AKUNTABILITAS PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DI KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN LUWU
THE ACCOUNTABILITY OF THE HAJ PILGRIMAGE ORGANIZATION SERVICE OF THE RELIGIOUS MINISTRY OF LUWU
Rizka Amelia Armin, Juanda Nawawi, Alwi Jurusan Administrasi Pembangunan, Konsentrasi Pemerintahan Daerah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Rizka Amelia Armin Jln. Pattene – Perumahan Puri Pattene Permai Blok E3/02 Mandai – Kecamatan Biringkanaya, Makassar - Sulawesi Selatan Hp 085299969634 Email :
[email protected]
ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 memberikan perintah, tugas, dan wewenang kepada seluruh aparatur negara melaksanakan amanat untuk mensejahterakan rakyatnya, melalui penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dan bertanggung jawab, dan perwujudannya adalah akuntabilitas pelayanan yang baik, akuntabilitas merupakan syarat terhadap terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, demokratis dan amanah (good governance). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis akuntabilitas pelayanan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama Kabupaten Luwu dengan menganalisis dimensi akuntabilitas managerial yang memfokuskan pada efisiensi penggunaan dana, pemanfaatan asset, sumberdaya manusia, pengawasan dalam pelayanan dan keberlanjutan pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Metode penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi Penelitian, yaitu di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Luwu. Teknik pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas pelayanan penyelenggaraan ibadah haji dilihat dari akuntabilitas managerial tidak dilaksanakan secara optimal. Hal ini tercermin dari analisis dimensi akuntabilitas managerial. Pelayanan yang diterima melalui institusi kontrol legal formal dalam kualitas dan kebijakan bergantung pada norma internal yang mengatur pemahaman pejabat tentang kewajiban terhadap masyarakat dan pemahaman tentang tanggungjawab profesionalnya. Dengan demikian pelayanan merupakan implementasi dari pada hak dan kewajiban antara negara/pemerintah dan masyarakat yang harus diwujudkan secara berimbang dalam penyelenggaraan pelayanan oleh aparatur negara/pemerintahan. Kelembagaan pemerintahan yang berakuntabilitas publik berarti lembaga tersebut senantiasa dapat mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang diamanati oleh rakyat Kata Kunci : Pelayanan publik, Akuntabilitas.
ABSTRACT Law 1945 provide command, telecoms, and to all apparatus gatra authority carrying out the mandate to review the welfare of its people, through the Implementation of the good governance and responsible, and its realization is the accountability of good service. Accountability of public services is a condition of the creation of good governance, democratic and trustworthy (good governance). This study aimed to describe and analyze the accountability of the organization of the pilgrimage in the service of the ministry of religious Luwu by analyzing managerial accountability that focuses on the dimensions of efficient use of funds, asset utilization, human resources,oversight in service and sustainability in the organization of the Hajj. The research method is qualitative descriptive research. The location study, that at the Ministry Religious Of Luwu. The technique of collecting data through observation, interviews, and documentation. The results showed that managerial accountability is not implemented optimally. Services received through formal legal control institutions in quality depending on the policies and internal norms governing officials' understanding of our responsibilities to the community and an understanding of their professional responsibilities. Thus the service is an implementation of the rights and obligations between the state / government and society to be realized in a balanced way in organizing the delivery of services by the apparatus of state / government. Government institutions are accountable means the agency can always be accountable for all activities that are entrusted by the people. Keywords: Public service, Accountability
PENDAHULUAN Pelayanan publik merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun (Kumorotomo, 2005). Menurut Dwiyanto (2006), di Indonesia tugas pelayanan publik ini dilaksanakan oleh pemerintah melalui lembagalembaga integralnya berdasarkan tugas dan fungsinya masing-masing. Intinya, secara ideal, tujuan utama pemerintah tersebut berada pada wilayah akuntabilitas pelayanan publik. Akuntabilitas merupakan syarat terhadap terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, demokratis dan amanah (good governance) (Gie, 1997). Kelembagaan pemerintahan yang berakuntabilitas publik berarti lembaga tersebut senantiasa dapat mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang diamanatkan oleh UUD 1945 (Krina, 2013). Demikian pula tanggungjawab masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap lembaga pemerintah merupakan wujud dari bentuk partisipasi masyarakat. Menurut Kurniawan (2005), akuntabilitas bagi masyarakat seharusnya dibarengi dengan adanya sarana akses bagi seluruh masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah. Jika akses dan saluran ini diberikan oleh pemerintah, maka sarana tersebut bisa dimanfaatkan untuk berperan serta dan melakukan kontrol. Akses dan saluran ini perlu diadakan oleh pemerintah agar semua kelompok masyarakat mempunyai hak dan kesempatan dalam memanfaatkan saluran tersebut. Dalam Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang menjadi acuan atau pedoman bagi seluruh aparatur Negara/pemerintahan di segala susunan pemerintahan, sesuai dengan tugas dan fungsinya wajib menyelenggarakan; kepemerintahan yang akuntabel, pembangunan dan pelayanan kepada warga dan rakyatnya untuk tujuan kesejahteraan rakyatnya. Pasal 3 UU No 28 tahun 1999 menyatakan bahwa asas – asas umum penyelenggaraan negara meliputi : asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Selanjutnya dijelaskan pada penjelasan Undang – undang tersebut, asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan yang berlaku (Waluyo, 2007). Pelayanan penyelenggaraan ibadah haji merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan ibadah haji dilakukan pada waktu tertentu yaitu antara tanggal 8 sampai dengan 13 dzulhijjah setiap tahunnya (Aguk, 2014).
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama, dalam hal teknis pelaksanaannya diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Sesuai dengan tanggung jawab yang diembannya, pemerintah secara terus menerus berupaya melakukan perbaikan penyelenggaraan haji, utamanya melalui pembenahan sistem dalam berbagai aspek, termasuk aspek pembinaan petugas, mengingat petugas haji merupakan unsur penting yang mempunyai peranan strategis dan turut menentukan keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji (Ditjen Kementerian Agama, 2002). Terdapat tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji sehingga pembinaan, pelayanan dan perlindungan berlangsung lancar dan sukses. Pertama Legalitas, UU No.13 Tahun 2008. Kedua adalah menyangkut fasilitas yang ada baik asrama haji embarkasi yang ada serta kesiapan Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan dalam penyiapan atau penyediaan fasilitas pendukung maupun fasilitas lainnya di Arab Saudi. Ketiga petugas pelayanan ibadah haji yang harus profesional, mengingat pelaksanaannya bersifat massal dan berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas, penyelenggaraan ibadah haji memerlukan manajemen yang baik agar tertib, aman dan lancar (Nijam, 2004). Penelitian yang masih berkaitan dengan akuntabilitas pelayanan, yaitu hasil penelitian yang dilakukan Nurdiansyah (2013), di Kantor Imigrasi Kelas I Makassar dan Erfina (2013), di Rumah Sakit Nene Mallomo Sidenreng Rappang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis akuntabilitas pelayanan publik.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Luwu yang beralamat di kota Belopa, Kabupaten Luwu. Untuk membahas dan mengkaji tentang Akuntabilitas Pelayanan Penyelenggaraan Haji di Kementerian Agama Kabupaten Luwu, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan tipe penelitian adalah deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan secara objektif tentang kejadian faktual di lapangan. serta mengetahui bentuk nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) serta menghubungkan antara variable satu dengan variable yang lain.
Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini tidak hanya terbatas di kalangan pejabat Kementerian Agama Kabupaten Luwu, akan tetapi juga melibatkan kalangan diluar unsur kementerian agama atau masyararakat umum. Intinya informan yang dipilih adalah mereka yang betul-betul paham dan menjadi subjek dalam pelayanan publik, baik pejabat Kementrian Agama Kabupaten Luwu selaku penyedia layanan publik, maupun masyarakat yang dalam hal ini pihak yang mengakses layanan publik. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: Observasi Lapangan (Field Observation) atau dengan cara melihat secara langsung tentang permasalahan yang berhubungan dengan variable penelitian dan melakukan pencatatan atas hasil observasi. Selain itu wawancara (Interview) menurut Licoln & Guba adalah teknik menggali informasi secara lebih mendalam (Creswell, 2009), atau menurut Patton adalah wawancara baku terbuka (Creswell, 2009), dan yang terakhir adalah data sekunder, atau data yang telah tersedia pada instansi pemerintah maupun pada lembaga swadaya masyarakat. Data tersebut dapat berupa bahan pustaka, pedoman pelaksanaan program, laporan hasil penelitian, sejumlah dokumen/ arsip-arsip yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Luwu, khususnya dalam melaksanakan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji. Analisis Data Data yang didapatkan dilapangan dianalisis secara kualitatif untuk menggambarkan pelayanan penyelenggaraan haji di Kemenag Luwu. Tahap analisis kemudian dibagi menjadi 3 bagian, pertama Reduksi data atau tahap penyusunan rancangan penelitian dengan menetapkan kerangka kerja konseptual kedua, Penyajian data, tahap ini berusaha menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah diraih, misalnya dituangkan dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan dan, bagan dan tahap yang ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Menurut Cobin & Strauss, pada tahap ini peneliti melakukan interpretasi, dan penetapan data yang sudah dikumpulkan berdasarkan strategi grouded theory (Pasolog, 2007).
HASIL PENELITIAN Indikator pokok yang menjadi garis besar dalam penelitian ini adalah pada dimensi akuntabilitas managerial yakni efisiensi penggunaan dana, pemanfaatan asset, sumber daya manusia, pengawasan dalam pelayanan, dan keberlanjutan pelayanan. Efisiensi penggunaan dana Setiap tahun pelaksanaan penyelenggaraan haji membutuhkan biaya yang cukup besar guna
menunjang
keberhasilan
penyelenggaraannya,
salah
satu
sumber
pembiayaan
penyelenggaraan haji dengan jumlah yang cukup besar adalah dari dana Pelaksanaan Anggaran Operasional Haji atau Anggaran PAOH. Berdasarkan hasil wawancara bahwa besaran volume dana PAOH setiap tahunnya ditetapkan oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji-Umroh (PHU) Kementerian Agama RI, dalam surat edaran kepada kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi dan kemudian di instruksikan ke kantor kementerian agama kabupaten / kota. Dari hasil wawancara diketahui kementerian agama kabupaten Luwu merealisasikan bimbingan manasik sesuai rencana kerja dan anggaran operasional haji (RKA-PAOH) dengan melaksanakan 3 kali bimbingan manasik dilengkapi konsumsi, hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang bimbingan manasik haji di kabupaten/ kota. Adapun untuk sisa dana realisasi anggaran biaya penyelenggaraan ibadah haji sesuai data yang diperoleh di kembalikan ke kanwil kementerian agama, hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti resi transfer dari rekening pengelola keuangan seksi penyelenggaraan haji kementerian agama kabupaten Luwu kepada dana oper BPIH Kanwil. Pemanfaatan Asset Berdasarkan hasil interview, efisiensi asset merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa asset adalah barang-barang inventaris yang akan dipertanggungjawabkan. Dari hasil wawancara diketahui pemanfaatan inventaris barang milik haji untuk memberikan pelayanan yang optimal bagi kepentingan calon jamaah haji tidak optimal, berdasarkan data sekunder barang inventaris yang dimiliki kemenag Luwu khususnya milik haji secara keseluruhan sudah terpenuhi, sehingga pemanfaatannya dapat menunjang kemudahan pelayanan bagi calon jamaah haji, namun fakta dilapangan berdasarkan hasil wawancara calon jamaah haji masih dibebani foto studio dan foto copy, tentunya hal ini juga menambah biaya, tenaga dan juga waktu.
Sumber Daya Manusia Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kesesuaian pendidikan dan pelatihan dengan jabatan pegawai seksi haji menurut penulis sudah sesuai. Seperti, kepala seksi mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi bimbingan manasik yang bertujuan untuk menyertifikasi pemateri – pemateri manasik dalam memberikan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik. Staf operator mengikuti orientasi sistem komputerisasi haji terpadu (siskohat). Pendidikan dan pelatihan yang diikuti, bertujuan membawa pengetahuan yang lebih mumpuni terhadap system komputerisasi haji terpadu pada seksi haji di kementerian agama kabupaten Luwu. Staf pengelola keuangan mengikuti bimbingan dan praktek (bimtek) pengelolaan anggaran pelaksanaan anggaran operasional haji (PAOH) BPIH. Pendidikan dan pelatihan yang di ikuti tentunya diharapakan membawa perubahan yang lebih signifikan terhadap laporan keuangan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) sehingga dapat mewujudkan akuntabilitas dalam penggunaan dana. Hanya saja, setelah di konfirmasi tidak semua pegawai seksi penyelenggaraan haji mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Pengawasan dalam Pelayanan Berdasarkan interview dan observasi penulis, dalam kegiatan sehari-hari pelayanan penyelenggaraan ibadah haji diawasi langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama selaku kepala staff penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan Ketentuan Menteri Agama No. 371 Tahun 2002. Intinya kepala kantor secara langsung memantau kinerja yang dilakukan oleh pegawai dalam melayani jamaah haji dan mengevaluasi hasil kerja yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan pelaksanaan ibadah haji. Selain itu juga, kepala kantor memberi arahan dan penilaian atau koreksi DP3 terhadap daftar penilaian pekerjaan atas kinerja yang dilakukan, dengan maksud untuk mengetahui segala kekurangan dalam pelaksanaan pelayanan sehingga pelayanan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah direncanakan. Berdasarkan hasil interview diatas, bahwa pengawasan dilakukan sejak awal proses pelayanan calon haji berjalan sampai pemberangkatan ke embarkasi di Makassar. Namun menjadi sebuah kesulitan bagi seorang kepala kantor untuk langsung mengawasi pelaksanan keseluruhan pelayanan ibadah haji seorang diri, sehingga panitia penyelenggara ibadah haji juga ikut melakukan pemantauan. Dari hasil pengamatan penulis, kelemahan sistem pengawasan internal di kementerian agama kabupaten Luwu disebabkan oleh tidak adanya struktur spesifik yang berwenang
melakukan pengawasan secara spesifik kebawah, sehingga banyak tugas yang justru dijalankan oleh kepala kantor kementrian agama, selain itu proses evaluasi tidak berjalan dengan baik karena hanya dilakukan oleh pihak internal dari kementerian agama, sehingga kekurangan dalam pelaksanaan pelayanan hanya diketahui oleh segelintir orang. Keberlanjutan Pelayanan Ada dua jenis petugas pelayanan haji yang selama ini bertugas dalam kegiatan haji. Pertama, Petugas Kloter (PK) dan Kedua adalah Petugas Non Kloter (PNK). Berdasarkan hasil interview, bahwa penyediaan petugas yang khusus menangani urusan selama pelayanan haji berlangsung masih terbilang sangat terbatas, ini dikarenakan mekanisme prosedural yang masih bersifat sentralistik atau masih menunggu persetujuan dari Kementrian Kesehatan yang kemudian disetujui Kementrian Agama dalam hal pengangkatan, itupun masih harus mengikuti seleksi ditingakatan provinsi terlebih dahulu. Selain itu, berdasarkan hasil interview, hal yang menonjol dalam urusan kesehatan selama musim haji berlangsung adalah kurangnya tenaga medis yang dipersiapkan, padahal seperti kita ketahui bersama, bahwa jumlah peserta haji umumnya di dominasi oleh para Lansia (Lanjut Usia).
PEMBAHASAN Penelitian ini menujukkan, efisiensi penggunaan dana dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama Kabupaten Luwu sangatlah efisien. Hal ini dilakukan mengingat setiap tahunnya pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji membutuhkan biaya yang cukup besar guna menunjang keberhasilan penyelenggaraannya, salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan haji dengan jumlah yang cukup besar adalah dari dana Pelaksanaan Anggaran Operasional Haji atau Anggaran PAOH.Mengingat besaran anggaran, dan vitalnya efisiensi penggunaan dana, baik yang digunakan untuk biaya pelayanan jamaah haji di dalam negeri dan biaya operasional haji diluar negeri maka standar pembiayaan disesuaikan dengan rencana kerja (RKA), dan jika terdapat sisa anggaran yang dianggap lebih dalam masa pelayanan ibadah Haji, maka kelebihan dana tersebut akan dikembalikan pada pihak Kanwil. Berdasarkan hasil penelitian, pada aspek pemanfaatan asset kekayaan, optimalisasi asset merupakan proses kerja dalam manajemen asset, ini bertujuan untuk mengoptimalisasikan (potensi, fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi) yang dimiliki asset tersebut.
Dalam tahapan ini asset yang dikuasai kementerian agama diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Selain itu dalam pengelolaan asset, aparatur penyelenggaraan ibadah haji bertanggung jawab dalam penggunaan inventaris yang dimiliki, tentunya sesuai dengan manfaat pelayanan bagi kepentingan calon jamaah haji. Untuk itu aparatur yang mengelola asset tersebut mestilah seseorang yang benar-benar memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap inventaris yang dikelolanya. Selain pentingnnya pemanfaatan asset tersebut, hal lain yang juga tak kalah pentingnya adalah jaringan internet yang memadai, karena akses internet di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Luwu cenderung lambat (loading), kondisi ini yang juga menyebabkan penumpukan calon peserta haji untuk mendapatkan Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH). Selanjutnya adalah aspek efisiensi sumber daya manusia. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi sumber daya manusia adalah dengan memperhatikan kualitas pegawai dari tingkat pendidikan, kesesuaian jabatan, pendidikan dan pelatihan yang diikuti. Efisiensi sumber daya manusia pada seksi haji kementerian agama kabupaten luwu terbukti sesuai dengan jabatan yang di emban. Hanya saja pendidikan dan pelatihan belum diikuti oleh seluruh pegawai seksi haji hingga di khawatirkan akan terjadi ketimpangan kerja. Pada wawancara sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas keseharian jumlah pegawai yang ada sudah mencukupi, kendalanya pada musim haji lima orang tenaga sangat kurang sehingga seksi urusan haji merekrut pegawai tambahan sementara, untuk membantu menyelesaikan beban pekerjaan pada waktu yang di tentukan. Idealnya peningkatan sumber daya manusia harus meliputi pula peningkatan kualitas pelayanan, untuk itu pengelolaan sumber daya manusia berupa pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi adalah satu keharusan yang dalam perwujudan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik. Hal ini dapat kita lihat pada kesungguhan kepala seksi dan beberapa pegawai. Misalnya kepala seksi, mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi bimbingan manasik, pelatihan ini bertujuan untuk menyertifikasi pemateri – pemateri manasik dalam memberikan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik, selain itu staf operator mengikuti orientasi system komputerisasi haji terpadu (siskohat). Pelatihan ini bertujuan membawa pengetahuan yang lebih mumpuni terhadap system komputerisasi haji terpadu pada seksi haji di Kementerian Agama Kabupaten Luwu, dan yang terakhir adalah staf pengelola keuangan, juga telah mengikuti bimbingan dan praktek (bimtek) pengelolaan anggaran pelaksanaan anggaran
operasional haji (PAOH) BPIH. Pelatihan ini tentunya diharapakan dapat membawa perubahan yang lebih signifikan terhadap laporan keuangan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) sehingga dapat mewujudkan akuntabilitas dalam penggunaan dana. Dalam bentuk pelaksanaan pengawasan dan penyelenggaraan ibadah haji dilakukan melalui beberapa cara: Pertama, Pengawasan internal dilakukan sejak pendaftaransampai pemberangkatan ke embarkasi di Makassar. Pengawasan internal dilakukan oleh inspektorat jendral (itjen) kementerian agama. Pada umumnya itjen menyelenggarakan fungsi pengawasan dan pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan administrasi umum, keuangan, dan kinerja; pelaporan hasil pengawasan dan pemeriksaan, serta pemberian usulan tindak lanjut temuan pengawasan dan pemeriksaan; pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut temuan pengawasan dan pemeriksaan; serta pengembangan dan penyempurnaan sistem pengawasan.
Dalam kegiatan sehari hari
pelayanan penyelenggaraan ibadah haji diawasi langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama selaku kepala staff penyelenggaraan ibadah haji (KMA No. 371 Tahun 2002) tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Kedua, adalah Pengawasan Eksternal (KPHI, BPKP, BPK). Pengawasan eksternal adalah pengawasan orang-orang di luar lembaga atau organisasi yang bersangkutan, pengawas eksternal ini juga dapat disebut sebagai pengawasan sosial atau sosial control dan pengawasan eksternal lainnya adalah Badan Pemeriksa Keuangan. BPK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dari hasil penelitian, khususnya pada aspek keberlanjutan pelayanan, pihak Kementrian Agama Kabupaten Luwu ternyata tidak hanya menyiapkan Petugas Kloter (PK) dan Petugas Non Kloter (PNK) selama musim haji berlangsung, akan tetapi pelayanan disektor yang lain juga menjadi prioritas terlaksananya akuntabilitas pelayanan public yang sehat. Hal ini terlihat dengan ditambahkannya beberapa petugas yang menyertai jamaah dalam setiap kloternya, intinya petugas ini bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan umum, pelayanan bimbingan ibadah dan pelayanan kesehatan yang ditempatkan di kelompok terbang selama musim haji berlangsung. Mengingat vitalnya peran medis selama musim haji berlangsung, maka khusus petugas kesehatan haji, perekrutannya diserahkan sepenuhnya kepada kementerian kesehatan, sedangkan petugas kloter diangkat oleh masing-masing kanwil kementerian agama disetiap propinsi masingmasing.
KESIMPULAN DAN SARAN Akuntabilitas pelayanan penyelenggaraan ibadah haji di kementerian agama kabupaten Luwu tidak dilaksanakan secara optimal. Hal ini tercermin dari beberapa indikator akuntabilitas manajerial yang digunakan, antara lain: pemanfaatan Asset, pengelolaan aset di kementerian agama kabupaten Luwu dikategorikan tidak optimal terbukti dengan asset haji yang belum dioptimalkan pengelolaannya oleh staf pelayanan penyelenggaraan haji. serta pada faktor efisiensi sumber daya manusia yang belum mendapat perhatian khusus pada kualitas pegawai dari tingkat pendidikan, kesesuaian jabatan, pendidikan dan pelatihan yang diikuti. Mengingat pentingnya kesemua hal diatas maka perlu dilakukan pembenahan total, hal tersebut meliputi pembenahan administrasi, pembenahan sumber daya, hingga pada penambahan alat teknologi yang uptodate.
DAFTAR PUSTAKA Aguk I. (2014). Prosedur Hitam Penyelenggaraan Haji. Bantul: Mutiara Ilmu. Creswell. (2009). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ditjen Kementerian Agama. (2002). Keputusan Menteri Agama (KMA No. 371). Jakarta. Dwiyanto. (2006). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Erfina. (2013). Akuntabilitas Manajemen Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Di Kabupaten Sidenreng Rappang). Makassar: Universitas Hasanuddin. Gie T.L. (1997). Ensiklopedia Administrasi. Jakarta: PT. Gunung. Krina L.L. (2013). Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi. Sekretariat Good Public Governance Bappenas: Jakarta. Kurniawan A. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan. Kumorotomo W. (2005). Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa pada masa transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurdiansyah. (2013). Akuntabilitas Pelayanan Publik (Studi Kasus Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Makassar). Universitas Hasanuddin: Makassar. Nijam A. (2004). Manajemen Haji Edisi Baru. Jakarta Selatan: Nizam Pers. Pasolog H. (2007). Teori Administrasi Publik. Bandung: CV. Alfabeta. Waluyo. (2007). Manajeman Publik (Konsep, aplikasi dan implementasinya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah). Bandung: Mandar Maju. Jurusan Ilmu Administrasi Fisip Unhas, 2010.