PELAKSANAAN DIVERSI OLEH PENYIDIK TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI POLRESTA PADANG
Rahmad Ramli1, Fitriati2, Deaf Wahyuni Ramadhani1, 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta 2 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Taman Siswa Email :
[email protected] ABSTRAK Children are human resource successor ideals of national struggle that should be protected and preserved by the whole community. The probe which is the initial stage of the criminal justice system has a responsibility to carry out the transfer or diversion of children who commit criminal acts by way of Restorative Justice approach. In this study the authors used this type of research methods juridical sociological data sources derived from primary data and secondary data with data collection techniques are interviews and document study then analyzed the data qualitative techniques. From the research that has been carried out by way of diversion investigators bring together victims and perpetrators for questioning and then the recognition of guilt of the perpetrator, the willingness of victims to come to terms with the record of the suspect is not a recidivist, not the act of repetition, see a qualified criminal offense and the results of the research community Bapas as well as family and community support. Obstacles encountered in the implementation of diversion investigator is no further action on the part of the victim to the police after the incident, the child Difficult to inform the police, lack of cooperation with Bapas police and the lack of implementing regulations of Law No. 11 of 2012 on the Justice System criminal Child. Keywords: Diversion, Investigator, Restorative Justice, Child. perlindungan
Pendahuluan Menurut
konsideran
dalam
dalam
rangka
untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak.
Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang
Pada hakikatnya anak tidak dapat
Pengadilan Anak (selanjutnya disebut UU
melindungi dirinya sendiri dari berbagai
Pengadilan Anak) mengatakan bahwa anak
macam
adalah bagian dari generasi muda sebagai
kerugian
salah satu sumber daya manusia yang
berbagai bidang kehidupan. Anak harus
merupakan potensi dan penerus cita-cita
dibantu oleh orang lain dalam melindungi
perjuangan bangsa, yang memiliki peranan
dirinya, mengingat situasi dan kondisinya,
strategis dan mempunyai ciri dan sifat
khususnya dalam pelaksanaan peradilan
khusus
kelangsungan
anak yang asing bagi dirinya. Anak perlu
eksistensi bangsa dan negara pada masa
mendapatkan perlindungan dari kesalahan
depan. Sehingga kewajiban dari setiap
penerapan peraturan perundang-undangan
masyarakat
yang diberlakukan terhadap dirinya yang
yang
menjamin
untuk
memberikan
tindakan
yang
menimbulkan
mental,
fisik,
sosial
dalam
1
dapat menyebabkan kerugian mental, fisik,
oleh
dan sosial. Anak merupakan aset bangsa,
merupakan
sebagai bagian dari generasi muda anak
terpengaruh bujuk rayu dari orang dewasa.
berperan sangat strategis sebagai succesor
Sistem peradilan pidana formal yang pada
suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia,
akhirnya menempatkan anak dalam status
anak adalah penerus cita-cita perjuangan
narapidana
bangsa yang patut kita jaga demi kemajuan
konsekuensi yang cukup besar dalam hal
sebuah negara.
tumbuh
Selain
itu,
pada
umumnya
adalah
proses
meniru
ataupun
tentunya
kembang
membawa
anak.
Proses
merupakan
penghukuman yang diberikan kepada anak
harapan orang tua, harapan bangsa dan
lewat sistem peradilan pidana formal
negara yang akan melanjutkan tongkat
dengan memasukkan anak ke dalam
estafet
memiliki
penjara ternyata tidak berhasil menjadikan
peran strategis, mempunyai ciri atau sifat
anak jera dan menjadi pribadi yang lebih
khusus yang akan menjamin kelangsungan
baik untuk menunjang proses tumbuh-
eksistensi bangsa dan negara pada masa
kembangnya. Penjara justru seringkali
depan, oleh karena itu setiap anak harus
membuat anak semakin profesional dalam
mendapatkan pembinaan dari sejak dini,
melakukan tindak kejahatan (Marlina,
anak perlu mendapat kesempatan yang
1999 : 12)
pembangunan
anak
anak
serta
seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan (Gultom, 2008 : 1) Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Tindak pidana yang dilakukan
Bertitik permasalahan
tolak
dari
kompleksnya
berkaitan
dengan
perlindungan yang harus diberikan kepada anak yang berkonflik dengan hukum tentu harus ada upaya dari berbagai pihak untuk menyelamatkan anak bangsa. Polisi yang merupakan tahapan awal dari sistem peradilan pidana dalam penegakan hukum memiliki tanggung-jawab yang cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenang Polri sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
(selanjutnya
disebut
UU
Kepolisian) 2
Dalam berkonflik
menangani dengan
anak
hukum,
yang
dan wewenang Polri sebagaimana yang
polisi
telah diatur dalam Pasal 13 UU Kepolisian
senantiasa harus memperhatikan kondisi
yaitu
anak yang berbeda dari orang dewasa.
Indonesia memiliki tugas:
Sifat dasar anak sebagai pribadi yang
bahwa
Kepolisian
1. Memelihara
masih labil, masa depan anak sebagai aset
Republik
keamanan
dan
ketertiban masyarakat.
bangsa, dan kedudukan anak di masyarakat
2. Menegakkan hukum
yang masih membutuhkan perlindungan
3. Memberikan
dapat dijadikan dasar untuk mencari suatu
pengayoman,
solusi alternatif bagaimana menghindarkan
masyarakat.
anak dari suatu sistem peradilan pidana
Dalam tugas dan wewenangnya
formal, penempatan anak dalam penjara,
tersebut polisi harus senantiasa melihat
dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak
kepentingan masyarakat. Salah satu tugas
sebagai narapidana.
polisi yang sering mendapatkan sorotan
perlindungan, dan
pelayanan
Salah satu cara yang dapat ditempuh
masyarakat adalah penegakan hukum.
dalam menangani perkara tindak pidana
Pada prakteknya penegakan hukum yang
anak adalah pendekatan restorative juctice,
dilakukan
yang dilaksanakan dengan cara pengalihan
mengandung dua pilihan. Pilihan pertama
(diversi). Restorative justice merupakan
adalah penegakan hukum sebagaimana
proses penyelesaian yang dilakukan di luar
yang disyaratkan oleh undang-undang pada
sistem peradilan pidana (Criminal Justice
umumnya, dimana ada upaya paksa yang
System) dengan melibatkan korban, pelaku,
dilakukan oleh polisi untuk menegakkan
keluarga korban dan pelaku, masyarakat
hukum sesuai dengan hukum acara yang
serta pihak-pihak yang berkepentingan
diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun
dengan suatu tindak pidana yang terjadi
1981
untuk
dan
(selanjutnya disebut KUHAP). Sedangkan
penyelesaian. Restorative justice dianggap
pilihan kedua adalah diskresi kepolisian
cara berfikir baru dan memandang sebuah
dimana
tindak kejahatan yang dilakukan oleh
mengedepankan
seseorang. (Arief, 1994 : 20)
keleluasaan
mencapai
kesepakatan
oleh
tentang
polisi
Hukum
tindakan
untuk
senantiasa
Acara
Pidana
yang
lebih
keyakinan
dan
melakukan
suatu
Polisi sebagai tahapan awal dari
tindakan atas dasar pertimbangan yang
sistem peradilan pidana dalam penegakan
menimbulkan tindakan yang diyakini itu
hukum memiliki tanggung-jawab yang
jelas
cukup besar untuk mensinergikan tugas
diharapkan secara kongkrit oleh polisi itu
dipengaruhi
oleh
situasi
yang
3
ketika di lapangan, berdasarkan atas
sepakati oleh Mahkamah Agung, Jaksa
keyakinan kebenaran dan pertimbangan-
Agung, Polri, Menteri hukum dan HAM,
pertimbangan pribadinya yang terbaik pada
Menteri Sosial dan Menteri Pemberdayaan
saat itu. ( Utomo, 2005 : 47)
Perempuan
dan
Anak,
Desember
2009,
salah
Tindakan tersebut diatur dalam
tersebut
tanggal satu
adalah
22 bunyi
KUHAP dan UU Kepolisian, dimana polisi
kesepakatan
penyidik
telah diberi kebebasan yang bertanggung-
melakukan upaya penanganan perkara
jawab untuk melaksanakan hal tersebut,
anak yang berhadapan dengan hukum
oleh karena itu penyidik,
khususnya
dengan pendekatan keadilan restorative
penyidik Satreskrim Polres Padang di
untuk kepentingan terbaik bagi anak wajib
tuntut untuk mampu melakukan tindakan
melibatkan Balai Pemasyarakatan, orang
diversi dalam menangani perkara tindak
tua, dan atau keluarga korban dan pelaku
pidana anak. Pengalihan proses peradilan
tindak pidana serta tokoh masyarakat
anak atau yang disebut dengan diversi
setempat.
berguna untuk menghindari efek negatif
Seperti kasus pencurian HP yang
dari proses-proses peradilan selanjutnya
dialami oleh siswa SMP 1 Padang yang
dalam
anak,
dicuri oleh seorang siswa SMK kota
pernyataan
Padang yang masih berusia 15 tahun
bersalah maupun vonis hukuman. Dalam
dengan menyamar menjadi siswa SMP 1
melaksanakan diversi terhadap anak yang
dengan memakai seragam sekolah yang
berkonflik dengan hukum, sebenarnya
sama untuk melakukan pencurian tersebut.
polisi telah mempunyai payung hukum
Karena mengingat anak masih berusia di
yaitu Undang-undang No. 11 Tahun 2012
bawah umur dan adanya pemaafan dari
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
pihak korban yang merasa dirugikan maka
(Selanjutnya disebut UU SPPA), karena
pihak
belum dikeluarkannya peraturan pelaksana
terhadap anak yang melakukan tindak
dari undang-undang tersebut maka pihak
pidana
kepolisian
melaksanakan
untuk memberikan perlindungan terhadap
berdasarkan dengan terbitnya Telegram
anak guna mengurangi akibat negatif
Kabareskrim Polri No. TR/1124/XI/2006
nantinya. (Sulendro, 2014)
tanggal 16 November 2006 yang ditujukan
Metode Penelitian
administrasi
misalnya
kepada
labelisasi
peradilan akibat
masih
Kapolda
se
Indonesia
dan
kepolisian
diversi
tersebut. Penerapan ini penting
1. Jenis Penelitian
Keputusan Bersama tentang penanganan anak berhadapan dengan hukum yang di
melakukan
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian
yuridis 4
sosiologis yaitu suatu penelitian
interview bebas terpimpin, yaitu
menggunakan bahan kepustakaan
kombinasi
atau data sekunder sebagai data
terpimpin dan interview tidak
awal, kemudian dilanjutkan dengan
terpimpin. Di dalamnya terdapat
data primer atau data lapangan.
unsur kebebasan dan interview
(Soekanto, 1986 : 48)
tidak terpimpin, namun ada juga
2. Sumber Data
dari
interview
unsur-unsur penentu hipotesa,
Sumber
data
penelitian
pengarahan pembicaraan secara
adalah sumber dari mana data dapat
tegas
diperoleh. Adapun yang menjadi
pengontrolan-pengecekan-
sumber data dalam penelitian ini
penilaian (unsur-unsur yang ada
adalah :
pada
a. Data Primer
(Kartono, 1996 : 207)
Data primer diperoleh
pada
unit
PPA
memokok,
interview
serta
terpimpin).
b. Studi dokumen
dari wawancara dengan 3 orang penyidik
dan
Studi Dokumen (library research)
adalah
data
yang
Polresta Padang yaitu Aiptu
berkaitan dengan permasalahan
Patmi
Fitri
penulis dan pengumpulan data
Ermita dan Brigadir Gatot Ibnu
yang dipakai untuk mempelajari
Sulendro
bahan
Tanjung,
Ipda
yang
pernah
kepustakaan
melalui
menangani kasus tindak pidana
buku-buku
yang dilakukan oleh anak yang
berhubungan dengan penulisan
diselesaikan melalui diversi.
ini.
b. Data Sekunder
diperoleh
yang
4. Analisis Data
Data sekunder adalah data yang
hukum
dari
Setelah data primer dan data
statistik
sekunder dikumpulkan, kemudian
kriminal tindak pidana anak yang
dianalisa secara kualitatif yaitunya
kasusnya
pendekatan
diselesaikan
melalui
yang
memusatkan
diversi dari tahun 2013 sampai
perhatiannya pada prinsip-prinsip
2014.
umum yang mendasari perwujudan
3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Bentuk wawancara yang akan dilakukan peneliti adalah
satuan-satuan
gejala
yang
ada
dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejalagejala
sosial
budaya
dengan 5
menggunakan masyarakat untuk
kebudayaan yang
memperoleh
dari
dilakukan di sembarang tempat, hal ini
bersangkutan
dilakukan penyidik untuk mengurangi rasa
gambaran
takut anak dalam memberikan keteranagan
mengenai pola-pola yang berlaku.
kepada pihak kepolisian karena pada
Hasil dan Pembahasan
umumnya ketika anak berhadapan dengan
A. Pelaksanaan Diversi oleh Penyidik
polisi
yang
memakai
seragam
dinas
terhadap Anak yang Melakukan
kepolisian anak - anak cendrung untuk
Tindak Pidana di Polresta Padang
berdiam tanapa mau member keteranagan
Penyidik Polresta Padang dalam
terhadap apa yang telah dilakukannya.
pelaksanaan diversi terhadap anak yang
Setelah di mintanya keterangan
melakukan tindak pidana diawali dengan
dari tersangka, penyidik memanggil dan
masuknya
yang
mempertemukan kedua belak pihak yaitu
menyatakan telah terjadinya tindak pidana
pihak korban dengan anak yang melakukan
yang dilakukan oleh anak di bawah umur,
tindak pidana, penyidik yang merupakan
dalam penanganan kasus tersebut penyidik
tahapan awal dari sistem peradilan pidana
Polresta Padang melakukan pemeriksaan
bertindak
untuk dimintai keterangan, dalam proses
penanganan kasus ini, penyidik berusha
pemeriksaan tersebut penyidik berusaha
untuk meyarankan agar kedua belah pihak
untuk
untuk
untuk saling memaafkan karna penyidik
memberikan keterangan dengan jujur dan
beranggapan bahwa anak yang melakukan
mencari tau apa
tindak pidana ini masih tergolong anak -
sebuah
membujuk
menjadi
latar
laporan
si
anak
yang sesungguhnya
belang
anak
dalam
melakukan pelanggaran atau kejahatan
sebagai
mediator
dalam
anak dan perbuatan yang dulakukannya itu juga merupakan tindak pidana ringan.
tersebut, terkadang anak tersebut bisa
Setelah
anak
mengakui
melakukan sebuah kejahatan dikarenakan
perbuatannya dan sudah ada pernyataan
dipengaruhi oleh beberapa factor seperti
bersalah
lingkungan sekolah, lingkungan tempat
kepolisian
tinggal dan keluarga yang tidak harmonis
pidana anak tersebut dengan pendekatan
sehingga ini yang menyebabkan anak
Restorative
melakukan tindak pidana.
dengan
Dalam
proses
pemeriksaan
dengan
dari
dirinya
menangani
cara
justice
maka
pihak
perkara
tindak
yang
pengalihan
melibatkan
dilaksanakan atau
korban,
diversi pelaku,
penyidik Polresta Padang tidak harus
keluarga korban dan pelaku, masyarakat
melaksanakan pemeriksaan itu di kantor
serta pihak - pihak yang berkepentingan
polisi, namun pemeriksaan itu biasa saja
dalam perkara anak tersebut semua itu 6
dilakuan oleh pihak kepolisian demi
terletak
kepentingan terbaik bagi anak tersebut
(keluarga korban) untuk memaafkan
asalkan adanya kemaun pihak korban dan
pelaku dan menerima perbuatan
pelakau untuk saling memaafkan serta
tersebut
memenuhi
pelaku dan terhadap pelaku sendiri
ketentuan-ketentuan
sebagai
pada
karena
kemauan
korban
kehilafan
dari
berikut: (Tanjung, 2014)
juga mengakui bahwa perbuatan
1) Adanya pengakuan atau pernyataan
yang dilakukannya tersebut adalah
bersalah dari pelaku
merupakan suatu kesalahan serta
Dalam hal pernyataan bersalah
adanya kemauan masyarakat untuk
dari pelaku ini adalah bukan memaksa
terlibat dalam penyelesaian tindak
pelaku untuk mengakui kesalahan tetapi
pidana tersebut. Apabila tidak ada
adanya kebenaran dengan rasa penuh
kemauan
tanggung jawab dari anak pelaku bahwa
masyarakat maka Retoratif Justice
tindakan yang dilakukannya tersebut
tidak dapat dilaksanakan.
merupakan
3) Tersangka anak bukan residivis
suatu
kesalahan
dan
bertanggung jawab untuk memperbaiki kerugian
yang
ditimbulkan
dari
Bahwa Justice
dapat
dari
korban
penerapan
dan
Retoratif
dilaksanakan
apabila
perbuatan yang dilakukan serta berjanji
tersangka bukanlah seorang residivis
tidak
(telah berulang kali dijatuhi hukuman
akan
mengulangi
perbuatan
tersebut. 2) Adanya
oleh kemauan
korban/keluarga
korban
pengadilan).
Hal
ini
tidak
memungkinkan pelaksanaan Retoratif Justice karena penyidik beranggapan
Pada prinsipnya Retoratif Justice
bahwa seorang anak residivis adalah
adalah suatu penyelesaian secara adil
anak yang sudah mengetahui bahwa
yang
pelaku,
perbuatan yang dilakukannya tersebut
masyarakat
merupakan suatu kesalahan, karena
maupun pihak lain yang terkait dalam
pada proses sebelumnya anak tersebut
suatu tindak pidana secara bersama-
sudah pernah mendapatkan hukuman
sama mencari penyelesaian terhadap
serta menjalani pembinaan dan apabila
tindak pidana tersebut dan bertujuan
diberikan sanksi tindakan maka tidak
pada penekanan pemulihan kembali
akan memberikan efek jera. Di sisi lain
pada keadaan semula.
dalam pemeriksaan anak sebagai pelaku
melibatkan
keluarga
korban,
mereka,
dan
Jadi pelaksanaan Retoratif Justice dapat
dilaksanakan jika
tindak pidana juga harus dinyatakan apakah
perbuatan
yang
dilakukan 7
tersebut merupakan suatu perbuatan
Terhadap tindak pidana yang
pengulangan
tidak menimbulkan korban secara
atau
sudah
terbiasa
dilakukannya dan apabila itu merupakan
langsung,
suatu tindakan penanggulangan maka
tersebut
Retoratif
masyarakat
Justice
tidak
dapat
dilaksanakan.
tetapi
perbuatan
berdampak
kepada
umum,
dengan
catatan perbuatan anak jelas-jelas
4) Adanya pertimbangan tertentu terhadap
dipengaruhi
perkara tindak pidana anak
oleh
faktor
lingkungan seperti kasus narkoba
Bahwa tidak semua tindak pidana
(jumlah barang bukti sedikit).
dapat dilaksanakan melalui pendekatan
b. Hasil penelitian kemasyarakatan dari
Retoratif Justice tetapi penyidik harus
Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
jeli dan teliti melihat persoalan perkara
Tugas Balai Pemasyarakatan adalah
anak
sebagai
yang
dihadapkan
kepadanya,
perantara
untuk
dengan melihat :
melaksanakan
a. Kualifikasi tindak pidana
pemasyarakatan, dalam perkara anak
Penyidik dapat melakukan upaya damai/mediasi
Pemasyarakatan
bertugas
pada
mempersiapkan
laporan
tujuan Restoratif Justice apabila
kemasyarakatan
(penelitian
tindak pidana yang dilakukan oleh
kemasyarakatan) yang dilaksanakan
anak
kepada
oleh petugas Balai Pemasyarakatan,
tindak pidana yang ringan yang
selaku pejabat fungsional penegak
tindak menimbulkan akibat berarti.
hukum yang melaksanakan tugas
Seperti yang pada Pasal 9 UU SPPA
pembinaan,
menerangkan
pembimbingan
tersebut
berorientasi
Balai
bimbingan
tergolong
bahwa
kualifikasi
pengamanan warga
tindak pidana yang dapat dilakukan
pemasyarakatan.
mediasi pada umumnya adalah :
Laporan
(a) Tindak
pidana
yang
berupa
Balai
dan binaan
Pemasyarakatan
dibuat berdasarkan fakta-fakta yang jelas,
pelanggaran seperti kecelakaan
yang
lalu lintas
bagaimana pendidikan anak, keadaan anak
(b)Tindak
pidana
ringan
penghinaan,
seperti
di
berisikan
sekolah,
di
data
individu
lingkungan
anak,
tempat
pencurian,
tinggalnya, hubungan anak dengan anggota
perkelahian, penipuan dan tidak
keluarga maupun lingkungan dan keadaan
menghilangkan jiwa.
lingkungan yang berasal dari Rukun
(c) Tindak pidana tanpa korban
Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), 8
Lurah setempat, bagaimana kehidupan
berdasarkan laporan bapas ternyata banyak
sehari-hari
tersebut.
nilai-nilai negative dimiliki anak pelaku
Keadaan lingkungan berupa bagaimana
pidana maka akan menjadi kendala dalam
anak di mata masyarakat, tempat dia
penerapan
bermain,
penyidik.
anak
tersangka
sekolahnya
dan
kehidupan
sosialnya. Selain hal tersebut suatu keluhan
dari
pembimbing
kemasyarakatan.
berupa
oleh
Dalam
hal
adanya
dukungan
keluarga yang berarti bahwa penyidik menilai keadaan keluarga anak pelaku
Pihak BAPAS akan mengajukan saran
Justice
c. Dukungan keluarga dan masyarakat
dan keberatan masyarakat setempat serta kesimpulan
Restorative
tindakan
agar
anak
kejahatan
masih
mampu
untuk
mendidik, memelihara, dan menjaga
dikembalikan pada orang tuanya, apabila
anak
terdapat kondisi-kondisi yang melekat
terhadap perilaku anak pelaku tersebut.
pada kasus yang bersangkutan, seperti :
dan
pandangan
masyarakat
Berdasarkan laporan BAPAS dapat
a. Kondisi anak masih muda
menilai kondisi lingkungan yang aman
b. Anak perlu sekolah
bagi
c. Orang
tuanya
sanggum
membimbing
kelangsungan
pertumbuhan
dan
perkembangan anak di kemudian hari. Dengan
demikian
keluarga
dan
d. Tindak pidana termasuk ringan
masyarakat juga menjadi salah satu syarat
e. Pihak korban sudah diberi ganti
untuk di dapat dilaksanakan Restorative
rugi dan memaafkan
Justice.
f. Kondisi lingkungan masyarakat sekitar
dinilai
layak
untuk
pembinaan anak tersebut.
Dalam memperoleh kesepakatan diversi harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan korban dan keluarga korban.
Berdasarkan laporan BAPAS ini
Hal ini mengindikasikan bahwa harus
menjadi alasan atau syarat bagi penyidik
keaktifan
dalam melaksanakan Restorative Justice
keluarga tersangka dalam proses diversi,
melaui upaya diversi. Hal ini penting
agar proses pemulihan keadaan dapat
kerena penyidik dapat mengetahuinya
tercapai sesuai dengan keadilan restoratif.
kondisi anak saat proses penyidikan,
Bentuk-bentuk hasil kesepakatan diversi
sehingga dengan adanya hasil penelitian
diversi antara lain dapat berupa :
kemasyarakatan
ini
sangat
membantu
a.
penyidik memperoleh keadaan anak di dalam
masyarakat.
Namun
apabila
dari
keluarga
korban
dan
Perdamainan dengan atau tanpa ganti rugi
b.
Penyerahan kembali kepada orang 9
tua/wali c.
Ketika terjadinya kejahatan yang dilakuan
Keikutsertaan atau
dalam
pelatihan
pendidikan
di
lembaga
oleh
anak
di
menyebabkan
bawah
umur
yang
pihak
korban
merasa
sehingga
pihak
korban
pendidikan atau LPSK paling lama
dirugikan
3 (tiga) bulan.
melaporkan kepada kepolisian untuk di
Hasil
kesepakatan
tersebut
proses, namun setelah laporan disampaikan
dituangkan dalam bentuk kesepakatan
dan diterima oleh pihak kepolisian setelah
diversi.
tidak
itu tidak adanya lagi tindakan lanjutan dari
tidak
pihak korban terhadap kasus tersebut,
peradilan
sehingga ini yang menyebabkan sulitnya
Apabila proses diversi
menghasilkan
kesepakatan
dilaksanakan,
maka
atau
proses
pidana anak dilanjutkan untuk setiap
kepolisian
tingkatan. Berkaitan atau sesuai dengan
tersebut, apakah akan di proses dan
hukum acara peradilan pidana anak yang
dilanjutkan sesuai sistem peradilan pidana
akan dibahas dalam bab tersendiri.
atau nantinya bisa dilakukan upaya diversi
B. Kendala yang Ditemui Penyidik
demi kepentingan tersangka tersebut.
dalam
Pelaksanaan
Diversi
dalam
a. Sulitnya
anak
penanganan
dalam
kasus
memberikan
terhadap Anak yang Melakukan
keterangan kepada kepolisian.
Tindak Pidana di Polresta Padang
Ketika anak yang berhadapan dengan
Adapun
kendala
yang
ditemui
hukum sering kali menyebabkan anak
dalam proses pelaksanaan diversi oleh
merasa takut karena anak-anak masih
penyidik di Polresta Padang adalah :
beranggapan bahwa polisi adalah orang
(Sulendro, 2014)
bisa memasukkannya ke dalam penjara,
1. Hambatan Internal
sehingga ini yang menyebabkan seorang
Walaupun
keadilan
anak tidak mau memberikan keterangan
Restorative Justice melalui upaya
dan membisu kepada polisi, hal ini yang
diversi sudah mulai dikenal sebagai
menyebabkan
alternatif penanganan kasus anak
mendapatkan keterangan dari anak dalam
yang melakukan tindak pidana,
proses penyidikan untuk penerapan diversi.
namun
b. Kurangnya kerja sama antara pihak
masih
banyak
terdapat
kendala-kendala
yang
ditemui
kepolisian
polisi
sulit
dengan
untuk
Balai
dalam menjalankan sistem peradilan
Pemasyarakatan (BAPAS)
pidana anak tersebut diantaranya :
Hal ini sering terjadi dalam penanganan
Tidak adanya tindakan lanjutan dari pihak
asus anak yang berhadapan dengan hukum
korban kepada kepolisian setelah kejadian.
dan kemudian berdampak kepada anak itu 10
sendiri, contoh anak yang melakukan
tinjau dari jenis kejahatannya yang dapat
pencurian dan kemudian di proses hukum
digolongkan dengan tindak pidana ringan
dan untuk memutuskan suatu tindakan
seperti pencurian dan penganiayaan.
diperlukan
negosiasi antara aparat yang
Tidak adanya peraturan pelaksana yang
berwenang seperti kepolisian, dan pihak
mendukung efektivitas dalam penerapan
BAPAS untuk memutuskan hal apa yang
UU SPPA menyebabkan tidak semua
akan diberlakukan kepada anak, apakah
pihak memahami implementasi keadilan
akan dilanjutkan atau akan diberlakukan
restorative dengan tujuan pemulihan bagi
diversi, tapi terkadang dalam pemutusan
pelaku, korban, dan masyarakat. Akibatnya
tindakan
sering
ini
sering
terjadi
tidak
ketidaksamaan keputusan yang sehingga anak yang melakukan perbuatan pidana
ada
Dalam penerapan peraturan di lapangan dalam
diversi
dengan hukum
dilimpahkan
yang ke
terjadi
perkara
pengadilan
yang
mengintervensi jalannya proses mediasi.
yang seharusnya dapat dilakukan upaya namun
pihak-pihak
penanganan
anak
masalah
berhadapan yang paling
yang
sederhana dapat dilihat pada beragamnya
berdampak sangat merugikan si anak baik
batasan yang menjadi umur minimal
dari segi fisik maupun segi psikologisnya.
seseorang anak pada peraturan-peraturan
2. Hambatan Eksternal Bahwa
yang terkait. Akibatnya aparat penegak
dalam
penerapan
hukum membuat putusan yang tidak
model
Restoratif
konsisten dalam kasus anak berhadapan
Justice masih banyak hambatan
dengan hukum yang memiliki kemiripan
eksternal yang ditemukan yaitu :
unsur-unsur perbuatan.
a. Belum
b. Belum
diversi
dalam
keluarnya
peraturan
pelaksana dari UU SPPA.
mengawasi
Merupakan suatu hal yang mendasar yaitu tidak adanya peraturan pelaksana yang
mendukung
diversi
lembaga
yang
setelah
adanya
kesepakatan dari kedua belak pihak. Setelah dilaksanakannya diversi
dalam
terhadap anak yang melakukan tindak
penerapan UU SPPA, sehingga dalam
pidana, anak tersebut dibiarakan begitu
penerapan diversi ini sering kali terlambat,
saja tanpa ada lembaga yang mengawasi
UU SPPA ini mendapat dukungan positive
hal tersebut seperti lembaga - lembaga
dari
diversi
rehabilitasi sosial anak nakal, dalam hal
merupakan suatu Undang-undang yang
ini departemen sosial atau organisasi
berpihak kepada pelaku tindak pidana yang
sosial kemasyarakatan yang bergerak di
dilakukan anak-anak namun juga harus di
bidang pendidikan, pembinaan dan
masyarakat
efektivitas
adanya
dikarenakan
11
latihan kerja sehingga nantinya dapat
kerjasama
dibina secara khusus diberi pemulihan
dengan BAPAS.
mental dan perilaku.
antara
kendala
pihak
kepolisian
eksternal:
belum
keluarnya peraturan pelaksana dari
Simpulan Dari rumusan masalah, berdasarkan
Undang-undang No 11 Tahun 2012
pembahasan yang telah di uraikan diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ucapan Terima Kasih
sebagai berikut:
Penulis menyadari bahwa dalam
1. Penerapan diversi terhadap anak
penyelesaian skripsi tidak terlepas dari
yang melakukan tindak pidana di
bantuan, Ibu Dr. Fitriati S.H., M.H, selaku
Polresta Padang telah dilaksnakan
pembimbing I dan Ibu Deaf Wahyuni
dengan
Ramadhani, S,H., M,H selaku Pembimbing
berdasarkan
diskresi
kepolisian dan yang mana diawali
II
dengan adanya pengakuan bersalah
bimbingan, motivasi dan petunjuk. Selain
dari pelaku tindak pidana, adanya
itu, penyelesaian penulisan skripsi ini juga
kemauan korban/keluarga korban
tidak
untuk berdamai, dengan catatan
dukungan dari berbagai pihak, maka
tersangka
penulis mengucapkan terima kasih yang
bukan
bukan
residivis
perbuatan
dan
pengulangan,
melihat kualifikasi tindak pidana, hasil
penelitian
dari
BAPAS
kemasyarakatan serta
dukungan
keluarga dan masyarakat.
yang
telah
terlepas
memberikan
dari
arahan,
bimbingan
dan
sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. 2. Ibu Nurbeti, S.H., M.H, selaku
Kendala yang ditemui penyidik dalam pelaksanaan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polresta Padang yaitu :
wakil
Dekan
Fakultas
Hukum
Universitas Bung Hatta. 3. Ibu Yetisma Saini, S.H., M.H, selaku Ketua bagian Hukum Pidana
kendala internal: Tidak adanya tindakan lanjutan dari pihak korban
Fakultas Hukum Universitas Bung hatta.
kepada kepolisian yang menyebabkan
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas
pihak kepolisian sulit untuk penanganan
Hukum Universitas Bung Hatta,
kasus
serta
tersebut,
memberikan
sulitnya
keterangan
anak ketika
berhadapan dengan polisi, kurangnya
karyawan
dan
karyawati
Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. 12
Semoga Allah S.W.T memberikan 5. Buat Ayahanda tercinta Ramli, dan
balasan yang sebesar-besarnya atas jasa-
Ibunda tersayang Nurbaiyah yang
jasa, kebaikan, serta bantuan yang telah
selalu
dan
diberikan kepada penulis. Akhir kata
memberikan dukungan baik moril
penulis sampaikan semoga skiripsi ini akan
maupun materil.
bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi
mendo’akan
6. Buat Uda dan Uni saya tercinta Arlinda, Syahrimal, Sumiati, Susi Nuramli, Rahim Ramli, Ruslan, Fadhilah
Ramli,
Rahmawati,
Fadhlul Hanif, terima kasih atas dukungannya,
motivasi
dan
semangat selama ini. 7. Buat Ibu Fitri Ermita selaku Kanit di Unit PPA Polresta Padang yang telah memberikan data dan Aiptu Patmi Tanjung serta Brigadir Gatot Ibnu
Sulendro
meluangkan
yang
telah
A. Buku-Buku Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Arif Gosita, 2001, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Presindo, Jakarta. Barda Nawawi Arief, 1994, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, CV Ananta, Semarang.
selama
rekan-rekan
Burhan Ashshofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.
waktunya
buat
DAFTAR PUSTAKA
Bawengan Gerson,1977, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Introgasi, Pradya Paramita, Jakarta.
penelitian. 8. Teristimewa
pembaca. Amiin.
pejuang umat dan bangsa HmI Cabang
Padang
Komisariat
dan
HmI
Proklamator
Universitas Bung Hatta yang telah membantu
dan
memberikan
dorongan dari awal hingga skripsi ini selesai. 9. Buat
C.T.S Kansil, 1992, Jilid I, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta
kawan-kawan
Fakultas
Hukum Universitas Bung Hatta BP
Eva Achjani Zulfa, 2011, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, Lubuk Agung, Bandung. Gerson Bawengan, 1977, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Introgasi, Pradya Paramita, Jakarta. M. Natsir Djamil, 2012, Anak Bukan untuk dihukum, Sinar Grafika, Jakarta.
2010 yang telah memberi semangat dan dukungannya dalam penulisan ini.
Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,Refika Aditama, Bandung. 13
Maiyestati, 2005, Metode Peneltian Hukum, Universitas Bung Hatta Pers, Padang. Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Jakarta. Martiman Prodjomidjojo, 1996 , Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 1, Pradnya Pramita, Jakarta. Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, 2001, Metodologi Penelitan , Bumi Aksara, Jakarta. Narhriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta. Paulus Hadisuprato, 2006, Peradilan Restoratif: Model Peradilan Anak Indonesia Masa Datang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang. P.A.F Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Soekanto Soerjono,1986.Pengantar penelitian Hukum.Universitas Indonesia. Sunggono Bambang, 2007, Metodologi penelitian hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Utomo Hadi warsito,2005, Hukum kepolisian di indonesia, Perstasi Pustaka Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Telegram Kabareskrim Polri No. Pol.: TR/1124/XI/2006 C. Sumber Lain Achmad, “Upaya Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Kota Palembang, dalam Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27, Tahun X, Januari 2005. M. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, dalam Marlina, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bakti,Bandung.
Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto, Semarang. Teguh Prasetyo, 2012, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
14
