ANALISA INDIKATOR KINERJA PADA URUSAN PERDAGANGAN, PERINDUSTRIAN, UMKM, DAN PERTANIAN
4.1.
Analisa Sumberdaya Instansi Pemerintahan (SKPD) Salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi tersusunnya suatu
perencanaan pembangunan daerah secara baik adalah sumberdaya di lingkungan pemerintahan daerah. Berdasarkan Renstra (Rencana Strategi) di masing-masing instansi/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pemerintah Kota Bogor diakui bahwa masih adanya keterbatasan sumberdaya pemerintahan baik dari aspek kompetensi sumberdaya manusia maupun dari aspek keuangan (anggaran), termasuk adanya inefisiensi alokasi sumberdaya. Secara garis besar, keterbatasan sumberdaya dalam penyelenggaraan urusan pilihan (perdagangan, perindustrian, UMKM,dan pertanian) pemerintahan dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8
Analisa Sumberdaya di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pertanian
Indikator
Analisa Deskriptif
Alokasi SDM
Alokasi jumlah SDM di internal unit kerja pemerintah (SKPD) yang belum memadai. Dalam hal ini, bidang Sekretariat lebih banyak jumlah SDM-nya dibandingkan dengan bidang substantif yang terkait dengan tupoksi dari SKPD bersangkutan. Selain itu, tingginya mutasi pada SDM aparatur.
Pendidikan SDM
Kompetensi SDM yang belum memadai. Misalnya pada bidang perdagangan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Kantor Koperasi dan UMKM yang mana sebagian besar jumlah SDM-nya adalah lulusan Diploma dan SLTA.
Anggaran Belanja
Penurunan alokasi anggaran belanja bidang perdagangan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ditambah lagi, alokasi anggaran pada bidang Sekretariat lebih besar dibandingkan di bidang Substantif. Misalnya, lebih dari 70 persen anggaran dialokasikan pada bidang Sekretariat, dan sisanya untuk bidang substantif (bidang perdagangan, perindustrian, dan metrologi).
69
Analisa sumberdaya pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pertanian secara detail dijabarkan sebagai berikut ini.
4.1.1. Sumberdaya Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dalam sejarahnya, urusan perdagangan dan perindustrian berada dibawah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor yang telah 4 kali melakukan perubahan tentang kelembagaan. Pada tahun 2004 dengan adanya Peraturan Daerah No. 13 tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah, instansi tersebut berganti nama menjadi Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi. Perubahan nama tersebut diikuti dengan digabungkannya beberapa unit kerja pemerintah daerah menjadi satu dinas, yaitu Kantor Koperasi dan UKM, Kantor Pengelolaan Pasar, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang sebelumnya berdiri sendiri. Di tahun 2010, pemerintah Kota Bogor memisahkan kembali ketiga unit kerja tersebut berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Bogor, yang mana Dinas Perindustrian dan Perdagangan menjadi terpisah dari unit kerja lainnya. Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan terdiri dari: Kepala Dinas, Sekretaris, dan 3 (tiga) Kepala Bidang dengan rincian sebagai berikut (Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor 2010-2014, 2011): 1. Sekretaris membawahi : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; Sub Bagian Keuangan; dan Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan. 2. Bidang Perindustrian membawahi: Seksi Industri Agro dan Hasil Hutan; Seksi Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka; Seksi Industri kima. 3. Kepala Bidang Perdagangan membawahi : Seksi Perdagangan Dalam Negeri; Seksi Perdagangan Luar Negeri; dan Seksi Perlindungan Konsumen. 4. Bidang Metrologi membawahi : Seksi Ukur Arus, Panjang, Volume dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT); Seksi Masa dan Timbangan; Seksi Penyuluhan dan Pengawasan Kemetrologian. Secara detail, struktur organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah.
70
KEPALA DINAS
SEKRETARIAT
SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
BIDANG PERINDUSTRIAN
BIDANG PERDAGANGAN
BIDANG METROLOGI
SEKSI INDUSTRI AGRO DAN HASIL HUTAN
SEKSI PERDAGANGAN DALAM NEGERI
SEKSI UKUR, ARUS,PANJANG, VOLUME, DAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS
SEKSI INDUSTRI LOGAM, MESIN, ELEKTRONIKA DAN ANEKA
SEKSI PERDAGANGAN LUAR NEGERI
SEKSI MASSA DAN TIMBANGAN
SEKSI INDUSTRI KIMIA
SEKSI PERLINDUNGAN KONSUMEN
SEKSI PENYULUHAN DAN PENGAWASAN KEMETROLOGIAN
SUB BAGIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN PERENCANAAN DAN PELAPORAN
Sumber: Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor 2010-2014
Gambar 12 Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor
Sejalan dengan
perubahan
kelembagaan di Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, mempengaruhi perubahan dari aspek jumlah sumberdaya aparatur. Di tahun 2010, Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang masih gabung dengan Kantor Koperasi dan UMKM, memiliki jumlah personil sebanyak 80 orang PNS. Sedangkan di tahun 2011, dengan adanya pemisahan kembali Kantor Koperasi dan UKMK, maka jumlah SDM aparatur di dinas ini menjadi sebanyak 76 orang PNS. Pada Bidang perdagangan, jumlah SDM aparatur di tahun 2011 adalah sebanyak 19 orang PNS atau meningkat sebesar 11,8 persen dibanding tahun 2010, yang jumlah SDM aparaturnya sebanyak 17 orang PNS. Pada bidang perindustrian, jumlah SDM aparatur di tahun 2011 adalah sebanyak 13 orang PNS atau meningkat sebesar 18,2 persen dibandingkan tahun 2010, yang jumlahnya adalah sebanyak 11 orang PNS. Berdasarkan jumlah PNS di Dinas
71
Perindustrian dan Perdagangan, bidang kesekretariatan yang berperan dalam administrasi dan manajemen internal organisasi memiliki jumlah SDM aparatur yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah SDM pada bidang substansi (misalnya bidang perdagangan, bidang perindustrian, dan bidang metrologi). Di tahun 2011, jumlah SDM aparatur di bidang Sekretariat adalah berjumlah 27 orang PNS (terdiri dari Sub-Bagian Keuangan sebanyak 8 orang PNS, Sub-Bagian Perencanaan dan Pelaporan sebanyak 3 orang PNS, dan Sub-Bagian Umum dan Kepegawaian sebanyak 16 orang SDM. Secara detail perkembangan jumlah SDM aparatur pada urusan perdagangan dan perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini.
90 80 70 60
Jumlah 5 0 (Orang) 4 0 30 20 10 0 2008
2009
2010
T o ta l J u m la h S D M
68
74
80
2011 76
B id a n g P e r d a g a n g a n
14
15
17
19
B id a n g P e r in d u s t r ia n
9
10
11
13
Keterangan: Jumlah SDM aparatur tidak termasuk pegawai kontrak Di tahun 2008-2010, jumlah SDM masih termasuk bidang koperasi dan UMKM Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2011
Gambar 13
Perkembangan Jumlah SDM Perdagangan Tahun 2008-2011
Aparatur
Dinas
Perindustrian
dan
72
Berdasarkan tingka ngkat pendidikan di tahun 2011, jumlah SDM aparat aratur bidang perdagangan yang merupa rupakan lulusan pendidikan pasca sarjana adalah h se sebanyak 2 orang PNS atau sebesarr 11 persen dari jumlah SDM pada bidang perdaganga ngan, 4 orang PNS lulusan sarjana srata ata-1, 5 orang PNS lulusan setingkat Diploma III,, 7 o orang PNS lulusan setingkat SLTA ata atau sebesar 37 persen, dan 1 orang lulusan seting etingkat SLTP. Sedangkan di bidang perindustrian, peri jumlah SDM aparatur yang merupaka pakan lulusan program pendidikan pasca sca sarjana adalah sebanyak 3 orang PNS, lulusan sarja arjana srata-1 sebanyak 4 orang PNS,, 1 orang o PNS lulusan Diploma III, 4 orang PNS lulusan usan setingkat SLTA, dan 1 orang lulusan an setingkat s SLTP (lihat Gambar 14).
Keterangan: Jumlah SDM Md di kedua bidang belum termasuk jumlah tenaga kontrak
Sumber: Dinas Perindustria strian dan Perdagangan, 2011
Gambar 14 Jumlah SDM M Aparatur A Di Bidang Perindustrian dan Perdagangan ngan Menurut Tingkat Pend endidikan di Tahun 2011
Perkembangan alo alokasi anggaran belanja Dinas Perindustrian dan Pe Perdagangan mengalami penurunan sel selama periode 2009-2011. Di tahun 2011, jumlah lah anggaran belanja adalah sebanyakk Rp 10,8 miliar atau mengalami penurunan sebesar ar 19 19,7 persen
dibandingkan tahun 2010, yang anggarannya adalah sebesar Rp 13,4 miliar. iar. Salah satu faktor terjadinya penurun runan anggaran belanja di dinas ini adalah berkaita kaitan dengan
73
adanya pemisahan bidang koperasi, menjadi unit kerja tersendiri dengan nama Kantor Koperasi dan UMKM (lihat Gambar 15).
16.000.000.000
12.000.000.000,00
14.000.000.000
Rupiah
10.000.000.000,00
12.000.000.000 8.000.000.000,00
10.000.000.000 8.000.000.000
Rupiah
6.000.000.000,00
6.000.000.000
4.000.000.000,00
4.000.000.000 2.000.000.000,00
2.000.000.000 -
2007
2008
2009
2010
2011
Total Anggaran Belanja (Rp) 11.054.539.759 12.685.958.319 13.976.731.499 13.434.914.353 10.787.547.267 Bidang Perdagangan (Rp)
725.000.000
550.000.000
1.493.871.500
1.528.027.059
1.058.720.978
Bidang Perindustrian (Rp)
560.400.000
650.000.000
819.013.650
635.000.000
725.000.000
Bidang Sekretariat
7.656.913.759,0 9.360.786.319,0 10.913.846.349, 9.935.687.294,0 8.328.826.289,0
Keterangan: Di tahun 2007-2010, anggaran belanja masih termasuk bidang koperasi dan UMKM Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2011
Gambar 15
Perkembangan Anggaran Belanja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Tahun 2007-2011
Anggaran belanja urusan perdagangan di tahun 2011 adalah sebesar Rp 1,1 miliar atau menurun sebesar 31 persen dibandingkan tahun 2010, yang jumlah anggaran belanjanya adalah sebesar Rp 1,5 miliar. Sebaliknya, anggaran belanja untuk urusan perindustrian di tahun 2011 adalah sebesar Rp 725 juta atau meningkat sebesar 14,2 persen dibandingkan tahun 2010. Di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, alokasi anggaran belanja untuk bidang Sekretariat lebih besar dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk bidang substantif, yaitu porsinya di atas sebesar 70 persen dari total anggaran belanja di instansi tersebut.
74
4.1.2.
Sumberdaya Pada Kantor Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)
Sejak tahun 2011, Urusan UMKM berada dibawah Kantor Koperasi dan UMKM. Sesuai dengan Peraturan Walikota Bogor No. 10 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Tata Kerja dan Uraian Jabatan Struktural di Lingkungan Kantor Koperasi dan UMKM, maka struktur organisasi Kantor Koperasi dan UMKM dapat dilihat pada Gambar 16 di bawah ini. Kepala Kantor
Kepala Bagian Tata Usaha
Kasi Bina Lembaga dan Usaha Koperasi
Kasi Bina UMKM & PKL
Kasi Fasilitas Permodalan Koperasi dan UMKM
Sumber: Renstra Kantor Koperasi dan UMKM 2010-2014
Gambar 16 Struktur Organisasi Kantor Koperasi dan UMKM
Jumlah SDM aparatur Kantor Koperasi di tahun 2011 adalah sebanyak 23 orang PNS, terdiri dari 8 orang PNS di Bagian Tata Usaha, 6 orang PNS pada Bagian Bina Lembaga dan Usaha Koperasi, 5 orang PNS pada Bagian Bina UMKM dan PKL, dan 3 orang pada Bagian Fasilitas Permodalan Koperasi dan UMKM. Jumlah SDM Aparatur kantor ini lebih banyak pada Bagian Tata Usaha dibandingkan dengan SDM aparatur pada Bagian substansi. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi SDM di internal Kantor Koperasi dan UMKM belum memadai. Pemisahan Kantor Koperasi dan UMKM membawa implikasi pada meningkatnya jumlah pegawai. Misalnya di tahun 2009, jumlah SDM aparatur bidang koperasi dan UMKM pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi adalah sebanyak 15 orang PNS, meningkat sebesar 7,1 persen dibandingkan tahun 2008 yang jumlahnya adalah sebanyak 14 orang. Kemudian, di tahun 2011 dengan terbentuknya Kantor Koperasi dan UMKM jumlah SDM aparatur menjadi meningkat secara signifikan, yaitu sebesar 53,3 persen dibandingkan tahun 2010, yang masih sebanyak 15 orang PNS (lihat Gambar 17).
75
25
60
20
50 40
15
persen
orang
30 10 20 5
10
0 Jumlah Pegawai PNS (orang)
0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
13
14
14
15
15
23
7,7
0,0
7,1
0,0
53,3
Pertumbuhan (persen)
Keterangan: Tahun 2006-2010, jumlah SDM Bidang Koperasi dan UMKM di Dinas Perindagkop Sumber: Kantor Koperasi dan UMKM, 2011
Gambar 17
Perkembangan Jumlah SDM Aparatur di Kantor Koperasi dan UMKM
Kompetensi SDM aparatur Kantor Koperasi dan UMKM diakui masih belum memadai dan penempatan aparatur belum sesuai dengan keahlian (Renstra Kantor Koperasi dan UMKM, 2011:8). Berdasarkan tingkat pendidikan, di tahun 2011 jumlah SDM aparatur yang merupakan lulusan dari program pendidikan Pasca Sarjana adalah sebanyak 3 orang PNS atau sebesar 13 persen dari total SDM aparatur di kantor ini, lulusan Sarjana Strata-1 adalah sebanyak 3 orang PNS, dan sisanya adalah SDM aparatur yang merupakan lulusan pendidikan SLTA, yaitu sebanyak 17 orang PNS atau sebesar 74 persen (lihat Gambar 18). Sarjana S2 13% Sarjana S1 13%
SLTA 74%
umber: Kantor Koperasi dan UMKM, 2011
Gambar 18
Persentase Jumlah SDM Aparatur Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor Menurut Tingkat Pendidikan di Tahun 2011
76
Konsekuensi lainnya dari adanya pemisahan bidang koperasi dan UMKM yang menjadi Kantor Koperasi dan UMKM
di tahun 2011 adalah adanya peningkatan
anggaran belanja daerah Kota Bogor di bidang kelembagaan. Di tahun 2010, anggaran belanja Bidang Koperasi dan UMKM di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Diperindagkop) adalah sebesar Rp 700 juta, atau meningkat sebesar 16,7 persen dibandingkan tahun 2009. Di tahun 2011, jumlah anggaran belanja untuk Kantor Koperasi dan UMKM menjadi sebesar Rp 1,23 miliar atau meningkat sebesar 75,3 persen dibandingkan tahun 2010 (lihat Gambar 19).
2,500,000,000.00
100 80
2,000,000,000.00
60 40
Anggaran 1,500,000,000.00 (Rp) 1,000,000,000.00
20
Anggaran (%)
0 -20 -40
500,000,000.00
-60 -
-80 2007
2008
2009
2010
2011
Anggaran Belanja (Rp) 1,962,226,000 1,995,172,000 600,000,000.0 700,000,000.0 1,227,000,000 Pertumbuhan (persen)
1.7
-69.9
16.7
75.3
Keterangan: Data 2009-2010 adalah anggaran belanja Bidang Koperasi dan UMKM di Diperindagkop Sumber: Kantor Koperasi dan UMKM, 2011
Gambar 19
Perkembangan Alokasi Anggaran Belanja Kantor Koperasi dan UMKM Tahun 2009-2011
4.1.3. Sumberdaya Pada Dinas Pertanian Penyelenggaraan urusan pertanian berada dibawah manajemen Dinas Pertanian Kota Bogor. Dalam rangka menyelenggarakan urusan pertanian, Dinas Pertanian dipimpin oleh seorang kepala dinas, dibantu oleh 1 (satu) orang Sekretaris membawahi 3 (tiga) Sub Bagian, yaitu Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian Keuangan, Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan. Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, membawahi: Seksi Pengolahan Hasil dan Pemasaran; Seksi Sumberdaya; dan Seksi Produksi. Bidang Peternakan, membawahi Seksi Kesehatan Hewan; Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner;
dan Seksi Produksi. Bidang Perikanan, membawahi Seksi
Pengolahan dan Mutu Hasil, Seksi Pemasaran dan Kelembagaan Usaha, Seksi Budidaya
77
dan Pengembangan. Dan UPTD Rumah Potong Hewan, yang dikelola oleh Sub Bagian Tata Usaha. Selain terdapat kelompok jabatan fungsional yang berfungsi pembinaan dan pemberdayaan terhadap pelaku usaha bidang pertanian/perikanan/ peternakan. Secara umum, struktur organisasi Dinas Pertanian Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah.
KEPALA DINAS SEKRETARIS
SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN
KELOMPOK
KEPALA BIDANG TANAMAN
JABATAN
PANGAN DAN HORTIKULTURA
KASI PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL
KASI SUMBERDAYA
KASI PRODUKSI
SUB BAGIAN KEUANGAN
KEPALA BIDANG PETERNAKAN
KASI KESWAN
KASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
SUB BAGIAN PERENCANAAN
KEPALA BIDANG PERIKANAN
KASI BINA PENGOLAHAN DAN MUTU HASIL
KASI BINA PEMASARAN DAN KELEMBAGAAN USAHA
KASI PRODUKSI
KEPALA UPTD RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
KASI BUDIDAYA DAN PENGEMBANGAN
SUB BAGIAN TATA USAHA
umber: Renstra 2010-2014 Dinas Pertanian
Gambar 20 Struktur Organisasi Dinas Pertanian Kota Bogor
SDM aparatur Dinas Pertanian Kota Bogor selama periode 2006-2011 terus mengalami peningkatan yang signifikan, misalnya di tahun 2006, jumlah SDM aparatur Dinas pertanian adalah sebanyak 55 orang PNS, meningkat menjadi sebanyak 71 orang PNS di tahun 2011 (lihat Gambar 21). Komposisi jumlah SDM aparatur di Dinas Pertanian adalah pada Bagian Sekretariat, yaitu sebanyak 17 orang PNS, dan sisanya berada di ke tiga bidang substantif lainnya.
78
80 70 60 50
Jumlah (Orang)
40 30 20 10 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
55
70
69
64
74
71
Jumlah SDM Aparatur (orang)
Sumber: Dinas Pertanian, 2011
Gambar 21 Perkembangan Jumlah SDM Aparatur Dinas Pertanian Tahun
2006-2011
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, pegawai dengan tingkat pendidikan pasca sarjana (strata-2) berjumlah 11 orang, strata-1 berjumlah 21 orang, diploma III berjumlah 13 orang, tamat SMU/sederajat berjumlah 15 orang, SMP/sederajat berjumlah 3 orang dan tamat SD/sederajat berjumlah 8 orang. Dibandingkan dengan Dinas atau unit kerja lain yang menjadi sampel dari penelitian ini, Dinas Pertanian Kota Bogor memiliki jumlah SDM yang lebih banyak merupakan lulusan program pendidikan Pasca Sarjana (lihat Gambar 22) Sarjana S2 15%
SD 11%
SLTP 4%
SLTA 21%
Sarjana S1 30% Diploma 18%
Sumber: Renstra 2010-2014 Dinas Pertanian
Gambar 22
Persentase Jumlah SDM Aparatur Dinas Pertanian Kota Bogor Menurut Tingkat Pendidikan di Tahun 2011
79
Alokasi anggaran belanja di Dinas Pertanian Kota Bogor pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 92,9 persen atau sebanyak Rp 14,9 miliar. Peningkatan anggaran belanja di tahun 2011, lebih disebabkan adanya rencana program pemerintah Kota Bogor untuk membangun rumah potong unggas terpadu. Di tahun 2010, anggaran belanja Dinas Pertanian adalah sebanyak Rp 7,8 miliar, yang berarti adanya peningkatan anggaran belanja sebesar 38,8 persen dibandingkan anggaran belanja tahun 2009 (lihat Gambar 23).
16,000,000,000
100
14,000,000,000
80
12,000,000,000
60
Anggaran 10,000,000,000 (Rp) 8,000,000,000
40 Anggaran 20
6,000,000,000 4,000,000,000
0
2,000,000,000
-20
-
-40 2006
2007
2008
2009
Anggaran Belanja (Rp)
8,530,921,750 10,883,843,573 7,277,538,447
5,556,748,315
Pertumbuhan (persen)
27.6
-23.6
-33.1
2010
2011
7,715,115,565 14,884,739,000 38.8
92.9
Sumber: Dinas Pertanian, 2011
Gambar 23 Perkembangan Alokasi Anggaran Belanja Dinas Pertanian Tahun 2006-2011
4.2. Analisa Indikator Kinerja
Menurut Poister (2003:4), pengukuran indikator kinerja adalah dimaksudkan untuk mencapai tujuan, dalam hal ini informasi yang relevan terkait hasil pengukuran indikator kinerja terhadap pelaksanaan program organisasi sangat diperlukan untuk memperkuat manajemen dan pengambilan keputusan, dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan, dan meningkatkan akuntabilitas. Sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab III (Metodologi) bahwa dalam menganalisa indikator kinerja terdapat tiga tahapan analisa. Pertama, analisa konsistensi antar indikator kinerja pemerintah Kota Bogor yang tertuang dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014 dengan dokumen perencanaan lainnya, yaitu rencana strategi (Renstra) di masing-masing SKPD dalam hal ini adalah di Dinas Perindustrian dan Perdagangan,
80
(%)
Kantor Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pertanian. Kedua, analisa indikator kinerja dengan pendekatan SMART (Specific, Measureable, Acceptable, Realistic, Timely). Ketiga, analisa orientasi dari indikator kinerja yang ada dalam RPJMD Kota Bogor periode 20102014 tersebut.
4.2.1. 4.2.2. Analisa Konsistensi indikator kinerja
Secara keseluruhan, dokumen perencanaan pembangunan Kota Bogor di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pertanian sudah konsisten, baik antara RPJMD Kota Bogor dengan rencana strategi (renstra) di masingmasing SKPD tersebut.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perdagangan Berdasarkan tahapan proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 menunjukkan bahwa RPJMD Kota Bogor periode 2010-2014 telah dijadikan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perindustrian dan Perdagangan 20102014. Hal ini menunjukkan adanya konsistensi dalam menentukan program, sasaran program, dan indikator kinerja di kedua dokumen perencanaan pembangunan tersebut pada urusan perdagangan. Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk urusan perdagangan telah secara detail menjabarkan target indikator kinerja tahunan sesuai dengan indikator kinerja yang terdapat dalam RPJMD. Dalam hal ini, Renstra dinas tersebut sudah memuat lebih rinci keterkaitan antara tujuan – program – sasaran program – strategi – rencana tindak (action plan) – indikator kinerja tahunan (lihat Gambar 24).
81
Sumber: RPJMD Kota Bogor dan Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan 2010-2014
Gambar 24 Konsistensi Rencana Program dan Indikator Kinerja Urusan Perdagangan antara RPJMD Kota Bogor 2010-2014 dengan Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perindustrian Rencana program dan indikator kinerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk urusan perindustrian dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014 telah digunakan oleh Pejabat Perencanaan di dinas ini untuk menyusun Renstra dinas terkait urusan perindustrian. Terdapat dua indikator kinerja yang telah ditentukan dalam upaya mengukur pencapaian tujuan RPJMD tersebut pada urusan prindustrian, yaitu jumlah industri kecil dan menengah (IKM), dengan target sebanyak 3510 unit IKM, dan jumlah industri yang memanfaatkan teknologi tepat guna, dengan target sebanyak 750 unit IKM (lihat Gambar 25 di bawah).
82
Sumber: RPJMD Kota Bogor dan Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan 2010-2014
Gambar 25 Konsistensi Rencana Program dan Indikator Kinerja Urusan Perindustrian antara RPJMD Kota Bogor 2010-2014 dengan Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kantor Koperasi dan UMKM Pada Urusan UMKM RPJMD Kota Bogor 2010-2014 telah digunakan oleh Kantor Koperasi dan UMKM untuk menyusun Renstra Kantor tersebut. Target indikator kinerja dalam RPJMD Kota Bogor tersebut telah dijabarkan secara detail dalam target indikator kinerja tahunan dalam Renstra 2011-2014 Kantor Koperasi dan UMKM. Bahkan Renstra kantor tersebut sudah memuat lebih rinci keterkaitan antara tujuan – program – sasaran program – strategi – rencana tindak (action plan) – target indikator kinerja tahunan. Pada Kantor Koperasi dan UMKM, indikator kinerja yang dianalisa peneliti adalah hanya fokus pada urusan UMKM. Indikator kinerja yang harus dicapai pada urusan UMKM dalam RPJMD 2010-2014 Kota Bogor (yaitu persentase pertambahan UMKM yang dibina dari total UMKM), dengan target di tahun 2014 adalah sebesar 9 persen, telah secara konsisten dituangkan dalam Renstra 2011-2014 Kantor Koperasi dan UMKM seperti yang terlihat pada Gambar 26 di bawah ini.
Sumber: RPJMD 2010-2014 Kota Bogor dan Renstra 2011-2014 Kantor Koperasi dan UMKM
Gambar 26
Konsistensi Rencana Program dan Indikator Kinerja Urusan UMKM antara RPJMD Kota Bogor 2010-2014 dengan Renstra Kantor Koperasi dan UMKM
83
Dinas Pertanian Penyusunan Renstra 2010-2014 Dinas Pertanian telah konsisten mengacu pada RPJMD 2010-2014 Kota Bogor, mulai dari tujuan, program sampai pada penentuan indikator kinerja. Di tambah lagi Renstra tersebut telah menjabarkan secara detail target indikator kinerja tahunan Dinas Pertanian. Bahkan Renstra dinas tersebut sudah memuat lebih rinci keterkaitan antara tujuan – program – sasaran program – strategi – rencana tindak (action plan) – target indikator kinerja tahunan. Indikator kinerja dalam RPJMD 2010-2014 Kota Bogor dan Renstra 2010-2014 Dinas Pertanian antara lain adalah peningkatan jumlah hewan yang dipotong di RPH, dengan target di tahun 2014 sebanyak 27.829 ekor; Jumlah komoditi pertanian yang bernilai tambah tinggi (tanaman hias, Ikan hias, jambu), dengan target adalah sebanyak 27 komoditi di tahun 2014; peningkatan jumlah produk pertanian yang dikemas sesuai standar, dengan target sebanyak 9 komoditi di tahun 2014; dan jumlah hewan ternak dan unggas yang divaksin, dengan target di tahun 2014 adalah sebanyak 203.750 ekor. Secara detail, indikator kinerja pada urusan pertanian dapat dilihat pada Gambar 27 di bawah ini.
Sumber: RPJMD 2010-2014 Kota Bogor dan Renstra 2010-2014 Dinas Pertanian
Gambar 27
Konsistensi Rencana Program dan Indikator Kinerja Urusan Pertanian antara RPJMD Kota Bogor 2010-2014 dengan Renstra Dinas Pertanian
84
4.2.3. Analisa SMART Indikator Kinerja Penentuan beberapa indikator kinerja di masing-masing instansi (SKPD) belum spesifik. Selain itu, penentuan beberapa target indikator kinerja dapat dikatakan terukur, namun belum didasarkan pada database yang up to date, sehingga target indikator kinerja lima tahunan yang ada saat ini mudah bahkan terlalu mudah pencapaiannya. Secara detail, hasil analisa SMART dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Hasil Analisa SMART Indikator Kinerja
Bidang
Nilai SMART
Perdagangan
2.4 (Indikator kinerja dapat dipahami, namun sulit dievaluasi dan direalisasikan)
Perindustria n
UMKM
3.6 (Indikator kinerja dapat terukur dan dipahami) 4.2 (Indikator kinerja sudah tepat, jelas, dan dapat direalisasikan oleh instansi bersangkutan)
Analisa Deskriptif 1. Kurangnya koordinasi antara Bappeda dan Disperindag terkait upaya pencapaian indikator kinerja “Rasio Los Terisi Terhadap Jumlah Los Yang Tersedia”, yang menurut pejabat di bidang perdagangan tidak sesuai dengan fungsi Dinas, lebih tepat untuk indikator kinerja dari PD Pakuan Pasar Jaya 2. Pertumbuhan nilai ekspor kurun waktu 2010-2014 hanya ditentukan sebesar 15,8 persen, sedangkan pertumbuhan dari nilai ekspor pada periode 2004-2009 adalah sebesar 25,1 persen. 3. Target untuk indikator kinerja “Peningkatan ekspor” antara tahun 2010 dan 2011 adalah sama, yaitu sebesar US$ 149,9 juta Pencapaian Indikator kinerja “jumlah industri kecil dan menengah binaan” sangat mudah dicapai dan tergantung pada besaran dana. Pada tahun 2009 jumlah IKM sebanyak 3144 unit, target 2014 adalah 3510 unit, berarti hanya membutuhkan 366 unit.
Pencapaian Indikator kinerja “persentase pertambahan UMKM yang dibina dari total UMKM” sangat mudah dicapai dan tergantung pada besaran dana yang dialokasikan. Tahun 2010, persentase UMKM binaan 8.8%, target 2014 adalah 9%.
85
Pertanian
3.6 (Indikator kinerja dapat terukur dan dipahami)
1. Indikator kinerja “Peningkatan jumlah hewan yang dipotong di RPH dan jumlah hewan ternak dan unggas yang divaksin” sudah terukur, namun belum spesifik. Indikator kinerja yang penting di Dinas Pertanian adalah “peningkatan produksi daging berkualitas halal di RPH”. Hal ini untuk mendukung program makanan halal di Kota Bogor. 2. Indikator kinerja “jumlah komoditi pertanian bernilai tambah tinggi (tanaman hias dan ikan hias)” kurang realistis dalam hal peningkatan nilai tambah produk sektor pertanian
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perdagangan Berdasarkan hasil wawancara dengan pejabat pada urusan perdagangan menunjukkan bahwa indikator kinerja urusan perdagangan yang ada dalam dokumen perencanaan baik pada RPJMD Kota Bogor 2010-2014 maupun dalam Renstra (Rencana Strategi) Dinas Perindustrian dan Perdagangan memiliki nilai SMART adalah 2.4 (lihat Lampiran 1), yang berarti bahwa indikator kinerja pada urusan perdagangan dapat dipahami, namun sulit di evaluasi dan direalisasikan. Artinya indikator kinerja pada urusan perdagangan tidak dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan (yaitu “meningkatkan pengembangan perekonomian pada sektor perdagangan”) yang sudah ditentukan sebelumnya dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014, dan tidak dapat digunakan sebagai input untuk pengambilan keputusan dan perbaikan perencanaan pembangunan sektor perdagangan ke depan. Indikator kinerja urusan perdagangan Kota Bogor antara lain adalah Rasio los terisi terhadap jumlah los yang tersedia, target pencapaian adalah 60 persen di tahun 2014; Tingkat pengawasan barang beredar dan pengujian mutu barang, target pencapaian adalah 65 persen; dan Peningkatan nilai ekspor, dengan target pencapaian di tahun 2014 adalah US$ 175.377.273,76.
200.0
60
180.0 50
160.0 140.0 Ekspor (US$ 120.0 Juta) 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 Nilai Ekspor (US$ juta) Pertumbuhan (persen)
40 Ekspor (%) 30 20 10 0 2001
2005
2009
2014
81.8
121.1
151.5
175.4
48.0
25.1
15.8
86
Keterangan: Data 2001 dan 2009 bersumber dari BPS Kota Bogor Data 2005 adalah target tahunan urusan perdagangan dalam RPJMD Kota Bogor 2005-2009 Data 2014 adalah target RPJMD Kota Bogor 2010-2014 Sumber: Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2007, 2008, dan 2009 RPJMD Kota Bogor 2010-2014
Gambar 28 Perkembangan dan Target Nilai Ekspor Kota Bogor Bila dianalisa lebih lanjut terhadap target indikator kinerja yang ada menunjukkan bahwa walaupun secara nominal target nilai ekspor periode 2010-2014 meningkat seperti pada Gambar 28, namun pertumbuhan nilai ekspor pada kurun waktu tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan pertumbuhan nilai ekspor selama periode 2005-2009, yaitu pertumbuhan nilai ekspor kurun waktu 2010-2014 hanya ditentukan sebesar 15,8 persen, sedangkan pertumbuhan dari nilai ekspor pada periode 2003-2009 adalah sebesar 25,1 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa target
pencapaian nilai ekspor yang ditentukan pemerintah Kota Bogor selama periode 20102014, tidak menunjukkan perbaikan dalam meningkatkan perekonomian pada sektor perdagangan. Selain itu, terdapat adanya kesalahan dalam penentuan target nilai ekspor di tahun 2010 dan 2011 dalam rencana kerja tahunan Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada urusan perdagangan, yang mana masing-masing target memiliki nilai ekspor yang besarannya sama, yaitu sebesar US$ 149,9 juta. Hal ini dikhawatirkan menunjukkan bahwa selama periode 2010-2011 perkembangan nilai ekspor tidak mengalami peningkatan. Pada indikator kinerja “Rasio los terisi terhadap jumlah los yang tersedia”, menjadi isu dikalangan SDM Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yang menurut responden (Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri) sulit pengukurannya dan tidak sesuai dengan indikator kinerja yang direkomendasikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan kepada Bappeda pada tahap proses penyusunan RPJMD tersebut. Selain itu, menurut responden pencapaian indikator kinerja tersebut merupakan tanggung jawab dari PD Pakuan Pasar Jaya selaku pengelola los-los milik pemerintah Kota Bogor. Kondisi ini menunjukkan bahwa mekanisme koordinasi dalam proses penyusunan perencanaan dan penentuan indikator kinerja untuk urusan perdagangan belum berjalan dengan baik antar instansi pemerintah daerah terkait, padahal perencanaan
87
pembangunan daerah dan indikator kinerjanya akan sangat mempengaruhi efektifitas pemanfaatan anggaran belanja pada pembangunan urusan perdagangan di Kota Bogor. Dengan kata lain adanya keterbatasan anggaran belanja pada urusan perdagangan harus diimbangi dengan penyusunan rencana pembangunan dan indikator kinerja yang lebih baik agar pemanfaatan anggaran publik tersebut dapat efektif dan efisien.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perindustrian Hasil wawancara dengan pejabat dibidang perindustrian menunjukkan bahwa indikator kinerja urusan perindustrian dalam dokumen perencanaan baik pada RPJMD Kota Bogor 2010-2014 maupun dalam Renstra (Rencana Strategi) Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk urusan perindustrian memiliki nilai SMART adalah 3,6 (lihat Lampiran 1); yang berarti bahwa indikator kinerja pada urusan perindustrian dapat diukur, dipahami dan direalisasikan. Namun demikian, bila dilihat dari target indikator kinerja untuk urusan perindustrian yaitu “jumlah industri kecil dan menengah (IKM) sebanyak 3.510 unit IKM di tahun 2014”, menunjukkan bahwa pencapaian dari target indikator kinerja tersebut sangat mudah dan sangat tergantung pada besaran anggaran belanja di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Artinya bila alokasi anggaran belanja di sektor UMKM lebih besar, maka jumlah IKM binaan secara langsung akan meningkat, demikian pula sebalikmya. Menurut data BPS Kota Bogor (2009) menunjukkan bahwa jumlah IKM di tahun 2009 adalah sebanyak 3.144 unit terdiri dari 958 unit IKM formal dan 2.186 unit industri kecil non-formal. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa penentuan indikator kinerja di atas belum spesifik. Dalam hal ini, indikator kinerja pada urusan perindustrian lebih penting diarahkan untuk meningkatkan jumlah industri kecil formal atau mengurangi jumlah industri kecil non-formal, dibandingkan dengan indikator kinerja yang hanya memperhatikan peningkatan aspek jumlah IKM binaan semata. Apalagi jumlah industri kecil non-formal dari tahun 2007 sampai 2009 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Misalnya di tahun 2009, jumlah industri kecil non-formal meningkat sebesar 2,2 persen dibandingkan dengan jumlah industri non-formal tersebut di tahun 2008, yang jumlahnya adalah sebanyak 2.138 unit. Sebaliknya, jumlah IKM formal mengalami penurunan sebesar 0,21 persen di tahun 2009, dengan jumlah IKM sebanyak 958 unit.
88
Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya keseriusan pemerintah daerah untuk berkontribusi menangani masalah yang ada melalui identifikasi masalah di tingkat IKM formal dan program pengembangan industri kecil non-formal dalam rangka meningkatkan usaha di sektor formal. Secara detail, perkembangan IKM di sektor formal dan non-formal di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 29 berikut ini.
3 50 0 3 00 0 2 50 0
Jumlah IKM (unit)
2 00 0 1 50 0 1 00 0 50 0 0 IKM Formal (unit)
Industri Ke c il Non Formal (unit)
Total Jumlah IKM (unit)
2 00 7
84 7
2 05 1
28 98
2 00 8
96 0
2 13 8
30 98
2 00 9
95 8
2 18 6
31 44
Sumber: BPS, Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2007, 2008, dan 2009
Gambar 29
Perkembangan Jumlah IKM di Sektor Formal dan Non-Formal Tahun 20072009
Kantor Koperasi dan UMKM Pada Urusan UMKM Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa indikator kinerja untuk urusan UMKM memiliki nilai SMART adalah 4,2 (lihat Lampiran 1), yaitu menunjukkan bahwa indikator kinerja sudah tepat, jelas, mudah dipahami dan dapat direalisasikan oleh unit kerja bersangkutan. Namun demikian, indikator kinerja untuk urusan UMKM seperti yang terlihat pada Gambar 25 di atas (Sub-Bab 4.2.1) menunjukkan adanya penekanan hanya pada pertambahan jumlah UMKM yang dibina, artinya bila besaran alokasi belanja publik pada kegiatan pembinaan Kantor Koperasi dan UMKM rendah, maka pertambahan jumlah UMKM yang dibina pun relatif rendah. Karena itu, indikator kinerja pada urusan UMKM dalam RPJMD 2010-2014 dapat dikatakan belum spesifik. Apalagi target indikator kinerja yang ditentukan sebesar 9 persen di tahun 2014 terlalu mudah untuk dicapai, karena di tahun 2010, persentase penambahan UMKM binaan sudah
89
mencapai 8,8 persen. Selama periode 2009-2010, telah terjadi lonjakan jumlah UMKM binaan Dinas Perindagkop, yaitu di tahun 2009 sebanyak 2019 unit UMKM binaan, meningkat menjadi sebanyak 2884 di tahun 2010. Peningkatan jumlah UMKM binaan sejalan dengan adanya peningkatan alokasi anggaran belanja bidang koperasi dan UMKM di Dinas Perindagkop di tahun 2010, yaitu sebesar Rp 975 juta (lihat Gambar 30). 35.000
10,0 9,0 8,0 7,0 Jumlah 6,0 5,0 UMKM (%) 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
30.000 25.000
Jumlah 20.000 UMKM 15.000 (unit) 10.000 5.000 -
2007
2008
2009
2010
Jumlah UMKM Binaan (unit)
1.949
1.984
2.019
2.884
Jumlah UMKM (unit)
31.837
32.147
32.256
32.902
6,1
6,2
6,3
8,8
Penambahan UMKM Binaan (persen)
Keterangan: Data 2007-2010 adalah jumlah UMKM yang dibina oleh Perindagkop Sumber: Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, 2011
Gambar 30
Perkembangan Jumlah UMKM Binaan Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor Tahun 2007-2010
Berdasarkan data Kantor Koperasi dan UMKM, indikator kinerja yang lebih tepat dalam rangka pencapaian tujuan RPJMD 2010-2014 Kota Bogor pada urusan UMKM adalah “peningkatan pertumbuhan kapasitas produksi UMKM binaan”. Di tahun 2010, nilai kapasitas produksi UMKM adalah sebesar Rp 3,70 triliun atau meningkat sebesar 20 persen dibandingkan tahun 2009, yang hanya sebesar Rp 3,08 triliun. Secara detail, perkembangan nilai produksi UMKM dapat dilihat pada Gambar 31 di bawah.
90
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 -5,00 Kapasitas Produksi UMKM (Rp T)
2007
2008
2009
2010
2,95
3,11
3,08
3,70
5,3
-0,8
20,0
Pertumbuhan Peningkatan Produksi UMKM (persen)
Sumber: Kantor Koperasi dan UMKM, 2011
Gambar 31 Perkembangan Kapasitas Produksi UMKM Tahun 2007-2010
Indikator kinerja peningkatan kapasitas produksi UMKM akan memberikan gambaran terkait peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM. Perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor UMKM selama periode 2007-2010 terus mengalami peningkatan, misalnya di tahun 2007, jumlah tenaga kerja di sektor UMKM adalah sebanyak 51.798 orang, meningkat menjadi sebanyak 58.249 orang di tahun 2010 (Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, 2011).
Dinas Pertanian
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa indikator kinerja pada urusan pertanian memiliki nilai SMART, yaitu 3,6 (lihat Lampiran 1); berarti adalah indikator kinerja Dinas Pertanian dapat diukur, dipahami dan direalisasikan. Bila dilihat dari indikator kinerja yang ada, misalnya “peningkatan jumlah hewan yang dipotong di RPH, dengan target di tahun 2014 adalah sebanyak 27.829 ekor” dan “jumlah hewan ternak dan unggas yang divaksin, target di tahun 2014 adalah sebanyak 203.750 ekor”, menunjukkan bahwa indikator kinerja tersebut telah terukur, namun belum spesifik. Dalam hal ini yang perlu mendapat perhatian serius dari Dinas Pertanian adalah konsistensi dari peningkatan produksi daging dengan mutu yang halal (termasuk bebas dari penyakit), sehingga indikator
91
kinerja yang penting di Dinas Pertanian adalah “peningkatan produksi daging berkualitas halal di RPH”.
4.2.4. Analisa Orientasi Indikator Kinerja (Output atau Outcome) Penentuan indikator kinerja pada urusan perdagangan, perindustrian, UMKM, dan pertanian dalam RPJMD Kota Bogor dan Renstra 2010-2014 di masing-masing unit kerja pemerintah (SKPD) lebih berorientasi output (keluaran), atau belum berorientasi pada
outcome (hasil). Hal ini mengindikasikan sulitnya pengukuran pencapaian tujuan pembangunan Kota Bogor dengan visi menjadikan Kota Bogor sebagai Kota Perdagangan sebagaimana yang tertuang dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014. Hal ini didukung dengan pernyataan dari responden yang merupakan anggota DPRD Kota Bogor pada Komisi B (bidang ekonomi), yang menyatakan pesimis atas upaya penyelenggaraan urusan pilihan pemerintah Kota Bogor dalam mencapai tujuan pembangunan daerah seperti yang tertuang dalam RPJMD Kota Bogor. Hal ini dikarenakan adanya proses penyusunan RPJMD Kota Bogor 2010-2014 yang terburu-buru, dan tidak sinkronnya proses penyusunan RPJMD Kota Bogor 2010-2014 yang baru direalisasikan pada tahun 2010, dengan proses penyusunan rancangan anggaran belanja pemerintah yang telah direalisasikan sejak tahun 2009. Dalam hal ini menurut responden adalah perlunya proses penyusunan RPJMD Kota Bogor yang sudah mulai disusun sejak awal tahun anggaran sebelumnya. Selain itu, penyusunan target indikator kinerja belum secara memadai memanfaatkan database yang up to date. Berdasarkan hasil klarifikasi dengan responden dari Bappeda Kota Bogor menunjukkan bahwa adanya pengakuan terhadap kekeliruan dalam menentukan indikator kinerja, termasuk pada penyelenggaraan urusan pilihan pemerintahan di sektor perdagangan, perindustrian, UMKM, dan pertanian, yang tidak berorientasi
outcome (hasil). Menurut responden kekeliruan dalam penentuan pendekatan indikator kinerja lebih disebabkan karena adanya ketidakjelasan panduan pemerintah pusat dalam membedakan indikator kinerja yang berorientasi output dan outcome, yaitu panduan yang disusun oleh Kementerian Pendayaan Aparatur Negara. Berdasarkan hasil analisa peneliti terhadap Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dalam Lampiran IB/4-5 yang menunjukkan
92
bahwa penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam dokumen perencanaan, terutama dalam renstra SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) adalah setidaknya berorientasi outcome. Namun, dalam peraturan ini tidak terdapat penjelasan yang detail mengenai perbedaan antara indikator kinerja berorientasi output dan outcome, sehingga wajar bila terjadi kesulitan atau kebingungan dalam membedakan antara indikator kinerja output dan outcome di tingkat daerah. Di tingkat pengusaha, yang diwakili oleh responden dari Kadinda menunjukkan bahwa program dan indikator kinerja dalam RPJMD 2010-2014 yang terkait dengan pengembangan perekonomian daerah belum secara memadai diketahui. Menurut responden, masih terdapat adanya gap (kesenjangan) antara kebutuhan dunia usaha dengan perencanaan yang disusun oleh pemerintah dalam rangka pengembangan perekonomian Kota Bogor.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perdagangan Indiktor kinerja untuk urusan perdagangan, menurut responden sudah berorientasi pada outcome (hasil). Namun demikian, bila mengacu pada fungsi indikator kinerja sebagai alat bantu untuk mengukur pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan pendekatan program logic model, menunjukkan bahwa indikator kinerja tersebut belum dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan di sektor perdagangan. Hal ini dikarenakan indikator kinerja yang ada tidak berkaitan langsung dengan pengukuran pencapaian tujuan pada urusan perdagangan tersebut. Misalnya indikator “Peningkatan Nilai Ekspor”, tidak dapat secara langsung digunakan untuk mengukur
pengembangan
perekonomian
pada
sektor
perdagangan,
karena
meningkatnya nilai ekspor belum dapat dikatakan pengembangan perekonomian di sektor perdagangan meningkat. Kecuali, indikator tersebut diubah menjadi “Peningkatan Net Ekspor” yang merupakan komponen dalam PDRB, yang dapat digunakan untuk menunjukkan perkembangan pembangunan perekonomian suatu daerah dan dapat diukur dengan data yang up to date (lihat Gambar 32 di bawah).
93
Gambar 32
Indikator Kinerja Urusan Perdagangan Pada RPJMD Kota Bogor 2010-2014 Berdasarkan Pendekatan Program Model Logika
Gambar 32 di atas mengindikasikan bahwa Pejabat Perencanaan dan pejabat di bidang
substantif
untuk
urusan
perdagangan
mengalami
kesulitan
dalam
menghubungkan antara indikator kinerja yang berbasis output (keluaran) dengan indikator kinerja berbasis outcome (hasil) pada urusan perdagangan Kota Bogor.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pada Urusan Perindustrian Menurut responden bahwa indikator kinerja yang ada sudah menerapkan pendekatan berorientasi outcome (hasil) atau tidak hanya berdasarkan pendekatan yang berorientasi output (keluaran). Berdasarkan analisa peneliti dengan menggunakan pendekatan Program Model Logika yang menggambarkan keterkaitan antara indikator kinerja urusan perindustrian tersebut dengan tujuan urusan perindustrian dalam RPJMD Kota Bogor 2010-2014, yaitu “Meningkatkan pengembangan perekonomian pada sektor industri”, mengindikasikan indiktor kinerja urusan perindustrian belum dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan urusan perindustrian Kota Bogor tersebut. Kedua indikator kinerja tersebut, yaitu: “Peningkatan jumlah industri kecil dan menengah (IKM)” dan “Peningkatan jumlah industri yang memanfaatkan teknologi tepat guna (TTG)” lebih mengarah pada penerapan pendekatan yang berorientasi output (lihat Gambar 33 di bawah).
94
Gambar 33
Indikator Kinerja Urusan Perindustrian Pada RPJMD Kota Bogor 2010-2014 Berdasarkan Pendekatan Program Model Logika
Pendekatan program model logika di atas mengindikasikan bahwa Pejabat Perencana baik di Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun di Bappeda mengalami kesulitan dalam menentukan indikator kinerja berorientasi output dan indikator kinerja yang berorientasi outcome.
Kantor Koperasi dan UMKM Pada Urusan UMKM Menurut responden di Kantor Koperasi dan UMKM menyebutkan bahwa indikator kinerja yang ada untuk urusan UMKM sudah berorientasi outcome (hasil). Namun demikian, bila di analisa lebih lanjut dengan menggunakan Program Model Logika dapat ditunjukkan bahwa tidak adanya keterkaitan langsung antara peningkatan UMKM binaan (sebagai indikator kinerja) dengan peningkatan peran UMKM dalam perekonomian daerah. Dalam hal ini, perlu adanya indikator kinerja yang berbasis
outcome (hasil), untuk menjembatani pengukuran pencapaian tujuan RPJMD 2010-2014 Kota Bogor pada urusan UMKM (lihat Gambar 34). Indikator kinerja (yaitu persentase penambahan UMKM binaan) yang ada saat ini belum dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan RPJMD 2010-2014 Kota bogor di sektor UMKM, yaitu peningkatan peran UMKM pada perekonomian daerah.
95
Gambar 34
Indikator Kinerja Urusan UMKM Pada RPJMD 2010-2014 Kota Bogor Berdasarkan Pendekatan Program Model Logika
Dinas Pertanian
Berdasarkan hasil in-depth interview dari responden di Dinas Pertanian, responden menyatakan bahwa indikator kinerja yang ada sudah berorientasi outcome (hasil). Namun, bila dianalisa lebih lanjut keterkaitan indikator kinerja dalam mengukur pencapaian tujuan pada urusan pertanian dengan pendekatan Program Model Logika menunjukkan bahwa indikator kinerja yang ada belum dapat mampu mengukur pencapaian tujuan tersebut (lihat Gambar 35).
Gambar 35 Indikator Kinerja Urusan Pertanian di Dinas Pertanian Pada RPJMD 2010-2014 Kota Bogor Berdasarkan Pendekatan Program Model Logika 96
Keterbatasan indikator kinerja yang ada dalam mengukur pencapaian tujuan pada urusan pertanian lebih disebabkan karena: Pertama, tujuan yang ditetapkan pada urusan pertanian, yaitu “meningkatkan pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis” adalah sulit diukur pencapaiannya dan tidak dapat dicapai secara sendiri oleh Dinas Pertanian, tanpa koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja lainnya dan pihak swasta, dengan kata lain pencapaian tujuan diatas tidak dapat dikendalikan secara penuh oleh Dinas Pertanian sendiri. Agribisnis adalah suatu sistem yang terdiri dari rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain (IPB, 2012). Sub sistem agribisnis meliputi: (1) Sub-sistem faktor input pertanian (input factor sub-system), yaitu pengadaan saprotan; (2) sub-sistem produksi pertanian (production sub-system), yaitu budidaya pertanian/usahatani; (3) sub-sistem pengolahan hasil pertanian (processing sub-system), yaitu agroindustri hasil pertanian; (4) sub-sistem pemasaran (marketing sub-system), yaitu faktor produksi, hasil produksi dan hasil olahan; dan (5) sub-sistem kelembagaan penunjang (supporting institution sub-system) atau subsistem jasa (service subsystem), yaitu lembaga keuangan, lembaga pelatihan, dan lain-lain. Sehingga lebih tepat apabila pernyataan di atas digunakan dalam penyusunan misi yang sifatnya lebih luas, dan bukan untuk suatu tujuan yang harus dicapai dan dibebankan pada suatu unit kerja/instansi pemerintahan tertentu. Kedua, indikator kinerja yang ada untuk urusan pertanian lebih berorientasi pada output, dibandingkan berorientasi outcome. Salah satu contoh indikator kinerja yang berorientasi outcome pada urusan pertanian adalah peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kota Bogor, produktivitas bahan pangan utama lokal per hektar, atau pertumbuhan produksi daging yang berkualitas halal.
97