JURNAL EKONOMI DAN BISNIS VOLUME 12, NO.1 FEB 2012 ISSN 1693-8852 HAMBATAN-HAMBATAN PENGURUS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP DEB1TOR DALAM HUKUM KEPAILITAN. KHERIAH Dosen Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
ABSTRACK PKPU board selected by the debtor, creditors or may be appointed directly by the judge, subject to independent and has no conflict of interest between debtors and creditors. PKPU board which proved to be independent and will be subject to civil or criminal sanctions. To know the board is not independent PKPU can only be proven by the good faith of the management PKPU it self. Because there is no strict legal rules governing the benchmark problem of the independence of the board PKPU impeding, which should have rules on board independence PKPU must be clear so as not to cause a diverse interpretation of the judge in carrying out its authority.
Keywords : Debtor, creditors and independence PENDAHULUAN Perkembangan perekonomian yang semakin meningkat dan menggejolaknya sistem perekonomian sehingga menimbulkan kesulitan terhadap kemampuan perekonomian negara. Kelangsungan ekonomi secara defakto sangat berpengaruh terhadap kehancuran usaha, sehingga kemampuan setiap perusahaan untuk memenuhi kewajiban terhadap kreditor menjadi berantakan, tertunda, bahkan ada yang tidak dapat membayar lagi. Keadaan ini akan berdampak terhadap sektor lainnya yang apabila tidak diselesaikan secara tuntas akan menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap gejolak sosial dan politik di dalam masyarakat luas. Untuk mengantisipasi kecenderungan dunia usaha yang berakibat pula pada tidak dapatnya dipenuhi kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka pemerintah melakukan perubahanperubahan yang sangat signifikan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan yaitu dengan menggantikan Failissements Verorning, Statsblaad 1905 nomor 217 juncto Statsblaad 1906 nomor 348 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (selanjutnya disingakat Perpu), yaitu Perpu Nomor 1 Tahun 1998 dan selanjutnya Perpu Nomorl tahun 1998 tersebut dikuatkan menjadi Undang-uandang (selanjutnya disingkat UU) yaitu Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 dan kemudian menyempurnakan lagi dengan UndangUndang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat UUK- PKPU),I Masalah kepailitan selalu menimbulkan akibat, baik bagi kreditur maupun bagi debitur dan juga karyawan suatu perusahaan yang berhubungan dengan pemutusan hubungan kerja. Untuk menghindari hal tersebut UUK-PKPU memberikan solusi sebelum adanya keputusan pemyataan pailit yang dikeluarkan oleh hakim maka pihak debitor ataupun salah seorang kreditor dapat mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang kepada pengadilan. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah wahana juridis- ekonomis yang disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat melanjutkan kehidupannya. Khususnya dalam hal perusahaan, PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur untuk membuat laba. Dengan demikian, PKPU bertujuan menjaga jangan sampai debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak likuid dan sulit mendapat }credit, dinyatakan pailit. Sedangkan kalau debitur tersebut diberi waktu dan kesempatan, besar harapan is akan dapat membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan yang demikian dapat menyebabkan pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan para kreditur. Jelas kiranya bahwa PKPU bukan dimaksudkan untuk kepentingan debitur saja, melainkan juga untuk kepentingan para kreditur. Diharapkan bahwa dengan diberikannya waktu dan kesempatan, debitur melalui reorganisasi usahanya dan atau restrukturisasi utang-utangnya dapat melanjutkan usahanya.2 PKPU merupakan pengunduran pembayaran utang yang sudah jatuh tempo. Pembuktian yang dilakukan dalam proses PKPU adalah bersifat sederhana baik terhadap para kreditornya maupun utang-utangnya yang dapat dibuktikan dengan suatu surat perjanjaian yang telah dibuat antara debitor dengan kreditonya. Untuk keberhasilan proses PKPU dibutuhkan seorang pengurus PKPU yang handal yang mampu bertindak independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan antara debitor dan para kreditor. Pengurus PKPU dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk membantu perusahaan supaya terhindar dan kepailitan banyak sekali mengalami hambatan-hambata, baik yang disebabkan dari dalam sistem perusahaan maupun dari segi peratu-
18
VOLUME 12. NO.1 FEB 2012
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 ran perundang-undangan. Pengurus PKPU tidak dapat bertindak sendiri walaupun dalam hal pengurus perusahaan secara tidak layak menolak bekerja sama dengan pengurus perusahaan. Senjata pengur us da l am h a l in i a da l ah h an ya m em oh on kevada Pengadilan Niaga untuk menarik kembali PKPU. Pengurus PKPU dalam menyelesaikan permasalahan utang debitor harus memperhatikan kondisi dan keadaan keuangan debitor. Untuk dapat mencapai hasil yang maksimal selama PKPU berlangsung maka diperlukan pecan aktif serta professional pengurus PKPU serta hakim pengawas sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut.' Oleh sebab itu hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses PKPU tidak mutlak berada ditangan pengurus PKPU sendiri tetapi juga disebabkan oleh peraturan-peraturan yang kurang jelas yang dapat menyebabkan interpretasi yang beragam dari kalangan praktisi hukum.
hirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut diatas, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greates happiness for the greatest number) .4 METODE PENELITIAN Sifat penelitian ini adalah deskriptif — analitis, deskriptif maksudnya menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum kepailitan'yang berhungan dengan Independensi pengurus PKPU. Sedangkan analitis maksudnya data hasil penelitian diolah terlebih dahulu, lalu dianalisis dan kemudian baru diuraikan secara cermat berdasarkan ketentuan hukum dan yang dilakukan dalam praktek. Seperti dikemukakan oleh Soeryono Soekanto, "penelitian deskriptif analitis adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematik, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki".5
Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apasajakah yang menjadi hambatanhambatan pengurus PKPU dalam menjalankan kewenangannya terhadap debitor dalam hukum kepailitan ? 2. Upaya- upaya apa saja yang dilakukan oleh pengurus PKPU untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam menjalankan kewenangannya terhadap debitor dalam hokum kepailitan.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum norrnatif. Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut dengan istilah penelitian dokrtinal (doctrinal research),6 yaitu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis didalam buku (law at it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it decided by the judge through judicial process).' PEMBAHASAN PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitur, dimana selama berlangsungnya PKPU , debitur tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya, dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan. Selama PKPU berlangsung debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Ada kekecualiannya dimana pengurus PKPU oleh Undangundang diberi hak untuk bertindak sendiri tanpa kerjasama dengan debitor, yakni jika pengurus perusahaan melanggar pasal 240 UUK-PKPU tersebut maka pengurus PKPU tanpa debitur (dalam hal ini adalah pengurus perusahaan) berhak melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut. Dalam UUK-PKPU menentukan bahwa pengurus PKPU bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas
Tujuan Penelitian 1. Utuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami pengurus PKPU dalam hukum kepailitan. 2. Untuk mengetahui upaya-upaya penyelesaian terjadinya hambatan-hambatan pengurus PKPU dalam hokum kepailitan.s Kerangka Teori. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan, yang melahirkan teori kemanfaatan, karena teori kernanfatan merupakan rasionalisme dari keadilan, bila keadilan telah tercapai otomatis akan memberikan manfaat bagi para pihak. Dalam hal kewenangan pengurus PKPU diharapkan dapat memberikan kemanfaatan baik bagi kreditur maupun debitur itu sendiri. Teori hukum ini berasal dari Jeremy Bentham yang menerapkan salah sate prinsip aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum, yaitu: manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebaliagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk undang-undang hendaknya dapat mela
19
VOLUME 12, NO.1 FEB 2012
.JURNAL EKONOMI DANBISNIS ISSN 1693-8852
___1 1 • •_________________________
2. perusahaan akan menjadi kurang sempurna. 2. Pasal 234 Ayat (2) menyatakan bahwa pengurus yang terbukti tidak independen akan dikenakan sanksi pidana dan atau perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam UUK_PKPU tidak menentukan secara spesifik tentang jenis pidana dan atau perdata yang dapat dijatuhkan bila terbukti pengurus PKPU tersebut tidak independen. 3. Ayat (4) pasal yang sama menentukan bahwa pengurus bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalainnya dalam melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitor. Dalam hal tanggung jawab tersebut tidak disebutkan bentuk tanggung jawab dari pengurus PKPU bila menyebabkan kerugian terhadap harta kekayaan perusahaan, dan juga dalam menjalankan kewenangan untuk mengurus harta kekayaan perusahaan debitor, pengurus PKPU bertindak bersama-sama dengan pengurus perusahaan. Dalam hal tersebut bentuk tanggung jawabnya juga tidak jelas apakah ditanggung sendiri oleh pengurus PKPU atau ditanggung secara renteng bersamasama dengan pengurus perusahaan.
Kepengurusannya yang dapat menyebabkan kerugian terhadap harta debitur, tetapi tidak mengatur tentang bagaimana tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga. Dalam hal tersebut pengurus PKPU dan pengurus perusahaan, masing-masing bertanggung jawab secara renteng atau tidak. Demikian juga halnya dalam suatu perjanjian yang dilakukan oleh pengurus perusahaan dengan pihak ketiga, dimana pengurus perusahaan tidak mau mengindahkan intruksi dari pengurus PKPU, apakah dalam hal ini pengurus PKPU juga bertanggung jawab, jika terjadi kerugian terhadap harta
kekayaan perusahaan. Hambatan-Hambatan Dari Segi Yuridis a. Pembentukan Yang Tergesa-Gesa Sudah diketahui umum bahwa pembentukan UUK-PKPU adalah atas desakan dari IMF sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan keuangan dari IMF dalam rangka menutupi kerugian yang sangat besar yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi dan moneter. Indonesia tidak mempunyai pilihan lain kecuali dengan segera melakukan pembaharuan dalam hukum kepailitan Indonesia yaitu dengan UUK-PKPU dan juga pembentukan badan peradilan baru yaitu Pengadilan Niaga. Karena ketergesa-gesaan tersebut maka ada banyak hal yang tidak diatur dengan tegas, sehingga banyak menimbulkan interpretasi yang beragam. Secara konkrit UUK-PKPU berisi banyak ketentuan yang menimbulkan banyak interpretasi yang berbeda antara hakim pengadilan niaga dengan Mahkamah Agung.8
4.
Pengaturan pasal-pasal mengenai pengurus PKPU juga banyak memunculkan lubanglubang hukum yang dapat mengakibatkan UUKPKPU sulit untuk mampu menampung kepentingan kreditor dan debitor secara seimbang, sehingga batasan-batasan kewenangan dan bentuk tanggung jawab pengurus PKPU menjadi tidak jelas, pasalpasal tersebut diantaranya adalah:
Dalam perjanjian timbal batik, penentuan oleh pengurus PKPU terhadap pelaksanaan perjanjian timbal balik dilaksanakan atau tidak oleh pengurus perusahaan. Jika tidak dilaksanakan maka pengurus perusahaan akan cidera janji dengan segala dampak hulcumnya, tetapi jika dilaksanakan dan ternyata menimbulkan kerugian terhadap harta kekayaan perusahaan. Pengurus PKPU juga harus bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawab seorang pengurus PKPU terhadap hal tersebut.
b. Penolakan dari Pihak Kreditor UUK-PKPU bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada debitor dan kreditor dengan memperhatikan asas keseimbangan dan keadi!an. Sedangkan tujuan PKPU salah satunya adalah mengajukan Rencana Perdamaian kepada para kreditor. Dalam pelaksanaan PKPU, pengurus PKPU mempunyai kewenangan untuk membantu pengurus perusahaan dalam penyusunan rencana perdamaian yang akan diajukan kepada kreditor. Rencana perdamaian ini berisikan tentang rescedulling terhadap utang-utang perusahaan debitor. Untuk itu dalam rapat kreditor, para kreditor mempunyai hak untuk menerima atau menolak usulan rencana perdamaian yang diajukan oleh pengurus perusahaan atau debitor, dimana dalam keputusan para
1. Pasal 234 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengurus PKPU yang diangkat harus independent. Namun disayangkan dalam UUK-PKPU dan peraturan pelaksanaannya tidak ada satupun aturan yang mengatur mengenai tolak ukur atau batasan yang menentukan tentang independensi seorang pengurus PKPU. Oleh karena yang mengangkat pengurus PKPU adalah hakim yang menyidangkan permohonan PKPU, maka hakimlah yang bertanggung jawab terhadap pengurus yang tidak independent. Bila tidak ada tolak ukur mengenai batasan independensi seorang pengurus, maka kewenangan yang dijalankan oleh
20
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS VOLUME 12, NO.1 FEB 2012 ISSN 16934852 kreditor memerlukan suara setuju Iebih dari setengah para kreditor yang tidak mempunyai jaminan (kreditor konkuren) yang harus hadir pada rapat tersebut, yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah tagihan yang tidak mempunyai jaminan dari para kreditor yang hadir pada rapat kreditor dimaksud. Karena alasan tersebutlah walaupun ada diantara la-editor yang tidak menerirna surat panggilan dalam rapat la-editor berhak untuk hadir yang berguna dalam hal pemberian suara, dan akibatnya dalam penentuan diterimanya atau ditolak rencana perdamaian itu oleh para kreditor. Pengurus PKPU seharusnya mempunyai kemampuan dalam melakukan anlisis terhadap utang-piutang perusahaan debitor, sehingga dalam menjalankan kewenangannya mampu memberikan advis kepada perusahaan untuk menyelesaikan permasalahannya, terutama menyangkut tentang rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor kepada kreditor. Karena bila kreditor menolak rencana permaian tersebut maka pengadian akan mengakhiri PKPU dalam putusan yang sama, itu artinya dengan berakhirnya PKPU maka berakhir pula kewenangan seorang pengurus PKPU.
dianalisis melalui 3 (tiga) komponenll yaitu: a. Struktur hukum yaitu struktur atau bentuk lembaga dan institusi dari system hukum tersebut dan proses yang mereka jalankan. Struktur dapat berupa jumlah dan macan peradilan ysng ada, ada atau tidak adanya konstitusi, pemabagian kekuasaan antara hakim, lembaga legislatif, pemerintah, prosedur-prosedur yang ada dalam bermacammacam institusi/lembaga, dan semacamnya. b. Substansi hukum adalah hasil (output) dari suatu sistem hukum, yang merupakan hukum itu sendiri yang terdiri dari aturanaturan, doktrin-doktrin, keputusankeputusan, dan sebagainya sepanjang yang digunakan oleh mereka yang mengatur dan d iatur. c. Budaya hukum adalah kebudayaan yang merupakan nilai-nilai dan cara pandang yang menyatukan system hukum tersebut, dan yang menentukan tempat dimana sistem hukum tersebut diletakkan dalam kebudayaan atau masyarakat secara keseluruhan. Budaya hukum sangatlah panting dalam menentukan suatu sistem hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam masyarakat, sehingga bila dikaji dari segi struktural dan substansif, maka UUK-PKPU telah memenuhi syarat struktural dan substansif yang dimaksud tersebut, hal ini dapat dilihat dengan adanya Pengadilan Niaga, hakimnya beserta semua institusi dan struktur peradilan yang ada di Indonesia, sedangkan secara substansif UUK-PKPU adalah hasil atau produk dari suatu sitem hukum yang ada di Indonesia, sehingga UUK-PKPU adalah hukum itu sendiri yang berupa atau sebagai suatu Undang-undang, walaupun masih ada aturan-aturan hukum yang beluni jelas seperti halnya tentang tolak ukur independensi Pengurus PKPU. Akan tetapi bila di lihat dari segi budaya hukum di Indonesia khususnya di wilayah hukum Pengadilan Niaga Medan, tidaklah menunjang UUK-PKPU agar berfungsi sebagai suatu sistem hukum yang baik.
c. Terdapatnya Debitor Yang Tidak Kooperatif Pengurus PKPU dalam menjalankan tugasnya tidak terlepas dari peran serta debitor atau pengurus perusahaan yang bersama-sama melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perusahaan agar perusahaan tersebut dapat terhindari dari proses kepailitan. Debitor dalam PKPU dibagi menjadi dua yaitu debitor kooperatif dan debitor yang tidak kooperatif °. Debitor kocperatif adalah debitor yang dapat menjalankan kerjasama dengan pengurus PKPU, sedangkan debitor yang tidak kooperatif adalah debitor yang tidak dapat menjalankan kerjasama dengan pengurus PKPU, sehingga dapat menjadi kendala dalam keberhasilan proses PKPU. Terhadap debitor yang tidak kooperatif dapat diambil tindakan hukum oleh pengurus PKPU yaitu dengan memintakan pengakhiran PKPU pada Hakim Pengadilan Niaga yang memutuskan PKPU tersebut. Hal ini dianggap kurang bijaksana yang dapat membawa dampak pada kerugian harta kekayaan perusahaan, karena tujuan dari pelaksanaan PKPU tidak akan tercapai.
Ketiga unsur tersebut yaitu struktural, substansif dan budaya hukum merupakan satu kesatuan dari suatu sitem hukum UUK-PKPU, maka dalam suatu masyarakat Indonesia, 'talcum atau UUK-PKPU itu sendiri harus sebagai suatu proses yang benar-benar ada dan dijalankan, dimana unsur-unsur dan komponen dari struktural, substansif dan budaya hukum dari UUK-PKPU hams saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, dibawah pengaruh faktor-faktor eksternal dan internal yang datang rnenekan dari suatu masyarakat yang lebih luas lagi, dalam hal ini contohnya adalah masyarakat internasional atau dunia melalui badan-badan
Hambatan bambatan Dari segi Budaya Hukum Hambatan-hambatan pelaksanaan UUKPKPU dalam memberikan kepastian hukum dari segi filosofis dapat ditelaah, dengan melihat pengaruh dari budaya hukum (legal culture) dari suatu masyarakat terhadap pelaksanaan atas suatu system hukum (legal system) dalam masyarakat tersebut, dimana system hukum tersebut sangat diperlukan untuk pembangunan ekonomi masyarakat. -
Suatu system hukum yang bekerja dapat
21
VOLUME 12, NO.1 FEB
JURNAL FKONOM1 DAN BISNIS 2012 ISSN 1693-8852 internasional seperti IMF, World Bank dan sebaga inya. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang sangat perlu memperbaiki budaya hukum agar pelaksanaan dari suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik karena budaya hukum mempengaruhi keseluruhan dari perjalanan suatu sistem hukum yaitu UUK-PKPU. Budaya hukum tersebut sangat penting sebagai sumber dari diinginkannya suatu sistesm hukum yang balk oleh masyarakat. Budaya hukumlah yang menentukan kapan dan mengapa dan dimana masyarakat menaruh harapan pada hukum atau pemerintah.
dan rencana perdamaian kepada kreditor, tetapi juga mampu memberikan penjelasan mengenai rencana perdamaian bila diminta oleh kreditor. Pengurus PKPU juga hams membekali dirinya dengan moral yang baik, sehingga dalam menjalankan kewenangannya tidak memihak kepada debitor maupun kreditor. Walaupun tidak ada aturan yang mengatur tentang tolak ukur atau independensi seorang pengurus PKPU, bila is menjalankan tugasnya dengan itikad baik maka dengan sendirinya akan mampu bertindak sesuai dengan profesionalisme.
Mengutip pendapat Ricardo Simanjuntak Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia dalam tulisannya tentang "Hukum Kepailaitan Indonesia Diambang Pailit", yang mengatakan bahwa pelaksanaan terhadap UUK-PKPU bukanlah primadona pemerintah dalam menyelesaikan masalah utang-piutang di Indonesia, sehingga masih banyak sekali peraturan-peraturan tentang kepaialitan dan PKPU belum ada aturan pelaksanaannya, sehingga sangat sulit oleh para pihak untuk menerapkan aturan mainnya. Oleh sebab itu wajar bila penerapan hukum kepailitan dan PKPU belum dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.'2
Upaya Yang dilakukan Oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) UUK-PKPU belum memenuhi seluruh aspirasi para pihak yang terlibat dalam proses kepailitan rnaupun PKPU. AKPI sebagai pihak yang mempunyai kewenangan dalam membentuk dan mengeluarkan peraturan-peraturan dalam lingkup tugas Kurator dan Pengurus Indonesia, sudah seharusnya melakukan upaya-upaya dalam penyempurnaan UUK-PKPU, setidak-tidaknya megeluarkan peraturan-peraturan untuk mendukung pemberlakuan UUK-PKPU. Salah satunya dengan cara mengeluarkan peraturan tentang tolak ukur indenpensi pengurus PKPU sehingga Pengadilan Niaga sebagi lembaga pemerintah yang berwenang menyelesaikan permasalahan kepailitan dan PKPU akan dengan mudah menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang ada tanpa menimbulkan interpretasi yang beragam.
Hukum yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen akan memberikan keadilan dan kepastian hukum yang menjadi tujuan dari hukum itu sendiri. Faktor pendidikan baik moral maupun akademis adalah sangat penting untuk memperbaiki budaya hukum di Indonesia, demikian juga halnya dengan faktor insentif yang jelas. Sehingga perubahan terhadap budaya hukum secara bertahap akan membawa perubahan terhadap sistem hukum yang ada juga khususnya yang berhubungan dengan sistem hukum kepailitan dan PKPU.
KESIMPULAN 1. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pengurus PKPU dalam menjalankan kewenangannya adalah: a. Hambatan —hambatan dari segi yuridis, yaitu hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pengurus PKPU berhubungan dengan tidak jelasnya aturan hukum yang berkaitan dengan independensi pengurus PKPU, terutama pasal 234 UUK-PKPU.
E.Upaya-upaya Untuk Mengatasi Hambatanhambatan Pengurus PKPU Dalam Menjalankan Kewenangannya Terhadap Harta keka yaan Perusahaan. I. Upaya yang Dilakukan Oleh pengurus PKPU Pengurus PKPU dalam menjalankan kewenangannya mengalami berbagai hambatan dan kendala seperti yang dipaparkan diatas, untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka seorang pengurus PKPU hendaknya membekali din dengan kemampuan dan keahlian yang dapat membantunya menyelesaikan permasalahan perusahaan didalam proses PKPU yaitu seperti pengetahuan dibidang akuntan'3 , sehingga dapat membantu debitor dalam penyusunan dan pengajuan rencana perdamaian kepada kreditor disamping pengetahuan di bidang hukum yang dikuasainya. Dalam hal ini pengurus tidak bertindak sebagai administrasi belaka yang tugasnya terbatas pada tukang antar surat
2.
22
Hambatan dari segi budaya hukum yaitu hambatan yang dihadapi oleh pengurus PKPU karena sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh budaya hukum, substansi dan struktural. Budaya hukum yang baik akan melahirkan sistem hukum yang baik, demikian juga sebaliknya walaupun unsur struktural dan substansi telah terpenuhi dengan sempurna, tanpa budaya hukum yang baik tidak akan menjamin sistem hukum kepailitan dan PKPU di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan kewenangan pengurus PKPU adalah pengurus PKPU hares meningkatkan kompetensi dirinya dengan
JURNAL EKONOMI DAN BISMS VOLUME 12, NO.1 FEB 2012 ISSN 1693-8852 membekali ilmu akuntan untuk membantu pengurus perusahaan dalam menyusun rencana perdamaian yang ditawarkan kepada !creditor dan yang dilakukan oleh pemerintah sendiri adalah mengeluarkan peratursan-peraturan yang dianggap perlu untuk mendukung pelaksanaan UUKPKPU sehingga melalui pengadilan niaga masalah PKPU khususnya dapat terselesaikan dengan baik.
Normatif dan perbandingan Hukum", rnakalah, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, fakultas Hukum USU, Tanggai 18 februari 2003. Rasjidi, Lili, dkk. Dasar-dasar Filsafat Hukum, Cetakan ke VI, Bandung: Pt Citra Aditya Bakti, 1993.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsudin, M, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.
Sembiring, Sentosa, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Kepailitan, Bandung: Nuansa Aulia, 2006.
---------Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, Jakarta: PT. Sofmedia, 2010.
Hartini, Rahayu, Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Malang: UPT Percetakan Uiversitas Muhammadiyah, 2008. Hanitijo, Ronny, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Sjandeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan (Memahami UU No. 37. tahun 2004 Tentang sKepailitan), Jakarta: Grafiti, 2010. Soekanto, Soeijono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1985.
Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia, Standart Profesi Kw-ator dan Pengurus.
Tumbuan, Fred B.G, Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001.
Lawrence M. Friedman, Legal Culture and Social Development, Law and society review 29 (No. 1, Augustust 1969)
Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Muljadi, Kartini, Kepailitan dan penyelesaian utang Piutang, Bandung: Alumni, 2001. Nasution,Bismar,"Metodepenelitian Hukum
23