Analisis Upaya Perusahaan Daerah Air Minum (PAM Jaya) DKI Jakarta dalam Menurunkan Tingkat Kehilangan Air (Studi Kasus: Area P-08 dan P-09, Jakarta Utara) Adzania Wulandari dan Amy Yayuk Sri Rahayu Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ABSTRAK Pelayanan penyediaan air minum di DKI Jakarta memiliki berbagai permasalahan, salah satunya adalah kehilangan air. Kehilangan air terdiri atas kehilangan fisik dan kehilangan komersil. Kondisi pelayanan penyediaan air minum di DKI Jakarta dianggap rumit dan lambat, maka sejak tahun 1998, PAM Jaya mengadakan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan mitra swasta untuk menjalankan kegiatan operasional. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan upaya PAM Jaya dalam menurunkan tingkat kehilangan air, terutama di area P-08 dan P-09, Jakarta Utara, dalam posisinya sebagai perencana dan pengawas kegiatan operasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah Perjanjian Kerjasama yang dilakukan menyebabkan terbatasnya peran PAM Jaya dalam penurunan kehilangan air, termasuk upaya-upaya yang dapat dilakukan PAM Jaya. Hal tersebut menyebabkan banyak target teknis dan pelayanan yang telah ditetapkan bersama tidak dapat dipenuhi mitra swasta. Beberapa indikator dalam target teknis dan pelayanan mengalami kemunduran, termasuk tingkat kehilangan air yang masih tinggi. Kata Kunci: Penyediaan air; PAM Jaya; PKS; kehilangan air ABSTRACT The public service for water in DKI Jakarta is having many obstacles and problems; one of the biggest problems is non-revenue water. There are two (2) types of Non-Revenue Water (NRW), real losses or apparent losses. Since 1998, PAM Jaya holds a partnership agreement with the private sector to run the operational activities. This research’s purpose is to figuring out the efforts from PAM Jaya in decreasing non-revenue water, especially in area P-08 and P-09, North Jakarta. After the partnership agreement with private sector, PAM has limited role in public service for water, as a planner and a supervisor. This research’s approach is qualitative with method of depth interview and document study. The results of this research are that PAM Jaya has a limited role after the agreement with private sector. The limited role of PAM Jaya causing impact for the operational activities, caused the level of non-revenue water is remained high even after the agreement with private sector. Keywords : Non revenue water; PAM Jaya; agreement
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
LATAR BELAKANG MASALAH Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Kotler, pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik (Sinambela, 2008, p. 5). Salah satu pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah adalah penyediaan air bersih. Tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Begitu pentingnya keberadaan air bagi manusia, maka air bersih (selanjutnya akan disebut air minum) menjadi pelayanan publik yang harus disediakan pemerintah. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3), disebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Hal ini menunjukkan bahwa air adalah sumber daya alam yang sangat vital bagi masyarakat dan dikuasai oleh negara, dan sepenuhnya menjadi hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan publik air bersih/minum dari pemerintah. Pelayanan air bersih di Indonesia masih menjadi perdebatan dari tahun ke tahun akibat banyaknya permasalahan yang ada, sehingga mengakibatkan pelayanan belum maksimal. Salah satu masalah yang ada dalam penyediaan air bersih kepada masyarakat adalah kehilangan air. Kehilangan air bersih perpipaan atau air PAM sering disebut sebagai nonrevenue-water (NRW), atau ada juga yang menggunakan istilah unaccounted for water (UFW). Sederhananya adalah air bersih hasil olahan yang tidak menjadi pendapatan (revenue) pengelola karena kesalahan pengelolaan dan sebab-sebab lain disebut secara umum sebagai “kebocoran”. (Djamal dkk, 2009 p. 1). Kehilangan air terdiri atas dua jenis, yaitu kehilangan air fisik dan kehilangan air komersil/non fisik. Kehilangan air fisik/teknis dipahami sebagai kehilangan air secara fisik dari sistem yang bertekanan, sampai dengan titik meter air pelanggan, atau kehilangan air pada sistim distribusi, termauk di dalamnya kebocoran pipa, joint, fitting, kebocoran pada tangki dan resevoir, air yang melimpah keluar dari rservoir, dan open-drain atau sistem blowoffs yang tidak memadai. Kehilangan ini disebut sebagai real losses. Kehilangan air komersil/non fisik merupakan kehilangan yang berakibat pada hilangnya penerimaan atas pengelolaan air, termasuk di dalamnya meteran yang tidak akurat hingga penggunaan air secara tidak sah atau illegal, sehingga disebut sebagai apparent losses, atau perhitungan untuk semua tipe dari ketidakakuratan termasuk meter air produksi dan meter air pelanggan,
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
ditambah konsumsi tidak resmi (pencurian air illegal) (Thornton, dalam Djamal dkk, 2009, p. 8). DKI Jakarta memiliki tingkat kehilangan air yang tinggi. Menurut Palyja sebagai mitra kerja PAM Jaya, pada akhir tahun 2011 air tidak berekening (ATR) di wilayah yang dikelola Palyja diperkirakan lebih besar dari 35%. PAM Jaya dan mitra kerja Palyja membagi wilayahwilayah ke dalam Permanent Area (PA) yaitu suatu area yang jaringan pipa distribusinya dibentuk sedemikian rupa untuk memudahkan pendeteksian arus air baik yang masuk maupun yang keluar. Untuk wilayah pelayanan Palyja, mereka membagi menjadi tiga wilayah pelayanan, yaitu Unit Pusat Pelayanan Barat (UPPB), Unit Pusat Pelayanan Pusat (UPPP), dan Unit Pusat Pelayanan Selatan (UPPS). PAM Jaya bersama mitra swasta (Palyja) menetapkan daerah di Jakarta Utara yang dijadikan fokus utama untuk menurunkan tingkat kehilangan air, yaitu di daerah UPP Pusat 08 dan UPP Pusat 09 (selanjutnya akan disebut P08 dan P-09) yang merupakan daerah operasional Palyja. Daerah P-08 dan P-09 mencakup daerah Jakarta Utara, yaitu sekitar Pluit, Bandengan, Mangga Dua, dan Lodan. Alasan penetapan area P-08 dan P-09 sebagai area fokus penurunan kehilangan air antara lain karena lokasinya yang dekat dengan laut, sehingga kondisi airnya tidak memungkinkan untuk dikonsumsi, hal tersebut menyebabkan warga di area pelayanan P-08 dan P-09 harus menggunakan pelayanan air perpipaan. Distribusi dan konsumsi di area UPP Pusat, dimana P-08 dan P-09 berada, merupakan yang terbesar dari tahun 2008-2011. Begitu pula dengan target kehilangan air yang ditetapkan untuk area P-08 dan P-09 masih banyak yang belum tercapai, sehingga area P-08 dan P-09 termasuk sembilan area yang menjadi kontributor terbesar kehilangan air di DKI Jakarta. Selain itu indikasi adanya sambungan tidak resmi (Illegal Connection/IC) atau pemakaian tidak resmi (Illegal Using/IU) di UPP Pusat lebih tinggi daripada area lain yaitu UPP Barat dan UPP Selatan (PAM Jaya, 2012). Sejak tahun 1998 diadadan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan dua mitra swasta, Palyja dan Aetra, untuk melaksanakan kegiatan operasional. Hal ini menyebabkan PAM Jaya berperan sebagai perencana, pendamping serta pengawas operasional dalam penyediaan air minum. Kerjasama yang dilakukan oleh PAM Jaya dengan mitra swasta pada kenyataannya tidak membawa perubahan yang signifikan untuk perbaikan pelayanan penyediaan air minum, termasuk dengan masalah kehilangan air. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan batasan penelitian, yaitu peneliti lebih mengamati upaya-upaya dalam penurunan kehilangan air, terutama dari PAM Jaya sebagai perencana, pendamping, dan pengawas utama, mulai dari produksi, distribusi sampai konsumsi (pelanggan).
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
Pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PAM Jaya DKI Jakarta sebagai organisasi publik (posisi sebagai perencana dan pengawas) dalam menurunkan tingkat kehilangan air (Studi: Area Pelayanan P-08 dan P-09 (Pluit dan sekitarnya), Jakarta Utara)? Lebih lanjut, peneliti juga mengajukan lima sub-pertanyaan dari pertanyaan besar penelitian tersebut, antara lain: Bagaimana gambaran umum penyediaan air minum di DKI Jakarta dan apa dasar pemberlakuan Perjanjian Kerja Sama?; Apa saja permasalahan yang timbul dalam pelayanan penyediaan air minum, termasuk kehilangan air, serta apa dasar penetapan area P-08 dan P-09 sebagai daerah fokus?; Bagaimana posisi PAM Jaya setelah adanya Perjanjian Kerja Sama?; Apa saja upaya-upaya yang dilakukan PAM Jaya dalam posisinya sebagai perencana dan pengawas dalam menurunkan kehilangan air?; dan Bagaimana perubahan yang terjadi setelah adanya PKS dalam kegiatan operasional penyediaan air minum, termasuk kehilangan air? Tujuan penelitian ini antara lain: Menggambarkan penyediaan air minum di DKI Jakarta dan apa dasar pemberlakuan Perjanjian Kerja Sama; Menggambarkan permasalahan yang timbul dalam pelayanan penyediaan air minum, termasuk kehilangan air, dasar penetapan area P-08 dan P-09 sebagai daerah fokus; Menggambarkan posisi PAM Jaya setelah adanya Perjanjian KerjaSama; Menggambarkan upaya-upaya yang dilakukan PAM Jaya dalam posisinya sebagai perencana dan pengawas dalam menurunkan kehilangan air; dan Menggambarkan perubahan yang terjadi setelah adanya PKS dalam kegiatan operasional penyediaan air minum, termasuk kehilangan air. TINJAUAN TEORITIS B. Libois dalam Haryatmoko (2011, p. 13) mendefinisikan pelayanan publik sebagai “semua kegiatan yang pemenuhannya harus dijamin, diatur, dan diawasi oleh pemerintah, karena diperlukan untuk perwujudan dan perkembangan kesaling-tergantungan sosial, dan pada hakikatnya, perwujudannya sulit terlaksana tanpa campur tangan kekuatan pemerintah. Dalam definisi tersebut: terkandung gagasan ingin meningkatkan solidaritas sosial, memerangi egoisme yang tidak rasional untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sosial dalam rangka pencapaian tujuan kolektif. Ada tiga ciri yang menandai pelayanan publik : (i) ada perbedaan kualitatif antara kegiatan yang diakui sebagai pelayanan publik dan kegiatan yang datang dari inisiatif dan tujuan pribadi atau swasta; (ii) perbedaan pelayanan publik ini berarti lebih penting dibanding dengan kegiatan-kegiatan lain sejenis, maka diatur secara khusus; (iii) pelayanan publik mempunyai legitimasi publik yang melekat pada kekuasaan negara.
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
Pelayanan publik tidak bisa direduksi hanya pada kehidupan kolektif yang administrasinya diatur oleh negara. Manajemen baru administrasi publik membuat batas-batas antara pemerintah, swasta, dan sektor-sektor non profit semakin kabur sehingga pelayanan publik memiliki makna yang lebih luas. Beragamnya sektor penyedia layanan publik, mobilitas, dan perubahan dari penyedia jasa/kerja, mengakibatkan perubahan besar di dalam pelayanan publik (Haryatmoko, 2011, p. 13). Apabila
pelayanan publik diserahkan kepada pihak non-pemerintah, perlu
didefinisikan secara khusus bagaimana bentuk pelayanan itu: (i) Pemerintah perlu mengatakan kepada produktor swasta atau asosiasi nirlaba apa yang dikehendaki, (ii) Landasan utama penyerahan kepada pihak swasta atau asosiasi nirlaba adalah demi efisiensi dan efektivitas, (iii) perlu diperhatikan agar pengalihan penyelenggaraan pelayanan publik itu tetap mempertimbangkan kesetaraan ekonomi, artinya masyarakat yang lebih lemah ekonominya tetap mendapat pelayanan yang memadai, (iv) pelayanan publik harus tetap menjamin tidak adanya diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Maka harus jelas ukuran dari pihak pemerintah tentang definisi pelayanan publik (Kolthoff, dalam Haryatmoko, 2011, p 14). Selain itu, Kolthoff juga megungkapkan pengalihan pelayanan publik ke pihak swasta atau pihak ketiga lainnya perlu memperhitungkan dua hal, yaitu bentuk kualitas pelayanan dan sektor pelayanan. Belum tentu kalau ditangani pemerintah menjadi lebih murah. Bisa saja karena monopoli dan korupsi, pelayanan publik justru menjadi lebih mahal dan kualitasnya rendah. Munculnya sektor publik ini karena ada kebutuhan masyarakat secara bersama terhadap barang atau layanan tertentu. Untuk menghindari terjadinya alokasi dan distribusi barang atau layanan umum yang tidak adil maka pengaturan pengalokasian dan pendistribusiannya diserahkan kepada pihak (pengurus) tertentu. Warga masyarakat akhirnya membayar sejumlah pajak untuk mendukung pengaturan barang atau layanan umum oleh pengurus tersebut. Dalam perkembangannya, sektor publik megalami perubahan-perubahan sehingga sering menjadi bias dengan sektor privat (swasta) (Mahsun, 2009, p. 7) Sektor publik eksis karena dibutuhkan. Jadi keberadaan sektor publik di tengah masyarakat tidak bisa dihindarkan (inevitable). Masyarakat membutuhkan regulasi yang mengatur pemakaian barang-barang publik (public goods). Dalam perkembangannya, sektor publik sangat berperan dalam pengaturan public goods tersebut sehingga dapat didistribusikan kepada segenap masyarakat secara adil dan merata. Menurut Jones (1993) dalam Mahsun (2009, p. 8), peran utama sektor publik mencakup tiga hal, yaitu regulatory role, enabling role dan direct provision of goods and services.
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
Mendiskusikan batas antara sektor publik dengan sektor swasta tidak akan pernah ada habisnya. Terlalu sulit untuk menarik garis lurus yang bisa memisahkan secara tegas area sektor publik dengan area sektor swasta. Salah satu cara yang bisa membantu membedakan area kedua sektor publik dan swasta tersebut adalah dengan berpedoman pada kategorisasi tipe barang atau pelayanan, yaitu pure public goods, quasi public goods, quasi private goods, dan pure private goods (Mahsun, 2009, p.9). Ada area yang merupakan titik potong (intersection) antara sektor publik dengan sektor swasta, terutama yang berhubungan dengan quasi public goods dan quasi private goods. Interseksi ini menunjukkan area sektor publik yang pengelolaannya dilakukan bersama-sama dengan sektor swasta dan juga area sektor swasta yang pengelolaannya dilakukan bersama-sama dengan sektor publik karena menyangkut investasi yang besar. Dalam kenyataannya tidak semua barang atau jasa dapat dikelompokkan ke dalam pure public goods dan pure private goods. Sebagian besar jenis barang atau jasa justru merupakan perpaduan antara pure public goods dan pure private goods. Quasi public goods dan quasi private goods merupakan barang atau jasa hasil interseksi antara pure public goods dan pure private goods. Pure public goods dan pure private goods tidak terpisah dan berdiri sendiri, tetapi saling bersinggungan sehingga menghasilkan jenis barang atau jasa yang bercirikan quasi public dan quasi private (Mahsun, 2009, p.12). Nurcholis (2005: p. 289) memberikan ciri-ciri untuk memperjelas mana barang dan jasa yang termasuk sektor publik, mana barang dan jasa yang termasuk sektor privat, dan mana barang dan jasa yang termasuk keduanya, sebagai berikut: Barang dan jasa yang termasuk sektor privat; Disediakan oleh lembaga privat/swasta, Perusahaan yang memproduksi bertujuan mencari untung, Hanya orang yang bisa membayar yang dapat mendapatkannya; Barang dan jasa yang termasuk sektor publik: Disediakan oleh negara, Negara harus menyediakan barang tersebut tanpa dikaitkan dengan kondisi dan/atau latar belakang publik seperti aspirasi politik, agama, suku, sosial budaya dan etnisitas, Barang dan jasa yang termasuk antara sektor publik dan sektor privat: Disediakan oleh BUMN/BUMD dengan penugasan oleh negara, Barang tersebut merupakan kebutuhan dasar, kebutuhan hajat hidup orang banyak, Orang yang memanfaatkan harus membeli dengan harga terjangkau, Disediakan secara terus menerus dalam kondisi apapun. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian ini bersifat deskriptif, manfaat penelitian bersifat murni, dan dimensi waktu
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
penelitian bersifat cross sectional yang dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013 yang berlokasi di Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya), Pejompongan, Jakarta Pusat. Teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Data yang dikumpulkan dan diperoleh dalam penelitian ini ialah data primer dengan menggunakan hasil wawancara mendalam dengan narasumber-narasumber terkait, yaitu Manager dari sub-divisi produksi, Manager dari sub-divisi distribusi, dan manager dari sub-divisi pelanggan, Divisi Teknis dan Pelayanan, PAM Jaya; Kepala Bagian Umum Badan Pendukung Penyelenggaran Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian Pekerjaan Umum; Anggota Bagian Hukum Badan Regulator PAM Jaya; dan pelanggan air di Pluit, Jakarta Utara. Data sekunder berasal dari dokumen-dokumen dan stud kepustakaan yang berasal dari PAM Jaya, maupun internet dan media lainnya. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah laporan dari mitra swasta dan PAM Jaya terkait pelaksanaan kegiatan operasional, terutama yang terkait dengan penurunan kehilangan air, seperti target kehilangan air, pencapaian mitra swasta dalam menurunkan kegiatan air; Laporan Tim Monitoring Kehilangan Air (Non Revenue Water) PAM Jaya tahun 2012; Kaijan dari IUWASH mengenai non revenue water mitra swasta Palyja; dan laporan dari BPPSPAM dan Badan Regulator mengenai kinerja PDAM DKI Jakarta. Setelah peneliti mengumpulkan data primer dan sekunder melalui wawancara dan studi dokumentasi, selanjutnya peneliti melakukan analisis data. Teknis analisis data dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu hasil dari wawancara yang dalam penelitian ini dilakukan melalui rekaman, akan diformat melalui transkrip data menjadi bentuk verbatim wawancara. Setelah data ditranskrip menjadi format verbatim, lalu akan dilakukan pengorganisasian dan kategorisasi data, setelah itu data akan diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti terkait dengan penggunaan data. Setelah analisis terhadap hasil wawancara, selanjutnya akan dilakukan analisis terhadap hasil studi dokumentasi. Semua dokumen yang diperoleh dari studi dokumentasi tersebut akan diformat menjadi skrip analisis dokumen dan menjadi data pendukung untuk hasil dari pengumpulan teknik wawancara. Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan dan kekurangan dalam proses pelaksanaannya, dan sedikit banyak berpengaruh terhadap hasil penelitian. Adapun keterbatasan yang dialami oleh peneliti adalah peneliti tidak berhasil melakukan wawancara dengan mitra swasta, terutama dengan Palyja selaku operator di Jakarta Utara.
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
HASIL PENELITIAN Pelayanan penyediaan air minum kepada masyarakat merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, terutama di DKI Jakarta yang masih menghadapi berbagai persoalan, sehingga membutuhkan bantuan untuk menyelenggarakan penyediaan air dengan mengadakan kerjasama dengan mitra swasta yang disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS). Dalam hal ini, PKS menempatkan posisi PAM Jaya yang berbeda dari sebelumnya, dimana PAM Jaya melepas kewenangan untuk melakukan kegiatan operasional, mulai dari penyediaan bahan baku, pengolahan, pendistribusian ke pelanggan, hingga melakukan penagihan atas rekening yang harus dibayarkan pelanggan. Setelah PKS, semua kegiatan operasional diserahkan kepada oleh mitra swasta. PAM Jaya sebagai BUMD yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah harus menjalankan perannya sebagai organisasi pemerintah. Dengan peran yang terbatas pasca diberlakukannya PKS, PAM Jaya harus melakukan peran sebagai organisasi publik. Sebagaimana yang diungkapkan Jones (1993) dalam Mahsun (2009, p. 8), PAM Jaya harus menentukan regulasi-regulasi untuk menjamin bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama, dalam hal ini memperoleh pelayanan penyediaan air minum, itulah regulatory role yang dijalankan PAM Jaya. Dengan area sektor publik yang sulit dipisahkan dengan swasta, menyebabkan air termasuk dalam quasi private goods, sehingga PAM Jaya harus mengendalikan dan mengawasi dengan sejumlah regulasi yang tidak merugikan publik, dimana PAM Jaya harus mengatur dan memastikan kinerja mitra swasta juga baik, sehingga tidak merugikan pelanggan yang telah membayar, itulah peran PAM Jaya dalam direct provision of goods and services. Namun ternyata dalam pelaksanaannya selama 15 tahun, setelah kegiatan operasional diserahkan kepada swasta, justru tidak membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Berbagai target teknis dan pelayanan harus di re-basing untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kemampuan mitra swasta, namun pada akhirnya banyak yang tetap tidak mampu dipenuhi mitra swasta. Termasuk dalam menurunkan tingkat kehilangan air, upaya yang dilakukan PAM Jaya sebatas sebagai pengawas dan pendamping dari kegiatan operasional, serta memberikan rekomendasi apa yang harus dilakukan pihak mitra swasta. Namun seringkali rekomendasi itu tidak digubris, sehingga salah sasaran. Akibatnya PAM Jaya harus menyatakan dengan tegas bahwa langkah yang diambil mitra swasta tidak tepat sasaran, sehingga investasi tersebut tidak akan diakui. Dalam pelaksanaannya, tetap saja PAM Jaya dan mitra dianggap dalam posisi yang sejajar, bahkan kadang kala pihak mitra merasa berada di atas pihak PAM Jaya. Seharusnya pihak PAM Jaya memiliki kekuasaan atau posisi
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
yang dapat memiliki pengaruh terhadap swasta, agar dalam pelaksanaan kegiatan operasional, tidak terjadi kelonggaran atau hal yang akan merugikan pihak PAM Jaya, yang dalam jangka panjang akan merugikan negara dan masyarakat. PEMBAHASAN Air merupakan public goods, karena air merupakan kebutuhan utama setiap manusia, namun bila penggunaannya tidak diatur akan menghilangkan kesempatan orang lain untuk menggunakannya, sehingga penggunaannya harus diatur oleh Pemerintah. Pengaturan tersebut adalah dengan dikenakan biaya penggunaan, dari kombinasi pajak dan pungutan, sehingga pada akhirnya air termasuk dalam mixed goods (Rahayu, 1997). Menurut Mahsun (2009, p. 7-13), air termasuk quasi private goods yaitu barang atau jasa hasil interseksi antara pure public goods dan pure private goods. Quasi private goods sudah mulai masuk pada mekanisme pasar meskipun pemerintah masih ikut mengendalikan. Hal ini dapat dilihat sekarang kegiatan operasional sudah dipegang mitra swasa dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Pemerintah dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bekerjasama dengan PAM Jaya, Badan Regulator, dan BPPSPAM PU untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan operasional dan mendiskusikan masalah tarif. Alasan yang mendasari dilakukannya kerjasama dengan swasta adalah karena membutuhkan investasi untuk memperluas layanan pemberian air minum, yang pada saat itu tidak mampu dipenuhi sepenuhnya oleh Pemerintah, dalam hal ini PAM Jaya sebagai BUMD yang bertanggung jawab atas pelayanan tersebut. Pemerintah DKI Jakarta melihat pelayanan penyediaan air bersih/minum kepada masyarakat yang belum maksimal, disertai dengan kebutuhan akan peningkatan pelayanan secara berkualitas dan berkontinuitas, khusunya untuk cakupan pelanggan yang semakin tinggi. Belum lagi dengan kondisi finansial PAM Jaya yang kurang memadai untuk mendapatkan dukungan dari sektor perbankan untuk memperluas jaringan pelayanan. (Djamal: 2011, h.19). Hal ini juga disertai dengan proses birokrasi yang lambat, sehingga masuknya investasi dari pihak swasta diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan penyediaan air minum, atau dengan kata lain adalah untuk percepatan pelayanan. Pelayanan penyediaan air minum di DKI Jakarta yang dilakukan oleh PAM Jaya dianggap lambat oleh pemerintah, sehingga menjadi alasan untuk mengundang pihak swasta untuk menjadi mitra pemegang konsesi pelayanan PAM Jaya milik Pemerintah Daerah dalam kurun waktu tertentu, yaitu selama 25 tahun. Dalam 25 tahun kerjasama yang disepakati, Pemerintah DKI Jakarta dan PAM Jaya berharap dengan diserahkannya kegiatan operasional
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
kepada pihak swasta, maka pelayanan penyediaan air minum kepada masyarakat DKI Jakarta dapat meningkat. Sejak diberlakukannya PKS secara efektif pada tahun 1998, kegiatan operasional dalam pelayanan penyediaan air minum di DKI Jakarta tidak lagi dilakukan oleh PAM Jaya, melainkan diserahkan kepada dua mitra swasta, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (Aetra). Oleh karena itu, peran PAM Jaya tidak sebesar sebelumnya, yaitu masa sebelum diberlakukannya PKS dalam pelayanan penyediaan air minum kepada masyarakat DKI Jakarta. Pasca diberlakukannya PKS, hak operasional menjadi hak penuh/otoritas yang dimiliki oleh mitra swasta, sehingga menempatkan PAM Jaya dalam peran yang lebih terbatas, yaitu sebagai perencana dan pengawas dalam pelayanan penyediaan air minum atau supervisor, dengan target-target teknis dan pelayanan yang menjadi indikator penilaian kinerja mitra swasta. Sepeti yang telah disebutkan dalam latar belakang, bahwa kehilangan air di DKI Jakarta masih tinggi, yaitu berada dikisaran angka 43%, dan masih di atas rata-rata nasional, yang berkisar di angka 30% (BPPSPAM PU, 2012). Dalam latar belakang masalah, telah disebutkan bahwa cita-cita nasional adalah bisa menurunkan tingkat kehilangan air hingga mencapai angka 20%, hal ini pula yang ingin diwujudkan dalam pelayanan pemberian air minum di DKI Jakarta. Namun hal tersebut nampaknya cukup sulit untuk diwujudkan, bahkan setelah dilakukannya kerja sama dengan mitra swasta dalam kegiatan operasional. Target teknis yaitu persentase (%) kehilangan air yang ditetapkan bersama dalam PKS untuk tahun 1998 sampai 2008, tidak mampu dicapai dengan baik, sehingga perlu dilakukan re-basing atau perubahan ulang dalam indikator tersebut, yaitu pada tahun 2003 dan 2008. DKI Jakarta memiliki tingkat kehilangan air yang lebih tinggi dibanding dengan daerah lain di Indonesia, terutama di Jakarta Utara, tepatnya area P-08 dan P-09. Area P-08 dan P-09 memiliki alasan mengapa dijadikan area fokus penurunan kehilangan air. Alasan tersebut berasal dari sektor produksi, distribusi dan pelanggan. Dari sektor produksi, alasan penetapannya adalah dari sisi geografis/lokasi P-08 dan P-09 yang dekat laut maka air tanahnya tidak mungkin digunakan, Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang jauh, rata-rata berada di Jakarta Pusat, sehingga tidak ada alternatif lain bagi warga yang bermukim di area P-08 dan P-09 selain menggunaakan air perpipaan. Alasan penetapan dari sektor distribusi adalah tidak seluruh wilayah dipenuhi dengan perpipaan, hal ini menyebabkan cakupan pelayanan (coverage) yang kurang, adanya illegal settlement atau kependudukan tidak resmi yang mempengaruhi database pelanggan dan prosedur permintaan penyambungan layanan, serta kualitas pipa di Jakarta Utara yang kebanyakan masih menggunakan pipa besi sehingga
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
potensi kebocoran akibat karat, dan berlubang dari pipa juga besar. Alasan dari sektor pelanggan antara lain adanya illegal consumption atau pemakaian tidak resmi, supply yang terbatas sehingga air menjadi barang rebutan, adanya tindakan pencurian air, adanya taksasi/perkiraan pencatatan tidak tepat, serta perbedaan tarif atau ketidaksesuaian antara golongan dengan tarif yang seharusnya dibayarkan, sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak pengelola. Setelah adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS), ada perbedaan yang jelas dalam posisi dan peran PAM Jaya setelah diberlakukannya PKS. Wewenang PAM Jaya untuk melaksanakan kegiatan operasional telah diserahkan kepada mitra swasta, sehingga PAM Jaya memiliki peran yang terbatas dalam pelayanan pemberian air minum di DKI Jakarta, yaitu sebagai perencana dan pengawas. Menurut pihak PAM Jaya, yaitu manager sub-divisi distribusi Divisi Teknis dan Pelayanan, harapan dan kewajiban dari pihak PAM Jaya adalah ingin memberikan pelayanan penyediaan air secara merata sehingga dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Namun sejak PAM Jaya memiliki peran yang terbatas dalam penyediaan air mium, maka hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi upaya yang dapat dilakukan PAM Jaya untuk menurunkan kehilangan air. PAM Jaya bersama mitra swasta memiliki target yang telah disepakati bersama dalam Perjanjian Kerja Sama. Target teknis dan pelayanan itulah yang menjadi tolok ukur kinerja mitra swasta, ada angka/nominal/presentase yang harus dicapai oleh mitra swasta dalam menjalankan kegiatan operasional. Target-target inilah yang bisa menjadi alat “pengikat” mitra swasta, yang dalam termasuk upaya PAM Jaya untuk menurunkan kehilangan air, terutama kehilangan air fisik. Target pertama adalah target teknis, terdiri atas volume atas air yang terjual, jumlah produksi air, tingkat kehilangan air (non revenue water), jumlah sambungan, dan rasio cakupan pelayanan. Target pelayanan terdiri atas kualitas air, tekanan air, costumer care atau layanan pelanggan, penanganan gangguan rutin yang terjadi dalam penyediaan air, dan jumlah sambungan baru. Bila dalam kegiatan operasional mereka mampu mencapai target tersebut, maka kinerja mereka dianggap baik. Begitu pula sebaliknya, bila tidak memenuhi indikator/komponen yang ada dalam standar teknis, maka kinerjanya dapat dianggap tidak baik dan bisa dikenakan sanksi atau denda. Menurut Manager sub-divisi produksi PAM Jaya, mitra swasta bisa dikenakan sanksi atau denda bila tidak memenuhi target yang ditetapkan, namun ada catatan bila mereka tidak berhasil memenuhi target selama tiga bulan berturut-turut. Jika lebih dari tiga bulan, maka mereka tidak dikenakan sanksi atau denda. Namun Manager sub-divisi produksi PAM Jaya tidak menyebutkan secara spesifik bahwa itu adalah langkah yang dilakukan dalam sektor
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
produksi, sehingga terdapat kemungkinan bahwa itu adalah langkah yang diambil oleh PAM Jaya secara keseluruhan, bukan oleh sub-divisi tertentu. Pihak mitra swasta berkewajiban untuk melaporkan setiap kegiatan dalam operasional kepada pihak PAM Jaya secara rutin setiap bulan. Dari laporan tersebut, pihak PAM Jaya akan mengkaji apa yang menjadi masalah dan mengevaluasi mengapa hal tersebut bisa terjadi. PAM Jaya sebagai pengawas berhak untuk turun ke lapangan sebagai supervisor, serta mendampingi mitra swasta dalam kegiatan operasional untuk memastikan operasional berjalan dengan baik, atau untuk memastikan bahwa kajian dan evaluasi yang diakukan PAM Jaya terhadap laporan kegiatan mitra swasta akan ditindaklanjuti dengan baik. Masalah kehilangan air merupakan masalah penting yang menjadi prioritas dalam pelayanan penyediaan air di DKI Jakarta. Pertemuan antara pihak mitra swasta dengan PAM Jaya untuk membahas mengenai kehilangan air dilakukan secara khusus dan terpisah dengan pertemuan/rapat rutin yang lainnya, supaya pembahasan akan lebih fokus dalam menurunkan tingkat kehilangan air. Pertemuan akan membahas mengenai kajian dan evaluasi dari laporan, serta tindak lanjut yang dilakukan oleh mitra swasta. Hal ini perlu dilakukan karena tidak semua kegiatan tindak lanjut didampingi oleh PAM Jaya, karena jumlah program/tindak lanjut yang begitu banyak dan ada keterbatasan jumlah karyawan dari PAM Jaya. Selain itu masih ada warga yang tidak tahu atas perpindahan tugas untuk melaksanakan kegiatan operasional pada swasta sehingga mengakibatkan mitra swasta tidak maksimal dalam mengambil tindakan. Setelah pertemuan tersebut, PAM Jaya juga mengevaluasi lagi kegiatan operasional serta tindak lanjut apa yang tidak mereka lakukan. Bila ada rekomendasi tindak lanjut yang tidak mereka kerjakan, maka PAM Jaya dapat memberikan teguran kepada mitra swasta. Namun ada langkah-langkah yang dapat diambil pihak PAM Jaya bila mitra swasta tidak menjalankan rekomendasi yang telah disepakati bersama. PAM Jaya dapat bertindak untuk tidak mengakui investasi yang dilakukan oleh mitra swasta. PAM Jaya sebagai pengelola yang lebih berpengalaman memiliki pemahaman atas masalah apa yang sebenarnya terjadi dalam kegiatan operasional serta merekomendasi apa tindak lanjut yang harus dilakukan oleh mitra swasta. Dalam merencakan dan membuat program kegiatan operasional selama lima tahun, PAM Jaya dan mitra swasta duduk bersama untuk membahas rencana kerja yang akan datang. PAM Jaya sebagai pihak yang berpengalaman tentu memiliki pandangan mengenai masalah apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang harus segera diperbaiki. Kedua belah pihak akan berunding untuk menyepakati apa yang menjadi rencana kerja dan program untuk lima tahun mendatang. Namun hal tersebut terkadang tidak diterima
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
sepenuhnya oleh mitra swasta, karena mitra swasta memiliki pendapat sendiri mengenai masalah yang terjadi. Tindak lanjut yang sesuai dengan pendapat mitra swasta sendiri boleh untuk diakukan, asal tepat sasaran dan membawa dampak baik bagi pelayanan. Namun bila tidak tepat sasaran atau tidak memiliki dampak baik bagi pelayanan, tentunya akan merugikan. Pengaruh dari tidak dilakukannya rekomendasi tindak lanjut yang telah disepakati bersama, atau tindak lanjut mitra swasta yang tidak memberikan dampak baik adalah tidak diakuinya investasi yang dilakukan oleh mitra swasta. Tentunya hal itu berpengaruh kepada Capex (Capital Expenditures) atau nilai investasi yang mereka tanamkan dalam kegiatan operasional/tindak lanjutnya tersebut, yang tidak akan diakui oleh PAM Jaya sebagai pihak pertama, PAM Jaya tidak akan menyepakati untuk menyetujui investasi yang salah sasaran tersebut, sehingga dana yang digunakan mitra swasta untuk investasi tidak akan direimburse. Kehilangan air yang berasal dari kehilangan non fisik/komersil juga sangat besar, sehingga perlu ada upaya yang berfokus pada pencegahan dan penurunan kehilangan air komersil. Salah satunya yang dilakukan PAM Jaya untuk menangani kehilangan air secara komersil adalah memperhatikan karakteristik masyarakat. Karakteristik masyarakat sangat penting untuk diperhatikan, karena hal itu berpengaruh terhadap kehidupan di daerah tersebut. Selain memperhatikan karakteristik masyarakat, PAM Jaya juga harus memperhatikan masalah illegal settlement yaitu kependudukan yang tidak resmi, sehingga tidak menjadi pelanggan air perpipaan, namun dapat memicu adanya tindakan illegal lainnya dari masyarakat. Selain itu, historikal pipa disana juga harus diperhatikan, mempelajari apa yang bermasalah untuk dilaporkan kepada mitra swasta untuk segera dilakukan tindak lanjutnya. Namun terkadang karena ada alasan investasi yang tidak mudah untuk dilakukan, maka tindakan yang diambil oleh mitra swasta akan bertahap. Tidak dapat dipungkiri potensi terjadinya kehilangan air di sektor pelanggan cukup besar, terutama kehilangan air secara non-fisik atau komersil. Hal ini menimbulkan kecenderungan dari masyarakat untuk melakukan tindakan illegal, seperti pencurian air atau memanipulasi meter air agar perhitungannya tidak akurat. Jika hal ini dibiarkan akan menimbulkan kerugian yang besar, maka sudah seharusnya diambil langkah untuk dapat mengurangi potensi kehilangan air dari tindakan illegal tersebut. PAM Jaya, terutama subdivisi pelanggan melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi potensi kehilangan air non fisik/komersil. Salah satu cara untuk menurunkan kehilangan air adalah dengan mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, yang disebut dengan temu pelanggan. Dalam temu pelanggan yang rutin dilakukan dua minggu sekali ini, tempatnya akan bergilir atau berpindah, jadi
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
tidak hanya di satu tempat saja. Dalam temu pelanggan ini salah satunya menggunakan pendekatan religius. Dengan pendekatan religius tersebut, diharapkan adanya kesadaran dari masyarakat bahwa melakukan tindakan illegal, seperti pencurian air atau memanipulasi rekening/meter air adalah perbuatan yang tidak terpuji, sehingga dengan kesadaran ini diharapkan dapat mengurangi tindakan masyarakat untuk melakukan tindakan illegal. Namun ternyata hal tersebut bertentangan dengan apa yang diungkapkan pelanggan di Pluit, sebagai berikut, “Oh nggak ada kayaknya yang begitu seinget saya yah, kalau yang semacam dikumpulin gitu (temu pelanggan), saya rasa nggak ada. Kalau ke rumah-rumah gitu mereka sering.” (Hasil wawancara dengan Ibu T, 8 Mei 2013) Selain mengadakan temu pelanggan, upaya lain yang dilakukan PAM Jaya sebagai pengawas adalah mendata dan memperbaharui status pelanggan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kehilangan air bisa terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara kelompok/golongan pelanggan dengan konsumsi airnya. Artinya seorang pelanggan harus masuk ke dalam kelompok/golongan yang sesuai dengan jumlah konsumsi airnya, sehingga tarif yang dibebankan akan tepat dan sesuai. Bila ada pelanggan yang jumlah konsumsinya tidak sesuai dengan kelompok/golongan dan tarif yang dibayarkannya, maka akan dilakukan penyesuaian status pelanggan oleh PAM Jaya, serta dilakukan penagihan atas pembayaran/rekening yang masih kurang. Bila pelanggan tidak setuju, maka akan dilakukan pencabutan sementara oleh mitra swasta atas rekomendasi PAM Jaya sampai masalah yang ada selesai. Selain melakukan pemutakhiran/pembaharuan dalam status pelanggan, PAM Jaya juga melakukan pengamatan-pengamatan yang ada di lapangan, bagaimana kehidupan masyarakat sehari-hari dalam mengkonsumsi air. Banyak praktik illegal yang dilakukan masyarakat yang mengakibatkan kerugian bagi pihak penyedia layanan air minum, yang sebenarnya dalam jangka panjang dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Hal tersebut bisa merugikan karena pendapatan yang seharusnya masuk ke rekening penyedia layanan akhirnya tidak masuk akibat ulah masyarakat yang ingin menguntungkan diri sendiri. Hal tersebut mengakibatkan pihak penyedia layanan air minum harus menanggung biaya operasional yang lebih tinggi, karena tidak tertutup akibat banyak pendapatan (revenue) yang hilang, baik karena tindakan illegal maupun ketidakseuaian antara konsumsi dengan tarif yang dibayarkan. Pengawasan untuk menurunkan tingkat kehilangan air yang dilakukan oleh PAM Jaya dilakukan dengan berbagai hal, serta dibantu oleh lembaga-lembaga lain yang terkait, seperti Badan Regulator PAM Jaya, serta Pemerintah Daerah setempat. Hal ini dilakukan untuk
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
meningkatkan awareness masyarakat, dan menghindari tindakan-tindakan ilegal yang lebih jauh, serta membantu dalam menginvestigasi daerah-daerah tertentu yang menjadi sorotan. Pihak PAM Jaya sebagai pengawas berhak untuk turun ke lapangan untuk melakukan survey dan pengecekan atas kegiatan operasional yang dilakukan mitra swasta. Bila ada temuan yang mencurigakan maka akan segera dievaluasi dan dilaporkan ke mitra untuk ditidaklanjuti, namun yang berhak melakukan tindakan operasional adalah tetap mitra swasta. Sederhananya, pihak PAM Jaya merupakan pendamping dan pendukung mitra swasta dalam melaksanakan kegiatan operasional dalam menyediakan air minum kepada masyarakat, “Iya, ada yang turun ke lapangan, begitu juga untuk NRW. Cuma kami tidak action saja, untuk memutus dsb, karena kami gak punya hak, hak itu sudah kami serahkan ke mitra untuk pelaksanaannya, tapi kami tetap membantu.”.(Hasil wawancara dengan Manager Sub-Divisi Pelanggan PAM Jaya, 26 April 2013). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa PKS telah berjalan selama 15 tahun, dari tahun 2008 hingga 2013. Namun dalam pelaksanaannya ternyata belum maksimal, banyak target teknis dan pelayanan yang tidak mampu dicapai oleh mitra swasta, sehingga perlu dilakukan re-basing dua kali terhadap target kehilangan air, yaitu pada tahun 2003 dan 2008. Peningkatan pelayanan yang diharapkan tidak sepenuhnya tercapai, bahkan menurut pihak PAM Jaya, banyak pelayanan dalam penyediaan air minum yang justru mengalami kemunduran. Hal tersebut berdasarkan analisa pihak PAM Jaya mengenai target/standar teknis dan pelayanan, salah satunya adalah jumlah produksi air. Dalam pernyataan diatas disebutkan bahwa tidak ada penambahan jumlah produksi air, padahal jumlah penduduk di DKI Jakarta terus meningkat, berarti ada penambahan jumlah pelanggan air minum perpipaan di DKI Jakarta. Hal ini mengakibatkan adanya ketidakseimbangan antara jumlah produksi dengan jumlah pelanggan, sehingga pasti ada pelanggan yang tidak terlayani atau tidak kebagian air. Hal ini menandakan bahwa salah satu indikator dari target/standar teknis, yaitu jumlah produksi air, tidak dapat dicapai oleh mitra swasta. Selain indikator dari target teknis yaitu jumlah produksi air yang tidak terpenuhi, indikator lain yang belum terpenuhi adalah indikator dari target pelayanan, yaitu kualitas air. Kualitas air di DKI Jakarta sejak dikelola oleh mitra swasta tidak mengalami perkembangan yang berarti, hanya stagnan, bahkan di beberapa tempat kualitasnya justru memburuk. Manager sub-divisi distribusi PAM Jaya Bapak Efendi membandingkan dengan masa sebelum diberlakukannya PKS, dimana PAM Jaya membuat fasilitas air minum yang dapat langsung di minum, di area-area tertentu, contohnya adalah di Ragunan. Namun sekarang fasilitas tersebut sudah jarang sekali ditemui bahkan hampir tidak ada. Untuk
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
dikonsumsi/diminum, masyarakat harus memasak air terlebih dahulu, dan tidak sedikit masyarakat yang membeli air isi ulang untuk minum, yang mana kualitasnya belum tentu terjamin. Selain itu, cukup banyak permasalahan yang terjadi setelah adanya kerjasama dengan mitra swasta ini. Investasi yang sering tidak tepat sasaran, serta rekening yang semakin merugi akibat banyaknya penagihan yang tidak tertagih. Manager sub-divisi distribusi PAM Jaya membandingkan dengan masa sebelum PKS, dimana PAM Jaya berhasil melakukan penagihan hingga 99%, karena sistemnya yang door to door, sehingga masyarakat tidak bingung. Setelah perjanjian PKS, pembayaran dilakukan dengan sistem perbankan, dimana banyak masyarakat yang belum mengerti. Dengan adanya sebagian masyarakat yang tidak mengerti dengan prosedur pembayaran, disinilah juga terjadi potential loss, atau kerugian akibat kehilangan biaya yang harusnya diterima. Menurut Manager sub-divisi distribusi PAM Jaya, PKS ini diberlakukan justru menimbulkan jumlah utang yang bertambah bagi PAM Jaya, dimana dalam perjanjian seharusnya PAM Jaya bisa bebas dari utang. Hal ini tentu tidak sesuai dengan prinsip kerja sama yang saling menguntungkan dan saling mendukung, namun malah memberikan beban yang semakin berat. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis yang telah dilakukan, maka penelitian ini memiliki beberapa simpulan. Adapun simpulan-simpulan tersebut, antara lain adalah: penyediaan air minum di DKI Jakarta merupakan kerja sama antara pemerintah dengan sektor swasta, karena air termasuk quasi private goods, sehingga penyediaannya bekerja sama dengan sektor swasta. Dasar pemberlakuan PKS adalah untuk percepatan pelayanan akibat birokrasi yang lambat, adanya kebutuhan akan peningkatan pelayanan secara berkualitas dan berkontinuitas, disertai kondisi finansial PAM Jaya yang tidak sehat sehingga perlu masuk sektor swasta untuk berinvestasi dalam pelayanan penyediaan air minum di DKI Jakarta; Salah satu permasalahan yang timbul dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta adalah masalah kehilangan air, dimana presentase kehilangan di DKI Jakarta mencapai 43%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Penetapan area P-08 dan P-09 sebagai area fokus terdapat dari sektor produksi yaitu geografis yang dekat laut dan jauh dari pusat pengolahan air; sektor distribusi yaitu coverage yang kurang, illegal settlement dan kualitas pipa; sektor pelanggan yaitu adanya konsumsi dan sambungan illegal, ketidaksesuaian status pelanggan dengan tarif, serta pencatatan rekening meter yang tidak tepat; Posisi PAM Jaya dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta setelah Perjanjian Kerja Sama (PKS) adalah sebagai perencana dan
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
pengawas atas kesepakatan PKS tersebut, dalam hal ini adalah pelaksanaan kegiatan operasional. Kegiatan operasional sepenuhnya diserahkan kepada mitra, sehingga PAM Jaya berfungsi untuk menjadi perencana dan pengawas kegiatan operasional yang dilakukan swastal; Upaya yang dilakukan PAM Jaya dalam menangani kehilangan air sebagai perencana dan pengawas antara lain, untuk kehilangan fisik adalah “mengikat” mitra swasta dengan target teknis dan pelayanan, memberikan sanksi dan denda, mengkaji laporan rutin mitra swasta, memberikan rekomendasi tindakan, tidak menyepakati investasi. Untuk kehilangan komersil adalah memperhatikan karakteristik masyarakat, mengadakan temu pelanggan, mengupdate status pelanggan, survey dan turun lapangan; dan Perubahan setelah PKS dalam pelayanan air minum dan penurunan kehilangan air justru tidak bergerak ke arah yang lebih baik. Beberapa target teknis dan pelayanan tidak berhasil dicapai oleh mitra swasta, dan kerugian lain setelah PKS, antara lain banyaknya rekening yang tidak tertagih serta utang PAM Jaya yang semakin besar. SARAN Setelah dilakukan pengumpulan data serta analisis hasil penemuan lapangan, ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan, antara lain:Target teknis dan pelayanan yang ditetapkan bersama hendaknya dapat memicu kinerja swasta untuk bekerja dengan lebih baik. Hal ini diperlukan karena dengan longgarnya target teknis dan pelayanan, disertai adanya re-basing maka keadaan yang diharapkan untuk dapat memperbaiki pelayanan penyediaan air minum, termasuk kehilangan air tidak akan akan tercapai karena targetnya rendah; adanya penyebab dari masing-masing sektor yang mengakibatkan terjadinya kehilangan air, maka PAM Jaya sebagai perencana harus duduk bersama dengan mitra swasta untuk memberikan rekomendasi tindakan yang tepat bagi setiap penyebab, serta sebagai pengawas maka PAM Jaya harus benar-benar turun ke lapangan untuk mendampingi mitra swasta dalam kegiatan operasional untuk memastikan bahwa rekomendasinya dilaksanakan dan tepat sasaran.
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Djamal, Irzal dkk. (2009). Penurunan Kehilangan Air: Pengalaman Jakarta setelah kerjasama pelayanan air minum pemerintah swasta 1998-2008. Jakarta: Penerbit Badan Regulator PAM Jakarta. Djamal, Irzal dkk. (2011). Aspek Hukum Kerja Sama Antara Pemerintah dan Swasta di Bidang Penyediaan Air Minum. Jakarta: Badan Regulator PAM DKI Jakarta. Haryatmoko. (2011). Etika Publik Untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH). (2012) Konsep Laporan Akhir: Kajian Non Revenue Water (Air Tak Berekening) Palyja – DKI Jakarta, 2012. Jakarta: USAID PAM Jaya. (2012). Laporan Tim Monitoring Kehilangan Air (NRW) Desember 2012. Jakarta: PAM Jaya Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH). (2012) Konsep Laporan Akhir: Kajian Non Revenue Water (Air Tak Berekening) Palyja – DKI Jakarta, 2012. Jakarta: USAID Kruha. (2005). Kemelut Sumber Daya Air: Menggugat Privatisasi Air di Indonesia. Yogyakarta: LAPERA Pustaka Utama. Lembaga Administrasi Negara. (2003). Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Mahsun, Mohamad. 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta Nurcholis, Hanif. (2005) Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Edisi Revisi). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Rahayu, Amy Sri. 1997. Fenomena Sektor Publik, dan Era Service Quality (SERVQUAL). Jurnal Bisnis dan Birokrasi/No.1/Vol.III Sinambela, Lijan Poltak. (2008). Reformasi Pelayanan Publik: Teori Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: PT Bumi Aksara
Analisis upaya..., Adzania Wulandari, FISIP UI, 2013