ABSTRAK
Skripsi ini membahas pemodelan dan estimasi volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tahun 2005 menggunakan estimasi ARCH-GARCH. Data volatilitas nilai tukar rupiah dapat diterangkan oleh model ARCH-GARCH karena sifat variabel tersebut berfluktuasi (naik-turun) dari satu periode tertentu keperiode berikutnya. Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh melalui program eviews dapat diketahui bahwa data tersebut mengandung heteroskedastisitas, stasioner dan tidak mengandung otokorelasi.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
This thesis discusses about United State dolar exchange rate estimation and model using ARCH-GARCH in 2005. Exchange rate volatility can be explained by ARCH-GARCH because the nature of the variabel can fluctuate on certain period with followed by the stabilization of the next period. According to the result of the estimation, we know that data have heteroscedasticity, stationerity and do not have otocorelation.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman PERSETUJUAN
i
PERNYATAAN
ii
PENGHARGAAN
iii
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7.
1
Latar Belakang Perumusan Masalah Tinjauan Pustaka Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metode Penelitian
1 3 3 3 3 4 4
2. LANDASAN TEORI
5
2.1. Heteroskedastisitas 2.2. Stasioner 2.3. Model ARCH dan GARCH
5 11 16
3. PEMBAHASAN 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
21
Deskripsi Data Uji Heteroskedastisitas Otokorelasi (Autokorelasi) Model ARCH-GARCH Estimasi Parameter-parameter Dengan Estimasi Maximum Likelihood
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 4.2. Saran DAFTAR PUSTAKA
21 22 22 22 23 25 25 26 27
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS) telah banyak digunakan dalam berbagai kesempatan. Pada umumnya metode ini digunakan untuk mengetahui hubungan antarvariabel. Dalam metode kuadrat terkecil, Teorema Gauss Markov, salah satunya mensyaratkan agar varians dari residu bersifat konstan atau tidak berubah-ubah. Hal ini agar estimator yang didapat adalah BLUE (Best Linier Unbiased Estimater) atau mempunyai sifat yang linier, tidak bias dan varians minimum. Data yang digunakan dalam metode ini dapat berupa data penampang (cross section) dan data runtun waktu (time series). Data penampang adalah data yang diperoleh dari pengamatan yang berbeda pada waktu yang sama, sedangkan data runtun waktu adalah data yang diperoleh dari pengamatan yang sama pada waktu yang berbeda. Contohnya besarnya kompensasi yang diberikan kepada karyawan industri makanan, tekstil, pakaian, percetakan dan lain-lain berdasarkan jumlah karyawan. Semakin besar industri (makin banyak jumlah karyawannya), maka kompensasi yang diberikan semakin besar. Data penampang sering memunculkan varians dan residu yang berubah-ubah, namun bukan berarti data runtun waktu terhindar dari permasalahan tersebut. Ada beberapa alasan mengapa variansi kesalahan pengganggu ei selalu berubah-ubah, antara lain sebagai berikut: 1. Mengikuti model berbuat kesalahan dalam belajar, yaitu kalau orang belajar terus, kesalahan untuk melakukan apa yang dipelajari semakin menurun, sebab ketrampilan semakin meningkat. Dalam hal ini diharapkan variansi σi2 diharapkan menurun nilainya.
Universitas Sumatera Utara
2 2. Kalau pendapatan tumbuh/berkembang, makin banyak orang menerima pendapatan yang sangat berbeda jumlahnya, kemungkinan mempunyai lebih banyak alternatif untuk mengeluarkan/menggunakan pendapatan itu, sehingga variansi makin membesar dengan kenaikan pendapatan. 3. Kalau teknik pengumpulan data semakin membaik, nilai σ 2 cenderung mengecil. Data runtun waktu terutama data finansial seperti data harga indeks saham, tingkat bunga, nilai tukar sering kali berubah-ubah (volatilitas). Akibat data yang bervolatilitas adalah varians dan residu tidak konstan. Dengan kata lain data semacam itu mengalami heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan perkiraan (estimasi) parameter berdasarkan OLS menjadi tidak efesien baik dalam sampel kacil maupun sampel besar sehingga estimasi varians akan bias dan menyebabkan pengujian hipotesis tentang parameter tidak tepat. Bagaimana cara mendeteksi dan mengatasi adanya heteroskedastisitas akan dibahas pada bab berikutnya. Heteroskedastisitas dipandang bukan sebagai suatu masalah, tetapi justru memanfaatkan kondisi tersebut untuk membuat model. Bahkan dengan memanfaatkan heteroskedastisitas dalam residu dengan tepat, maka akan diperoleh varians yang lebih efisien. Model ini dikenal dengan nama Auto Regressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH) dan General Auto Regressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH). Volatilitas diperlukan dalam penukaran mata uang untuk menganalisis resiko pemegang aset dari investasi pilihan, meramalkan interval keyakinan sehingga dapat diperoleh interval yang lebih tepat dengan memodelkan varians, residu dan estimasi yang lebih efesien bila heteroskedastisitas digunakan dengan tepat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memilih judul skripsi ini sebagai: Estimasi Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AmeriUniversitas Sumatera Utara ka Tahun 2005 Menggunakan Estimasi Model Auto Regressive Con-
3 ditional Heteroskdastisitas-General Auto Regressive Conditional Heteroskdastisitas (ARCH-GARCH).
1.2 Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana membuat dan mengestimasi parameter model ARCH-GARCH pada data volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tahun 2005 menggunakan estimasi model ARCH-GARCH.
1.3 Tinjauan Pustaka Engle (2001) menyatakan bahwa ARCH adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel itu sendiri berdasarkan informasi masa lalu dan variansnya berubah-ubah pada periode-periode sebelumnya. Sumargono dan Laksono (2004) menyatakan bahwa GARCH telah secara luas dipakai sebagai pendekatan pada variabel ekonomi khususnya volatilitas. J.Supranto (2004) Heteroskedastisitas ialah suatu keadaan dimana variansi dari kesalahan pengganggu ei tidak konstan untuk semua variabel bebas. Surya dan Hariadi (2003) telah melakukan pemodelan volatilitas beberapa saham menggunakan model GARCH(1,1).
1.4 Batasan Masalah Untuk menyelesaikan masalah pemodelan dan estimasi volatilitas, penulis membatasi orde/derajat pada ARCH-GARCH, yaitu GARCH(1,1).
1.5 Tujuan Penelitian Tulisan ini bertujuan untuk membuat dan mengestimasi model ARCH-GARCH Sumatera Utara untuk data volatilitas yang berbentuk heteroskedastisitas Universitas agar parameter model
4 menjadi lebih efesien yaitu mempunyai varians yang minimum.
1.6 Manfaat Penelitian Memperkaya literatur tentang model dan estimasi ARCH-GARCH untuk data volatilitas dan hasil penelitian ini juga dapat menambah wawasan sebagai pendekatan pada variabel ekonomi khususnya volatilitas. 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah estimasi ARCH-GARCH bila data berbentuk heteroskedastisitas. Bila data berbentuk homoskedastisitas, maka data diestimasi menggunakan estimasi OLS. Langkah-langkah untuk membuat model dan estimasinya adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data. 2. Uji korelasi dan uji heteroskedastisitas menggunakan uji white noise. 3. Menghilangkan otokorelasi (jika ada). Untuk mengetahui ada atau tidaknya otokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson. d=
Σni=2 (ei − ei−1 )2 Σni=1 e2i
4. Membuat model sederhana ARCH-GARCH. 2 σi2 = α0 + α1 e2i−1 + βσi−1
5. Estimasi menggunakan metode kemungkinan terbesar. 1 1 e2i 1 ) log` = Σni=1 (− log2π − logσi2 − 2 2 2 σi2 6. Kesimpulan. Universitas Sumatera Utara
BAB 2 LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai materi-materi yang berhubungan dan mendukung untuk mendapatkan model dan bagaimana mengestimasi model tersebut.
Materi-materi tersebut antara lain: heteroskedastisitas, stasioner model
ARCH-GARCH. Dengan demikian, akan mempermudah dalam hal pembahasan hasil utama pada bab berikutnya.
2.1 Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu kondisi dimana varians dari kesalahan/pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas.
2.1.1 Dampak Heteroskedastsitas. Beberapa akibat yang ditimbulkan heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:
(i) Estimasi OLS menjadi tidak bias. (ii) Varians dari parameter OLS tidak minimum. (iii) Estimasi OLS menjadi tidak konsisten.
2.1.2 Teknik Mendeteksi Heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas dapat diketahui dengan dua cara, yaitu dengan metode grafik dan uji formal.
Universitas Sumatera Utara
6 1. Metode Grafik Heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi dimana varians tidak konstan. Dengan demikian pada suatu nilai variabel bebas akan mempunyai nilai varians yang berbeda dengan variabel bebas lainnya. Oleh karena itu, bila nilainilai varians diplot dengan nilai-nilai variabel bebas akan ditemui suatu pola atau bentuk yang sistematis. 2. Uji Formal Salah satu kelemahan pengujian secara grafik adalah tidak jarang kita ragu terhadap pola yang ditunjukkan grafik. Keputusan secara subyektif tentunya dapat mengakibatkan berbedanya keputusan antara satu orang dengan orang lainnya. Oleh karena itu, kadang-kadang dibutuhkan uji formal untuk memutuskannya. Uji formal tersedia cukup banyak, seperti uji P ark dan Goldfeld − Quandt, uji Breusch-Pagan Godfrey (uji BPG), uji white dan lain-lain. Pada bagian ini hanya akan membahas uji BPG dan uji white karena uji ini telah tersedia dalam program eviews.
(a) Uji Breusch-Pagan Godfrey (BPG) Pada prinsipnya uji ini tidak jauh berbeda dengan uji lainnya, yaitu mencoba mengukur varians akibat perubahan nilai-nilai variabel bebasnya. Perhatikan model regresi ganda pada persamaan (2.1) berikut: Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + ... + βk Xki + ei
(2.1)
dengan i = 1, 2, 3, ..., n. k = 0, 2, 3, ..., n. n = Banyak pengamatan. Diasumsikan var(e2i ) = σi2 merupakan fungsi linier. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menguji ini adalah: 1. Buat hipotesis H0 : Varians ei homoskedastisitas H1 : Varians ei heteroskedastisitas
Universitas Sumatera Utara
7 2. Estimasi model regresi dan cari eˆi . 3. Cari : σ ˜2 =
eˆ2i n
4. Uji BPG dilambangkan dengan p, dengan rumus: pi =
eˆ2i σ ˜2
5. Regresikan pi dengan X sehingga didapat: p2i = γ0 + γ1 X1i + γ2 X2i + ... + γm Xmi + ei dengan ei adalah residual. 6. Hitung jumlah kuadrat regresi (Sum Of Square Regression/SSR) dan cari: 1 Θ = SSR 2 7. Bandingkan dengan tabel Chi Square dengan derajat bebas (m − 1) dimana m adalah jumlah parameter yang digunakan. Jika Θ > χ2(m−1), maka tolak hipotesis yang menyatakan homoskedastisitas. (b) Uji White noise (White General Heteroscedastisity Test) Model ini lebih mudah digunakan dibandingkan dengan uji-uji lainnya. Perhatikan persamaan regresi ganda berikut: Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + ... + βk Xki + ei k = Banyaknya variabel yang tercakup dalam persamaan regresi. Berdasarkan persamaan regresi ganda di atas kita dapat melakukan uji white noise dengan beberapa tahap, yaitu: 1. Hasil estimasi dari model di atas akan menghasilkan residu, yaitu: eˆ2i . 2. Dengan hipotesis:
Universitas Sumatera Utara
8 H0 : Varians ei homoskedastisitas. H1 : Varians ei heteroskedastisitas. Sampel berukuran n dan koefesien determinasi R2 yang didapat dari regresi akan mengikuti distribusi Chi Square dengan derajat bebas, jumlah variabel bebas atau jumlah parameter regresi di luar intercept. Dengan demikian, rumus uji white noise adalah sebagai berikut: nR2 ∼ χ2 3. Jika nilai penghitungan melebihi nilai kritis dengan α yang dipilih, diputuskan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan α1 = α2 = α3 = ... = αk = 0, sehingga eˆ2i = α0 (konstan).
2.1.3 Teknik Mengatasi Heteroskedastisitas. Menurut Nachrowi dan Usman (2006) ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi heteroskedastisitas, yaitu:
(a) Metode Kuadrat Terkecil Tertimbang Metode ini hanya dapat diterapkan jika σi2 diketahui. Perhatikan model berikut: Yi = β0 + β1Xi + ei dengan var(ei) = σi2 Jika persamaan tersebut masing-masing dikalikan
(2.3) 1 , σi
maka:
1 Xi ei Yi = β0( ) + β1( ) + ( ) σi σi σi σi Jika
1 σi
(2.4)
disubstitusi dengan * maka model tersebut dapat dituliskan sebagai: Yi∗ = β0∗ + β1Xi∗ + e∗i
(2.5)
Dapat dibuktikan bahwa model (2.4) telah homoskedastisitas. Perhatikan pembuktian di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
9
E(e∗2 i ) = E(
e2i 1 1 2 2 2 ) = 2 E(ei ) = 2 = σ σi σi σi
(2.6)
Oleh karena residu telah homoskedastisitas karena mempunyai varians yang konstan, maka model (2.4) dapat diduga dengan OLS, dan penduga yang diperoleh akan bersifat BLUE, sedangkan model awal (2.3) yang belum ditransformasikan bila diestimasi dengan OLS, estimasi tidak bersifat BLUE. (b) Transformasi dengan
1 Xi
Dalam banyak pembuatan model regresi, ternyata nilai-nilai σi2 hampir tidak pernah diketahui. Untuk menanggulangi kendala tersebut maka digunakan asumsi untuk menentukan nilai σi2. Asumsikan bahwa: E(e2i ) = σ 2 Xi2
(2.7)
Dengan asumsi demikian, maka transformasi dilakukan dengan membagi model awal (2.3) dengan Xi . Maka model menjadi: 1 ei Yi = β0( ) + β1 + ( ) Xi Xi Xi Jika
1 Xi
(2.8)
disubstitusi dengan * maka model tersebut dapat ditulis sebagai: Yi∗ = β0∗ +β1 +e∗i
(2.9)
Apakah sudah homoskedastisitas? Perhatikan bukti berikut: E(e∗2 i ) = E(
e2i 1 1 ) = 2 E(e2i ) = 2 (σ 2Xi2 ) = σ 2 2 Xi Xi Xi
(2.10)
Ternyata hasil transformasi tersebut telah menyebabkan residual konstan, dan berarti residual telah homoskedastisitas. Mengingat hal tersebut, maka sekarang OLS dapat digunakan dengan meregresikan
Yi Xi
dengan
1 . Xi
Lihat
kembali persamaan (2.8). Persamaan hasil transformasi menunjukkan bahwa yang menjadi slope adalah β0 dan yang menjadi intercept adalah β1. Universitas Sumatera Utara
10 (c) Transformasi dengan
√1 Xi
Pada transformasi ini diasumsikan bahwa E(e2i ) = σ 2Xi . Setelah ditransformasikan persamaan (2.3) menjadi: p Yi 1 ei √ = β0( √ ) + β1 Xi + ( √ ) Xi Xi Xi
(2.11)
Atau dapat ditulis dengan: Jika
√1 Xi
disubstitusi dengan * maka model tersebut dapat ditulis sebaga: Yi∗ = β0∗ + β1 + e∗i
Pembuktian bahwa hasil transformasi konstan adalah: e2i 1 1 2 E(e∗2 ) = E( E(e2i ) = (σ Xi ) = σ 2 √ 2) = i X X i i Xi
(2.12)
(d) Transformasi dengan E(Yi ) Transformasi ini dilandasi dengan asumsi bahwa: E(e2i ) = σ 2[E(Yi )]2 Hasil transformasi adalah: ei 1 Xi Yi = β0 ( ) + β1( )+( ) E(Yi ) E(Yi ) E(Yi ) E(Yi )
(2.13)
Atau dapat ditulis dengan: Yi∗ = β0∗ + β1X1∗ + ei Kembali akan dibuktikan, apakah residu telah homoskedastisitas? E(e∗2 i ) = E(
e2i 1 1 )= E(e2i ) = (σ 2[E(Yi )]2) = σ 2 (2.14) 2 2 [E(Yi )] [E(Yi )] [E(Yi )]2
Permasalahan dalam transformasi ini adalah tidak diketahuinya nilai β0 dan β1, sehingga [E(Yi)] juga tidak dapat diketahui. Oleh karena itu, transformasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan model regresi yang diduga, Universitas Sumatera Utara
11 yaitu: Yi = b0 +b1Xi , yang sekaligus merupakan penduga [E(Yi )], atau sering dinotasikan dengan Yˆ . Persamaan hasil transformasinya adalah: Yi 1 Xi ei = β0( ) + β1 ( ) + ( ) ˆ ˆ ˆ Yi Yi Yi Yˆi
(2.15)
2.2 Stasioner Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varians dari data runtun waktu tidak mengalami perubahan (rata-rata dan varians konstan). Data runtun waktu sangat banyak digunakan, ternyata data runtun waktu menyimpan berbagai permasalahan. Salah satunya adalah otokorelasi. Otokorelasi adalah penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data distasionerkan maka otokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena itu transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner menjadi stasioner sama dengan transformasi data untuk menghilangkan otokorelasi. Mengapa data harus stasioner? Hal ini berkaitan dengan metode estimasi yang digunakan. Misalnya regresi, tidak stasionernya data mengakibatkan kurang baiknya model yang diestimasi akibat heteroskedastisitas. Proses yang stasioner mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. P (Yi , ..., Y(i+k)) = P (Y(i+m) , ..., Y(i+k+m) ), ∀k, m, i 2. EYi = µy tidak tergantung pada i. 3. V ar(Yi ) = σy2 = E[Yi − µi 2 ] tidak tergantung pada i. 4. γk = cov(Yi , Y(i+k) ) : tidak tergantung pada = cov(Y(i+m) , Y(i+k+m) )
Sebagai catatan: k = 0, berlaku: γ0 = cov(Yi , Yi ) = V ar(Yi ) = µy
Universitas Sumatera Utara
12 dengan k = Beda waktu (lag) dan m = Panjang lag. 2.2.1 Uji Kestasioneran Data. Uji yang sangat sederhana untuk melihat stasioner data adalah dengan analisis grafik, yang dilakukan dengan membuat plot antara nilai observasi (Y ) dan waktu (i). Akan tetapi analisis grafik mempunyai kelemahan karena keputusan diambil secara subyektif, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan pengambilan keputusan. Untuk itulah digunakan uji formal dalam menentukan stasioner data. Ada beberapa macam pengujian yang dapat dilakukan yaitu Uji Bartlett, Uji Box-Pierce, Uji Ljung-Box(LB) dan Unit Root Test. (a) Uji Bartlett Uji ini dilakukan untuk melihat signifikan rk satu per satu. Bartlett menunjukkan bahwa jika suatu runtun waktu dibentuk melalui proses white noise, maka sampel otokorelasinya akan memiliki distribusi normal dengan rata-rata nol dan standar deviasi
1 , n1/2
di mana n banyaknya pengamatan, atau dinotasikan dengan rk ∼
1 N (0, n1/2 ). Oleh karena itu, bila ada rk > 0.2 (dua kali standar deviasi), maka
kita yakin dengan kepercayaan 95% bahwa ρ 6= 0 dan berarti runtun waktu yang sedang kita analisis bukan berasal dari proses white noise. Atau secara sistematis dapat ditulis: rk ± Za2 s.e Di mana: s.e = standar error.
H0 : Homoskedastisitas H1 : Lainnya.
Jika interval rk tidak mengandung nilai nol, maka H0 diterima, akan tetapi jika interval H0 tidak mengandung nilai 0, maka H0 ditolak.
Universitas Sumatera Utara
13 (b) Uji Box-Pierce Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah nilai ρk pada sekumpulan waktu secara nyata berbeda dengan nol. Dengan demikian hipotesisnya adalah:
H0 : Semua ρk = 0 H1 : Paling sedikit ada satu ρk 6= 0
Untuk menguji hipotesis tersebut, kita gunakan uji Q yang dikenalkan oleh Box dan Pierce, dengan formulasi: 2 Q = nΣm k=1 rk
Dengan: n = Banyaknya pengamatan. m = Panjangnya lag. Nilai uji Q ini dibandingkan dengan Tabel Chi-Square dengan derajat bebas sama dengan m. jika Q > χ2(m,5), maka kita dapat menolak hipotesis, atau dapat juga dikatakan, kita yakin dengan tingkat kepercayaan 95% bawha tidak semua ρk = 0. Bila ini terjadi, runtun waktu tidak berasal dari proses white noise.
(c) Uji Ljung-Box (LB) Fungsi uji ini sesungguhnya sama dengan Uji Q, tetapi untuk sampel yang berukuran kecil, teknik yang merupakan pengembangan dari Statistik Q ini lebih ”powerfull”. Rumus dari pengujian ini adalah sebagai berikut: LB = n(n + 2)Σm k=1 (
rk2 ) n−k Universitas Sumatera Utara
14 Sama pula dengan Uji Q, nilai LB dibandingkan dengan tabel Chi Square dengan derajat bebas sama dengan m. (d) Uji Unit Root Selain membuat korelogram, stasioner juga dapat dilihat dengan menggunakan uji formal yang dikenal dengan uji Unit Root. Pengujian ini merupakan uji yang sangat populer, dan dikenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Untuk memudahkan pengertian mengenai Unit Root, perhatikan model berikut: Yi = ρYi−1 + ei Jika ρk = 1, maka model menjadi acak tanpa trend. Disini kita akan menghadapi masalah dimana varian Yi tidak stasioner. Dengan demikian Yi dapat disebut mempunyai unit root atau data tidak stasioner. Bila persamaan tersebut dikurangi pada Yi−1 sisi kanan dan kiri, maka persamaannya menjadi: Yi − Yi−1 = ρYi−1 + ei − Yi−1 Yi − Yi−1 = (ρ − 1)Yi−1 + ei Atau dapat ditulis dengan: ∆Yi = δYi−1 + ei Dari persamaan tersebut dapat dibuat hipotesis:
H0 : δ = 0 H1 : δ 6= 0
Jika kita menolak hipotesis δ = 0, maka ρ = 1. Artinya kita memiliki unit root, dimana data runtun waktu Yi tidak stasioner. Universitas Sumatera Utara
15 2.2.2 Transformasi Data Tidak Stasioner Menjadi Stasioner. Teknik transformasi yang digunakan adalah proses pembedaan stasioner (Difference Stasionarity Process/DSP). Untuk keperluan tersebut, perhatikan model berikut: Yi = α + ρYi−1 + ei dengan memasukkan variabel bebas waktu(i), maka model menjadi: Yi = α + βi + ρYi−1 + ei Andaikan α = 0, β = 0, dan ρ 6= 0, maka modelnya menjadi: Yi = Yi−1 + ei Atau dapat ditulis dengan: Yi − Yi−1 = ei atau ∆Yi = ei Sehingga, E(∆Yi ) = 0, dan var(∆Yi) = σ 2, maka model tersebut menjadi stasioner. Proses inilah yang disebut proses pembedaan stasioner. Andaikan α 6= 0, β = 0, dan ρ 6= 0, maka modelnya menjadi: Yi = α + Yi−1 + ei Model tersebut adalah Random Walk dengan intercep yang tidak stasioner. Bila model ditulis dengan: Yi − Yi−1 = α + ei atau ∆Yi = α + ei
Universitas Sumatera Utara
16 maka: E(∆Yi ) = E(α + ei ) = α dan var(∆Yi) = var(α + ei) = σ 2 Kita lihat bahwa rata-rata maupun varians telah konstan, yang berarti ∆Yi telah stasioner. Berarti persamaan ini juga merupakan proses pembedaan stasioner, karena ketidakstasioneran Yi dapat dieliminasi pada pembedaan pertama. Andaikan α 6= 0, β 6= 0, dan ρ = 0, maka modelnya menjadi: Yi = α + βi + ei Dengan rata-rata adalah sebagai berikut: E(Yi ) = α + βi dan E(Yi ) = σ 2 Dari persamaan rata-rata dan varians di atas dapat kita lihat bahwa rata-rata berubah sesuai waktu, sehingga tidak stasioner. 2.3 Model ARCH dan GARCH 2.3.1 Model ARCH. Model ARCH yang sangat sederhana dan mudah digunakan adalah model linier orde pertama (I). Andaikan {ei} adalah nilai riil dan {ai } adalah sebuah white noise dengan ψi adalah kumpulan semua informasi yang diperoleh pada waktu i. Pada intinya, model ARCH dapat dijelaskan sebagai berikut: Perhatikan model regresi ganda di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
17 yi = b0 + b1x1i + b2x2i + ei σi2 atau varians ei heteroskedastisitas, dan mengikuti persamaan berikut: σi2 = α0 + α1 e2i−1 ; σi2 = var(ei) Perhatikan bahwa var(ei) dijelaskan oleh dua komponen: (a) Komponen konstanta: α0 (b) Komponen variabel: α1 e2i−1 ; yang disebut komponen ARCH Pada model ini, ei heteroskedastisitas, tergantung (conditional) pada ei−1. Dengan menambahkan informasi ”conditional” ini estimator dari b0 , b1 dan b2 menjadi lebih efesien. Model ARCH di atas, dengan var(ei) tergantung hanya pada volatilitas satu periode lalu, seperti pada σi2 = α0 + α1e2i−1 , disebut model ARCH(1). Sedangkan secara umum, bila var(ei) tergantung hanya pada volatilitas beberapa periode lalu, seperti σi2 = α0 + α1 e2i−1 + α2 e2i−2 + α3 e2i−3 + ... + αp e2i−p disebut model ARCH(p) dengan α0 > 0 dan α1, α2 , α3 , ..., αp ≥ 0. p = Orde/derajat model. = 0, 1, ..., ∞ Atau ditulis dengan: σi2 = α0 + Σpi=1 αi e2i−1 Pada model ini, agar varians menjadi positif (var(e2) > 0), maka harus dibuat pembatasan, yaitu: α0 > 0 dan 0 < α1 < 1. Sebuah proses ARCH(p) stasioner jika: 0 ≤ Σpi=1 αi < 1 Perhatikan model ARCH(p) di atas. Dengan jumlah p yang relatif be-
Universitas Sumatera Utara
18 sar akan mengakibatkan banyaknya parameter yang harus diestimasi sehingga ketelitian dari estimator tersebut berkurang. hal semacam ini sering dijumpai pada analisis data harian. Untuk mengatasi estimasi parameter yang terlalu banyak, var(ei) dapat dijadikan model berikut: 2 σi2 = α0 + α1 e2i−1 + βσi−1
Model ini disebut model GARCH(1,1), karena σi2 tergantung pada e2i−1 dan 2 yang masing-masing mempunyai beda waktu satu hari, maksudnya waktu σi−1
yang diperlukan variabel tak bebas terhadap perubahan-perubahan variabel bebas adalah satu hari. Sama halnya dengan model ARCH, agar varians menjadi positif (var(e2i ) > 0), maka pada model ini juga harus dibuat pembatasan, yaitu: α0 > 0; α1 , β ≥ 0; dan α1 + β < 1 untuk menjamin bahwa data mempuyai varians yang stationer. Sebagaimana model ARCH, maka model GARCH ini juga dapat diestimasi dengan teknik maximum likelihood. Secara umum, var(ei) dapat ditulis: 2 2 + ... + βq σi−q σi2 = α0 + α1 e2i−1 + ... + αpe2i−p + β1 σi−1
Model di atas disebut model GARCH(p, q). Dari model di atas terlihat bahwa besaran var(ei) selain diduga tergantung pada e2 juga tergantung pada σ 2 pada masa lalu. Parameter dari model GARCH memberi informasi seberapa erat pengaruh masa lalu terhadap perubahan nilai volatilitas. 2.3.1.1 Sifat-sifat Model ARCH(1) Linier. Dengan menggunakan persamaan E(ei) = E{E(ei|ψi−1 )}, sifat dari ARCH(1) linier dapat ditunjukkan. Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut: (i) Varians E(ei ) = 0, α0 > 0 dan 0 ≤ α1 < 1 (ii) V (ei ) =
α0 1−α
Universitas Sumatera Utara
19 (iii) cov(ei, ei−k ) = 0, ∀k 6= 0 1−α2
3α0 1 (iv) E(e4i ) = [ (1−α 2 ][ 1−3α2 ], α0 > 0 dan 0 ≤ α1 < 1 1) 1
Teorema 2.3.1 Asumsikan bahwa ei adalah proses ARCH(1) dengan variabel (ei) = σ 2 < ∞. Maka ei adalah white noise.
Bukti. Dari E(ei |ψi−1 ) sedemikian sehingga E(ei ) = 0, dan cov(ei, ei−k ) = E(ei |ψi−1 ) = E[E(ei ei−k |ψi−1 )] = E[ei−k E(ei |ψi−1 )] = E[ei−k , 0] = E[0] = 0.
Teorema 2.3.2 (Ketidakkondisionalan varians dari ARCH(1)) Asumsikan proses ei adalah proses ARCH(1) dengan var(ei) = σ 2 < ∞ sedemikian sehingga σ 2 = α0 . 1−α1
Bukti σ 2 = E(e2i ) = E[E(e2i |ψi−1 )] = α0 + αE(e2i−1 ) = α0 + α1σ 2 σ 2(1 − α1 ) = α0 σ2 =
α0 , α1 < 1. 1 − α1 Universitas Sumatera Utara
20 2.3.2 Estimasi Model ARCH(p) Linier. Estimasi dari model ARCH adalah berdistribusi normal menggunakan metode maximum likelihood. Asumsikan bahwa ei berdistribusi normal. 1
− 12
e `(ei |ψi−1 ) = p 2πσ12 1
− 12
log` = log( p e 2πσ12 1
− 12
e log` = log( p 2πσ12
e2 1 2 σ1
e2 1 2 σ1
e2 1 2 σ1
1
e2 2 2 σ2
− 12
.p e 2πσ22 1
− 12
.p e 2πσ22 1
− 12
) + log( p e 2πσ22 log` =
e2 2 2 σ2
− 12
.p e 2πσ32 1
− 12
.p e 2πσ32
e2 2 2 σ2
Σni=1 log( p
1
e2 3 2 σ3
e2 3 2 σ3
1
... p e 2πσi2 1
1
2πσi2
− 12
e
e2 i σ2 i
− 12
... p e 2πσi2 − 12
) + log( p e 2πσ32
1
− 12
e2 3 2 σ3
e2 i σ2 i
e2 i σ2 i
) 1
− 12
) + ... + log( p e 2πσi2
)
1 1 e2i 1 log` = Σni=1 (− log2π − logσi2 − ) 2 2 2 σi2 n = Jumlah pengamatan dari Yi .
Universitas Sumatera Utara
e2 i σ2 i
)