1 PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 22 dan PPN OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAERAH YANG TERKAIT DENGAN PEMBELIAN BARANG Oleh : Gun Gun Gunawan, SST A. PENGANTAR Atas dasar banyaknya pertanyaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Account Repressentative mengenai pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah, dalam upaya meluruskan dan penyamaan persepsi atas pemungutan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, maka dipandang perlu untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci, agar pelaksanaan hak dan kewajiban pajak Bendaharawan Pemerintah dapat berjalan dengan baik. Penjelasan-penjelasan ini merupakan resume dari ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai pembelian barang oleh Bendaharawan Pemerintah yang dapat dikenakan PPh Pasal 22 dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang khusus ditujukan untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Selain itu, juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi pejabat inspektorat/badan pengawas dalam melakukan audit atas pengelolaan keuangan Negara. Penjelasan ini diberlakukan untuk tahun pajak 2009 dan seterusnya, selama tidak ada perubahan dasar hukum yang menjelaskan berbeda dengan penjelasan ini. B. PPh PASAL 22 1. Dasar Hukum a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya. d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 417/PJ/2001 tentang Petunjuk Pemungutan PPh Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya. f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ/2003 tanggal 10 Desember 2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2001 tentang Surat Setoran Pajak. g. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Nomor SE.900/316/BAKD tanggal 5 April 2007 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. 2. Bendahara Pemerintah Daerah sebagai Pemungut PPh Pasal 22 Pemungut PPh Pasal 22 antara lain adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang. Dengan demikian, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap pembelian barang. barang Yang dimaksud dengan barang adalah barang berwujud, kecuali barang berupa tanah dan atau bangunan dari Orang Pribadi Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
2 atau Badan, dan barang berupa makanan atau minuman dari pengusaha jasa catering. Karena, pembelian barang berupa tanah dan atau bangunan dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan pembelian makanan atau minuman dari pengusaha jasa catering dikenakan PPh Pasal 23.
Penjelasan mengenai PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 23 akan dibahas tersendiri. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Atas pembelian barang oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah dibawah ini, tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan bendabenda pos; 4. Tarif PPh Pasal Pasal 22 Atas pembelian barang yang dilakukan Bendaharawan Pemerintah Daerah dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% x Harga atau Nilai Pembelian Barang, jika pembelian tersebut dilakukan kepada rekanan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Pajak Atas pembelian barang yang dilakukan Bendaharawan Pemerintah Daerah dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 3% x Harga atau Nilai Pembelian Barang, jika pembelian tersebut dilakukan kepada rekanan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Pajak Dengan demikian, pengenaan tarif PPh Pasal 22 berbeda antara pembelian kepada rekanan berNPWP dengan pembelian kepada rekanan yang tidak ber-NPWP. Yang dimaksud dengan Harga atau Nilai Pembelian Barang adalah harga atau nilai pembelian barang tidak termasuk PPN dan atau PPnBM. 5. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 22 Bukti bahwa Bendaharawan Pemerintah Daerah telah memungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang adalah berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Petunjuk pengisian SSP sehubungan dengan pembelian barang yang dipungut PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut: NPWP
:
diisi dengan NPWP Rekanan. Jika Rekanan tidak memiliki NPWP, diisi
dengan 00.000.000.0 - 901.000. Kode 901 merupakan kode Kantor Pelayanan Pajak(KPP). Kode ini disesuaikan dengan Kode KPP dimana bendaharawan terdaftar. Nama WP Alamat MAP/Kode Jenis Pajak Kode Jenis Setoran Uraian Pembelian
: : :
diisi dengan Nama Rekanan diisi dengan Alamat Rekanan diisi dengan 411122
: :
Masa Pajak Tahun Jumlah Pembayaran
: : :
Terbilang
:
diisi dengan 900 PPh Pasal 22 atas Pembelian ..... untuk Bulan …. (bila perlu diisi dengan Nomor Surat Perintah Membayar) diisi dengan “X” sesuai bulan dilakukan pembayaran diisi dengan tahun dilakukan pembayaran Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan angka (contoh: Rp30.000,00) Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan huruf (contoh: Tiga Puluh Ribu Rupiah) Diisi dengan Nama Bendaharawan, disertai tanda tangan dan Cap
Wajib
Pajak
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
:
3 Penyetor ......... , tgl ......
Satker diisi dengan Tempat dan tanggal dilakukan pembayaran
:
Tata cara penyetoran PPh Pasal 22 menggunakan SPMSPM-LS: a. SSP yang sudah diisi lengkap digabungkan dengan SPM-LS dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan, dan diajukan ke Bagian Keuangan Setda Kota/Kabupaten atau Biro Keuangan Setda Provinsi untuk penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). b. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh Bendaharawan, maka Bendaharawan Pemerintah Daerah harus menyerahkan SSP Lembar ke-1 kepada Rekanan. Jadi, SSP Lembar ke-3 dan SSP Lembar ke-5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. c. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh rekanan, maka rekanan harus menyerahkan SSP Lembar ke-3 dan SSP Lembar ke-5 kepada Bendaharawan. Jadi, SSP Lembar ke-1 disimpan oleh rekanan. Tata cara penyetoran PPh Pasal 22 menggunakan Uang Persediaan: Pada saat membayar tagihan atas pembelian barang kepada rekanan, Bendaharawan Pemerintah Daerah segera menyetorkan SSP yang sudah diisi lengkap ke Bank. Kemudian, menyerahkan SSP Lembar ke-1 kepada rekanan. Jadi, SSP Lembar ke-3 dan SSP Lembar ke-5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Bendaharawan Pemerintah Daerah harus melakukan
penyetoran PPh Pasal 22 pada hari dimana bendaharawan tersebut membayar tagihan atas pembelian barang kepada Rekanan. 6. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 22 Setelah SSP diisi dan disetorkan ke bank, Bendaharawan Pemerintah Daerah harus mengisi SPT Masa PPh Pasal 22, dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Bendaharawan tersebut terdaftar. SPT Masa PPh Pasal 22 yang dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak harus dilengkapi dengan SSP Lembar ke-3. Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah tidak melampirkan SSP Lembar ke-3 atau, maka SPT Masa PPh Pasal 22 tersebut dianggap tidak lengkap/tidak disampaikan. SPT Masa PPh Pasal 22 yang dilengkapi SSP Lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 14 setelah bulan pemungutan PPh Pasal 22. Apabila hari ke-14 jatuh pada hari libur, maka SPT Masa PPh Pasal 22 harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya. Jika dalam suatu bulan Bendaharawan Pemerintah Daerah tidak melakukan pembelian yang dipungut PPh Pasal 22, SPT Masa PPh Pasal 22 tetap harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Bendaharawan tersebut terdafta paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya, dengan mengisi data Nama, NWP, Alamat Bendaharawan saja. Petunjuk pengisian SPT Masa PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut: Yth. Kepala Kantor Pelayanan ..... Di ....
:
NPWP Nama
: :
Alamat Masa Pajak Tahun Disetor Tanggal
: : : :
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
:
diisi dengan PRATAMA DENPASAR BARAT atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama dimana Bendaharawan terdaftar diisi dengan DENPASAR atau BADUNG atau nama Kota/Kabupaten dimana instansi/satker beralamat diisi dengan NPWP Instansi/Satker (contoh: 00.263.552.1-901.000) diisi dengan nama instansi/satker (contoh: Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Kab Badung) diisi dengan alamat instansi/satker diisi sesuai bulan dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 diisi sesuai tahun dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 diisi sesuai tanggal setor pada SSP, jika lebih dari satu SSP, maka diisi “---“
4 3. Pembelian Barang oleh Bendaharawan/Badan Tertentu yang ditunjuk: Nilai Objek Pajak (Rp) : diisi dengan jumlah harga atau nilai pembelian barang tidak termasuk PPN/PPnBM, total selama sebulan. Tarif (%) : diisi dengan 1,5% PPh yang Dipungut : diisi dengan total PPh Pasal 22 yang telah dipungut selama sebulan, (Rp) sesuai dengan total nilai rupiah SSP Lembar ke-3 yang dilampirkan JUMLAH : diisi dengan jumlah PPh yang Dipungut (Rp) Terbilang C.Lampiran
: :
diisi dengan huruf sesuai nilai yang tercantum dalam JUMLAH diisi dengan tanda ( X ) di depan kalimat “Daftar Surat Setoran Pajak
PPh Pasal 22 (Khusus untuk Bank Devisa, Bendaharawan/badan tertentu yang Ditunjuk dan Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina” ...... , ......... 20 …
:
Pemungut Pajak/Kuasa Tanda tangan, nama dan cap
:
Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatanganinya SPT Masa PPh Pasal 22 diisi dengan nama bendaharawan, disertai tanda tangan dan cap satker
C. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1. Dasar Hukum a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. c. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. d. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003. e. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. g. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002. h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan PPN dan PPnBM beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya. i. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan PPN yang Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.03/2003. j. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003. k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
5 l.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN. m. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Nomor SE.900/316/BAKD tanggal 5 April 2007 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. 2. Bendahara Pemerintah Daerah sebagai Pemungut Pajak PPN Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dikecualikan dari pemungutan PPN Bendaharawan Pemerintah Daerah yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, dapat dipertegas bahwa: - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut wajib memungut PPN. - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Bukan Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut tidak memungut PPN. - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tidak tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut tidak memungut PPN. - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tidak tergolong Barang Kena Pajak(BKP, dan BKP tersebut dibeli dari Bukan Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut tidak memungut PPN. Dalam upaya mengamankan penerimaan APBN/APBD yang tentunya digunakan untuk kelanjutan pembiayaan pembangunan Daerah tersebut, dan sebagai bentuk kontribusi Bendaharawan Pemerintah Daerah dan Satuan Kerjanya dalam mendukung pembangunan, diharapkan para Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut selalu melakukan pembelian barang kepada rekanan yang sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak, dengan memperhatikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terhadap pembelian Barang Kena Pajak oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah berikut ini tidak dipungut PPN: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. b. Pembayaran untuk pembebasan tanah. c. Pembayaran atas Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang menurut perundang-undangan yang berlaku mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN. d. Pembayaran atas pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM)/Bukan BBM, yang dibeli dari Pertamina Kelompok barang yang tidak dikenakan PPN (tidak tergolong Barang Kena Pajak): a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Barang-barang yang termasuk dalam kategori ini adalah: - Minyak mentah (cruid oil) - Gas bumi - Panas bumi Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
6 -
Pasir dan kerikil Batubara sebelum diproses menjadi brikte batubara Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih bauksit.
Catatan:
Atas barang-barang yang tidak disebutkan di atas tetap dikenakan PPN b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang-barang yang termasuk dalam kategori ini adalah: - Beras dan gabah - Jagung - Sagu - Kedelai - Garam baik yang beriodium maupun yang tidak beriodium Catatan:
Atas barang-barang yang tidak disebutkan di atas tetap dikenakan PPN c.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Yang dimaksud dengan makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat maupun yang tidak dikonsumsi di tempat yang disajikan oleh hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya yang telah dikenakan pajak hotel dan restoran oleh pemda setempat. Jika belum dikenakan pajak hotel dan restoran maka tetap dikenakan PPN. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pengenaan pajak berganda, baik yang diadministrasikan oleh pemda maupun Direktorat Jenderal Pajak. Jika konsumsi atas makanan dan minuman tersebut dilakukan oleh pengusaha catering, maka tetap dikenakan PPN. d. Uang, emas batangan dan surat berharga. 4. Tarif PPN Tarif PPN adalah 10% 5. Tata Cara Penghitungan PPN
Dalam melakukan pemungutan PPN, Bendaharawan Pemerintah Daerah perlu mengetahui tentang pengertian Harga Jual dan Harga Pembayaran.
Harga jual dapat diartikan sebagai harga yang diminta oleh rekanan atas pembelian barang belum termasuk PPN dan PPh Pasal 22. Sedangkan harga pembayaran dapat diartikan sebagai pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah sudah termasuk PPN dan PPh Pasal 22. Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut wajib memungut PPN, dengan penghitungan sebagai berikut: a. Jika pembayaran belum termasuk PPN (Pembayaran jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00) Contoh 1 Bendaharawan Pemerintah Daerah membeli mesin printer (Barang Kena Pajak) dari rekanan CV. Gita (Pengusaha Kena Pajak) NPWP 02.225.236.2-901.000, dengan harga jual Rp950.000,00 belum termasuk PPN. Maka, atas pembelian mesin tersebut dapat dihitung PPNnya dengan cara sebagai berikut:
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
7 Harga Jual
Rp
PPN yang harus dipungut = 10% x Rp 950.000 Rp Harga Pembayaran oleh Bendaharawan ( 950.000 + 95.000 ) Dasar Pengenaan Pajak * Rp
950.00 0 95.000 Rp
1.045.000
Rp
935.750
950.00 0 14.250
PPh Pasal 22 yang harus dipungut = 1,5% x Rp Rp 950.000 Uang yang dibayarkan kepada PKP Rekanan ( 1.045.000 – 95.000 14.250 )
–
Dari penghitungan diatas, diketahui bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp1.045.000,00 (diatas Rp1.000.000,00), oleh karena itu dikenakan PPN dan PPh Pasal 22. Uang PPN sebesar Rp95.000,00 dan Uang PPh Pasal 22 sebesar Rp14.250,00 harus disetorkan ke Bank menggunakan SSP. Contoh 2 Bendaharawan Pemerintah Daerah membeli mesin printer (Barang Kena Pajak) dari rekanan CV. Gita (Pengusaha Kena Pajak) NPWP 02.225.236.2-901.000, dengan harga jual Rp900.000,00 belum termasuk PPN. Maka, atas pembelian mesin tersebut dapat dihitung PPNnya dengan cara sebagai berikut: Harga Jual
Rp
900.00 0 90.000
PPN = 10% x Rp 900.000 Rp Harga Pembayaran oleh Bendaharawan ( 900.000 + 90.000 ) Uang yang dibayarkan kepada PKP Rekanan ( 900.000 + 90.000)
Rp Rp
990.000 990.000
Dari penghitungan diatas, diketahui bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp990.000 (dibawah Rp1.000.000,00), oleh karena itu Bendaharawan tidak memungut PPN dan tidak memungut PPh Pasal 22. Walaupun Bendaharawan tidak memungut PPN, Bendaharawan harus meminta Faktur Pajak Lembar ke-1 dari PKP Rekanan. Atas Faktur Pajak tersebut tidak perlu dicap dan ditandatangani oleh Bendaharawan. Dengan demikian, yang penting diperhatikan disini adalah Harga Pembayaran oleh Bendaharawan. Jika harga pembayaran tidak lebih dari Rp1.000.000,000, maka tidak dikenakan PPN atau PPh Pasal 22. Sedangkan jika harga pembayaran lebih dari Rp1.000.000,000, maka dikenakan PPN dan PPh Pasal 22. b. Jika pembayaran sudah termasuk PPN Contoh 1 Bendaharawan Pemerintah Daerah membeli komputer (Barang Kena Pajak) dari rekanan CV. Gita (Pengusaha Kena Pajak). Bendaharawan tersebut membayar sebesar Rp5.500.000,00 sudah termasuk PPN. Maka, atas pembelian mesin tersebut dapat dihitung PPNnya dengan cara sebagai berikut: a. b. c. d.
Harga Pembayaran oleh Bendaharawan Rp 5.500.000 PPN yang harus dipungut = 10/110 x Rp 5.000.000 Rp 500.000 Dasar Pengenaan Pajak ( a – b ) 5.000.000 PPh Pasal 22 yang harus dipungut = 1,5% x Rp 75.000 5.000.000 e. Uang yang dibayarkan kepada PKP Rekanan ( 5.500.000 – 500.000 – 75.000 ) Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
--
= Rp 4.925.000 4.925.000
8
Dari penghitungan diatas, diketahui bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp5.500.000,00 (diatas Rp1.000.000,00), oleh karena itu dikenakan PPN dan PPh Pasal 22. Uang PPN sebesar Rp500.000,00 dan Uang PPh Pasal 22 sebesar Rp75.000,00 harus disetorkan ke Bank menggunakan SSP. 6. Tata Cara Pemungutan PPN dan Penyetoran PPN Bukti bahwa Bendaharawan Pemerintah Daerah telah memungut PPN atas pembelian barang adalah berupa Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP). Pemungutan PPN dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pengusaha Kena Pajak Rekanan (PKP Rekanan) menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah Daerah, baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penagihan, atau sebelum penyerahan Barang Kena Pajak, maka Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. b. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) : - Lembar ke-1 : untuk Bendaharawan - Lembar ke-2 : untuk arsip PKP Rekanan - Lembar ke-3 : untuk dilampirkan pada SPT Masa PPN Bagi Pemungut (Formulir 1107 PUT) c.
Surat Setoran Pajak (SSP) dibuat oleh PKP rekanan dengan cara sebagai berikut: Petunjuk pengisian SSP sehubungan dengan pembelian barang yang dipungut PPN oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut: NPWP
:
diisi dengan NPWP Rekanan. Jika Rekanan tidak memiliki
NPWP, diisi dengan 00.000.000.0 - 901.000. Kode 901 merupakan kode Kantor Pelayanan Pajak(KPP). Kode ini disesuaikan dengan Kode KPP dimana bendaharawan terdaftar. Nama WP Alamat MAP/Kode Jenis Pajak Kode Jenis Setoran Uraian Pembelian
: : : : :
Masa Pajak Tahun Jumlah Pembayaran
: : :
Terbilang
:
Wajib Pajak Penyetor
:
......... , tgl ......
:
diisi dengan Nama Rekanan diisi dengan Alamat Rekanan diisi dengan 411211 diisi dengan 900 PPN atas Pembelian ..... untuk Bulan ….
(bila perlu diisi dengan Nomor Surat Perintah Membayar dan Nomor Faktur Pajak) diisi dengan “X” sesuai bulan dilakukan pembayaran diisi dengan tahun dilakukan pembayaran Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan angka (contoh: Rp30.000,00) Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan huruf (contoh: Tiga Puluh Ribu Rupiah) Diisi dengan Nama Bendaharawan, disertai tanda tangan dan Cap Satker diisi dengan Tempat dan tanggal dilakukan pembayaran
Tata cara penyetoran PPN menggunakan SPMSPM-LS: a. SSP yang sudah diisi lengkap digabungkan dengan SPM-LS dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan, dan diajukan ke Bagian Keuangan Setda Kota/Kabupaten atau Biro Keuangan Setda Provinsi untuk penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). b. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh Bendaharawan, maka Bendaharawan Pemerintah Daerah harus menyerahkan SSP Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 kepada Rekanan. Jadi, SSP Lembar ke5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
9 c. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh rekanan, maka rekanan harus menyerahkan SSP Lembar ke-5 kepada Bendaharawan. Jadi, SSP Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 disimpan oleh rekanan. Tata cara penyetoran PPN menggunakan Uang Persediaan: Pada saat membayar tagihan atas pembelian barang dari rekanan, Bendaharawan Pemerintah Daerah segera menyetorkan SSP yang sudah diisi lengkap ke Bank. Kemudian, menyerahkan SSP Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 kepada rekanan. Jadi, SSP Lembar ke-5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Bendaharawan Pemerintah Daerah harus melakukan
penyetoran PPN paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan pembayaran tagihan atas pembelian barang kepada Rekanan tersebut. Jika hari ketujuh (ke-7) bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya. Setelah PPN disetorkan menggunakan SSP, Bendaharawan Pemerintah Daerah membubuhi cap, nama dan tanda tangan Bendaharawan pada ketiga Faktur Pajak tersebut, dan kemudian menyerahkan Faktur Pajak Lembar ke-2 kepada Rekanan.
Disetor Tanggal ........................................... Bendaharawan,
:
........................................ NIP ................................
7. Tata Cara Pelaporan PPN oleh Pemungut PPN Langkah berikutnya yang harus dilakukan Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah menggabungkan SSP dan Faktur Pajak berdasarkan PKP Rekanan yang sudah dipungut dan disetorkan PPNnya, kemudian mengisi SPT Masa PPN Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Formulir 1107 PUT), dengan cara sebagai berikut: Pengisian SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN dilakukan dari belakang ke depan, artinya terlebih dahulu mengisi Formulir 1107 PUT 1, kemudian baru mengisi Formulir 1107 PUT. Sedangkan, untuk Formulit 1107 PUT 2 tidak perlu diisi oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Selain hal-hal yang dijelaskan pada petunjuk pengisian ini, tidak perlu diisi.
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
10 a. Petunjuk Pengisian Formulir 1107 PUT 1 FORMULIR 1107 PUT 1 Diisi dengan nama satker Diisi dengan NPWP satker Diisi dengan bulan pemungutan PPN (contoh: 01 s.d. 01 – 2009 untuk pemungutan PPN bulan Januari 2009) Pembetulan Ke: ..... ( .... ) Diisi jika terjadi pembetulan SPT Masa PPN 1107 PUT (contoh: 1 (satu), untuk pembetulan ke-1) A. PPN DAN PPnBM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARA PENGELUARAN No. Diisi angka 1 dan seterusnya sejumlah Faktur Pajak/SSP yang dipungut PPNnya pada bulan ini Nama Rekanan Diisi dengan nama rekanan NPWP Rekanan Diisi dengan NPWP rekanan FAKTUR PAJAK – Kode dan No. Diisi dengan Kode dan Nomor Seri suatu Faktur Pajak Seri dari Rekanan FAKTUR PAJAK - Tanggal Diisi dengan Tanggal suatu Faktur Pajak dari Rekanan Kode dan Nomor Seri FP yang Diisi jika terdapat penggantian suatu Faktur Pajak dari Diganti Rekanan DPP (Rupiah) Diisi dengan jumlah DPP yang terdapat pada suatu Faktur Pajak dari Rekanan PPN (Rupiah) Diisi dengan jumlah PPN yang terdapat pada suatu Faktur Pajak dari Rekanan PPnBM (Rupiah) Diisi 0 Tanggal Bayar Tagihan Diisi tanggal dibayarkannya tagihan kepada rekanan atas suatu Faktur Pajak dari Rekanan Tanggal Setor – PPN Diisi dengan tanggal setor SSP atau sesuai cap disetor tanggal pada suatu Faktur Pajak dari Rekanan Tanggal Setor PPnBM Diisi 0 JUMLAH-dipindahkan ke Formulir Diisi penjumlahan kolom PPN (Rupiah) dari angka 1 dst 1107 PUT kolom PPN (Rupia) JUMLAH-dipindahkan ke Formulir Diisi 0 1107 PUT kolom PnBM (Rupiah) C. JUMLAH (A+B) PPN (Rupiah) Diisi penjumlahan kolom PPN (Rupiah) JUMLAH– Nama Pemungut NPWP Masa
dipindahkan ke Formulir 1107 PUT dari bagian A dan bagian B PPnBM (Rupiah)
Diisi 0
b. Petunjuk Pengisian Formulir 1107 PUT FORMULIR 1107 PUT Diisi dengan nama satker Diisi alamat satker Diisi no. Telepon satker Diisi dengan “pelayanan dan administrasi pemerintahan” Diisi dengan NPWP satker Diisi dengan bulan pemungutan PPN (contoh: 01 s.d. 01 – 2009 untuk pemungutan PPN bulan Januari 2009) Pembetulan Ke: ..... ( .... ) Diisi jika terjadi pembetulan SPT Masa PPN 1107 PUT (contoh: 1 (satu), untuk pembetulan ke-1) D. PPN DAN PPnBM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH 2. PPN yang dipungut oleh Diisi sesuai jumlah pada Formulir 1107 PUT 1 huruf B Bendahara Pengeluaran (JUMLAH – dipindahkan ke Formulir 1107 PUT) pada kolom PPN (Rupiah)
Nama Pemungut Alamat No. Telp Usaha NPWP Masa
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
11 PPnBM yang dipungut Oleh Bendahara Pengeluaran Jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut Bendahara Pengeluaran Lampiran : SSP 1 PPN sebanyak ... Lbr Rp ....
....... , .............. Pemungut Tanda tangan Nama Jelas Jabatan Cap Perusahaan
Diisi 0 Diisi sesuai jumlah pada Formulir 1107 PUT 1 huruf C (C.JUMLAH A+B) pada kolom PPN (Rupiah) Diisi tanda “X” jika terdapat SSP yang sudah disetorkan Sebanyak .... Lbr : diisi sebanyak lembar SSP yang sudah disetorkan pada bulan ini Rp .... : diisi sejumlah PPN yang dipungut pada bulan ini, sesuai dengan jumlah pada lampiran 1 huruf C (C.JUMLAH A+B) pada kolom PPN (Rupiah) Diisi dengan tempat dan tanggal SPT Masa PPN 1107 PUT dibuat Disi tanda “X” Diisi dengan tanda tangan bendaharawan Diisi dengan nama bendaharawan Diisi dengan jabatan (contoh : Bendahara Pengeluaran) Diisi dengan cap satker
E. CONTOH Untuk lebih memahami penjelasan-penjelasan di atas berikut ini dicontohkan transaksi-transaksi yang berkaitan dengan pembelian barang oleh suatu satker. Pada Bulan Januari 2009, BENDAHARA PENGELUARAN DINAS PENDIDIKAN KOTA DENPASAR, NPWP 00.052.010.2-901.000, melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 04-012009 09-012009 12-012009 20-012009 25-012009
Membayar tagihan atas pembelian Komputer sebesar Rp7.000.000 dengan menggunakan dana Uang Persediaan, kepada PKP Rekanan CV. GITA (NPWP. 02.225.236.2-901.000). Faktur Pajak Nomor 02.000.09.0000000001 Tanggal 04-012009 Membayar tagihan atas pembelian ATK sebesar Rp5.000.000 dengan menggunakan dana Uang Persediaan, kepada Rekanan RUDI SUBARKAH Tidak Ber-NPWP. Membayar tagihan atas pembelian ATK sebesar Rp1.100.000 dengan menggunakan SPM-LS kepada PKP Rekanan CV. ANDA SAJAH (NPWP. 02.142.145.5-901.000). Faktur Pajak Nomor 02.000.09.0000000005 Tanggal 12-01-2009. Membayar tagihan atas pembelian ATK dari PKP Rekanan SWALAYAN HERO (NPWP. 01.226.365.5-901.000) dengan menggunakan dana Uang Persediaan sebesar Rp400.000 Membayar tagihan atas pembelian BBM yang digunakan untuk mobil dinas kantor sebesar Rp70.000 dari POM BENSIN RENON Tidak Ber-NPWP.
Analisi transaksi: 04-012009
-
Harga pembayaran diatas Rp1.000.000 Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak Dibeli dari PKP Rekanan Ber-NPWP
Dengan demikian, harus dipungut PPN dan PPh Pasal 22 dengan penghitungan sebagai berikut: Harga Pembayaran Rp 7.000.000 PPN = 10/110 x Rp7.000.000 Rp 636.364 -Dasar Pengenaan Pajak Rp 6.363.636 PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp 6.363.636 Rp 95.455
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
12 Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 1,5% Pada hari dimana Bendaharawan membayarkan uang kepada CV.GITA pada hari itu juga SSP atas PPh Pasal 22 harus disetorkan. Berarti, pada tanggal 4 Januari 2009, Bendaharawan harus sudah menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut ke Bank. Kemudian Bendaharawan memberikan SSP Lembar ke-1 atas pemungutan PPh Pasal 22 kepada CV.GITA. Sedangkan untuk PPN, SSP dapat disetorkan paling lambat tanggal 7 Pebruari 2009. Faktur Pajak harus diberikan oleh CV. GITA pada saat melakukan penagihan, dan ketika PPN sudah disetorkan (misalkan PPN disetorkan pada Tanggal 7 Pebruari 2009) maka pada Faktur Pajak Lembar ke-1, 2 dan 3 harus di cap dan ditandatangani Bendaharawan “telah disetor tanggal 7 Pebruari 2009”. Baru setelah dicap, lembar ke-2 Faktur Pajak, SSP Lembar ke-1 dan ke-3 atas pemungutan PPN diberikan ke CV. GITA. 09-012009
- Harga pembayaran diatas Rp1.000.000 - Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak - Dibeli dari Bukan PKP - Rekanan Tidak Ber-NPWP Dengan demikian, harus dipungut PPh Pasal 22 saja, dengan penghitungan sebagai berikut: Harga Pembayaran Rp 7.000.000 PPN Rp 0 -Dasar Pengenaan Pajak Rp 7.000.000 PPh Pasal 22 = 3% x Rp7.000.000 Rp 105.000 Karena RUDI SUBARKAH tidak ber-NPWP, maka tarif PPh Pasal 22 dikenakan sebesar 3%, bukan 1,5%. Pada hari dimana Bendaharawan membayarkan uang kepada RUDI SUBARKAH pada hari itu juga SSP atas PPh Pasal 22 harus disetorkan. Berarti, pada tanggal 9 Januari 2009, Bendaharawan harus sudah menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut ke Bank. Kemudian Bendaharawan memberikan SSP Lembar ke-1 atas pemungutan PPh Pasal 22 kepada RUDI SUBARKAH
12-012009
-
Harga pembayaran diatas Rp1.000.000 Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak Dibeli dari PKP Rekanan Ber-NPWP
Dengan demikian, harus dipungut PPN dan PPh Pasal 22 dengan penghitungan sebagai berikut: Harga Pembayaran Rp 1.100.000 PPN = 10/110 x Rp1.100.000 Rp 100.000 -Dasar Pengenaan Pajak Rp 1.000.000 PPh Pasal 22 Rp 15.000 Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 1,5% Pada hari dimana Bendaharawan membayarkan uang kepada CV. ANDA SAJAH pada hari itu juga SSP atas PPh Pasal 22 harus disetorkan. Berarti, pada tanggal 12 Januari 2009, Bendaharawan harus sudah menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut ke Bank. Kemudian Bendaharawan memberikan SSP Lembar ke-1 atas pemungutan PPh Pasal 22 kepada CV. ANDA SAJAH. Sedangkan untuk PPN, SSP dapat disetorkan paling lambat tanggal 7 Pebruari 2009. Faktur Pajak harus diberikan oleh CV. ANDA SAJAH pada saat melakukan penagihan, Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
13 dan ketika PPN sudah disetorkan (misalkan PPN disetorkan pada Tanggal 7 Pebruari 2009) maka pada Faktur Pajak Lembar ke-1, 2 dan 3 harus di cap dan ditandatangani Bendaharawan “telah disetor tanggal 7 Pebruari 2009”. Baru setelah dicap, lembar ke-2 Faktur Pajak, SSP Lembar ke-1 dan ke-3 atas pemungutan PPN diberikan ke CV. ANDA SAJAH. 20-012009
-
Harga pembayaran dibawah Rp1.000.000 Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak Dibeli dari PKP Rekanan Ber-NPWP
Dengan demikian, tidak dipungut PPN dan PPh Pasal 22. Namun Bendaharawan tetap meminta Faktur Pajak Lembar ke-1 dari PKP Rekanan. Faktur Pajak tidak perlu dicap/ditandatangani “Disetor tanggal ….” 25-012009
-
Harga pembayaran dibawah Rp1.000.000 Barang yang dibeli merupakan Barang yang dikecualikan dari Pemungutan PPN Dibeli dari Bukan PKP Rekanan Tidak Ber-NPWP
Dengan demikian, tidak dipungut PPN dan PPh Pasal 22. Bendaharawan tidak perlu meminta Faktur Pajak Lembar ke-1 dari Rekanan F. LAINLAIN-LAIN Jika membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan, Saudara dapat menghubungi Account Repressentative KPP Pratama Denpasar Barat: Nama : Gun Gun Gunawan NIP : 060101549 HP : 0361-9191250 E-mail :
[email protected] Website : www.balitaxguide.wordpress.com
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
14
LAMPIRAN 1
FORMULIR
DAFTAR PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT O LEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH Masa Pajak : DEPARTEMEN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL
0 1
: BENDAHARA PENGELUARAN DINAS PENDIDIKAN KOTA DENPASAR
NPWP
: 00.052.010.2-901.000 Nama Rekanan
0 1
-
1107
2 0 0 9
PUT 1
Pembetulan Ke- : …… (………….)
NAMA PEMUNGUT
No.
s.d.
NPWP Rekanan
F A K T U R PA J A K Kode dan Nomor Seri Tanggal
Kode dan DPP (Rupiah) Nomor Seri FP
PPN (Rupiah) PPn BM (Rupiah)
Tanggal Bayar Tagihan
Tanggal Setor PPN PPn BM
A. PPN dan PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH PENERBIT SPM MELALUI KPPN 1 2 dst JUMLAH - dipindahkan ke Formulir 1107 PUT
1
B. PPN dan PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARA PENGELUARAN 1 2
CV. GITA
02.255.236.2-901.000
02.000.08.000000001 04-01-2009
---
6,363,636
636,364
-
14-01-2009
07-02-2009
---
CV. ANDA SAJAH
02.142.145.5-901.000
02.000.09.000000005 12-01-2009
---
1,000,000
100,000
-
12-01-2009
07-02-2009
---
2
736,364
dst JUMLAH - dipindahkan ke Formulir 1107 PUT C. JUMLAH (A+B) D.1.2.32.03 Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
736,364
-
15
SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN yang sesuai Beri tanda X dalam
DEP ARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT J ENDERAL P AJ AK
Nama Pemungut : Alamat
:
BENDAHARA PENGELUARAN NPWP : DINAS PENDIDIKAN KOT A DENPASAR JL. MAWAR NO. 6 DENPASAR Masa :
0 1 s.d.
:
0361-247521
Usaha
:
PELAYANAN DAN ADMINIST RASI PEMERINT AH
Perhatian Sesuaidengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimanatelah beberapakali diubahterakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPT Masa yang Saudarasampaikan tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang ditetapkan,
1107 PUT
0 0 - 0 5 2 - 0 1 0 - 2 - 9 0 1 - 0 0 0
No. T elp
0 1 - 2 0 0 9
Pembetulan Ke : …….. (……………………)
A. PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT O LEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH 1
PPN yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN PPn BM yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN
Rp
1
Rp Rp
Rp
2 PPN yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran
736,364
Rp
PPn BM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran
2
-
Rp
736,364
B. PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT O LEH SELAIN BENDAHARAWAN PEMERINTAH PPN yang dipungut
Rp
PPn BM yang dipungut
Rp
Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut
Rp
Lampiran :
3
Surat Kuasa Khusus SSP 1 PPN sebanyak
2 Lembar
Rp 736.364
2 PPn BM sebanyak
…………. Lembar
Rp …………………………
X Faktur Pajak sebanyak 2 Le mbar
Pernyataan Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya, saya menyatakan bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta lampiran-lampirannya
X
FO RMULIR
DENPASAR, 10 PEBRUARI 2009 Kuasa
Bendaharawan/Pengurus
T anda tangan
:
Nama Jelas
:
NI MADE SUKRINI
Pemungut
Jabatan
:
BENDAHARA PENGELUARAN
Kuasa
Cap Perusahaan
:
F.1.2.32.02 Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009
16 Lembar ke-1 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-2 untuk : Pemungut Pajak DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDO NESIA DIREKTO RAT JENDERAL PAJAK Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak PRAT AMA DENPASAR BARAT di DENPASAR SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 A. Identitas Pemungut Pajak : 0 0 - 0 5 2 - 0 1 0 - 2 - 9 0 1 - 0 0 NPW P : Nama : BENDAHARA PENGELUARAN DINAS PENDIDIKAN KO TA DENPASAR Al am at : JL. MAWAR NO . 6 DENPASAR B. Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut untuk masa pajak dan telah dise tor tanggal --adalah sebagai berikut: URAIAN
MAP/KJS
JANUARI tahun
Nilai O byek Pajak (Rp) (3) -
0
2009
Tarif (%) (4) -----
PPh yang dipungut (Rp) (5) -
(1) (2) 1. Badan Usaha Industri/Eksportir 411122/100 2. Usaha Industri Rokok 411122/402 3. Pembelian Barang O leh Be ndaharawan/Badan 14,363,636 1,5% 215,455 Tertentu Yang Ditunjuk 411122/900 4. Nilai Impor Bank Devisa/Ditje n Bea dan Cukai --a. API 411123/100 --b. Non API 411123/100 --5. Hasil Le lang (Ditjen Be a dan C ukai) 411122/100 6. Penjualan Migas O le h Pe rtamina / Badan Usaha Selain Pertamina a. SPBU/Agen/Pe nyalur (Final) 411122/401 b. Pihak lain (Tidak Final) 411122/401 215,455 J UMLAH DUA RAT US LIMA BELAS RIBU EMPAT RAT US LIMA PULUH LIMA Terbilang *) Coret yang tidak perlu C. Lampiran : ( X ) Daftar Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22 (Khusus untuk Bank Devisa, Bendaharawan/Badan T ertentu Yang Ditunjuk dan Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina), ( ) Surat Setoran Pajak (SSP) dan /atau Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP) yang disetor oleh Importir atau Pembeli Barang sebanyak………. lembar, (Khusus untuk Bank Devisa, Bendaharawan/Badan T ertentu Yang Ditunjuk dan Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina), ( ) Surat Setoran Pajak (SSP) dan /atau Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil T embakau Buatan Dalam Negeri (SSCP) yang disetor oleh Pemungut Pajak sebanyak………. lembar, (Khusus untuk Badan Usaha Industri/Eksportir T ertentu, Ditjen Bea dan Cukai), ( ) Surat Kuasa Khusus, ( ) Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan /atau Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (BPPCP) (Khusus untuk Badan Usaha Industri/Importir T ertentu dan Ditjen Bea dan Cukai), ( ) Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan /atau Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (BPPCP), (Khusus untuk Badan Usaha Industri/Eksportir T ertentu dan Ditjen Bea dan Cukai) ( ) Dalam hal ada penjualan retur agar dilengkapi dengan lampiran rincian penjualan dan retur penjualan, ( ) Risalah Lelang, dalam hal pelaksanaan lelang. D. Pe rnyataan : Dengan ini saya me nyatakan bahwa pe mberitahuan di atas adalah be nar, lengkap dan tidak be rsyarat. DENPASAR, 10 PEBRUARI 2009 Pe mungut Pajak / Kuasa (9) Tanda tangan, nama dan cap NI MADE SUKRINI F.1.1.32.02
Goen/Penegasan PPh Pasal 22/2009