target penguasaan market share perbankan syariah sebesar 5% yang tidak tercapai pada tahun 2008 mampu direalisasikan pada tahun tahun berikutnya. Dan semoga kedepannya perbankan syariah mampu memiliki market share yang seimbang dengan perbankan konvensional. 5) Dampak fatwa Majelis Ulama Indonesia Dampak fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai haramnya bunga bank atau riba, juga telah menyengat sisi terdalam kesadaran fitrah nurani manusia. Tak terelakan seruan ini menggulirkan emosi positif di kalangan umat Islam untuk
serta merta “menyelamatkan” dananya pada bank-bank syariah. Tidak peduli bahwa menurut sebagian pengamat system syariah yang dijalankan oleh bank tersebut hanyalah kamuflase dari sisem perbankan konvensional yang di syariahkan, yang terpenting bagi masyarakat adalah telah menyimpan dananya secara”halal” dan terlepas dari “dosa”. Ternyata, sengatan MUI tersebut telah memberikan madu yang berlimpah bagi bank-bank yang menerapkan sistem syariah. Terbukti pada Bank Muamalat Indonesia misalnya, selama 1 bulan pertama setelah keluarnya fatwa MUI dana pihak ketiga mencapai 12.7 persen. Sedangkan dana yang masuk dari masyarakat selama 1 bulan mencapai 25 persen. Oleh karena itu amat wajar bila fatwa MUI ini selain direspon dengan gegap gempita oleh masyarakat luas, juga ditanggapi dengan antusias oleh pelaku perbankan untuk menerapkan sistem syariah pada produkproduknya, sekaligus dengan gencar membuka jaringan layanan syariah di beberapa kota besar di Indonesia. Hal ini, tentunya harus dilaksanakan mengingat bahwa prospek sistem syariah dimasa depan amat menjanjikan. Selain itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar meliputi 88 persen dari 220 juta diantaranya beragama Islam. Jelas sebuah pangsa pasar yang amat besar dan dahsyat. Fenomena perbankan syariah ini, telah menyadarkan pelaku perbankan lainnya di belahan Barat sana untuk bukan hanya melirik, tetapi sekaligus merealisasikan eksistensi sistem syariah tersebut kedalam jaringan dan operasinal
mereka. Selain sistem syariah secara rasional bisa diterima akal sehat, potensi 1.3 milyar umat Islam di dunia, tak bisa diremehkan begitu saja. Dengan demikian, sistem syariah telah menjadi bagian integral dari sistem perbankan yang ada di dunia sekarang ini. Sehingga, yang semula hanya diorientasikan pada kalangan masyarakat yang beragama Islam di beberapa negara di dunia, kini telah merambah banyak negara non muslim yang pada awalnya menganggap sistem syariah ini dengan sebelah mata. Hal ini dibuktikan oleh beberapa bank asing yang beroperasi di Indonesia, yang mengeluarkan layanan syariah, diantaranya Hongkong and Shanghai Bank Corporation Indonesia (HSBC). Berarti instrumen-instrumen syariah dalam proses transaksi, dan produk-produk industri syariah lainnya, sudah diapresiasi dengan baik oleh masyarakat internasional. Masalahnya sekarang adalah, bagaimana memacu sosialisasi perbankan syariah di tengah-tengah masyarakat, yang secara tradisional selama dua abad telah dinina-bobokan oleh sistem perbankan konvensional? Ada tiga jawaban alternatif yang akan secara signifikan mendorong lajunya perkembangan bisnis perbankan syariah. Pertama, berikan pemahaman yang komprehensif dan integratif mengenai konsep sistem perbankan syariah melalui penayangan iklan di semua media yang ada, baik cetak maupun televisi, secara terus-menerus dengan format yang populer. Sehingga tertanam pemahaman yang benar dan detil mengenai apa itu sistem syariah, istilah, instrumen-instrumen, dan produk-produknya. Pengaruh iklan yang amat intens ini akan memupuk loyalitas yang kuat di benak masyarakat, sehingga secara tidak
sadar dengan sendirinya, mereka akan memahami kaidah-kaidah syariah yang ingin disampaikan oleh pelaku perbankan tersebut. Tanpa ada informasi mengenai pemahaman sistem perbankan syariah yang benar, dikhawatirkan akan menimbulkan pengertian yang keliru mengenai beberapa elemen dan produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah tersebut. Sampai kinipun, pemahaman sistem syariah bagi masyarakat Indonesia yang mengaku beragama Islam, masih terbilang lemah. Terus terang, bahwa dibenak masyarakat kebanyakan, pemahaman syariah ini belum sepenuhnya diketahui dengan benar. Mereka mungkin sering mendengar istilah murabahah, ijarah, wadi’ah, mudharabah dan sebagainya. Tapi makna hakiki dari masing-masing istilah tersebut belum tentu dimengerti. Tidak mengherankan, bila masyarakat pada umumnya memanfaatkan bank syariah ini hanya sebatas untuk menyimpan dana pasif. Ibarat menyimpan uang hilang, yang tidak akan digunakan dalam jangka waktu lama. Sedangkan dana aktif yang bisa diputar setiap saat, tetap disimpan di bank konvensional. Padahal Islam dengan tegas menuntut penyimpanan dana aktif ini, sehingga bisa digunakan untuk hal-hal produktif yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Bilamana hal ini dilakukan hanya pada bank konvensional, tentu kontra-produktif dengan sasaran syariah itu sendiri yang sejatinya ingin memajukan kesejahteraan manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Ghazali didalam buku karya Umer Chapra, bahwa tujuan syariah yang paling dasar adalah memajukan kesejahteraan manusia yang terletak pada keyakinan, intelektual, kehidupan, masa depan dan harta mereka.
Sosialisasi produk perbankan syariah tanpa pemahaman yang menyeluruh dan holistik hanya akan memberikan akses terhadap perbankan secara temporer. Pemasukan dana masyarakat maupun dana pihak ketiga kepada bank syariah hanya dimaksudkan untuk meraup return bank syariah yang relatif lebih tinggi dari bank konvensional. Kedua, fatwa MUI yang telah digulirkan belum lama ini sebenarnya merupakan punishment terhadap sepak terjang masyarakat yang terlena dengan kompensasi bunga yang ditawarkan bank-bank konvensional selama ini. Dan kini terbukti, bahwa “hukuman” yang dilontarkan MUI telah melecut masyarakat luas, terutama yang beragama Islam untuk menyimpan dananya pada bank-bank syariah. Sekarang yang penting adalah bagaimana menata punishment ini sebagai senjata yang ampuh dalam menarik sebanyak mungkin dana masyarakat non muslim tanpa mereka merasa dihukum. Tentunya tidak adil bila hanya memberikan “hukuman” terhadap masyarakat. Perlu kiranya dipikirkan bagaimana memberikan “reward” terhadap nasabah sebagai bukti loyalitas atas peran serta masyarakat dalam program syariah ini. Penting untuk diingat, bahwa hadiah yang diberikan harus juga memperhatikan rambu-rambu syariah, sehingga tidak menimbulkan “keraguan” baru yang akan merugikan kinerja syariah secara umum. Misalnya “hadiah syariah” yang tulus ini tidak diberikan dengan melakukan undian, tetapi didasarkan pada pengumpulan point yang diatur berdasarkan besarnya saldo yang ditabung, atau didasarkan pada loyalitas konsumen terhadap kewajiban yang harus dia berikan kepada bank, atau penghargaan atas
pengembalian kredit yang tepat waktu. Besar kecilnya hadiah syariah akan menstimulus energi masyarakat untuk berbondong-bondong menyimpan dananya pada bank syariah. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa hadiah merupakan pemikat yang paling manjur merebut hati konsumen. Ketiga, mengingat penetrasi pasar syariah yang sudah mengglobal, tidak bisa dipungkiri bahwa harus diciptakan perbankan syariah yang inklusif, artinya bank syariah yang bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak terbatas pada lingkup masyarakat muslim saja, tapi harus juga bisa melayani kepentingan umat lainnya. Perbankan syariah yang ideal di masa depan adalah perbankan yang menerapkan konsep keadilan dalam segenap bidang pelayanan. Perbankan syariah yang lintas agama dan budaya sesuai benar dengan konsep perbankan yang rahmatan lil ‘aalamiin . Perbankan untuk kesejahteraan dan keadilan umat manusia di seluruh alam. Perbankan syariah yang inklusif akan menjangkau lapisan masyarakat lebih luas, sehingga bisa menarik dana masyarakat lebih besar. Terus terang saja, di Jayapura Papua, dimana mayoritasnya adalah non muslim, antusiasme mereka terhadap sistem syariah lumayan tinggi. b. Keunggulan Produk Pembiayaan Hunian Syariah Bank Muamalat jauh lebih kompetitif dibanding produk serupa dari bank lain. Dengan jumlah angsuran yang tidak fluktuatif dengan suku bunga dan tidak ada penalti untuk pelunasan lebih awal, BMI optimistis produk ini akan direspons positif oleh pasar.
Jika diekuivalenkan dengan suku bunga, pembiayaan hunian syariah Bank Muamalat ekuivalen dengan bunga 13% per tahun.
Itu adalah fixed. Bank-bank
konvensional sendiri hanya rendah di tahun-tahun pertama, tapi setelah itu naik terus. Produk pembiayaan KPR yang digunakan Bank Muamalat Indonesia memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapkan perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah;
pemberlakuan
sistem
kredit
dan
sistem
markup,
kebolehan
dan
ketidakbolehan tawar menawar (bargaining position) antara nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan dan lain sebagainya. Sebenarnya margin KPR syariah mampu bersaing dengan bunga KPR konvensional. Masalahnya selama ini nasabah menerima saja persentase bunga yang ditawarkan, tidak pernah menghitung betul berapa total bunga yang dibayarnya selama masa KPR. Harusnya lihat berapa total bunga yang dibayar kalau pakai KPR konvensional, bandingkan dengan total margin bila menggunakan KPR syariah. Ada yang mengatakan kelebihan lain KPR syariah, bila pelunasannya dipercepat nasabah tidak dikenai pinalti. Di Bank Muamalat misalnya, kita cukup melunasi sisa angsuran pokok ditambah tiga kali margin. Contoh, kita melunasi KPR pada akhir tahun kelima dari akad semula 10 tahun. Saat itu sisa angsuran pokok
katakanlah Rp.52,5 juta. Sedangkan cicilan KPR Rp.2,9 juta/bulan, terdiri dari angsuran pokok Rp.1,5 juta dan margin Rp.1,4 juta. Maka, yang kita bayar hanya Rp52,5 juta + (3 x Rp1,4 juta). Tapi, apakah hal itu memang lebih menguntungkan dibanding nilai pinalti bila kita mempercepat pelunasan pada KPR konvensional dengan nilai kredit dan periode yang sama? Untuk itu perlu membandingkan sebelum mengambil kesimpulan. Kelebihan KPR syariah berikutnya, di tengah masa kontrak nasabah boleh minta diskon margin (mukhasah). Misalnya, karena melihat bunga pasar sudah begitu rendah atau kita kesulitan meneruskan cicilan dengan margin yang disepakati semula. Hanya, peluang mendapat diskon margin ini tidak pasti dan karena itu tidak tercantum dalam kontrak. 2. Tantangan a. Daya Saing Bank syariah dan bank konvensional merupakan pesaing. Karena itu BMI berusaha mengembangkan fitur yang menarik agar konsumen tertarik menggunakan Hunian syariah. Produk PHSM sendiri Menawarkan plafon maksimum sampai dengan Rp.25 miliar, jangka waktu hingga 15 tahun, dan pilihan angsuran tetap hingga 15 tahun dan uang muka yang hanya 10%, tentunya sangat meringankan bagi nasabah, bahkan memungkinkan untuk memberikan fasilitas bebas uang muka. Tidak hanya itu, secara umum bank Muamalat Indonesia juga akan bersaing dengan bank-bank syariah lainnya. Hal ini akan memberikan tantangan lagi kepada
Bank Muamalat untuk terus melakukan inovasi dan fitur-fitur pembiayaan agar lebih menarik masyarakat untuk menggunakan Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat. b. Pro-kontra Bunga Bank Dualisme pendapat di kalangan ulama yang sampai kini masih terngiang di telinga kita, yaitu antara yang pro dan kontra tentang bunga bank, mulai hari ini harus dihentikan. Walaupun MUI dengan tegas telah mengharamkan bunga bank, tapi tidak sedikit ulama yang moderat masih menghalalkan sistem perbankan konvensional. Dua alasan penting yang diusung oleh kalangan moderat mengenai halalnya bunga bank, yaitu masih terbatasnya layanan syariah di berbagai wilayah Indonesia, sehingga menyulitkan masyarakat mengakses layanan syariah. Selain itu, untuk menghindari kejahatan perbankan, maka adalah perlu menetapkan bunga pada proses perbankan. Dengan alasan darurat seperti itu, maka sistem konvensional masih menjadi primadona untuk tetap diakses oleh lapisan masyarakat terbesar bangsa ini. Sulitnya mendapat layanan yang memadai seperti di Papua misalnya, jangankan mendapat akses pelayanan syariah, untuk mendapatkan alternatif perbankan konvensional dari bank swasta maupun BUMN saja amat sulit. Inilah kendala utama yang harus kita carikan jalan keluarnya. Sehingga untuk selanjutnya bisa dijadikan acuan meningkatkan pengembangan perbankan syariah. Untuk itu maka muncul pertanyaan, strategi apa yang harus dilakukan?. Hal pertama adalah pelaku perbankan hendaknya memperbanyak jaringan layanan perbankan syariah minimal sampai ke kabupaten atau kotamadya. Dengan mendekatkan kantor cabang maupun kantor cabang pembantu kehadapan nasabah di
seluruh Indonesia, akan memudahkan dan mempercepat nasabah menerima pelayanan yang diinginkannya. Harus diakui bahwa strategi menjemput bola dalam menarik dana masyarakat merupakan jurus ampuh yang akan meningkatkan akselerasi dan sosialisasi perbankan syariah kepada masyarakat. Selain itu, dengan mendekati sentra-sentra pusat industri yang notabene berada di kota-kota kecil, akan memudahkan dalam pemberian penyaluran kredit, yang amat didambakan oleh pelaku usaha di daerah-daerah. Sehingga misi utama dari perbankan syariah yaitu menggerakan sektor riil akan tercapai dengan sukses. Satu hal yang tidak boleh dilupakan, bahwa kemurnian sistem syariah harus benar-benar
dijaga,
jangan
sampai
terjadi
kesalahan
yang
fatal
dalam
pengoperasiannya, karena bila terjadi pengabaian kepatuhan pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan agama, akan menurunkan kredibilitas syariah sebagai sebuah sistem perbankan. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah akan hancur berantakan. Oleh karena itu, perbankan syariah harus konsisten menerapkan prinsip syariah pada seluruh proses transaksinya. Bila tidak, kekecewaan masyarakat akan membuncah, dan akan menggugat sistem syariah sebagai representasi image Islam sebagai landasannya. c. Pandangan Masyarakat Terhadap Bank Syariah 8.
Persepsi masyarakat tentang bank syariah masih keliru. (1) Bank
syariah dipandang sebagi bank sosial (baitul maal) untuk mebantu pembangunan ekonomi umat, (2) bank syariah sebagai bank bagi hasil. Implikasi kekeliruan persepsi pertama berdampak pada pemahaman masyarakat bahwa:
1) Bahwa bank syariah tidak boleh meminta jaminan dalam memberikan pembiayaan 2) Bank syariah tidak mengenakan denda bila nasabah tidak membayar tepat pada waktunya 3) Bank syariah tidak boleh menyita jaminan Kemudian implikasi dari kekeliruan persepsi kedua, memberikan efek atas pandangan masyarakat tentang bank syariah sebagai berikut: 1) Semua kebutuhan nasabah harus menggunakan produk mudharabah atau musyarakah 2) Bagi hasil yang diberikan bank kepada nasabah haruslah lebih besar jika dibandingkan dengan bunga konvensional, sehingga bagi hasil basabah pembiayaan harus lebih kecil dari pada bunga bank 3) Bagi hasil dibayar setahun sekali, seperti pembayaran deviden 4) Bank akan turut campur dalam manajamen perusahaan nasabah 5) Bank akan turut memiliki perusahaan nasabah d. Jaringan Rendah dan Pemerataan Hal ini merupakan salah satu hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh bank Indonesia untuk melihat preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan bank indonesia menunjukan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun sebagian besar rsponden mengeluh kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang salah satunya
cara diatasi dengan office channeling, yaitu bank konvensional yang memiliki unit syariah dapat membuka konter layanan syariah di cabang konvensional. Apabila sebelumnya bank yang memiliki unit syariah hanya dapat melayani nasabah yang ingin membuka rekening di unit usaha syariah harus datang kecabang syariah. Maka dengan adanya office channeling ini mereka tidak perlu lagi datang kecabang syariah, tapi bisa dilayani di cabang konvensionalnya yang membuka konter layanan syariah. Bank umum syariah banyak yang mengambil kebijakan untuk kerjasama dengan bank konvensional atau instansi lain dalam rangka memperluas pasarnya. Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia mengambil kebijakan untuk kerjasama dengan PT. Pos Indonesia dalam rangka memperluas pasarnya dalam memsarkan shar-e. Dengan jaringan PT. Pos Indonesia yang luas keseluruh kecamatan Indonesia, diharapkan akan memberikan kemudahan kepada nasabah yang ingin bertransaksi di seluruh Indonesia. Selain itu Bank Indonesia bekerjasama dengan Bank BCA, sehingga kartu ATM Shar-e dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi baik tunai maupun non tunai diseluruh jaringan ATM yang dimiliki BCA. e. Loyalitas Nasabah Bank Syariah Dalam perkembangan nasabah yang menggunakan jasa perbankan syariah terbagi atas dua segmen nasabah, yaitu arah yang pertama adalah nasabah yang loyal terhadap perbankan syariah, dimana ia menggunakan jasa perbankan syariah karena semangatnnya untuk menggerakan syariat. Sehingga ia tidak akan mempersoalkan
berapa persentase bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah jika dibandingkan dengan besaran tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional. Segmen nasabah yang kedua adalah nasabah yang tidak loyal kepada bank syariah, diman mereka menabung di bank syariah dengan memperbandingkan berapa besarn persentase bagi hasil di Bank syariah dengan tingkat suku bunga di bank konvensional. Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga konvensional), segmen nasabah ini masih loyal di bank syariah, tetapi lebih dari itu, segmen nasabah ini bisa berpindah ke bank konvensional. f. Pemasaran dan Promosi Promosi yang dilakukan oleh dunia perbankan syariah khususnya Bank Muamalat masih kurang, sehingga banyak masyarakat yang tidak megerti bagaimana mengakses layanan perbankan syariah. Aspek pendanaan memang terjadi kendala utama dalam melakukan promosi bank syariah, minimnya anggaran promosi yang dimiliki menyebabkan kurang gencarnya promosi yang dilakukan oleh bank syariah. Hal ini dapat disiati dengan dilakukannya promosi bersama oleh seluruh bank syariah yang ada termasuk Bank Muamalat bekerjasama dengan Bank Indonesia. Salah satu bentuk pemasaran besama yang dilakukan adalah dengan meperkuat brand perbankan syariah melalui peluncuran logo IB (Islamic Banking) oleh Bank Indonesia. Diharapkan hal ini akan memperkuat branding perbankan syariah. g. Sosialisasi dan Edukasi Masyarakat Bank Muamalat sendiri mengakui bahwa sosialisasi dan komunikasi saat ini kepada masyarakat masih kurang. Ketidaktahuan masyarakat tentang bagi hasil yang
ditawarkan oleh perbankan syariah ini diakibatkan masih kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Bank syariah harus membuat strategi edukasi dan sosialisasi yang mampu mengenal bank syariah kepada seluruh segmen masyarakat. Salah satu cara dapat dilakukan dengan mendekati tokoh-tokoh masyarakat didaerah untuk memperkenalkan bank syariah. Strategi beberapa bank syariah yang masuk ke dalam kampus adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk mengenalkan dan memberikan edukasi kepada mahasiswa tentang perbankan syariah dan apa yang membedakannya dengan konvensional beserta keunggulan dan kelemahan sistem ini.26
26
149-167.
A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia. (Jakarta: UIN Press, 2009), h.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Bank Muamalat Indonesia saat ini menawarkan dua jenis akad untuk Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (PHSM), yaitu Akad Musyarakah Mutanaqisah yang merupakan pembiayaan properti menggunakan konsep kongsi kepemilikan rumah antara nasabah dan Bank. Jenis pembiayaan ini dikenal dengan nama Pembiayaan ib Hunian kongsi. Kedua, akad murabahah dengan nama produk Pembiayaan ib pembelian hunian syariah, artinya bank dapat membeli properti langsung kepada developer dengan langsung mentransfer uang pembelian properti kepada penjual/developer. 2. Bank Muamalat berusaha mendongkrak pembiayaan sektor perumahan dengan cara mengaktifkan jaringan pemasaran melalui kantor cabang PT. Bank Muamalat Indonesia yang tersebar di berbagai lokasi. Segala bentuk promosi yang telah dilakukan Bank Muamalat Indonesia adalah mulai dari bentuk media seperti above the line (televisi, koran, majalah, tabloid, dan radio) serta didukung media bellow the line (event-event, seminar, brochure/leaflet, poster, spanduk, umbulumbul, billboard). Begitu juga dengan sosialisasi yang tiada hentinya, lewat kerjasama dengan lembaga publikasi syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
3. Bank syariah dan bank konvensional merupakan pesaing. Karena itu BMI berusaha mengembangkan fitur yang menarik agar konsumen tertarik
menggunakan Hunian syariah. Produk PHSM sendiri Menawarkan plafon maksimum sampai dengan Rp. 25 miliar, jangka waktu hingga 15 tahun, dan pilihan angsuran tetap hingga 15 tahun dan uang muka yang hanya 10%, tentunya sangat meringankan bagi nasabah, bahkan memungkinkan untuk memberikan fasilitas bebas uang muka. Saran Bank Syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia diharapkan untuk terus menggenjot pembiayaan mereka dalam sektor ritel yaitu pembiayaan Hunian Syariah sebagai produk andalan Bank Muamalat. Karena produk ini lebih menyentuh kalangan grass-root. Dengan adanya pengembangan produk dalam pembiayaan sektor properti ini diharapkan Bank Muamalat dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dan sekaligus bisa membangun kembali image bank syariah di mata masyarakat, bahwasanya bank syariah jelas berbeda dengan bank-bank konvensional. Harapan kita untuk masa depan, perbankan syariah bukan hanya menjadi pioneer bagi sistem perbankan secara keseluruhan, tetapi menjadi way of life dalam men-implementasikan nilai-nilai murni Islam di dunia ini, yang mungkin saja diikuti oleh bidang lainnya yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah Saeed. Menyoal Bank Syari’ah; Kritik Atas Interpretasi Bunga Kaum Neo Revivalis. Jakarta: Paramadina. 2004. Al-Muslih, Abdullah & ash-Shawi, Shalah. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Daarul Haq. 2004. Alexander HB, “Ketika Keseimbangan Pasar Terjadi”, Properti Indonesia, Juni 2005. Antonio, M. Syafi’i. Bank Syari’ah dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press. 2000. --------------------------. Bank Syariah Wacana Ulama & Cendekiawan. Jakarta: Bank Indonesia. 1999. Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press dan Tazakia Cendikia. 2001. Arthesa, Ade. Edia Handian. Bank & Lembaga keuangan Bukan Bank. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia. 2004. Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008. Badan Pusat Statistik, “Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output”, Januari. 2000. BIMB Institute of Research and Training Sdn.Bhd. Konsep Syariah dalam Sistem Perbankan. Kuala Lumpur: Perniagaan Rita. 1998. Boone, L. E., D. L. Kurtz. Pengantar Bisnis. Jilid I. Fadrinsyah, dkk (penerjemah). Jakarta: Erlangga. 2000. Chairi, Zulfi. Pelaksanaan Kredit Perbankan Syari’ah Menurut UU No.10 Tahun 1998, e-usu Repository. 2005. Darmawan, Dadan. 75 Tanya Jawab Jual Beli Properti. Jakarta: Visimedia. 2008.
Dewan Pengkajian Masalah Perumahan dan Permukiman Real Estate Indonesia. 1995. Era Baru Bisnis Realestate. Jakarta: PT Indoasia. Diredja, T. G.“Industri Properti Bertahan di Krisis Global”, artikel diakses pada 30 April 2011 dari http://www.btn.co.id. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Early Warning Indicators Industri Properti. Jakarta: Bank Indonesia. 2007. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Survei Indikator Industri Properti. Jakarta: Bank Indonesia,. 2008. Eddy, Richard. Aspek Legal Properti : Teori, Contoh dan Aplikasi. Palangkaraya: Andi. 2010. Enders, W. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Son Ltd, New York. 2004. Gujarati, D. Ekonometrika Dasar. Sumarno dan Zain (penerjemah). Jakarta: Erlangga. 1993. Helmi Haris, “Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syari’ah)”, La_riba Jurnal Ekonomi Islam, Vol. I, No. 1 (Juli 2007): h.23-35. Hoffman, Boris, “The Determinants of Private Sector Credit in Industrialised Countries: Do Property Prices Matter?”, BIS Working Paper No.108, 2001. Hutagalung, Arie Sukanti. Aspek Hukum Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Properti. Jakarta : Bina Peyuluhan Hukum Nusantara. 2005. Bank Indonesia dan Universitas Indonesia. Survei Indikator Industri Properti. Jakarta: Bank Indonesia. 2006. Habib Nazir dan Muhammad Hassanuddin. Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syari’ah. Jakarta: Kaki Langit. 2004. Karim, Adiwarman A.. Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: IIIT Indonesia. 2003.
----------. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press. 2001. ----------. BANK ISLAM, Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Karnaen. Perwataadmadja dan M. Syafi’i. Antonio Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1999. Lewis, Mervyn. Perbankan Syariah, prinsip, praktik dan prospek. Jakarta: Serambi. 2007. Lowry, J. R. dan B. W. Weinrich. Business in Today’s World. South-Western Publishing Co, Ohio. 1994. Mankiw, N. G. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Imam Nurmawan (penerjemah). Jakarta Erlangga. 2003. Muhammad. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2002. Muhammad, M, ”Kebijakan Fiskal di Masa Krisis Ekonomi 1997”, artikel diakses pada tanggal 29 April 2011 dari http://robert marbun.htm. Murtopo, Purno. Teliti Aspek Pajaknya Sebelum Berinvestasi Properti. Jakarta : Minerva Athena Pressindo. 2009. Muslimin H. Kara. Bank Syari’ah di Indonesia; Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Perbankan Syari’ah. Yogyakarta: UII Press. 2005. Perwataatmaja, Karnaen. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf. 1992. Pusat Studi Properti Indonesia, “Kinerja Pasar Perumahan 2004 dan Prospek Bisnis Properti 2005”, Jurnal Properti, Edisi XI tahun 2005-03-02. Rachmi, A. A. “Dampak Penguasaan Lahan dan Pembangunan Properti Terhadap Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Segitiga Emas Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2008. Rafitas, A. B. Kiat Sukses Bisnis Broker Properti. Jakarta: Bumi Aksara. 2005.
Rasmi, M. N. Dampak Pembangunan Properti Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kota Bogor.” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2009. Rita, Vincent M. 101 Tips jual Beli dan Sewa Menyewa Properti. Jakarta: Forum Sahabat .2009. Santoso, Budi. Berinvestasi Pada Properti. Jakarta : PT. Elex Media Koputindo. 2004. Saputra, A.”Pengaruh Sistematis dan Likuiditas Terhadap Pengembalian Saham Badan-Badan Usaha yang Go-Publik di Bursa Efek Jakarta Pada Tahun 1999”, artikel diakses pada tanggal 23 April 2011 dari http://puslitpetra.ac.id/journals/management. Sidik, M. Model Penilaian Properti Berbagai Penggunaan Tanah di Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Ummat Sejahtera. 2000. Simanungkalit, P. “Bisnis Properti Sudah Kebal Krisis”, artikel diakses pada tanggal 27 April 2011 dari http:www.kompas.co.id/kompascetak/1008/23/properti.htm. Simanungkalit,panangian. Bisnis Properti menuju Crash lagi. Jakarta : Puasat Studi Properti Indonesia . 2004. Siddiqi, Nejatullah. Banking without interest. Pakistan: Islamic Publication Ltd. 2000. Simorangkir, O.P.. Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Nonbank. Bogor: Ghalia Indonesia. 2004. Supriana, T. “Dampak Guncangan Struktural Terhadap Fluktuasi Ekonomi Makro Indonesia: Suatu Kajian Business Cycle Dari Sisi Permintaan.” (disertasi). 2004. Tim DSN-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional. Jakarta: DSN MUI bekerjasama dengan Bank Indonesia. 2003. Tim PPS IBI. Konsep Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah. Jakarta: Djambatan. 2003. Wijaya, Hermawan. 77 Rahasia Cepat Untung Bisnis Properti. Jakarta: Pustaka Grhatama. 2009.
Wibowo, R. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kredit Perumahan Rakyat dan Apartemen (KPRA) Serta Pengaruhnya Terhadap Business Cycle Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. 2008. Winarno, W. W. Analisis Ekonometrika dan Statistika Dengan Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. 2007. http://www.muamalatbank.com http://www.scribd.com/
Lampiran 1
Lampiran 2 SIMULASI PEMBIAYAAN iB HUNIAN KONGSI (MUSYARAKAH MUTANAQISHAH)
Dst . . . .
Lampiran 3 SIMULASI PEMBIAYAAN iB PEMBELIAN HUNIAN SYARIAH (MURABAHAH) Contoh Perhitungan Flat: Diketahui: Harga jual : Rp. 24.000.000 Rate : 5,3739% flat perbulan Jangka Waktu : 2 tahun Perhitungan: Bunga flat sebesar 5,3739 % per tahun Maka, margin flat tiap bulan selalu sama yaitu sebesar: = (Rp 24.000.000,00 x 5,3739 x 2) : 24 = Rp 107.478,00 Maka, angsuran pinjaman 1 Angsuran pokok dan margin pada bulan 1 adalah: Rp. 1.000.000,00 + 107.478,00 = Rp 1.107.478,00 Angsuran pinjaman bulan 2: Angsuran pokok dan margin pada bulan 1 adalah: Rp. 1.000.000,00 + 107.478,00 = Rp 1.107.478,00 Jumlah angsuran akan sama setiap bulan sampai selesai. Bulan
Saldo
Bunga Flat
0 1 2
Rp 24.000.000 Rp 23.092.522 Rp 22.177.481
0 Rp 107.478 Rp 107.478
Angsuran Pokok 0 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
Total Angsuran
0 Rp 1.107.478 Rp 1.107.478
Contoh Perhitungan Anuitas: Diketahui: Harga jual : Rp 24.000.000,00 Rate : 10% per tahun Jangka waktu : 2 tahun Perhitungan: Margin anuitas bulan 1
= Rp 24.000.000,00 x 10% x (30 hari/360 hari) = Rp 200.000,00 Angsuran pokok dan margin pada bulan 1 adalah Rp 907.407 + 200.000,00 = Rp 1.107.478,00 Margin anuitas bulan 2
= Rp 23.092.522,00 x 10% x (30 hari/360 hari) = Rp 192.438,00 Angsuran pokok dan margin pada bulan 2 adalah: Rp 915.040,00 + 192.438,00 = Rp 1.107.478,00 Total angsuran dengan flat dan anuitas setiap bulannya sama yang membedakannya hanya pada cara perhitungannya. Bulan
Saldo
Bunga Flat
0 1 2
Rp 24.000.000 Rp 23.092.522 Rp 22.177.481
0 Rp 200.000 Rp 192.438
Angsuran Pokok 0 Rp 907.478 Rp 915.040
Total Angsuran
0 Rp 1.107.478 Rp 1.107.478