ANALISIS PERHITUNGAN PPh BADAN PADA PT. DWI GUNA LAKSANA KABUPATEN. BANJAR SUZI SUZANA
ABSTRAKSI PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar dalam memperhitungkan PPh Badan belum sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, dimana pihak perusahaan memperhitungkan terhadap komponen biaya yang bukan termasuk dalam ketentuan UU Perpajakan Nomor 36 Tahun 2010 dan tidak menggolongkan terhadap beban penyusutan aktiva tetap sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan yang berlaku sehingga laporan keuangan fiskal lebih besar dari kewajiban pajak tentang laporan keuangan komersial. Bagi PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam menganalisis perhitungan PPh Badan sehingga tidak terjadi perbedaan antara biaya yang diakui dalam laporan keuangan dengan biaya yang diakui pajak.
Kata kunci : Pajak Penghasilan Pasal 25 ( Badan) ANALYSIS CALCULATION AGENCY Tax IN. DWI LAKSANA FOR DISTRICT. BANJAR Suzi Suzana ABSTRACT PT. Like a bi Banjar district in order to take into account the corporate income tax is not in accordance with the Tax Act No.. 36 of 2008, where the company takes into account the cost components that are not included in the provisions of Tax Law No. 36 of 2010 and did not classify the depreciation of fixed assets in accordance with the provisions of the tax law applies to financial statements fiscal larger than the tax liability on the financial statements of commercial. For PT. Like a Dwi Guna district of Banjar, the results of this study can provide input in analyzing the calculation of corporate income tax so there is no difference between costs recognized in the financial statements to the tax expense recognized. Keywords: Income Tax Article 25 (Agency)
PENDAHULUAN saat ini ternyata memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pemungutan pajak. Hal ini dapat dilihat bahwa kontribusi pajak terhadap APBN sebesar 80% dan
Latar Belakang Masalah Sistem pemungutan pajak dengan self assessment system yang digunakan oleh pemerintah
49
50
sisanya yaitu sebesar 20% adalah yang berkaitan dengan disektor migas dan non migas. Kemudian perlu ditambahkan bahwa dalam perhitungan dan pemungutan pajak penghasilan badan, dalam perhitungan pajak penghasilan badan seringkali terjadi perbedaan antara pajak penghasilan yang telah dihitung (komersial) dengan menurut fiskus. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mengenai pengakuan pendapatan, biaya dan laba dalam laporan keuangan perusahaan (komersial) dengan laporan keuangan yang ditetapkan oleh fiskus. Akibat dari adanya perbedaan pengakuan pendapatan, biaya dan laba antara menurut perusahaan (komersial) dengan fiskus, maka perlu dilakukan penilaian mengenai cara perhitungan pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan dengan fiskus. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menentukan pajak penghasilan badan (terutang) menurut UU Perpajakan No. 36 Tahun 2008. Melihat akan pentingnya penilaian pajak penghasilan badan menurut UU perpajakan, maka perlunya dilakukan analisis mengenai perhitungan pajak penghasilan badan yang sesuai dengan UU Perpajakan. Demikian halnya dengan perusahaan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar yang bergerak di bidang pertambangan, dimana dalam perhitungan pajak penghasilan terjadi perbedaan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan antara biaya yang diakui dalam laporan keuangan dengan biaya yang diakui pajak. Oleh karena itulah, maka perlu dilakukan koreksi fiskal dalam penentuan pajak penghasilan
terutang, salah satu tujuan yang dilakukan adalah koreksi yang dilakukan terhadap laba akuntansi untuk mendapat laba menurut pajak. Laba pajak dihitung adalah dengan menggunakan konsep cara pengakuan dan pengukuran menurut ketentuan perpajakan. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah perhitungan pajak penghasilan badan yang dilakukan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar yang dijalankan selama ini ? 2. Bagaimanakah perhitungan pajak penghasilan badan yang seharusnya dilakukan oleh PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar agar sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 ? Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perhitungan pajak penghasilan badan yang dilakukan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar yang dijalankan selama ini. 2. Menganalisis dan mengetahui perhitungan pajak penghasilan badan yang seharusnya dilakukan oleh PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar agar sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008. Batasan Masalah Penelitian ini memfokuskan pada perhitungan pajak penghasilan badan atas laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan dengan UndangUndang Perpajakan yaitu UndangUndang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 yaitu secara fiskal dan menyeluruh.
51
TINJAUAN PUSTKA Pengertian Pajak Pajak merupakan iuran wajib dan pemungutannya didasarkan Undang-Undang sehingga pelaksanaannya dapat dipaksakan yang berarti bahwa barang siapa (wajib pajak) tidak atau tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan perpajakan yang berlaku, terhadap mereka dapat dipaksa untuk memenuhi kewajiban tersebut melalui surat peringatan, surat teguran, dikenakan sanksi administrasi (bunga dan denda), termasuk penyitaan terhadap kekayaan wajib pajak, dan dapat dengan pidana penjara. Dengan demikian hukum pajak merupakan salah satu bagian dari hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyatnya sebagai wajib pajak. Definisi Penghasilan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2010 : 12), penghasilan didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanaman modal. Berdasarkan definisi di atas, penghasilan meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan (revenues) timbul dari pelaksanaan aktivitas perusahaan yang bisa dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalti dan sewa.
Sedangkan keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena itu, pos ini tidak di pandang sebagai unsur terpisah dari penghasilan. Pengertian Pajak Penghasilan Pengertian pajak penghasilan dikemukakan oleh Suandy (2010 : 81) mengemukakan bahwa : ”Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak”. Menurut Muljono (2007 : 2) mengemukakan bahwa : ”Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subyektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subyek pajak bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subyek pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subyektif menjadi penting”. Pajak Penghasilan Indonesia menurut Undang-Undang PPh termasuk dalam kelompok pajak langsung, karena timbulnya utang PPh terjadi secara periodik atau setahun sekali pada setiap akhir tahun pajak. Dengan demikian,
52
pemajakan PPh dilakukan secara periodik setahun sekali setelah timbulnya utang PPh, yaitu setelah tahun pajak berakhir. Karena PPh ditentukan setelah diketahuinya jumlah penghasilan yang sebenarnya diperoleh selama satu tahun pajak, maka pemajakan PPh berdasarkan stelsel riil. Tarif Pajak Pajak penghasilan atau PPh merupakan pajak yang dikenakan terhadap laba perusahaan yang sering disebut penghasilan kena pajak (PKP) atau laba kena pajak. Dalam menentukan laba kena pajak ini sering kali terjadi perbedaan antara akuntansi keuangan dengan perpajakan. Wajib pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang sesuai dengan ketentuan pasal 36 UU KUP agar mendapatkan laba kena pajak secara tepat dan benar. Wajib pajak harus memahami dengan benar perbedaan-perbedaan antara perlakuan akuntansi (komersial) dengan fiskus (fiskal). Secara fiskal ada pendapatan yang merupakan obyek pajak, dari segi biaya/pengeluaran ada yang bisa dibiayakan dan ada yang tidak dapat dibiayakan. Selain hal itu, ada perbedaan metode pencatatan/pembukuan antara akuntansi dengan fiskal, misalnya metode penyusutan aktiva tetap, amortisasi, penilaian persediaan dan lain sebagainya. Sesuai dengan Tarif PPh Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, tarif ini berlaku mulai tahun pajak 2009 (per 1 Januari 2009) antara lain :
No.
Jumlah Penghasilan
Tarif
1.
s.d. Rp. 50.000.000,00
5%
2.
Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 250.000.000,00
15%
3.
Di
25 %
atas
Rp.
250.000.000,00
s.d.
Rp.
500.000.000,00 4.
Di atas Rp. 500.000.000,00
30 %
Tarif Tunggal PPh WP Badan dan Badan Usaha Tetap adalah : a. Tarif tunggal 28 % untuk tahun pajak 2009 b. Tarif tunggal 25% untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya. c. Pengurangan Tarif 50% bagi Wajib Pajak Badan Bagi sebagian Wajib Pajak mungkin belum mengetahui bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) No. 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009 memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif PPh bagi Wajib Pajak badan sebesar 50%, yang diberikan untuk penghasilan sampai dengan sebesar Rp. 4.800.000.000. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 31 E UU PPh No.36 Tahun 2008, yang berbunyi : a. Wajib Pajak dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-. b. Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Subjek Pajak Penghasilan Undang-Undang pajak penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan pajak
53
penghasilan terhadap subyek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subyek pajak akan dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika subyek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara obyektif maupun subyektif maka disebut wajib pajak. Objek Pajak Penghasilan Menurut Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 mengungkapkan bahwa : a. Yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau yang diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau uang imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. 3. Laba usaha. 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 8. Royalti. 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14. Premi asuransi. 15. Iuran yang diterima atau diperoleh dari perkumpulan anggotannya yang merupakan wajib pajak. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. b. Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengecualian sebagai Objek Penghasilan Pertambahan kemampuan ekonomis berikut tidak termasuk sebagai obyek pajak penghasilan : a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna b. Penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan kecuali penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk penerimaan dalam bentuk natura/ kenikmatan yang diberikan oleh bukan WP/WP yang dikenakan PPh final
54
c. Iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua yang dibayar oleh pemberi kerja. d. Penerimaan dalam bentuk natura/ kenikmatan yang diberikan oleh pemerintah e. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemerintah f. Zakat yang diterima oleh OP yang berhak dari badan/lembaga amil zakat yang dibentuk/disyahkan oleh pemerintah Pengurangan Objek Pajak dan Pengecualian sebagai Pengurang Pajak Pengurangan objek pajak adalah : a. Pemberi kerja yang membayar gaji,upah, honorarium,tunjangan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang dilakukan oleh pegawai/ bukan pegawai b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa dan kegiatan c. Dana pensiun, badan penyelenggara Jamsostek,dan badan lain yang membayar uang pensiun dan THT/Jaminan Hari Tua d. Perusahaan, badan, BUT yang membayar honorarium sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa termasuk jasa tenaga ahli dengan status WP DN yang melakukan pekerjaan bebas e. Perusahaan, badan, BUT yang membayar honorarium sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh OP dengan status WP LN f. Yayasan, lembaga kepanitiaan, asosiasi sebagai pembayar gaji, upah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan OP g. Perusahaan, badan, BUT yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan
h. Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internal, perkumplan, OP serta lembaga lainnya yang melakukan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada WPOP DN berkenaan suatu kegiatan. Adapun pengecualian sebagai pengurang pajak adalah : a. Kantor Perwakilan Negara Asing b. Organisasi internasional seperti IMF, ILO Pajak yang Dipungut Bersifat Final Penghasilan yang sudah dikenakan PPh yang sifatnya final tidak perlu lagi diperhitungkan sebagai objek pajak penghasilan, dan atas PPh Final yang telah dipotong pihak lain atau telah dibayar sendiri tidak dapat dapat diperlakukan sebagai kredit pajak. Objek PPh final dapat dibedakan sesuai pengenaannya, antara lain : uang pesangon, industri tembakau dari pabrikan, migas pada agen Pertamina, bunga bank, bunga obligasi, Premium SWAP / Forward, bunga anggota koperasi, sewa tanah atau dan bangunan, jasa pelayaran, jasa penerbangan, selisih lebih pada revaluasi, pengalihan hak tanah dan bangunan, transaksi saham, dan diskonto obligasi. PPh Badan Ditinjau dari UU No. 36 Tahun 2008 Salah satu bentuk reformasi perpajakan di Indonesia adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan melalui proses panjang dan melibatkan stakeholder termasuk pengusaha yang mencerminkan keadilan dan kesetaraan kedudukan antara fiskus dan Wajib Pajak. Penurunan tarif, penekanan cost of compliance, law enforcement yang
55
lebih tegas kepada Wajib Pajak tidak patuh, kesataraan fiskus dan Wajib Pajak merupakan poin-poin dalam tax reform UU PPh. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ini disahkan pada tanggal 23 September 2008 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009. Pokok pikiran yang terdapat dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan antara lain sebagai berikut (Darmin Nasution, 2009) : a. Penurunan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam negeri, mengurangi beban pajak, dan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). 1. Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi darisebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta. 2. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010. Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tariff 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan
meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan. 3. Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM. 4. Bagi WP orang pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. 5. Bagi WP pemberi jasa yang semula dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagian didasarkan pada penghasilan netto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan WP. 6. Bagi WP penerima dividen yang semula dikenai tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%, menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk mendorong perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham, mendorong tumbuhnya investasi di
56
Indonesia karena dikenakan tarif lebih rendah dan meningkatkan kepatuhan WP. b. Pembebasan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang telah mempunyai NPWP fiskal sejak 2009 serta penghapusan pemungutan fiskal luar negeri pada tahun 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan. c. Peningkatan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi Undang-Undang. d. Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP 1. Pengenaan tarif 20% lebih tinggi dari tarif normal untuk WP non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 21. 2. Pengenaan tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal untuk WP non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 23.
3. Pengenaan tarif 100% lebih tinggi dari tarif normal untuk WP non NPWP yang menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 22. e. Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto. 1. Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur. 2. Sosial sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia. 3. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia. f. Pengecualian dari objek PPh g. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak. 1. Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak. 2. Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak. Selain itu perubahan Reformasi Pajak 2008 yang yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UndangUndang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yaitu dengan mengenakan tarif berbeda pada wajib pajak perorangan dan wajib pajak badan. Diharapkan dengan tarif pajak yang
57
baru, maka wajib pajak badan dapat lebih diuntungkan sehingga penerimaan dari wajib pajak lebih meningkat. Maka sudah selayaknya bila perpajakan harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Undang-Undang yang memberatkan dunia usaha, berdampak membuat banyaknya usaha tidak dapat memperoleh laba secara maksimal dan konsekuensinya akan mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak. Hal ini sejalan dengan literatur di bidang akuntansi manajemen yang menjelaskan bahwa pajak dapat mempengaruhi capital budgeting melalui tax effect dalam penentuan aliran kas, pajak juga merupakan salah satu faktor utama dalam perencanaan sistem kompensasi manajemen. a. PPh Pasal 25 Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: 1. Pajak Penghasilan yang dipotong serta Pajak Penghasilan yang dipungut; dan 2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. b. PPh Pasal 29 Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
Pengertian Laporan Keuangan Secara umum laporan ini menyediakan informasi tentang posisi keuangan pada saat tertentu, kinerja dan arus kas dalam suatu periode yang ditujukan bagi pengguna laporan di luar perusahaan untuk menilai dan mengambil keputusan yang bersangkutan dengan perusahaan. Menurut Gill dan Chatton (2005 : 3) mengemukakan bahwa : ”Laporan keuangan merupakan sarana utama membuat laporan informasi keuangan kepada orang-orang dalam perusahaan (manajemen dan para karyawan) dan kepada masyarakat di luar perusahaan (bank, investor, pemasok dan sebagainya).” Selanjutnya Margaretha (2008 : 12) mengatakan bahwa : ”Laporan keuangan adalah laporan yang memberikan gambaran akuntansi atas operasi serta posisi keuangan perusahaan.” METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Teknik Observasi yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada perusahaan yaitu pada perusahaan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar untuk mendapatkan data yang relevan dalam pembahasan skripsi. 2. Teknik Interview yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara langsung dengan pimpinan perusahaan dan sejumlah personil untuk mendapatkan data empiris. Teknik Analisa Data Metode analisis yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini dapat dikemukakan sebagai berikut : “Analisis deskriptif/comparative yakni suatu analisis yang menguraikan dan
58
membandingkan perhitungan pajak penghasilan badan menurut perusahaan dengan menurut Undang-Undang perpajakan.” Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Dwi Guna Laksana yang beralamatkan di Jalan Ahmad Yani KM. 11,8 No. 08 Kec. Gambut Kabupaten Banjar-Kalimantan Selatan. ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kegiatan Perusahaan Kegiatan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar adalah kegiatan hasil pertambangan batu bara, dimana persediaan batu bara adalah barang yang dimiliki untuk dijual kembali. Barang dagangan ini dibeli dari perusahaan lain dalam keadaan siap dijual maupun memerlukan pengolahan lebih lanjut. Bidang usaha yang digeluti oleh PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar adalah :
a. Sebagai pemasok hasil tambang batu bara yang kemudian siap dijual kembali kepada pihak lain. b. Eksportir batu bara ke beberapa negara dan wilayah Indonesia baik swasta maupun pemerintah yang membutuhkan cadangan energi batu bara. Hasil Penelitian PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar adalah perusahaan yang bergerak di bidang trading batubara, dimana dalam melaksanakan pengelolaan aktivitas usahanya maka perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap laporan keuangan. Dengan pentingnya laporan keuangan bagi perusahaan, untuk lebih jelasnya akan disajikan laporan keuangan yang meliputi neraca dan laporan perhitungan laba rugi yang menjadi dasar untuk perhitungan Pajak Badan di PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar dapat dilihat melalui tabel berikut ini
Tabel 1 PT. DWI GUNA LAKSANA Neraca Per 31 Desember 2012 Uraian AKTIVA Aktiva Lancar : Kas Bank Piutang Dagang Persediaan Jumlah Aktiva Lancar Aktiva Tetap : Tanah Bangunan Armada Kendaraan Mobil Kantor Inventaris Kantor Akum. Penyusutan Aktiva Tetap (Netto) Total Aktiva PASSIVA Hutang Lancar : Hutang Usaha Hutang Pajak Jumlah hutang lancar Hutang Jangka Panjang : Hutang hipotik bank Jumlah Hutang Ekuitas : Modal saham Laba ditahan Laba tahun berjalan setelah pajak Jumlah ekuitas
(Dalam Rupiah)
53.671.850 371.892.250 1.712.345.600 356.789.110 2.494.698.810 1.178.910.900 3.506.528.900 681.056.150 356.789.200 110.782.380 (1.633.286.090) 4.200.781.410 6.695.480.220
2.557.787.210 41.676.610 2.599.463.820 1.409.157.140 4.008.620.960 1.000.000.000 497.437.280 1.189.421.980 2.686.859.260
59
Total Passiva
6.695.480.220
Sumber : PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar Tabel 2 PT. DWI GUNA LAKSANA Laporan Laba Rugi Per 01 Januari s/d 31 Desember 2012 Hasil Penjualan Harga Pokok Penjualan : Persediaan awal Pembelian Tersedia untuk dijual Persediaan akhir Harga pokok penjualan Laba kotor Biaya operasional : Gaji bagian proyek Ongkos bagian penjualan Biaya promosi Jumlah biaya penjualan Biaya Adm/Umum : Gaji bag. adm dan umum Biaya listrik dan telpon Cadangan kerugian piutang Biaya bunga Biaya entertaiment Biaya sumbangan Biaya penyusutan bangunan Biaya penyusutan armada Biaya penyusutan mobil Biaya penyusutan inv. kantor Jumlah biaya Adm/Umum Total biaya operasional Laba bersih sebelum pajak PPh terutang Laba bersih setelah pajak
5.712.345.670 112.783.950 3.781.123.560 3.893.907.510 356.789.110 3.537.118.400 2.175.227.270 121.567.900 21.789.150 56.171.200 199.528.250 57.892.100 27.781.150 60.151.670 71.789.280 76.567.100 27.891.100 115.708.640 62.337.475 63.251.725 21.250.000 584.620.240 784.148.490 1.391.078.780 201.656.800 1.189.421.980
Sumber : PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar
Tabel 3 Biaya Operasional PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar Yang Dihitung ke Dalam PKP
Pembahasan Perhitungan pajak penghasilan badan pada PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar yang dilakukan selama ini Dalam memperhitungkan PPh Badan, PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar selama ini menyajikan dan memperhitungkan biaya-biaya operasional yang seharusnya tidak diperkenankan dalam biaya pengurangan PPh Badan (Pasal 9 UU Perpajakan). Adapun biaya-biaya tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
No
Biaya Operasional Biaya kerugian piutang
Jumlah (Rp) 60.151.670
2
Biaya entertainment
76.567.100
3
Biaya sumbangan
27.567.100
4
Biaya penyusutan jenis aktiva tetap
1
-
Keterangan Biaya kerugian piutang tidak diakui oleh pajak maka biaya piutang harus dikoreksi oleh pajak. Merupakan elemen biaya yang tidak boleh diperkurangkan dengan penghasilan maka biaya entertainment perlu dikoreksi. Digunakan untuk instansi Pemerintah yakni Perayaan 17 Agustus 2012 dan HUT PDAM dan sponsorship olahraga. Tidak disusutkan ke dalam kelompok-kelompok atau golongan dengan ketentuan menurut UU Perpajakan.
Sumber : PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar
60
Perhitungan PPh Badan terutang yang dilakukan oleh PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar adalah sebagai berikut : PKP yang memperoleh fasilitas: = 4.800.000.000 x 1.391.078.780 5.712.345.670 = 1.168.903.027 PKP yang tidak memperoleh fasilitas: = 1.391.078.780 – 1.168.903.027 = 222.175.753
Dengan demikian maka besarnya pajak penghasilan badan terutang dapat dihitung sebagai berikut : PPh yang memperoleh fasilitas = 146.112.878 (25% x 50% x PKP) PPh yang tidak memperoleh fasilitas = 55.543.938 (25% x PKP) Pajak Penghasilan Terutang = 201.656.816
Dengan demikian maka penghasilan terutang dibulatkan menjadi Rp. 201.656.800,00. Besarnya biaya penyusutan menurut akuntansi dapat dihitung dengan berbagai macam metode. Namun dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar masih belum tepat yaitu hanya menggunakan metode garis lurus tanpa mengalikan dengan tarif komponen UU Perpajakan. Besarnya biaya penyusutan tersebut adalah sebagai berikut : a. Bangunan Besarnya biaya penyusutan untuk bangunan adalah sebagai berikut : Rp. 3.506.528.900 – Rp. 1.192.356.100 = Rp. 115.708.640 20 Tahun
Jadi, besarnya biaya penyusutan untuk bangunan gedung per tahun adalah sebesar Rp. 115.708.640,00 b. Armada Besarnya biaya penyusutan armada adalah sebagai berikut : Rp. 681.056.150 – Rp. 182.356.350 = Rp. 62.337.475 8 Tahun
Jadi, besarnya biaya penyusutan untuk armada per tahun adalah sebesar Rp. 62.337.475,00.
c.
Mobil Besarnya kendaraan berikut :
biaya penyusutan mobil adalah sebagai
Rp. 356.789.200 – Rp. 103.782.300 = Rp. 63.251.725 4 Tahun
Jadi, besarnya biaya penyusutan untuk mobil per tahunnya adalah sebesar Rp. 63.251.725,00.
d. Inventaris Kantor Besarnya biaya penyusutan inventaris kantor adalah sebagai berikut : Rp. 110.782.350 – Rp. 25.782.350 = Rp. 21.250.000 4 Tahun
Jadi, besarnya biaya penyusutan untuk inventaris kantor per tahunnya adalah sebesar Rp. 21.250.000,00. Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan penyusutan aktiva tetap yang dilakukan menurut PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar per 31 Desember 2012, dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :
61
Tabel 4 PT. DWI GUNA LAKSANA Perhitungan Penyusutan Aktiva Tetap Tahun 2012
1
Jenis Aktiva Tetap Tanah
2
No.
Tahun Perolehan
Harga Perolehan
Masa Manfaat (Tahun)
Nilai Residu
Akumulasi Penyusutan s/d Tahun 2011
Biaya Penyusutan
Akumulasi Penyusutan s/d 2012
Nilai Buku (Rp)
1999
1.178.910.900
Bangunan
03/05/2000
3.506.528.900
20
1.192.356.100
1.128.159.240
115.708.640
1.243.867.880
2.262.661.020
3
Armada
05/12/2009
681.056.150
8
182.356.350
98.701.000
62.337.475
161.038.475
520.017.675
4
Mobil
03/10/2010
356.789.200
4
103.782.300
106.690.510
63.251.725
169.942.235
186.846.965
5
Inventaris
15/04/2009
110.782.350
4
25.782.350
37.187.500
21.250.000
58.437.500
52.344.850
1.504.277.100
1.370.738.250
262.547.840
1.633.286.090
4.200.781.410
Jumlah
4.655.156.600
Sumber : PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar
1.178.910.900
62
Perhitungan pajak penghasilan badan yang seharusnya dilakukan oleh PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar agar sesuai dengan UndangUndang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Salah satu upaya yang perlu dilakukan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar adalah dengan melakukan koreksi fiskal Sebelum dilakukan penerapan koreksi fiskal, terlebih dahulu akan disajikan uraian biaya penyusutan jenis aktiva tetap yang benar dan sesuai dengan UU Perpajakan. Untuk menghitung biaya penyusutan jenis aktiva tetap menurut Undang-Undang Perpajakan, dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok dengan ketentuan sebagai berikut : a. Kelompok 1, untuk aktiva tetap yang masa manfaatnya 4 tahun dan tidak termasuk golongan bangunan, disusutkan dengan tarif 25 % untuk metode garis lurus dan tarif 50 % untuk saldo menurun. b. Kelompok 2, untuk aktiva tetap tetap yang masa manfaatnya 8 tahun dan tidak termasuk golongan bangunan disusutkan dengan tarif 12,5 %, metode garis lurus dan metode saldo menurun sebesar 25 %. c. Kelompok 3, untuk aktiva tetap yang masa manfaatnya 16 tahun dan tidak termasuk golongan bangunan disusutkan dengan tarif 6,25 % untuk metode garis lurus dan metode saldo menurun sebesar 12,5 %. d. Kelompok bangunan yang permanen disusutkan dengan tarif 5 % dan tidak permanen 10 % berdasarkan metode garis lurus. Berikut ini akan disajikan perbandingan biaya penyusutan menurut PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar dan berdasarkan
Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 yang dapat disajikan pada tabel 5 sebagai berikut : Tabel .5 Perbandingan Biaya Penyusutan Menurut Perusahaan dengan UU Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Per 31 Desember 2012
No.
Jenis Aktiva Tetap
Biaya Penyusutan PT. Dwi Guna UU No. 36 Laksana Tahun 2008 (Rp) (Rp) 115.708.640 175.326.445
Selisih (Rp) (+/-)
1
Gedung
2
Armada
62.337.475
85.132.020
22.794.545
3
Mobil
63.251.725
89.197.300
25.945.575
4
Inv. Kantor
21.250.000
27.695.560
6.445.560
262.547.840
377.351.325
114.803.485
Jumlah
59.617.805
Sumber : Data Diolah
Ikhtisar perhitungan laba kena pajak, pada perusahaan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar, adalah sebagai berikut : Laba bersih sebelum pajak Koreksi Fiskal Tetap : - Biaya kerugian piutang 60.151.670 - Biaya entertaiment 76.567.100 - Biaya sumbangan 27.891.100 Jumlah
Rp. 1.391.078.780 Rp. Rp. Rp.
Rp. 164.609.870 Koreksi Fiskal Waktu : - Biaya penyusutan bangunan gedung Rp. 59.617.805 - Biaya penyusutan armada angkutan Rp. 22.794.545 - Biaya penyusutan kendaraan mobil Rp. 25.945.575 - Biaya penyusutan inventaris kantor Rp. 6.445.560 Jumlah koreksi fiskal permanen Rp. 49.806.385 Penghasilan kena pajak Rp. 1.440.885.165 PPh terutang Rp. 208.876.966 Laba bersih setelah pajak Rp. 1.232.008.199 Dalam hubungannya dengan uraian tersebut di atas, laba kena pajak setelah dikoreksi fiskal terhadap laba akuntansi sebesar Rp. 1.440.885.165, sehingga pajak penghasilan badan terutang tahun 2012 adalah 201.656.800 hal ini dapat ditentukan perhitungan dibawah ini : PKP yang memperoleh fasilitas = 4.800.000.000 x 1.440.885.165 5.712.345.670 = 1.210.754.599 PKP yang tidak memperoleh fasilitas = 1.440.885.165 – 1.210.754.599 = 230.130.566 Perhitungan PPh : PPh yang memperoleh fasilitas = 151.344.125 (25% x 50% x Pkp) PPh yang tidak memperoleh fasilitas = 57.532.641 (25% x Pkp) PPh terutang = 208.876.966
63
Berdasarkan hasil analisis mengenai rekapitulasi fiskal maka akan disajikan perhitungan PPh pasal 25 dan 29 yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Perhitungan PPh pasal 29 menurut perusahaan a. PPh pasal 29 Perhitungan PPh pasal 29 menurut perusahaan dapat dihitung sebagai berikut : PPh terutang : Kredit pajak : PPh pasal 22 PPh pasal 23 Jumlah kredit pajak
Rp. 29.392.550 Rp. 32.123.400,50 ( + ) Rp. 61.515.950,50 (-)
Tabel 6 Perbandingan Perhitungan PPh Lebih (Kurang) Bayar PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar
No. Jenis PPh Rp. 201.656.800
Menurut Fiskus
1
PPh Pasal 29
48.896.760
41.676.610
PPh Kurang Bayar 7.220.150
2
PPh Pasal 25
12.280.083,29
11.678.404,13
601.679,17
Menurut Perusahaan
Sumber : Data Diolah Rp. 140.140.850 PPh pasal 25 yang telah dibayar Rp. 98.464.240 (-) PPh kurang bayar (PPh pasal 29) Rp. 41.676.610 b. PPh pasal 25 Perhitungan PPh pasal 25 menurut perusahaan dapat dihitung sebagai berikut : PPh terutang menurut SPT Rp. 201.656.800 Kredit pajak : PPh pasal 22 Rp. 29.392.550 PPh pasal 23 Rp. 32.123.400,50 Jumlah kredit pajak Rp. 61.515.950,50 (-) Jumlah utang pajak Rp.140.140.850 / 12 Angsuran PPh pasal 25 perbulan Rp.11.678.404,13
2. PPh pasal 29 dan 25 menurut fiskal a. PPh pasal 29 PPh terutang : Rp. 208.876.950 Kredit pajak : PPh pasal 22 Rp. 29.392.550 PPh pasal 23 Rp. 32.123.400,50 (+) Jumlah kredit pajak Rp. 61.515.950,50 (-) Jumlah utang pajak Rp. 147.361.000 PPh pasal 25 yang telah dibayar Rp. 98.464.240 (-) PPh kurang bayar (PPh pasal 29) Rp. 48.896.760
b. PPh pasal 25 PPh terutang menurut SPT Rp. 208.876.950 Kredit pajak : PPh pasal 22 Rp. 29.392.550 PPh pasal 23 Rp. 32.123.400,50 (+) Jumlah kredit pajak Rp. 61.515.951 (-) Jumlah utang pajak Rp.147.361.000 / 12 Angsuran PPh pasal 25 perbulan Rp. 12.280.083,29
Dalam hubungannya dengan uraian tersebut di atas, akan disajikan besarnya PPh kurang bayar yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. PPh pasal 29 Besarnya PPh pasal 29 yang kurang bayar dapat dihitung sebagai berikut : PPh pasal 29 menurut fiskus Rp. 48.896.760 PPh pasal 29 menurut perusahaan Rp. 41.676.610 PPh pasal 29 kurang bayar Rp. 7.220.150
b. PPh pasal 25 Besarnya PPh pasal 25 kurang bayar dapat dihitung sebagai berikut : PPh pasal 25 menurut fiskus Rp. 12.280.083,29 PPh pasal 25 menurut perusahaan Rp. 11.678.404,13 PPh pasal 25 kurang bayar Rp. 61.679,17
Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan tersebut dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
Dari tabel tersebut di atas yakni hasil perhitungan PPh pasal 29 dan pasal 25 yang menunjukkan bahwa PPh pasal 29 terdapat PPh kurang bayar sebesar Rp. 7.220.150, sedangkan untuk PPh pasal 25 terdapat kurang bayar sebesar Rp. 601.679,17. Untuk perbandingan PPh pasal 25 dan 29 yang kurang bayar harus disetor ke kas negara. Kesimpulan 1. Perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan yang dilakukan perusahaan belum sesuai dengan UndangUndang perpajakan No. 36 tahun 2008, dimana terdapat perbedaaandalam perhitungan pajak penghasilan. 2. Pengaruh dari pelaksanaan koreksi fiskal pada perusahaan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar, yang menunjukkan bahwa dalam perhitungan PPh pasal 29 terdapat PPh yang kurang bayar sebesar Rp. 7.220.150, dan PPh pasal 25 terdapat PPh yang kurang bayar sebesar Rp. 601.679,17. Saran 1. PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar agar mengikuti perhitungan penyusutan aktiva tetap sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No. 36 tahun 2008.
64
2. Disarankan pula kepada perusahaan PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar agar dalam perhitungan pajak penghasilan perlu memperhatikan UndangUndang Perpajakan No. 36 tahun 2008 Pasal 9 biaya yang tidak diakui oleh pajak. Dengan kata lain bahwa perusahaan sebaiknya melakukan sendiri koreksi fiskal atas laporan keuangan komersialnya (Self Fiscal Corection).
DAFTAR PUSTAKA Abut,
Hilarius, 2007, Perpajakan, cetakan pertama, Penerbit : Diadit Media, Jakarta Casavera, 2009, Perpajakan, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Graha Ilmu, Yogyakarta Darmin, Nasution, 2009, Target Pajak Optimis Dapat Terlampaui. http://www.konten.co.id (diakses pada tanggal 23 September 2012) Gill, O. James dan Moira Chatton, 2005, Memahami Laporan Keuangan (Memanfaatkan Informasi Keuangan Untuk Mengendalikan Bisnis Anda), cetakan ketiga, Penerbit : PPM, Jakarta Hanafi, M. Mamduh, 2008, Manajemen Keuangan, Edisi Kedelapan, Cetakan Pertama, Penerbit : BPFE, Yogyakarta Mardiasmo, 2011, Perpajakan, Edisi Revisi, Cetakan Ketujuh Belas, Penerbit : Andi Offset, Yogyakarta
Margaretha, Farah, 2008, Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan, Investasi dan Sumber Dana Jangka Pendek, Penerbit : Grasindo, Jakarta Moljono, Djoko, 2007, Pengantar Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dilengkapi Dengan UndangUndang, edisi pertama, Penerbit : Andi Yogyakarta Resmi, Siti, 2007, Perpajakan Teori dan Kasus, edisi pertama, penerbit : Salemba Empat, Jakarta Suandy, Erly, 2010, Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua, Penerbit : Salemba Empat, Jakarta Sumarsan, Thomas, 2010, Perpajakan Indonesia, Pedoman yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, Penerbit : Indeks, Jakarta Supramono dan Thresia Woro Damayanti, 2010, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, edisi pertama, Penerbit : Andi Offset, Yogyakarta Tjahjono, Ahmad dan Muhammad Fakhri Husein, 2010, Perpajakan, edisi revisi, Penerbit : UPP AMP YKPN, Yogykarta Waluyo, 2010, Perpajakan Indonesia, buku satu, edisi kesembilan, Penerbit : Salemba Empat, Jakarta Yolina, Meilani S, 2009, Dasar-Dasar Akuntansi Perpajakan, cetakan pertama, Penerbit : Tabora Media, Yogyakarta
65