ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN SUBANG Aulia Baroroh, Tuty Handayani, Triarko Nurlambang Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
ABSTRAK perubahan iklim mempengaruhi pola musim dan ketersediaan air, sehingga mengakibatkan perubahan lingkungan bagi petani padi. Perubahan lingkungan yang terjadi menyebabkan perubahan perilaku, yaitu adaptasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan adaptasi yang dilakukan oleh petani padi pada perbedaan wilayah ketinggian. Adaptasi yang dilakukan petani padi adalah untuk menyesuaikan diri terhadap dampak-dampak perubahan iklim pada tanaman padi. Bentuk adaptasi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Perbedaan keadaan lingkungan dalam penelitian ini adalah pebedaan wilayah ketinggian, dimana mempengaruhi pula perbedaan budaya bertani yang pada akhirnya mempengaruhi perbedaan pola adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan petani berupa teknologi, sumber pendapatan, dan perubahan pola tanam, dimana wilayah ketinggian 25-500m memiliki kapasitas adaptif yang paling tinggi dan wilayah ketinggian diatas 500m memiliki kapasitas adaptif paling rendah.
1. PENDAHULUAN Dampak terhadap pertanian dan ketahanan pangan produksi beras di Indonesia sangat bergantung pada pola musim penghujan, yang berdampak sangat penting pada pertanian selama musim basah (utama) dan musim kemarau (kedua). Musim basah pada umumnya terjadi pada periode Oktober sampai Maret dan menghasilkan 60% produksi beras nasional. Musim kemarau terjadi antara April sampai September, selama periode tersebut produksi pertanian selebihnya dihasilkan. Penyimpangan musim hujan selama 19971998 menyebabkan pengurangan pertanaman padi sekitar 380.000 ha (3,4% kurang dari musim basah sebelumnya). Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus merupakan penyumbang atau kontributor produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah pada tahun 2009 tercatat seluas 84.167 hektar atau sekitar 41,71% dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Sebagai penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional, Kabupaten Subang pada tahun 2009 menyumbangkan produksi padi yang mencapai 1.128.353 ton terhadap stok padi nasional. Produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan
1
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
basah 1.121.600 ton dan sisanya dari ladang. Selain itu, pada tahun 2009, 43,28% penduduk di Kabupaten Subang bekerja di bidang pertanian (Subang dalam angka 2010). Perilaku petani padi salah satunya dipengaruhi oleh keadaan alam atau gejala perubahan alam yang tentunya berbeda di setiap wilayah ketinggian karena tiap wilayah ketinggian memiliki karakteristik fisik tersendiri. Gejala perubahan alam tersebut salah satunya adalah gejala perubahan iklim global yang menimbulkan perilaku adaptasi tertentu. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti mengenai pola adaptasi petani padi terhadap perubahan iklim di Kabupaten Subang pada tiga wilayah ketinggian yang berbeda, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola adaptasi yang dilakukan oleh petani padi di Kabupaten Subang di wilayah ketinggian yang berbeda dalam meghadapi dampak-dampak dari perubahan iklim yang terjadi.
2. TINJAUAN TEORITIS Adaptasi menurut Soemarwoto (1991), yaitu kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannnya yang dapat terbagi menjadi beberapa cara melalui 1. Proses fisiologis, 2. adaptasi morfologi, 3. adaptasi kultural atau perilaku yang di dalamnnya termasuk penerapan teknologi dan pranata sosial khususnya bagi makhluk hidup. Holahan (1982), menggambarkan dalam sebuah diagram hubungan antara kondisi lingkungan, adaptasi psikologis, dan fenomena perilaku.
(Sumber: Holahan, 1982) Kondisi Lingkungan
Adaptasi Psikologis
Fenomena Perilaku
Ekologi merupakan ilmu yang memelajari mengenai interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya. Sedangkan Ekologi budaya mempelajari suatu cara dimana kebudayaan digunakan untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungannya (Mark, 2010). Selanjutnya, Mark juga menjelaskan bahwa yang menjadi pokok penekanan dalam ekologi budaya adalah konsep perubahan dan adaptasi terhadap perubahan. Lingkungan yang dinamis menyebabkan variasi perubahan dalam skala ruang dan waktu. Perubahan lingkungan tersebut memerlukan repon yang membuat manusia harus beradaptasi terhadap perubahan perubahan lingkungan yang selalu dinamis, yang memerlukan dua 2
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
mekanisme, yaitu mekanisme biologis dan budaya. Dalam Ekologi budaya pula, adanya kelangkaan sumberdaya alam membuat manusia berupaya lebih dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Upaya-upaya tersebut dapat berupa eksploitasi sumberdaya alam yang dapat dilihat dari adaptasi dalam bentuk teknologi di lingkungan mereka (Steward, dalam Gunn 1980). Pengaruh utama dari ketinggian adalah menurunnya tekanan udara seiring dengan naiknya ketinggian (Singh, 2004). Pada daerah tropis, wilayah ketinggian merupakan pembeda yang signifikan pada penggunaan tanah untuk pertanian (Klages dalam Singh, 2004). Coppock (1964) menekankan bahwa ada suatu batas ketinggian tertentu yang menguntungkan untuk lahan pertanian yang tidak dapat ditemukan pada batas ketinggian lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pertnaian tertentu memiliki kesesuaian dengan ketinggian tertentu pula. Selanjutnya Singh juga menjelaskan pengaruh lainnya dari semakin tingginya ketinggian terhadap pertanian adalah menurunnya suhu udara, meningkatnya curah hujan, meningkatnya kecepatan angin, kondisi tanah yang kurang subur, dan relief yang curam. Dampak terhadap pertanian dan ketahanan pangan produksi beras di Indonesia sangat bergantung pada pola musim penghujan, yang berdampak sangat penting pada performa pertanian selama musim basah (utama) dan musim kemarau (kedua). Oleh karena itu tejadinya perubahan iklim tentunya juga mempengaruhi produksi beras atau pertanian padi. Beberapa indikator perubahan iklim antara lain adalah kecenderungan peningkatan suhu udara, perubahan pola distribusi dan intensitas hujan dan peningkatan muka laut. Perubahan-perubahan tersebut akan mengakibatkan implikasi yang serius pada tanaman padi. Terdapat tiga faktor kerentanan pangan terkait dengan tanaman padi akibat fenomena prubahan iklim, diantaranya adalah anomali curah hujan, persentase luas areal sawah yang gagal panen akibat banjir, kekeringan, dan hama penyakit; serta persentase luas areal yang mengalami resiko degradasi lahan akibat erosi, banjir, atau longsor. Kenaikan suhu udara akan meningkatkan kebutuhan air oleh tanaman untuk melakukan evapotranspirasi, yaitu proses gabungan antara transpirasi tanaman dengan evaporasi tanah yang terjadi bersamaan. Tingkat ketersediaan air bagi suatu pertanaman berpengaruh pada proses pembukaan stomata dan laju fotosintesis. Salah satu indikator dari proses ini adalah laju transpirasi tanaman, sehingga jika air tersedia cukup untuk proses transpirasi maka laju fotosintesis akan berlangsung dengan optimal dan sebaliknya, jika air tidak tersedia terus menerus maka tanaman akan mengalami cekaman 3
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
(stress) air sehingga menjadi kering dan akhirnya mati, sehingga akan mengurangi luas panen suatu pertanaman padi (Ritchie, 1972).
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang melakukan interpretasi terhadap fenomena sosial yang ditemukan di lapangan secara mendalam, menekankan pada makna, dan tidak menekankan pada generalisasi. Data yang terkumpul berupa kata-kata atau gambar dan tidak menekankan pada angka. Peneliti bersifat sebagai instrumen kunci sehingga subjektivitas peneliti dianggap sah sebagai bagian dari pembahasan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana petani padi di Kabupaten Subang beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim terkait dengan ketinggian wilayah pertanian padi tersebut. Bila dimasukkan dalam ranah disiplin ilmu geografi, penelitian ini dapat dikelompokkan dalam human geography dan perilaku keruangan atau spatial behavior. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan analisis induktif dengan melakukan pendekatan ekologis, dimana dalam analisis selalu menekankan pengaruh lingkungan terhadap manusia, dalam hal ini pengaruh dampak perubahan iklin terhadap perilaku petani padi. Penelitian ini juga menekankan upaya pengungkapan fakta dan mendeksripsikan adaptasi yang dilakukan petani-petani padi di Kabupaten Subang terhadap perubahan iklim secara mendalam dalam usahanya untuk tetap bertani padi dan bertahan hidup. Adaptasi yang diamati mencakup perubahan perilaku petani padi dalam menyesuaikan perubahan lingkungan yeng terkait dengan dampak-dampak dari perubahan iklim. Perubahan lingkungan tersebut dapat berupa perubahan ketersediaan air, perubahan populasi hama, dan perubahan musim. Dalam pertanian padi, ketersediaan air, musim, dan hama merupakan hal yang sangat berpengaruh. Pemahaman petani padi bagaimana melakukan adaptasi dipengaruhi oleh pengalaman bertani dan pengetahuan lingkungan yang dimiliki oleh petani. Adaptasi yang dilakukan tentunya akan berbeda pada ketinggian yang berbeda pula karena tiap perbedaan ketinggian memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda, sehingga memunculkan perilaku adaptasi yang berbeda pula.
4
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, dampak perubahan iklim di Kabupaten Subang terhadap pertanian digambarkan dalam skema dibawah:
Peningkatan Populasi Hama
Peningkatan suhu ratarata
Perubahan Ketersediaan air Perubahan pola dan inensitas curah hujan
Perubahan Iklim
Perubahan musim / jumlah bulan basah Kekeringan
Iklim Ekstrem
Gagal Penen Banjir
Bentuk Adaptasi Terhadap Pergeseran Musim Wilayah Ketinggian 0-25 m Wilayah ini merupakan wilayah dataran rendah dengan luas 92.639,7 hektar. Sampel di wilayah dataran rendah di Kecamatan Ciasem, Desa Sukamandi dan Desa Margasari, dimana memiliki luas lahan pertanian padi yang paling luas dan jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani padi terbanyak di wilayah dataran rendah Kabupaten Subang. Sawah padi di wilayah dataran rendah, khususnya di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Subang tidak memiliki pergantian tanaman, sepanjang tahun hanya ditanami padi, dengan sebagian besar berupa sawah irigasi. Air irigasi tersebut dialirkan dari Waduk Jatiluhur. Terjadinya penurunan jumlah bulan basah dari periode tahun 1996-2000 hingga
5
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
periode 2006-2009 tidak berpengaruh banyak terhadap pertanian padi di wilayah dataran rendah karena pertanian padi di wilayah tersebut merupakan sawah irigasi. Pasokan air yang didapat dari Jatiluhur tersebut dialirkan sepanjang musim. Dalam hal ini, petani padi tidak mengalami perubahan lingkungan akibat dampak perubahan iklim yang terkait dengan ketersediaan air, sehingga tidak ada perubahan perilaku unuk melakukan adaptasi. Oleh karena itu, petani tetap melakuakan pola tanam yang sama tiap tahunnya, yaitu memuali musim tanam padi yang pertaman pada bulan Oktober, selama 110-120 hari dan dipanen pada bulan Januari. Setelah itu, sawah didiamkan selama satu bulan. Masa tanam yang kedua dimulai pada bulan Maret dan panen pada bulan Juni. Lalu sawah didiamkan selama 2 – 3 bulan sampai menunggu datangnya masa tanam berikutnya. Selama tanah didiamkan menunggu masa tanam, petani biasanya pergi ke daerah lain untuk menjadi petani pekerja agar mendapatkan uang. Tabel Pola tanam padi wilayah ketinggian 0-25m
Bulan Kegiatan Lahan 1
2
3
4
5 6
7
8 9
10
11 12
Penaburan Benih Pemeliharaan (pempukan, pengairan, penyiangan Panen masa tanam pertama (musim hujan) masa tanam kedua (musim kemarau)
Pada wilayah ini, setelah panen yang kedua yaitu pada bulan Juni, tanah di bera atau didiamkan, tidak ditanami apapun untuk selama 2-3 bulan sampai mulai masa tanam berikutnya. Selama 2-3 bulan tersebut, petani padi baik pemilik maupun penggarap pergi ke daerah lain untuk menggarap sawah padi. Hal tersebut dilakukan agar tetap mendapatkan pendapatan selama menunggu masa tanam di wilayah dataran rendah Kabupaten Subang. Petani yang melakuakn migrasi ke daerah lain adalah petani petani laki-laki. Sedangkan untuk petani perempuan, saat menunggu masa panen, mereka pun mencari tambahan pendapatan seperti berjualan nasi uduk, gorengan, dan lain-lain. Dalam hal ini, petani melakukan migrasi sebagai bentuk adaptasi akibat dari faktor ekonomi, yaitu makin tingginya pengeluaran untuk keperluan, modal pertanian, seperti makin
6
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
tingginya penggunaan pupuk dan obat hama. Faktor utama yang menyebabkan mobilitas petani saat menunggu masa tanam adalah kerentanan rumah tangga. Secara umum rumah tangga petani termasuk rentan karena cenderung bertumpu pada satu komoditas utama, yaitu padi, yang memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap dampak dari perubahan iklim. Perubahan iklim yang terjadi membuat rumah tangga petani menjadi semakin rentan akibat penurunan produksi pertanian yang berdampak terhadap penurunan pendapatan, serta meningkatnya kebutuhan modal, mendorong mereka untuk melakukan mobilitas ke daerah lain. Wilayah Ketinggian 25 – 500m Pada wilayah ini, sampel diambil di Kecamatan Cipunagara, dan Kecamatan Cijambe. Pada ketinggian 25-100 m sebagian besar sawah padi merupakan sawah tadah hujan. Lalu untuk ketinggian 100-500 mdpl, sebagian besar sawah merupakan sawah irigasi. Terjadinya pergeseran datangnya bulan basah dan penurunan jumlah bulan basah memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap sawah tadah hujan dibandingkan dengan sawah irigasi. Pada sawah tadah hujan, masa tanam padi dimulai saat musim hujan atau bulan basah tiba. Terjadinya pergeseran datangnya musim hujan mempengaruhi pola tanam padi di wilayah ini. Pada periode tahun 1980-1985 hingga poeriode tahun 1996-2000 dimana jumlah bulan basah dalam setahun 6 bulan dan datangnya bulan basah bulan Oktober – November, masa tanam padi di wilayah ini dimulai pada bulan Oktober atau November pula mengikuti datangnya bulan basah. Namun pada periode 2006 – 2009, awal bulan basah datang pada pulan Desember, sehingga masa tanam pertama pada sawah tadah hujan pun dimulai apda bulan Desember, seperti yang diutarakan oleh informan berikut Berdasarkan hasil wawancara informan dengan mengaitkan data jumlah bulan bulan basah pada Tabel. 5.4, maka didapatkan pola tanam padi sebagai berikut: Tabel 5.6 Pola tanam wilayah ketinggian 25-500m periode 1991-2005
Bulan Jenis Lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Irigasi Tadah hujan
7
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
Tabel 5.7 Pola tanam wilayah ketinggian 25-500m periode 2006- sekarang
Bulan Jenis Lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Irigasi Tadah hujan masa tanam pertama (musim hujan) masa tanam kedua (musim kemarau) kacang/ mentimun/ bayam/ semangka (Sumber: Pengolahan Data, 2012)
Terjadinya pergeseran musim tanam padi yang pada awalnya masa tanam pertama dilakukan pada Bulan Oktober menjadi Bulan November baru melakukan masa tanam padi merupakan perilaku adaptasi akibat adanya dampak perubahan iklim, yaitu pergeseran datangnya bulan basah. Hal tersebut merupakan bentuk penyesuaian terhadap keadaan lingkungannya, dimana petani melakukan masa tanam menyesuaikan dengan datangnya bulan basah atau msim hujan. Oleh karena itu apabila terjadi perubahan datangnya musim hujan maka petani pun menyesuaikan dalam memulai melakukan masa tanam padinya. Hal tersbebut mengindikasikan adanya perubahan perilaku petani dalam melakukan penyesuaian terhadap keadaan lingkungan. Baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi, pergeseran musim membuat pergeseran masa tanam padi pertama. Pada periode tahun 2000-2005, masa tanam pertama untuk sawah irigasi dimulai pada bulan Oktober, dan pada sawah tadah hujan dimulai pada bulan November. Namun sejak periode tahun 2006 hingga kini, masa tanam pertama untuk sawah irigasi dimulai pada bulan November dan untuk sawah tadah hujan pada bulan Desember. Terjadinya pergeseran musim ini membuat petani padi tidak mengistirahatkan lahan sawahnya setelah panen masa tanam padi yang pertama, yang bisanya dilakukan selama bulan februari untuk sawah irigasi dan bulan Maret untuk sawah tadah hujan. Terjadinya pergeseran musim tersebut juga membuat petani padi sawah tadah hujan menanami tanaman lain di sawah lebih lama dari dua bulan menjadi tiga bulan sambil menunggu musim hujan tiba, seperti yang dilakuakn oleh salah satu informan, Bu Juju. Tanaman yang ditanam adalah kacang panjang, mentimun, bayam, semangka, dan jagung. Untuk kacang panjang, mentimun dan bayam hanya butuh waktu satu bulan untuk bisa dipanen hasilnya, dimana sawah sedang
8
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
tidak ditanami padi tetapi ditanami tanaman lain yaitu kacang panjang dan juga bayam. Tidak semua petani menanam tanaman yang sama. Hasil dari tanaman tersebut sebagian dikonsumsi sendiri dan sebagian lagi dijual. Wilayah Ketinggian > 500 m Di wilayah ini, sampel diambil di Kecamatan Cisalak, Desa Cisalak, yang memiliki ketinggian . Lahan sawah di wilayah ini semuanya merupakan sawah irigasi yang dialiri dari Ci lamantan. Di wilayah ini, padi tidak ditanam sepanjang waktu, hanya pada saat musim hujan dengan curah hujan tertinggi saja. Selebihnya, tanah ditanami sayur-sayuran, seperti wortel, kol, kubis, tomat dan lain-lain.Terjadinya pergeseran musim pun meyebabkan pergeseran masa tanam padi karena jumlah curah hujan tinggi juga bergeser. Tabel Pola tanaman wilayah ketinggian > 500m periode 1991-2005
Bulan Tanaman Padi Kol Sawi Wortel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
9
10
11
12
Tabel Pola tanaman wilayah ketinggian > 500 m periode 2006- sekarang
Bulan Tanaman Padi Kol Sawi Wortel
1
2
3
4
5
6
7
8
Masa tanam padi di wilayah ini mengikuti bulan dengan intnsitas curah hujan tertinggi dan menggunakan irigasi sederhana yang dialirkan dari Ci Lamantan. Sekitar periode 1991-2005, mata tanam padi dimulai pada bulan November. Lalu seiring terjadinya pergeseran musim, masa tanam padi pun turut bergeser. Pada periode 2006 hingga sekarang, masa tanam padi dimulai pada bulan Januari. Setelah panen padi, sawah dikeringkan dan berganti dengan tanaman lainnya, yaitu sayur-sayuran. Oleh karena terjadinya pergeseran musim, maka masa tanam sayuran pun turut bergeser. Urutan dan jenis sayuran yang ditanam 9
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
pada wilayah tersebut tidak sama setiap tahunnya. Hal tersebut tergantung pada permintaan pasar karena tida seperti padi yang hasilnya sebagian untuk pribadi dan sebagian dijual namun tidak keluar daerah. Untuk sayuran, hasilnya dijual hingga ke kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Subang.
Sama seperti pada wilayah ketinggian 25-500m, dimana terjadi perubahan perilaku petani padi yang menggeser masa tanam padi. Hal tersebut merupakan bentuk penyesuaian terhadap keadaan lingkungannya, yaitu datangnya musim hujan. Hanya saja, berbeda pada wilayah dataran rendah, pada wilayah ini tanaman padi bukan merupakan tanaman pertanian yang utama karena faktor keadaan lingkungan yang kuran atau tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman padi. Oleh karena itu penggunaan tanah untuk sawah padi tidak seluas di wilayah dataran rendah. Hal tersebut yang menyebabkan petani padi di wilayah ini tidak memiliki kapasitas adaptif yang tinggi terhadap dampak dari perubahan iklim, tidak seperti petani di wilayah dataran rendah. Adaptasi Terhadap Perubahan Ketersediaan Air Perubahan ketersediaan air akibat pergeseran musim, penurunan intensitas hujan serta kenaikan suhu tentunya memiliki pengaruh bagi pertanian padi yang dalam budidayanya sangat bergantung pada ketersediaan air. Namun pengaruh yang dirasakan tidak sama antara padi sawah irigasi dengan padi padi sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi akibat perubahan ketersediaan air dibandingkan dengan sawah irigasi. Di Kabupaten Subang, sawah tadah hujan banyak tersebar di bagian tengah. Pada wilayah ini, perubahan ketersediaan air menjadi hal yang sangat berpengaruh pada pertanian padi di wilayah ini. Perubahan ketersediaan air yang menunjukkan kecenderungan penurunan ketersediaan air dikarenakan datangnya musim hujan semakin tidak pada waktunya, serta intensitas hujan yang menurun pula. Karena hal tersebut, kerentanan akan kekeringan dan resiko gagal panen semakin tinggi, sehingga petani melakukan strategi adaptasi untuk menanggulangi hal tersebut. Bentuk adaptasi yang dilakukan petani dalam mengatasi penurunan ketersediaan air tersebut adalah dengan menggunakan pompa untuk mendapatkan air yang berasal dari air tanah. Pompa tersebut bekerja dengan menyedot air tanah, lalu pada pompa dipasangi selang berdiameter ±10cm untuk mengalirkan air ke seluruh lahan sawah agar tetap mendapatkan air yang cukup hingga tiba masa panen. Penggunaan pompa tersebut makin banyak digunakan petani sejak terjadinya kemarau panjang pada tahun 1997/1998 10
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
(Fenomena El Nino). meskipun sejak tahun tersebut hingga kini makin banyak petani yang menggunakan pompa, namun tidak semua petani memiliki pompa. Bagi petani yang tidak memiliki pompa sendiri, mereka menumpang menggunakan pompa petani lain dengan menggunakan selang tambahan dan membayar Rp 15.000 / jam. Penggunaan pompa air dan mesin oven padi merupakan bentuk adaptasi petani terhadap dampak perubahan iklim dalam bentuk teknologi untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan berupa perubahan ketersediaan air. Adanya kelangkaan sumberdaya alam, dalam hal ini adalah air, membuat manusia berupaya lebih dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Upaya-upaya tersebut dapat berupa eksploitasi sumberdaya alam yang dapat dilihat dari adaptasi dalam bentuk teknologi di lingkungan mereka (Steward, dalam Gunn 1980). Upaya ekspoitasi dalam hal ini adalah eksploitasi air dari air tanah akibat kelangkaan air yang diakibatkan oleh dampak perubahan iklim, yang dilakukan dalam bentuk adaptasi teknologi, yaitu penggunaan pompa air. Pola Adaptasi Petani Terhadap Dampak Perubahan Iklim Adaptasi petani padi terhadap dampak dari perubahan iklim, merupakan perilaku dan pengalaman keruangan petani padi dalam berinteraksi dengan perubahan lingkungannnya. kondisi saat ini yang terjadi merupakan suatu hasil dari proses yang sudah berlangsung sejak dulu, melalui berbagai macam perubahan. Perubahan-perubahan bisa berlangsung dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang (Daldjoeni, 1992). Perubahan iklim merupakan perubahan yang terjadi dalam jangka panjang. Perubahan ini menyebabkan petani memiliki perilaku untuk mengadakan perubahan dan tanggapan terhadap kondisi lingkungan yang berubah, seperti pola musim, intensitas hujan, ketersediaan air, dan populasi hama. Perubahan-perubahan tersebut mendesak petani untuk melakukan adaptasi unruk tetap melestarikan hidupnya yang bertumpu pada sektor pertanian, terutama pertanan padi. Unsur-unsur alam dalam suatu wilayah memberikan suatu proses yang menghasilkan ciri khusus dalam wilayah tersebut. Ciri khusus tersebut dapat berupa vegetasi, curah hujan, serta kondisi sosial budaya. Dalam hal ini, perbedaan kondisi fisik wilayah akan memberikan dampak yang berbeda terhadap budaya bertani, jenis sawah, sawah irigasi atau tadah hujan, serta jenis tanaman pertanian yang ditanam. Hal ini juga menyebabkan dengan adanya dampak perubahan iklim yang sama, petani di wilayah dengan kondisi fisik yang berbeda akan menghasilkan bentuk-bentuk adaptasi yang berbeda pula.
11
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
Secara umum, Wilayah Kabupaten Subang bagian utara yang meniliki ketinggian 025 m merupakan sawah irigasi teknis yang dialiri dari Waduk Jatiluhur. Pada wilayah ini, tanaman pertanian yang ditanam adalah padi sepanjang tahun, tanpa ada pergiliran tanaman. Masa tanam padi yang pertama dilakukan pada Bulan Oktober, dan panen pada Bulan Januari. Lalu tanah diistirahatkan satu bulan dan memulai masa tanam kembali pada Bulan Maret dan panen pada Bulan Juni. Di wilayah ini, terdapat BB Padi yang sering kali melakukan penelitian dan penyuluhan kepada petani-petani padi yang ada di wilayah tersebut. Hal tersebut menampah pngetahuan petani mengenai padi dan perbahan lingkungannya. Oleh karena itulah petani padi di wilayah ini memiliki pengetahuan mengenai lingkungan yang lebih dibandingkan dengan wilayah lain di Kabupaten Subang. Adanya perubahan musim di wilayah ini tidak mempengaruhi pola tanam karena ketersediaan air selalu ada dari aliran irigasi. Terjadinya peningkatan populasi hama menyebabkan petani meningkatkan intensitas penggunaan pupuk dan pestisida agar tidak mengalami gagal panen akibat serangan hama. Hal tersebut menyebabkan kerentana pada faktor ekonomi karena pengeluaran untuk modal bertambah. Untuk mengatasi hal itu, pada waktu menunggu masa tanam setelah panen yang kedua dimana lahan sawah sedang diistirahatkan selama 2-3 bulan, petani pergi ke daerah lain untuk menjadi petani penggarap agar mendapatkan pendapatan lebih. Selanjutnya pada wilayah ketinggian 25-500 m, sebagian besar sawah di wilayah ini merupakan sawah tadah hujan. Masa tanam padi di wilayah ini bergantung pada datangnya musim hujan. Oleh karena itu, terjadinya perubahan pola musim sangat berpengaruh terhadap pola tanam di wilayah ini. Pada saat ini, masa tanam yang pertama dilakukan pada Bulan Desember karena bulan basah atau musim hujan baru mulai pada Bulan Desember. Perubahan pola musim juga mengakibatkan permasalahan ketersediaan air di wilayah ini yang menyebabkan kebutuhan akan air untuk pertanian padi pun meningkat. Hal tersebut membuat petani mencari alternatif lain untuk mendapatkan air selain dari air hujan. Dalam hal ini, petani menggunakan air tanah dengan menggunakan pompa. Adanya kebutuhan akan air yang meningkat, membuat semakin banyaknya petani yang menggunakan pompa untuk mendapatkan air tanah agara kebutuhan akan air pada tanaman pertanian tercukupi. Dalam masalah peningkatan populasi hama, petani di wilayah ini merubah kebiasaan dari yang biasa menggunakan pestisida, berubah menjadi menggunakan solar dan rinso untuk menanggulangi masalah hama pengganggu tanaman. Hal tersebut karena meningkatnya populasi hama menyebabkan kebutuhan akan pestisida menigkat, sehingga meningkatkan pula kerentanan terhadap faktor ekonomi. Oleh karena itu, petani mencari alternatif untuk mengurangi
12
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
kerentanan ekonomi tersebut dengan menggunakan solar dan rinso karena harga nya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat-obatan pembasmi hama. Selanjutnya untuk wilayah dengan ketinggian > 500m, pada wilayah ini, pertanian padi bukan merupakan komoditas utama dalam sektor pertanian. Hal tersebut, dimana luas sawah di Kabupaten Subang bagian selatan tidak seluas di bagian tengah dan utara. Pertanian yang menjadi komoditas utama di wilayah ini adalah sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian padi di wilayah ini hanya ditanam sekali dalam setahun, dimana saat memiliki curah hujan tertinggi dalam setahun. Pada saat ini, tanaman padi baru ditanam pada Januari dan panen pada Bulan April. Setelah itu, lahan sawah ditanami sayur-sayuran seperti wortel, kol, sawi, dan lain-lain. Pertanian padi di wilayah ini tidak mengalami permasalahan ketersediaan air karena menggunakan aliran irigasi dari Ci Lamantan. Wilayah ini memiliki budaya pertanian yang berbeda dengan wilayah lainnya karena faktor fisik dan alam yang berbeda. Pada wilayah ketinggian > 500 m, kurang cocok untuk peranian padi. Petani di wilayah ini menanam padi untuk memenuhu kebutuhan pangan sehari-harinya, bukan sebagai komoditas yang dijual ke luar daerah. Oleh karena itu, permasalahan yang timbul pada pertanian padi akibat dampak dari perubahan iklim, tidak menimbulkan perubahan perilaku petani yang berarti.
5.KESIMPULAN
Adaptasi dilakukan petani padi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh dampak dari perubahan iklim. Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petani padi tidak sama di setiap wilayah ketinggian karena tiap wilayah ketinggian memiliki karakteristik fisik wilayah tertentu dan tingkat kesesuaiannya masingmasing terhadap pertanian padi. Adanya perbedaan budaya pertanian serta kondisi fisik lingkungan menyebabkan perbedaan pula bentuk dan tingkat kapasitas adaptif di tiap wilayah ketinggian yang berbeda. Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petani pada ketinggian 0-25m berupa peningkatan intensitas penggunaan obat hama akibat dari meningkatnya populasi hama. Tidak ada perubahan pola musim terkait dengan ketersediaan air karena pada wilayah ini kebutuhan air dipasok dari aliran irigasi Jatiluhur. Lalu pada ketinggian 25-500m, dimana pada ketinggian tersebut sebagian besar merupakan sawah tadah hujan, bentuk adaptasi yang
13
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
dilakukan berupa penggunaan pompa, pergeseran musim tanam padi, dan penggunaan solar dan detergen. Ketinggian 0-25m dan 25-500m merupakan wilayah dengan padi sebagai tanaman pertanian utama. Sedangkan pada ketinggian >500m, padi bukanlah tanaman pertanian utama, sehingga adaptasi yang dilakukan oleh petani padi pada ketinggian tersebut hanya berupa pergeseran masa tanam padi akibat dari pergeseran musim. Oleh karena itu petani pada ketinggian >500m kurang adaptif terhadap dampak perubahan iklim terhadap pertanian padi karena pertanian padi bukanlah komoditas utama pertanian pada wilayah ketinggian tersebut.
KEPUSTAKAAN
Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang. (2010). Subang Dalam Angka Tahun 2010 . Subang. Bell, P. (1978). Environmental Psychology. Philadelphia: W.B.Saunders Co. Bungin, Burhan. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Chambers, R. (1989). Editorial Introduction: Vulnerability, Coping and Policy. IDS BulletinInstitute of Development Studies. Daldjoeni, N. (1982). Pengantar Geografi untuk Mahasiswa dan Guru Sekolah Bandung: Penerbit Alumni. Deka, et. al,. (2012). Climate Change And Impacts On Crop Pets. New Delhi: IARI. Dewan Nasional Perubahan Iklim. (2010). Indonesia’s Greenhouse Gas Abatement Cost Curve .Jakarta: DNPI. Fisher, J.D. (1984). Environmental Phschology. New York: Holt, Rinehart& Winston. Golledge, Reginald dan Stimson, Robert. (1992). Spatial Behavior: A Geographic Prespecive. London: The Guilford Press. Gunn, Michael. (1980). Cultural Ecology: A Brief Overview. Lincoln: University of Nebraska. Hadikusumah. (1993). Studi Perubahan Muka Air Laut di Cilacap . Puslitbang Oseanografi LIPI.
14
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
Handoko, Y. Sugiarto, dan Y. Syaukat. (2008). Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan SEAMEO BIOTROP untuk kemitraan. Bogor: SAMEO Biotrop. Hilmanto, R. (2010). Etnoekologi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Holahan. (1982). Environmental Phsycology. New York: Random House. IPCC, (2012): Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to Advance Climate Change Adaptation. A Special Report of Working Groups I and II of the Intergovernmental Panel on Climate Change.Cambridge University Press, Cambridge. Karupaiah, V. (2012). Impact of Climate Change on Population Dynamics of Insect Pest. New Delhi: IDOSI Publications. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. (2009). Penyusunan Informasi Tematik untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Isu Prioritas Nasional Bidang Pangan, Kesehatan dan Fenomena Iklim Ekstrim. Jakarta. Lavell, A., (1999a): Environmental degradation, risks and urban disasters. issues and concepts: Towards the definition of a research agenda. In: Cities at Risk: Environmental Degradation, Urban Risks and Disasters in Latin America [Fernandez, M.A. (ed.)]. A/H Editorial, La RED, US AID, Quito, Ecuador, pp. 19-58. Ritchie. (1972). Pathogenesis of Virulent. ND in Chickens, Journal of Veterinary Medical Assosiation. 161: 169-179. Oldeman, L. R, (1975). An Agro-Climatic Map of Java. Bogor: Institute for Agriculural. Sandy, I Made. (1987). Iklim Regional Indonesia. Jakarta: Jurusan Geografi FMIPA-UI. Sarwono. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo. Singh, Jasbir., dan, Dhillon, SS. (2004). Agricultural Geography. New Delhi: Tata McGrawHill Publishing. Soemarwoto, O .(1991). Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djambatan. Subejo. (2004). Peranan Social Capital Dalam Pembangunan Ekonomi: Suatu Pengantar untuk Studi Social Capital di Perdesaan Indonesia. Maalah Agro Ekonomi Vol. 11 No 1 Juni 2004.
15
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
Mark, Sutton. Q., dan Anderson, E. N. (2007). Introduction To Cultural Ecology. Toronto: Rowman & Littlefield Publishers, inc. Tumiwa, Fabby. (2010). Strategi Pembangunan Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim: Status Kebijakan Saat Ini. Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2009 Tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. DPR RI. Witoelar, Rachmat. (2010). Panduan Observasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta: DNPI. Wolf, Eric R. (1996). Petani Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta: Rajawali. Yunus, Hadi Sabari. (2009). Metodologi Penelitian Wilayah Konptemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
16
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
17
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia
18
Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
Universitas Indonesia