AKSES USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH……………………………..………………………………...(Gidion P. Adirinekso)
AKSES USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KE PERBANKAN DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAN SLEMAN Gidion P. Adirinekso Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. WahidinSudiroHusodo 5-25, Yogyakarta , 55224 E-mail :
[email protected]
ABSTRACT Many survei and research found that Micro, small and medium entreprizes, have some difficulties to access banking sector for a credit. Many constraints to the banking sector can be devided into two categories, first is financial factors and the other is non financial factors. Using logistic regression with 200 respondents, this paper want to identify key factors to access the bank. It found that financial factors did not cause their probability to acces the bank increasingly. But, non financial factor, that is their experiences to have relation with their supplier, was caused their probability to access bank sector significantly. From this result, the policy and framework to support Micro, small and medium entreprizes accessing the banking sectors should consider their relationships with their supplier, or more wider their communication and skill to make sustainable network. Keyword: Access to Banking, SMEs, Credit
PENDAHULUAN Bank Indonesia (2010) melaporkan perkembangan kredit ke usaha mikro, kecil dan menengah hingga triwulan IV 2010 1 mencapai Rp. 193,7 triliun atau naik sebesar 25,3% dari tahun sebelumnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa menurut penggunaannya, kredit itu dipergunakan untuk kredit konsumsi (50%), modal kerja 1
Kredit MKM terdiri dari : 1) Kredit mikro, yakni kredit dengan plafon sampai dengan Rp50 juta, 2) Kredit kecil, yakni kredit dengan plebilafon lebih dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta, dan 3) Kredit menengah, yakni kredit dengan plafon lebih dari Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar. Kredit MKM tidak termasuk kartu kredit yang pada posisi September 2010 mencapai Rp32,9 triliun dan sudah termasuk pembiayaan oleh Bank Umum Syariah serta penyaluran kredit oleh BPR Konvensional dan Syariah s.d September 2010.
(39,1%) dan investasi (10,8%). Perkembangan kredit mikro, kecil dan menengah ini juga lebih baik daripada kredit perbankan, dengan struktur alokasi kredit sekitar 41% untuk usaha kecil, untuk usaha mikro 30% dan usaha menengah 30%. Lebih lanjut, pertumbuhan kredit MKM pada triwulan IV 2010 lebih didominasi pertumbuhan kedit mikro, menengah dan kecil. Sedangkan di sisi lain, alokasi kredit untuk usaha mikro ternyata lebih banyak dalam kategori alokasi konsumsi, dibandingkan modal kerja ataupun investasi. Informasi di atas menunjukkan perkembangan yang baik untuk mendorong usaha mikro, kecil dan mene-ngah. Kemudian bahwa ada upaya pemerintah dalam mendorong usaha mikro, kecil dan 1
JRMB, Volume 6, No 1 Juni 2011
menengah untuk mendapatkan akses kredit. Berikut ini adalah data kredit yang disalurkan ke usaha UMKM di DIY tahun 2011. Besarnya kredit yang diberikan ternyata cukup tinggi. Apakah hal ini
mengindikasikan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah telah mengakses ke perbankan dengan mudah /lancar ?
Sumber: BIK BI (2011)
Sementara itu pengukuran pertumbuhan kredit usaha mikro kecil dan menengah di Propinsi DIY memperlihatkan dinamika yang menarik. Kredit usaha mikro yang awalnya bertumbuh tinggi, ternyata mengalami penurunan seiring waktu dan bahkan negatif.
2
Sedangkan kredit untuk usaha kecil dan menengah relatif tetap sepanjang pengamatan. Karena porsi yangbesar dari kredit usaha mikro yang mengalami penurunan pertumbuhan, maka keseluruhan kredit ke UMKM menjadi tidak berbeda.
AKSES USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH……………………………..………………………………...(Gidion P. Adirinekso)
Fakta di atas menimbulkan pertanyaan, mengapa terjadi pertumbuhan kredit yang semakin menurun. Apakah hal ini mengindikasikan bahwa akses ke perbankan semakin sulit? Padahal dalam kenyataannya terdapat banyak sekali upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait agar UMKM semakin mudah mengakses ke perbankan. Beberapa diantaranya adalah skim kredit yang disediakan pemerintah dimasa lalu, seperti: 12 (dua belas) skim kredit program bersubsidi; 16 (enam belas) skim kredit komersial; 2 (dua) jenis skema pembiayaan; 4 (empat) jenis pembiayaan bukan bank yaitu modal ventura, leasing, factoring; skema pegadaian; 4 (empat) skim penjaminan dan asuransi, dan; 9 (sembilan) skim pembiayaan sektoral. Upaya Bank Indonesia bekerjasama dengan pemerintah telah mendorong ketersediaan permodalan dari perbankan bagi UMKM. Sebagian upaya yang dilakukan adalah diterbitkannya Perpres Nomor 07 tahun 2005, dengan mengharuskan bank komersial mengalokasikan 20% dari kredit yang disalurkannya adalah untuk UMKM. Namunsetelah melalui berbagai kendala implementasi, angka sebesar 20% itu berangsur berubah menurun. BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) pada tanggal 2 April 2007. Peraturan ini motivasinya untuk memperlonggar sejumlah persyaratan kredit perbankan bagi UKM. Pelonggaran meliputi tiga hal, yaitu: 1) ketentuan kredit UKM dipermudah asal mampu membayar; 2) karena ada alasan force majeur UMKM menjadi tidak mampu; 3) kemudahan bagi perusahaan yang berada dalam induk perusahaan (holding) bermasalah, tetapi unit perusahaan dinilai sehat dan tak bermasalah, maka dapat diberikan kredit. Kemudian pada tahun yang sama, dikeluarkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang mengikutsertakan 6 (enam) bank
BUMN dan bank swasta nasional dengan sistem penjaminan dari pemerintah. Sementara itu dari sisi lain, hasil Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) yang dilakukan oleh Pemantauan Pelaksanaan Ekonomi Daerah (KPPOD) bersama dengan The Asia Foundation (TAF) menyatakan bahwa UMKM di daerah banyak yang masih mengeluhkan sulitnya pengurusan ijin usaha dan mengakses permodalan. Hal ini diperkuat oleh Bank Indonesia, bahwa baru 50% usaha mikro, kecil dan menengah yang tersentuh oleh perbankan. Fenomena di satu sisi tingginya jumlah dan variasi produk kredit yang ditawarkan oleh berbagai lembaga perbankan dan pertumbuhan yang semakin menurun dalam penyaluran kredit di sisi lain, memunculkan pertanyaan mendasar terkait akses UMKM ke perbankan untuk mendapatkan kredit. Jika faktor eksternal dari UMKM dalam penyediaan dan jumlah maupun variasi kredit cukup melimpah, maka bagaimana dengan faktor internal di dalam UMKM itu, sehingga pihak lain percaya untuk memberikan kredit. Paling tidak faktor internal UMKM dalam kaitannya akses ke perbankan bisa dikategorikan dalam 2 hal, faktor keuangan dan non keuangan. Penelitian ini secara sederhana ingin menguji secara empiris, faktor-faktor apa yang mendorong UMKM mampu mengakses perbankan. TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Ikhwan dan Himan (2011) mengungkapkan 3 faktor utama penyebab askes UMKM ke perbankan (Bank Umum) rendah. Tidak adanya agunan atau nilai agunan yang tidak mencukupi dengan nilai kredit yang dibutuhkan, sebagai faktor pertama. Kedua, ditinjau dari kelayakan usaha, maka usaha yang diajukan UKM untuk memperoleh kredit dari bank umum 3
JRMB, Volume 6, No 1 Juni 2011
dianggap tidak layak. Faktor yang ketiga adalah manajemen produksi dan keuangan yang dimiliki UKM relatif lemah dan pada umumnya tidak memiliki dokumen yang memadai. Studi AC Nielsen untuk ADB SME Development TA (Ikhwan dan Hiemann, 2001) terhadap 482 UKM di Semarang dan Medan, sekitar 30% responden yang membutuhkan kredit ternyata tidak mengajukan kredit ke bank umum. Beberapa hal yang menjadi persoalan yaitu: khawatir tidak memenuhi persyaratan (35%); Tidak tahu prosedur/ kurang informasi (27%); tidak memiliki jaminan kredit (26%); tidak memiliki NPWP (20%); belum layak memperoleh kredit (16%); tidak kenal dengan orang bank (10%); prosedur bank sulit dan berbelit-belit (10%). Diperoleh informasi bahwa dari 97 UKM yang mendapat kredit, sekitar 78% menyatakan faktor penentu adalah nilai tanah dan bangunan yang dimiliki. Syarif (2008) mengutip kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006 yang meragukan apakan bank umum telah menyalurkan kreditnya ke UMKM sebesar Rp. 186 triliun (hanya 14,17% dari total kredit perbankan). Hal ini disebabkan kriteria yang dipakai perbankan mengikuti standar BI disanggah oleh penemuan dari Wirayawan (2002) bahwa sebagian besar kelompok usaha mikro dan kecil tidak pernah mendapat kredit dari perbankan. Justru mereka yang bukan dalam kategori dimaksud yang mendapatkan kredit perbankan. Hal ini terkait dengan perilaku perbankan yang menggolongkan kedalam usaha mikro untuk kredit konsumsi rendah dan kredit untuk usaha kecil untuk aturan yang bersesuaian. Apa yang dinyatakan oleh Ikhwan dan Hilman serta didukung oleh penemuan dari penelitian Nielsen dan Wiryawan, cenderung memperlihatkan faktor penentu akses ke perbankan lebih ditentukan dari sisi UMKM itu sendiri. Hal ini cukup logis, jika kita melihat 4
berbagai upaya pemerintah dan Bank Indonesia dalam mendorong ketersediaan permodalan dari perbankan kepada UMKM. Hasil kajian dari Sri Lestari (2008) memperlihatkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan permodalan UMKM menghadapi empat masalah utama, yaitu: masih rendahnya akses UMKM terhadap berbagai informasi layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal, baik bank maupun non bank; prosedur dan persyaratan perbankan yang terlalu rumit, sehingga pinjaman yang diperoleh tidak sesuai dengan kebutuhan (jumlah dan waktu); dan tingkat bunga yang dibebankan dirasakan masih tinggi; kurangnya pembinaan dalam manajemen keuangan. Hal-hal ini yang menjadi sumber UMKM tidak bisa mengakses permodalan ke perbankan pada umumnya. Di sisi lain, hasil laporan BI (2010) memperlihatkan bahwa beberapa kendala bagi UMKM mengakses ke perbankan. Dimulai dari kendala terbesar, 35% UMKM khawatir tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bank; tidak tahu prosedur atau kurang informasi (27%); tidak memiliki jaminan kredit (26%); tidak memiliki NPWP (20%); belum layak memperoleh kredit (26%); tidak kenal dengan orang bank (10%); maupun prosedur bank yang sulit dan berbelit-belit (10%). Kondisi internal UMKM yang menjadi penentu agar bisa mengakses modal dari perbankan, ternyata cukup banyak yang ditentukan oleh faktor non keuangan dibandingkan faktor keuangan. Untuk itu dibuatlah model sederhana untuk masalah akses permodalan ke perbankan seperti di bawah ini. Berbagai kajian tentang UMKM menyebutkan bahwa faktor keuangan yang menonjol mempengaruhi akses permodalan ke perbankan adalah aset yang bisa diagunkan ke perbankan. Perbankan dalam kenyataannya tetap mengikut pakem
AKSES USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH……………………………..………………………………...(Gidion P. Adirinekso)
5C (Character, Capacity, Collateral dan Condition).
Capital,
Bagan 1: Model Akses UMKM atas Modal ke Perbankan
Capacity, Capital dan Collateral lebih terkait dengan faktor keuangan. Capacity artinya kecukupan arus kas untuk menanggung kewajiban dari debitur atas pembayaran dan pelunasan kreditnya. Arus kas yang dimiliki menjadi faktor utama untuk melihat kapasitas UMKM. Sedangkan capital merupakan laba bersih UMKM selama beberapa periode. Namun bagaimana arus kas dan laba bersih ini dapat dihitung dengan akurat memang menuntut UMKM memiliki manajemen dan administrasi keuangan yang baik, sehingga informasi yang menunjukkan bankable dapat dimunculkan. Akurasi kedua informasi ini memudahkan bagi analis kredit menghitung dan memperkirakan kapasitas UMKM untuk mengembalikan pinjaman modalnya. Menurut laporan penelitian oleh Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah memperlihatkan masih sulitnya UMKM untuk mengakses permodalan dari perbankan. Sedangkan data dari BI menunjukkan lebih dari 50% UMKM belum tersentuh perbankan. Collateral menunjukkan aset untuk melindungi utang yang dipinjam UMKM. Persyaratan aspek keuangan ini lebih mudah diidentifikasi oleh pihak perbankan dengan instrumen penilaiannya dalam survey sederhana. Dengan demikian, aspek persyaratan ini masih sangat mungkin untuk dipenuhi oleh UMKM itu sendiri,
terlepas dari besarannya. Hasil penelitian Untoro dan Perry Parjiyo tentang default risk dan penjaminan kredit UMKM (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2005) memperlihatkan bahwa agunan yang rendah (sebagian besar antara 0% hingga 37%) pada kredit UKM dapat menghasilkan default risk rata-rata 0,70% sepanjang fluktuasi harga aset tidak melebihi. Rendahnya default risk ini berarti bahwa agunan UMKM tidak perlu dicemaskan oleh pihak perbankan. Oleh karena itu, variabel ini akan dipilih sebagai indikator aspek keuangan. Condition atau cyclemerujuk pada kondisi usaha dan juga prospek usaha UMKM secara mikro dan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Kondisi ekonomi secara keseluruhan menjadi faktor eksternal UMKM, sehingga perhatian lebih kepada kondisi usaha (kelayakan usaha) dan prospek (kesinambungan usaha). Kedua hal ini juga membutuhkan informasi yang akurat dan harus didukung oleh manajemen keuangan dan sistem administrasi yang baik. Tiga indikator aspek keuangan, yaitu capacity, capital dan condition memerlukan waktu yang lama untuk diperoleh, sehingga hal ini menjadi bagian dari meningkatnya kerumitan prosedur bagi UMKM mendapatkan kredit permodalan dari perbankan. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata kerumitan prosedur itu 5
JRMB, Volume 6, No 1 Juni 2011
termasuk kendala bagi UMKM, atau yang banyak dikeluhkan untuk mendapatkan kredit dengan didukung oleh hasil penelitian tentang kondisi UMKM di Indonesia seperti diuraikan di atas. Character dari pengusaha UMKM merujuk pada integritas yang dimilikinya. Persoalannya bagaimana analis kredit mampu mendapatkan informasi tentang integritas dari pengusaha UMKM itu? Wawancara yang dilakukan tentu saja sangat membantu, namun juga sangat tergantung pada kepiawaian analis kreditnya. Oleh karena itu, untuk menilai integritas pengusaha UMKM bisa diproksi dengan lamanya dan banyaknya relasi yang dimiliki. Relasi yang dimaksudkan dalam paper lebih ke relasi supplier. Hal ini dianggap bisa mewakili, dengan anggapan bahwa semakin lama pengusaha berelasi dengan supplier maka memperlihatkan kredibilitas dari pengusaha itu. Kredibilitas mewakili unsur tidak hanya jujur, tetapi juga bisa dipercaya, dan memiliki integritas. Pengalaman berelasi dengan supllier secara tidak langsung menunjukkan kemampuan atau kualitas pengusaha dan kuantitas untuk mendapatkan informasi terkini. Relasi ke pelanggan memang penting, tetapi agak sulit untuk mengukur kadar kredibilitas pengusaha. Berdasarkan argumentasi di atas, maka untuk faktor aspek keuangan akan dilihat dari tiga indikator, yaitu kapasitas (capacity), modal (capital) dan agunan (collateral). Sedangkan untuk faktor non keuangan yaitu character, diproksi dengan lamanya berelasi dengan supplier. Dengan demikian, hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya adalah: H1: Kapasitas, Modal dan Agunan berpengaruh terhadap aksesibilitas UMKM ke perbankan. H2: Pengalaman berelasi dengan supplier berpengaruh terhadap aksesibilitas UMKM ke perbankan. H3: Faktor Jender berpengaruh terhadap aksesibilitas UMKM ke perbankan 6
METODA PENELITIAN Untuk menguji hipotesis tersebut diatas, maka akan dipergunakan model regresi logistik, yang dinyatakan sebagai berikut:
Jika y=1, menunjukkan bahwa UMKM yang bersangkutan telah mengakses ke perbankan melalui peminjaman kredit, dan 0 apabila belum bisa meminjam dari perbankan. Adapun faktor yang mempengaruhi kemungkinan akses ke UMKM dibedakan menjadi dua. Faktor-faktor tersebut adalah adalah faktor keuangan (Capacity, Capacital, Collateral (Aset)) dan faktor bukan keuangan (pengalaman/ memiliki suplier bagi input produksi, serta jender). Faktor keuangan UMKM seperti Capacity, Capital dan Collateral, mengikuti definisi dalam keuangan, dan data diperoleh melalui perhitungan individual. Sedangkan faktor non keuangan, yaitu character, susah untuk diperoleh. Karenanya sebagai proksi dalam penelitian ini akan menggunakan lamanya pengalaman pengusaha UMKM dalam berelasi, terutama dengan supplier. Faktor jender dimasukkan dalam model dalam kerangka untuk mengetahui apakah ada perbedaan probabilitas akses ke perbankan berdasarkan jender. Hal ini muncul untuk membuktikan apakah kerumitan atau kesulitan untuk mengakses ke perbankan disebabkan oleh perbedaan jender. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data survei ke UMKM di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman. Data tersebut mencakup 200 UMKM yang tersebar di kedua kabupaten.
AKSES USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH……………………………..………………………………...(Gidion P. Adirinekso)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan data pada tabel 1 memperlihatkan bahwa aspek keuangan seperti capacity, capital dan collateral secara statistik tidak signifikan. Artinya bahwa data yang di analisis tidak mendukung pada teori atau tidak dapat
menerima hipotesis yang diajukan. Faktor capacity, capital dan collateral tidak memperngaruhi pengusaha UMKM dalam mengakses kredit permodalan atau investasi dari perbankan. Dengan demikian, faktor keuangan tersebut tidak meningkatkan probabilitas pengusaha UMKM untuk dapat mengakses ke perbankan.
Tabel 1 Hasil Regresi Logistik Logistic regression
Number of obs LR chi2(5) Prob > chi2 Pseudo R2
Log likelihood = -113.73081 y
Coef.
cash cap col exp gen _cons
.0205804 .0230212 -.0001469 .0267607 .1635002 -1.625896
Std. Err. .0161222 .0158984 .0003366 .0152988 .3629359 .3910989
z 1.28 1.45 -0.44 1.75 0.45 -4.16
P>|z| 0.202 0.148 0.662 0.080 0.652 0.000
= = = =
200 7.81 0.1673 0.0332
[95% Conf. Interval] -.0110186 -.0081391 -.0008067 -.0032243 -.5478411 -2.392435
.0521793 .0541815 .0005128 .0567458 .8748415 -.8593557
Sumber: Data primer, 2011
Faktor capacity, yang diproksi dengan arus kas yang dimiliki oleh UMKM tidak menjadi faktor yang meningkatkan peluang mendapatkan kredit dari perbankan. Jika hal ini dilihat dari sisi perbankan, maka mereka mungkin tidak terlalu percaya dengan besarnya arus kas yang ada pada UMKM. Hal ini bisa muncul karena persoalan tata kelola UMKM yang belum benar-benar established seperti halnya perusahaan besar atau perusahaan profesional lainnya. Faktor capital ternyata tidak mempengaruhi probabilitas untuk mendapatkan kredit permodalan ke perbankan. Hal ini mengindikasikan bahwa modal yang dimiliki UMKM di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung
Kidul tidak cukup penting dalam pengambilan keputusan perolehan kreditnya, atau bisa jadi bukan faktor yang memang tidak dipertimbangkan. Rata-rata modal yang dimiliki UMKM di dua kabupaten tersebut ternyata memang relatif rendah untuk bisa mendapatkan dukungan dari pihak perbankan. Faktor collateral yang dimiliki oleh UMKM di kedua kabupaten ternyata tidak berpengaruh terhadap probabilitas mengakses kredit ke perbankan. Hal ini mendukung hasil penelitian dari Untoro dan Warjiyo (2005) bahwa besarnya agunan memiliki default risk yang rendah bagi perbankan. Perbankan di dua kabupaten tersebut sudah memahami kondisi UMKM sehingga agunan yang 7
JRMB, Volume 6, No 1 Juni 2011
menjadi persyaratan telah dipenuhi oleh UMKM, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan. Faktor non keuangan dalam model ada dua, yaitu pengalaman berelasi dengan supplier dan jender. Pengalaman berelasi dengan supplier yang relatif lama, menyebabkan akses UMKM ke perbankan di kedua kabupaten ini dipengaruhi probabilitasnya. Arah koefisien yang positif, menunjukkan bahwa semakin lama UMKM memiliki relasi ke supplier, maka akses ke perbankan semakin mudah. Dengan demikian, justru faktor non keuangan yang penting atau harus diperhatikan bagi UMKM dalam mengakses kredit perbankan. Implikasinya, upaya-upaya pengembangan UMKM bisa difokuskan pada pengembangan keahlian pengusaha UMKM dalam komunikasi dan informasi untuk mengembangkan networking yang kuat. Faktor jender dari pengusaha UMKM, ternyata tidak signifikan mempengaruhi aksesibilitas ke perbankan. Ini berarti tidak ada perbedaan antara pengusaha pria dan wanita dalam kemampuannya mengakses perbankan. Hal ini berimplikasi pada sifat netralitas perbankan dalam melayani nasabah. Konstanta dari hasil regresi memperlihatkan pengaruh yang signifikan. Hal ini, berarti memperlihatkan bahwa faktorfaktor di luar faktor keuangan dan non keuangan (pengalaman dan jender) berpengaruh negatif terhadap probabilitas UMKM mengakses ke perbankan. Faktorfaktor yang berpengaruh negatif itu termasuk diantaranya yaitu: kemampuan mendapatkan informasi atau prosedur kredit yang benar tentang perbankan; tidak ber-NPWP; tidak mempunyai keberanian untuk
8
meminjam dan menggunakan konsumsi untuk usaha.
kredit
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, faktor keuangan ternyata tidak menjadi faktor penjelas dari aksesibilitas UMKM ke perbankan di Kabupten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman. Kedua, faktor non keuangan, seperti pengalaman berelasi dengan suplier ternyata mempengaruhi aksesibilitas UMKM di Kabupaten Gunug Kidul dan Kabupaten Sleman untuk mendapatkan kredit ke perbankan.Ketiga, jender pengusaha UMKM di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman, tidak berkontribusi terhadap kemampuan UMKM mengakses kredit dari perbankan. Saran Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal yang bisa menjadi saran. Pertama, kondisi internal UMKM lebih banyak menjadi kendala dalam melakukan akses ke perbankan, untuk itu kebijakan pengembangan UMKM perlu juga difokuskan pada peningkatan kondisi internal UMKM yang lemah. Kedua, kemampuan UMKM menjalin relasi yang berkesinambungan, mampu meningkatkan kemampuan UMKM dalam mengakses kredit dari perbankan. Ketiga, penelitian ini hanya terbatas pada Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman, akan lebih baik bila cakupan area di tingkat nasional, untuk mendapatkan potret yang lebih tepat.
AKSES USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH……………………………..………………………………...(Gidion P. Adirinekso)
DAFTAR REFERENSI Anonim, 2006. Annual Report Bank Indonesia2006. Jakarta: Bank Indonesia Ikhwan, A. and Hiemann, W.2001. Strategies to Enhance Market-Based Lending to SME.Jakarta: Kementrian Koperasi dan UKM Subandi, S. 2008. Potensi Pengembangan Permodalan UMKM dari Pinjaman Perbankan. Kementrian Koperasi dan UKM. SriLestari, H.2008. Perkembangan dan Strategi Pengembangan Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kementrian Koperasi dan UKM Syarif, T.2008. Proporsi Penyaluran Dana Perbankan untuk UMKM. Kementrian Koperasi dan UKM. Untoro dan Warjiyo, P. 2005. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Default Risk dan Penjaminan Kredit UKM Wooldrigde, J. M. 2009. Introductory Econometrics : A Modern Approach. Forth Edition.Canada: South Western Cengage Learning. Akses Pembiayaan: Asupan Segar Untuk Peningkatan Daya Saing UKM http://ditjenpdn.kemendag.go.id/inde x.php/public/information/articlesdetail/berita/30 Cs_of_credihttp://www.investorwords.co m/1/5_Cs_of_credit.html#ixzz1X2ys z1oN
9