POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN MIKRO (Penelitian di Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)
Oleh: SATRIA LAKSONO NIM : 106046103539
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2011 M
POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN MIKRO (Penelitian di Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)
Oleh : SATRIA LAKSONO NIM : 106046103539
Dibawah Bimbingan : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Hendra Kholid, MA
M. Maksum S.Ag., MA NIP : 197807152003121007
KONSENTARSI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 143I H/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN MIKRO telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 1 Februari 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012 Panitia Ujian Munaqasyah Ketua : Dr. Euis Amalia, M. Ag NIP. 197107011998032002 Sekretaris
: Mu’min Roup, S. Ag., MH NIP. 150281979
(......................................)
(......................................)
Pembimbing I : Dr. Hendra Kholid, MA
(......................................)
Pembimbing I : M. Maksum S.Ag., MA NIP : 197807152003121007
(......................................)
Penguji I
: Dr. Euis Amalia, M. Ag NIP. 197107011998032002
(......................................)
Penguji II
: Nahrowi, SH, M.H NIP. 197302151999031002
(......................................)
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayaullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Februari 2011
Satria Laksono
ABSTRAK “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro” Oleh Satria Laksono, 106046103539 Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan (Bank dan LKMS) menyebabkan masih rendahnya kapasitas pembiayaan yang diberikan perbankan maupun LKMS kepada UMKM dan masyarakat. Untuk itu, kemitraan antara lembaga keuangan menjadi salah satu solusi bagi lembaga keuangan yang ada dalam mengatasi permasalahan rendahnya kapasitas pembiayaan kepada UMKM dan masyarakat sehingga memiliki fungsi intermediasi yang optimimal. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik penelitian yang dilakukan penulis yaitu penelitian kepustakaan (library research) dari beberapa literatur tertulis. Selain itu, penulis juga menggunakan penelitian lapangan (field research), dimana penulis melakukan penelitian secara langsung ke objek penelitian. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemitraan yang terjalin antara BMI dengan LKMS BMT Shar-E ini terjadi dalam beberapa pola hubungan yang strategis bagi kemajuan dan perkembangan kedua belah pihak. Hal ini tercermin dalam beberapa pola hubungan yakni pola hubungan kelembagaan, operasional serta pola hubungan dalam penyaluran pembiayaan linkage program kepada BMT. Kemitraan ini menurut penulis menjadi sinergi yang positif dengan beberapa pengaruh yang positif pula bagi BMT dalam penguatan, pengembangan serta peningkatan peran BMT bagi masyarakat.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Alhamdulillahirabbil ‘alamin, hanyalah ucapan syukur yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya. Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak-Nya, begitupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kemudahan dan pertolongan Allah senantiasa penulis rasakan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skiripsi dengan judul “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro” Penulisan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Strata Satu (S1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syariah Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada penghuni surga, yang telah membawa umatnya kepada zaman pengetahuan ilmu dunia dan akhirat, kepada baginda terbesar yang ada dimuka bumi ini yaitu Habibina wa syafina wa maulana Muhammad SAW. Yang memberikan inspirasi pada penulis dalam mencapai kegigihan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
3.
Bapak Mu’min Roup, M.A selaku Sekretaris Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Dr. Hendra Kholid, MA selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak. M. Maksum M. Ag selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang juga telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.
7.
Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama serta Staf TU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah berbaik hati memberikan reference kepada penulis dan kemudahan dalam surat menyurat.
8.
Orang Tua saya yang teristimewa dan sangat berjasa dalam hidup saya, yaitu Sardianto dan Welas Asih, terima kasih atas segalanya yang tidak pernah henti-hentinya mendoakan penulis dalam menuntaskan studi demi meraih cita-cita.
9.
Adik Unggul R.N, Rino Samiaji dan Tyas Nur Safitri yang senantiasa memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
iii
10.
Bapak Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI), Ibu Emma S dan Ibu Rika (Pengelola BMT El Wahida), Ibu Ria (Pengelola BMT El Qayyum), Bapak Eko dan Dadan.S (Pengelola BMT El Muchtar), terima kasih atas kesediaannya meluangkan waktu dan memberikan data bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.
Sahabat-sahabat seperjuangan, keluarga besar penghuni PS A angkatan 2006 khususnya Muhammad Nasir, Ahmad Fauzi, Ahmad Zamahsari dan Hasanudin yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
12.
Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang selalu ceria terima kasih untuk doa dan motivasinya hingga penulis bisa bangkit menyelesaikan skripsi ini. Penulis dengan segala keterbatasan yang ada tidak akan mampu membalas
segala budi baik semua pihak yang telah diutarakan diatas. Dengan tulus penulis memohon kehadirat Allah SWT kiranya berkenan dalam memberikan ganjaran yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berkenan berpartisipasi.
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
10
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
11
D.
Metode Penelitian
12
E.
Review Studi Terdahulu
15
F.
Sistematika Penulisan
19
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Kerjasama Pembiayaan dalam Islam
21
1. Pengertian
21
2. Manfaat
23
3. Pola kerjasama pembiayaan usaha dalam Islam
24
B. Konsep Penyaluran Pembiayaan Melalui Linkage Program
37
1. Pengertian linkage program
37
2. Bentuk linkage program
42
3. Ketentuan linkage program
53
v
BAB III PENERAPAN LINKAGE PROGRAM PADA BANK MUAMALAT INDONESIA A Sejarah Visi, Misi, serta Tujuan Bank Muamalat Indonesia
58
B. Struktur Organisasi, Produk-produk dan jasa Bank Muamalat Indonesia
60
C. Profil BMT Jayakarta El Qayyum
63
D. Profil BMT El Wahida
65
E. Profil BMT El Muchtar
69
F. Mekanisme pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
71
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
73
B. Analisis manfaat penerapan linkage program BMI terhadap LKMS BMT Shar-E
BAB V PENUTUP
122
129
A. Kesimpulan
129
B. Saran
130
DAFTAR PUSTAKA
131
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sektor UMKM memiliki peranan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Pemberdayaan, pengembangan serta penguatan UMKM akan memperkokoh struktur perekonomian Indonesia. Tak hanya sampai disini, ternyata UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) memiliki potensi yang besar dalam peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Peran UMKM yang sangat besar ini ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap 3 hal yakni ; produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja.1 Berdasarkan data yang bersumber dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Bagian Data-Biro Perencanaan bahwa dari segi kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional menurut harga yang berlaku tercatat sebesar Rp. 2.609,37 Triliun atau 55,56% dari total PDB Nasional, terdiri dari kontribusi skala usaha mikro sebesar Rp. 1.505,31 Triliun (32,05%), skala usaha kecil sebesar Rp. 473,27 Triliun (10,08%), dan skala usaha menengah sebesar Rp. 630,79
1
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, (Jakarta : CV. Eko Jaya 2001), Cet pertama, hal. 279.
1
Triliun (13,43%). Sisanya kontribusi skala usaha besar yakni Rp. 2.087,12 Triliun (44,44%). Sedangkan pada tahun 2007, kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional menurut harga yang berlaku tercatat sebesar Rp. 2.105,13 Triliun atau 56,23% dari total PDB Nasional. Sedangkan kontribusi usaha besar sebesar Rp. 1.638,84 Triliun (43,77%).2 Dari segi perkembangan jumlah UMKM, pada tahun 2008 jumlah UMKM yang ada sebesar 51.257.537 unit usaha atau 99,99% dari jumlah seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha mikro sebesar 50.697.659 unit (98,90% pangsa usaha), jumlah usaha kecil sebesar 520.221 unit (1,01% pangsa usaha), dan usaha menengah sebesar 39.657 unit (0,08% pangsa usaha). Sedangkan posisi jumlah usaha besar sebesar 4.372 unit (0,01% dari seluruh jumlah pangsa usaha). Jumlah UMKM ini mengalami peningkatan/perkembangan yakni sebesar 1.433.414 unit atau 2,88% dari jumlah UMKM pada tahun 2007 yang hanya sebesar 49.824.123 unit. Sedangkan posisi jumlah usaha besar sebesar 4.463 unit (,01% dari pangsa usaha yang ada).3 Dari segi kontribusi UMKM dalam penyerapan tenaga kerja nasional, pada tahun 2008 UMKM hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, dengan komposisi penyerapan tenaga kerja yang terdiri dari usaha mikro sebesar 83.647.711 orang 2
Kementerian Koperasi dan UMKM, “Leaflet Kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 jam 16:41 dari http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-statistikukm2009/ 224-leaflet-data-kumkm 2009.html, hal. 2. 3 Ibid., hal. 2.
2
(89,30%), usaha kecil sebesar 3.992.371 orang (4,26%), dan usaha menengah sebesar 3.256.118 orang (3,48%). Sedangkan usaha besar pada tahun 2008 hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2.776.214 orang (2,96%). Jumlah penyerapan tenaga kerja ini meningkat sebesar 2.156.526 orang atau 2,43% dibandingkan dengan tahun 2007. Pada tahun 2007, UMKM hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 88.739.744 orang atau 96,95% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Sedangkan usaha besar pada tahun 2007 hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2.788.518 orang (3,05%).4 Dari semua potensi serta implikasi positif lainnya yang dimiliki oleh UMKM, ternyata UMKM memiliki permasalahan-permasalahan serius yang harus diatasi agar tidak mengganggu dan menghambat perkembangan UMKM. Permasalahan yang dialami UMKM tersebut diantaranya adalah 1. rendahnya produktivitas, 2. terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif terutama terhadap akses permodalan, teknologi, informasi dan pasar. 3. kurang kondusifnya iklim usaha5 Terkait dengan permasalahan terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif, bisa kita lihat bahwa dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan
4
Kementerian Koperasi dan UMKM, “Buku Statistik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 jam 16:41 dari http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-statistik-ukm2009/216-buku-statistik-ukm-2009.html, hal. 48. 5 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Cet pertama, hal. 279-280.
3
sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Keadaan ini bagi UMKM dinilai sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun pengembangan produk-produk yang bersaing. Permasalahan lainnya adalah persyaratan pinjaman/pembiayaan yang tidak mudah untuk dipenuhi bagi UMKM. Meskipun usahanya dinilai layak tetapi jumlah jaminan yang ada harus memadai dan cukup menurut penilaian bank. Disamping itu, dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi sehingga perbankan cenderung untuk berhati-hati dalam pemberian pembiayaan/pinjaman kepada UMKM.6 Dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka optimalisasi peran perbankan menjadi sangat penting karena fungsi utama perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 7 Disamping itu, perbankan juga berperan sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi antara penyimpan dan peminjam dana.8
6
Ibid., hal. 280. Bank Indonesia, “Institusi Perbankan Indonesia”, diakses pada tanggal 15 April 2010 jam 10.32 dari http:www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Perbankan+dan+Stabilitas+Keuangan/Arsitektur+Per bankan+Indonesia/api2.htm. 8 A. Riawan Amin, Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah, Sidang Senat Terbuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 11 Juli 2009. 7
4
Peran sebagai lembaga intermediasi harus dijalankan secara baik dan maksimal oleh perbankan. Hal ini bertujuan agar permasalahan-permasalahan yang dihadapi sektor UMKM bisa berkurang dan terselesaikan. Bila fungsi intermediasi perbankan baik dan maksimal maka akses sektor riil UMKM terhadap permodalan/pendanaan bisa terpenuhi dan hal ini berimplikasi pada perkembangan sektor riil UMKM kearah yang semakin baik. Namun sebaliknya, bila fungsi intermediasi perbankan tidak berjalan dengan baik dan maksimal maka akses sektor riil UMKM terhadap permodalan/pendanaan tidak bisa terpenuhi dan hal ini akan berimplikasi pada terhambatnya perkembangan sektor riil UMKM. Namun faktanya, sampai saat ini fungsi intermediasi yang dilakukan oleh perbankan nasional masih kurang maksimal. Berdasarkan data Bank Indonesia, dari jumlah bank secara keseluruhan per Januari 2010 yakni 121 bank - terdiri dari 4 Bank Persero (State Owned Banks), 35 BUSN Devisa (Foreign Exchange Commercial Banks), 30 BUSN Non Devisa (Non-Foreign Exchange Commercial Banks), 26 BPD (Regional Development Banks), 16 Bank Campuran (Joint Venture Banks), 10 Bank Asing (Foreign Owned Banks)9 - tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum yang lebih dari sama dengan 50% hanya 108 bank. Sedangkan sisanya 13 bank memliki LDR (Loan to Deposit Ratio) kurang dari 50%. Kinerja LDR Bank Umum secara keseluruhan per Januari 2010 hanya sebesar 72,13%, kredit yang disalurkan
9
Bank Indonesia, “Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 1.85 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank Umum (Growth of Total Banks and Bank Offices)”, di akses pada tanggal 15 April 2010 jam 10.40 dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Sta tistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm hal. 88.
5
hanya sebesar Rp. 1.405.640 Miliar dari Rp. 1.948.890 Miliar dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Non Performing Loan (Nominal) Bank Umum per Januari 2010 sebesar Rp.48.830 Miliar atau sekitar 3,47%.10 Dibandingkan dengan bank umum, fungsi intermediasi perbankan syariah menunjukan kinerja yang mengagumkan. Ini bisa dilihat dari tahun ke tahun besarnya fungsi
intermediasi
bank
syariah
mendekati
100
persen,
bahkan
pernah
melampauinya. Dengan kata lain, hampir 100 persen dana pihak ketiga yang ada di bank syariah disalurkan kembali kepada masyarakat. Sementara bank konvensional paling tinggi mendekati angka 70 persen.11 Per Januari 2010, dari 6 bank umum syariah dan 25 unit usaha syariah yang ada, tercatat bahwa pembiayaan (financing) bank umum syariah dan unit usaha syariah sebesar Rp. 47.140 Miliar dengan Non Performing Financing (Nominal) Rp. 2.053 Miliar atau sekitar 4,36 %. Tingkat FDR (Financing to Deposit Ratio) sebesar 88.67%. Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun per Januari 2010 sebesar Rp. 50.109 Miliar.12 Fakta ini menunjukkan, bank syariah lebih pro dalam pengembangan sektor riil. Dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan memperluas penyaluran pembiayaan/kredit oleh perbankan, maka Bank Indonesia membuat 10
Bank Indonesia, “Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 1.22 Kinerja Bank Umum (Commercial Banks Performance)”, diakses pada tanggal 15 April 2010 jam 10.40 dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm , hal. 25. 11 A. Riawan Amin, Buku Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah , hal. 77. 12 Bank Indonesia, ”Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 2.5 Aktiva Produktif Perbankan Syariah (Earning Assets of Syariah Banks)”, diakses pada 15 April 2010 jam 10.40 dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm , hal. 96.
6
kebijakan linkage program. Linkage program merupakan perluasan pola pembiayaan perbankan dengan membangun kerjasama kemitraan dengan lembaga keuangan lainnya, baik BPR/S, BMT, Koperasi, Koperasi Syariah, dan lembaga keuangan lainnya. Linkage Program yang dicanangkan semenjak tahun 2002 merupakan kerjasama antara bank umum dan BPR/S yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit BPR/S dan efisiensi pelaksanaan skim kredit bank umum, terutama untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK). 13 Beberapa pola linkage yang bisa dilakukan oleh perbankan yakni executing, channeling, dan joint financing. Daftar Bank Umum pelaku penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009, tercatat sebanyak 19 bank umum diantaranya adalah PT. Bank Muamalat Indonesia sebesar Rp. 66.586.747.138 (mitra program BPRS dan BMT), PT. Bank Syariah Mandiri sebesar Rp. 27.000.000.000 (mitra program BPR dan BPRS ), PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp. 512.000.000.000 (mitra program BPR dan Koperasi), dan PT. Bank Mega Tbk sebesar Rp. 15.000.000.000 (mitra program BPR). Total plafon kredit linkage program (BPR/S) periode Juli 08 – Maret 09 (16 Bank Umum) sebesar Rp. 1.538.000.000.000, sedangkan total plafon kredit linkage program (Koperasi, BMT) periode Juli 08 – Maret 09 (12 Bank Umum) sebesar Rp. 1.928.000.000.000.14
13
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”, diakses pada tanggal 15 April 10.45 dari http://www.bi.go.id/web/id/Ruang+Media/ Siaran+Pers/sp_1111109.htm, hal .1. 14 Ibid., hal. 2.
7
Menurut Direktur Pengaturan dan Penelitian Perbankan BI Halim Alamsyah, penyaluran kredit linkage program mencapai Rp 6 Triliun pada 2008 dari Rp 2,8 Triliun pada 2006. Sedangkan per Februari 2009 mencapai Rp.6,4 Triliun.15 Salah satu bank umum syariah yang melakukan linkage program dalam pembiayaan mikro adalah Bank Muamalat Indonesia. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, yakni memperluas pembiayaannya kepada sektorsektor ekonomis dan UMKM, maka disamping melakukan pembiayaannya sendiri, Bank Muamalat Indonesia juga menjalankan kerjasama linkage program dengan mitra program BPRS dan LKMS BMT. Per Februari 2010, Bank Muamalat memiliki jaringan kantor individual perbankan syariah (Individual Islamic Banking Network) terluas yakni 1 kantor pusat, 75 kantor cabang, 35 kantor cabang pembantu, dan 92 kantor kas.16 Kinerja keuangan Bank Muamalat pun dari tahun ke tahun terlihat baik. Pada tahun 2009, Bank Muamalat Indonesia memiliki total aktiva sebesar RP. 16.027,18 Miliar, total dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp. 13.316,90 Miliar, dan total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp. 11.428,01 Miliar. Sementara itu, Tingkat FDR pembiayaan (Dana Pihak III) BMI sebesar 85,82 %, dan tingkat rasio pembiayaan bermasalah (Bersih)/ NPF sebesar 4,10 %.17
17
Media Center Koperasi dan UKM, “Perkuat Kinerja BPR dan UMKM”, diakses pada tanggal 18 April 2010 jam 14.10 dari http://www.depkop.go.id/detail-berita.php.htm. 16 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Februari 2010, (Jakarta : Direktorat Perbankan Syariah), hal. 2. 17 Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009, hal. 5.
8
Dalam penyaluran pembiayaan melalui linkage program, per 1 April 2009 Bank Muamalat Indonesia telah melakukan penandatangan linkage program dengan menyalurkan pembiayaan kemitraan kepada mitra program BPRS dan BMT dengan plafon pembiayaan sebesar Rp. 66.586.747.138.18 Disamping itu, dalam rangka mendukung pengembangan usaha mikro maka Bank Muamalat juga bekerjasama dengan Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) dengan cara membuat dan mengembangkan BMT Shar-E. Bank Muamalat bersama dengan PINBUK menargetkan memberi dukungan pengembangan 500 BMT dengan layanan Shar-E di seluruh Indonesia. Hingga saat ini baru terdapat sebanyak 349 BMT Shar-E. Dan sisanya dapat beroperasi di semester kedua tahun ini tahun 2009.19 Dalam kemitraan tersebut, BMT memiliki modal Rp 100 juta, sekitar Rp 15 juta dari Bank Muamalat, Rp 10 juta dari PINBUK dan Rp 75 juta dari swadaya masyarakat. Dari porsi tersebut Bank Muamalat berkomitmen menyiapkan dukungan hardware, standarisasi counter, warkat administrasi, penyelenggaraan pelatihan, biaya pendampingan, dan fasilitasi EDC dan PC Banking. Sementara PINBUK mempunyai peran mendorong swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan standar prosedur manajemen dan standar prosedur operasional, software aplikasi BMT Online, fasilitasi pelatihan pengurus dan pengelola dan pendampingan BMT.20
18
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”, hal. 1. 19 Republika Newsroom, “Bank Muamalat Dukung Pengembangan BMT Share-E”, diakses pada tanggal 28 Juli 2010 jam 10:15 dari www.republika.co.id 20 Ibid.,
9
Berdasarkan penjelasan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan ini dengan judul “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH A. Pembatasan Masalah Mengingat pembahasan permasalahan ini memiliki cakupan yang sangat luas dan kompleks, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap objek yang dikaji yaitu “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
B. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan penulis kembangkan dalam penyusunan skripsi ini antara lain: 1. Bagaimana pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro ? 2. Bagaimana manfaat pola hubungan kemitraan ini terhadap BMT Shar-E ?
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tujuan penelitian a. Mengetahui dan memahami pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro b. Mengetahui dan menganalisis manfaat penerapan kemitraan ini terhadap LKMS BMT Shar-E
2. Manfaat/Kegunaan Penelitian a. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pemahaman dan pengalaman aplikatif penulis tentang pola hubungan kemitraan perbankan syariah dengan lembaga keuangan mikro syariah terutama Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM.
b. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran masukan yang positif dan bermanfaat dalam mengembangkan pola hubungan linkage program Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E ke arah yang lebih baik. Dengan hal tersebut diharapkan BMT Shar-E dapat memberikan kemanfaatan optimal yang lebih baik bagi UMKM.
11
c. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah literatur ilmu pengetahuan ekonomi Islam yang informatif sebagai referensi dan bahan bacaan yang berkaitan tentang masalah tersebut.
D. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena sifat penelitiannya adalah deskriptif yang menjelaskan data-data yang diperoleh apa adanya secara sistematis. Teknik penelitian yang dilakukan yaitu dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yakni penulis mengkaji dan memahami secara lebih mendalam literatur tertulis yang ada serta berkaitan dengan masalah yang penulis teliti baik berupa dokumen dan data yang diperoleh dari objek penelitian, buku, catatan, jurnal, artikel, maupun laporan hasil penelitian terdahulu. Tujuan dilakukan penelitian kepustakaan ini adalah sebagai referensi, sumber informasi serta kekayaan literatur yang dapat membantu penulis dalam melakukan penelitian. Selain itu, dilakukan pula teknik penelitian lapangan (field research), dimana penulis melakukan penelitian secara langsung ke objek penelitian yakni pada Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E .
12
2. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu : a. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber data-data lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi. b. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil pertanyaan, diskusi dan wawancara yang berkaitan dengan masalah yang diteliti pada Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E.
3. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka dalam pengumpulan data skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data berdasarkan laporan yang diterima dari perusahaan yang diteliti dan laporan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. b. Wawancara (Interview), yaitu dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penelitian, yaitu kepada : Manager LKMS Bank Muamalat Indonesia dan Manager BMT Shar-E beserta pegawainya yang dianggap perlu bagi penulis untuk mendukung dan melengkapi data serta informasi yang dibutuhkan terkait materi skripsi ini. 13
c. Observasi/Pengamatan Objek yaitu metode pengumpulan data dengan cara peneliti mengamati secara langsung objek penelitian yang diteliti (Bank Muamalat Indonesia dan BMT Shar-E). Kemudian setiap gejala yang bisa memberikan informasi dari pengamatan tersebut dicatat sesuai dengan yang disaksikan selama penelitian.
4. Teknik Analisis Data Seluruh data yang diperoleh penulis dari wawancara terhadap Manager LKMS Bank Muamalat Indonesia yang terkait dengan materi skripsi dan Pimpinan LKMS BMT Shar-E beserta pegawai lainnya, dan dokumentasi datadata yang telah didapatkan dari LKMS BMT dan data-data lainnya, serta data informasi yang diperoleh dari hasil observasi/pengamatan kemudian diolah dengan pendekatan deskriptif analisis. Pendekatan deskriptif analisis yaitu data penelitian yang berupa kata-kata, dan uraian kalimat baik; wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Setelah itu data dikumpulkan, diolah, dan dijelaskan sesuai apa adanya. Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali (editing) mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban serta kebenaran dan relevansi dari informasi dan data yang diperoleh. Kemudian dilakukan analisis terhadap semua data yang ada untuk menarik suatu kesimpulan terkait penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini yang penulis analisis adalah pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT 14
Shar-E. Dan menganalisis manfaat positif kemitraan yang dilakukan BMI terhadap LKMS BMT Shar-E.
5. Teknik Penulisan Teknik penulisan ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. REVIEW STUDI TERDAHULU Adapun review studi terdahulu yang digunakan dari penulisan ini adalah: N0 1.
Judul Skripsi
Pembahasan dan kesimpulan
Skripsi pada tahun 2009 Skripsi tersebut membahas tentang implementasi atas
nama
dengan
judul
Jubaedah linkage program yang dilakukan oleh BMI “Peran terhadap BPRS, mengidentifikasi permasalahan
Strategis Linkage Program yang dihadapi BMI dalam pelaksanaan linkage Bank
Syariah
Penguatan
terhadap program, serta strategi BMI dalam menyelesaikan Lembaga permasalahan yang muncul dalam linkage program
Keuangan Mikro Syariah” kepada BPRS. (Studi
Pada
Muamalat Indonesia).
Bank Hasil Penelitian : BMI melakukan kerjasama dengan 43 BPRS. Hubungan BMI dengan BPRS tersebut mulai dari hanya menempatkan dana dalam
bentuk
15
deposito
hingga
ikut
dalam
penyertaan modal. Pola kerjasama linkage BMI dengan BPRS umumnya dilakukan dalam bentuk executing dimana keputusan pembiayaan ada di tangan BPRS. Namun BMI berhak mengecek calon nasabah. Dalam hal ini juga dijelaskan peluang, tantangan, kekuatan dan kelemahan dari program linkage yang dilakukan Bank Muamalat. 2.
Skripsi pada tahun 2009 Kebijakan Bank berkenaan dengan alokasi dana atas
nama
dengan
A.
judul
Fauzan pembiayaan pada UKM yang dilakukan oleh BRI “Alokasi Syariah cabang Tangerang yakni dalam bentuk, A.
Penyaluran
Dana Penggunaan dana PKBL (Pembiayaan Kemitraan
Pembiayaan pada UKM dan Bina Lingkungan) B. Linkage program oleh
Bank
Rakyat dengan lembaga keuangan mikro, yakni perluasan
Indonesia (BRI) Syariah pembiayaan Cabang Tangerang”
dengan
syariah
lembaga
melalui
terkait
pola
misalnya
kemitraan lembaga
keuangan mikro seperti BPRS, BMT, Koperasi. Pola yang dilakukan yakni executing, channeling, joint financing. C. Asset Buy yakni pembelian asset bank berupa pembiayaan oleh bank lain, transaksi ini disebabkan bank kelebihan likuiditas
16
atau karena sebuah kebijakan tertentu untuk menyalurkan dananya. D. Model penjaminan cash collateral 3
Penelitian lembaga yang Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan dilakukan oleh lembaga pelaksanaan linkage program serta menganalisis penelitian
(LP3I) dampak pelaksanaan linkage program terhadap
Universitas (2007)
Padjajaran penyaluran kredit perbankan kepada UMK dan
yang
Dampak
berjudul peningkatan kinerja BPR.
Pelaksanaan Hasil
penelitian
Linkage Program terhadap kerjasama Peningkatan
terlihat
linkage
belum
bahwa
kebijakan
berdampak
pada
Penyaluran perbaikan kinerja BPR. Efek kerjasama hanya
Kredit Perbankan kepada signifikan
terhadap
peningkatan
portofolio
Usaha Mikro dan Kecil penyaluran kredit BPR. Efek terhadap kinerja BPR (UMK)
dan
terhadap tampaknya belum dapat dibuktikan, karena jumlah
peningkatan kinerja BPR.
pinjaman linkage yang masih relatife kecil sehingga efeknya memerlukan kurun waktu tertentu.21
21
Jubaedah, Skripsi berjudul “Peran Strategis Linkage Program Bank Syariah terhadap
Penguatan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”, (Skripsi S1 fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009).
17
Perbedaan dengan judul skripsi yang penulis teliti yaitu skripsi pertama diatas membahas tentang implementasi linkage program Bank Muamalat dengan beberapa pola linkage yang dilakukan baik pola executing, channeling, dan joint financing. Serta kelebihan dan kekurangan dari berbagai bentuk pola tersebut. Kemudian skripsi kedua membahas kebijakan BRI Syariah berkenaan dengan alokasi dana pembiayaan pada UKM dilakukakan dengan beberapa bentuk salah satunya disinggung sedikit tentang linkage program. Sedangkan penelitian yang dilakukan diataas menganalisis dampak pelaksanaan linkage program terhadap penyaluran kredit perbankan kepada UMK dan peningkatan kinerja BPR. Model Panel Logit digunakan untuk menguji apakah benar linkage program menguntungkan bagi bank umum dan BPR. Perbedaannya dengan skripsi penulis yakni dalam skripsi ini, penulis membahas pola luas linkage bank syariah dengan LKMS BMT, yakni pola hubungan linkage Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT yang bernama BMT Shar-E. Serta implikasi penerapan pola hubungan linkage program ini terhadap LKMS BMT. Dalam skripsi ini penulis mendeskripsikan pola hubungan kemitraan yang terjadi dari 2 sisi, yakni BMI dan LKMS BMT Shar-E sehingga hasil penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan kondisi gambaran yang menyeluruh dari implementasi pola hubungan tersebut.
18
F. SISTEMATIKA PENULISAN Penulis dalam penyusunan skripsi ini membagi sistematika penulisan kedalam 5 bab dan setiap bab terdiri dari sub bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan/manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORI Membahas mengenai konsep kerjasama pembiayaan dalam Islam, (meliputi : Pengertian, Manfaat, dan Pola pembiayaan dalam Islam), Konsep penyaluran pembiayaan melalui linkage program, meliputi : (Pengertian linkage program, Bentuk linkage program, dan Ketentuan linkage program)
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Membahas mengenai sejarah Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT , Visi Misi Tujuan Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT, Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia dan BMT Shar-E, Produk-produk serta jasa Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT
19
Shar-E, Mekanisme pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
BAB IV
HASIL PENELITIAN Membahas analisis pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam kerjasama penyaluran pembiayaan mikro, pengaruh penerapan linkage program BMI terhadap LKMS BMT Shar-E
BAB V
PENUTUP Berisi Kesimpulan dan Saran dari Penulis.
20
BAB II KONSEP KERJASAMA PEMBIAYAAN DALAM ISLAM A. Konsep Kerjasama Pembiayaan dalam Islam 1. Pengertian Untuk mendefinisikan pengertian kerjasama pembiayaan dalam Islam secara tepat, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari masingmasing kata pembentuknya, yakni definisi kerjasama, pembiayaan, dan Islam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional edisi ketiga tahun 2005 yang dimaksud kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama.22 Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.23 Sedangkan definisi Islam menurut Prof. Dr. KH. Didin Hafidudin adalah kepatuhan terhadap kehendak dan ketentuan Allah SWT serta taat kepada hukum dan aturannya.24 Jadi dari ketiga definisi masing-masing kata pembentuknya, maka dapat dipahami bahwa kerjasama pembiayaan Islam adalah kegiatan atau usaha yang 22
Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional Edisi Ketiga Tahun 2005 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), hal. 17. 24 M. Nadratuzzaman Hosen dkk, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Jakarta : PKES Publising, 2009). 23
21
dilakukan oleh beberapa orang, lembaga, pemerintah dan sebagainya terkait pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak tersebut kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan demi mencapai tujuan bersama berdasarkan ketentuan dan aturan syariah yang ditetapkan oleh Allah SWT. Dalam pelaksanaan kerjasama pembiayaan dalam Islam, maka harus memenuhi beberapa aspek berikut, yakni :25 1. Aspek syar’i Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan kepada pihak lain harus tetap berpedoman pada syariat Islam antara lain tidak mengandung unsur maisir, gharar, tadlis dan riba serta bidang usaha yang dilakukan harus halal. 2. Aspek ekonomi Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan kepada pihak lain, disamping mempertimbangkan hal-hal syariah, kerjasama pembiayaan juga harus tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi pemberi pembiayaan maupun bagi penerima pembiayaan. 3. Aspek sosial Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan juga harus mempertimbangkan dan memenuhi aspek sosial bagi pihak lain, antara lain tolong menolong, kemanfaatan, kesejahteraan, kemaslahatan serta membantu pemenuhan jaminan sosial.
25
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, hal. 16.
22
Konsep kerjasama pembiayaan dalam Islam haruslah berdasarkan hal-hal yang diperbolehkan dalam syariah dan dilaksanakan dengan mengandung prinsip keadilan, kesejajaran, kejujuran, amanah, tanggung jawab, keterbukaan, kemanfaatan dan tolong menolong diantara para pihak yang bekerjasama.
2. Manfaat Kerjasama Pembiayaan Islam Secara umum manfaat kerjasama pembiayaan Islam dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni manfaat pembiayaan untuk tingkat makro dan manfaat pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro kerjasama pembiayaan mempunyai manfaat, yakni : 26 1. Peningkatan ekonomi umat 2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha 3. Meningkatkan produktifitas 4. Membuka lapangan kerja baru 5. Terjadinya distribusi pendapatan
Adapun secara mikro, kerjasama pembiayaan memiliki manfaat, yakni :27 1. Upaya memaksimalkan laba 1. Upaya meminimalisir risiko 2. Pendayagunaan sumber ekonomi 3. Penyaluran kelebihan dana 26 27
Ibid., hal. 17-18. Ibid., hal. 18.
23
3. Pola Kerjasama Pembiayaan Usaha dalam Islam Kerjasama pembiayaan usaha dalam Islam ada 2, yakni : a. Pembiayaan Musyarakah 1). Pengertian Secara etimologi, asy-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya satu harta dengan harta yang lain sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya.28 Secara terminologi ada beberapa definisi syirkah yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, diantaranya :29Menurut ulama Malikiyah, as-syirkah adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, as-syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Menurut ulama Hanafiyah, as-syirkah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan. Berdasarkan definisi syirkah yang dikemukakan diatas, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah ikatan kerjasama yang dilakukan antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
28 29
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, (Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004) Nasrun Haroen, Fiqh muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), hal. 165-166.
24
Pembiayaan musyarakah adalah penyediaan atau penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.30
2). Dasar Hukum Syirkah Akad asy-syirkah dibolehkan, menurut ulama fiqh berdasarkan kepada firman Allah dalam surat an-Nisa 4 :12 yang berbunyi :
…
Artinya : ....... tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”.
30
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : Direktorat Perbankan Syariah, 2008), hal. B-4.
25
Dalam surat Shaad, 38 : 24, yang berbunyi : ...
Artinya : ... dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.
Disamping ayat-ayat diatas, dijumpai pula sabda Rasulullah yang membolehkan akad asy-syirkah. Dalam sebuah hadist qudsi Rasulullah SAW mengatakan :
هلل ُ ا:َسهَ َم قَال َ ََ ًِ ْم اهلل عَهي َص َ هلل ِ قَالَ َرسُ ُْلُ ا:عَنْ اَبي ٌُرَ ْيرَة رَضِي اهلل عَىْ ًُ قَال ه ْ ِت م ُ ْخرَج َ ًَُ فَإرا خَا ُينَ صَاحِب,ًَُه مَا نَ ْم يَخُهْ أحَذُ ٌُمَا صَاحِب ِ ّْشرِيكَي َ ث ان ُ ِتعَانَى أوَا ثََان ) َبيْ َى ٍُمَا (رَاي ابُ داَد َ ال حاكم Artinya; “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Beliau berkata bahwasanya Rasulullah saw. bersabda Allah berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu dari keduannya tidak mengkhianati temannya, maka apabila dia mengkhianati temannya maka Aku keluar dari antara mereka berdua”. (HR. Abu Daud dan Hakim)
31
Abi Daud Sulaiman As-Sajastani, Sunan Abu Daud, (Beirut : Darul Fikr, 1994) jilid 3,
h.226 no. 3383.
26
Dalam musyarakah/syirkah dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam tentang ta’awun (gotong royong), ukhuwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh faktor lain selain modal misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan sebagainya. Selain itu, keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan keuntungan riil, bukan merupakan nominal yang telah ditetapkan sebelumnya seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang punya modal lebih besar akan menaggung resiko financial yang juga lebih besar.32 Dimensi keadilan yang terwujud dalam syirkah selaras dengan tuntutan untuk berlaku adil yang terdapat dalam surat QS. Al-Maidah (5) ayat 8 yang berbunyi 33 : Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena 32
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta : Salemba Empat, 2008), hal. 135. 33 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM, (Jakarta : Raja Grafindo, 2008), hal. 306
27
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. AlMaidah (5) ayat 8) 3). Bentuk-Bentuk Syirkah :34 Syirkah secara umum terbagi dalam tiga bentuk, yaitu : A. Syirkah ibahah, yaitu persekuatuan hak semua orang untuk dibolehkan menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan seseorang. B. Syirkah amlak (perserikatan dalam pemilikan)35, adalah dua orang atau lebih yang memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului oleh akad syirkah. Secara garis besar syirkah dalam katagori ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Syirkatu Al-Milk yaitu hak milik. Dalam kitab perundang-undangan biasa disebut syarikah ijbariyah (paksaan).36 Syarikah ijbariyah adalah sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak. Artinya perserikatan tersebut terjadi secara terpaksa bukan atas keinginan orang yang berserikat. Contohnya menerima warisan dari orang yang meninggal dunia.37
34
Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media Kencana, 2005), hal. 118-119. 35 Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 44. 36 Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha (Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004), hal. 3877. 37 Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal. 44.
28
2. Transaksi, dalam kitab perundang-undangan biasa disebut dengan syarikah ikhtiyariyah (pilihan).38Syarikah ikhtiyariyah adalah perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang yang bersepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima hibah, wasiat atau wakaf dari orang lain. Dimana mereka menerima pemberian hibah, waqaf ataupun wasiat tersebut dan menjadi milik mereka secara berserikat.39
C. Syirkah akad, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul dengan adanya perjanjian. Syirkah akad terbagi tiga, yaitu : 1. Syirkah Amwal, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modal/harta. Syirkah Amwal terbagi menjadi dua yaitu : a. Syirkah al‟Inan, adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua belah pihak berbagi keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka. Namun porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun
38 39
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, hal. 3877. Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal 44.
29
kerja atau bagi hasil, berbeda sesuai dengan kesepakatan mereka.40 b. Syirkah al-Mufawadhah
adalah persekutuan antara dua orang
atau lebih dalam modal dan keuntungannya, dengan syarat besar modal
masing-masing
yang disertakan
harus
sama,
hak
melakukan tindakan hukum terhadap harta syirkah harus sama dan setiap anggota adalah penanggung dan wakil dari anggota lainnya.
2. Syirkah ‟Amal/abdan (persekutuan kerja/fisik), yaitu perjanjian persekutuan antara dua orang atau lebih untuk menerima pekerjaan dari pihak ketiga yang akan dikerjakan bersama dengan ketentuan upah dibagi diantara para anggotanya sesuai dengan kesepakatan mereka. 3. Syirkah Wujuh, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dengan modal harta dari pihak luar untuk mengelola modal bersama-sama tersebut dengan membagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Syirkah ini berdasarkan kepercayaan yang bersifat kredibilitas.41
40 41
Ibid., hal. 45. Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, hal. 118-119.
30
4). Penetapan Nisbah dalam Akad Musyarakah Penetapan nisbah dalam akad musyarakah dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu 42: A. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal Keuntungan
harus
dibagi
diantara
para
mitra
secara
proporsional sesuai modal yang disetor tanpa memandang apakah jumlah pekerjaan yang dilaksanakan oleh para mitra sama atau tidak. Ini adalah pandangan mazhab Maliki dan Syafi’i. Menurut mereka keuntungan adalah hasil modal. Karenanya, pembagian keuntungan itu harus proposional.43 B. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal Dengan cara ini, penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya didasarkan atas modal yang disetorkan, tetapi juga didasarkan atas tanggung jawab, pengalaman, kompetensi, atau waktu kerja yang lebih panjang. Mahzab Hanafi dan Mazhab Hanabilah menyetujui pembagian keuntungan yang tidak proposional terhadap modal bila para mitra membuat syarat-syarat tertentu dalam kontrak. Argumen ini didasarkan pada pandangan bahwa keuntungan adalah bukan hasil modal saja, melainkan hasil interaksi antara modal dan kerja. Bila
42 43
Ibid., hal. 141. Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal. 53.
31
salah satu mitra lebih berpengalaman, ahli dan teliti dari yang lain, dibolehkan baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya sendiri suatu bagian tambahan dari keuntungan sebagai pengganti dari sumbangan kerja yang lebih banyak.44 Ibnu Qudamah mengatakan : ” pilihan dalam keuntungan dibolehkan dengan adanya kerja, karena seseorang dari mereka mungkin lebih ahli dalam bisnis dari yang lain dan ia mungkin lebih kuat ketimbang yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan. Karenanya
ia
diizinkan
untuk
menuntut
lebih
bagian
keuntungannya.45
5). Pembagian Kerugian Sedangkan tentang pembagian kerugian para ulama sepakat bahwa kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proposional terhadap saham masing-masing dalam modal. Mereka mendukung pendapat ini dengan perkataan Ali bin Abi Thalib ra :”Keuntungan harus sesuai dengan yang mereka tentukan, sedangkan kerugian harus proposional dengan modal mereka”46
44
Ibid., hal. 53. Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal. 141 46 Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal. 54. 45
32
b. Pembiayaan Mudharabah 1). Pengertian Mudharabah Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti secara bahasa adalah bepergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu yang berarti al-qath‟u (potongan), karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.47 Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qath‟u (potongan), berjalan dan atau berpergian. Sedangkan
menurut
istilah,
mudharabah
atau
qiradh
yang
dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut:48 Menurut para Fuqaha, mudharabah adalah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut ulama Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad dan berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta tersebut.
47 48
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 135. Ibid., hal. 136-137.
33
Menurut Malikiyah, mudharabah adalah akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan. Menurut Syafi’iyah, mudharabah adalah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan. Menurut Hanabilah, mudharabah adalah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui. Menurut Wahbah Zuhaili, mudharabah adalah pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pekerja (amil) untuk diperdagangkan dan mereka berkongsi keuntungan dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati bersama. Adapun kerugian dijamin sendirian oleh pemilik modal. Dan mudharib (orang yang diberi modal) tidak menanggung atau menjamin kerugian tetapi ia rugi tenaga dan fikiran.49 Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah akad antara dua belah pihak
untuk
salah
satu
pihak
mengelurkan
sejumlah
uang untuk
diperdagangkan, dengan syarat keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian.50 Setelah mengetahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama diatas, maka dapat didefinisikan bahwa mudharabah atau qiradh adalah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut dengan
49 50
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, hal. 3875-3964. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hal. 136-137.
34
syarat bahwa keuntungan yang diperoleh dua belah pihak dibagi sesuai dengan jumlah kesepakatan.51 Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.52
2). Dasar Hukum Alasan yang dikemukakan para ulama fiqh tentang kebolehan bentuk kerjasama mudharabah ini adalah firman Allah dalam surat al-Muzzammil, 73:20 yang berbunyi : ... ... Artinya :”.... dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran ....”.
51 52
Ibid., hal. 138. Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, hal. B-1 dan B-2.
35
Dalam QS. Al-baqarah (2),198 :
Artinya: ” Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”. (QS. Al-baqarah (2), 198)
Kemudian dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda :
هلل عَهَيْ ًِ ََسَهَ َم ُ هلل صهَي ا ِ لا ِ ُُم رَس َ َق، َب عَه اَبِيًِ َقم ٍ ه صٍَُي ِ ْح ب ِ ِعَه صَان ت ِ ْط انبُ ِر بِانّشَعِي ِر نِهْبَي ُ ال َ ْم ََانمُقَارَضَ ُت ََإخ ٍج َ َ انبَي ُع اِنَي ا: ه انبَرَكَ ُت َ ٍِثَالَثٌ فِي )ًع (رَاي ابه ماج ِ ْنَا نِهْبَي Artinya : “Dari Shalih bin Suhaib, Rasulullah SAW bersabda : Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqhradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”. (HR. Ibn Majah)
53
Al-Hafizh Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yazid Al-qazwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut : Darul Fikr), t.th., juz 2, h.786 Hadits no. 2289.
36
3). Bentuk-Bentuk Mudharabah Bentuk mudharabah ada 2 jenis, yakni :54 A. Mudharabah muthlaqah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana. B. Mudharabah muqayyadah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
B.
KONSEP
PENYALURAN
PEMBIAYAAN
MELALUI
LINKAGE
PROGRAM 1. Pengertian linkage program Linkage program adalah kerjasama penyaluran dana dari bank umum kepada atau melalui BPR/BPRS dalam rangka pembiayaan kepada nasabah mikro dan kecil.55 Linkage tidak dikenal didalam literatur Islam, namun jika dilihat dari maknanya yaitu mengaitkan dua atau lebih pihak untuk mencapai tujuan dengan cara sharing resource, maka linkage memiliki kedekatan dengan pengertian ukhuwah yang artinya persaudaraan sebagai lawan dari khushuwah atau permusuhan.56
54
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, hal. B-1. Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM, hal. 309. 56 Bank Indonesia, Linkage Antar LKS, (Jakarta :Bank Indonesia, 2004), hal. 22. 55
37
Sebagaimana dalam surat al-Hujuraat (49) ayat 10 : Artinya : ”Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Linkage program yang dicanangkan semenjak tahun 2002 merupakan kerjasama antara bank umum dan BPR/S yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit BPR/S dan efisiensi pelaksanaan skim kredit bank umum, terutama untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK). Dengan linkage program ini, maka pembiayaan bank umum kepada UMK diharapkan lebih optimal karena BPR/BPRS memiliki keahlian dan pengalaman dalam menangani pembiayaan UKM. Dan juga, diharapkan bisa menjadi sinergi berkesinambungan antara bank umum dan BPR/BPRS untuk menggerakkan sektor riil.57 Selain Linkage Program antara Bank Umum dengan BPR, Bank Indonesia juga telah memfasilitasi penandatanganan SP3K antara Bank Umum dengan Koperasi dan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) sejak bulan Agustus 2007. Melalui Linkage Program, keterbatasan jaringan yang dialami oleh bank umum dalam menyalurkan kreditnya dapat diatasi. Sedangkan keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh BPR/S, Koperasi, BMT dan lembaga keuangan lainnya dapat pula teratasi melalui 57
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”.
38
program ini, sehingga melalui Linkage Program dapat tercipta sinergi yang akhirnya mampu mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan dan mengembangkan potensi UMK. 58 Linkage program BUS dengan koperasi ini dilatarbelakangi oleh kendala yang dihadapi UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan usaha yakni masalah permodalan baik keterbatasan kepemilikan modal maupun kesulitan dalam mengakses sumber pembiayaan yang sampai saat ini masih merupakan kendala bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Permasalahan lain yang dihadapi oleh UMK di bidang pembiayaan antara lain: a). Masih rendahnya kredibilitas UMK dari sudut analisis perbankan; b). Persyaratan administrasi dan prosedur pengajuan usulan pembiayaan yang rumit dan birokratis; c). Adanya persyaratan kesediaan jaminan berupa agunan yang sulit untuk dipenuhi oleh UMK; d). Informasi yang kurang merata (asimetri) tentang layanan perbankan dan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh UMK, serta e) keterbatasan jangkauan pelayanan dari lembaga keuangan, khususnya perbankan.59 Untuk mengatasi kendala di bidang pembiayaan tersebut, maka perlu dilakukan upaya peningkatkan dan perluasan akses kepada sumber-sumber pembiayaan, dengan mensinergikan lembaga keuangan bank termasuk bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan Koperasi, melalui Linkage Program
58
Ibid., Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, hal. 1. 59
39
antara Bank Umum dengan Koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP-Koperasi) dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi (KJKS/UJKS-Koperasi), yang saling mendukung, memperkuat serta menguntungkan, baik dengan pola konvensional maupun pola syariah.60 Tujuan dari linkage program bank umum dengan koperasi ini adalah :61 1. Memperluas dan meningkatkan akses UMK terhadap fasilitas kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi melalui Linkage Program antara bank umum dengan koperasi; 2. Mengembangkan kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta KUR dengan koperasi; 3. Meningkatkan peran KSP/USP-Koperasi dan KJKS/UJKS-Koperasi sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu melayani UMK dalam mendukung upaya perluasan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan, terutama untuk daerahdaerah yang jauh dari layanan perbankan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam linkage program bank umum dengan koperasi ini yakni :62 1. Tersalurnya kredit/pembiayaan untuk modal kerja dan atau investasi dari bank umum termasuk bank umum peserta KUR kepada UMK melalui Linkage Program antara bank umum dengan koperasi; 2. Terwujudnya kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta KUR dengan koperasi; 3. Terwujudnya peningkatan modal kerja dan atau investasi bagi UMK yang disalurkan melalui koperasi; 4. Terwujudnya peningkatan produktivitas koperasi, usaha mikro dan kecil anggota koperasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
60
Ibid., hal. 1. Ibid., hal. 2 62 Ibid., hal. 2. 61
40
2. Manfaat Linkage Program Ada dua implikasi manfaat dalam pelaksanaan linkage program ini, yakni : a. Manfaat bagi bank umum63 Program linkage ini tidak saja memberikan manfaat bagi pengguna jasanya, tetapi juga memberikan manfaat bagi bank umum itu sendiri, yaitu: 1). Diversifikasi portofolio kredit (jenis kredit, sektor ekonomi, wilayah) 2). Profitable, karena pinjaman diberikan dengan suku bunga pasar untuk konvensional dan bagi hasil untuk bank syariah 3). Potensi pasar cukup besar dan nasabah UKM dapat naik kelas menjadi nasabah baru bank umum 4). Overhead dan handling cost relatif rendah 5). Salah satu alternatif merealisasikan bussiness plan untuk pembiayaan usaha mikro
b. Manfaat bagi BPR/BPRS, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT Manfaat linkage program bagi BPR/S, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT diantaranya : 1).
Meningkatkan
kapasitas
penyaluran
kredit/pembiayaan
BPR/BPRS,
Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT dan lembaga keuangan mikro lainnya dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK) 2). Teratasinya keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh BPR/BPRS, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT dan lembaga keuangan mikro lainnya64
63
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM, hal. 308. 64 Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”.
41
3. Bentuk Linkage Program Modal linkage program yang dilakukan antara bank umum dengan koperasi/ KJKS sama dengan model linkage program yang dilakukan antara BUS dengan BPRS. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009
Tentang :
Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, model linkage program yang dilakukan ada 3 bentuk, yakni : Executing, Channeling dan Joint Financing Model-Model Linkage Program BUS/UUS-Koperasi65 Executing
Channeling
BUS/UUS
BUS/UUS
KOP/KJKS/BMT
UMK
Joint Financining BUS/UUS
KOP/KJKS/BMT
KOP/KJKS/BMT
UMK
UMK
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing pola linkage program : a. Executing Executing adalah pembiayaan yang diberikan oleh bank umum kepada koperasi dalam rangka pinjaman/pembiayaan untuk disalurkan kepada anggota
65
Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program, (Jakarta : Direktorat Penelitian dan Pengaturan Tim Arsitektur Indonesia).
42
koperasi dimana Koperasi/KJKS/BMT memiliki kewenangan memutus pembiayaan ke UMK. Pencatatan di Bank Umum sebagai pembiayaan kepada koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi sebagai pinjaman kepada anggota koperasi.66 Aqad yang terjadi antara BUS dengan KJKS/BMT adalah mudharabah sedangkan aqad antara KJKS/BMT dengan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK. Dalam hal resiko pembiayaan, apabila kegagalan pembiayaan karena kerugian bisnis secara normal (normal business loss), maka risiko ditanggung oleh KJKS/UJKS-Koperasi.67 Bentuk executing ini relatif paling banyak dipilih oleh bank yang menyediakan dana dengan pertimbangan untuk mengurangi resiko yang disebabkan yakni adanya pembiayaan bermasalah. Mengingat resiko menjadi beban bagi bank penyalur, maka bank penyalur harus bekerja keras agar pembiayaan yang disalurkan tidak macet. Meskipun tidak selalu terjadi, namun pola executing menempatkan bank penyedia dana lebih tinggi posisi tawar menawarnya dibandingkan bank penyalur.68
66
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, hal. 8. 67 Ibid., hal. 11. 68 Bank Indonesia, Linkage Antar LKS, hal. 31.
43
Model Linkage Program antara BUS dan KJKS/BMT dengan pola Executing69 Laporan Bank Umum Syariah
Bank Indonesia Supervisi
KJKS/BMT
UMK Perjanjian pembiayaan
Bank Umum & KJKS/BMT
Pembukuan pembiayaan
BUS : pembiayaan ke KJKS/BMT KOP/KJKS/BMT: Pembiayaan kepada anggota
Risiko KJKS/BMT
KJKS/BMT
b. Channeling Channeling adalah pinjaman/pembiayaan yang diberikan oleh bank umum kepada anggota koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai kewenangan memutus pembiayan kecuali mendapat surat kuasa
dari
Bank
Umum.
Pencatatan
di
Bank
Umum
sebagai
pinjaman/pembiayan kepada anggota koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi pada off balance sheet.70
69
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM, hal. 309. 70 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, Hal. 8.
44
Aqad yang terjadi antara BUS/UUS dengan Koperasi/KJKS/BMT adalah waqalah. Sedangkan aqad antara Koperasi/KJKS/BMT dengan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK. Risiko pembiayaan kepada anggota koperasi, apabila kegagalan pembiayaan karena kerugian bisnis secara normal (normal business loss), maka risiko ditanggung oleh BUS/UUS.71 Pola
channeling
financing
adalah
pengimplementasian
syirkah
mudharabah dan dapat pula digunakan dengan akad wakalah. Mudharabah berarti yang dihasilkan adalah bagi hasil sedangkan wakalah medapatkan fee. Berikut adalah skema pada masing-masing bentuk kerjasama dengan pola channeling financing.72 SKEMA 173 Akad Mudharabah 0%
Dana bank 100 % BUS/UUS
KOP/KJKS/BMT
Akad mudharabah/bagi hasil Nisbah KOP/KJKS/BMT : Pengusaha = 25 : 75 Proyeksi Usaha Yield 15% Proyeksi keuntungan (100%) Pengusaha Nisbah 40%
Proyeksi Nisbah Bagi hasil KOP/KJKS/BMT 25%
71
Nisbah 60%
Ibid., hal. 12. Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM, hal. 312-315. 73 Ibid., hal. 312. 72
45
Keterangan: Dalam skema ini, kerjasama dilakukan menggunakan pola channeling dengan akad mudharabah (bagi hasil) dengan dengan jangka waktu tertentu. Porsi dana yang berasal dari BUS sebesar 100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT sebesar 0%. Pengembalian dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima tersebut kemudian akan dibagihasilkan antara BUS dengan KOP/KJKS/BMT sesuai kesepakatan. Pencatatan dalam skema ini di BUS/UUS sebagai pembiayaan
kepada
KOP/KJKS/BMT,
sedangkan
pencatatan
di
KOP/KJKS/BMT sebagai pembiayaan ke UKM. SKEMA 274 Akad mudharabah 0%
Dana bank 100 %
KOP/KJKS/BMT
BUS/UUS Akad murabahah Ekuivalent Yield 15% Nasabah (Usaha)
Nisbah 40%
Keuntungan Harga jual 25%
Nisbah 60%
Keterangan : Dalam skema ini, kerjasama dilakukan menggunakan pola channeling dengan akad mudharabah (bagi hasil) dengan jangka waktu tertentu. Porsi dana yang berasal dari BUS sebesar 100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT 74
Ibid., hal. 313.
46
sebesar 0%. Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim murabahah (jual beli). Dalam
hal
KOP/KJKS/BMT
ini,
nasabah
sesuai
ketentuan
melakukan yang
telah
pembayaran
melalui
disepakati
bersama.
KOP/KJKS/BMT kemudian mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima oleh KOP/KJKS/BMT selanjutnya akan dibagihasilkan antara BUS dengan KOP/KJKS/BMT sesuai kesepakatan. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke KOP/KJKS/BMT dan pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai pembiayaan ke UKM. SKEMA 375 Akad wakalah BUS/UUS
KOP/KJKS/BMT
O%
Akad Murabahah
Ekivalent Yield 10% Fee/Ujrah 40%
Nasabah (Usaha)
Keuntungan Harga Jual 25%
Dana Bank 100% Ekuivalent Yield 15% Fee/ujrah 40%
Keterangan: Dalam skema ini, kerjasama dilakukan menggunakan pola channeling dengan akad pembiayaan wakalah. Porsi dana yang berasal dari BUS sebesar 100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT sebesar 0%. Selanjutnya
75
Ibid., hal. 314.
47
KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim murabahah (jual beli). Dalam
hal
KOP/KJKS/BMT
ini,
nasabah
sesuai
ketentuan
melakukan yang
telah
pembayaran
melalui
disepakati
bersama.
KOP/KJKS/BMT kemudian mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima seluruhnya untuk BUS, sedangkan KOP/KJKS/BMT diberikan fee/ujrah sesuai kesepakatan. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UKM 100% dan pencatatan
di
KOP/KJKS/BMT
sebagai
rekening
administratif
KOP/KJKS/BMT secara off B/S. SKEMA 476 Akad wakalah KOP/KJKS/BMT
BUS/UUS
O%
Akad Mudharabah Dana Bank 100% Nisbah KOP/KJKS/BMT : Pengusaha = 25 : 75 Ekuivalent Ekuivalent Yield 10% Usaha dengan Yield 15% proyeksi keuntungan 100% Fee/Ujrah 40%
Pembagian keuntungan
Fee/ujrah 40%
BUS/UUS =25% Keterangan : Dalam skema ini, kerjasama ini dilakukan menggunakan pola channeling dengan akad pembiayaan wakalah. Porsi dana yang berasal dari
76
Ibid., hal. 315.
48
BUS sebesar 100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT sebesar 0%. Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim mudharabah (bagi hasil). Nasabah melakukan pembayaran melalui KOP/KJKS/BMT sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama. KOP/KJKS/BMT kemudian mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima seluruhnya untuk BUS, sedangkan KOP/KJKS/BMT diberikan fee/ujrah sesuai kesepakatan. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UKM 100% dan pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai rekening administratif KOP/KJKS/BMT secara off B/S. Kesimpulannya, kerjasama channeling antara BUS/UUS dengan KOP/KJKS/BMT ini dapat dilakukan dengan akad mudharabah ataupun wakalah. Porsi dana BUS/UUS sebesar 100% sedangkan porsi dana KOP/KJKS/BMT sebesar 0%. Bila dilakukan dengan akad mudharabah, KOP/KJKS/BMT akan mendapatkan bagi hasil dari pendapatan yang diperoleh sedangkan bila menggunakan akad wakalah maka KOP/KJKS/BMT akan mendapatkan imbalan berupa fee/ujrah sesuai kesepakatan bersama.
c. Joint Financing Joint financing adalah pembiayaan bersama oleh bank umum dan koperasi terhadap anggota koperasi. Kewenangan memutus pembiayaan ada 49
pada BUS/UUS dan KOP/KJKS/BMT. Pencatatan outstanding credit bagian Bank Umum dan bagian Koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota koperasi.77 Aqad yang terjadi antara BUS/UUS dengan KOP/KJKS/BMT adalah musyarakah
sedangkan
aqad
antara
KOP/KJKS/BMT
dengan
UMK
disesuaikan dengan kebutuhan UMK. Risiko pembiayaan kepada anggota Koperasi, apabila kegagalan pembiayaan karena kegagalan bisnis secara normal (normal business loss), maka risiko ditanggung bersama antara BUS/UUS dan KJKS/UJKS-Koperasi sesuai dengan porsinya.78 Model linkage program dengan pola joint financing dilakukan dengan skema sebagai berikut : SKEMA 179 Akad Musyarakah Partial dana 20%
Partial dana 80%
KOP/KJKS/BMT
BUS/UUS
Akad mudharabah Nisbah KOP/KJKS/BMT: Pengusaha = 24:76 Usaha Proyeksi laba (100%)/tahun
Proyeksi Yield 15%
Nisbah KOP/KJKS/BMT: BUS/UUS = 50:50 Nisbah 50%
Proyeksi Nisbah Bagi hasil KOP/KJKS/BMT 25%
77
Nisbah 50%
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, hal. 8. 78 Ibid., hal. 12-13. 79 Ibid., hal. 317-318.
50
Keterangan : Dalam skema ini, kerjasama ini dilakukan menggunakan pola joint financing dengan akad pembiayaannya adalah musyarakah (bagi hasil). Porsi dana
yang berasal
dari
BUS
sebesar
80%
sedangkan
porsi
dana
KOP/KJKS/BMT sebesar 20%. Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim mudharabah (bagi hasil). Nasabah kemudian melakukan pembayaran melalui KOP/KJKS/BMT sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama. KOP/KJKS/BMT selanjutnya mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima seluruhnya kemudian akan dibagihasilkan antara BUS/UUS dan KOP/KJKS/BMT sesuai kesepakatannya. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya dan pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya. Sedangkan pembiayaan dari BUS/UUS dicatat di rekening administratif KOP/KJKS/BMT secara off B/S.
51
SKEMA 280 Akad Musyarakah Partial dana 20%
Partial dana 80%
KOP/KJKS/BMT
BUS/UUS Akad Murabahah Proyeksi Yield Nasabah (Usaha)
Nisbah 50%
Keuntungan Harga jual 24 %
Nisbah 50%
Keterangan : Dalam skema ini, kerjasama ini dilakukan menggunakan pola joint financing dengan akad pembiayaannya adalah musyarakah (bagi hasil). Porsi dana
yang berasal
dari
BUS
sebesar
80%
sedangkan
porsi
dana
KOP/KJKS/BMT sebesar 20%. Selanjutnya KOP/KJKS/BMT menyalurkan pembiayaan kepada para nasabah yang telah disetujui BUS/UUS dengan skim murabahah (jual beli). Nasabah kemudian melakukan pembayaran melalui KOP/KJKS/BMT sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama. KOP/KJKS/BMT selanjutnya mengembalikan dana kepada BUS sesuai dengan angsuran/pembayaran yang diterima dari nasabah. Pendapatan yang diterima seluruhnya kemudian akan dibagihasilkan antara BUS/UUS dan KOP/KJKS/BMT sesuai kesepakatannya.
80
Ibid., 317-318.
52
Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya dan pencatatan di KOP/KJKS/BMT sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya. Sedangkan pembiayaan dari BUS/UUS dicatat di rekening administratif KOP/KJKS/BMT secara off B/S.
Berikut adalah rangkuman ketentuan linkage program BUS/UUS dengan Koperasi-KJKS81 No
Kriteria
Executing
Channeling
Joint Financing
1.
Definisi
Pinjaman yang diberikan oleh bank umum kepada koperasi dalam rangka pinjaman/pembiayaan untuk disalurkan kepada anggota Koperasi.
Pinjaman/pembiayaan yang diberikan oleh bank umum kepada anggota koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai kewenangan memutus pembiayan kecuali mendapat surat kuasa dari Bank Umum.
Pembiayaan bersama oleh bank umum dan koperasi terhadap anggota koperasi.
Pencatatan di Bank Umum sebagai pinjaman kepada Koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi sebagai pinjaman kepada anggota koperasi. Akad antara BUS/UUS dengan KOP/KJKS/BMT adalah mudharabah Akad KOP/KJKS/BMT UMK disesuaikan kebutuhan UMK
2.
Resiko
kredit
antara dengan dengan
Pencatatan di Bank Umum sebagai pinjaman/pembiayan kepada anggota koperasi, sedangkan pencatatan di Koperasi pada off balance sheet. Aqad antara BUS/UUS Koperasi/KJKS/BMT Waqalah. Aqad Koperasi/KJKS/BMT UMK disesuaikan kebutuhan UMK.
dengan adalah antara dengan dengan
Kewenangan memutus pembiayaan ada pada BUS/UUS dan KOP/KJKS/BMT. Pencatatan outstanding credit bagian Bank Umum dan bagian Koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota koperasi. Aqad antara BUS/UUS dengan KOP/KJKS/BMT adalah Musyarakah Aqad antara Koperasi/KJKS/BMT dengan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK.
Apabila kegagalan pembiayaan karena normal bussiness loss, maka resiko ditanggung oleh :
kepada Bersama antara BUS/UUS
nasabah KOP/KJKS/BMT
BUS/UUS
dengan
KOP/KJKS/BMT
sesuai dengan porsinya
3.
Distribusi
sesuai
pendapatan
disepakati antara BUS/UUS dan
dengan
nisbah
yang
BUS/UUS memperoleh pendapatan dari nisbah bagi hasil/margin yang disepakati
81
BUS/UUS memperoleh pendapatan dari nisbah bagi hasil/margin yang
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi.
53
KJKS/UJKS-Koperasi
4.
dengan UMK;
disepakati dengan UMK;
KJKS/UJKS-Koperasi mendapatkan fee yang besarnya disepakati antara BUS/UUS dengan KJKS/UJKS-Koperasi;
Pembagian pendapatan antara BUS/UUS dengan KJKS/UJKS-Koperasi sesuai dengan porsi yang disepakati;
Penentuan besarnya nisbah
bagi
merupakan kesepakatan bersama dengan mempertimbangkan harga pasar untuk sektor/bidang usaha UMK yang dibiayai;
hasil/margin bagi
anggota
koperasi,
5.
Target nasabah pembiayaan
6.
Limit plafond pembiayaan
7.
Jaminan utama KJKS/ UJKSkoperasi
Sepenuhnya wewenang KJKS/UJKS-Koperasi
Sepenuhnya BUS/UUS
wewenang
Kesepakatan antara BUS/UUS dengan KJKS/UJKS-koperasi
Besar kredit/pembiayaan yang dapat disalurkan kepada Peserta Linkage Program dengan Bank Umum sesuai kesepakatan, Jaminan, sesuai Undangundang Perbankan dan ketentuan perbankan yang berlaku;
--------------------------------------
-----------------------------------
sesuai yang dipersyaratkan KJKS/UJKS-Koperasi;
Jaminan anggota Koperasi, sesuai Undang-undang Perbankan dan ketentuan perbankan yang berlaku;
Jaminan anggota Koperasi, sesuai Undangundang Perbankan dan ketentuan perbankan yang berlaku;
Akad Pembiayaan kepada anggota koperasi, dilakukan oleh KJKS/UJKS-Koperasi;
Akad pembiayaan kepada anggota Koperasi, dilakukan oleh KJKS/UJKS-Koperasi untuk dan atas nama BUS/UUS;
Akad pembiayaan kepada anggota Koperasi, dilakukan oleh KJKS/UJKS-Koperasi untuk dan atas nama BUS/UUS;
Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam rangka Linkage Program, maksimal 1 (satu) bulan setelah data dan persyaratan dipenuhi secara lengkap.
Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam rangka Linkage Program, maksimal 1 (satu) bulan setelah data dan persyaratan lengkap dipenuhi.
Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam rangka Linkage Program, maksimal 1 (satu) bulan setelah data dan persyaratan lengkap dipenuhi.
kepada BUS/UUS
8.
Jaminan anggota Koperasi,
9.
Akad pembiayan kepada UMK
10.
Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam
rangka
Linkage Program,
54
4.
Pola Luas Linkage Program antara Lembaga Keuangan Syariah Pola luas linkage program yang terjadi antara lembaga keuangan syariah yang
ada, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Dalam menyalurkan pembiayaan, Bank Umum Syariah dapat bermitra dengan BPRS untuk kemudian disalurkan kepada LKMS BMT dan LKMS BMT menyalurkannya kepada UMKM 2. Bank Umum Syariah dapat bermitra dengan BPRS untuk kemudian langsung disalurkan sendiri oleh BPRS kepada UMKM 3. Bank Umum Syariah dapat bekerjasama dengan IPTA (Institusi Penyedia Technical Assistance seperti PINBUK, Permodalan BMT, dan lain-lain) untuk bermitra dengan LKMS BMT yang kemudian dari BMT akan disalurkan kepada UMKM 4. Bank Umum Syariah juga dapat menyalurkan pembiayaan dengan cara membentuk unit mikro bank yang kemudian melalui unit tersebut pembiayaan dapat disalurkan kepada UMKM. Dibawah ini adalah bagan pola luas linkage program bank syariah :82
82
Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program, (Jakarta : Direktorat Penelitian dan Pengaturan Tim Arsitektur Indonesia), hal. 12.
55
5. Kode Etik Peserta Linkage Program Pola Syariah Dalam mendukung suksesnya linkage program ini, ada beberapa kode etik yang harus dipenuhi oleh para peserta linkage program diantaranya : 83 1. Bagi anggota/mitra pembiayaan KJKS/UJKS yang telah naik kelas (dari debitur mikro menjadi kecils) dan memerlukan dana pembiayaan yang lebih besar, namun KJKS/UJKS-Koperasi
tidak
mampu
membiayai,
maka
BUS/UUS
dapat
membiayai anggota KJKS/UJKS-Koperasi dimaksud dengan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat; 2. BUS/UUS dan KJKS/UJKS-Koperasi harus transparan dalam memberikan dan menyampaikan informasi yang terkait dengan Linkage Program sejauh tidak melanggar ketentuan yang berlaku (seperti: laporan keuangan, struktur pendanaan dan profil kopersi/ company profile); 3. Bagi KJKS/UJKS-Koperasi, satu jaminan hanya untuk dijaminkan kepada satu sohibul maal mitra pembiayaan (BUS/UUS); 4. BUS/UUS dan KJKS/UJKS-Koperasi yang melaksanakan Linkage Program dengan pola joint financing dan channeling, tidak diperkenankan membebani debitur dengan margin/nisbah bagi hasil yang lebih tinggi dari harga pasar untuk sektor usaha UMK yang dibiayai;
83
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi. hal 13-14.
56
5. KJKS/UJKS-Koperasi yang mengikuti Linkage Program harus memelihara predikat penilaian kesehatan; 6. Setiap pelanggaran kode etik di atas oleh BUS/UUS dan KJKS/UJKS-Koperasi dilaporkan kepada Bank Indonesia dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Sedangkan norma yang diperlukan untuk kesuksesan linkage program ini diantaranya :84 1. Niat segala aktivitas sebagai ibadah 2. Kesejajaran 3. Kejujuran 4. Amanah 5. Keterbukaan 6. Orientasi pada proses 7. Orientasi pada jangka panjang 8. Orientasi pada kualitas 9. Konsisten 10. Tolong menolong 11. Saling mengingatkan 12. Keteladanan 13. Pertanggungjawaban sampai hari akhir
84
Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program, hal .20.
57
BAB III PROFIL BANK MUAMALAT INDONESIA DAN BMT SHAR-E
A. Profil Bank Muamalat Indonesia 1. Sejarah Bank Muamalat Indonesia85 Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah pertama di Indonesia yang didirikan pada tanggal 24 Rabiuts Tsani 1412H/ 1 November 1991. Pendirian BMI ini digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dengan dukungan Pemerintah Republik Indonesia. Modal awal BMI diperoleh dari sejumlah pribadi, pengusaha serta pejabat muslim dengan nominal sebesar Rp 84 Miliar. Tambahan modal awal diperoleh dari masyarakat, sehingga melengkapi jumlah modal awal menjadi total sebesar Rp 106 Miliar. Acara pengumpulan modal dilaksanakan di Istana Presiden Bogor, Jawa Barat. BMI mulai beroperasi pada tanggal 27 Syawwal 1412 H/1Mei 1992. Sejak mulai beroperasi pada tahun 1992, Bank Muamalat secara aktif ikut mempromosikan pendirian dan pengembangan industri perbankan dan bisnis keuangan syariah lainnya seperti : Asuransi syariah pertama (Takaful), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), PINBUK, Bisnis pegadaian syariah (Alrahnu), Muamalat Institute (MI), Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK Muamalat), dan Baitulmaal Muamalat (BMM).
85
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009, hal 4-7.
58
Pada tahun 2004, BMI Meluncurkan produk Shar-E, produk tabungan instant pertama. Shar-E terjual di seluruh wilayah Indonesia melalui jaringan Bank Muamalat serta ribuan jaringan online Kantor Pos (SOPP). Shar-E kemudian menjadi produk bank dengan pertumbuhan tercepat dengan pencapaian lebih dari 2 juta pemegang kartu dalam 4 tahun. Saat ini (2009), total jumlah nasabah Bank Muamalat telah mencapai sekitar 3 juta nasabah. Dan pada tahun 2009 ini, BMI membuka cabang internasional pertama di Kuala Lumpur, Malaysia dan tercatat sebagai bank pertama dari Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia. Pada tahun ini pula BMI melaksanakan pergantian manajemen pada bulan Juli 2009. Dari sisi keuangan, berdasarkan laporan keuangan (audited), pada akhir 2009 total aset mencapai Rp 16.027,18 miliar atau tumbuh 27,09% (yoy), yang berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 13.316,90 miliar, dan disalurkan pada aktivitas pembiayaan sebesar Rp 11.428,01 miliar serta investasi syariah lainnya.
2. Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia86 VISI Visi Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi dipasar rasional.
86
Ibid., hal. 1.
59
MISI Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada stakeholder. 3. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia87
87
Ibid., hal. 96.
60
4. Produk dan Jasa Bank Muamalat Indonesia
Produk Penghimpunan Dana88
Produk PEMBIAYAAN89
1. Shar-E 2. Tabungan Ummat 3. TabunganKu 4. Tabungan Haji Arafah dan Arafah Plus 5. Deposito Mudharabah 6. Deposito Fulinves 7. Giro Wadi’ah 8. Kas Kilat 9. Dana Pensiun Muamalat
1. Pembiayaan Jual Beli Murabahah Salam Istishna’ Musyarakah Musyarakah Mutanaqisah Mudharabah 2. Pembiayaan Sewa Ijarah Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) Qardh
88
Ibid., hal. 106-108. Ibid., hal. 109-111. 90 Ibid., hal. 111-112. 91 Ibid., hal. 112. 89
61
Produk Jasa90
Jasa Layanan91
1. Perwakilan (Wakalah) 2. Penjaminan (Kafalah) 3. Penanggungan (Hawalah) 4. Gadai (Rahn)
1. ATM 2. SalaMuamalat 3. Pembayaran Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS) 4. Jasa-jasa lain Bank seperti transfer, collection, standing instruction, bank draft, referensi bank.
5. Ikhtisar Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Beberapa Tahun Terakhir92
92
Ibid., hal. 9.
62
B. PROFIL BMT Shar-E 1. BMT JAYAKARTA EL-QAYYUUM a. VISI dan MISI BMT Jayakarta El-Qayyum Visi Menjadi lembaga keuangan mikro yang sehat dan sesuai syariat Islam, berkembang dan terpercaya, yang mampu melayani anggota dan masyarakat dalam rangka mencapai kehidupan yang penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan lahir maupun batin. Misi Mengembangkan BMT sebagai gerakan pembebasan umat Islam dari sistem perekonomian ribawi, gerakan pemberdayaan masyarakat, dan gerakan keadilan sehingga terwujud kualitas umat Islam dan masyarakat yang penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan lahir maupun batin.
b. Latar Belakang Pendirian BMT JAYAKARTA EL-QAYYUUM Pendirian BMT Jayakarta El-Qayyum dilatar belakangi oleh penerimaan dana-dana dari masyarakat melalui zakat, infaq, shodaqoh, kotak tromol (Jumat maupun hari keagamaan lainnya), dan lain-lain kepada Masjid JAYAKARTA yang perlu dilakukan tata kelola yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan maupun prinsip-prinsip syariat Islam.
1
Kemudian keberadaan para pedagang didalam lingkungan Masjid JAYAKARTA telah banyak memberikan kontribusi kepada masjid dalam konteks memakmurkan masjid demi kemaslahatan masyarakat. Pada sisi lain, terdapat potensi yang tidak dapat dikatakan kecil dari para pedagang tersebut karena adanya transaksi perekonomian usaha mikro yang baik, dan bahkan saat ini telah terbentuk forum atau paguyuban diantara pedagang tersebut. Potensi ini perlu memperoleh perhatian yang serius agar tetap dapat berjalan dan berputar serta mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan bagi para pelakunya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan latar belakang tersebut diatas, Pengurus Masjid JAYAKARTA Periode Tahun 2009-2012 (SK Direksi PT. JIEP Nomor 05 Tahun 2009 Tgl. 2 Maret 2009) memprogramkan pendirian Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Masjid Jayakarta, bekerjasama dengan JAMSOSTEK (Program Jamsostek Informal), BMI, dan PINBUK.93
c. Struktur Organisasi BMT Jayakarta El-Qayyum BMI
Masyarakat pendiri
PINBUK
Ketua Bendahara Wakil BMI
Christiono Wakil ketua( Anas F.)
93
Sekretaris Wakil PINBUK
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009
64
Manajer Pembukuan dan Kasir Bu.Ria
Staff Penggalangan Dana dan Hubungan / Pelayanan Masyarakat
Staff Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil serta Staff Administrasi
d. Produk BMT JAYAKARTA EL-QAYYUUM94 BMT Shar-E El-Jayakarta ini bergerak dibidang kegiatan usaha dan karenanya memiliki produk berupa : 1). Berbagai bentuk simpanan
TAMASHA TADIKA TAHAJUD IMAN
: Tabungan Masyarakat Shar-E, : Tabungan Pendidikan Anak, : Tabungan Haji Terwujud, : Investasi Mudarobah Andalan
2). Berbagai bentuk pembiayaan
INVESTAMA MULTIGUNA
: Mudharobah dan Musyarokah, : Ba’I al-Murobahah, as-Salam-, al-Istishna’, Ijaroh, dsb. BAITI JANNATI : Linkage BMI
2. Baitul Maal Wat Tamwil EL WAHIDA (BMT El-Wahida)
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) EL WAHIDA menyelenggarakan program layanan simpanan dana bebas riba dan pembiayaan modal kerja halal dengan sistem bagi hasil. Layanan jasa keuangan syariah tersebut diperuntukkan 94
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009
65
bagi anggota perorangan dan non-perorangan, baik pedagang kecil, pengusaha mikro, pelajar/mahasiswa, majelis ta’lim maupun karyawan.95
a. Visi dan Misi VISI Ekonomi Syariah menuju ibadah yang kaffah MISI 1.
Menjalankan muamalah berdasarkan ekonomi syariah
2.
Membangun umat yang sehat
3.
Menumbuhkan jiwa kepercayaan dan kewirausahaan
4.
Melayani umat yang berorientasi pada maslahat dan manfaat
b. Struktur Organisasi BMT El-Wahida Pengurus : Ketua
: Ir. Hj. Nurul hayati Tsabits Lutfi
Bendahara : Septiani Rusalno Sekretaris : Ronny Poerwoko Pengelola : Teller dan pembukuan : Rika Ratna Pembiayaan dan markrting
: Emma S
Pengawas syariah
: Sholahuddin
Pengawas keuangan
: Trisno Nugroho, SE, Mba
95
Penjelasan produk BMT El-Wahida, hal 1.
66
c. PRODUK DAN PROGRAM96 BMT Shar-E El Wahida memiliki 2 (dua) jenis produk yaitu : 1). Simpanan Sukarela (Investasi halal bebas riba) TAMARA
: Tabungan Mandiri Sejahtera (Fleksibel)
TADIKA
: Tabungan Pendidikan Anak
TADURI
: Tabungan Idul Fitri & Qurban
TAHAJUD
: Tabungan Haji Terwujud
TAJAKA Peduli Usaha Mikro : Tabungan Berjangka
2). Pembiayaan (Penyaluran dana halal modal kerja & konsumtif dengan sistem bagi hasil) MURABAHAH
: Pembiayaan modal kerja atau konsumtif dengan prinsip jual beli MUDHARABAH : Pembiayaan modal kerja penuh dengan sistem bagi hasil MUSYARAKAH : Pembiayaan modal kerja sebagian dengan sistem bagi hasil IJARAH : Pembiayaan modal penyediaan sewa barang atau pembayaran jasa QARDHUL HASAN : Pembiayaan kebajikan*
3). Kartu Beli starter pack
dari Bank Muamalat Indonesia seharga
Rp.125.000,- Dengan saldo awal rekening Rp.100.000,-. Dikelola dan diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil kompetitif Mudah menambah saldo via kantor pos online/SOPP yang tersebar diseluruh Indonesia Tarik tunai bebas biaya di seluruh ATM di Indonesia Fasilitas debit di semua merchant debit BCA/PRIMA 96
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Wahida
67
Transfer dana antar bank ATM Bersama, antar rekening BMI dan dari/ke rekening BCA 4). Penyaluran ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqoh, Donasi Peduli Pendidikan Yatim dan Wakaf) 97
d. SYARAT KEANGGOTAAN98
1. Perorangan dan non-perorangan; baik pengusaha mikro, pelajar, instansi pendidikan, majelis ta’lim maupun karyawan 2. Menyertakan fotokopi KTP/SIM 3. Membayar Biaya pendaftaran anggota Rp.10.000,4. Membayar Simpanan Keanggotaan Pokok & Wajib pertama minimum Rp.20.000,5. Membayar Kartu Shar-E* Bank Muamalat Indonesia Rp.125.000,-. Dengan saldo Rp.100.000,6. Menyetor awal simpanan sukarela yang dipilih, dengan administrasi pembukaan Rp.10.000,e. SYARAT PEMBIAYAAN99
1. Telah menjadi Anggota BMT EL WAHIDA 2. Mengisi formulir pengajuan dan melengkapi persyaratan data diri; usaha yang dibutuhkan 3. Memiliki usaha atau pekerjaan yang tidak keluar dari nilai syariah dan produktif 4. Memiliki simpanan di BMT EL WAHIDA minimal 10% dari ajuan pembiayaan
97
Penjelasan Produk BMT El-Wahida, hal 2. Penjelasan Produk BMT El-Wahida, hal 3. 99 Ibid., hal 3. 98
68
3. Baitul Maal Wat Tamwil EL MUCHTAR BMT El Muchtar dengan slogan jujur, amanah, dan istiqomah ini beroperasi pertama kali pada bulan Januari 2010. Dalam operasionalnya, BMT ini telah menerima pembiayaan linkage program dari Bank Muamalat Indonesia sebesar Rp. 250 juta. Pemberian dana linkage dari BMI ini dilakukan dalam 2 tahap pemberian yakni pada bulan Mei sebesar Rp. 140 juta dan bulan Juni 2010 sebesar Rp. 110 juta. Jangka waktu pengembalian pembiayaan linkage ini dilakukan selama 3 tahun. Total pembiayaan yang telah disalurkan BMT El Muchtar sampai saat ini yakni Rp.400 Juta. a. Produk dan Jasa100 BMT El Muchtar ini memiliki beberapa produk dan jasa dalam melayani masyarakat, diantaranya : 1). Simpanan Sukarela (Investasi halal bebas riba)
TAMARA
: Tabungan Mandiri Sejahtera (Fleksibel)
TADIKA
: Tabungan Pendidikan Anak
TADURI
: Tabungan Idul Fitri & Qurban
TAHAJUD
: Tabungan Haji Terwujud
TAJAKA Peduli Usaha Mikro : Tabungan Berjangka
2). Pembiayaan (Penyaluran dana halal modal kerja & konsumtif dengan sistem bagi hasil) MURABAHAH : Pembiayaan modal kerja atau konsumtif dengan prinsip jual beli MUDHARABAH : Pembiayaan modal kerja penuh dengan sistem bagi hasil 100
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar
69
MUSYARAKAH
: Pembiayaan modal kerja sebagian dengan sistem bagi hasil IJARAH : Pembiayaan modal penyediaan sewa barang atau pembayaran jasa QARDHUL HASAN : Pembiayaan kebajikan*
3). Penyaluran ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf)
b. Struktur Organisasi BMT El- MUCHTAR Pengurus Ketua Sekretaris Bendahara
: Ibu. Hj. Novi Herawati : Ibnu Supanta : Appriliawati
Pengelola Manager Pembiayaan (Account Officer)
: Bpk. Eko : Bpk. Dadan S
Dewan Pengawas : 1. KH. Ishomuddin Muchtar 2. Muchtar Manto 3. Ibu Yeni c. SYARAT KEANGGOTAAN101
1. Mengisi formulir pembukaan simpanan 2. Menyerahkan identitas diri fotokopi KTP/SIM, dan lain-lain 3. Melunasi SIMPOK Rp. 50.000 4. Membayar SIMWA/ bulan Rp.10.000,5. Membayar administrasi pendaftaran Rp. 10.000
101
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar
70
d. SYARAT PEMBIAYAAN102
1. Telah menjadi Anggota BMT EL MUCHTAR 2. Mengisi formulir pengajuan dan melengkapi persyaratan data diri; usaha yang dibutuhkan 3. memiliki usaha yang layak 4. Memiliki usaha atau pekerjaan yang tidak keluar dari nilai syariah dan produktif 5. Memiliki simpanan di BMT EL MUCHTAR minimal 10% dari ajuan pembiayaan
C. Mekanisme Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro Pola hubungan kerjasama kemitraan yang terjalin antara BMI dan BMT Shar-E ini dilakukan dalam 3 hal yakni : 1. Inisiasi pendirian BMT Shar-E dan membantu penguatan BMT Shar-E dalam perjalanan operasionalnya. 2. Sinergi produk BMI yakni BMT Shar-E sebagai agen penjual tabungan Shar-E BMI dengan mendapatkan ujrah/fee. 3. Penyaluran pembiayaan melalui linkage program
Dalam kerjasama ini ada beberapa pola hubungan yang terjadi antara Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E. Dan dalam skripsi ini, penulis membagi pola hubungan tersebut menjadi beberapa bagian umum yang menggambarkan secara keseluruhan dari pola hubungan ini diantaranya yakni :
102
Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar
71
1. Pola hubungan kelembagaan yang terdiri dari Pendirian BMT Shar-E, Permodalan, dan Struktur organisasi dari BMT Shar-E. 2. Pola hubungan operasional 3. Pola hubungan dalam penyaluran pembiayaan mikro
Mekanisme pola hubungan yang terjadi antara Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro yakni : tahap pertama, BMI dengan BMT Shar-E melakukan kerjasama perjanjian pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah. Jika BMT telah bekerjasama dengan BMI, maka tahap selanjutnya nasabah (usaha kecil & mikro) dapat mengajukan pembiayaan kepada BMT Shar-E. Pengajuan pembiayaan oleh nasabah/ anggota tersebut kemudian dianalisa oleh BMT. Jika memenuhi persyaratan maka akan disetujui namun bila tidak memenuhi persyaratan maka pengajuan pembiayaan tersebut ditolak. Setelah seluruh daftar nominatif pengajuan pembiayaan dibuat dengan analisa usaha ringkasnya, maka kemudian BMT mengajukan pembiayaan kepada BMI. Tahap selanjutnya, BMI melakukan analisa terhadap pengajuan pembiayaan yang diajukan BMT. Setelah disetujui, BMI mendropingnya/ memberikan
pembiayaan tersebut ke BMT untuk
kemudian BMT mendropingnya ke anggota (nasabah UK & Mikro). Dalam hal pembayaran angsuran, nasabah membayar angsuran pembiayaan ke BMT. Setelah itu, BMT membayar angsuran pembiayaan nasabah ke BMI. 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pola Hubungan BMI dengan BMT Shar-E BMT Shar-E adalah merupakan nama BMT produk kerjasama dan kemitraan antara BMI dengan PINBUK untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha jasa keuangan syariah melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas.103 BMT Shar-E sebagai koperasi, tunduk dan berlandaskan hukum pada :104 1. Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, 2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam, 3. Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi; 4. Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest / Faidah) Tgl. 24 Januari 2004; 5. Keputusan Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
103
104
Overview Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 2-3. Ibid., hal.1.
73
Latar belakang pendirian BMT Shar-E ini didasarkan atas beberapa permasalahan yang terjadi dalam dinamika ekonomi Indonesia, yakni kemiskinan dan pengangguran yang masih menjadi masalah utama di Indonesia. Kemudian potensi UMKM yang sangat besar sebagai pelaku usaha terbesar di Indonesia yang memiliki beberapa permasalahan serius yang harus diatasi, salah satunya adalah terhadap akses sumber pembiayaan dari lembaga keuangan formal. Disamping itu, pendirian BMT Shar-E ini didasarkan atas keinginan BMI sebagai bank pertama syariah yang ingin berperan menjadi sosial capital yang berharga.105
Kesemua hal tersebut kemudian mendorong BMI untuk bekerjasama dengan PINBUK dalam rangka menginisiasi dan memodernisasikan lembaga keuangan mikro melalui pendirian BMT Shar-E.
Konsep kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memiliki perbedaan dengan bank-bank lainnya. Dalam melakukan penyalurkan pembiayaan mikro, bank lain melakukannya secara organik yakni membuat unit atau divisi pembiayaan mikro yang merupakan bagian dari struktur usaha bank 106. Cara seperti ini contohnya dilakukan oleh Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjamnya (DSP), Bank Syariah Mega Indonesia dengan Mega Mitra Syariahnya dan lain-lain. Disamping itu, bank-bank lain tersebut juga menyalurkan pembiayaan mikro secara langsung kepada LKMS seperti BMT/Koperasi yang telah mandiri. 105
Wawancara Pribadi dengan Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22 Oktober 2010. 106 Ibid.,
74
Berbeda dengan konsep bank-bank lain tersebut, dalam penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM serta menumbuh kembangkan lembaga keuangan mikro syariah di masyarakat, maka BMI melakukannya dengan konsep nonorganik107 yakni menginisiasi pendirian BMT Shar-E dengan ikut serta didalam kepengurusan BMT Shar-E. Tak hanya itu, BMI juga mensupport fasilitas insfrastruktur operasional BMT serta berkomitmen dalam pemberian fasilitas pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E. Dengan kata lain, konsep pendirian BMT Shar-E ini didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat secara alamiah, sedangkan BMI dalam hal ini hanya menstimulir/menginisiasi pertumbuhan BMT Shar-E.
Untuk membedakannya dengan BMT lain, maka program BMT Shar-E ini menamakan BMT dengan awalan kata El sebagai kharakteristik yang menandakan identitas serta membedakannya dengan BMT lainnya, misalnya BMT Jayakarta El Qayyum, BMT El Wahida, dan lain-lain.108 Adapun tujuan dari adanya KJKS BMT Shar-E ini adalah :109 1. Mensosialisasikan & mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi syariah melalui kegiatan usaha lembaga keuangan mikro (LKM), untuk meminimalisir praktek / kegiatan perekonomian ribawi yang berkembang di masyarakat. 2. Mendukung pertumbuhan usaha mikro dalam rangka peningkatan kesejahteraan umat Islam dan masyarakat pada umumnya. 107
Wawancara Pribadi dengan Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22 Oktober 2010. 108 M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008). 109 Anggaran Dasar BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 5.
75
3. Memperkuat kelembagaan dan memperluas jaringan kerja melalui penggalian potensi umat Islam dan masyarakat di sekitar lembaga. 4. Mengoptimalkan linkage program dengan Bank Muamalat Indonesia untuk mencapai tujuan pemberdayaan dan kesejahteraan. 5. Membangun jaringan kerja BMT Shar-E di seluruh Indonesia, untuk menghasilkan : a. Sinergi kerja antar BMT dan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia yang lebih luas. b. Volume transaksi keuangan yang lebih besar. c. Kecepatan dan keamanan transaksi yang lebih baik. d. Efisiensi dan optimalisasi usaha yang lebih tinggi. f. Kontrol yang lebih baik dalam pengelolaan dana. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka KJKS BMT Shar-E berperan sebagai :110 1. Penggerak ekonomi mikro dan kecil di tengah masyarakat. 2. Pelopor penerapan sistem ekonomi syariah di masyarakat. 3. Lembaga intermediasi antara masyarakat pemodal / investor dengan usaha mikro dan kecil . 4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah dengan senantiasa menjalankan pelayanan terbaik (ahsanu „amala-service excellence), penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan (salaam) melalui Komunikasi ilahiyah (dzikir qalbiyah ilahiah).
Sedangkan dalam rangka pencapaian tujuannya, maka KJKS BMT Shar-E berfungsi :111 1. Mensosialisasikan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi syariah di masyarakat.
110 111
Ibid., hal. 5. Ibid., hal. 5.
76
2. Membantu mengenalkan dan mendekatkan produk-produk ekonomi syariah kepada masyarakat. 3. Meningkatkan kualitas hidup anggota, pengelola dan pengurus menjadi lebih profesional, adil dan sejahtera. 4. Mengorganisir dan memobilisasi dana masyarakat sehingga termanfaatkan secara optimal melalui pola ekonomi syariah untuk kepentingan masyarakat secara luas. 5. Mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha anggota dan membantu mencari peluang pengembangan pasar produk –produk anggota. 6. Meningkatkan pertumbuhan usaha mikro kecil dan kesempatan kerja. 7. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga – lembaga ekonomi dan sosial masyarakat.
KJKS BMT Shar-E merupakan lembaga keuangan yang bersifat terbuka, independen dan tidak partisan. Serta berorientasi pada penerapan ekonomi syariah untuk mendukung bisnis ekonomi produktif anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan kecil di sekitarnya.112 Prinsip bisnis yang menjadi standar operasional BMT Shar-E ini dibuat seefisien mungkin dengan tetap memperhatikan aspek manajemen resiko dan prinsip kehati-hatian. Proses utama operasional BMT Shar-E adalah menyelenggarakan simpanan, simpanan berjangka, serta pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan proses pendukung (supporting process) dari BMT Shar-E ini adalah
112
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008).
77
proses manajemen SDM, proses manajemen insfrastuktur, proses manajemen keuangan dan yang terakhir proses manajemen sistem teknologi dan dokumen.113 Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E memiliki 2 pola hubungan, yaitu pertama sebagai mitra aliansi dalam kerjasama usaha. Kedua sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dalam hal penyaluran pembiayaan mikro. Berdasarkan data per April 2010, Jumlah BMT Shar-E yang ada terdapat sebanyak 245 BMT Shar-E diseluruh wilayah Indonesia dengan klasifikasi katagori sebagai berikut : sangat baik sebanyak 34 BMT, katagori cukup sebanyak 82 BMT, katagori membutuhkan pembinaan lebih lanjut sebanyak 106 BMT, dan dalam katagori kurang sebanyak 23 BMT. Sedangkan pembiayaan yang telah disalurkan BMI kepada BMT Shar-E per April 2010 mencapai sebesar Rp.4,299 Miliar.114 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa BMT Shar-E, maka dapat dijelaskan bahwa pola hubungan kemitraan yang terjalin antara BMT Shar-E dan BMI dapat penulis bagi kedalam 3 pola hubungan, yakni : pola hubungan kelembagaan, pola hubungan operasional dan pola hubungan penyaluran pembiayaan mikro.
113
Ibid., Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22 Oktober 2010. 114
78
1. Pola Hubungan Kelembagaan Pola hubungan kelembagaan ini tergambar dalam beberapa bagian utama sebagai berikut : a. Pendirian BMT Shar-E Berbeda dengan BMT-BMT lain yang ada, BMT Shar-E ini diinisiasi pendiriannya oleh Bank Muamalat Indonesia, PINBUK, dan masyarakat dalam rangka untuk pemberdayaan usaha mikro, serta sosialisasi dan implementasi ekonomi syariah. Pendirian BMT Shar-E didirikan oleh minimal 20 orang dari masyarakat sebagai anggota pendiri, dan secara khusus diprakarsai pendiriannya oleh PINBUK dan BMI, serta didirikan oleh masyarakat di Kabupaten/Kota setempat dengan lokasi strategis yang profit oriented seperti pasar, sekolah, masjid dan tempat lainnya yang dianggap potensial bagi perkembangan BMT serta kemanfaatan bagi masyarakat. Inisiasi pembentukan BMT Shar-E ini, dapat dilakukan dengan dua cara :115 1. BMI dan Pinbuk sebagai pemrakarsa melakukan inisiasi, sosialisasi serta penawaran pendirian BMT Shar-E ini kepada tokoh masyarakat, agnia (hartawan setempat di masyarakat), dan Kelompok Usaha Muamalah (POKUSMA) untuk mendirikan BMT Shar-E.
115
Wawancara Pribadi dengan Emma. S (Account Officer BMT El Wahida). Bekasi, 2 September 2010.
79
2. BMI dan PINBUK sebagai pemrakarsa menawarkan program pendirian BMT Shar-E ini kepada BMT-BMT yang sudah terbentuk dan beroperasi untuk kemudian beralih menjadi BMT Shar-E. Berikut adalah skema pendirian BMT Shar-E :116 Pemrakarsa & pendamping Sertifikasi Kemitraan PINBUK
Siapkan sarana prasarana operasional dan badan hukum Koperasi
BMT beroperasi
Tokmas, agnia, dan pokusma
Pengurus terbentuk
Calon Pengelola
P3B
Dukungan Pendiri
Modal Perangsan g
Modal Awal Simwa, Simpok, Simpoksus
Pelatihan dan magang
Kerjasama pendirian BMT Shar-E yang terjadi antara masyarakat, BMI dan PINBUK ini terjadi karena proaktif dari masing-masing pihak. Baik BMI, PINBUK serta masyarakat pendiri sama-sama berkeinginan untuk melakukan kerjasama kemitraan ini.117 BMI yang mempunyai misi menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan 116
Amin Aziz, Tata cara Pendirian BMT Versi E-Book, (Jakarta : PKES Publising, 2008),
117
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November
hal. 10. 2010.
80
manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada stakeholder ini118- membuat kebijakan/program yang mendorong dan menginisiasi pertumbuhan lembaga keuangan mikro dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas untuk dapat mengakses produk Bank Muamalat melalui mitra BMI. Salah satunya dengan cara mendirikan dan mengembangkan BMT Shar-E. BMI kemudian bekerjasama dengan PINBUK yakni sebuah lembaga yang salah satu fokus kompetensinya melakukan pendirian, pembinaan dan pengembangan BMT di seluruh Indonesia - untuk kemudian kedua lembaga ini menginisiasi masyarakat dalam pendirian BMT Shar-E di berbagai wilayah. Disisi lain, keinginan yang kuat dari masyarakat sendiri untuk membentuk BMT. Hal inilah yang kemudian dipertemukan sehingga terjalinlah kerjasama yang erat antara ketiga pihak tersebut dalam pendirian dan operasional BMT Shar-E. Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dari masyarakat untuk berkerjasama menjalin kemitraan dalam pendirian BMT Shar-E, yakni adanya kemudahan serta kelebihan yang akan didapatkan oleh masyarakat dalam pendirian BMT Shar-E bila dibandingkan dengan mendirikan BMT sendiri. Beberapa pertimbangan tersebut adalah : 1. Brand (nama) besar dari Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank pertama syariah dan salah satu bank syariah terbesar di Indonesia.119
118
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009, hal. 1. Wawancara Pribadi dengan Emma. S (Account Officer BMT El Wahida). Bekasi, 2 September 2010. 119
81
Hal ini menimbulkan keinginan, dan kepercayaan dari masyarakat pendiri untuk bekerjasama menjalin kemitraan dengan BMI. Disamping itu, dengan nama besar (brand) dari BMI ini diharapkan akan menyebabkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat sekitar lokasi BMT Shar-E untuk menggunakan jasa BMT Shar-E. 2. Pendirian BMT yang dilakukan oleh masyarakat akan lebih ringan bila dibandingkan dengan mendirikan BMT sendiri, karena permodalan BMT Shar-E ini dihimpun dari masyarakat pendiri, BMI dan PINBUK secara bersama. 3. Untuk mendapatkan Legalitas badan hukum BMT lebih mudah dan cepat karena legalitas BMT akan diurus oleh PINBUK dan BMI dengan jangka waktu kurang lebih 3 bulan bisa mendapatkan badan hukum. Dibandingkan dengan mendirikan BMT sendiri yang akan memerlukan jangka waktu kurang lebih 1 tahun untuk bisa memperoleh legalitas badan hukum BMT.120 4. Fasilitas insfrastruktur yang diperlukan dalam operasional BMT diperoleh dari BMI dan PINBUK.
BMI
memiliki
peranan
untuk
menyiapkan
dukungan
hardware,
standarisasi counter, warkat-warkat administrasi, menyelenggarakan pelatihan (akomodasi dan konsumsi), biaya pendampingan, fasilitas EDC dan PC Banking,
120
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November
2010.
82
support pembiayaan BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E segera memiliki kinerja kantor yang layak dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat.121
PINBUK memiliki peranan untuk menggalang swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan Standar Operasional Manajemen (SOM), Standar Operasional Prosedur (SOP), software aplikasi BMT online, fasilitas pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta pendampingan (selamanya) BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E tumbuh dan berkembang sesuai target, dengan dukungan teknologi modern dan mencapai tingkat pelayanan yang berjangkauan luas, didukung oleh sumber daya insani yang terampil di bidang penyelenggaraan jasa keuangan mikro syariah sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.122
Sedangkan dari pihak masyarakat hanya berperan dalam modal operasional awal, biaya sewa tempat, biaya perizinan dan meyiapkan pengelola yang akan mengoperasionalkan BMT.
5. Dalam operational BMT, BMI berkomitmen dalam memberikan bantuan dana dalam bentuk simpanan serta penyaluran dana linkage program sebagai pembiayaan ke BMT Shar-E dalam rangka meningkatkan kapasitas pembiayaan kepada anggota dan masyarakat.
121
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum
Tahun 2009 122
Ibid.,
83
Dengan pertimbangan ini maka masyarakat pendiri menjalin kerjasama pendirian BMT Shar-E ini dengan BMI dan PINBUK sebagai pemrakarsa. Pendirian BMT Shar-E yang di inisiasi oleh BMI dan PINBUK kepada masyarakat ini menurut penulis sangat positif. Karena inisiasi ini memiliki konsep, mekanisme dan implementasi yang baik disertai dengan kelebihan yang ada. Ditambah lagi pendirian BMT Shar-E ini ditargetkan mencapai jumlah 500 unit di seluruh wilayah Indonesia sehingga hal ini menumbuh kembangkan BMT yang memiliki kualitas layanan dan operasional modern yang baik diberbagai wilayah Indonesia.
Kerjasama antara BMI dengan BMT Shar-E ini tidak hanya sebatas pada linkage program saja, tetapi hal tersebut dilakukan secara lebih luas lagi yakni membangun jaringan kerja BMT Shar-E di seluruh Indonesia, untuk menghasilkan : a. Sinergi kerja antar BMT dan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia yang lebih luas. b. Volume transaksi keuangan yang lebih besar. c. Kecepatan dan keamanan transaksi yang lebih baik. d. Efisiensi dan optimalisasi usaha yang lebih tinggi. f. Kontrol yang lebih baik dalam pengelolaan dana.
Jaringan kerja yang dibangun ini diharapkan terjadi secara aktif, efektif dan optimal dengan system hubungan 2 arah ( BMI-BMT Shar-E atau sebaliknya BMT Shar-E – BMI). Serta tidak hanya sebatas pada hubungan pasif satu arah
84
yakni dari BMI kepada BMT Shar-E. Sehingga dengan demikian akan terjalin kerjasama simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
b. Permodalan
Terkait dengan permodalan, pendirian BMT Shar-E memiliki modal awal sebesar Rp.100 juta. Permodalan BMT Shar-E ini terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan pokok khusus yang berasal dari anggota pendiri. Anggota pendiri adalah adalah anggota yang selain membayar Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib, juga membayar Simpanan Pokok Khusus pada awal pendirian KJKS BMT, yang besarnya simpanan tersebut dianggap mampu menjamin keberlangsungan perkembangan KJKS BMT Shar-E.123 Komposisi modal pendirian BMT Shar-E secara khusus memiliki simpanan pokok khusus yang terdiri dari :124
123 124
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 6. Overview Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 3.
85
1. Masyarakat pendiri sebesar Rp.75.000.000 (hal ini termasuk modal dari BMT mitra dan PINBUK daerah pendamping bila ikut serta dalam pendirian BMT Shar-E). 2. Bank Muamalat Indonesia senilai Rp.15.000.000 Komposisi simpanan pokok khusus BMI dalam pendirian BMT SharE ini tidak/bukan dalam bentuk uang, tetapi diberikan dalam bentuk dukungan peranan fasilitas dan insfrastruktur yang memiliki kesetaraan nilai sebesar Rp. 15.000.000.
Peran dukungan BMI dalam permodalan BMT Shar-E diantaranya yakni menyiapkan dukungan hardware, standarisasi counter, warkat-warkat administrasi, menyelenggarakan pelatihan (akomodasi dan konsumsi), biaya pendampingan, fasilitas EDC dan PC Banking, support pembiayaan BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E segera memiliki kinerja kantor yang layak dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
Standarisasi luas counter yakni minimal 20 M2 (dua puluh meter persegi), plus halaman minilai 9 M2 (sembilan meter persegi). Perlengkapan kantor, brankas kecil, cash box, filling cabinet, meja ½ biro, kursi tunggu, passbook, lampu ultraviolet, kalkulator, stempel, telefax, perangkat computer
86
dan printer (menggunakan sistem infus) keseluruhannya dipersiapkan dan didanai oleh BMI.125
3. PINBUK pusat sebesar Rp. 10.000.000
Seperti halnya BMI, komponen simpanan pokok khusus PINBUK dalam pendirian BMT Shar-E ini juga tidak diberikan dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk dukungan peranan yang memiliki kesetaraan nilai sebesar Rp.10.000.000. Dukungan peranan PINBUK tersebut yakni menggalang swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan Standar Operasional Manajemen (SOM), Standar Operasional Prosedur (SOP), software aplikasi BMT online, fasilitas pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta pendampingan (selamanya) BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E tumbuh dan berkembang sesuai target, dengan dukungan teknologi modern dan mencapai tingkat pelayanan yang berjangkauan luas, didukung oleh sumber daya insani yang terampil di bidang penyelenggaraan jasa keuangan mikro syariah sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Standar Operasional Manajemen (SOM), Standar Operasional Prosedur (SOP), Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, software aplikasi BMT online, fasilitas pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta 125
Ibid., hal. 3.
87
pendampingan (selamanya) BMT Shar-E keseluruhannya dipersiapkan dan didanai oleh PINBUK.
Dari 3 pihak tersebut secara keseluruhan modal awal BMT Shar-E adalah sebesar Rp. 100.000.000. Berikut adalah komposisi modal pendirian BMT Shar’E :
Modal Awal
Modal Awal
Simpanan pokok Khusus Rp. 15.000.000
Modal Awal
Simpanan pokok Khusus Rp. 75.000.000
BMI
Simpanan pokok Khusus Rp. 10.000.000 PINBUK
Tokoh masyarakat BMT Shar-E
BMI
Tokoh masyarakat
menyiapkan dukungan hardware, standarisasi counter, warkat-warkat administrasi, pelatihan
menyelenggarakan (akomodasi
dan
konsumsi), biaya pendampingan,
Modal
operasional
sebesar
menggalang swadaya masyarakat pada
RP.75.000.000 Sewa tempat Biaya
PINBUK
pendirian
BMT
Shar’e,
menyiapkan Standar Operasional
perijinan
hukum
dan
badan
Manajemen
(SOM),
Standar
Operasional
Prosedur
(SOP),
fasilitas EDC dan PC Banking,
Biaya pengelola
software
support pembiayaan BMT Shar’e,
Dan lain-lain
fasilitas pelatihan untuk pengurus
sehingga
BMT
Shar’e
aplikasi
BMT
online,
segera
dan pengelola serta pendampingan
memiliki kinerja kantor yang layak
(selamanya) BMT Shar’e, sehingga
dan memperoleh kepercayaan dari
BMT
Shar’e
tumbuh
dan
berkembang sesuai target, dengan
88
masyarakat.
dukungan teknologi modern dan mencapai tingkat pelayanan yang
Luas counter minimal 20 M2 (dua
berjangkauan luas, didukung oleh
puluh meter persegi), plus halaman
sumber daya insani yang terampil
minilai 9 M2 (sembilan meter persegi).
Perlengkapan
di bidang penyelenggaraan jasa
kantor,
keuangan mikro syariah sehingga
brankas kecil, cash box, filling
dapat memberikan manfaat bagi
cabinet, meja ½ biro, kursi tunggu, passbook,
lampu
kalkulator,
masyarakat.
ultraviolet,
stempel,
telefax,
Standar Operasional Manajemen
perangkat computer dan printer
(SOM),
(menggunakan
Prosedur
sistem
infus)
Standar
Operasional
(SOP),
Anggaran
keseluruhannya dipersiapkan dan
Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
didanai oleh BMI.
software
aplikasi
BMT
online,
fasilitas pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta pendampingan (selamanya)
BMT
Shar’e
keseluruhannya dipersiapkan dan didanai oleh PINBUK.
Komposisi modal seperti ini menjadikan 3 pihak tersebut (Masyarakat pendiri, BMI dan PINBUK) sebagai mitra aliansi yaitu sebagai anggota pendiri yang bermusyarakah dalam usaha pendirian BMT. Sebagai anggota pendiri, maka 3 pihak ini memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut :126
126
Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 2.
89
Hak anggota pendiri : 1. 2. 3. 4.
Memilih dan dipilih menjadi Pengurus KJKS BMT Shar-E Memberikan suaranya dalam pemungutan suara. Mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan. Mendapat kesempatan ikut serta dalam semua kegiatan-kegiatan KJKS BMT Shar-E. 5. Mendapatkan SHU sesuai dengan keterlibatannya dalam Simpoksus, Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib. Kewajiban anggota pendiri : 1. Turut serta dalam memajukan usaha KJKS BMT Shar-E baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Menghadiri rapat-rapat yang dipandang perlu diadakan Pengurus. 3. Mengikuti secara aktif program KJKS BMT Shar-E terutama dalam peningkatan sumber daya insani. 4. Mematuhi dan melaksanakan semua peraturan dan beban yang menjadi tanggung jawabnya. 5. Mengantisipasi dan memantau perkembangan usaha KJKS BMT Shar-E dan keaktifan Pengurus dalam mengendalikan bisnis dan kelembagaan KJKS BMT Shar-E. 6. Menambah jumlah Simpanan Pokok Khusus untuk lebih menyeimbangkan antara modal KJKS BMT Shar-E dengan simpanan Anggota dan aset KJKS BMT Shar-E. Penyertaan modal simpanan pokok khusus yang tidak berbentuk uang ini dikarenakan keinginan dari BMI yang ingin melakukan standarisasi BMT Shar-E diseluruh wilayah Indonesia. Standarisasi BMT Shar-E ini dilakukan baik dari segi layout counter, teknologi, SOP, dan lainnya sehingga menjadikan BMT Shar-E selaras satu sama lain.127
127
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22 Oktober 2010.
90
Dengan penyertaan modal simpanan pokok khusus BMI dan PINBUK yang bukan berupa uang tetapi berupa investasi sarana dan prasarana fasilitas penunjang BMT menurut penulis dinilai tepat sasaran dalam peruntukannya, karena saling melengkapi dan mendukung dalam operasional awal BMT Shar-E. BMI dalam hal fasilitas sarana dan prasarana operasional serta dukungan dana linkage program BMT. PINBUK dalam hal fasilitas teknis, pelatihan, manajemen, serta peningkatan mutu SDM. Sedangkan masyarakat pendiri berkontribusi dalam hal modal kerja operasional BMT. Semua kontribusi ini menjadi sinergi yang akan memperkuat kelembagaan dan memperluas jaringan kerja BMT Shar-E bagi pemberdayaan masyarakat dan UKM. Namun yang perlu menjadi perhatian dalam hubungan permodalan ini adalah masalah perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang didasarkan atas SIMPOKSUS yang diberikan oleh para masing-masing pihak. Modal BMI dan PINBUK yang berupa pemberian fasilitas operasional dan biaya-biaya pendampingan dan pelatihan ini menurut penulis terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki. Dalam praktek yang terjadi, SIMPOKSUS yang diberikan ini memiliki jumlah nominal yang tetap dan tidak berubah. Kemudian dari SIMPOKSUS yang tetap ini BMI dan PINBUK memperoleh SHU BMT. Padahal fasilitas operasional baik hardware, software, fasilitas EDC, PC Banking serta fasilitas lainnya, menurut penulis bisa saja mengalami kerusakan dan penyusutan nilai asset. Dalam ketentuan, bila dalam operasionalnya terjadi kerusakan
91
pada fasilitas tersebut maka hal tersebut menjadi tanggungan dari BMI dan PINBUK. Namun dalam prakteknya terkadang hal ini menjadi tanggungan atau biaya BMT. Menurut penulis, seharusnya kerusakan dan penyusutan nilai asset yang terjadi selama operasional BMT tersebut menjadi tanggungan/beban dari BMI dan PINBUK. Karena fasilitas operasional tersebut merupakan investasi dari BMI dan PINBUK, maka kedua lembaga tersebut seharusnya melaksanakan komitmen dalam menjaga dan memelihara investasi tersebut. Serta seharusnya penyusutan dan kerusakan yang terjadi dari fasilitas yang diberikan tersebut mempengaruhi perhitungan nilai SHU yang didapat oleh BMI maupun PINBUK. Kemudian, dari SIMPOKSUS yang diberikan dalam bentuk barang, maka hendaknya barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) yang berlaku pada periode tertentu dan dinyatakan secara jelas jumlahnya. Karena dasar harga pasar (net realizable value) setiap periode waktu tertentu berbeda dengan periode waktu yang lain misalnya dasar harga pasar (net realizable value) 5 tahun yang lalu berbeda dengan yang sekarang. Jadi menurut penulis harus ada penyesuaian penilaian dari waktu ke waktu terhadap investasi yang dilakukan dalam pendirian BMT Shar-E. Begitu pula dengan jasa pelatihan dan pendampingan yang diberikan, hendaknya juga harus memiliki kejelasan dalam hal biaya dan kuantitasnya. Tidak ada kekurangan dalam penilaian SIMPOKSUS yang merugikan salah satu pihak sehingga terjadi kesesuaian antara SIMPOKSUS yang disertakan dengan fasilitas (barang dan jasa) yang di berikan. 92
c. Struktur organisasi Berdasarkan kontribusinya dalam komponen pokok khusus sebagai anggota pendiri, dan juga berdasarkan SOP/SOM serta AD/ART yang ditetapkan, maka kepengurusan BMT ini dilakukan oleh : 1. Ketua, yang ditunjuk dan/atau mewakili kepentingan para pendiri 2. Sekretaris, yang ditunjuk dan/atau mewakili kepentingan PINBUK 3. Bendahara, yang ditunjuk dan/atau mewakili kepentingan BMI 4. Pengawas (sekurang-kurangnya 1 orang), yang ditunjuk dan/atau mewakili kepentingan para pendiri Uraian tugas dan peran dari masing-masing jabatan pengurus tersebut sebagai berikut:128 BMI
Masyarakat pendiri
PINBUK
Ketua Wakil mayarakat Menjalankan tugas-tugas memimpin Rapat Anggota dan Rapat Pengurus, tugas-tugas kepemimpinan di antara anggota Pengurus, membina kepemimpinan antara Pengelola, ikut menandatangani surat-surat berharga serta surat-surat lain yang bertalian dengan penyelenggaraan keuangan KJKS BMT, menjalankan tugas-tugas yang diamanahkan oleh ketentuan AD/ART KJKS BMT , khususnya mengenai pencapaian tujuan, visi, misi, fungsi dan prinsip-prinsip utama KJKS BMT.
Bendahara Wakil BMI
128
Sekretaris Wakil PINBUK
Overview Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 3.
93
Menjalankan tugas – tugas pengawasan kebendaharaan, lebih utama dalam memberikan catatan-catatan keuangan KJKS BMT, memverifikasi dan memberikan saran pada ketua tentang berbagai situasi dan mengatur efektifnya pengamanan kekayaan, rekening Bank atas nama KJKS BMT, dan komite pembiayaan.
Bertugas membuat serta memelihara Berita Acara yang asli dan lengkap dari rapat-rapat Anggota dan rapat-rapat Pengurus. Sekretaris bertanggung jawab atas pemberitahuan kepada Anggota sebelum rapat diadakan sesuai dengan ketentuan bidang AD/ART.
Dalam kepengurusan BMT Shar-E ini ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pengurus diantaranya sebagai berikut :129 1. Pengurus dipilih dari Anggota Pendiri melalui mekanisme Rapat Anggota. 2. Pengurus dipilih untuk mewakili seluruh Anggota dalam menjalankan, mengendalikan dan mengawasi usaha dan kelembagaan KJKS BMT. 3. Pengurus dipilih berdasarkan kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikan jalannya KJKS BMT. 4. Pengurus dipilih untuk masa jabatan 3 tahun dan dapat dipilih kembali apabila selesai masa jabatannya berakhir. 5. Pengurus KJKS BMT terdiri dari satu orang Ketua, satu orang Sekretaris, dan satu orang Bendahara. Adapun ketentuan pemilihan pengurus dalam BMT Shar-E, yakni :130 1. Anggota Pendiri mengajukan calon-calon untuk setiap posisi Pengurus yang berasal dari unsur Bank Muamalat, PINBUK dan Anggota Pendiri. 2. Setelah calon-calon untuk setiap posisi Pengurus diperoleh, rapat Anggota Pendiri mensahkan dan menetapkan calon-calon tersebut sebagai Pengurus. 3. Tiap-tiap pemilihan diputuskan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai maka pemilihan dilakukan dengan cara voting (suara terbanyak), apabila ada dua calon atau lebih mendapat suara yang yang sama maka pemungutan suara diulangi, kecuali diantara mereka menyatakan pengunduran diri dari calon. 4. Pencalonan maupun pemilihan dilakukan dalam jumlah ganjil 3 (tiga) sampai dengan 11 (sebelas) orang untuk calon pengurus.
129 130
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. hal. 7. Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyum Tahun 2009, hal. 5.
94
5. Jumlah anggota Pengurus adalah 3 sampai dengan 5 orang yang terdiri unsur Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
Dalam kepengurusan ini maka pengurus mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakaan. Hak dan kewajiban pengurus secara umum yakni :131 Kewajiban
Hak
1. Bertanggung jawab dalam pengelolaan dan usaha-usaha yang diselenggarakan oleh KJKS BMT.
1. Dalam menjalankan tugasnya Pengurus menyeleksi dan mengangkat Pengelola, guna mensukseskan program dan pengembangan KJKS BMT.
2. Menyelenggarakan pembukuan keuangan, inventaris dan pencatatan-pencatatan lain yang dianggap perlu secara tertib dan teratur.
2. Pengurus mendapat bagian Sisa Hasil Usaha (SHU) tahunan yang besarnya ditentukan dalam Anggaran Dasar.
3. Membuat rencana kerja, anggaran pendapatan dan pengeluaran, arus tunai KJKS BMT untuk setiap tahun, tengah tahunan dan kuartalan (tiga bulanan).
3. Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan anggaran Dasar.
4. Memantau pelaksanaan rencana kerja, mendiskusikan pencapaian dan penyimpangannya, serta kebijakan operasional lanjutan yang akan diterapkan. 5. Menyelenggarakan Rapat Anggota. 6. Pengurus bertanggung jawab kepada Rapat Anggota, dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas organisasi maupun keuangan. 7. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama KJKS BMT, serta mewakili KJKS BMT dihadapan dan diluar Pengadilan. 8. Memilih, menunjuk dan menetapkan Pengelola KJKS BMT. 9. Pengurus bersama Pengelola KJKS BMT mengadakan Kajian Ruhiyah (Spiritual Communication - Qolbiah Ilahiyah) dengan Anggota dan atau kelompok-kelompok Anggota secara berkala.
Terkait kewajiban pengurus, pengurus juga berkewajiban dalam menyusun dan menggariskan Pola Kebijakan Umum dan Rencana Kerja KJKS BMT Shar-E
131
Ibid., hal. 7.
95
tahunan, tengah tahunan dan kuartalan. Pengurus mengesahkan laporan dan tingkat kesehatan KJKS BMT, keuangan KJKS BMT dan selalu mendapat sehelai tembusan laporan bulanan keuangan dan tingkat kesehatan KJKS BMT yang terakhir. Serta Pengurus harus memberikan saran-saran yang diperlukan pengelola untuk memperbaiki posisi keuangan dan tingkat kesehatan KJKS BMT. Selain itu dalam kaitannya dengan lembaga lain, maka pengurus berkewajiban memberikan laporan kegiatan, laporan keuangan dan analisa kesehatan KJKS BMT Shar-E kepada pemerintah dan dinas terkait, serta PINBUK dan BMI, mengenai keadaan dan perkembangan organisasi serta usaha-usaha yang diselenggarakan oleh KJKS BMT Shar-E sekurang-kurangnya satu tahun sekali.132 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat kita analisis bahwa pola hubungan BMT Shar-E dengan BMI dan PINBUK dalam struktur organisasi sangat erat dan menjadi sinergi yang baik bagi kordinasi kelembagaan, serta dalam menjalankan operasional kepengurusan bagi keberlangsungan BMT Shar-E.
Ada beberapa kelebihan dengan adanya struktur kepengurusan seperti ini, diantaranya:
1. Kepentingan masing-masing pihak baik masyarakat pendiri, BMI dan PINBUK terwakili oleh masing-masing wakil mereka di kepengurusan.
132
Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 3-4.
96
2. Struktur organisasi kepengurusan ini menjadi sinergi yang kuat karena struktur kepengurusan di isi oleh wakil masing-masing pihak yang memiliki kompetensi, kemampuan dan keahlian di bidangnya sehingga dapat menjalankan fungsional kepengurusan dengan baik.
Wakil dari BMI di BMT Shar-E merupakan orang terpercaya yang ditunjuk oleh BMI untuk menjadi pengurus (bendahara) di BMT Shar-E. Orang yang ditunjuk menjadi bendahara pada BMT Shar-E ini bisa merupakan personal yang selama ini sudah bekerjasama baik dengan BMI, contohnya Da’i Muamalat, personel BMM. Selain itu, penunjukan bendahara pada BMT Shar-E bisa juga berasal dari internal Bank Muamalat sendiri seperti Account Officer, marketing dan lain-lain.133 Namun biasanya yang menjadi bendahara BMT Shar-E pada umumnya
adalah Account Officer terpercaya yang memiliki pengetahuan,
pengalaman dan keahlian dalam bidang keuangan pada BMI cabang di daerah lokasi BMT Shar-E itu berada.
Tujuan dari penempatan wakil BMI sebagai bendahara di BMT Shar-E ini yakni dalam rangka memudahkan BMI untuk memonitoring/mengawasi perkembangan (progres) pendirian dan operasioanal BMT Shar-E.134
133
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22 Oktober 2010. 134 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta , 22 Oktober 2010.
97
Wakil dari Pinbuk di BMT Shar-E merupakan seseorang yang ditunjukoleh PINBUK dengan kompetensi, kemampuan dan pengalaman yang baik dalam hal pengembangan, manajerial, dan pendampingan bagi kemajuan BMT.
Sedangkan wakil dari masyarakat pendiri di BMT Shar-E merupakan seseorang yang ditunjuk dan dipercaya karena memiliki kemampuan, kompetensi dan keahlian serta pengaruh dalam memimpin BMT Shar-E.
3. Dengan menempatkan wakil mereka di kepengurusan maka memudahkan berbagai pihak (masyarakat pendiri, BMI, dan PINBUK) untuk saling berkoordinasi dalam menentukan keputusan strategis serta menjalankan kepengurusan BMT. 4. Melalui wakil mereka di kepengurusan, maka memudahkan masing pihak khususnya BMI dan PINBUK dalam mengetahui kondisi serta perkembangan BMT secara utuh dan menyeluruh. Bukan hanya sebatas pada laporan/data semata diluar kelembagaan, tetapi ikut terjun langsung didalam kepengurusan kelembagaan sehingga dapat mengetahui permasalahan, perkembangan dan kondisi BMT secara menyeluruh.
Dari penjelasan/uraian diatas, maka dapat diketahui dan dipahami secara jelas bahwa pola hubungan kelembagan antara BMT Shar-E, BMI dan PINBUK menunjukkan pola hubungan yang erat, kuat dan bersinergi satu sama lain. Baik
98
dalam hal pendirian, permodalan, insfrastruktur (sarana dan prasarana) operasional serta dalam struktur kepengurusan BMT Shar-E sehingga peran dan fungsi BMT Shar-E menjadi optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
2. Pola Hubungan Operasional
Seperti halnya lembaga keuangan lainnya, maka fungsi utama BMT Shar-E adalah sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi antara masyarakat pemodal/investor dengan masyarakat yang membutuhkan dana termasuk UKM.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi maka BMT Shar-E ini melakukan berbagai usaha dan kegiatan operasional diantarnya, sebagai berikut :135
A. Usaha Ekonomi Produktif (1). Menggalang dan menghimpun dana melalui simpanan Anggota yang dipergunakan untuk melayani pembiayaan usaha-usaha Anggota dan Calon Anggota. (2). Menggalang dan menghimpun dana masyarakat secara umum baik Anggota maupun non Anggota melalui tabungan Shar-E Bank Muamalat, dimana dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan ke KJKS BMT dan dipergunakan oleh KJKS BMT untuk pembiayaan kepada Anggota dan Calon Anggota. (3). Memberikan pembiayaan kepada usaha produktif Anggota melalui cara pelayanan yang cepat, layak, aman dan tepat sasaran. 135
Anggaran Dasar (AD)) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 5-6.
99
(4). Aturan dan jenis pembiayaan dituangkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART). (5). Membantu mengembangkan usaha-usaha sektor riil yang menunjang usaha Anggota. (6). Menyalurkan dana lingkage program yang berasal hanya dari Bank Muamalat Indonesia dan dana program pemerintah. (7). Mengelola usaha tersebut secara profesional berdasarkan prinsip syari’ah. B. Pendidikan dan Sosial136 (1) Melaksanakan pendidikan dan bimbingan kepada Anggota yang menerima pembiayaan agar mereka mampu mengembangkan usahanya sehingga bisa mempertanggung-jawabkan pembiayaan yang diterimanya. (2) Melaksanakan pendidikan dan bimbingan pemanfaatan hasil usaha yang diperoleh Anggota sehingga benar-benar bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan Anggota dan keluarganya. (3) Melakukan pendidikan dan pembinaan ruhiyah Pengurus, Pengelola dan Anggota KJKS BMT untuk membentuk kepribadian/akhlak Islami yang utuh, tangguh dan mampu dalam beribadah menghadapi tantangan global. (4) Memberikan pinjaman dalam bentuk al-Qardul-Hasan. (5) Bekerjasama dengan Baitul Maal Muamalat (BMM) dalam menghimpun dan menyalurkan dana zakat, Infaq dan Shadaqah.
136
Ibid., hal. 5-6.
100
Berikut adalah mekanisme operasional BMT Shar-E :137 Operasional BMT
Penghiumpunan dana
Dana Internal : Modal dasar : Simpanan pokok, simpanan pokok khusus, dan simpanan wajib
SHU dibagikan
Dana tabungan : tabungan wadiah dan mudharabah
Bagi hasil dan bonus
Penjualan kartu shar-E Bank Muamalat
Fee/Bonus
Dana eksternal : Dana linkage program Bank Muamalat Dana investasi terikat : Dana penyertaan dari pemerintah dan sumber investasi non bank lainnya
Bagi hasil
S I S A H A S I l U S A H A
Pembiayaan
Mudharabah Bagi hasil Musyarakah
Murabahah Margin Bai tsaman Ajil
Infaq
Qardhu hasan
Pool Pendapatan
Biaya operasional
Usaha dan kegiatan operasional sehari-hari tersebut, secara fungsional dilakukan oleh pengelola. Pengelola adalah pelaksana usaha KJKS BMT Shar-E yang dipilih, ditunjuk, dan ditetapkan oleh pengurus untuk mengelola dan mengembangkan bisnis dan asset KJKS BMT Shar-E. Pengelola yang dipilih dan ditetapkan oleh pengurus ini merupakan tenaga terlatih dan professional sesuai dengan kemampuan
137
Amin Aziz, Tata cara Pendirian BMT Versi E-Book, (Jakarta : PKES Publising, 2008), hal. 29. (diolah)
101
dan latar belakang pendidikannya serta memiliki standar pengelolaan lembaga keuangan mikro syariah.138 Dalam tahap awal pendirian BMT Shar-E, pengelola BMT ini terdiri dari Manajer, Staff Penggalangan Dana dan Hubungan / Pelayanan Masyarakat, Staff Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil serta Staff Administrasi, Pembukuan dan Kasir. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, tenaga pengelola KJKS BMT Shar-E dapat mengalami penambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan atas ususlan manager serta atas pertimbangan pengurus. Dalam hal operasional yang dilakukan oleh pengelola, pengelola diharuskan melaksanakan semua kebijakan pengurus dan mempertanggung jawabkannya kepada pengurus. Tugas pengelola yang utama adalah merancang rencana kerja, mengelola dan menjalankan usaha sehari hari. Pengelola juga berkewajiban dalam membuat laporan tentang : Penjualan kartu Shar-E, Keuangan (Neraca, L/R), Perkembangan pembiayaan dan penilaian aktiva produktif (NPL), dan Perkembangan tabungan. Selain itu, pengelola juga berkewajiban dalam membuat laporan terkait kegiatan usaha dan tingkat kesehatan BMT.139 Manajer
Staff Penggalangan Dana dan Hubungan / Pelayanan
Pembukuan dan Kasir
Masyarakat
138 139
Staff Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil serta Staff Administrasi
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 8. Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 5-6.
102
Pengelolaan serta pengambilan keputusan yang bersifat operasional diatas dilakukan oleh pengelola secara independent tanpa ada intervensi kepentingan dari pengurus, BMI serta PINBUK yang cenderung menguntungkan kepentingan sendiri, keluarga atau pihak tertentu sehingga dapat berpotensi merugikan KJKS BMT SharE. Dalam menjalankan operasional BMT, pengelola juga melakukan koordinasi dengan pihak lain baik secara internal yakni dengan pengurus maupun secara eksternal yakni dengan pihak BMI dan PINBUK. Tujuan koordinasi ini adalah untuk memaksimalkan fungsional pengelolaan BMT sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan produktif bagi masyarakat khususnya anggota. Selain itu, koordinasi ini juga bertujuan agar permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan BMT bisa diatasi dan terselesaikan dengan baik melalui koordinasi ini. Koordinasi internal BMT yang dilakukan yakni berupa pertemuan rutin (rapat) yang dilakukan oleh dewan pengawas syariah, pengurus, pengelola dan staff BMT. Rapat atau pertemuan ini ditujukan untuk mengevaluasi hasil dan pemutusan langkah-langkah taktis maupun strategis dalam operasional BMT.140 Rapat –rapat yang dilakukan antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Rapat pengurus Rapat manajemen Rapat DPS Rapat Badan Pengawas Manajemen Rapat pengurus dan Badan Pengawas Manajemen Rapat evaluasi harian (antara manajer dan staff)
140
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008).
103
7. Rapat evaluasi bulanan ( antara pengurus dan pengelola BMT) 8. Rapat koordinasi mingguan (antara pengurus dan manajer) Rapat Pengurus dilaksanakan minimal 1 bulan sekali dengan dipimpin oleh Ketua, dan dihadiri oleh Sekretaris dan Bendahara. Dalam rapat pengurus apabila diperlukan dapat menghadirkan Pengelola untuk meminta penjelasan Laporan Keuangan, seperti Neraca dan Rugi/Laba (R/L), Penilaian Kesehatan, Penilaian Aktiva Produktif (NPL) dan kebijakan-kebijakan operasional yang perlu dilakukan. Rapat Pengurus juga berkewajiban membuat risalah rapat yang terdokumentasi dengan tertib dan ditandatangani oleh Pimpinan Rapat.141 Sedangkan Rapat Pengelola dilaksanakan minimal 1 (satu) bulan sekali dan dihadiri oleh seluruh staf KJKS BMT. Rapat Pengelola dipimpin oleh Manajer, apabila berhalangan dapat digantikan oleh salah satu staf di bawahnya.142 Rapat Pengelola terdiri atas :143 1
Rapat Pengelola harian, rapat koordinasi yang dilaksanakan Pengelola secara rutin setiap hari sebelum operasional, untuk mengetahui kesiapan staf, lembaga serta pemberian motivasi dan doa.
2
Rapat Pengelola Mingguan, yaitu rapat koordinasi yang dilaksanakan rutin pekanan untuk menilai pekerjaan selama satu pekan dan menyiapkan rencana kerja pekan berikutnya.
3
Rapat Pengelola bulanan, yaitu rapat koordinasi yang menilai kinerja Pengelola, Laporan Keuangan, Neraca dan Rugi/Laba (R/L), Penilaian Kesehatan KJKS BMT, Penilaian Aktiva Produktif (NPL) dari tiap penerima pembiayaan dan sosialisasi kebijakan-kebijakan operasional yang perlu dilakukan.
141
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008). 142 Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. hal. 10. 143 Ibid., hal. 10-11.
104
4
Rapat Pengelola mingguan dan bulanan menyiapkan notulensi rapat yang terdokumentasi dengan tertib dan ditandatangani oleh Pimpinan Rapat.
Koordinasi BMT dengan pihak eksternal dilakukan BMT Shar-E dengan BMI cabang, BMT Existing/Pendamping, Pinbuk dan lainnya. Berikut adalah skema koordinasi yang dilakukan :144 BMI Pusat
PINBUK Pusat Tim Manajemen Program KORWIL/Asisten KORWIL
BMI Cabang BMT Existing/ Pendamping
PINBUK Provinsi
PINBUK Kab/Kota BMT Shar-E
: Garis Komando : Garis Koordinasi
Dalam menjalankan operasionalnya, Penulis menilai bahwa BMT Shar-E yang ada biasanya selalu menggunakan pembiayaan dengan akad murabahah maupun ijarah multijasa dengan porsi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan akad mudharabah. Hal ini memang menjadi kebijakan dari BMT dan memang diperbolehkan. Tetapi penulis berpendapat bahwa alangkah lebih baik bila BMT
144
M. Amin Aziz dkk, SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT Shar-E, (Jakarta : PINBUK Press, 2008).
105
Shar-E yang ada menggunakan akad mudharabah dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan akad lainnya. Walaupun penerapan akad mudharabah ini memiliki kesulitan yang lebih besar dari akad lainnya, namun akad mudharabah ini lebih adil baik dari sisi keuntungan maupun kerugian bagi kedua belah pihak. Untuk itu, perlu ada upaya menggalangkan penerapan akad mudharabah dalam setiap transaksi yang sesuai dengan kebutuhannya. Salah satunya adalah membuat kebijakan penerapan akad mudharabah minimal dalam operasional BMT Shar-E baik kebijakan itu dari BMI maupun dari pihak intern BMT Shar-E sendiri. Kemudian terkait struktur organisasi yang ada, penulis menilai bahwa beberapa BMT Shar-E yang ada tidak memiliki struktur organisasi yang lengkap. Struktur organisasi pengelola yang tidak lengkap tersebut mengakibatkan terjadinya rangkap jabatan bagi pengelola yang ada sehingga mengganggu optimalisasi kinerja, tugas dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan. Selain itu, koordinasi yang dilakukan BMT baik secara internal (antara pengurus, pengelola dan anggota), dan terutama dengan pihak ekternal (BMI dan PINBUK) masih kurang optimal serta perlu lebih ditingkatkan lagi. Hal ini terjadi karena kesibukan dari masing-masing pihak yang memiliki tanggung jawab dan pekerjaan lain disamping bekerjasama dalam mensukseskan BMT sehingga menyebabkan koordinasi yang terjadi kurang optimal. Untuk itu, penulis berpendapat agar dibuat sistem koordinasi yang efektif dan secara berkala agar terjalin koordinasi serta silahturahmi yang baik antar internal BMT dan terutama pihak ekternal BMT. 106
3. Pola Hubungan Penyaluran Pembiayaan Untuk menghasilkan sinergi kerja antar BMT dan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia yang lebih luas, maka BMI membangun jaringan kerja BMT Shar-E diseluruh Indonesia. Jaringan kerja BMT Shar-E ini dibangun dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas untuk dapat mengakses produk bank muamalat melalui mitra BMI. Salah satunya melalui BMT Shar-E. Sebagai mitra aliansi, BMI menjadikan BMT Shar-E sebagai jaringan kerja dalam mengakses produk-produk BMI. Produk BMI yang bisa diakses oleh masyarakat umum tersebut adalah tabungan (kartu Shar-E).145 BMT Shar-E dalam hal ini berperan sebagai agen yang menjual kartu tabungan Shar-E dalam rangka menghimpun dana pihak ketiga dari anggota maupun masyarakat luas. Selain itu BMT Shar-E juga menjadi jaringan bagi BMI untuk menyalurkan dana dari masyarakat pemodal yang telah dihimpun BMI untuk kemudian disalurkan kepada usaha-usaha produktif masyarakat, lembaga dan UMKM melalui pembiayaan linkage program. Kerjasama kemitraan yang terjalin antara BMI dan BMT Shar-E ini dilakukan dalam 3 hal yakni :146 1. Inisiasi pendirian BMT Shar-E dan membantu penguatan BMT Shar-E dalam perjalanan operasionalnya. 2. Sinergi produk BMI yakni BMT Shar-E sebagai agen penjual tabungan Shar-E dengan mendapatkan ujrah/fee. 145
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22 Oktober 2010. 146 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22 Oktober 2010.
107
3. Penyaluran pembiayaan melalui linkage program.
Fasilitas pembiayaan dari bank umum syariah bagi BMT merupakan salah satu hal penting dalam membantu penguatan dan pemberdayaan BMT. Fasilitas pembiayaan ini memiliki peran dalam menjaga likuiditas, penguatan permodalan serta meningkatkan kapasitas pembiayaan usaha BMT. Menyadari pentingnya fasilitas pembiayaan ini, maka program kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E juga dilakukan dalam hal kerjasama akses pemberian fasilitas pembiayaan dari BMI kepada BMT Shar-E. Dalam hal kerjasama pembiayaan, BMI berkomitmen dalam melakukan pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E. Komitmen ini tertuang dalam MOU perjanjian antara BMI dengan BMT Shar-E diawal kerjasama yakni bahwa BMI akan memberikan akses fasilitas pembiayaan kepada BMT Shar-E dan BMT Shar-E hanya akan menyalurkan dana linkage program yang berasal dari Bank Muamalat dan dana program pemerintah selain bank.147 Penyaluran dana linkage program yang hanya berasal dari Bank Muamalat ini dinilai sebagai sebagai hal yang baik dan positif bagi BMT Shar-E, karena memiliki beberapa keuntungan bagi BMT Shar-E jika dibandingkan dengan BMT non Shar-E. Beberapa keuntungan tesebut yakni : 1. Akses untuk mendapatkan pembiayaan linkage program dari BMI lebih mudah karena terdapat komitmen perjanjian diawal serta adanya unsur bank yakni
147
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009. Hal. 6.
108
bendahara yang merupakan perwakilan BMI di BMT. Sedangkan akses pembiayaan bagi BMT non Shar-E lebih sulit, karena BMT non Shar-E harus mencari bank yang bersedia melakukan pembiayaan ke BMT tersebut, akses ke bank sulit karena tidak ada unsur bank yang membantu dan kemungkinan ditolak bila tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan.148 2. Kepercayaan Bank Muamalat kepada BMT Shar-E lebih baik bila dibandingkan dengan BMT non Shar-E, karena program BMT Shar-E ini merupakan program kemitraan yang diprakarsai Bank Muamalat dan Bank Muamalat ikut menempatkan wakilnya sebagai bendahara. Serta Bank Muamalat mendapat laporan keuangan berkala dari BMT Shar-E sehingga BMI mengetahui kondisi dari BMT Shar-E yang akan dibiayai. 3. Persyaratan pengajuan pembiayaan yang lebih mudah karena BMT Shar-E mendapat perlakukan khusus dalam memperoleh akses pembiayaan.149 Sebagai contoh misalnya tidak ada batasan mengenai umur BMT Shar-E yang dibiayai. Sedangkan untuk BMT non Shar-E diharuskan telah beroperasi selama 2 tahun. Strategi yang terjalin ini memberikan kemudahan bagi BMI dalam menyalurkan dana yang dimilikinya kepada masyarakat luas melalui jaringan BMT Shar-E. Disisi lain, pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E ini, dapat
148
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November
2010 149
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22 Oktober 2010.
109
menguatkan permodalan BMT dan meningkatkan kapasitas pembiayaan BMT Shar-E kepada anggota UMKM dan masyarakat luas. Hal ini kemudian menjadikan kinerja BMI dan BMT Shar-E dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi menjadi maksimal dan produktif bagi pemberdayaan UMKM dan masyarakat luas. Pembiayaan BMI sendiri kepada BMT Shar-E per April 2010 telah mencapai sebesar Rp.4,299 Miliar.150 Pembiayaan tersebut dilakukan bisa dengan pola executing maupun channeling. Namun dari ke dua pola tersebut, BMI dalam penyaluran pembiayaannya kepada BMT Shar-E hampir semuanya menggunakan pola executing.151 Proses aliansi pembiayaan BMI dengan BMT Shar-E dilakukan dalam skema sebagai berikut : Proses aliansi pembiayaan BMI dan BMT Shar-E:152 9 1. Akad Mudharabah/ musyarakah BMI
5
BMT Shar-E
4 6 7
3
2 8 UK & Mikro
Keterangan : 1. Kerjasama perjanjian pembiayaan BMI-BMT Shar-E dengan akad mudharabah dan musyarakah 150
Ibid., Ibid., 152 Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi Peluang dan Tantangan.ppt, BMI Seminar oleh Muchtar MD Siswoyo, hal. 3. 151
110
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nasabah (usaha kecil & mikro) mengajukan pembiayaan kepada BMT Shar-E BMT melakukan analisa terhadap pengajuan pembiayaan anggota BMI mengajukan pembiayaan kepada BMI BMI melakukan analisa terhadap pengajuan pembiayaan yang diajukan BMT BMI droping ke BMT BMT droping ke anggota (nasabah UK & Mikro) Nasabah membayar angsuran ke BMT BMT membayar angsuran ke BMI Proses aliansi pembiayaan BMI dan BMT Shar-E ini dilakukan dengan
konsep penyaluran pembiayaan melalui tabungan Shar-E Bank Muamalat. Hal ini dilakukan dengan cara menggalang dan menghimpun dana masyarakat secara umum baik anggota maupun non anggota melalui tabungan Shar-E Bank Muamalat, dimana dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan ke KJKS BMT Shar-E dan dipergunakan oleh KJKS BMT Shar-E untuk pembiayaan kepada anggota dan calon anggota.153 Dari posisinya sebagai agen penjual ini, maka ada beberapa manfaat yang diterima BMT Shar-E dari bank muamalat, diantaranya yakni BMT Shar-E mendapat keuntungan fee 1 % dari akumulasi penjualan tabungan Shar-E. Keuntungan lain BMT dari penjualan kartu Shar-E adalah BMT mendapatkan selisih dari harga pembelian dengan harga penjualan kartu Shar-E. Sebagai contoh, BMT membeli kartu Shar-E di BMI dengan harga Rp. 116.000 kemudian BMT menjualnya kepada nasabah dengan harga Rp. 125.000 dengan keuntungan sebesar Rp. 9000,-. Selain itu, Bank Muamalat Indonesia berkomitmen untuk memberikan pembiayaan kepada BMT Shar-E dari dana akumulasi penjualan tabungan Shar-E yang berhasil 153
Anggaran Dasar (AD) BMT Jayakarta El-Qayyuum Tahun 2009, hal. 5-6.
111
dihimpun. Sedangkan keuntungan BMI adalah terjualnya produk tabungan Shar-E kepada masyarakat sehingga dana masyarakat tersebut terhimpun di BMI dan juga nasabah pengguna layanan BMI menjadi bertambah. Permasalahan lain yang perlu menjadi perhatikan dalam kerjasama ini adalah terkait fee 1 % dari akumulasi penjualan tabungan Shar-E yang diperoleh BMT. Dalam hai ini, terjadi keluhan atau komplain dari salah satu ketua pengurus BMT Shar-E yang mempertanyakan tentang mekanisme dan waktu memperoleh fee 1 % tersebut kepada pihak BMI. Untuk itu, maka diawal kerjasama ini hendaknya realisasi dan implementasi program dilakukan dengan transparan disertai dengan penjelasan program secara detail diawal, baik kelemahan maupun kelebihan yang diperoleh dari kemitraan ini sehingga masing-masing pihak mengetahui fungsi, tugas, hak serta kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak agar tidak terjadi kesalah pahaman, perselisihan dan kekecewaan dalam pelaksanaan kemitraan ini. Berikut adalah Konsep Aliansi BMI-BMT terkait tabungan Shar-E :154 Shar-E Anggota 3 BMI
UK& Mikro 2
1 4 7
5
6 BMT Shar-E
Keterangan : 1. BMT membeli Shar-E rabat ke Bank Muamalat 2. BMT menjual Shar-E ke anggota free income
154
Presentasi Bali Mei 2009, Microfinancing Acceleration Throught Alliance Program ppt, oleh Bpk. Agus Khalifatullah, hal. 16.
112
3. Dana Shar-E terakumulasi di DP3 BMI, dalam hal ini BMT mendapat fee 1% dari akumulasi dana Shar-E yang dihimpun 4. BMI Financing kepada BMT dengan akad mudharabah atau musyarakah 5. BMT financing kepada anggota BMT 6. Anggota membayar angsuran kepada BMT 7. BMT membayar angsuran anggota kepada BMI
Dalam melakukan pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E, Skim penanaman dana yang digunakan antara BMI dengan BMT Shar-E adalah dengan akad mudharabah atau musyarakah dengan pola executing atau channeling. Sedangkan hubungan pembiayaan BMT Shar-E dengan anggotanya menggunakan akad murabahah, mudharabah atau musyarakah. Namun hampir seluruh pembiayaan linkage program yang dilakukan BMI kepada BMT Shar-E menggunakan pola executing dibandingkan dengan pola channeling. Hal ini didasarkan atas pertimbangan yakni analisis pembiayaan dengan pola executing menurut bank lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola channeling. Disamping itu, pola executing yang dilakukan memiliki perhitungan resiko yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pola channeling, karena dalam pola executing Bank tidak berhadapan langsung dengan nasabah BMT155 terkait pembiayaan yang disalurkan, tetapi Bank hanya berurusan dengan BMT sebagai pihak yang menerima pembiayaan dari BMI. Dalam optimalisasi peran linkage program BUS kepada BMT, penulis berpendapat hendaknya BMI tidak hanya sebatas menggunakan pola executing, tetapi juga sebaiknya dilakukan pula dengan pola channeling. Walaupun menurut
155
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22 Oktober 2010.
113
perhitungan resiko pola executing lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola channeling. Namun pola channeling ini lebih memperlihatkan komitmen BMI untuk lebih bermanfaat bagi masyarakat kecil dan UMKM. Hal ini dikarenakan, dalam pola channeling ini, BMI akan berhubungan secara langsung dalam melakukan penyaluran pembiayaan kepada masyarakat dan UMKM melalui perantara BMT. Resiko kerugian dan keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan ini pun secara langsung dapat dirasakan oleh BMI. Selain itu, pola ini juga memberikan kemudahan resiko dan keuntungan fee yang baik bagi BMT karena BMT dalam hal ini hanya sebagai agen yang menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat dan UMKM. Berikut adalah skema aliansi executing dan channeling yang dilakukan BMI- BMT Shar-E :156 Skema Aliansi Executing BMI-BMT dengan akad mudharabah BMI Modal 100%
Akad mudharabah
BMT/KOP KOP beli 20 Modal 0% motor 200 jt Dealer motor Kirim 20 motor Rp 240 juta Anggota BMT/KOP Akad jual beli murabahah
Nisbah 75 % Rp. 30 Juta Pengambilan modal pokok 100% Rp. 200 Jt
Bagi hasil keuntungan jual beli 40 Juta
Nisbah 25 % Rp. 10 Jt
Modal
156
Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi Peluang dan Tantangan.ppt, BMI Seminar oleh Muchtar MD Siswoyo, hal. 9-10.
114
Skema aliansi (Executing) dengan akad musyarakah Akad Musyarakah BMI Modal 80% Rp. 400 Jt
KOP beli 10 Rumah Developer/KSU
BMT/KOP Modal 20% Rp. 100 Jt
Rp. 500 Jt
Kunci Rumah Anggota BMT/KOP
Rp. 800 Jt Akad jual beli murabahah
Bagi hasil keuntungan jual beli Rp 300 Juta JW 5 thn
Margin ALCO Nisbah 50 % Rp. 150 Jt
Pengambilan Modal
Nisbah 50% Rp. 150 Jt
Pengambilan Modal
pokok 80 % Rp. 400 Jt
Modal
pokok 20% Rp. 100 Jt
Skema aliansi (Channeling)157 Referensi BMI Rp. 900 Jt
BMT/KOP
Developer/lainnya 100 juta
Akad syirkatul Milk
Anggota BMT/KOP
Margin KPR 13 %
U/ akuisisi Porsi BMI
keuntungan sewa Untuk BMI 15 %
Ujroh 2 %
Bagian sewa nasabah
157
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT SharE, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
115
Alur/proses reaslisasi dan pembayaran angsuran kewajiban pembiayaan linkage program BMI dan BMT dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :158 1
Bank Muamalat
4
BMT Shar-E Rek. Aktif BMT Shar-E Keterangan :
2
3
3
Rek. Giro Escrow BMT Shar-E 2 Rek. Aktif Anggota
Anggota
: Alur realisasi dan pembayaran angsuran secara garis besar : Alur realisasi dan pembayaran angsuran secara teknis Realisasi dari Bank Muamalat Indonesia ke BMT Shar-E adalah melalui rekening giro berdasarkan daftar nominatif anggota dari BMT Shar-E yang telah ditandatangani oleh pengurus dan diverifikasi oleh BMI dengan dibubuhi stempel verifikasi, maka Bank Muamalat Indonesia kemudian melakukan pemindah bukuan rekening giro escrow BMT Shar-E ke rekening masing-masing anggota. Pembayaran angsuran/ kewajiban dari anggota langsung disetor/ ditransfer ke rekening giro Escrow BMT. Bank Muamalat mendebet rekening giro Escrow BMT sebesar kewajiban dari BMT Shar-E. BMT Shar-E juga wajb mengaktifkan mutasi keuangan usahanya melalui BMI dengan menggunakan rekening aktif BMT Shar-E
158
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT SharE, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
116
Catatan : Rekening giro Escrow adalah rekening giro penampungan untuk merealisasi penyaluran pembiayaan dan penampungan untuk sumber pengembalian pembiayaan, tanpa dilengkapi dengan cek dan bilyet giro, sehingga mutasi transaksi rekening giro Escrow terutama pendebetan hanya dapat dilakukan oleh BMI. Adapun kebijakan umum pembiayaan BMI terhadap BMT sebagai berikut :159 1. 2. 3. 4.
BMT telah beroperasi minimal 2 tahun BMT harus sudah berbadan hukum BMT telah memiliki perizinan terkait lainnya BMT melampirkan daftar nominatif pengajuan dari anggota dan harus sama dengan plafond pengajuan ke BMI 5. BMT yang telah memilki asset lebih dari 5 Miliar maka laporan keuangannya harus sudah diaudit oleh akuntan publik 6. NPF BMT maksimal 5 % dan BMT dalam keadaan sehat atau tidak dalam pengawasan pihak terkait 7. BMT harus melakukan mutasi di BMI 8. Nominal pengajuan minimal 40 juta 9. Jangka waktu pembiayaan max 5 tahun 10. Jaminan BMT ke BMI berupa fixed asset An. Salah satu pengurus, minimal 25 % dari plafond pengajuan. Sedangkan ketentuan umum bagi BMT Shar-E adalah sebagai berikut : 1. Tujuan penggunaan untuk modal kerja penyaluran pembiayaan kepada anggota 2. Skim penanaman dana : A. BMI dengan BMT Shar-E : dengan akad mudharabah atau musyarakah dengan pola executing atau channeling. B. BMT Shar-E dengan anggota : menggunakan akad murabahah, mudharabah atau musyarakah. 3. Sumber pengembalian berasal dari anggota yang telah dievaluasi dan di seleksi oleh BMT Shar-E dengan porsi bagi hasil sesuai kesepakatan antara BMI dengan BMT Shar-E. 159
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT SharE, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009.
117
Ketentuan khusus bagi BMT Shar-E dalam mengajukan dan memperoleh pembiayaan sebagai berikut :160 1. Usia BMT Shar-E tidak dibatasi 2. BMT Shar-E yang lebih dari 1 tahun memiliki nilai kesehatan cukup sehat 3. Manajemen BMT Shar-E tertib administrasi dan memiliki skill dan track record yang baik. 4. BMT Shar-E yang meilki asset lebih dari 5 Miliar wajib diaudit oleh akuntan publik 5. Pengurus BMT Shar-E membuat pernyataan kesanggupan untuk melakukan penagihan secara maksimal dari anggota yang menunggak 6. Pernyataan dari pengurus BMT Shar-E apabila ada pelunasan dari anggota maka harus dibayarkan ke BMI sebagai pelunasan juga 7. Pernyataan dari pengurus BMT Shar-E memberikan fidusia/cessie dari anggota yang dibiayai BMI dan BMT sebagai jaminan 8. BMT Shar-E wajib melakukan cross selling dengan model “close loop transaction” Persyaratan pembiayaan yang harus di penuhi, yakni :161 1. Surat permohonan 2. Fotocopy NPWP, SIUP, TDP 3. AD/ART Koperasi (sesuai dengan AD/ART pedoman BMT Shar-E) 4. Surat pengesahan dari Departemen Koperasi 5. Susunan pengurus yang disahkan Dinas Koperasi 6. Laporan keuangan terakhir 7. Laporan RAT bagi yang telah RAT 8. Proyeksi cash flow selama masa pembiayaan 9. Data jaminan dan dokumen lainnya yang menunjang usaha 10. BMT El (Shar-E) harus melakukan mutasi keuangan di Bank Muamalat 11. Telah menjual Shar-E minimal 100 kartu 12. Telah memilki modal (Simpoksus, Simpok, Simwa) minimal Rp. 75 Juta 13. Menyerahkan daftar nominatif dan analisa ringkas anggota yang akan dibiayai 160
Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi Peluang dan Tantangan.ppt, BMI Seminar oleh Muchtar MD Siswoyo, hal. 5. 161 Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT SharE, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009 .
118
Ketentuan Umum anggota yang dibiayai sebagai berikut :162 1. 2. 3. 4. 5.
Target market disesuaikan dengan BMI Tujuan penggunaan untuk modal kerja, investasi, atau konsumtif Lama usaha minimal 1 tahun Memiliki performance usaha yang baik Kebutuhan anggota sudah jelas di nominatif yang diajukan BMT dan telah diseleksi BMT 6. Bukti pembelian barang/ penggunaan dana diserahkan ke BMT Shar-E dan BMT Shar-E membuat surat pernyataan telah menerima bukti dari anggota kepada BMI 7. Kewajiban anggota tidak melebihi 40 % dari take home pay untuk pegawai (Konsumtif) serta 70% dari laba usaha untuk usaha 8. Untuk pembiayaan karyawan harus ada MOU dengan perusahaan tempat anggota bekerja dibuktikan dengan MOU 9. Anggota wajib membuat SK potong gaji yang ditandatangani oleh bendahara dan atasan bendahara perusahaan 10. Anggota yang mendapat pembiayaan harus dicover asuransi Persyaratan terkait hubungan dengan lembaga lainnnya, yakni :163 1. BMT Shar-E dilarang membiayai anggota yang terbukti atau diketahui memiliki pembiayaan bermasalah baik dari BMT atau lembaga lainnya 2. BMT Shar-E dilarang memiliki dan mengaktifkan rekening di bank atau lembaga keuangan lainnya Ketentuan jangka waktu pembiayaan :164 1. Jangka waktu pembiayaan dari BMI ke BMT maksimal 5 tahun 2. Jangka waktu pembiayaan dari BMT ke anggota tidak boleh melebihi fasilitas dari BMI ke BMT 3. Jangka waktu anggota yang akan dibiayai tidak boleh melebihi masa usia pensiun bagi karyawan/pegawai
162
Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT SharE, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009. 163 Presentasi Bali Mei 2009, Microfinancing Acceleration Throught Alliance Program.ppt, oleh Bpk. Agus Khalifatullah, hal. 18. 164 Ibid., hal. 18.
119
Ketentuan jaminan :165 1. 2. 3. 4.
Fidusia atau tagihan kewajiban/piutang atas anggota yang dibiayai BMI- BMT Cash collateral bila diperlukan Fixed asset bila diperlukan (harta pengurus yang di jaminkan) Asuransi penjaminan Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa pola hubungan penyaluran pembiayan
yang terjalin antara BMI dan BMT Shar-E dilakukan dengan beberapa ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh BMT Shar-E. Ketentuan dan persyaratan diatas harus dipenuhi oleh BMT Shar-E dengan tujuan agar BMT memperoleh pembiayaan linkage program dari BMI. Dan dari sisi BMI, ketentuan dan persyaratan tersebut menjamin dana pembiayaan yang diberikan oleh BMI agar tetap aman dalam pengelolaannya dan memperoleh keuntungan dari bagi hasil usaha yang dikelola oleh BMT Shar-E. Disamping itu, penulis menilai bahwa persyaratan yang harus dipenuhi BMT Shar-E lebih mudah bila dibandingkan dengan BMT non Shar-E karena BMT Shar-E diberikan perlakukan khusus dalam pengajuan pembiayaan kepada BMI. Namun yang perlu menjadi perhatian dalam hal penyaluran pembiayaan linkage program ini yakni pembayaran angsuran BMT kepada BMI dimana dilakukan dengan system pembayaran angsuran diawal yang besar melebihi nisbah bagi hasilnya dan selanjutnya mengalami penurunan pembayaran angsuran setiap bulannya. Sistem seperti ini menurut penulis agak memberatkan BMT Shar-E dalam pembayaran angsuran diawal, karena harus mengeluarkan biaya angsuran yang besar
165
Ibid., hal. 19.
120
melebihi keuntungan bagi hasil yang diperoleh BMT dari nasabah. Walaupun untuk bulan-bulan selanjutnya mengalami penurunan. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam linkage program antara BMI dengan BMT shar-E diantaranya adalah paradigma BMT terkait kerjasama ini yang dalam pendiriannya biasanya ingin dibiayai oleh BMI. Sedangkan BMI memberikan pembiayaan jika sesuai dengan juknis/syarat-syarat yang dibuat. Sehingga kemudian ada kesan sulit bagi BMT Shar-E dalam mengajukan dan mendapatkan pembiayaan BMI.166 Hal ini disebabkan karena kendala intern BMT Shar-E sendiri yang belum bisa memenuhi persyaratan dan prosedur yang telah ditentukan BMI dalam memperoleh pembiayaan linkage program diantaranya belum memiliki legalitas badan hukum, kondisi keuangan BMT yang kurang baik dan lain-lain. Sedangkan permasalahan dari pihak BMI sendiri yakni pemberian pembiayaan kepada BMT terkadang tidak cepat (lama) proses dan jangka waktunya karena harus melalui prosedur yang telah ditetapkan.
166
Wawancara Pribadi dengan Bpk. Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI). Jakarta, 22 Oktober 2010.
121
B.
Analisis
Manfaat
Pola
Hubungan
BMI-BMT
Shar-E
Terhadap
Perkembangan BMT Shar-E Sebagai lembaga Intermediasi, BMT memiliki fungsi dalam menghimpun dana masyarakat pemodal yang memiliki kelebihan dana untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat peminjam yang membutuhkan dana. LKMS BMT ini merupakan lembaga keuangan mikro yang ideal, menjangkau dan menjadi andalan dalam mengatasi terbatasnya akses UMKM terhadap sumber daya produktif terutama permodalan. Bila dibandingkan dengan perbankan, maka LKMS BMT memiliki beberapa kelebihan dalam melakukan penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM. Kelebihan BMT tersebut diantaranya adalah : 1. Lokasi LKMS BMT yang strategis, menjangkau, dan tersebar di lokasi-lokasi potensial UMKM 2. Memiliki spesialisasi fungsi dalam menangani penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM sehingga pelayanan pendanaan UMKM menjadi unsur utama UMKM 3. Persyaratan administrasi dan prosedur pengajuan usulan pembiayaan yang lebih mudah dan ringan 4. Persyaratan ketersedian akan jaminan berupa agunan yang lebih mudah untuk dipenuhi UMKM
Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki BMT, namun ada beberapa permasalahan utama yang harus diatasi oleh LKMS BMT, diantaranya yakni :
122
Kondisi Internal : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jumlah SDM yang terbatas dan kompetensi SDM yang rendah Tidak memiliki sistem prosedur yang standar dan baik Rendahnya inovasi dalam produk Kurang memanfaatkan teknologi Tidak memiliki rencana bisnis Tidak ada internal kontrol167 Permasalahan dalam permodalan LKMS BMT yang masih lemah baik pada saat awal pendirian maupun saat operasional 8. Permasalahan insfrastruktur atau fasilitas operasional BMT yang kurang memadai 9. Permasalahan kapasitas pembiayaan LKMS BMT kepada UMKM yang masih terbatas
Sedangkan kelemahan kondisi eksternal yang dialami BMT diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kelembagaan legalitas Tidak adanya daya saing Kurang jelasnya lembaga yang melakukan supervisi dan pembinaan Tidak didukung regulasi yang mendukung kondisi usaha Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah Supervisi dan monitoring prinsip syariah Badan hukum koperasi yang sebagian lainnya masih Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)168 Pola hubungan kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini
merupakan salah satu solusi yang dilakukan dalam mengatasi permasalahanpermasalahan utama yang dihadapi oleh BMT diatas.
167
Dali SM Program Manager PT. Permodalan Nasional Madani, “Artikel : Baitul Maal Wat Tamwil Hanya Semangat Islam atau Bisa Memberi Berkah untuk Umat”, Majalah Sharing, (Edisi Januari 2007), hal. 10-11. 168 Ibid., hal. 10-11.
123
Dari pola hubungan tersebut ada beberapa manfaat positif yang diterima oleh BMT Shar-E. Manfaat pola hubungan ini terhadap BMT Shar-E diantaranya : 1. Insfrastruktur/fasilitas operasional BMT Shar-E menjadi lebih memadai, lengkap dan modern dalam mendukung operasional pelayanan BMT. Hal ini didasarkan atas : a. Standarisasi counter/outlet BMT yang baik dengan tata letak (lay out) yang tertata rapi, nyaman, dan memberi pelayanan kepada nasabah. b. Perlengkapan dan peralatan kantor yang lengkap, diantaranya : Perlengkapan kantor, brankas kecil, cash box, filling cabinet, meja ½ biro, kursi tunggu, passbook, lampu ultraviolet, kalkulator, stempel, telefax, perangkat computer dan printer (menggunakan sistem infus). c. Penggunaan teknologi modern yakni dengan menggunakan system IT yang baik berupa komputer dan software yang modern, software bernama B-Ware dari BMI dan Software USSI dari PINBUK sehingga menciptakan efisiensi dan kemudahan dalam operasional BMT.
Walaupun pengelola merasakan kemudahan dalam mengoperasikan software USSI ini, namun ada beberapa kelemahan yang perlu di perhatikan. Diantaranya, system ini dioperasikan secara manual oleh pengelola BMT dalam membuat laporan keuangan dan ada beberapa kelemahan system yakni dapat dengan mudah dihapus sehingga membuat laporan keuangan yang dibuat kurang accountable. Selain itu, juga ada pembebanan iuran yang harus dibayarkan oleh pihak BMT setiap bulan sebesar Rp. 50.000,- selama 2 tahun.
124
Berbeda dengan USSI, software dari Bank Muamalat yang bernama BWare ini juga digunakan dalam operasional BMT. B-Ware ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya memiliki program yang lengkap (akuntansi, jurnal keuangan dan lain-lain) dalam membuat laporan keuangan sehingga memudahkan pengelola dalam membuat laporan keuangan. Selain itu, software ini diberikan kepada BMT secara gratis dan ada pelatihan untuk mengoperasikannya dari pihak BMI. Walaupun, terdapat beberapa kelebihan yang ada, namun kebanyakan pengelola BMT Shar-E tidak menggunakan software ini dikarenakan software ini dinilai sulit untuk dioperasikan. Hal ini terjadi karena pengelola kurang memahami cara mengoperasikan software tersebut.
2. Kondisi permodalan awal BMT Shar-E menjadi ideal dalam menjalankan usaha yakni dengan posisi modal awal sebesar Rp. 100 Juta.
Dengan posisi modal ini, BMT Shar-E bisa melakukan operasional usaha dengan baik. Serta BMT juga sudah bisa mengajukan legalitas untuk mendapatkan badan hukum. Semakin besar modal yang dimiliki BMT maka operasional BMT diawal juga akan semakin baik.
125
3. SDM BMT Shar-E menjadi lebih berpengetahuan, berkemampuan dan professional dalam menjalankan operasional BMT baik dalam hal teknis manajemen maupun aspek syariah.
Hal ini didasarkan atas : a. Pelaksanaan perekrutan SDM BMT Shar-E yang dilakukan dengan persyaratan dan kualifikasi yang baik yakni orang-orang yang memiliki pendidikan D3/S-1 dengan latar belakang kemampuan yang baik, terlatih dan professional serta memiliki standar pengelolaan lembaga keuangan mikro syariah. b. Adanya pelatihan, pendidikan dan magang sebelum dan sesudah BMT beroperasi c. Adanya sertifikasi kompetensi dari PINBUK d. Adanya pendampingan yang dilakukan oleh pendamping atau BMT Existing
4. Manajemen operasional BMT menjadi lebih baik, tersusun dan lebih terarah. Hal ini didasarkan atas : a. Adanya SOP dan SOM yang dijadikan panduan dalam operasional BMT, diantaranya SOP operational, simpanan, pembiayaan, pengadaan barang dan jasa, keuangan, serta kebijakan SDM. b. Adanya rencana kerja yang menjadi acuan operasional c. Adanya job description yang jelas dan diketahui oleh masing-masing pengurus dan pengelola d. Adanya tata tertib kerja SDM yang meliputi disiplin kerja serta didukung sarana kerja yang memadai dalam melaksanakan pekerjaan e. Adanya sistem pengamanan yang baik terhadap semua dokumen penting
126
5. Keuangan BMT Shar-E menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan (Accountable). Hal ini didasarkan atas : a. Adanya format/bentuk standar laporan keuangan yang harus dipenuhi BMT dalam penyusunan laporan keuangan b. Penyusunan laporan
keuangan
yang dilakukan mengharuskan tertib
administrasi c. Adanya pengawasan yang dilakukan oleh pengurus dan juga pihak dari BMI dan PINBUK terkait laporan keuangan yang dirilis setiap bulannya Dalam hal pembiayaan linkage program yang diberikan BMI kepada BMT ada beberapa manfaat yang didapat oleh BMT Shar-E diantaranya : 1. Bertambahnya modal operasional BMT Shar-E sejumlah pembiayaan yang diterima 2. Bertambahnya kapasitas pembiayaan BMT Shar-E sejumlah pembiayaan yang diterima 3. Dari kedua hal tersebut, nantinya juga akan menyebabkan bertambahnya laba yang diperoleh BMT Shar-E
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan penulis di salah satu BMT Shar-E yakni BMT El-Muchtar yang menerima dana linkage dari BMI sebesar Rp. 250 juta. Dari dana yang diperoleh tersebut, menyebabkan modal operasional BMT ElMuchtar menjadi bertambah yaitu modal yang dimiliki ditambah dengan modal
127
pembiayaan dari BMI. Dana linkage tersebut seluruhnya kemudian digunakan untuk membiayai para anggota BMT sebesar Rp. 250 juta. Hal ini menyebabkan kapasitas pembiayaan yang dilakukan oleh BMT El-Muchtar bertambah menjadi Rp. 400 juta selama bulan Januari hingga November 2010.169
Dari pembiayaan yang telah diberikan, menyebabkan laba yang diterima oleh BMT El-Muchtar menjadi bertambah. Sebelum mendapat dana linkage, laba yang diperoleh BMT El-Muchtar hanya sebesar kurang lebih Rp. 1 juta. Sedangkan setelah mendapatkan dana linkage dari BMI, laba yang diterima oleh BMT El-Muchtar sampai saat ini menjadi kurang lebih sebesar Rp. 8 juta.170 Berikut adalah manfaat pola hubungan kemitraan BMI dengan BMT Shar-E :171 Manajemen Competency Competitive Capacity Operational Excelence
Bussiness Develepment
IT & System Tech.Assistance
Linkage Program
Financial Support
Dari penjelasan diatas, memberikan bukti bahwa kerjasama kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memberikan kemanfaatan yang positif bagi kedua lembaga. Dan hal ini menjadi sinergi yang baik dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kedua lembaga. 169
Wawancara dengan Bpk. Eko (Manager BMT El Muchtar). Bekasi, 12 November 2010. Ibid., 171 Dali SM Program Manager PT. Permodalan Nasional Madani, “Artikel : Baitul Maal Wat Tamwil Hanya Semangat Islam atau Bisa Memberi Berkah untuk Umat”, hal. 10-11. 170
128
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bedasarkan analisis yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1.
Pola hubungan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E terjadi dalam berbagai aspek diantaranya pola hubungan dalam aspek kelembagaan, operasional, dan dalam aspek penyaluran pembiayaan mikro melalui linkage program. Pola hubungan ini saling menguntungkan satu sama lainnya sehingga menyebabkan sinergi operasional yang positif bagi kedua lembaga. Namun dalam pola hubungan ini juga ada beberapa kelemahan dan kendala yang perlu diperbaiki dalam upaya menciptakan kerjasama yang baik sehingga terjalin kerjasama yang bersih, ridho, adil dan tidak saling mendzolimi diantara masingmasing pihak sehingga tercapai keuntungan bersama.
2.
Pola hubungan kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memberikan kemanfaatan yang positif bagi kedua lembaga baik dalam hal insfrastruktur, permodalan, SDM, manajemen dan keuangan. Dan hal ini menjadi sinergi yang baik dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kedua lembaga serta memberikan beberapa manfaat yang positif bagi BMT dalam penguatan, pengembangan serta peningkatan peran BMT bagi masyarakat.
129
B. SARAN
1. Karena kemitraan ini melibatkan tiga pihak yang bekerjasama maka dalam realisasi dan implementasi program ini hendaknya dilakukan dengan transparan disertai dengan penjelasan program secara detail diawal, baik kelemahan maupun kelebihan yang diperoleh dari kemitraan ini sehingga masing-masing pihak mengetahui fungsi, tugas, hak serta kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak agar tidak terjadi perselisihan dan kekecewaan dalam pelaksanaan kemitraan ini. 2. Komitmen, perjanjian serta kewajiban yang telah disepakati bersama harus di implementasikan dan di aplikasikan secara baik dalam kemitraan yang telah dilakukan. 3. Koordinasi yang terjalin pada masing-masing pihak harus dievaluasi secara berkala dan ditingkatkan dengan baik agar terjalin sinergi yang optimal. 4. Setelah BMT Shar-E ini berdiri hendaknya harus ada pengontrolan, pembinaan, pendampingan dan pengawasan secara berkala (tidak terputus pada periode waktu tertentu), serta menyeluruh baik dalam hal teknis operasional maupun dalam hal syariah. Sehingga BMT Shar-E yang didirikan menjadi kuat (berkatagori BMT yang sehat dan baik), berkembang, mengalami kemajuan, dan bermanfaat bagi anggota BMT dan masyarakat sekitar. 5. Ketentuan dan mekanisme yang merugikan dan memberatkan salah satu pihak baik bagi BMI, PINBUK dan terutama BMT hendaknya dievaluasi dan dilakukan pembenahan agar terjalin kerjasama yang bersih, ridho, dan tidak saling mendzolimi diantara masing-masing pihak sehingga tercapai keuntungan bersama.
130
DAFTAR PUSTAKA Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM. Jakarta : Raja Grafindo, 2008. Amin, A. Riawan. Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah. Sidang Senat Terbuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 11 Juli 2009. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT JAYAKARTA EL-QAYYUUM Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Shar-E Aziz, M.Amin dkk. SOM & SOP Panduan Operasional Managemen dan Prosedur BMT Shar-E. Jakarta : PINBUK Press, 2008. -------. Tata cara Pendirian BMT Versi E-Book. Jakarta : PKES Publising, 2008. Brosur Produk dan Jasa BMT El-Wahida Brosur Produk dan Jasa BMT El-Muchtar Bank Indonesia. Linkage Antar LKS. Jakarta : Bank Indonesia,2004. -------------------. Generic Model Linkage Program. Jakarta : Direktorat Penelitian dan Pengaturan Tim Arsitektur Indonesia. ------------------. Kodifikasi Produk Perbankan Perbankan Syariah, 2008.
Syariah. Jakarta : Direktorat
Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2009. Dewi, Gemala dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada Media Kencana, 2005. Dali SM (Program Manager PT. Permodalan Nasional Madani). Artikel : Baitul Maal Wa Tamwil hanya Semangat Islam atau Bisa Memberi Berkah untuk Umat. Jakarta, Penerbit Cahaya Group : Majalah Sharing Edisi Januari, 2007. Ghufron, Sofiniyah (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah. Jakarta : Renaisan, 2005. 131
Haroen, Nasrun. Fiqh muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007. Hosen, M. Nadratuzzaman dkk. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Jakarta : PKES Publising 2009. Jubaedah. “Peran Strategis Linkage Program Bank Syariah Terhadap Penguatan Lembaga Keuangan Mikro Syariah” (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”. Jakarta : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional Edisi Ketiga Tahun 2005. Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah,. Yogyakarta : Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005 . Muhammad Ibnu Yazid Al-qazwini, Al-Hafizh Abi Abdullah. Sunan Ibnu Majah. Beirut : Darul Fikr. t.th., juz 2, h.786 Hadits no. 2289. Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat, 2008. Pelatihan BMT Shar-E, Kebijakan Umum Pembiayaan dan Juklak Pembiayaan BMT Shar-E, Branch Manager Tanjung Balai 27 Oktober 2009. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Jakarta : CV. Eko Jaya, 2001. Cet pertama Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Sulaiman As-Sajastani, Abi Daud. Sunan Abu Daud. Beirut : Darul Fikr, 1994. jilid 3, h.226 no. 3383. Zuhaili, Wahbah. Fiqhul Islam Wa Adillatuha. Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004. Khalifatullah, Agus. Presentasi Bali Mei 2009 : Microfinancing Acceleration Throught Alliance Program.ppt. Siswoyo, Muchtar MD. BMI Seminar : Pembiayaan Linkage ke BPR/S dan Koperasi Peluang dan Tantangan.ppt.
132
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi. Bank Indonesia. “Arsitektur Perbankan Indonesia : Generic Model Linkage Program Antara Bank Umum Konvensional/Syariah/Unit Usaha Syariah dan BPR Konvensional/Syariah”, diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Perbankan+dan+Stabilitas+Keuangan/A rsitektur+Perbankan+Indonesia/api2.htm -----------. “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas. Daftar Bank Umum Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”. diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http://www.bi.go.id/web/id/Ruang+Media /Siaran+Pers/sp_1111109.htm -----------. “Statistika Perbankan Indonesia Januari 2010”. di akses pada tanggal 15 April 2010 di ambil dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Per bankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm -----------. “Institusi Perbankan Indonesia”.diakses pada tanggal 15 April 2010diambil dari http: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/PerBankan+dan+Stabilitas+Keuang an/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/api2.htm Kementerian koperasi dan UMKM. “Buku Statistik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 dari http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistikukm/212-statistik-ukm-2009/216-buku-statistik-ukm-2009.html, hal 48. ------------. “Leaflet Kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2007-2008”, diambil dari http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35statistik/37-statistik-ukm/212-statistikukm2009/224-leaflet-data-kumkm 2009.html Media Center Koperasi dan UKM. “Perkuat Kinerja BPR dan UMKM”. diakses pada tanggal 18 April 2010 diambil dari http://www.depkop.go.id/detailberita.php.htm Republika Newsroom. “Bank Muamalat Dukung Pengembangan BMT Share-E”. diakses pada tanggal 28 Juli 2010 dari www.republika.co.id
133
PEDOMAN WAWANCARA POLA HUBUNGAN LINKAGE PROGRAM BANK MUAMALAT INDONESIA DENGAN LKMS BMT DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN MIKRO Profil Narasumber Nama : Bpk. Agus Khalifatullah Jabatan : Manager LKMS Bank Muamalat Indonesia Lama bekerja : 5 Tahun Kerjasama Kerjasama BMI dengan LKMS BMT Shar-E 1. P : Kapan Program kemitraan BMI dengan BMT Shar-E ini dilakukan ? J : Pada tahun 2008 2. P : Apa alasan yang melatarbelakangi BMI untuk menginisiasi dan bekerjasama dengan BMT Shar-E? J : Masalah kemiskinan dan pengangguran yang menjadi masalah utama yang ada di Indonesia, UMKM merupakan mayoritas pelaku usaha terbesar di Indonesia, masih banyak permasalahan yang dihadapi UMKM terutama terhadap sumber pembiayaan lembaga keuangan formal, BMI sebagai Bank pertama murni syariah yang berdiri tahun 1992, ingin berperan menjadi social capital yang berharga, jumlah BMT yang ada saat ini sekitar 3.000 BMT masih jauh dari kebutuhan. 3. P : Apa tujuan dari kerjasama BMI- BMT Shar-E ? J : Mengembangkan LKMS di akar rumput sehingga menjadi landasan pengembangan ekonomi syariah, sebagai agen dalam menjangkau umat di tingkat mikro atau ditingkat paling bawah, menhyediakan lembaga yang memungkinkan masyarakat yang berpenghasilan rendah menabung dan berhubungan dengan perbankan melalui lembaga yang menjadi milik mereka, melaksanakan misi Bank Muamalat yang bermanfaat untuk masyarakat. 4. P : Dalam hal apa saja kerjasama yang dilakukan antara BMI dengan BMT Shar-E? J : Kerjasama BMI dengan BMT Shar-E dalam hal : 1. Terkait linkage program BMI kepada sektor mikro melalui BMT, 2. Karena BMT diinisiasi oleh BMI maka dalam perjalanan BMT Shar-E, BMI membantu dalam inisiasi dan penguatan BMT, 3. Selain kerjasama dalam fasilitas pembiayaan BMI kepada BMT, sinergi produk perbankan yakni BMT menjual produk BMI berupa 134
tabungan Shar-E dan dari penjualan tersebut BMT mendapatkan ujrah. BMI bekerjasama dengan PINBUK dalam eksekusi dilapangan. PINBUK dalam hal ini melakukan sosiaslisasi program dan pendampingan sampai BMT cukup baik dan layak untuk mendapatkan pembiayaan. Sedangkan kontribusi BMI yakni dalam hal support insfrastruktur peralatan-peralatan operasional BMT Shar-E bentuknya yaitu berupa pelatihan, computer, standarisasi outlet, warkat-warkat administrasi, pendampingan selama setahun dan lain-lain. 5. P : Bagaimana prosedur/mekanisme pendirian (inisiasi) BMT Shar-E ? J : Lihat dalam lampiran 6. P : Dalam kerjasama ini, kemudahan / keuntungan apa saja yang didapat oleh BMT Shar-E ? J : Keuntungan yang diperoleh BMT Shar-E ini adalah perlakukan special dalam pembiayaan linkage program, karena diinisiasi oleh BMI maka ada pengecualian terkait kemudahan dalam akses financing. Salah satunya bahwa BMT Shar-E jika dipandang cukup layak walaupun BMT belum 2 tahun berdiri bisa diberikan pembiayaan oleh BMI (standar umumnya 2 tahun). Minimum pricing dalam nisbah pembiayaan kepada BMT. 7. P : Peran dukungan apa saja yang diberikan BMI dalam pendirian BMT Shar-E ? J : Peran dukungan yang diberikan BMI adalah support insfrastruktur (fasilitas) operasional BMT dan juga support pembiayaan linkage. 8. P : Kenapa pemberian dukungan tidak dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk fasilitas pendukung dalam operasional ? J : Pemberian dukungan diberikan dalam bentuk fasilitas dan tidak dalam bentuk uang karena BMI ingin menstandarisasikan/ menyelaraskan semua BMT Shar-E yang ada di Indonesia baik dari lay out, teknologi IT, SOP dan lainlain. 9. P : Bagaimana pola hubungan kerjasama yang terjadi antara BMI dengan LKMS BMT Shar-E ? J : Dalam hal kerjasama usaha pola hubungan BMI dengan BMT Shar-E sebagai mitra usaha yang menjalankan usaha secara bersama-sama. Sedangkan dalam hal pemberian linkage program, pola hubungan BMI dengan BMT Shar-E sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana). 10. P : Model linkage apa saja yang dilakukan dalam penyaluran pembiayaan mikro ini ? 135
J: Model linkage program yang dilakukan bisa dengan pola executing, channeling, maupun joint financing. 11. P : Dari semua model yang dilakukan, mana model linkage yang paling banyak dilakukan? Alasannya apa? J : Pola yang paling sering digunakan kebanyakan dengan pola executing, alasannya pertama, analisis pembiayaannya lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola lainnya, kedua, resiko pembiayaan yang lebi rendah karena langsung berhadapan dengan BMT sedangkan BMT berhadapan langsung dengan nasabah BMT. 12. P : Bagaimana Skema dari executing, channeling, dan joint financing yang dilakukan antara BMI dengan BMT Shar-E ? J : Lihat dalam lampiran 13. P : Bagaimana mekanisme/prosedur pengajuan dan pemberian dana linkage BMI kepada BMT ? J : Lihat dalam lampiran 14. P : Berapa jumlah BMT Shar-E yang ada sekarang ? J : Per April 2010, jumlah BMT Shar-E yang existing ada 245 BMT diseluruh Indonesia. Dengan klasifikasi sangat baik ada 34 BMT, katagori cukup ada 82 BMT, katagori pembinaan lebih lanjut ada 106 BMT dan yang dalam katagori kurang ada 23 BMT. 15. P : Berapa banyak penyaluran pembiayaan yang telah dilakukan? J : Pembiayaan yang telah dilakukan BMI kepada BMT Shar-E sampai bulan April 2010 sebesar Rp. 4,299 Miliar. 16. P : Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi BMT untuk bisa bekerjasama dengan BMI dalam linkage program ? J : Lihat dalam lampiran 17. P : Bagaimana kebijakan pembiayaan BMI kepada BMT Shar-E ? J : Lihat dalam lampiran 18. P : Dalam struktur kerjasama, posisi/kedudukan BMT seperti apa? Dan apa alasan BMI ikut serta dalam kepengurusan BMT Shar-E ?
136
J : Posisi kedudukan BMI dalam kepengurusan BMT Shar-E adalah sebagai Bendahara, tujuan ikut serta dalam kepengurusan adalah agar BMT Shar-E bisa lebih mudah terpantau, termonitoring oleh BMI dalam proses pemdirian dan perkembangannya. 19. P : Siapa orang yang ditunjuk oleh BMI untuk menempati posisi bendahara di BMI ? J : Orang yang dipercaya oleh BMI, bisa merupakan personel yang selama ini sudah bekerjasama baik dengan BMI contohnya Da’I Muamalat, BMM atau internal BMI seperti account officer atau marketing yang ditunjuk 20. P : Apa perbedaan linkage program BMI- BMT Shar-E dibandingkan dengan BMT biasa ? J : Konsep kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memiliki perbedaan dengan bank-bank lainnya. Dalam melakukan penyalurkan pembiayaan mikro, bank lain melakukannya secara organik yakni membuat unit atau divisi pembiayaan mikro yang merupakan bagian dari struktur usaha bank. Cara seperti ini contohnya dilakukan oleh Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjamnya (DSP), Bank Syariah Mega Indonesia dengan Mega Mitra Syariahnya dan lain-lain. Disamping itu, bank-bank lain tersebut juga menyalurkan pembiayaan mikro secara langsung kepada LKMS seperti BMT/Koperasi yang telah mandiri. Dalam penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM serta menumbuh kembangkan lembaga keuangan mikro syariah di masyarakat, maka BMI melakukannya dengan konsep non-organik yakni menginisiasi pendirian BMT Shar-E dengan ikut serta didalam kepengurusan BMT Shar-E. Tak hanya itu, BMI juga mensupport fasilitas insfrastruktur operasional BMT serta berkomitmen dalam pemberian fasilitas pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E. Dengan kata lain, konsep pendirian BMT Shar-E ini didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat secara alamiah, sedangkan BMI dalam hal ini hanya menstimulir/menginisiasi pertumbuhan BMT SharE. 21. P : Apa saja Kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam linkage program dengan BMT shar-E ini? J : Kendala yang dialami yakni : Paradigma BMT terkait kerjasama ini yang dalam pendiriannya biasanya ingin dibiayai oleh BMI. Sedangkan BMI memberikan pembiayaan jika sesuai dengan juknis/syarat-syarat yang dibuat. Sehingga kemudian ada kesan sulit bagi BMT Shar-E dalam mengajukan dan mendapatkan pembiayaan BMI.
137
Pedoman Wawancara A. Profil Narasumber 1. Nama : Bpk Eko 2. Jabatan : Manager BMT El Muchtar 3. Alamat : Jln. KH. Muchtar Tabrani, Bekasi Utara Kerjasama BMT Shar-E dengan BMI 1.
P : Apa latar belakang BMT Shar-E ini didirikan? J : Latar belakang BMT Shar-E ini didirikan yaitu ingin membantu perekonomian masyarakat kecil, membantu menyalurkan permodalan kepada usaha kecil, kemudian profit oriented (keuntungan) bagi BMT. Selain itu, juga dilatarbelakangi oleh keinginan social.
2.
P : Kenapa BMT ini bekerjasama dengan BMI? Kenapa tidak mendirikan BMT ini sendiri? J : Ada beberapa alasan BMT Shar-E bekerjasama dengan BMI, diantaranya yakni : 1. Dari segi modal pendirian BMT akan lebih ringan karena permodalan BMT dihimpun dari berbagai pihak yakni masyarakat pendiri, PINBUK, dan BMI. 2. Dari segi legalitas badan hukum BMT lebih mudah, karena legalitas dapat diurus oleh PINBUK dengan proses yang cepat yakni dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan dibandingkan dengan mengurus badan hokum sendiri yang memerlukan waktu yang lebih lama. 3. Dari segi pengadaan fasilitas infrastruktur lebih mudah. 4. Komitmen BMI untuk menyalurkan pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E. Kenapa tidak mendirikan BMT sendiri tetapi bekerjasama karena dengan kerjasama ini akan lebih terarah baik hak dan juga kewajibannya.
3.
P : Dalam pendirian BMT, hal-hal apa saja yang disediakan oleh BMT ?dan hal-hal apa saja yang disediakan oleh BMI? J : Yang disediakan oleh masyarakat pendiri (pihak BMT) hanyalah membentuk susunan kepengurusan dan menghimpun dana dari masyarakat untuk berpartisipasi menanamkan modal serta menentukan lokasi dan biayanya. Kemudian mencari pengelola yang siap dan tepat untuk dilatih dalam pengelolaan BMT . Sedangkan hal-hal yang disediakan oleh BMI dan PINBUK adalah menyediakan fasilitas BMT. BMI memiliki peranan untuk menyiapkan dukungan hardware, standarisasi counter, warkat-warkat administrasi, menyelenggarakan pelatihan (akomodasi dan konsumsi), biaya pendampingan, fasilitas EDC dan PC Banking,
138
support pembiayaan BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E segera memiliki kinerja kantor yang layak dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat. PINBUK memiliki peranan untuk menggalang swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan Standar Operasional Manajemen (SOM), Standar Operasional Prosedur (SOP), software aplikasi BMT online, fasilitas pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta pendampingan (selamanya) BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E tumbuh dan berkembang sesuai target, dengan dukungan teknologi modern dan mencapai tingkat pelayanan yang berjangkauan luas, didukung oleh sumber daya insani yang terampil di bidang penyelenggaraan jasa keuangan mikro syariah sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. 4.
P : Apa tujuan dari kerjasama BMT-BMI? J : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil sesuai dengan fungsi BMT dengan lebih modern dan menjalankan BMT dengan lebih syariah. Perangkat dalam mensosialisasikan ekonomi syariah dalam perekonomian masyarakat.
5.
P : Dalam hal apa saja kerjasama dilakukan antara BMT dengan BMI? J : Sejauh ini kerjasama yang dilakukan baru dalam hal permodalan yakni dalam pendirian BMT Shar-E modal BMT berasal dari masyarakat pendiri, PINBUK dan BMI. Kerjasama yang dilakukan tidak hanya sebatas pada pendirian BMT, tetapi kerjasama juga dilakukan secara berkelanjutan (continue) dalam operasional BMT kedepan seperti dalam hal pemberian pembiayaan linkage bagi permodalan BMT. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kerjasama BMIBMT bisa dilakukan dalam bentuk lain.
6.
P : Pola hubungan BMT dan BMI yang terjadi seperti apa ? J : Pola hubungan yang tejadi antara BMI dengan BMT Shar-E ada 2 posisi. Pertama, dalam kerjasama usaha BMI dan BMT sebagai mitra aliansi. Kedua, dalam hal pemberian pembiayaan linkage program, BMI dalam hal ini sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan BMT sebagai Mudharib (pengelola dana). Secara Fungsional kepengurusan, BMI menempatkan wakilnya sebagai bendahara BMT Shar-E, PINBUK menempatkan wakilnya sebagai sekretaris dan masyarakat pendiri menenpatkan wakilnya sebagai ketua BMT Shar-E.
7.
P ; Bagaimanakah Fungsi dan kewenangan masing-masing pihak dalam kerjasama ini? J : Fungsi dan kewenangan masing-masing pihak dalam kepengurusan BMT sesuai dengan job description jabatan dari masing-masing pihak. 139
8.
P : Bagaimanakan Kebijakan BMT dalam penguatan dan pengembangan kerjasama antara BMT dengan BMI seperti apa? J : Penguatan dan pengembangan kerjasama antara BMI dengan BMT Shar-E dilakukan dengan adanya pertemuan/ agenda penguatan solidalitas, baik dalam bentuk pertemuan arahan maupun kajian. Bagi sesama BMT Shar-E penguatan dan pengembangan juga dilakukan dengan membentuk BMT link, yakni pertemuan antar BMT-BMT Shar-E yang berada dalam pendampingan PINBUK (pertemuan pihak PINBUK dengan pengurus-pengurus BMT) Linkage Program BMT-BMI
1.
P : Dalam linkage program antara BMT-BMI, bahwa BMT hanya menyalurkan linkage program dari Bank Muamalat. Apa alasannya? Dan seperti apa pendapat BMT mengenai hal tersebut? J : Alasannya sudah merupakan ketentuan dan tertuang dalam MOU perjanjian antara BMI dengan BMT Shar-E. pendapat kami, tidak masalah.
2.
P : Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi BMT dalam linkage program? J : 1. Data-data keuangan neraca, laba rugi yakni dalam keadaan sehat (tidak rugi). NPF kurang lebih 4 % diatas itu dalam BMT berkatagori bermasalah. 2. Profil BMT Shar-E, 3. Data-data anggota yang dibiayai, 4. Legalitas BMT seperti NPWP, SIUP, TDP.
3.
P : Pola linkage program apa saja yang digunakan? Akad apa saja yang digunakan kepada nasabah linkage? J : Bisa Executing, channeling, atau joint financing. Akad yang digunakan antara BMI dengan BMT Shar-E adalah mudharabah. Sedangkan BMT Shar-E kepada nasabah disesuaikan dengan kebutuhan.
4.
P : Berapa besarnya dana linkage yang diperoleh dari BMI untuk BMT ini? Dan berapa banyak dana linkage yang telah disalurkan? Dana tersebut digunakan untuk apa saja? J : Dana linkage yang diperoleh oleh BMT El Muchtar ini yakni sebesar 250 juta selama 3 tahun. Pemberian pembiayaan dilakukan dalam 2 tahap periode yaitu pada bulan Mei sebesar Rp. 140 juta dan bulan Juni 2010 sebesar Rp. 110 juta. Dari dana yang diperoleh tersebut semua digunakan untuk pembiayaan modal
140
kerja dan konsumtif kepada nasabah BMT dengan akad murabahah dan ijarah (multijasa). Nisbah bagi hasil dari pembiayaan linkage program ini adalah 60,66% BMI sedangkan 39,34% BMT. Angsuran dibayar setiap bulan dengan sisitem angsuran bertahap yakni pembayaran angsuran besar diawal kemudian mangalami penurunan. Dalam pembiayaan linkage ini, BMT diharuskan mengirimkan laporan setiap bulannya kepada BMI. Apabila BMT dinilai baik dan bagus oleh BMI maka belum selesai masa pembiayaan BMT dapat mengajukan pembiayaan kembali dengan catatan kondisi keuangan baik dan memiliki kolektivitas lancar. 5.
P : Tanggapan BMT terhadap adanya kerjasama linkage program ini seperti apa? J : Bagus, karena hal ini bias menjadi pengauatan modal bagi BMT. Dan juga dalam akses memperoleh pembiayaan ini mudah karena sudah ada komitmen diawal perjanjian. Jika BMT lainnya akses untuk memperoleh pembiayaannya tidak mudah, karena tidak ada penjaminnya (tidak adanya unsur bank didalam kepengurusan seperti halnya BMT Shar-E sehingga kepercayaan bank kurang).
6.
P : Pengaruh dari kerjasama antara BMT dengan BMI bagi penguatan dan pengembangan BMT seperti apa? J : Keuangan : menjadi accountable dan dapat dipertanggungjawabkan, Manajemen: tersusun rapi, karena mengharuskan adanya laporan kepada BMI setiap bulan, SDM : diupgrade pengetahuan dan skill nya serta adanya pendampingan dalam operasional awal BMT, Insfrastruktur : menjadi lebih modern dan memadai.
7.
P : Apa saja permasalahan yang dihadapi BMT dalam mengajukan pembiayaan kepada BMI? J : Kendalan intern BMT sendiri yakni belum memiliki legalitas badan hokum dan juga kondisi keuangan BMT yang kurang baik. Dari pihak BMI sendiri pemberian pembiayaan kepada BMT terkadang tidak cepat (lama) karena harus melalui prosedur yang telah ditetapkan.
141