TB Renal E.N Keliat, Alwinsyah Abidin, Jarmila Elmaco Divisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Abstrak TB genitourinaria adalah bentuk ketiga tersering dari TB ekstra paru setelah TB pleura dan TB limfatik dan terjadi secara hematologi pada TB paru hampir di semua kasus. Manifestasi klinis TB ginjal cenderung sulit diketahui belakangan ini, yang dapat menyebabkan misdiagnosis dan risiko kehilangan fungsi ginjal. Seorang wanita, 16 tahun dengan gejala klinis pembengkakan pada pinggang kiri disertai rasa nyeri, dijumpai gejala konstitusional seperti febris, diaforesis, anoreksia, penurunan berat badan, disuria, poliuria, piuria, hematuria dan amenorea primer. Status Praesens tanda vital hemodinamik tidak stabil kesan sepsis dan status gizi malnutrisi. Pemeriksaan fisik dijumpai anemis, ballottement sinistra, tapping pain sinistra, dan pembesaran KGB inguinal sinistra. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia hipokrom mikrositer, leukositosis, trombositosis, peningkatan LED, hipoalbuminemia, proteinuria, leukosituria, hematuria, kultur urin dan darah tidak dijumpai pertumbuhan kuman. FNAB inguinal sinistra menunjukkan proses radang spesifik TB. USG abdomen menunjukkan abses ginjal kiri disertai nefritis bilateral. CT-scan abdomen menunjukkan abses ginjal kiri dengan nefritis bilateral. Pasien didiagnosa Tuberkulosis Renal. Pasien diperbaiki status gizinya, diberi regimen OAT dan dilakukan nefrektomi sinistra total karena dijumpai kalsifikasi luas dan kondisi ginjal yang rusak. Pemeriksaan histopatologi ginjal menunjukkan tuberculosis dan kultur pus dijumpai BTA positif. Setelah menjalani terapi, pasien menunjukkan perbaikan klinis.
Keywords: Tuberkulosis Ginjal, OAT, Nefrektomi
1 Universitas Sumatera Utara
TB Renal PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting bagi populasi dunia dan TB genitourinaria (GUTB) merupakan salah satu TB ekstra paru yang paling umum.1 Manifestasi klinis TB ginjal cenderung sulit diketahui belakangan ini, yang dapat menyebabkan misdiagnosis dan risiko kehilangan fungsi ginjal.2 Kejadian TB meningkat, terutama pada negara berkembang. Menurut World Health Organization (WHO), sekitar sembilan juta kasus baru terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia.3 Sebagian besar kasus di Asia (55%), Afrika (31%), diikuti oleh daerah Mediterania timur (6%), Eropa (5%), dan Amerika (3%). Brazil adalah salah satu dari 20 negara dengan jumlah kasus paling besar, dengan data kasus baru sekitar 72.194 kasus pada tahun 2007, dengan tingkat kejadian 38 kasus/100.000 orang. Indonesia merupakan negara terbanyak ke-5 penderita TB setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria.4 Survey kesehatan rumah tangga tahun 1995 mendapatkan tuberculosis sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran nafas serta nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.5 TB genitourinaria menggambarkan 27% dari kasus TB ekstaraparu, berdasarkan data dari Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. TB genitourinaria adalah bentuk ketiga tersering dari TB ekstraparu setelah TB pleura dan TB limfatik dan terjadi secara hematologi pada TB paru hamper di semua kasus.6
LAPORAN KASUS Seorang wanita, Nona B, 16 tahun, masuk ke RS dengan keluhan pembengkakan pada pinggang kiri yang dialami selama 5 bulan, disertai rasa nyeri pada pinggang yang menjalar sampai ke perut kiri, nyeri bersifat hilang timbul, dijumpai gejala konstitusional demam, menggigil, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, nyeri buang air kecil, warna air seni keruh kemerahan dan pasien belum pernah haid. Sebelumnya pasien dirawat di RS daerah dan didiagnosa nanah ginjal dan nanah pada ginjal kiri telah ditarik sebanyak 1 botol aqua sedang.
2 Universitas Sumatera Utara
Status praesens saat masuk sensorium compos mentis, tekanan darah 100/70mmHg, frekuensi jantung 108x/menit regular, frekuensi pernafasan 26x/menit, temperature 38,9ºC. Dari status gizi didapati IMT 8,8 kg/m2 dengan kesan underweight. Pada pemeriksaan fisik dijumpai anemis, ballottement sinistra, tapping pain sinistra dan pembesaran KGB inguinal sinistra. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb 9 g/dL, MCV 76,3/fL, MCH 23,1/pg, MCHC 30,3/dL, leukosit 22.300/mm3, trombosit 522.000/mm3. LED 119 mm/jam, serum iron 9 ug/dl, TIBC 92 ug/dl, KGD ad random 85 mg/dl, ureum 21 mg/dl, kreatinin 0,69 mg/dl, albumin 2,2 g/dl. Urinalisa menunjukkan warna urine kuning keruh, protein (+), reduksi (-), bilirubin (-), urobilinogen (+), sedimen eritrosit >100/lpb, leukosit 10-20/lpb. Kultur urin dan darah tidak dijumpai pertumbuhan kuman. Rapid tes dan ELISA 3 metode negative. Foto thorax dalam batas normal. EKG dalam batas normal. FNAB inguinal sinistra menunjukkan proses radang spesifik TB. USG abdomen menunjukkan abses ginjal kiri disertai nefritis bilateral. CT-scan abdomen menunjukkan ginjal kanan ukuran membesar dengan ukuran ± 12cm x 6cm, parenkim menebal, tidak dijumpai batu dan dilatasi pelviokalises, pasca pemberian kontras tampak densitasnya tidak homogen, terdapat bagian yang hipodens. Ginjal kiri ukuran membesar ukuran ± 15cm x 6,5cm, permukaan berlobulasi, renal parenkim tipis, medulla melebar dan tampak hipodens, tidak tampak batu dan dilatasi sistem pelviokalises. Kesan: abses ginjal kiri dengan nefritis bilateral, DD: Renal Tuberkulosis. Pasien didiagnosa Urosepsis + Abses Intrarenal dan Perirenal ec Tuberculosis Renal + Anemia ec Defisiensi Besi + Trombositosis Reaktif + Malnutrisi (Kahexia) + Hipoalbuminemia. Pasien diterapi dengan Tirah Baring, O2 2-4 l/i, Diet MB TKTP dengan ekstra putih telur 4 butir/hari, IVFD NaCl 0,9% cor 600 cc selanjutnya 20 gtt/menit, Infus Plasbumin 20% 1 fls, IVFD Aminofluid 1 fls/hari, Inj Cefepime 2 gr/12 jam/iv, Drips Metronidazole 500 mg/8 jam, Inj Tramadol 1 ampul/12 jam, Rifampisin 1x450 mg, INH 1x300 mg, Pirazinamid 1x1000 mg, Ethambutol 1x750 mg, Vitamin B6 1x10 mg, Sulfas Ferous tab 3x200 mg, Vitamin C 3x50 mg, paracetamol 3x500 mg. Pasien dikonsulkan ke bagian Bedah Urologi kemudian dilakukan nefrektomi renal sinistra karena abses telah melibatkan hampir seluruh bagian ginjal dan abses telah sampai menembus M.Psoas sinistra. Pemeriksaan histopatologi ginjal menunjukkan suatu proses
3 Universitas Sumatera Utara
radang kronik spesifik tuberkulosis dan kultur pus dijumpai BTA positif. Pasien dirawat selama 28 hari dan pulang dengan perbaikan klinis.
3DISKUSI Patologi TB Renal TB ginjal biasanya gejala sisa dari TB paru yang terjadi setidaknya 10-15 tahun sebelumnya. Basil biasanya bersarang di wilayah cortico-meduler dan membentuk granuloma kortikal.
Granuloma
ini
tetap
aktif
selama
bertahun-tahun.
Ketika
kekebalan
individumenurun, ada pengaktifan kembali basil aktif ini sehingga menyebar ke medulla dan menyebabkan papillitis.7 Proses penyakit ini berlangsung sangat lambat tetapi menghasilkan nekrosis luas pada papila ginjal dan dapat menyebabkan pembentukan rongga terbuka dengan terbentuknya abses, akhirnya menghasilkan kehancuran total dari parenkim ginjal. Pada tahap lanjut penyakit ini meninggalkan bekas luka pada korteks ginjal mengakibatkan striktur pada infundibular dan pelvi-ureter junction. Penyakit ini dapat menyebar ke the collecting system, menghasilkan bacilluria. Hasilnya adalah ginjal yang tidak berfungsi dengan kalsifikasi yang luas melibatkan seluruh ginjal. Ada dua mekanisme yang dapat menyebabkan TB gagal ginjal: pertama, infeksi intrinsik dalam parenkim ginjal, menyebabkan endarteritis obliterative dan gangguan ginjal dengan kalsifikasi distropik luas yang melibatkan parenkim ginjal. Kedua, dengan atrofi pasca-obstruktif sekunder untuk stenosis multipel infundibular atau striktur ureter. Keterlibatan ureter pada GUTB biasanya sekunder untuk melibatkan ginjal. Hal ini biasanya terjadi karena sumber infeksi pada ureter dari ginjal yang terinfeksi.7 Mycobacterium tuberculosis dapat mencapai ginjal melalui penyebaran hematogen dari TB post primer diparu dan bisa juga terjadi secara limfogen walaupun jarang terjadi. Terkenanya ginjal dimulai dari korteks, medulla, pielum, ureter, kandung kemih, pada lakilaki dapat menginfeksi prostat, vesikula seminalis dan epididimis. Perjalanan terjadinya tuberkulosis ginjal sangat lambat bahkan bisa mencapai 15-30 tahun sampai dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal. Reaktifasi ini meningkat sejalan peningkatan kasus, seperti manula (usia lanjut), pemakaian obat imunosupresif atau steroid, malnutrisi, 4 Universitas Sumatera Utara
plavelensi AIDS dan adanya penyakit penyerta seperti liver dan ginjal. Bila mikroba TBC sampai di medulla dapat terbentuk granuloma yang dapat berubah menjadi vesikula dan dapat rupture kedalam tubuli. Pada stadium ini pasien
mulai mengeluh gejala seperti infeksi
saluran kemih bagian bawah seperti dijumpainya piuria dan bakteriuria. Bila proses radang mengenai mukosa pelvis dan ureter, maka dapat menyebabkan penyempitan lumen sehingga dapat terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang dapat dideteksi dengan foto rontgen dan USG. Pada kandung kemihdapat terbentuk tuberkel-tuberkel yang sering mengalami ulserasi sehingga berdarah dan menimbulkan hematuria. dengan sitoskopi tuberkel ini bisa terlihat. Ginjal kontralateral dapat terkena tuberkulosis melalui penyebaran asendens dari kandung kemih. Urine yang mengandung kuman Mycobacterium Tuberculosis dapat menginfeksi prostat, vesikula seminalis, dan melaui saluran limfe dapat mengenai epididimis. Pada wanita dapat mengenai tuba falopii (>80%), biasanya bilateral dan melibatkan endometrium sehingga dapat menyebabkan infertilitas.8,9
Gambar 1. Patofisiologi TB Renal10
5 Universitas Sumatera Utara
Gejala Klinis GUTB terbanyak mengenai laki-laki (1-2x lebih banyak dibandingkan wanita), dan jarang ditemukan pada usia dini, lebih sering ditemukan pada usia 40 tahun karena perjalanan penyakit GUTB yang sangat lambat bahkan bisa sampai 30 tahun baru menimbulkan kerusakan di ginjal dan memberikan gejala. Tidak ada gejala yang spesifik dan tidak semua penderita GUTB mempunyai kelainan paru, dan hal inilah yang menyebabkan diagnosa GUTB sering terlambat.11,12,13,14 Gangguan miksi sering dikeluhkan penderita, seperti poliuria, disuria dan hematuria (dijumpai pada 20-50% kasus). Piuria yang tidak respon dengan pengobatan dan kultur urine dengan media biasa yang steril, maka harus dipikirkan kemungkinan GUTB. Nyeri pinggang dan nyeri supra pubis, adanya gejala sistemik seperti demam, keringat malam, penurunan nafsu makan dan berat badan dapat dijumpai pada 20% penderita GUTB. Keluhan kolik ginjal jarang dijumpai.11,12,13,14 Fader dkk melaporkan infertilitas, perdarahan pervaginam dan nyeri perut bagian bawah dapat dijumpai pada wanita.1 Penyakit ginjal granulomatous biasanya dengan gejala awal proteinuria, piuria, dan kehilangan fungsi ginjal. Hematuria terisolasi adalah manifestasi lain kemungkinan dari TB ginjal. Gejala pada saluran kemih bagian bawah dugaan penyakit menyebar ke ureter dan kandung kemih. Gejala urinary dengan adanya infeksi saluran kemih disertai piuria dan hematuria tanpa adanya
pertumbuhan bakteri diduga GUTB. Pada tahap lanjut dapat
menyebabkan obstruktif uropati, defek pada kandung kemih dan hilangnya funsi ginjal.10 Tabel 1. Distribusi Gejala Klinis15
6 Universitas Sumatera Utara
Evaluasi Laboratorium Diagnosis Dari pemeriksaan urinalisa bisa dijumpai piuria, hematuria dan proteinuria. Sekitar 20% kasus tidak dijumpai leukositosis. Pemeriksaan BTA langsung pada urine pagi dengan pewarnaan Ziehl Nelson dapat diperiksa 3 kali berturut-turut, namun sensitivitasnya sangat rendah 40% dan spesifitasnya 96,7%, dimana hasilnya baru positif bila ditemukan 5-10 ribu bakteri/ml urine.11,12,13,14 Kultur BTA merupakan diagnosa pasti dengan sensitivitas 94,3% dan spesifitas 85,7% namun memerlukan waktu yang panjang dan pada pasien yang telah mendapat OAT ataupun antibiotik spektrum luas bisa menghasilkan negatif palsu. Kultur ini sudah bisa memberikan hasil positif bila didapatkan ≥10 bakteri/cc urine. Dari pemeriksaan radiologi dapat dilihat gambaran hidronefrosis, lesi pada parenkim ginjal, obstruksi dan dilatasi kolekting sistem yang disebabkan stenosis ureter, kontrakted kandung kemih, jaringan sikatriks dan kalsifikasi. Golf hok, tuberkel, ulserasi pada mukosa kandung kemih dapat dilihat dengan sistoskopi. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain reaction) dari urine mempunyai sensitivitas yang tinggi yaitu 95,6% dan spesifitas 98,1%, waktu pemeriksaan singkat (24-48 jam), namun pemeriksaan ini masih mahal. Dari gambaran histology yang khas adalah adanya inflamasi granuloma dengan sentral nekrosis. Adanya BTA dalam granuloma hanya sekitar 10%, sehingga kultur spesimen jaringan sangat perlu dilakukan.10 Tabel 2. Prosedur diagnostik GUTB16
7 Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. The positive rates of tests15
Pengobatan Medikamentosa Pengobatan Tuberkulosis ginjal ada dua yaitu dengan medikamentosa dan tindakan operatif. Tuberkulosis ginjal merupakan tuberkulosis ekstra paru kategori berat, maka penatalaksanaan OAT termasuk dalam kategori I yaitu minimal 4 macam obat pada 2 bulan pertama(2HRZE), dilanjutkan dengan 2 macam obat (4H3R3) pada fase lanjutan. Pada kasus-kasus yang berat, rekuren, atau penderita dengan HIV-AIDS maka pengobatan dapat dilanjutkan sampai 1 tahun. Pada kasus dengan MDR (Multi Drug Resistance) dibutuhkan sedikitnya 4 macam obat kombinasi yang dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitifity test. Pengobatan diberikan rata-rata 18 bulan, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologinya.16 Prinsip-prinsip dasar yang mendasari pengobatan TB paru juga berlaku untuk bentuk penyakit TB ekstraparu. Meskipun relatif sedikit penelitian yang meneliti pengobatan TB ekstraparu, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa rejimen 6- 9 bulan yang mencakup INH dan RIF adalah efektif. Dengan demikian terapi 6 bulan dianjurkan untuk mengobati tuberkulosis yang melibatkan semua organ ekstraparu, kecuali yang melibatkan meninges membutuhkan terapiselama 9- 12 bulan. Perpanjangan terapi juga harus dipertimbangkan untuk pasien TB ekstraparudegan respon yang lambat.17
8 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. First Line Antituberculosis Drug Therapy16
Tabel 5. Regimen Terapi GUTB16
Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, maka pilihan OAT yang aman adalah INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Protionamid, dimana obat-obat ini dapat diberikan dengan dosis normal karena tidak dieksresikan di ginjal, tidak nefrotoksik dan dieliminasi di empedu. Sementara Streptomisin, Ethambutol dan Aminoglikosida bersifat nefrotoksik. Namun Streptomisin dan Ethambutol masih dapat diberikan dengan menyesuaikan dosis dengan laju filtrasi glomerulus (LFG). Pengobatan TB ginjal bersifat holistik yaitu selain pemberian obat anti tuberkulosis juga penanganan terhadap kelainan ginjal.16
9 Universitas Sumatera Utara
Tindakan Invasif Prosedur invasif atau operasi untuk TB ginjal dan ureter dapat dikategorikan ke dalam kelompok berikut:7 1) Drainase untuk hidronefrosis (ureter stenting atau nefrostomi perkutan) 2) Drainase abses atau localized collections 3) Pengobatan lokal definitif bagian ginjal yang terkena (cavernotomy/nefrektomi parsial) 4) Nefrektomi non-functioning tuberculous kidney (terbuka/laparoskopi/teknik retroperitoneoskopik) 5) Rekonstruksi saluran kemih atas (uretero-calicostomi, ureter reim-plantasi, penggantian ureter ileum). Apabila diperlukan tindakan bedah, dapat dilakukan setelah pemberian OAT 4 ± 6 minggu atau pada kasus TB ginjal dengan komplikasi. Nefrektomi total dapat dilakukan jika terjadi kehilangan fungsi ginjal yang dapat di deteksi dengan GFR < 15 ml/menit dengan atau tanpa kalsifikasi, ureteropelvic obstruction, kerusakan ginjal yang luas, ataupun jika bersamaan dengan renal carcinoma.16 KESIMPULAN Dilaporkan satu kasus tuberkulosis ginjal disertai dengan abses renal dan limfadenitis TB pada seorang wanita muda, berumur 16 tahun dengan status gizi malnutrisi. Kemudian diberi regimen OAT kategori 1 dan dilakukan nefrektomi sinistra total. Setelah rawatan 28 hari pasien dipulangkan dengan perbaikan klinis.
10 Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Fader T, Parks J, Khan NU, Manning R, Stokes S, et al. Extrapulmonary tuberculosis in Kabul, Afghanistan: a hospital‑based retrospective review. Int J Infect Dis 2010; 14: e102–10. 2. Zhukova II, Kul’chavenia EV, Kholtobin DP, Brizhatiuk EV, Khomiakov VT, et al. Urogenital tuberculosis today. Urologiia 2013; 1: 13–6. 3. World Health Organization, 2009. Global Tuberculosis Control 2004: Epidemiology, Strategy, Financing. Geneva: World Health Organization; 2009. 4. Global tuberculosis control. A short update to the 2009 report. Genewa: WHO; 2009. Available
at:
http://www.who.int/tb/publications/global_reports/2009update/en/index.html. 5. Dep.Kes.RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Edisi 2.2006. 6. Kennedy DH, 1989. Extrapulmonary tuberculosis. In Ratledge C, Stanford JL, Grange JM, eds. The Biology of Mycobacteria. New York: Academic Press, 245–284. 7. Sriram Krishnamoorthy, Ganesh Gopalakrishnan. Surgical management of renal tuberculosis. Indian J Urol. 2008 Jul-Sep; 24(3): 369–375. 8. David Wetherell, Mahesha Weerakoon, David Williams, Bhawanie Koonj Beharry, Ania Sliwinski, Darren Ow, et al. Mature and Immature Teratoma: A Review of Pathological Characteristics and Treatment Options. Australia ; Med Surg Urol 2014, 3:1. 9. McDougal WS, Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, et al. (2012) Campbell-Walsh Urology. (10thedn). Elsevier Saunders, USA. 10. Elizabeth De Francesco Daher, Geraldo Bezerra da Silva Junior, Elvino Jose Guarda Barros. Review: Renal Tuberculosis in the Modern Era. The American Society of Tropical Medicine and Hygiene. Brazil. Am. J. Trop. Med. Hyg., 88(1), 2013, pp. 54– 64 11. Figueiredo AA, Lucon AM, Gomes GM et al. Urogenital tuberculosis: patient classification in seven different group according to clinical and radiological presentation. International Braz. J.Urol 2008;34(4): 422-432. 12. Yazdani M, Shahidi S and Shirani M. Urinary polymerase chain reaction for diagnosis urogenital tuberculosis. Urol J 2008; 5:46-49.
11 Universitas Sumatera Utara
13. Tanthanuch M, Karnjanawanichkul W and Pripatnanont C. Tuberculosis of the urinary tract in Southern Thailand. J Med Assoc Thai 2010;93(8): 916-919. 14. Lee JY, Park HY, Park SY et al. Clinical characteristics of genitourinary tuberculosis during a recent 10 years period in one center. Korean J Urol 2011;52:2000-2005. 15. Jing Wang, Song Fan, Jun Xiao, Chao‑Zhao Liang. Renal tuberculosis tends to be low symptoms: how to improve the diagnosis and treatment of renaltuberculosis. Asian Journal of Andrology (2016) 18, 145–146. 16. Cek M, Lenk S, Naber KG et al.EAU guidelines for the management of genitourinary tuberculosis. European Urology 2005; 48:353-362. 17. The American Thoracic Society, CDC, and Infectious Diseases Society of America. Treatment of Tuberculosis. The American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine (2003;167:603-662).
12 Universitas Sumatera Utara