Analisis Kesadaran PekerjaTerhadap Aspek-Aspek Kepemimpinan & Komitmen, Kebijakan, dan Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada PT. Fast Moving Customer Goods Site Cileungsi Tahun 2014 1st Ahmad Fauzi dan 2nd Chandra Satrya 1. 2.
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak PT. Fast Moving Customer Goods adalah perusahaan industri yang bergerak di bidang perawatan rumah tangga (household) dan kesehatan personal (hyangiene). Data perusahaan menunjukkan bahwa ada nearmess 72, first aid case 10 dan minor case 2 sepanjang tahun 2013. Menurut informasi yang didapatkan dari tim K3 perusahaan menyatakan bahwa program K3 sudah diterapkan namun kasus kecelakaan masih terjadi sehingga dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menjelaskan kesadaran pekerja terhadap aspek-aspek kepemimpinan & komitmen K3, kebijakan K3, dan manajemen risiko K3 pada PT. Fast Moving Customer Goods tahun 2014. Metode yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat deskriptif dan observasional melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompik terfokus (FGD). Hasil penelitian menunjukkan kesadaran informan mengenai kepemimpinan & komitmen K3 cukup baik, begitu pun pada peserta FGD. Kesadaran informan mengenai kebijakan K3 masih kurang baik, sama halnya dengan peserta FGD. Kesadaran informan mengenai manajemen risiko K3 masih kurang baik, begitu pula dengan peserta FGD. Kata kunci: Kesadaran; Kepemimpinan & Komitmen; Kebijakan; Manajemen Risiko; Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Analysis of Workers Awareness of Leadership & Commitment, Policy and Risk Management in Occupational Health and Safety (OHS) at Fast Moving Customer Goods Company Cileungsi Site in 2014 Abstract Fast Moving Customer Goods Company is an industrial company that engaged in the care of the household (household) and personal health (hyangiene). The company's data shows that there are nearmess 72, first aid 10 cases and minor 2 cases during 2013. According the information from HSE team, HSE programs have been implemented, but accidents still happen. This study aims to determine the workers' awareness of leadership and commitment, policies, and risk management in occupational health and safety (OHS) at Good Customer Fast Moving Company in 2014. The research method used descriptive and observational through in-depth interviews and focus group discussions (FGD). The results showed that the informants’ awareness about leadership and commitment is good enough, so was the FGD participants. Informants’ awareness about OHS Policy is still not good, as well as FGD participants. Informants awareness about OHS risk management is still not good, as well as FGD participants. Key Words: Awareness, leadership and commitment policy; risk management; occupational health and safety
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
Pendahuluan Pada saat bekerja,
pekerja menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat kerja
sehingga bisa dikatakan bahwa tempat kerja merupakan rumah kedua bagi mereka. Layaknya rumah yang dianggap sebagai tempat berlindung dari mara bahaya agar merasa aman dan nyaman, tempat kerja pun harus bisa melindungi pekerjanya dari bahaya apapun yang mengancam keselamatan dan kesehatan pekerjnya, termasuk kecelakaan kerja.
Menurut
Suma’mur (1981), kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada
perusahaan.
Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa
dikarenakan oleh pekejaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. OHSAS 18001:2007,
kecelakaan terjadi Sedangkan menurut
kecelakaan kerja adalah sebagai kejadian yang berhubungan dengan
pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahanya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau yang berpotensi menyebabkan merusak lingkungan.
Angka kejadian sakit dan cedera sebagai akibat dari
kecelakaan kerja di dunia masih cukup tinggi. Menurut data dari Survey of Occupational Injuries and Illnesses (SOII) dipimpin oleh the U.S. Bureau of Labor Statistics, tingkat kejadian cedera hanya di kalangan pekerja industri swasta menurun menjadi 3,2 kasus per 100 pekerja waktu penuh pada tahun 2012. Angka tersebut mengalami penurunan dari 3,3 kasus pada tahun 2011. Sebagai perbandingan, kejadian angka kasus penyakit akibat kerja secara statistik tidak berubah pada tahun 2011 dan 2012 yaitu 20,2 kasus per 10.000 pekerja waktu penuh. Sementara untuk industri manufaktur, insiden cederadan kesakitan non fatal mencapai 4,4 kasus per 100 pekerja waktu penuh pada tahun 2011 dan mengalamin penurunan 4,3 per 100 pekerja waktu penuh pada tahun 2012. Walau demikian, penurunan yang terjadi tidak begitu signifikan. Di Indonesia sendiri, jaminan keselamatan dan kesehatan pekerja sudah diatur dalam Undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat 1 (satu) poin A yaitu setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Walaupun peraturan ini sudah ada, namun tingkat kecelakaan akibat kerja masih tergolong tinggi. Laporan ILO menyatakan setiap hari terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban fatal kurang lebih 6000 kasus, sementara di Indonesia dari setiap 100.000 tenaga kerja terdapat 20 orang menderita kecelakaan kerja fatal (Disnakertransduk, 2013). Data di PT Jamsostek
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
menyebutkan cenderung meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, menyusul makin bertambahnya jumlah peserta yang terdaftar. Data terakhir pada 2011 tercatat sebanyak 99.491 kasus kecelakaan kerja atau rata-rata 414 kasus per hari, dengan pembayaran jaminan mencapai Rp 504 miliar. Jumlah tersebut lebih tinggi dibanding angka kecelakaan kerja pada 2010 yang tercatat 98.711 kasus dengan pembayaran klaim jaminan Rp 401,2 miliar.
Sementara angka
kecelakaan kerja di perusahaan peserta Jamsostek selama periode 2007-2009 dan jumlah klaimnya, secara berurutan adalah 83.714 kasus, 94.736 kasus, dan 96.314 kasus (Disnakertransduk, 2013). Kasus kecelakaan di atas bukan serta merta terjadi tanpa adanya penyebab.
Menurut
Henrich, penemu teori domino menyatakan bahwa 88% kecelakaan disebabkan karena tindakan tidak aman manusianya, 10% karena kondisi yang tidak aman, sementara 2 % dikarenakan kejadian yang tidak dapat dicegah. Berbicara mengenai tindakan tidak aman manusia, maka berkaitan dengan perilaku. Penelitian Rogers (1074) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: Awareness (kesadaran), Interest, Evaluation, dan Adoption.
Kesadaran
sebagaimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Fungsi berikutnya dari kesadaran diri adalah untuk merencanakan, memulai dan membimbing tindakan kita (Taniputera, 2005). Menurut B. Kutschincky (1973) dalam Soekanto (1983) yang juga telah dimodifikasi oleh Salman (1993) terdapat empat indikator kesadaran yang telah terapkan untuk mengetahui kesadaran hukum pada mahasiswa, yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya yaitu pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku. Setiap indikator tersebut menunjuk pada tingkat kesadaran tertentu mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Berbagai upaya pembinaan unsur manusia perlu untuk dilakukan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga kesadaran K3 meningkat, namun aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya jika tidak ada intervensi dari manajemen yang berwujud upaya terencana untuk mengelolanya dalam suatu sistem manajemen K3 (Ramli, 2010). Kepemimpinan dan Komitmen, kebijakan K3, dan manajemen risiko merupakan
elemen atau aspek-aspek
mendasar dari keseluruhan elemen sistem manajemen K3. Kesadaran akan ketiga aspek tersebut diperlukan oleh perusahaan agar program K3 dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
PT. Fast Moving Customer Goods merupakan
perusahaan industri yang banyak memproduksi produk-produk perawatan rumah tangga (household) dan kesehatan personal (hyangiene).
Data dari tim HSE (Health, Safety,
Environment) perusahaan menunjukkan bahwa ada 72 kejadian nearmess , 10 first aid case dan 2 minor case sepanjang tahun 2013.
Sementara, menurut informasi yang didapatkan dari tim
K3 perusahaan menyatakan bahwa program K3 sudah diterapkan namun kasus kecelakaan masih terjadi sehingga dilakukan penelitian untuk menjelaskan kesadaran perusahaan terhadap aspek kepemimpinan dan komitmen K3, kebijakan K3, dan manajemen risiko pada PT. Fast Moving Customer Goods site Cileungsi dengan melihat dari tiga indikator yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan pada masing-masing aspek tersebut.
Tinjauan Teoritis Kata kesadaran menunjuk pada fungsi-fungsi intelektual. Sebelum sesuatu bisa terjadi, kesadaran harus terjadi terlebih dahulu di dalam diri seseorang. Namun demikian, kesadaran itu sendiri tidak memadai sehingga sebagian orang menekankan hal-hal yang harus menyertai kesadaran yaitu emosi, keputusan dan khususnya tindakan.
Kesadaran menjadi yang pertama
dalam rangkaian fungsi-fungsi sejati , sehingga ia merupakan prasyarat bagi segala sesuatu yang dilakukan seseorang. Dan bukan kesadaran akan fakta-fakta yang terpisah saja yang menjadikan kesadaran itu dasar dari tindakan (Leigh, 2007). Menurut B. Kutschincky (1973) dalam Soekanto (1983) yang juga telah dimodifikasi oleh Salman (1993) terdapat empat indikator kesadaran hukum yang mana ia gunakan untuk mengetahui kesadaran mahasiswa hukum, yang masingmasing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya yaitu pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku. Setiap indikator tersebut di atas menunjuk pada tingkat kesadaran tertentu mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Senada dengan pernyataan tersebut, Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 ranah perilaku atau domain perilaku yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor).
Ketiga domain tersebut oleh ahli pendidikan di Indonesia
diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau pericipta, perirasa, dan peritindak. Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
perilaku yakni Pengetahuan (knowledge), Sikap (Attitude), dan Tindakan atau Praktik (Practice) (Notoatmodjo, 2007, 2010). Ada enam tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif antara lain (Notoatmodjo, 2010) : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali (recall) suatu hal yang spesifik dari keseluruhan bahan yang telah dipelajari atau stimulus yang telah diterima termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Hal ini ditandai dengan pahamnya seseorang terhadap objek suatu materi yang telah dipelajari sehingga ia harus mampu untuk menjelaskan, menyimpulkan, menyebutkan contoh, meramalkan, dan sebagainya. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus-rumus, hukum-hukum, prinsip, metode, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk mejabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis meruapakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation)
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terbagi dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010). 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). 2. Menanggapi (responding) Menanggapi dalam hal ini diartikan untuk memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon. 4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya adalah tingkatan sikap yang paling tinggi.
Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya (Notoatmodjo, 2007, 2010),yakni: a. Praktik terpimpin (guided response) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. Indikator praktik tingkat pertama adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. b. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanisme. Seseorang dikatakan mampu
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
mencapai tingkatan ini apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
c. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, bersifat deskriptif dan observasional dengan metode kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Fast Moving Customer Good yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014. menggunakan sampel purposif. mengutamakan generalisasi.
Pemilihan sampel pada penelitian ini
Dalam menggunakan sampel purposif, peneliti tidak
Dalam Penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan cara
wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD), dan observasi.
Wawancara
mendalam dilakukan selama tiga hari yakni tanggal 4, 5 dan 9 Juni kepada manajemen, yang terdiri dari manajer Barsoup, Engineering, Human Resources, Personal Care dan House Hold. Sementara FGD dilakukan pada tanggal 6 Juni terhadap 5 (lima) HSE representative masingmasing dari departemen Barsoup, Engineering, Quality Assembly, Warehouse Raw Material and Packing Material, Human Resources, dan House Hold. Wawancara mendalam dilakukan kurang lebih sekitar 60 sampai 90 menit sementara FGD sekitar 90 menit. Pemilihan informan baik informan wawancara mendalam dan FGD diatur oleh tim HSE. Waktu pelaksanaan juga diatur oleh tim HSE menyesuaikan dengan waktu luang masing-masing informan wawancara mendalam dan peserta FGD.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekam, lembar
pedoman wawancara dan FGD. Pengujian kredibilitas data pada penelitian ini menggunakan triangulasi sumber yang dilakukan dengan wawancara pada informan yang berbeda
yaitu
manajemen representatif dan pekerja yang merupakan HSE Representative yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan dokumen HSE, observasi dan pernyataan dari HSE perusahaan untuk dibandingkan hasil wawancara dan FGD.
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
Hasil Penelitian dan Pembahasan Pengetahuan Mengenai Kepemimpinan dan Komitmen K3, Kebijakan K3, dan Manajemen Risiko K3 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar informan sudah mampu mencapai tingkatan aplikasi yang artinya cukup baik mengenai kepemimpinan dan komitmen K3. Mengenai kebijakan K3, hasil rekapitulasi menunjukkan sebagian besar informan sudah mampu hanya pada tingkatan memahami, yang mana hal tersebut kurang baik.
Sementara, hasil
rekapitulasi tingkatan pengetahuan mengenai manajemen risiko K3 menunjukkan bahwa sebagian besar informan hanya mampu mencapai tingkatan dasar yakni tahu pada pada aspekaspek manajemen risiko K3 seperti indentifikasi risiko, metode identifikasi risiko, penilaian risiko, dokumentasi penilaian risiko, dan persyaratan hukum, yang berarti itu kurang baik. Sedangkan hasil FGD pekerja yang merupakan HSE Representative menunjukkan hasil rekapitulasi yang agak berbeda pada pengetahuan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 yaitu sudah mencapai tingkatan analisis. Terkait kebijakan K3 hanya mencapai tahapan memahami, sementara mengenai manajemen risiko hanya pada tahap tahu. Belum maksimalnya informan mencapai tahap sintesis berdasarkan hasil wawancara karena umumnya informan maupun peserta FGD memberikan jawaban yang kurang tepat dan sesuai dengan pedoman ataupun aturan yang ada di perusahaan maupun dengan literature yang ada.
Hal tersebut dikarenakan informan dan peserta FGD belum mampu menjawab
karena belum tahu tentang hal-hal yang ditanyakan oleh peneliti terkait ketiga aspek tersebut baik.
Namun sebaliknya, tingkatan tertinggi dicapai salah satu informan mengenai
kepemimpinan & komitmen K3 dan kebijakan K3 yaitu tingkatan sintesis. Melionon, dkk (2010) menyatakan bahwa Pengetahuan lebih menekankan adanya pengamatan dan pengalaman indrawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori.
Selain telah mengenal adanya pengetahuan yang bersifat empiris, maka
pengetahuan empiris tersebut harus dideskripsikan, sehingga kemudian kita mengenal adanya pengetahuan deskriptif. Pengetahuan descriptif muncul bila seseorang dapat melukiskan,
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
menggambarkan segala ciri, sifat, gejala yang nampak olehnya, dan penggambaran tersebut atas dasar kebenaran (objektivitas) dari berbagai hal yang di amati itu. Notoatmodjo (2010) menyatakan pula bahwa pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang seseorang dan ada enam tingkatan pengetahuan di dalam kognitif antara lain tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. . Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut.
Pada penelitian ini, tingkatan baik merujuk pada tingkatan
minimal sintesis. Sikap Mengenai Kepemimpinan dan Komitmen K3, Kebijakan K3, dan Manajemen Risiko K3 Sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, yaitu tingkatan menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawang (Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa semua informan dan FGD memiliki sikap yang baik terhadap ketiga aspek tersebut. Sebagian besar informan mampu mencapai hingga tingkatan tanggungjawab, ada satu informan yang ada pada tingkatan bertanggungjawab namun tidak mampu memenuhi tingkatan menghargai. Hal tersebut bukanlah suatu masalah. Inti dari tingkatan menghargai ialah mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon hal yang positif. Sementara bertanggungjawab, seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Sementara dalam merespon suatu hal, ada tipe seseorang yang suka mengerjakannya sendiri atau mengajak orang lain. Namun, belum tentu orang yang merespon suatu hal dengan sendiri tidak bertanggungjawab atau tidak menerima risiko atas masalah yang telah ia buat, sehingga indikator ukur baik jika informan menunjukkan sikap pada tingkatan bertanggungjawab (tanpa mencapai atau mencapai tingkatan menghargai) pada masing-masing ketiga aspek tersebut. Pada peserta FGD ada satu aspek yakni manajemen risiko K3 yang tidak menunjukkan sikap yang kurang baik karena belum mampu mencapai tahap awal tingkatan sikap yaitu menerima. Hal tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan yang mereka miliki. Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Senada dengan pernyataan tersebut bahwa minimnya pengetahuan menyebabkan
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
peserta FGD berpengaruh pada sikap mereka.
Selain itu, peserta mengungkapkan bahwa
manajemen risiko K3 biasanya dijalankan oleh HSE, dengan pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa manajemen risiko K3 hanya cukup menjadi tanggungjawab HSE. Sikap yang baik semua informan juga ditunjukkan pada komitmen perusahaan yang menyatakan “PT Fast Moving Customer Goods berkomitmen terhadap keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan setiap karyawan di tempat kerja; mematuhi peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan yang berlaku; dan perbaikan berkelanjutan dari kinerja dan pengaturan pengendalian K3”. Tindakan Mengenai Kepemimpinan dan Komitmen K3, Kebijakan K3, dan Manajemen Risiko K3 Berdasarkan hasil rekapitulasi tingkatan tindakan terhadap Kepemimpinan dan Komitmen K3, Kebijakan K3, dan Manajemen Risiko K3 menunjukkan bahwa tindakan informan akan ketiga aspek tersebut masih kurang baik. Hanya ada satu tingkatan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 yang mampu dicapai yakni tingkatan respon terpimpin, sementara dua aspek lainnya yaitu kebijakan K3 dan manajemen risiko K3 bahkan belum mampu mencapai tingkatan respon terpimpin. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada peserta FGD yang mana bahkan semua aspek tersebut belum mampu dicapai. Umumnya informan menjawab semua pertanyaan yang diberikan terkait dengan tindakan pada ketiga aspek tersebut. Namun, jawaban yang dilontarkan informan sebagian besar tidak sesuai dengan jawaban yang tim HSE utarakan. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pada tingkatan respon terpimpin, Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan.
Dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat permata. Sebagian besar informan menjelaskan tindakan yang mereka lakukan terkait aspek-aspek kepemimpinan dan komitmen K3, kebijakan K3 dan manajemen risiko K3dan menyatakan sesuai dengan guideline atau aturan yang ada, namun saat dibandingkan dengan pernyataan tim HSE perusahaan menyatakan tidak sesuai, walaupun beberapa informan sudah sesuai.
Pada tingkatan kedua, yaitu tingkatan mekanisme, apabila subjek atau seseorang
telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
tindakan mekanisme. Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. Sebagian besar informan menyatakan secara lisan saat wawancara bahwa dalam melakukan implementasi aspek-aspek kepemimpinan dan komitmen K3, kebijakan K3 dan manajemen risiko K3, namun saat dipastikan ke tim HSE sebagian besar tidak benar. Begitupun pada tingkatan adopsi, yakni suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Memang sebagian besar informan belum mampu berada pada tahap ini dan menyatakan hanya melakukan implementasi ketiga aspek tersebut sesuai dengan guidleline perusahaan. Walau demikian karena jawaban informan di tingkatan awal (respon terpimpin) sudah tidak sesuai, maka jawaban informan pada tingkatan selanjutnya yang merupakan kesinambungan dari tingkatan awal belum bisa dianggap benar. Sebaliknya, walaupun ada beberapa informan menjawab dan pernyataannya sesuai dengan pernyataan tim HSE perusahaan, pada tingkatan mekanisme dan adopsi tidak sesuai. Hanya ada satu informan saja yang mampu mencapai hingga tingkatan adopsi mengenai kepemimpinan dan komitmen K3.
Sementara untuk peserta FGD belum mencapai tingkatan awal pada semua
aspek yakni tingkatan respon terpimpin sehingga dikatakan kurang baik. Tindakan mengenai aspek-aspek kepemimpinan dan komitmen K3, kebijakan K3 dan manajemen risiko K3 informan yang kurang baik kemungkinan bisa disebabkan karena kurang maksimalnya sosialisasi program-program K3 terkait ketiga aspek tersebut oleh tim K3, informan belum mengerti kontribusi mereka dalam hal mendukung implementasi ketiga aspek tersebut, dan program K3 yang spesifik terkait ketiga aspek tersebut belum ada. Berdasarkan pengamatan peneliti, sosialisasi yang ada tidak cukup dengan montly meeting saja, namun perlu alternatif-alternatif untuk bisa mensosialisasikannya. Manajemen harus memimpin dengan memberikan contoh, dan tidak hanya menyatakan komitmen mereka untuk kesehatan dan keselamatan, tetapi juga menunjukkan
komitmen dengan memberikan
prioritas kepada isu-isu keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen harus dilihat untuk menempatkan nilai tinggi pada kesehatan dan keselamatan, menunjukkan manajemen yang efektif dalam kesehatan dan keselamatan, dan menanggapi segera bahaya yang ada di tempat kerja. Kebijakan K3 adalah kesempatan bagi manajemen untuk menunjukkan kepada publik
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
komitmennya terhadap kesehatan dan keselamatan, serta menginformasikan berkomitmennya kepada karyawan. Bagaimanapun juga, tindakan jauh lebih penting dari sekedar kata-kata. Tindakan manajemen harus mencerminkan pernyataannya dalam berkomitmen sehingga komitmen yang dibuat tidak hanya sekedar kata-kata belaka. Memberikan pelatihan dan pengawasan yang memadai merupakan komponen wajib dari Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal ini memberikan manajemen kesempatan untuk menunjukkan komitmen mereka dengan memastikan bahwa semua karyawan memiliki pelatihan yang memadai, memahami pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja serta memiliki keterampilan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan aman. Selain itu, mereka harus memastikan pengawas (supervisor) untuk menyadari bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggungjawab mereka,ukuran-ukuran keselamatan (guards, alat pelindung diri, dan lain-lain) dan karyawan yang mengamati kebijakan keselamatan dan bekerja dengan aman (Occupational, 2014). Kesadaran mengenai Mengenai Kepemimpinan dan Komitmen K3, Kebijakan K3, dan Manajemen Risiko K3 Tingkat kesadaran pada penelitian ini didasarkan pada indikator pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan informan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 cukup baik, karena sebagian besar informan mampu mencapai tingkatan aplikasi. Sikap informan sudah baik karena informan sudah mampu mencapai tingkatan bertanggungjawab. Sementara tindakan informan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 hanya sampai tingkatan respon terpimpin, yang berarti cukup baik. Berdasarkan hal tersebut kesadaran informan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 cukup baik. Kesadaran peserta FGD juga menunjukkan formasi yang sama seperti pada informan manajerial yakni cukup baik. Pengetahuan informan terkait kebijakan K3 masih kurang baik karena umumnya informan hanya mampu mengetahuai dan memahaminya, tidak semua informan mampu hingga tahap aplikasi dan selanjutnya. Sikap informan sudah cukup baik, informan sudah berada pada tingkatan bertanggungawab. Sementara pada tindakan, informan masih dikatakan kurang baik karena belum mampu mencapai tingkatan respon terpimpin.
Kesadaran informan
manajerial mengenai kebijakan K3 masih kurang baik. Sementara pada peserta FGD, untuk
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
pengetahuan dan sikap menunjukkan hasil yang sama dengan informan manajerial. Sementara hasil tindakan juga sama yakni kurang baik karena belum mencapai tingkatan awal yaitu respon terpimpin. Dengan begitu, kesadaran peserta FGD masih kurang baik. Pengetahuan informan terkait dengan manajemen risiko K3 masih kurang baik, hanya mampu mencapai pada tingkatan tahu. Namun, sikap informan menunjukkan hasil yang baik. Sedangkan tindakan informan masih kurang baik karena belum mencapai tingkatan respon terpimpin. Dengan demikian, kesadaran informan manajerial mengenai manajemen risiko K3 masih kurang baik. Begitu pula dengan peserta FGD, dari segi pengetahuan hanya mencapai tingkatan tahu. Sehingga pengetahuannya masih kurang. Demikian pula dengan sikap dan tindakan masih kurang karena pada dua indikator tersebut peserta FGD bahkan belum bisa mencapai tingkatan awal yaitu menerima pada sikap dan respon terpimpin pada tindakan sehingga kesadaran peserta FGD yang merupakan supervisor sekaligus HSE representative di departemen mereka dikatakan masih kurang baik.
Kesimpulan Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengetahuan informan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 cukup baik, karena sebagian besar informan mampu mencapai tingkatan aplikasi, sementara pengetahuan peserta FGD pun juga cukup baik. Pengetahuan informan terkait kebijakan K3 masih kurang baik karena umumnya informan hanya mampu mengetahuai dan memahaminya, begitupun dengan peserta FGD masih kurang baik. Pengetahuan informan terkait dengan manajemen risiko K3 masih kurang baik, hanya mampu mencapai pada tingkatan tahu. Begitupula pada peserta FGD juga kurang baik. 2. Sikap informan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3, kebijakan K3 dan manajemen risiko K3 sudah baik karena informan sudah mampu mencapai tingkatan bertanggungjawab, begitupun sikap pada peserta FGD sudah baik pada aspek kepemimpinan dan komitmen K3, sedangkan untuk aspek manajemen risiko K3 masih kurang baik. 3. Tindakan informan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 cukup baik karena mampu mencapai tingkatan respon terpimpin. Tindakan informan mengenai kebijakan
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
K3 masih kurang baik karena belum mampu mencapai tingkatan respon terpimpin. Tindakan informan mengenai manajemen risiko K3 masih kurang baik karena belum mencapai tingkatan respon terpimpin, begitupun pada peserta FGD kurang baik pada ketiga aspek tersebut. 4. Kesadaran informan mengenai kepemimpinan dan komitmen K3 cukup baik, begitu pun pada peserta FGD. 5. Kesadaran informan mengenai kebijakan K3 masih kurang baik, sama halnya dengan peserta FGD. 6. Kesadaran informan mengenai manajemen risiko K3 masih kurang baik, begitu pula dengan peserta FGD. Saran Adapun saran dan masukan bagi perusahaan dan penelitian selanjutnya antara lain: 1. Perlu diberikan pengetahuan akan dasar-dasar kepemimpinan dan komitmen K3, kebijakan K3 dan manajemen risiko K3 penting untuk diketahui bagi atasan maupun bawahan, sosialisasi dan pelatihan tentang ketiga hal tersebut perlu terus dilakukan dan harus berkesinambungan. HIRA (Hazard Identification, Risk Assessment) adalah bagian dari manajemen risiko dan menentukan bagaimana penerapan program K3 dalam perusahaan. Perlu dilakukan pengintegrasian sistem manajemen K3 dengan manajemen risiko di perusahaan dengan mempertimbangan 3 unsur terkait dalam sistem manajemen K3 (Ramli, 2010) yaitu isu K3 yang berkaitan dengan risiko yang ada dalam perusahaan, elemen atau program yang digunakan untuk menjawab isu atau risiko yang ada, dan proses manajemen yang dikenal dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action). Selain itu, pemahaman akan pentingnya HIRA ini dan dampaknya terhadap bisnis perusahaan perlu diberikan, karena gagalnya pelaksanaan HIRA akan memberikan efek domino seperti tingginya angka kecelakaan, kemudian akan berpengaruh pada turunnya produktivitas perusahaan dan dampak akhirnya adalah profit. 2. Perlu dilakukan pengawasan dan kontrol bagi atasan maupun bawahan terkait implementasi program K3 di perusahaan.
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
3. Review
terkait pengembangan kebijakan K3 perlu dilakukan karena kasus yang
ditemukan lapangan terus berubah-ubah dan terus disesuaikan dengan perusahaan.
kondisi
Dalam proses pengembangan ini diperlukan proses konsultasi dengan
pekerja mulai dari level bawah hingga manajemen puncak. 4. Survei berkala terhadap program K3 yang sudah ada untuk mengevaluasi efektifitas dan efisiensi program K3 tersebut maupun untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana motivasi pekerja terhadap K3 di perusahaan. Selain itu, dalam menentukan prioritas masalah akan lebih mudah jika survei tersebut dilaksanakan. 5. Pengembangan promosi K3 di perusahaan ini perlu dilakukan.
Hal tersebut bisa
dilakukan mulai dengan hal-hal seperti membuat ikon HSE yang menandakan ciri khas HSE perusahaan sehingga jika ada ikon tersebut disertai dengan informasi, maka orang yang melihat akan aware bahwa itu adalah ikon HSE. Spesifikasi kampanye K3 dalam perusahaan akan lebih efektif, jika prioritas masalah sudah ditentukan, misalnya program K3 lebih banyak membahas mengenai fatigue, atau kesehatan lingungan dan sebagainya pada setiap tahun atau periode. Improvisasi tools untuk promosi K3 seperti bulletin, poster, dan sebagainya 6. Keterlibatan semua level pekerja penting, bisa disiasati dengan membuat program seperti kuis K3, lomba cerdas cermat K3, dan sebagainya. 7. Pemberian penghargaan (reward) atas keteladanan setiap pekerja akan implementasi K3 akan terus meningkatkan kesadaran pekerja terhadap K3. Punishment yang disepakati oleh pekerja dan atasan akan mencegah pekerja untuk melakukan pelanggaran K3, seperti tidak menggunakan APD saat bekerja, dan sebagainya. 8. Peningkatan fasilitas yang berfungsi dalam penyelenggaraan K3 di perusahaan, misalnya tentang pergantiaan pemakaian APD. Perusahaan harus lebih tanggap kapan APD itu harus diganti dengan yang baru, harus sesuai dengan waktunya tanpa menunggu lagi. Begitu pula fasilitas lainnya. 9. Penambahan sumber daya K3 akan menambah keefektifan penerapan K3 itu sendiri agar lebih terfokus dalam pembagian pekerjaan sehingga semua aspek K3 yang belum maksimal dilaksanakan akan lebih maksimal.
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
10. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap adalah orang yang dianggap penting. Dalam perusahaan orang yang dianggap penting adalah atasan seperti supervisor, manager, direktur hingga presiden direktur.
Dalam penyeleksian posisi tersebut perusahaan
harusnya memilih seseorang yang jiwa kepemimpimpinannya tinggi sehingga kelak bisa menjadi role model yang bisa dicontoh oleh bawahannya. Selain itu, pemberian gelar pekerja (staf, operator, supervisor,manager) teladan di setiap departemen juga bisa menjadi role model bagi rekan-rekan kerja guna merubah perilaku K3 ke arah yang lebih baik. 11. Keterlibatan semua unsur manajemen sangat penting dalam identifikasi bahaya. Untuk mengkomunikasikannya, hal-hal yang bisa dilakukan antara lain: menetapkan komitmen manajemen untuk bersedia terlibat, memberikan pedoman dan langkah-langkah secara jelas terhadap departemen non K3 dalam menerapkan identifikasi bahaya, melakukan tinjau ulang dan penilaian terhadap pelaksanaan identifikasi bahaya agar selalu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan perusahaan. 12. Penelitian lebih lanjut pada lingkup top management guna menjelaskan bagaimana kesadaran terkait kepemimpinan & komitmen K3, kebijakan K3 dan manajemen risiko K3. Daftar Referensi Andrade, Jackie. (2005). Cognitive Psychology. (Nick Braisby & Angus Gellatly, Editor). New York: Oxford University Press. Badan Pusat Statistik. (2013). Data Strategis BPS. Jakarta: BPS. 8 Februari 2014. http://www.bps.go.id/download_file/Data_Strategis_2013.pdf Disnakertransduk. (2013). Bulan K3 Budayakan Keselamatan Kerja. 8 Februari 2014. http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/majalah-sdm-plus/75-edisi-145-januari-2013/829bulan-k3-budayakan-keselamatan-kerja Bureo of Labor Statistic. (7 November 2013). Employer-Reported Workplace Injuries and Illnesses-2012.
8
Februari
http://www.bls.gov/news.release/archives/osh_11072013.pdf
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
2014.
Bureo of Labor Statistic. (25 Oktober 2012). Workplace Injuries and Illnesses-2011. 8 Februari 2014. http://www.bls.gov/news.release/archives/osh_10252012.pdf Durianto, Darmadi.,Sugiarto, & Budiman, Lie Joko. (2004). Brand Equity Ten. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Jamsostek. (6 April 2010). PT Jamsostek : Tingkat Kecelakaan Kerja Masih Tinggi. 17 April 2014. http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=1031 ISO 31000. (15 November 2009). Risk Management — Principles and Guidelines. (11 Februari 2014. https://mail attachment.googleusercontent.com/attachment/u/0/?view=att&th=144213713f0e654&atti d=0.1&disp=attd&safe=1&zw&saduie=AG9B_P8S90jpDAIlZn_z2ir2mef&sadet=1392127720445&sads=CDF4SaQJadiCDlbOEnMSfg1z-zHMo&sadssc=1 Leigh, Ronald W. (2007). Melayani Dengan Efektif : 34 Prinsip Pelayanan Bagi Pendeta dan Kaum Awam. (Cetakan Ketujuh). (Stephen Suleeman, Penerjemah). Jakarta: Gunung Mulia. Manuele, Fred A. (Oktober 2011). Reviewing Heinrich Dislodging Two Myths from the Practice of Safety. 17 April 2014. www.asse.org Meliono, Irmayanti, dkk. (2010). Buku Ajar I: Logika, Filsafat Ilmu dan Pancasila. (Cetakan Keempat). (Liberty P. Sihombing, Editor). Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Occupational Health and Safety: Policy and Program Guide. (n.d.). 8 Juni 2014. http://www.wcb.ns.ca/app/DocRepository/1/Prevention/Education/ohspolicy.pdf Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan
Dan
Kesehatan
Kerja.
8
Februari
2014.
http://datahukum.pnri.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&do wnload=1814:ppno50th2012&id=32:tahun-2012&Itemid=28&start=40 Ramli, Soehatman. (2010). Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001. (Husjain Djajaningrat, Editor). Jakarta: Dian Rakyat. Salman, Otje. (1993). Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris. Bandung: Alumni.
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005). Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Silalahi, Bennet N.B., &Silalahi, Rumondang B. (1991). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. (Seri Manajemen No. 112). Jakarta: PT. Karya Unipress. Soekanto, Soerjono. (1983). Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Bandung: Alumni. Soekanto, Soerjono. (1982). Kesadaran Hukum & Kepatuhan Hukum: Suatu percobaan penerapan metode yuridis-empiris untuk mengukur kesadaran hukum dan kepatuhan hukum mahasiswa hukum terhadap peraturan lalu lintas. Jakarta: CV Rajawali. Suma’mur. (1981). Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. (Cetakan ke-enam). Jakarta: CV Haji Masagung. Suryabrata, Sumardi. (2012). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGraffindo Persada. Taniputera, Ivan. (2005). Psikologi Kepribadian : Psikologi Barat Versus Buddhisme. Jogjakarta: AR-RUZZ. Thoha, Miftah. (1988). Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: CV Rajawali. Undang-undang Nomor I Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 8 Februari 2014. http://prokum.esdm.go.id/uu/1970/uu-01-1970.pdf Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 6 Juni 2014.http://www.ppa-feui.com/images/upl/file-13934002502.pdf
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014
Analisis kesadaran..., Ahmad Fauzi, FKM UI, 2014