Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji Tahun 2014
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakulktas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Nurunajah Khoimairah 1111053100007 KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH PRODI MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 ii
iii
iv
v
ABSTRAK NURUNAJAH KHOIMAIRAH, 1111053100007, Akuntabilitas PT. AJS AMANAH GIRI ARTHA dalam Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji Tahun 2014, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Manajemen Haji dan Umrah, Di bawah Bimbingan Muhammad Zen, S. Ag., MA. Asuransi haji adalah asuransi jiwa yang diperuntukkan bagi jamaah haji atau petugas haji untuk memberikan perlindungan jaminan asuransi kepada jamaah haji atau petugas haji terhadap risiko kematian biasa (bukan karena kecelakaan), kematian karena kecelakaan , cacat tetap total atau sebagian akibat kecelakaan pada masa asuransi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha terhadap Kementerian Agama RI dalam perlindungan Jamaah Haji tahun 2014. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, di sini penulis sebagai human instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha belum akuntabel dalam pelaksanaan asuransi haji kepada jamaah haji karena tidak adanya transparansi kepada masyarakat khususnya jamaah asuransi haji dalam pengelolaan dana premi. Akan tetapi, jika dilihat berdasarkan akuntabilitas fisikal tanggungjawab atas dana publik, akuntabilitas legal tanggungjawab untuk mematuhi hukum, akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu program, akuntabilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur, serta akuntabilitas outcome tanggungjawab atas hasil kepada Kementerian Agama RI yang dalam hal ini adalah sebagai pihak penyelenggara maka pihak penyedia yaitu PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha sudah akuntabel. PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha seharusnya bisa lebih transparan dalam laporan dana premi kepada masyarakat khususnya jamaah haji. Agar jamaah atau para ahli waris tidak merasa adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pihak asuransi. Kata Kunci: Asuransi Haji, Akuntabilitas
vi
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbal’alamin puji syukur penulis ucapkan atas segala kenikmatan yang telah Allah SWT berikan, dengan mengalir keridhoan dan keberkahan-Nya di dalam setiap langkah perjuangan penulis, penulis dapat melewati proses perjuangan yang penuh halangan dan menghadapi berbagai masalah yang pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, di mana seorang manusia yang membawa ummatnya dari gembong kemaksiatan menuju gudang kesuksesan. Dengan penuh rasa syukur penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul “Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji Tahun 2014 ”. Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan kemudahan dan dengan sabar membantu serta membimbing terwujudnya skripsi ini. Dengan penuh rasa hormat dan ketulusan, penulis mengucapkan kepada: 1. Dr. Arief Subhan MA, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Suparto, M. Ed Ph, D, selaku Wakil Dekan I (satu) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Roudhonah, M. Ag, selaku Wakil Dekan II (dua) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Dr. Suhaimi, M. Si, selaku Wakil Dekan III (tiga) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Drs. Cecep Castrawijaya MA, selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah (MD). 6. Drs. Sugiharto MA, selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah (MD). 7. Muhammad Zen, S. Ag., MA, sebagai Pembimbing Skripsi yang telah banyak membantu dan memberikan informasi dikala penulis berkonsultasi, serta teramat sangat sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis supaya menghasilkan skripsi yang baik dan benar. Semoga Allah membalas ketulusan beliau. 8. Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si, selaku dosen yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis. 9. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqasyah 10. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang selama ini memberikan ilmunya dengan tulus, menjadi ilmu yang berkah untuk kami dan semoga segala ilmu yang bermanfaatnya dapat terbalaskan baik di dunia dan akhirat kelak nanti. 11. Seluruh Staf petugas Perpustakaan baik Perpustakaan Umum maupun Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 12. Hj. Sumarwati, S. Sos. Selaku Kasubbag pada bagian Ortala dan kepegawaian Sekretariat yang telah memberikan izin penelitian dibagian Penyelenggaraan Haji dan Umrah. 13. Seluruh Staff atau petugas Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, khususnya Bapak hafiz selaku Subdit Transportasi dan Perlindungan Haji, viii
Bapak Ari selaku Ketua Panitia Lelang, Bapak rudy selaku Dokumen Haji dan Umrah yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan informasi guna penulisan skripsi ini. 14. Seluruh Staff PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha, khususnya Ibu Lina selaku divisi asuransi jiwa haji yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan informasi guna penulisan skripsi ini. 15. Seluruh Staff PT. Wahana Mitra Usaha, khususnya Bapak Muharom Ahmad, Bapak Faza, serta Bapak Ramadji yang telah memberikan pengertian serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan bertanggung jawab atas pekerjaannya juga. 16. Kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Kotong S. Pd dan Ibunda Marfuah, yang tak pernah lelah dan mengeluh dalam mendidik dan membesarkan serta memberikan dukungan kepada penulis, sehingga penulis tumbuh menjadi anak yang mandiri, kuat dan tegar dalam menjalani manis pahitnya kehidupan yang selama ini penulis jalani. Serta tak pernah luput untuk melantunkan doanya yang selalu mengiringi langkah penulis. 17. Untuk orang-orang yang penulis sayangi Sutarno, Cicilya Yuliana, Novitasari Herman, Ginna Cahaya Amini, Hanifa Amalia Sururi, Putri Hadiyati Rizkiah, Rika Chaerunnisa, Evi Apriliani, Bani Nur Saidah. Terima kasih untuk dukungan, cinta, dan sayangnya yang tiada hentinya mengalir untuk penulis. 18. Untuk teman-teman seperjuangan MHU 11 terima kasih untuk kebersamaan, tawa, serta canda yang selalu mewarnai hari-hari penulis dalam menjalankan kuliah di UIN Syarif Hdayatullah Jakarta.
ix
19. Untuk teman-teman KKN MOMENTUM terima kasih atas pengalaman dan kenangan yang tak pernah terlupakan oleh penulis. Penulis berharap dan berdoa, semoga seluruh pengorbanan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini akan dibalas segala kebaikannya oleh Allah SWT. Semoga karya tulis ini merupakan refleksi studi S1 dan dapat memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang berminat dengan tulisan ini. Dan dengan harapan karya tulis ini dapat dijadikan amal bagi penulis, amin Allahumma amin.
Jakarta, 16 Oktober 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………..….i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL……………………………………………………...……….vii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..……...ix
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………….1
A. Latar Belakang…………………………………………………….1 B.Perumusan dan Pembatasan Masalah……………………………....6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. ....................................................... 7 D. Metode Penelitian. ........................................................................... 7 E. Tinjauan Pustaka. ........................................................................... 10 F. sistematika penulisan………………………………………….….12 BAB II:
LANDASAN TEORI………………………………..……….……..14 A. Konsep Akuntabilitas…………………………………..………...14 1. Pengertian Akuntabilitas…………………………………….....14 2. Jenis Akuntabilitas……………………………………………..18 3. Indikator Akuntabilitas…………………………………..…….21 B. Konsep Asuransi………………………………………...……..…25 1. Pengertian Asuransi…………………………………...….........25 2. Dasar Hukum Asuransi………………………………….....…..26 3. Macam-macam Asuransi………………………………………27 4. Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah…………………28 5. Manfaat dan Risiko Asuransi…………………….……………29
xi
C. Asuransi Haji……………………………………………………31 1. Pengertian Haji……………………………………………….31 2. Asuransi Haji…………………………………………………33 BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN AGAMA dan PT. AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA...…………………………….35 A. Sejarah Kementerian Agama……………………………………35 B. Visi dan Misi…………………………………………………….40 C. Tugas dan Fungsi……………………………………………….40 D. Struktur Organisasi Kementerian Agama……………………......41 E. Sejarah Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah……42 F. Visi dan Misi……………………………………………………..46 G. Kedudukan, Tugas dan Fungsi…………………………………...47 H. Struktur Organisasi…………………………………………….....48 I. Profil Amanah Giri Artha………………………………………...50 J. Visi, Misi, dan Nilai……………………………………………...51 K. Struktur Organisasi……………………………………………..51 BAB IV: Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha……...................53 A. Jenis Akuntabilitas…………………….........................................53 B. Akuntabilitas PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha………………….53 BAB V:
PENUTUP………………………………………………...………..64 A. Kesimpulan……………………………………………………....64 B. Saran……………………………………………………………..65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL TABEL I. DAFTAR SANTUNAN ………………………………………..…55
xiii
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1: Surat Bimbingan Skripsi LAMPIRAN 2: Surat Izin Penelitian LAMPIRAN 3: Surat Keterangan Penelitian LAMPIRAN 4: Surat Keterangan Wawancara LAMPIRAN 5: Formulir Isian Kualifikasi LAMPIRAN 6: Tata cara Evaluasi Kualifikasi LAMPIRAN 7: Formulir Pengajuan Klaim
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Kewajiban untuk berhaji minimal sekali dalam seumur hidup dibebankan hanya kepada seorang muslim yang mampu, dalam arti luas yaitu mampu secara jasmani maupun rohani. Selain itu, mampu secara finansial dalam arti memiliki dana yang cukup untuk menjalankan ibadah haji yang dilaksanakan di Makkah dan sekitarnya, sebab hal tersebut ibadah haji bisa dikatakan ibadah yang unique.1 Ibadah haji merupakan ibadah yang hampir seluruh rangkaian kegiatannya berhubungan dengan fisik seperti thawaf, sa’i, mabit, dan melontar jumrah. Saat melakukan thawaf, jamaah harus mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali. Ketika melakukan sa’i, jamaah haji bahkan harus berlari-lari kecil dari bukit Safa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Dua ibadah ini dilakukan secara berjamaah, sehingga harus berdesak-desakan. Demikian pula saat melontar jamarat di Mina. Selain jarak antara perkemahan dengan tempat melontar jumrah jauh, ibadah ini selalu dipenuhi oleh jamaah lain yang secara bersamaan melakukan pelontaran. Dan masih banyak lagi kegiatan ibadah yang sangat membutuhkan tenaga yang ekstra.2 Maka dari itu, dianjurkan kepada seluruh jamaah haji agar menjaga kesehatan mereka karena kegiatan yang akan dilaksanakan sangat padat, kurangnya
istirahat,
serta
suhu
yang
1
berbeda
dengan
Tanah
Air
Imam Syaukani, Manajemen Pelayanan Haji Di Indonesia, (Jakarta: CV. Prasasti, 2009) . h. 1. 2 Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta, Bimbingan Manasik Haji, (Jakarta, 2005,). h. 12
1
2
sangatlahmempengaruhi kesehatan para jamaah. Untuk itulah, seorang muslim yang melaksanakan ibadah haji mendapatkan layanan asuransi dari Departemen Agama sebagai salah satu bentuk antisipasi terhadap terjadinya musibah (meninggal dunia) saat melaksanakan ibadah haji. Dan dari sini terlihat betapa pentingnya lembaga asuransi berada di tengah kehidupan masyarakat. Berdasarkan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 39/Dsn-Mui/X/2002 tentang asuransi haji telah ditetapkan bahwa perjalanan haji mengandung risiko berupa kecelakaan atau kematian dan untuk meringankan beban resiko tersebut perlu adanya asuransi.3 Asuransi itu sendiri berarti “pertanggungan”. Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam undang-undang republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.4 Kementerian agama berupaya agar para jamaah bisa terlindungi dengan baik dengan membuka pelelangan pengadaan jasa asuransi jiwa jamaah haji yang 3
www.mui.or.id/mui_in/product_2/fatwa.php?id=47&pg=2 . Diakses pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 18:09 WIB. 4 Am. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis & Praktis), (Jakarta: Prenada Media 2004), Edisi Ke-1, Cet. Ke-1, h. 57.
3
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dengan terbuka. Sebagai langkah awal dalam penyelenggaraan tender asuransi haji, pemerintah akan mengumumkan tender itu di media massa. Peserta tender yang ingin ikut harus memenuhi syarat yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) pengadaan. Kemudian, mereka baru masuk tahap penawaran harga. Lelang itu sendiri adalah proses membeli dan menjual barang atau jasa dengan cara menawarkan kepada penawar, menawarkan tawaran harga lebih tinggi, dan kemudian menjual barang kepada penawar harga tertinggi. Dalam teori ekonomi, lelang mengacu pada beberapa mekanisme atau peraturan perdagangan dari pasar modal. Sejarah lelang di Indonesia dimulai oleh East India Company yang menyelenggarakan lelang untuk teh (1750) dan masih bertahan sampai sekarang di London. Ada juga lelang tembakau Indonesia yang masih bertahan di Bremen, Jerman.5 Tahun lalu, salah satu kriteria RKS adalah: rasio risk based capital (RBC) harus lebih dari 120%. Angka ini di atas ketentuan pemerintah yang mematok RBC minimal 120%. Peserta perusahaan asuransi juga harus memiliki bisnis syariah dengan melampirkan keterangan dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Untuk menjaring perusahaan asuransi yang bersedia menutup risiko asuransi haji, Departemen Agama (Depag) awal September 2008 mulai menggelar proses tender. "Pemenang tender sudah ada sebelum keberangkatan kloter pertama, 5 November 2008," kata Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji (BPIH dan SIH) Departemen Agama M. Abdul Gafur Djawahir, kemarin. Untuk tender asuransi haji tahun 2008, Depag menetapkan beberapa persyaratan, yakni peserta tender harus perusahaan asuransi nasional dan mempunyai bisnis asuransi syariah. "Kekuatan jaringan perusahaan asuransi di daerah juga menjadi
5
http://nizarrassiprastama.blogspot.com/2013/02/pengertian-lelang-dan-syaratnya.html. Diakses pada tanggal 5 januari 2015 pukul 21:12 WIB
4 syarat lainnya. Ketentuan ini diterapkan karena calon haji berasal dari berbagai provinsi di Indonesia," tutur Djawahir.
Pada tahun 2009, pendaftar tender asuransi haji hanya sepuluh perusahaan yang terdiri dari sembilan perusahaan asuransi dan satu non-asuransi. Mereka adalah PT Asuransi Allianz Indonesia, Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, Asuransi Syariah Mubarakah, PT BNI Life, PT Asuransi Jiwasraya, PT Central Asia Raya, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas, PT Asuransi Takaful, PT Asuransi Binagriya Upakara, dan PT Marindo. Akhirnya, PT Asuransi Syariah Mubarakah memenangi tender tahun 2009 melanjutkan kemenangannya di 2008.6 Akuntabilitas merupakan syarat terhadap terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, demokratis dan amanah (good governance). Kelembagaan pemerintahan yang berakuntabilitas publik berarti lembaga tersebut senantiasa mau mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang diamanati oleh rakyat. Demikian pula masyarakat dalam melakukan kontrol mempunyai rasa tanggungjawab yang besar untuk kepentingan bersama. Bukan hanya untuk kepentingan kelompok atau golongan saja. Tanggungjawab masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap lembaga pemerintah merupakan wujud dari bentuk partisipasi masyarakat. Hal ini amat penting memperoleh perhatian kita bersama, karena akuntabilitas itu sendiri tidak hanya diperlukan bagi pemerintah saja akan tetapi juga bagi masyarakat. Akuntabilitas bagi masyarakat seharusnya dibarengi dengan adanya sarana
6
http://keuangan.kontan.co.id/news/kemenag-siap-gelar-tender-asuransi-haji-1. Diakses pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 18:09 WIB.
5
akses yang sama bagi seluruh masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah.7 Dengan akuntabilitas diartikan bahwa suatu instansi pemerintah telah menetapkan dan mempunyai visi, misi,tujuan dan sasaran yang jelas terhadap program kerja yang telah, sedang, atau yang akan dijalankan. Dengan akuntabilitas juga akan dapat diukur bagaimana mereka menyelenggarakan dan mempertahankan (memegang) tanggungjawab mereka terhadap pencapaian hasil.8 Dalam kasus pengelolaan dana perlindungan haji ini banyak sekali yang perlu dibenahi oleh pemerintah menyangkut perbaikan pelayanan kepada jamaah. Dalam sebuah kutipan yang menyatakan: Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengusulkan kepada DPR agar menaikkan harga premi asuransi calon jamaah haji berusia di atas 65 tahun Sebab, dengan harga premi hanya Rp 100.000 per orang, tidak sesuai dengan risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan asuransi. Maklum, usia di atas 65 tahun risikonya lebih besar dibandingkan usia dibawahnya. Usulan menaikkan ini berdasarkan pengalaman tahun 2011. Saat itu, pemerintah tiba-tiba memutuskan menambah kuota jamaah haji sebanyak 10.000 orang. Padahal hanya beberapa hari jelang keberangkatan. Dus, sebagian besar dari kuota tambahan tersebut adalah nasabah berusia di atas 65 tahun. "Dampaknya, risiko yang ditanggung perusahaan asuransi cukup tinggi, dan itu diluar perhitungan," kata Srikandi Utami, Wakil Ketua Bidang Statistik AASI, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR Senin (4/1).9
Dari kutipan di atas sangatlah jelas bahwa antara pemerintah dengan perusahaan asuransi pemenang tender masih kurang transparansi dan koordinasi dalam hal kuota jamaah dan premi yang diberatkan kepada setiap jamaah haji. Serta harus ada transparansi juga antara pihak asuransi sebagai
7
Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep Dan Implementasi, (Malang: UMM Press,2006), H. Vii. 8 Sankri, Landasan dan Pedoman Pokok Penyelenggaraan dan Pengembangan Sistem Administrasi Negara, (Jakarta : Lembaga Administrasi Negara, 2004), Cet. Ke-3, h. 475. 9 http://keuangan.kontan.co.id/news/tarif-premi-asuransi-haji-diusulkan-naik. Diakses pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 09:42 WIB.
6
pemenang tender kepada jamaah haji ataupun ahli warisnya dalam hal pengelolaan dana premi yang diambil dari ONH (Ongkos Naik Haji) para jamaah haji. Melihat latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi mengenai “Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji Tahun 2014”. B. Perumusan Masalah dan Perbatasan Masalah. 1. Perumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka perumusan masalah pokok yang diangkat mengenai : a. Apa sajakah jenis akuntabilitas? b. Bagaimana akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha? 2. Pembatasan Masalah Permasalahan yang berkembang dalam asuransi haji sangat banyak. Maka dalam hal ini penulis membatasi hanya pada Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji Tahun 2014. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui dan mengkaji jenis-jenis akuntabilitas.
7
b. Mengetahui dan mengkaji akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha c. Mengetahui dan mengkaji implementasi dari akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha. 2. Manfaat Penelitian a. Akademik Untuk mengetahui upaya akuntabilitas penyelenggaraan pengadaan jasa asuransi haji yang sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan Kementerian Agama RI di PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha. b. Praktis Skripsi ini diharapkan dapat menambah informasi dan ilmu pengetahuan khususunya jurusan Manajemen Haji dan Umroh pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta. D. Metode Penelitian.
1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Kualitatif yaitu metode dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Untuk memahami istilah penelitian ini, penulis mengambil teori menurut Lodico, Spaulding, dan Voegtle mendefinisikan bahwa metode kualitatif adalah suatu metodologi yang dipinjam dari disiplin ilmu seperti sosiologi dan antropologi
8
yang berfokus pada fenomena sosial dan menggunakan metode penalaran induktif.10 Dengan
memilih
metode
kualitatif,
penulis
mengharapkan
dapat
memperoleh data yang lengkap dan akurat. 2. Subjek dan objek penelitian Subjek dari penelitian ini adalah bagian pelayanan klaim pada PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha, serta penyelenggaraan lelang ibadah haji pada Kementerian Agama. Sedangkan yang dijadikan objek penelitian ini adalah Akuntabilitas pelayanan klaim di PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha, serta Penyelenggaraan Lelang Asuransi Haji di Kementerian Agama . 3. Tempat penelitian Penulis melakukan penelitian di Kantor Kementerian Agama RI Jl. Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta 10710, Telepon (021-381 2306) Fax (021-381 1436) Email (
[email protected]) Website (www.kemenag.go.id) Serta di PT AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA Menara 165 Lantai 5, Jl. TB. Simatupang Kav 1, Cilandak Jakarta Selatan, Telepon. (021)29406315 ext 116 Fax. (021)29406316 Email.
[email protected]. Asuransi ini adalah pemenang tender untuk tahun 2014. 4. Tekhnik pengumpulan data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan maka penulis menggunakan jenis penelitian diantaranya penelitian lapangan. Penulis menggunakan penelitian dengan datang langsung ke lapangan (objek) penelitian di
10
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 2.
9
Kementerian Agama, sedangkan data yang diperoleh dari metode ini merupakan data utama penelitian. Dalam penelitian lapangan ini, penulis menggunakan beberapa tekhnik mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan sebagai berikut : a. Observasi Observasi adalah pengamatan yang terfokus terhadap kejadian, gejala atau sesuatu yang bersifat sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. b. Wawancara Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya. Penulis menggunakan jenis wawancara terbuka yaitu penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang
tidak
dibatasi
jawabannya,
artinya
pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang diperlukan.11 Penulis menggunakan data-data dan sumber-sumber yang terkait dengan masalah yang dibahas. d. Tekhnik Analisis Data Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu tekhnik analisis data dimana penulis terlebih dahulu memaparkan semua data yang diperoleh dari pengamatan, kemudian 11
Husin Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metedologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Cet Ke-4, h. 73.
10
menganalisisnya dengan berpedoman kepada sumber-sumber yang tertulis. Sumber-sumber tertulis tersebut diantaranya adalah Fatwa DSNMUI No. 39/DSN-MUI/X/2002 tentang asuransi haji dan ketetapan yang berlaku. E. Tinjauan Pustaka.
Dalam beberapa skripsi yang penulis baca, banyak pendapat yang harus diperhatikan dan menjadi perbandingan. Adapun setelah penulis mengadakan kajian kepustakaan, penulis akhirnya menemukan beberapa skripsi yang memiliki judul dan pembahasan yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Judul-judul tersebut dalam karya : 1. Skripsi yang berjudul “MEKANISME PENGELOLAAN DANA ASURANSI HAJI DAN ASURANSI DANA HAJI (Studi Komparasi Pada PT Asuransi Syariah Mubarakah Dan AJB Bumiputera 1912 Unit Syariah Malang)”, yang disusun oleh Ita Rohmawati, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2010. Dalam skripsi ini menghasilkan sistem secara khusus mekanisme pengelolaan dana asuransi haji dan asuransi dana haji pada PT Asuransi Syariah Mubarakah dan AJB Bumiputera Syariah tergolong sama, yaitu nasabah membayar premi ke perusahaan, kemudian dana premi yang terkumpul akan diinvestasikan oleh perusahaan dan keuntungan yang didapat akan di bagi hasil dengan nisbah 70% untuk nasabah dan 30% untuk perusahaan. Perbedaannya adalah jika tidak ada klaim pada asuransi haji maka dana premi yang telah dibayarkan akan hangus.
11
2. Skripsi
yang
berjudul
“PELAKSANAAN
LELANG
BARANG
JAMINAN GADAI PERUM PEGADAIAN CABANG DEPOK”, yang disusun oleh Elvira Suzana Ekaputri, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Dalam skripsi ini menghasilkan proses pelaksanaan barang jaminan pada perum Depok telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelaksanaan lelang barang jaminan gadai pada perum pegadaian cabang Depok
terjadi
apabila
debitur
atau
nasabah
tidak
memenuhi
kewajibannya untuk mengembalikan atau memperpanjang pinjamannya, maka perum pegadaian berhak untuk menjual barang jaminan dalam suatu pelelangan. 3. Skripsi
yang
berjudul
“PENYELENGGARAAN
PELAYANAN
PUBLIK TENTANG PENDAFTARAN E-LELANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DI UNIT TEKNI (UPT) LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KOTA BANDUNG”, yang disusun oleh dading kalijayadih, program studi ilmu pemerintah, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, universitas computer Indonesia bandung. Dalam skripsi ini menghasilkan Pendaftaran e-lelang barang/jasa Pemerintah yang dilakukan secara online di UPT LPSE Kota Bandung merupakan bentuk pelayanan yang memudahkan masyarakat dalam memberikan informasi secara efektif dan efesien tanpa harus mendatangi kantor UPT LPSE Kota Bandung serta dapat diakses secara umum. Namun kendala yang dihadapi dalam pelaksana yang dirasakan oleh calon penyedia barang/jasa meliputi, jaringan untuk mengakses internet yang kurang memadai, serta sosialalsi terhadap masyarakat
12
mengenai pelatihan e-lelang masih minim dilakukan di UPT LPSE Kota Bandung. Demikianlah tinjauan pustaka ini, penulis lakukan dimana perbedaan bahasan atau materi antara apa yang akan penulis teliti dengan skripsi terdahulu. F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam penulisan, skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN
Terdiri
dari
latar
belakang
masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN
TEORI.
Pada
bab
ini
meliputi
Konsep
Akuntabilitas, meliputi dari: pengertian akuntabilitas, jenis akuntabilitas, indikator akuntabilitas. Konsep Asuransi, meliputi dari: pengertian asuransi, dasar hokum asuransi, macam-macam asuransi, asuransi konvensional dan asuransi syariah, manfaat risiko dan manfaat asuransi. Asuransi Haji, meliputi dari: pengertian haji dan asuransi haji. BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA RI dan PT. AJS AMANAH GIRI ARTHA. Pada bab ini meliputi sejarah dan perkembangannya, visi, misi, tujuan, stuktur organisasi, tugas pokok dan fungsi jabatan dari masing-masing devisi. Serta profil, visi, misi, nilai, dan struktur organisasi asuransi Amanah Giri Artha.
13
BAB IV AKUNTABILITAS PT. AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA. Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian mengenai akuntabilitas di PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha untuk jamaah haji tahun 2014. BAB V PENUTUP. Pada bab ini berisikan penutup, kesimpulan dan saransaran penulis.
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Akuntabilitas. 1. Pengertian Akuntabilitas. Akuntabilitas seperti listrik, sulit didefinisikan, meskipun memiliki kualitas yang membuat keberadaannya dalam suatu sistim tidak dapat dengan mudah dideteksi. Bahkan, Merill Collen mengungkapkan pandangannya bahwa meskipun sering digunakan, akuntabilitas nampaknya seperti cerita kuno tentang gajah yang digambarkan oleh tiga orang buta, masing-masing memegang bagian tubuh gajah yang berbeda sehingga menggambarkan gajah secara berbeda pula.” Begitulah perumpamaan tentang akuntabilitas, setiap orang memberi pengertian yang berbeda tergantung pada cara pandangnya masing-masing.1 Untuk melihat keragaman definisi akuntabilitas, berikut ini dikemukakan beberapa definisi yang dikembangkan sejumlah kamus besar, kalangan akademisi dan pemerintahan, diantaranya adalah sebagai berikut : Webster mendefinisikan akuntabilitas sebagai suatu keadaan yang dapat dipertanggungkan, bertanggungjawab, dan ankuntabel. Arti kata ankuntabel adalah : pertama, dapat diperhitungkan, dapat menjawab pada atasan, sebagaimana seorang manusia bertanggungjawab kepada Tuhannya atas apa yang telah dilakukan. Kedua, memiliki kemampuan untuk dipertanggunggugatkan secara eksplisit, 1
Manggaukang Raba, Akuntabilitas: konsep dan Implementasi, (Malang: UMM Press,2006), h. 21.
14
15
dan
ketiga,
sesuatu
yang
biasa
di
perhitungkan
atau
dipertanggunggugatkan.2 Menurut Kothler, akuntabilitas didefinisikan sebagai : 1. Kewajiban seseorang (employee), agen, atau orang lain untuk memberikan laporan yang memuaskan (satisfactory report) secara periodik atas tindakan atau atas kegagalan untuk bertindak dari otorisasi atau wewenang yang dimiliki. 2. Pengukuran tanggungjawab (responsibility) atau kewajiban kepada seseorang yang diekspresikan dalam nilai uang, unit kekayaan, atau dasar lain yang telah ditentukan terlebih dahulu. 3. Kewajiban membuktikan manajemen yang baik, pengendalian (control) yang baik, atau kinerja yang baik yang diharuskan oleh hukum yang berlaku, ketentuan-ketentuan (regulation), persetujuan (agreement), atau keabsaan (custom). Sedangkan untuk responsibilitas, Kothler mendefinisikan sebagai berikut : 1) Penerimaan atas penyerahan wewenang. 2) Kewajiban untuk melaksanakan dengan hati-hati wewenang yang diserahkan atau diterima yang mengingat pada fungsi seseorang (individu) atau group yang berpartisipasi dalam aktivitas suatu keputusan organisasi.3 Menurut Leviene, akuntabilitas berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh administrasi Negara. Akuntabilitas 2
Waluyo, Manajemen Publik : Konsep, Aplikasi dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Bandung: Mandar Maju, 2007), Cet-1, h. 190. 3 Waluyo, Manajemen Publik : Konsep, Aplikasi dan Implementasi Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, h. 191.
16
publik menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, karena dilhat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau pemerintah, tetapi juga dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat.4 Dalam The Public Administration Dictionary, Ralph C. Chandler dan Jack C. Palno mendefinisikan akuntabilitas sebagai kondisi dimana individu yang melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan norma internal. Maka, akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal. Secara eksternal, akuntabilitas berarti keharusan untuk mempertanggungjawabkan pengaturan sumberdaya atau otoritas. Sebaliknya bagian dalam akuntabilitas merujuk pada norma internal seperti arahan professional, etika, pragramatis untuk pelaksanaan tanggungjawab bagi manajer dalam tugas sehari-harinya. Konsep akuntabilitas sebagai pemeriksaan dalam ini sama pentingnya dengan akuntabilitas sebagai alat luar. Namun, tidak mengejutkan bahwa bagian luar akuntabilitas lebih banyak ditekankan daripada bagian dalam karena bagian luar lebih mudah dilihat dan dioperasionalkan daripada bagian dalam ini sama pentingnya dengan akuntabilitas sebagai alat luar. Namun, tidak mengejutkan bahwa bagian luar akuntabilitas lebih banyak ditekankan daripada bagian dalam karena bagian luar lebih mudah dilihat dan dioperasionalkan daripada bagian dalam.5 Wahyudi Kumorotomo
menyatakan bahwa akuntabilitas adalah ukuran
yang menunjukan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang 4 5
Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 78. Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 23
17
dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya. Dengan demikian akuntabilitas birokrasi terkait dengan falsafah bahwa lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani masyarakat harus dipertanggungjawabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat.6 Dalam Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah,
akuntabilitas
adalah
kewajiban
untuk
menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/ pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.7 Akuntabilitas merupakan dasar semua proses pemerintahan dan efektivitas proses ini tergantung pada bagaimana mereka yang berkuasa menjelaskan cara mereka melaksanakan tanggungjawab, baik secara konstitusional maupun hukum. Akuntabilitas merupakan syarat dasar untuk mencegah penyalagunaan kekuasaan dan untuk memastikan bahwa kekuasaan diarahkan untuk mencapai tujuan nasional yang lebih luas dengan tingkatan efisiensi,efektivitas, kejujuran, dan kebijaksanaan tertinggi.8
6
Wahyudi Kumurotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa Pada Masa Transisi, (Yogyakarta: Magister Administrasi Publk (MAP) UGM dengan Pustaka Belajar, 2005), Cet Ke-1, h. 2. 7 Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 91. 8 Wahyudi Kumurotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa Pada Masa Transisi, h. 79.
18
Penulis menyimpulkan berdasarkan beberapa pengertian konseptual akuntabilitas tersebut mengandung relevansi yang baik dalam rangka memperbaiki birokrasi publik untuk mewujudkan harapan-harapan publik. Untuk mewujudkannya, tampaknya bukan saja tergantung pada kemampuan birokrasi publik didalam mendefinisikan dan mengelola harapan-harapannya. Itulah sebabnya, dalam good governance diperlukan kontrol terhadap birokrasi publik agar dapat akuntabel. Selain itu, akuntabilitas dapat menjadi sarana untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dalam suatu kebijakan publik yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan bersama melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik. 2. Jenis Akuntabilitas. Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam lingkungan dan suasana yang transparan dan demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Makna pentingnya akuntabilitas sebagai unsur utama good governance antara lain tercermin dari berbagai kategori akuntabilitas. Chandler dan plano membedakan ada lima jenis akuntabilitas, yaitu: 1) akuntabilitas fisikal tanggung jawab atas dana publik. 2) akuntabilitas legal tanggungjawab untuk mematuhi hukum. 3) akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu program. 4) akuntanbilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur. 5) Akuntabilitas Outcome tanggungjawab atas hasil.9
9
Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 36
19
Sheila Elwood dalam Mardiasno mengemukakan ada empat jenis akuntabilitas, yaitu : 1) Akuntabilitas hukum dan peraturan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Untuk menjamin dijalankannya jenis auntabilitas ini perlu dilakukan audit kepatuhan. 2) Akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas apakah sudah cukup baik. Jenis akuntabilitas ini dapat diwujudkan melalui pemberian pelayanan yang cepat, responsif, dan murah biaya. 3) Akuntabilitas program, yaitu: akuntabilitas yang terkait dengan perimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik, atau apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan alternatif program yang dapat memberikan hasil optimal dengan biaya yang minimal. 4) Akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam terhadap DPRD sebagai legislatif dan masyarakat luas. Ini artinya, perlu adanya transparansi kebijakan sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian dan pengawasan serta terlibat dalam pengambilan keputusan. Memperhatikan jenis-jenis akuntabilitas seperti dikemukakan Sheila Elwood diatas, maka pejabat publik didalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya disamping harus berakuntabilitas menurut umum atau peraturan, juga dalam proses pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, dalam
20
program yang dimplementasikan, dan juga dalam kebijakan yang dibuat atau dirumuskan.10 Berbeda halnya dengan Yango yang menyatakan ada 4 jenis akuntabilitas, diantaranya yaitu: 1) Traditional atau regulatory accountability. Dimaksudkan bahwa untuk mempertahankan tingkat efisiensi pelaksanaan administrasi publik yang mengarah pada perwujudan pelayanan prima, maka perlu akuntabilitas tradisional atau akuntabilitas regular untuk mendapatkan informasi mengenai kepatuhan pada peraturan yang berlaku terutama yang terkait dengan aturan fisikal dan peraturan pelaksanaan administrasi publik disebut juga compliance accountability. 2) Managerial Accountability, yang menititberatkan pada efisiensi dan kehematan penggunaan dana, harta kekayaan, sumber daya manusia, dan sumber-sumber daya lainnya. 3) Program accountability, memfokuskan pada penciptaan hasil operasi pemerintah. Untuk itu, semua pegawai pemerintah harus dapat menjawab pertanyaan disekitar penyampaian tujuan pemerintah, bukan sekedar ketaatan pada peraturan yang berlaku. 4) Process accountability, memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksanaan kebijakan dan aktivitas-aktivitas organisasi, sebab rakyat yang nota bene pemegang kekuasaan, selayaknya memiliki kemampuan untuk menolak kebijakan pemerintah yang nyatanya sudah merugikan mereka. 10
Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, ( Makassar: PUKAP- Indonesia, 2009), Cet Ke-1, h. 37
21
Dari
berbagai
jenis
akuntabilitas
yang
telah
dipaparkan,
maka
penyelenggaraan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan termasuk dalam akuntabilitas proses menurut Sheila Elwood, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan prosedur yang digunakan dalam menjalankan tugas apakah sudah cukup baik. Hal ini dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan yang cepat, responsif dan murah biaya.11 3. Indikator Akuntabilitas. David Hulme dan Mark Turney mengemukakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu konsep yang kompleks dan memiliki beberapa instrumen untuk mengukurnya, yaitu adanya indikator seperti : a. legitimasi bagi para pembuat kebijakan; b. keberadaan kualitas moral yang memadai; c. kepekaan; d. keterbukaan; e. pemanfaatan sumber daya secara optimal; dan f. upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas. Jadi menurut Hulme dan Turner, akuntabilitas terkait dengan beberapa pertanyaan berikut ini : (1) Apakah para elit berkuasa telah dipilih melalui suatu pemilihan yang jujur, adil dan dengan melibatkan partisipasi publik secara optimal? (2) Adakah kualitas moral dan tingkah laku elit berkuasa cukup cukup memadai?
11
Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, h. 44-45.
22
(3) Apakah elit yang berkuasa memiliki kepekaan yang tinggi atas aspirasi yang berkembang di masyarakat luas? (4) Apakah para elit yang berkuasa memiliki keterbukaan yang memadai? (5) Apakah sumber daya yang ada telah dimanfaatkan secara optimal? (6) Apakah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan sudah dilaksanakan dengan efektif dan efisien?.12 Akuntabilitas sebagai instrumen kontrol dapat mencapai keberhasilan hanya jika: (1) Pegawai publik memahami dan menerima tanggungjawab atas hasil yang diharapkan dari mereka; (2) Bila pegawai publik diberi otoritas yang sebanding dengan tanggung jawabnya, bila ukuran evaluasi kinerja yang efektif dan pantas digunakan dan hasilnya diberitahukan pada atasan dan individu bersangkutan. (3) Bila tindakan yang sesuai, adil, dan tepat waktu diambil sebagai respon atas hasil yang dicapai dan cara pencapaiannya; dan (4) Bila menteri dan pemimpin politik berkomitmen tidak hanya menghargai mekanisme dan prosedur akuntabilitas ini, namun juga menahan diri untuk tidak menggunakan posisi otoritasnya untuk mempengaruhi fungsi normal administrasi.13 Dari dimensi akuntabilitas yang telah di jelaskan dan disebutkan di atas yang bersumber dari Elwood, dimensi tersebut dapat di jabarkan menjadi indikator akuntabilitas adalah sebagai berikut : 12
Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, h. 115 - 116 13
Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, h. 122 - 133
23
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran a. Kepatuhan terhadap hukum. b. Penghindaran korupsi dan kolusi. 2. Akuntabilitas Proses a. Adanya kepatuhan terhadap prosedur. b. Adanya pelayanan publik yang responsif. c. Adanya pelayanan publik yang cermat. d. Adanya pelayanan publik yang biaya murah. 3. Akuntabilitas program: a. Alternatif program yang memberikan hasil yang optimal. b. Mempertanggung jawabkan yang telah dibuat. 4. Akuntabilitas Kebijakan a. Mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah diambil.14 Sementara, Plumter menyatakan bahwa untuk mencapai akuntabilitas diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Exemplary leadership, dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus sensitif, responsif, akuntabel dan transparan kepada bawahan. b. Public Debate, artinya sebelum kebijakan yang besar disahkan seharusnya diadakan public debate terlebih dahulu untuk mencapai hasil yang maksimal. c. Coordination, dimaksudkan bahwa koordinasi yang baik antara semua instansi pemerintah akan sangat baik bagi tumbuh kembangnya akuntabilitas. 14
India Garini, “Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Pada Dinas di Kota Bandung”, ( Skripsi; Universitas Komputer Indonesia Bandung, 2011), h. 22
24
d. Autonomy, artinya instansi pemerintah dapat melaksanakan kebijakan menurut caranya sendiri yang paling menguntungkan, paling efisien dan paling efektif bagi pencapaian tujuan organisasi. e. Explicitness and clarity, artinya standar evaluasi kinerja harus diungkapkan secara nyata dan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas apa yang harus diakuntabilitaskan. f. Legitimacy and acceptance, tujuan dan makna akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka pada semua pihak sehingga standar dan aturannya dapat ditentukan dapat diterima oleh semua pihak. g. Negotiation, maksudnya harus dilakukan negosiasi nasional mengenai perbedaan-peerbedaan tujuan dan sasaran, tanggung jawab dan kewenangan setiap instansi pemerintah. h. Educational compaign and publicity, dimaksudkan perlu dibuatkan pilot project pelaksanaan akuntabilitas yang kemudian dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat sehingga akan diperoleh ekspektasi mereka dan bagaimana tanggapan mereka mengenai hal tersebut. i. Feed back and evaluation, yaitu bahwa akuntabilitas harus tentu menerus ditingkatkan dan disempurnakan, maka perlu informasi sebagai umpan baik dari penerima akuntabilitas serta dilakukan evaluasi perbaikannya. j. Adaption and recycling, yaitu perubahan yang terjadi dimasyarakat akan mengakibatkan perubahan dalam akuntabilitas. Sistem akuntabilitas
25
harus secara terus menerus tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi di masyarakat.15 B. Konsep Asuransi. 1. Pengertian Asuransi. Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).16 Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam undangundang republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Pengertian asuransi di atas, akan lebih jelas bila dihubungkan dengan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menjelaskan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
15
Manggaukang Raba, Akuntabilitas: konsep dan Implementasi, h. 121 Am. Hasan Ali., Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis & Praktis), (Jakarta: Prenada Media, 2004), Edisi Ke-1, Cet. Ke-1, h. 57. 16
26
kehilangan keuntungan yang diharapkan, diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.17 Sedangkan dalam Islam, asuransi berasal dari bahasa Arab disebut at-
ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”. (QS. Quraisy: 4).18
2. Dasar Hukum Asuransi. Dasar hukum dari asuransi adalah:
a. Pasal 246 sampai dengan pasal 308 KUH Dagang. b. Pasal 1774 KUH Perdata. c. Peraturan perundang-undangan di luar KUH Dagang dan KUH Perdata seperti: Undang-undang
nomor
2
tahun
1992
tentang
usaha
peransuransian; Undang-undang nomor 33 tahun 1964 tentang dana pertanggung jawab kecelakaan penumpang; Undang-undang nomor 34 tahun 1964 tentang dana kecelekaan lalu lintas jalan.19 17
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 275-276 18 http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/106. Diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 23:07 WIB
27
3. Macam-macam Asuransi. Sementara itu, dalam pasal 1774 KUH Perdata, asuransi dapat digolongkan sebagai bunga selama hidup seseorang atau bunga cagak hidup dan perjudian dalam perjanjian untung-untungan. Dengan demikian, asuransi dapat dikatakan sebagai perjanjian untunguntungan dikarenakan asuransi mengandung unsur kemungkinan, dimana kewajiban penanggung untuk menggantikan kerugian yang diderita oleh tertanggung tersebut digantungkan pada ada atau tidaknya suatu peristiwa yang tidak tentu atau tidak pasti (yang belum terjadi). Berdasarkan atas perjanjian asuransi dapat digolongkan menjadi dua, yakni asuransi kerugian dan asuransi jumlah. Asuransi kerugian adalah yang memberikan penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung. Sedangkan, asuransi jumlah adalah merupakan pembayaran sejumlah
uang
tertentu,
tidak
tergantung
kepada
persoalan
apakah
menimbulkan kerugian atau tidak. Namun, dalam praktik telah terjadi perkembangan penggolongan asuransi yang disebut dengan asuransi varia, merupakan asuransi yang mengandung unsur-unsur asuransi kerugian maupn asuransi jumlah, seperti asuransi kecelakaan dan asuransi kesehatan. Dengan demikian menurut sifat pelaksanaanya asuransi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: asuransi sukarela, asuransi wajib, dan asuransi kredit. 1) Asuransi Sukarela merupakan pertanggungan yang dilakukan dengan cara sukarela yang semata-mata dilakukan atas suatu keadaan 19
Advendi. S, Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II_Rev), (Jakarta: Grasindo, 2007), h.103
28
ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas suatu yang
dipertanggungkan,
misalnya
asuransi
kebakaran,
asuransi
kendaraan bermotor, asuransi pendidikan, dan asuransi kematian. 2) Asuransi Wajib merupakan asuransi yang bersifat wajib yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait di mana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dan asuransi kesehatan. 3) Asuransi Kredit adalah asuransi yang selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan kredit berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak, sewaktu-waktu dapat tertimpa dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank, misalnya asuransi kredit kendaraan.20 4. Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Asuransi konvesional dan asuransi syariah pada hakikatnya sama akan tetapi asuransi syariah mengartikan asuransi itu lebih kepada tolong-menolong. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, member definisi tentang asuransi. Menurutnya, asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
20
Advendi. S, Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II_Rev), h. 104-105.
29
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.21 Definisi tabarru’ adalah sumbangan atau derma ( dalam definisi Isalam adalah Hibah). Sumbangan atau derma (Hibah) atau dana kebajikan ini diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi syariah jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi lainnya. Dengan adanya dana tabarru’ dari para peserta asuransi syariah ini maka semua dana untuk menanggung resiko dihimpun oleh para pesrta sendiri. Dengan demikian kontrak polis pada asuransi syariah menempatkan peserta sebagai pihak yang menanggung resiko, bukan perusahaan asuransi, seperti pada asuransi konvensional.22 Dari definisi di atas tempak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong-menolong yang disebut dengan “ta’awun” yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara anggota sesame peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka (risiko).23 5. Manfaat dan Risiko Asuransi. Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah : a. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
21
http://asuransisyariahdankonvensional.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 01 juli 2015 pukul 16:33 WIB. 22 Muhammad Syakir Sula., Asuransi Syariah (Life And General) Konsep Dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani 2004), Cet Ke-1, h. 28-30 23 Ibid., h. 31
30
b. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya. c.
Transfer Resiko, Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi.
d. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti. e.
Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
f. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa. g. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha. Resiko dalam asuransi adalah sebagai berikut : a. Risiko pasar bisa menjadi ancaman. Ketidakpastian pasar dan kondisi perekonomian bisa menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan asuransi yang harus bisa diperhitungkan dan dikendalikan secara cermat. b. Risiko reputasi atau nama baik (brand name) yang jika tidak dikelola dengan tepat akan menjadi risiko yang mematikan (killer risk).
31
c. Tidak adanya survey pada underwriting yang bisa menyebabkan pembengkakan klaim.24 C. ASURANSI HAJI 1. Haji. a. Pengertian Haji. Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a (tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulanbulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.25 Haji merupakan rukun Islam kelima yang pelaksanaannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu antara tanggal 8 sampai dengan 13 Dzulhijjah setiap tahun, sebagaimana dapat dipahami dari ayat berikut :
24
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat, (Solo : Tiga Serangkai, 2007), Cet. Ke-1, h. 47 25 Muhammad Bagir, Fiqih Praktis I, (Bandung: Karisma, 2008), h. 377
32
Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. AL-Baqarah : 197).
Rangkaian kegiatan manasik haji, baik yang berupa rukun maupun wajib haji seluruhnya dilakukan di tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh syariat agama, antara lain miqat-miqat yang telah ditetapkanMakkah, Arafah, Mina dan Muzdalifah termasuk ziarah ke makam Nabi Muhammad saw di Madinah, di mana tempat-tempat tersebut berada di wilayah Kerajaan Arab Saudi.26 Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu (istitho’ah) mengerjakannya sekali seumur hidup. Kemampuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ibadah haji terletak pada kemampuan personal dari segi kesehatan jasmani dan rohani, ekonomi, dan pengetahuan agama khususnya manasik haji, yang mana kesiapan calon jama’ah dalah beberapa aspek di atas sangat mendukung untuk kelancaraan ibadah haji. Dan pada hal ini tidak terlepas pula pada manajemen haji yang baik, semisal dari segi pembiayaan yang setiap tahunnya naik akan tetapi calon jama’ah haji bukannya semakin sedikit yang ingin berangkat ke Baitullah (Makkah) melainkan semakin banyak sampai jumlah waiting list (daftar tunggu) sudah untuk keberangkatan tahun 2021 dan mencapai 1,7 juta jiwa. Itulah bukti bahwa ibadah haji semakin mahal bukan semakin sedikit peminatnya akan tetapi, sebaliknya semakin mahal maka semakin dicari dan diburu oleh masyarakat karena semakin mahal suatu biaya kebarangkatan 26
A Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi Analisis Internal Kebijakan Publik Departemen Agama, (Ciputat: Pustaka Alvabet Anggota IKAPI, 2008), Cet Ke-1, h. 2
33
haji maka semakin baik, bagus, serta lengkap pelayanan yang mereka dapatkan dari biro-biro perjalanan tersebut.27 Demikian ibadah haji adalah wajib sekali seumur hidup dan orang-orang yang sudah pergi haji maka mereka telah menyempurnakan rukun Islam mereka untuk menjadi seorang muslim atau muslimah yang kaffah, yang secara lengkap sudah menjalankan seluruh rukun Islam dan semata-mata hanya untuk mencari ridho-Nya. Serta biaya haji yang semakin tahun semakin naik itu tidak serta merta menjadi kendala, karena calon jama’ah haji ini yakin apabila mereka membayar lebih maka mereka akan mendapatkan pelayanan yang lebih pula.28 2. Asuransi Haji. Asuransi haji adalah asuransi yang diperuntukan bagi jamaah haji atau petugas haji untuk memberikan perlindungan jaminan asuransi kepada jamaah haji atau petugas haji apabila meninggal dunia biasa atau bukan karena kecelakaan, atau meninggal karena kecelakaan dan cacat tetap total atau sebagian karena kecelakaan dalam masa asuransi. Program asuransi haji ini ialah asuransi jiwa perjalanan ibadah haji yang memberikan asuransi terhadap risiko kematian biasa (bukan karena kecelakaan), kematian karena kecelakaan, cacat tetap total atau sebagian akibat kecelakaan pada masa asuransi. Untuk lebih rinci maka seluruh Jamaah haji dan petugas haji akan dijamin perlindungan asuransi saat:
27
Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta, Haji dari Masa ke Masa (Jakarta: Kementerian Agama, 2012), h . 220 28 Michael Wolfe, Haji, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003), h. 5
34
a. Berangkat dari rumah setelah mendapat surat SPMA (Surat Panggilan Masuk Asrama) menuju asrama haji embarkasi (untuk jamaah regular). b. Selama berada di asrama haji embarkasi (untuk jamaah haji regular). c. Berangkat dari asrama haji menuju ke bandar udara. d. Berangkat ke Jeddah atau Madinah. e. Selama di Madinah sebelum wukuf (gelombang I). f. Berangkat menuju Mekkah dan selama tinggal di Makkah (sebelum wukuf). g. Berangkat menuju Arafah dan selama menetap di Arafah. h. Berangkat dan selama di Muzdalifah. i. Berangkat menuju Mina, selama menetap dan melempar jumrah. j. Kembali ke Mekkah dan selama tinggal di Mekkah (setelah wukuf). k. Selama di Madinah setelah wukuf (gelombang II). l. Berangkat menuju Jeddah dan selama tinggal di Jeddah . m. Berangkat menuju bandar udara King Abdul Aziz. n. Kembali ke Indonesia (sesuai zona masing-masing). o. Kembali ke tempat tinggal sesuai domisili.29
29
Asuransi Amanahjiwa Giri Artha, Buku Panduan Asuransi Jiwa Jemaah Haji Tahun 1435 H / 2014 M, (Jakarta: PT AJS Amanahjiwa Giri Artha, 2004) h. 3
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN AGAMA dan PT. AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA. A. Sejarah Kementerian Agama. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di lingkungan masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menjadi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan.1 Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di
1
http://lampung.kemenag.go.id/file/file/subbagHukmas/fjv1418108874.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
35
36
Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah. Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India. Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain.2 Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di
2
http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2014/22/29977/h-m-rasjidi-dan-sejarahkementerian-agama-1.html. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
37
Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain. Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar “Sampean Dalem Hingkang Sinuhun” sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum. 2. Fungsi pemimpin keagamaan tercermin pada gelar “Sayidin Panatagama Kalifatulah.” 3. Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja “Senopati Hing Ngalogo.” Pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga “mengatur” pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja “pelayanan” keagamaan tersebut tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr. C. Snuck Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya “Nederland en de Islam” (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut: “Sesungguhnya menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam sistem (tata negara) Islam terdapat sejumlah permasalahan yang tidak dapat dipisahkan hubungannya
38
dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya.”3
Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah sebagai berikut:
1. Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas misi(zending) dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu. 2. Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya.4
Berdasarkan
kebijaksanaan
tersebut,
pelaksanaannya
secara
teknis
dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu: 1. Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Ibadah). 2. Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan,
haji,
dan
lainlain,
menjadi
urusan
Departement
van
Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).
3
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/564/jbptunikompp-gdl-niayuliawa-28183-4-bab1-nia.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB 4
http://lampung.kemenag.go.id/file/file/subbagHukmas/fjv1418108874.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
39
3. Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama dengan Kantor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor agama kepresidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon. Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman kolonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuankemajuan yang akan dicapai.5
5
http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2014/22/29977/h-m-rasjidi-dan-sejarahkementerian-agama-1.html. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
40
Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.6 B. Visi dan Misi Adapun visi dan misi dari Kementerian Agama adalah : 1. Visi. “Terwujudnya masyarakat Indonesia yang TAAT BERAGAMA, RUKUN, CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN.”(Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010). 2. Misi. a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama. b. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama. c. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan. 6
http://haji.kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 03 juni 2015 pukul 09:06 WIB.
41
d. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. e. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa. (Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010).7 C. Tugas dan Fungsi. 1. Tugas. Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang penyelengaraan haji dan umrah.8 2. Fungsi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 243, Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; b. Pelaksanaan program penyelenggaraan haji dan umrah yang meliputi pembinaan haji dan umrah, pelayanan haji, dan pengelolaan dana haji; c. Penyusunan
norma,
standar,
prosedur,
kriteria
di
bidang
penyelenggaraan haji dan umrah; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan umrah; 7
http://kemenag.go.id/file/dokumen/KMA22010.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB 8 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Himpunan Peraturan-peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji, (Jakarta: Kementerian Agama, 2010), BAB V, Pasal 243, h. 16
42
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.9 D. Struktur Organisasi Kementerian Agama. Susunan organisasi pada Kementerian Agama adalah : 1.
Sekretariat Direktorat Jenderal penyelenggaraan Haji dan Umrah; mempunyai tugas melaksanakan koordinasi penyusunan rencana, program, dan anggaran, pelaksanaan tugas pelayanan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
2.
Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah; mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, dan bimbingan teknis, serta evaluasi di bidang pembinaan haji dan umrah.
3.
Direktorat Pelayanan Haji; mempunya tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pelayanan haji yang meliputi pendaftaran, pengelolaan dokumen, perlengkapan, pelayanan akomodasi dan katering, serta transportasi dan perlindungan jamaah haji.
4.
Direktorat Pengelolaan Dana Haji; mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, dan bimbingan
9
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah , Himpunan Peraturan-peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji, (Jakarta: Kementerian Agama, 2010), BAB V, Pasal 244, h. 16
43
teknis, serta evaluasi di bidang pengelolaan dana haji termasuk Dana Abadi Umat.10 E. Sejarah Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan
sebuah
yayasan
yang
secara
khusus
menangani
kegiatan
penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPPHI) yang
kemudian
kedudukannya
diperkuat
dengan
dikeluarkannya
Surat
Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 3170 tanggal 6 Pebruari 1950, disusul dengan surat edaran Menteri Agama RIS Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Pebruari 1950 yang menunjuk PPPHI sebagai satu-satunya wadah yang sah disamping Pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan haji Indonesia. Sejak saat itulah penyelenggaraan haji ditangani oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, dibantu oleh instansi lain seperti Pamongpraja. Tahun itu merupakan tahun pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti dan dipimpin oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan Kesehatan Indonesia (RKI). Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka seluruh beban PIH ditanggung pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah haji semakin terkendali Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan Indonesia, pada tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan dalam PIH dengan 10
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah , Himpunan Peraturan-peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji, (Jakarta: Kementerian Agama, 2010), BAB V, Pasal 245, h. 17
44
membubarkan PPPHI yang kemudian diserahkan kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA) ibawah koordinasi Menteri Urusan Haji. Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara pada tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan. Pembenahan sistem pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap PIH dengan dibentuknya Departemen Agama yang merubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas PIH dibawha wewenang Dirjen Urusan Haji, termasuk penetapan biaya, sistem manajemen dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun 1967 melalui keputusan Menteri Agama Nomor 92 tahun 1967, penetapan besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri Agama. Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun 1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab secara penuh dalam PIH mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji serta hubungan antara dua negara yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970. Pada tahun tersebut biaya perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-tahun berikutnya PIH tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan dan keputusan tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan Presiden.11
11
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5
45
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (BIUH). Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH melaksanakan koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam hal ini sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggara didaerah juga menjalin koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk pelaksaan operasional PIH. Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah orientasi pihak-pihak swasta tersebut dengan menyeimbangkan antara orientasi pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal dengan istilah PIH Plus. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan keputusan tentang PIH dan Umroh Nomor 22 tahun 1987 yang selanjutnya disempurnakan dengan mengeluarkan peraturan PIH dan Umroh Nomor 245 tahun 1991 yang lebih mennekankan pad apemberian sanksi yang jelas kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku. Pembatasan jamaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian kuota haji diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang terjadi pada
46
tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan kegelisahan di masyarakat., khususnya calon jamaah haji yang telah terdaftar pada tahun tersebut namun tidak dapat berangkat. Mulai tahun 2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai dengan ketentuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari jumlah penduduk yang beragama Islam dari masing-masing provinsi, kecuali untuk jamaah haji khusus diberikan porsi tersendiri. Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998, pemerintah menghapus monopoli angkutan haji dengan mngizinkan kepada perusahaan penerbangan lain selain PT. Garuda Indonesia untuk melaksanakan angkutan haji. Dibukanya kesempatan tersebut disambut hangat oleh sebuah perusahaan asing, Saudi Arabian Airlines untuk ikut serta dalam angkutan haji dengan mengajukan penawaran kepada pemerintah dan mendapapat respon yang positif. Sejak era reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek keterbukaan dan transaparansi, jika tidak akan menuai kritik dari masyarakat. Pemerintah dituntut untuk terus menyempurnakan sistem penyelenggaraan haji dengan lebih menekankan pada pelayanan, pembinaan dan perlindungan secara opitmal. Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktural dan teknis fungsional dilaksanakan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji (BIPH) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 165 tahun 2000. Dalam perkembangan terakhir berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2005, Ditjen BIPH direstrukturasi menjadi dua unit kerja eselon I, yaitu Ditjen
47
Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU). Dengan demikian mulai operasional haji tahun 2007 pelaksana teknisP PIH dan pembinaan umroh berada dibawah Ditjen PHU.12 F. Visi dan Misi. Adapun visi dan misi DIRJEN PHU adalah : Visi yang diemban Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah “Terwujudnya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah haji dan umrah berdasarkan asas keadilan, transparan, akuntabel dengan prinsip nirlaba”. Visi ini dicapai melalui misi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah yaitu: 1.
Meningkatkan kualitas penyuluhan. bimbingan. dan pemahaman manasik haji.
2.
Meningkatkan profesionalisme dan dedikasi petugas haji.
3.
Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji melalui pembinaan haji khusus, umrah, dan kelompok bimbingan ibadah.
4.
Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi, transportasi, dan katering sesuai standar pelayanan minimal penyelenggaraan haji.
5.
Memberikan perlindungan kepada jemaah sehingga diperoleh rasa aman, keadilan, dan kepastian melaksanakan ibadah haji.
6.
Meningkatkan
transparansi
dan
akuntabilitas
dana
haji
serta
pengembangan sistem informasi haji. 7.
Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.13
12
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, h. 6
48
G. Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang organisasi
dan
tata
kerja
Kementerian
Agama,
Direktorat
Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umrah. Dalam BAB V, pasal 242 disebutkan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, dimana Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umrah. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; 2. pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; 3. penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; 4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan umrah; 5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.14 H. Struktur Organisasi.
13 14
www.Kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015 Pukul 13:24 WIB. www.Kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015 Pukul 13:24 WIB.
49
Pasal 246 PMA Nomor 10 Tahun 2010 menjelaskan bahwa susunan organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, terdiri atas : 1. Direktur Jenderal PHU selaku pimpinan tertinggi dalam Ditjen PHU. 2. Sekretariat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Sekretaris PHU membawahi 16 sub-bagian : Kabag Perencanaan dan Keuangan, Kasubbag Perencanaan dan Evaluasi Porgram, Kasubbag Pelaksana Anggaran dan Perbendaharaan, Kasubbag Verifikasi Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Kabag Ortala dan Kepegawaian, Kasubbag Ortala, Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Hukum dan Peraturan Per-UUan, Kabag Sistem Informasi Haji Terpadu, Kasubbag Pengelolaan Sistem Jaringan, Kasubbag Pengembangan Database Haji, Kasubbag Informasi Haji, Kabag Umum, Kasubbag Tata Usaha, Kasubbag Rumah Tangga, Kasubbag Perlengkapan dan BMN. 3. Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah dan Kasubbag Tata Usaha Pembinaan Haji dan Umroh,membawahi 4 subdir dan 12 seksi: Kasubbag Direktorat Bimbingan Jemaah Haji, Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan,
Kepala Seksi
Pelaksanaan Bimbingan,
Kepala Seksi
Pembinaan KBIH, Kasubbag Direktorat Pembinaan Petugas Haji, Kepala Seksi Rekrutmen Petugas, Kepala Seksi Pelatihan Petugas, Kepala Seksi Penilaian Kinerja Petugas, Kasubbag Direktorat Pembinaan Haji Khusus, Kepala Seksi Perizinan PIHK, Kepala Seksi Akreditasi PIHK, Kepala Seksi Pengawasan PIHK, Kasubbag Direktorat Pembinaan Umroh, Kepala
50
Seksi Perizinan PPIU, Kepala Seksi Akreditasi PPIU, Kepala Seksi Pengawasan PPIU. 4. Direktorat Pelayanan Haji dan Kasubbag Tata Usaha Direktorat Pelayanan Haji,membawahi 4 subdir dan 12 seksi : Kasubdir Pendaftaran Haji, Kepala Seksi Pendaftaran Haji Reguler, Kepala Seksi Pendaftaran Haji Khusus, Kepala Seksi Pembatalan Pendaftaran Haji, Kasubdir Dokumen dan Perlengkapan Haji, Kepala Seksi Dokumen Jamaah Haji, Kepala Seksi Pemvisaan, Kepala Seksi Perlengkapan Jamaah Haji, Kasubdir Akomodasi dan Katering Haji, Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi, Kepala Seksi Katering Jamaah Haji, Kepala Seksi Asrama Haji, Kasubdir Transportasi dan Perlindungan Jamaah Haji, Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi, Kepala Seksi Transportasi Udara, Kepala Seksi Transportasi Darat, Kepala Seksi Perlindungan dan Kemanana Jamaah Haji. 5. Direktorat Pengelolaan Dana Haji dan dan Kasubbag Direktorat Pengelolaan Dana Haji membawahi 4 subdir dan 12 seksi : Kasubdir BPIH, Kepala Seksi Setoran BPIH, Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan Setoran Awal, Kasubdir Pelaksana Anggaran Operasional haji, Kepala Seksi Perbendaharaan Operasional Haji, Kepala Seksi Verifikasi, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan, Kasubdir, Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji, Kepala Seksi Perbendaharaan Dana Haji, Kepala Seksi Pengembangan dan Portofolio Dana Haji, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan, Kasubdir Fasilitasi BP DAU, Kepala Seksi Perbendaharaan Dana Abadi Umat (DAU), Kepala
51
Seksi Program dan Portofolio, Kepala Seksi Administrasi, Akuntansi dan Pelaporan.15 I. Profil Amanah Giri Artha. Pendirian asuransi syariah PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan para stake holder juga kepada masyarakat pada umumnya selain itu bertujuan untuk menanamkan rasa saling tolongmenolong dalam menanggulangi risiko keuangan akibat suatu musibah diantara peserta. Dipihak lain akan terjadi penghimpunan dana masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat investasi/permodalan dengan mengikuti aturan regulasi yang ada. J. Visi, Misi, dan Nilai. Adapun visi dari asuransi Amanah Giri Artha ialah: Menjadi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah Pilihan Utama Masyarakat. Adapun misi dari asuransi Amanah Giri Artha ialah: Menjalankan usaha Asuransi Jiwa Syariah yang dapat memenuhi kebutuhan Peserta yang terus berubah dan menanamkan pentingnya Tolong Menolong melalui Proteksi & Perencanaan Keuangan. Amanah Giri Artha memiliki beberapa nilai dalam pelayanannya, yaitu: 1. Amanah. 2. Jujur dan Adil. 3. Berhati-hati dan Bertanggung Jawab.
15
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh PMA, (Jakarta: Kementerian Agama,2010), Nomor 10 Tahun 2010
52
4. Ramah dan Peduli. 5. Taat dan Tegas. K. Struktur Organisasi. Dewan Komisaris: 1. Ir. M. Muchamad Iman Tawakal, MBA (Komisaris Utama). 2. Dr. HC. Ary Ginanjar Agustian (Komisaris). 3. Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec (Komisaris Independen). 4. Dr. Ir. Salim Al Bakry, MBA, MM, CPLHI, ACS, QIP (Komisaris Independen). Dewan Pengawas Syariah: 1. Drs. Slamet Effendi Yusuf, MSi (Ketua). 2. H. Amin Musa, SE (Anggota). Dewan Direksi: 1. Agung Jatmika Nurahsid, MM, FSAI (Direktur). 2. Ir. Muhammad Rezaluddin, AAAIJ (Direktur) Aktuaris Perusahaan/ Tenaga Ahli: 1. Agung Jatmika Nurahsid, MM, FSAI (Aktuaris Perusahaan). 2. Ir. Muhammad Zamachsyari, ASAI, AAIJ, FIIS (Tenaga Ahli Perusahaan).16
16
http://www.amanahgitha.com/www/index.php?page=tentang&idp=1. Diakses pada tanggal 01 Agustus 2015. Pukul 19:46 WIB
BAB IV AKUNTABILITAS PT. AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA A. Jenis Akuntabilitas. Pada landasan teori penulis sudah memaparkan pengertian akuntabilitas serta beberapa jenis akuntabilitas menurut para ahli. Maka pada penelitian ini penulis mengambil teori yang bersumber dari Chandler dan Plano yang menjabarkan tentang beberapa jenis akuntabilitas, yaitu: 1. Akuntabilitas fisikal tanggungjawab atas dana publik. 2. Akuntabilitas legal tanggungjawab atas mematuhi hukum. 3. Akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu program. 4. Akuntanbilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur. 5. Akuntabilitas Outcome tanggungjawab atas hasil. Dalam bab IV ini penulis akan menjelaskan akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha menurut teori Chandler dan Plano, dan menjabarkan hasil temuan penulis. B. Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa untuk mengetahui akuntabilitas ialah sumber utama dari good governance. Maka dari itu, sebuah perusahaan atau instansi pemerintah haruslah memiliki akuntabilitas agar terciptanya good governance dalam perusahaan atau instansi pemerintahan. Serta penulis akan menjabarkan akuntabilitas PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha menurut teori Chandler dan Plano yang sudah penulis singgung pada bagian sebelumnya.
53
54
Untuk kategori akutabilitas yang pertama pihak Amanahjiwa Giri Artha bertanggung jawab atas dana publik khususnya dana asuransi jiwa Jemaah yang dananya itu berasal dari ONH Jemaah dan petugas haji yang dananya berasal dari anggaran Negara. Untuk mengetahui akuntabilitas PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha dalam pelaksanaan asuransi jiwa haji tahun 2014, penulis tidak bisa mengakses laporan keuangan klaim secara langsung dalam pelaksanaan asuransi jiwa haji tahun 2014. Analisis penulis dalam hal ini, seharusnya pihak asuransi memberikan akses kepada khalayak publik terkait dengan laporan keuangan klaim yang merupakan hak para jamaah. Karena premi yang diambil dari ONH jamaah jadi masyarakat khususnya para ahli waris bisa mengetahui laporan keuangan klaim. Untuk kategori akuntabilitas yang kedua dalam pelaksanaannya PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha memiliki izin operasional dari Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Nomor KEP.539/KM.10/2012 tertanggal 24 September
2012,
serta
memiliki
Nomor
peserta
wajib
pajak
03.199.065.8017.000 dan terdaftar di AAJI dengan No register AJ-048 Tahun 2012 (tidak ada masa berlaku), serta terdaftar juga di AASI dengan No A.0007.2015 (masa berlaku tiap tahun).1 Untuk kategori akuntabilitas yang ketiga PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha dalam pelaksanaan asuransi jiwa haji harus mengikuti program yang telah dibuat oleh Kementerian Agama sebagai pihak KEMENAG. Dalam kontrak
1
Wawancara langsung dengan Lina Hartati selaku Penanganan Asuransi Jiwa Haji 2014, tanggal 29 September 2015 Pukul 08:30 WIB.
55
yang sudah disepakati oleh pihak KEMENAG dan pihak PENYEDIA terlampir program yang sudah dibuat oleh pihak KEMENAG, seperti berikut: Pihak PENYEDIA dalam hal ini adalah sebagai pemenang tender asuransi jiwa haji berkewajiban memberikan nilai manfaat bagi jamaah haji dan uang santunan bagi petugas haji dengan persentase sebagai berikut: TABEL I DAFTAR SANTUNAN Jenis santunan / manfaat
No 1 2
3
4
:
Jenis santunan/Manfaat Meninggal dunia biasa/bukan karena kecelakaan Meninggal dunia karena kecelakaan Cacat tetap total yaitu kehilangan sebagian anggota badan atau fungsi dari anggota badan untuk selamanya akibat kecelakaan a. Kehilangan fungsi atas kedua tangan b. Kehilangan fungsi atas dua kaki c. Kehilangan fungsi atas kedua mata d. Kehilangan fungsi atas satu tangan dan satu kaki e. Kehilangan fungsi atas satu tangan dan satu mata f. Kehilangan fungsi atas satu kaki dan satu mata g. Kehilangan fungsi pendengaran kedua belah telinga Cacat tetap sebagian yaitu cacat sebagian yang sifatnya permanen akibat kecelakaan yang menyebabkan kehilangan sebagian anggota
Besarnya Manfaat/Uang Santunan Kebajikan Petugas % Jemaah Haji Haji 100 % NM
35.930.000
10.000.000
200 % NM
71.860.000
20.000.000
100 % NM
35.930.000
10.000.000
100 % NM
35.930.000
10.000.000
100 % NM
35.930.000
10.000.000
100 % NM
35.930.000
10.000.000
100 % NM
35.930.000
10.000.000
100 % NM
35.930.000
10.000.000
100 % NM
35.930.000
10.000.000
56
badan atau fungsi untuk selamanya a. Lengan kanan mulai dari bahu b. Lengan kiri mulai dari bahu c. Tangan kanan mulai dari siku d. Tangan kiri mulai dari siku e. Tangan kanan mulai dari pergelangan f. Tangan kiri mulai dari pergelangan g. Satu mata h. Satu kaki i. Dari paha/ sendi lutut j. Dari pergelangan kaki k. Tiap jari kaki l. Ibu jari tangan kanan m. Tiap satu ruas ibu jari tangan kanan n. Ibu jari tangan kiri o. Tiap satu ruas ibu jari tangan kiri p. Jari telunjuk kanan q. Tiap satu ruas jari telunjuk kanan r. Jari telunjuk kiri s. Tiap satu ruas jari telunjuk kiri t. Jari kelingking kanan u. Tiap satu ruas jari kelingking kanan v. Jari kelingking kiri w. Tiap satu ruas jari kelingking kiri x. Jari tengah atau jari manis kanan y. Tiap satu ruas jari tengah atau jari manis z. Jari tengah atau jari manis kiri aa. Tiap satu ruas jari tengah atau jari manis kiri Sumber: Asuransi Amanah Ghita
70 % NM
25.151.000
7.000.000
56 % NM
20.120.800
5.600.000
65 % NM
23.354.500
6.500.000
52 % NM
18.683.600
5.200.000
60 % NM
21.558.000
6.000.000
50 % NM 30 % NM 50 % NM 40 % NM 40 % NM 5 % NM 25 % NM
17.965.000 10.779.000 17.965.000 14.372.000 14.372.000 1.796.500 8.982.500
5.000.000 3.000.000 5.000.000 4.000.000 4.000.000 500.000 2.500.000
12,5 % NM 20 % NM
4.491.250 7.186.000
1.250.000 2.000.000
10 % NM 25 % NM
3.593.000 8.982.500
1.000.000 2.500.000
5 % NM 12 % NM
1.796.500 4.311.600
500.000 1.200.000
4 % NM 12 % NM
1.437.200 4.311.600
400.000 1.200.000
4 % NM 7 % NM
1.437.200 2.515.100
400.000 700.000
2,3 % NM
826.390
230.000
10 % NM
3.593.000
1.000.000
3, 3 % NM
1.185.690
330.000
8 % NM
2.874.400
800.000
2,6 % NM
934.180
260.000
57
Catatan: Nilai Manfaat (NM) Jemaah haji Rp. 35.930.000,Nilai Manfaat (NM) petugas haji Rp. 10.000.000,Penetapan cacat tetap tetap atau sebagian selamanya. Melaksanakan ibadah haji berdasarkan surat pernyataan dokter.2 Akan tetapi para ahli waris perlu melengkapi persyaratan untuk pengajuan klaim. Adapun persyaratannya sebagai berikut: a. Persyaratan Klaim bagi jemaah regular: Wafat di Arab Saudi: Surat keterangan kematian Jeddah (SKK) yang dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Indonesia di Arab Saudi apabila wafat di Saudi. Surat keterangan kematian dokter pesawat (bila wafat di pesawat) Surat keterangan dari kepolisian Arab Saudi jika wafat karena kecelakaan Foto copy kartu identitas jemaah yang wafat (SIM/KTP/Paspor) Foto copy kartu identitas seluruh ahli waris (SIM/KTP) Foto copy KK seluruh ahli waris bila telah pisah rumah dengan jemaah yang wafat. Copy buku tabungan haji Formulir pengajuan Klaim Asuransi Jiwa yang diketahui dan ditandatangani oleh Kasi/Kasubdit Layanan Haji Kementerian Agama setempat. Wafat di Tanah Air: 2
Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun 1435H/2014M, Kementerian Agama, 2014
58
Surat penggilan masuk asrama (SPMA) asli Surat kematian yang dikeluarkan oleh pejabat setempat Surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh rumah sakit (bila wafat di rumah sakit) Rekam medis yang dikeluarkanoleh RS yang mencantumkan tanggal masuk RS dan keluar RS Surat keterangan dokter pesawat jika wafat di pesawat menuju Tanah Air Berita acara pemeriksaan kecelakaan dari kepolisian setempat (tempat kejadian kecelakaan) bila wafat di Tanah Air karena kecelakaan. Foto copy kartu identitas jemaah yang wafat (SIM/KTP/Paspor) Foto copy kartu identitas seluruh ahli waris (SIM/KTP) Foto copy KK seluruh ahli waris bila telah pisah rumah dengan jemaah yang wafat. Copy buku tabungan haji Kronologis kematian yang diketahui oleh petugas Kementerian Agama daerah jemaah berasal. Formulir pengajuan Klaim Asuransi Jiwa yang diketahui dan ditandatangani oleh Kasi/Kasubdit Layanan Haji Kementerian Agama setempat. Cacat tetap total atau sebagian karena kecelakaan selama ibadah haji: Surat penggilan masuk asrama (SPMA) asli
59
Surat keterangan dari dokter yang menyatakan cacat tetap total atau sebagian dan surat keterangan kecelakaan yang dikeluarkan oleh kantor perwakilan Indonesia di Arab Saudi apabila mengalami kecelakaan di Arab Saudi atau keterangan dokter pesawat jika kecelakaan di pesawat. Surat keterangan dari dokter yang menyatakan cacat tetap total atau sebagian karena kecelakaan pada saat ibadah haji. Berita acara kecelakaan yang dikeluarkan kepolisian setempat (tempat kejadian kecelakaan) jika kecelakaan terjadi di Tanah Air. Foto copy kartu identitas jemaah yang mengalami kecelakaan (SIM/KTP/Paspor) Foto copy kartu identitas ahli waris (SIM/KTP) bila diurus oleh ahli waris. Copy buku tabungan haji Formulir pengajuan Klaim Asuransi Jiwa yang diketahui dan ditandatangani oleh Kasi/Kasubdit Layanan Haji Kementerian Agama setempat.3 Kategori akuntabilitas yang keempat berikut penulis lampirkan perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun 1435 H/2014 M antara Kementerian Agama Republik Indonesia dengan PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha. PERJANJIAN Jasa Asuransi Jiwa Jemaah Haji Dan Petugas Haji Indonesia 3
Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun 1435H/2014M, Kementerian Agama, 2014
60
Tahun 1435 H/2014 M Nomor : Dt. VII.II/4/HJ.05/2481/PPK/2014 Nomor : 013/AJML/Perj.Syariah/Lgl/VIII/2014 Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun 1435 H/2014
M
ini
berikut
seluruh
lampirannya
(selanjutnya
disebut
“PERJANJIAN”) dibuat dan ditandatangani di Jakarta pada hari Selasa tanggal Dua belas bulan Agustus tahun dua ribu empat belas antara Kementerian Agama Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakili Triganto Harso selaku Pejabat Pembuat Komitmen Anggaran BPIH pada Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang berkedudukan di Jalan Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor D/52 Tahun 2014 (selanjutnya disebut “KEMENAG”), dan Ari Ferianto, Direktur Utama, yang bertindak untuk dan atas nama PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha, yang berkedudukan di Gedung Menara 165, Jalan T.B. Simatupang Kav. 1, Cilandak Timur 12650 Jakarta Selatan. Berdasarkan Akta Pendirian tertanggal dua puluh empat bulan September tahun dua ribu dua belas (selanjutnya disebut “PENYEDIA”). MENGINGAT BAHWA: a) Berdasarkan surat penunjukan Nomor Dt.VII.II/4/HJ.05/2481/PPK/2014 tanggal 12 Agustus 2014 perihal Penunjukan Penyedia Untuk Pelaksanaan Paket Pekerjaan Pengadaan Jasa Lainnya Asuransi Jiwa Bagi Jemaah Haji dan Petugas Haji Indonesia. b) KEMENAG dan PENYEDIA menyatakan memiliki kewenangan untuk menandatangani perjanjian ini, dan mengikat pihak yang diwakili; c) KEMENAG dan PENYEDIA mengakui dan menyatakan bahwa sehubungan dengan penandatanganan perjanjian ini masing-masing pihak: 1) Telah dan senantiasa diberikan kesempatan untuk didampingi oleh Konsultan Hukum;
61
2) Telah mendapatkan kesempatan yang memadai untuk memeriksa dan mengkonfirmasi semua ketentuan dalam perjanjian ini beserta semua fakta dan kondisi yang terkait. 3) Menandatangani Perjanjian ini setelah membaca dan memahami secara penuh ketentuan Perjanjian ini. KEMENAG dan PENYEDIA dengan ini bersepakat dan menyetujui hal-hal sebagai berikut: 1. Nilai Perjanjian adalah nilai konstribusi setiap jemaah haji sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dikalikan dengan asumsi jumlah jemaah haji sebanyak 167.797 orang, sehinggal total nilai Perjanjian sebesar Rp.16.779.700,- (enam belas milyar tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus rupiah). 2. Dalam hal ini terdapat perubahan jumlah jemaah haji sebagaimana tersebut pada angka 1, akan dilakukan perubahan perjanjian (addendum) yang akan ditandatangani Para Pihak. 3. PENYEDIA memberikan nilai manfaat bagi jemaah dan uang santunan bagi petugas haji, dengan besaran sebagai berikut: a. Jemaah Haji yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan mendapat nilai manfaat Rp.35.930.000.- (tiga puluh lima juta sembilan ratus tiga puluh ribu rupiah). b. Jemaah Haji yang meninggal dunia karena kecelakaan mendapat nilai manfaat sebesar Rp.71.860.000 (tujuh puluh satu juta delapan ratus enam puluh ribu rupiah). c. Jemaah Haji yang cacat tetap total atau tetap sebagian karena kecelakaan, mendapat nilai manfaat sebesar persentase dari manfaat sebagaimana yang tercantum dalam lampiran perjanjian ini. d. Petugas Haji yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan mendapat uang santunan sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta ribu rupiah). e. Petugas Haji yang meninggal dunia karena kecelakaan mendapat uang santunan sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta ribu rupiah).
62
f. Petugas Haji yang cacat tetap total atau tetap sebagian karena kecelakaan, mendapat uang santunan sebesar persentase dari manfaat sebagaimana yang tercantum dalam lampiran perjanjian ini. 4. Dokumen-dokumen yang terlampir dalam perjanjian merupakan satukesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini, dengan hirarki sebagai berikut: a. Perjanjian; b. Syarat-syarat khusus perjanjian; c. Syarat-syarat umum perjanjian; d. Besaran persentase nilai pertanggungjawaban/manfaat asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji tahun 1435H/2014M e. Bank garansi (jaminan pelaksanaan) 5. Dokumen perjanjian dibuat untuk saling menjelaskan satu sama lain, dan jika terjadi pertentangan antara ketentuan dalam suatu dokumen dengan ketentuan dalam dokumen
yang lainnya, maka yang berlaku adalah
ketentuan dalam dokumen yang lebih tinggi berdasarkan urutan hirarki pada angka 4 di atas; 6. Kewajiban dan Hak KEMENAG: a. KEMENAG mempunyai kewajiban untuk: i. Memberikan data dan informasi tentang Jemaah Haji dan Petugas Haji yang menjadi peserta Asuransi Jiwa, dan informasi Jemaah Haji dan Petugas Haji yang meninggal dunia kepada PENYEDIA untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai perjanjian; ii. Membayar
konstribusi
sesuai
Nilai
Perjanjian
sebagaimana
dimaksud pada angka 1di atas, yang diatur lebih lanjut dalam Syaratsyarat Khusus Perjanjian (SSKP) dan Syarat-syarat Umum Perjanjian (SSUP); b. KEMENAG mempunyai hak untuk: i. Mengawasi dan memerikasa pekerjaan yang dilaksanakan oleh PENYEDIA; ii. Meminta laporan-laporan mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh PENYEDIA;
63
iii. Memberikan sanksi kepada PENYEDIA apabila PENYEDIA tidak/belum melakukan kewajibannya. 7. Kewajiban dan Hak PENYEDIA a. PENYEDIA mempunyai kewajiban untuk: i. Melaksanakan sosialisasi mengenai asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia; ii. Bekerjasama dengan perusahaan Reasuransi; iii. Melaporkan
pelaksanaan
pekerjaan
secara
periodik
kepada
KEMENAG; iv. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian; v. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan secara cermat, akurat, dan penuh tanggungjawab; vi. Memberikan
keterangan-keterangan
yang
diperlukan
untuk
pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan yang dibutuhkan KEMENAG; vii. Meyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian; viii. Pro aktif menyelesaikan klaim asuransi jiwa jemaah haji dan santunan petugas haji kepada ahli waris; dan ix. Membayarkan nilai manfaat dan santunan kepada jemaah haji dan petugas haji/ahli waris dengan jumlah sebagaimana diatur dalam angka 3 di atas. b. PENYEDIA mempunyai hak untuk: i. Menerima pembayaran untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan nilai perjanjian; ii. Menerima data dan informasi jemaah haji dan petugas haji yang menjadi peserta asuransi jiwa dan informasi jemaah haji dan petugas haji yang meninggal dunia dari KEMENAG guna kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan perjanjian. 8. Perjanjian mulai berlaku sejak tanggal ditandatangani.
64
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh KEMENAG dan PENYEDIA, asli rangkap dua, bermaterai cukup, diberikan kepada masing-masing pihak dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.4 Kategori akuntabilitas yang kelima berikut penulis lampirkan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan dari PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha yang merupakan laporan resmi terkait dengan penyelenggaraan asuransi jiwa haji tahun 2014. Berikut berita acaranya: BERITA ACARA SERAH TERIMA PENYELESAIAN PEKERJAAN NO : Dt.VII.II/4/Hj.04/127/2015 NO : 01/BA-AGA-DIR/IV/2015 Pada hari ini, Rabu tanggal delapan bulan April tahun dua ribu lima belas (08-04-2015), kami bertanda tangan di bawah ini: Nama Jabatan
Alamat
:Triganto Harso :Kasubdit Transportasi Udara dan Perlindungan Haji selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pada Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama RI :Jalan Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta. Selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
Nama Jabatan Alamat
:Ari Ferianto :Direktur Utama PT.AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA :Gedung Menara 165, Jl. T.B. Simatupang Kav. 1, Cilandak Timur 12650 Jakarta Selatan. Telp:021-29406315 Fax:02129406316 Selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
-
Bahwa pada hari dan tanggal tersebut di atas, PIHAK PERTAMA dan PIHAK
KEDUA,
sesuai
dengan
surat
penunjukan
Nomor:
Dt.VII.II/4/HJ.05/2481/PPK/2014 tanggal 12 Agustus 2014 perihal
4
Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun 1435H/2014M, Kementerian Agama, 2014
65
penunjukan penyedia untuk pelaksanaan paket pekerjaan pengadaan jasa lainnya asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia. -
Bahwa, PIHAK KEDUA telah menyelesaikan pekerjaan Asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji tahun 1435 H/2014 M, dengan rincian sebagai berikut: 1. JUMLAH JEMAAH HAJI 1435H/2014M YANG BERANGKAT NO
JEMAAH HAJI
JUMLAH
1
REGULER
154.483
2
KHUSUS
13.314
JUMLAH
167.797
2. JUMLAH PETUGAS HAJI 1435H/2014M NO
PETUGAS HAJI
JUMLAH
1
KLOTER
1.855
2
NON KLOTER
1437
JUMLAH
3.292
3. JEMAAH HAJI DAN PETUGAS HAJI YANG WAFAT/CACAT NO
KETERANGAN
JUMLAH
1
Jemaah Haji Wafat Normal
356
2
Jemaah Haji Wafat Karena Kecelakaan
2
3
Petugas Haji Wafat Karena Kecelakaan
1
JUMLAH
359
Sumber: Asuransi Amanahjiwa Giri Artha
Berdasarkan keterangan jumlah daftar jamaah haji yang wafat/cacat, penulis melakukan wawancara kepada ahli waris jamaah haji yang wafat, baik wafat di Tanah Air maupun wafat di Tanah Suci.
66
Menurut saya pelayanan yang diberikan oleh pihak asuransi sudah bagus, saya mendapatkan kemudahan untuk mengajukan persyaratan dengan cara pengiriman berkas lewat pos, saya tidak harus datang langsung ke kantor asuransi. serta untuk uang klaimnya setelah semua berkas lengkap dan proses selesai saya diberitahukan oleh pihak asuransi via sms bahwasanya uang klaim sudah ditransfer kerekening tabungan haji jamaah yang bersangkutan5
Penulis menyimpulkan bahwa PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha belum akuntabel dalam pelaksanaan asuransi haji karena tidak bisanya memenuhi akuntabilitas untuk mengakses laporan dana publik yang seharusnya jamaah atau ahli waris dapat mengakses dan mengetahui laporan tersebut. Untuk akuntabilitas yang lain PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha sudah memenuhi pointpoint yang sudah penulis ambil menurut teori Chandler dan Plano. Serta pelayanan yang diberikan oleh pihak asuransi kepada para ahli waris yang mengajukan klaim sudah bagus dan mudah, dan penyampaian informasi yang jelas serta cepat sangat membantu para ahli waris dalam mengajukan klaim.
5
Wawancara langsung ahli waris jamaah haji tahun 2014, tanggal 31 September 2015 Pukul 13:13 WIB
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis akuntabilitas yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dari Chandler dan Plano yaitu: a. Akuntabilitas fisikal tanggungjawab atas dana publik. b. Akuntabilitas legal tanggungjawab atas mematuhi hukum. c. Akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu program. d. Akuntanbilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur. e. Akuntabilitas Outcome tanggungjawab atas hasil. 2. Akuntabilitas PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha ditinjau laporan dana publik yang seharusnya bisa diketahui oleh jamaah atau ahli waris akan tetapi dalam temuan penulis tidak mendapatkan akses untuk melampirkan laporan tersebut. PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha dalam membuktikan kelegalannya dengan memiliki izin operasional dari Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Nomor KEP.539/KM.10/2012 tertanggal 24 September 2012, serta memiliki Nomor peserta wajib pajak 03.199.065.8017.000 dan terdaftar di AAJI dengan No register AJ-048 Tahun 2012 (tidak ada masa berlaku), serta terdaftar juga di AASI dengan No A.0007.2015 (masa berlaku tiap tahun). Serta PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha sudah melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada kontrak yang sudah penulis masukkan pada bab IV.
64
65
Dari beberapa kesimpulan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha belum akuntabel dalam pelaksanaan asuransi jiwa haji tahun 2014 yang mana dapat dilihat dari pemaparan penulis di atas. B. Saran. Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang ada, dengan prospek kedepan, maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal yang kemudian dijadikan sebagai rekomendasi, yaitu sebagai berikut: 1. Dalam hal ini pihak asuransi tidak menjamin kesehatan, barang hilang. Maka seharusnya yang harus dicover bukan hanya jiwa jamaah dan petugas haji saja melainkan, kesehatan serta barang-barang yang dibawa oleh jamaah. 2. Premi yang dibayarkan kepada pihak asuransi dinaikkan agar pengcoveran terhadap jamaah dan petugas haji lebih maksimal lagi.
DAFTAR PUSTAKA Ali,Am. Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis & Praktis). Jakarta: Prenada Media, 2004. Akbar. Setiady Purnomo. Usman. Husin. Metedologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003 Anwar. Khoiril. Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat. Solo: Tiga Serangkai, 2007. Anshar. Zakaria. Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008. Asuransi Amanahjiwa Giri Artha. Buku Panduan Asuransi Jiwa Jemaah Haji Tahun 1435 H/ 2014 M. Jakarta: PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha, 2004. Bagir. Muhammad. Fiqih Praktis 1. Bandung: Karisma, 2008. Direktorat Penyelenggaraan Haji Dan Umrah, Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji Dan Umrah PMA Nomor 10. Jakarta: Kemeterian Agama, 2010. Direktorat Penyelenggaraan Haji Dan Umrah, Himpunan Peraturan-peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji. Jakarta: Kemeterian Agama, 2010. Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta. Bimbingan Manasik Haji. Jakarta: Kemeterian Agama, 2005. Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta. Haji Dari Masa Ke Masa. Jakarta: Kemeterian Agama, 2012. Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011. Faisal. Jalan Terjal Good Governance: Prinsip, Konsep Dan Tantangan Dalam Negara Hukum. Makassar: PUKAP Indonesia, 2009. Kasmir. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Kumurotomo. Wahyudi. Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa Pada Masa Transisi. Yogyakarta: Magister Administrasi Publik (MAP) UGM Dengan Pustaka Belajar, 2005. Raba. Manggaukang. Akuntabilitas: Konsep Dan Implementasi. Malang: UMM Press, 2005.
S. Advendi. S. Elsi, Kartika. Hukum dalam Ekonomi (edisi II_Rev). Jakarta: Grasindo, 2006. Saleh. A Chunaini. Penyelenggaraan Haji Era Reformasi Analisis Internal Kebijakan Publik Departemen Agama. Ciputat: Pustaka Alvabet Anggota IKAPI, 2008. Sankri. Landasan Dan Pedoman Pokok Penyelenggaraan Dan Pengembangan Sistem Administrasi Negara. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2004. Syaukani. Imam. Manajemen Pelayanan Haji di Indonesia. Jakarta: CV. Prasasti, 2004. Sula syakir. Muhammad. Asuransi Syariah (Life And General) Konsep Dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani, 2004. Waluyo. Manajemen Publik: Konsep, Aplikasi Dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju, 2007. Wolfe. Michael. Haji. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003. Garini. India. Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Pada Dinas Di Kota Bandung. “Skripsi: Universitas Komputer Indonesia Bandung, 2011. http://www.amanahgitha.com/www/index.php?page=tentang&idp=1. pada tanggal 01 Agustus 2015. Pukul 19:46 WIB.
Diakses
http://asuransisyariahdankonvensional.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 01 juli 2015 pukul 16:33 WIB. http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/106. Diakses pada tanggal 17 Mei 2015 pukul 23:07 WIB http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/564/jbptunikompp-gdl-niayuliawa-28183-4bab1-nia.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB http://haji.kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 03 juni 2015 pukul 09:06 WIB. http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2014/22/29977/h-m-rasjidi-dansejarah-kementerian-agama-1.html. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB http://kemenag.go.id/file/dokumen/KMA22010.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB www.Kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015 Pukul 13:24 WIB. http://keuangan.kontan.co.id/news/tarif-premi-asuransi-haji-diusulkan-naik. Diakses pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 09:42 WIB.
http://keuangan.kontan.co.id/news/kemenag-siap-gelar-tender-asuransi-haji-1. Diakses pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 18:09 WIB. http://lampung.kemenag.go.id/file/file/subbagHukmas/fjv1418108874.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB www.mui.or.id/mui_in/product_2/fatwa.php?id=47&pg=2 . Diakses pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 18:09 WIB. http://nizarrassiprastama.blogspot.com/2013/02/pengertian-lelang-dansyaratnya.html. Diakses pada tanggal 5 januari 2015 pukul 21:12 WIB