..
OSID N .
.
.. .
.
.
.
, . ^
.
.
.
.
...,
3 Me I 200~
PRE-PROJECT PPD 19/99 REV. I (F) STRENGTHENING SUSTAINABLE MANAGEMENT OF NATURAL FORESTS IN ASIA PACIFIC
PROSIDING
Lokaka. rya Pelaksana. an Penebanga. n Huta. n Ramah Lingkungan Menuju Pengelolaa. n Hutan Berkelanjutan Bogor, 2 - 3 Mei 2001
@
PRE-PROJECT PPD 19/99 REV. I (F)
STRENGTHENING SUSTAINABLE MANAGEMENT OF NATURAL FORESTS IN ASIA-PACIFIC
(^;^
KATA PE"OA"TAR
tokakarya "Pelaksanaan penebangan Hutan Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjut:an' telah diselenggarakan of Hotel Pangrang0 11, Bogor pada tangga12 SId 3 Mei 2001. Lokakarva inI merupakan tindak lainut dan "International Conference on the Application of Reduced Impact Logging to Advance Sustainable Forest Management: Constraints, Challenges and
Opportunities' yang diselenggarakan or Kuching, Sarawak, Malaysia pada tangga126 Pebruari - , Maret 200'1 . tokakarva dimaksud terselenggara atas keriasana Departemen Kehutanan dengan InO, me Ialui Pre-Project PPD fig/99 Rev. , IFi : Strengthening Sustalnable Management of Natural Forest in Asla-Pacific. dlmana kami sebagal Task Manager APFC Working Group, mealabat sebagal Project Manager. Lokakarya dinadlri o1eh =^. . 80 oreng peserta terdiri dan unsur-unsur Departemen Kehutanan, BUMN, Swasta Kenutanan, Provek Keriasama Luar Negeri, Lembaga Internasional. Perguruan Tinggi, LSM, dan Pemerintah Daerah,
Kami menyampaikan tenmakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas keriasama semua pihak dan pare peserlz 10kakarya seningga 10kakarva dapat berlangsung sebagalmana yang dinarapkan.
Jakarta, Me 12001 Project Manager PPD ,9199 Rev. , IFi
,
Dr. I G. ". Tant^
.
I_ _
DAFTAIR ISI "alaman KATA PE"CAI. TAR DAISTAR ISI HASiL Run, USA" LOKAXARYA
LAPORA" PE"YELE"COARA DA, , Sri"BUTA" Laporan Ketua Penyelenggara
11
5
Dr. IC. M. Tantra
Sambutan Kepala Biro KLN dan Investasi Dr. Hadi S. Pasarlbu Sambutan Direktur Jenderal Bina Produksi
9 ,S
Kehulznan
Ir. Surachmanto Hutomo, M. Sc "AKAL. " LOKAKARYA
Pelaksanaan Reduced Impact Logging sebagai Kewajiban Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. Ir. Brotohadi Sumadhiyo, Direktur Bina Pengembangan Hutan A1am Pelaksanaan, Permasa!ahan, dan Prospek RIL or
17
2,
In donesla.
Ir. Muhandis Nabdlwirya, Ir. Rukmantara, Ir. Nana suparna
Irisentif Bagi Upaya Percepal:an Penerapan Reduced Impact Logging RID Menuju Pengelolaan Hutsn A1am
35
Produksi Lestari: Sebuah Alternatif Pemiklran
Ir. A. A. Malik, Ketua Tlm Irisentif Reduced Impact Logging of Malinau, Kalimantan
4,
Timur,
Dr. Hanyatno Dwlprabowo, PIinio SISt dan Dr. Kuswata KarLawlnata
Program Pelatihan Untuk Mendukung Pelaksanaan
47
Reduced Impact Logging IRIU
Ir. Engkos Kosaslh, Kapusdiklat Kehutanan Removing Impediments to Adoption of Reduced Impact Logging Through Information, Training, and
53
E)cLenslon Services, Mr. Art Klassen TFF
Establishment of a RIL Demonstration Area and Trainlng Center for Asia-Pacific . Dr. Elias, IPB
65
LAMPIRA"
Pedoman Teknis Pelaksanaan Reduced Impact Logging IRiu Kerangka ACUan Lokakarya Daftar PeserLa Lokakarva Susunan panitia Lokakarya
79 87 93 ,03
tokakarya Pelaksanaan Penebangan Hutsn Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Bogor, 2 - 3 MeI 200.1
,
HASIL
RUMUSA"
LOKAKARYA
I^ .
Sin", G KELO"PCK I Hasll Ruin"san: in.
TidaK diperlukannya perubahan peraturan penebangan hutan, namun
diperlukan perbaikan-perbaikan peraturan yang sudan ada yang
mengadopsiReduced Impact Logging 1171U.
2. Diperlukannya Criteria dan Indikator RIL sebagai to10k ukur pelaksanaan dan keberhasilan implementssinya. 3.
4.
Perlunya diberikan incentif bagi HPH Yang meIaksanakan RIL dengan baik, khususnya perubahan Faktor eksploitasi (Fe}, dan reward misalnya diberikannya "Self approval', Kernudahan dalam proses perillnan, dll. Guna suksesnya pelaksanaan RIL, in aka perlu adanya perubahan/
penyesuaian 51stem pengupahan kepada operator dan atau unit keria di
lapangan, disamping gaji bulanan Yang me madal perlu diberikah bonus sesuai prestosi kerianya baik secara kuantitatif inaupun kualitatif.
5. Untuk suksesnya pelaksanaan RIL dalam penebangan hutsn, diperlukan wadah/forum komunikasi yang dapat mewadahi dan memembatani keinginan ataupun kepentingan seluruh stake-holders. 6,
Dalam rangka pengawasan pengelolaan hutan, bentuk yang paling balk adalah pengawasan bedenjang, yaitu dan Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat. dengan mengikut sertakan
pendampingan dan institusi independent, misalnya : Perguruan Tinggi, LSM, dll.
7.
Dalam rangka otonomi daerah, in aka sudah saatnya memberIkan porsi
yang Iebih Desar kepada daerah otonom dalam pengelolaan hutan. dengan tetap mein perhatikan peraturan perundangan yang berlaku dan kaidah. kaidah pengelolaan hutan Iestari. 8.
Diperlukan pemikiran ulang tentang kewenangan daerah dalam hal pemberian peruinan us aria pemanfaal:an hutan dan hasll hutan berkaitan dengan kepentlngan daerah hulu dan daerah hillr, dengan berpijak pada SIStem pengelolaan unit KPHP dan pengelolaan daerah allran sungai (DAS, .
Bogor, 2 Me I 2001
11^
SuruG KELO"Pox " Hasll Ruin"sari:
,. Bentuk Iatihan yang diperlukan dan target group daiam menunjang pelaksanaan RIL TARGEr GROUP/KELOMPOKSASARANlbentuklatlham PEMERINTAH
a. pusat tworkshop} b. Propinsi Iworkshopi c. Kabupaten/koto {workshop)
Ersekutlf dan leglslatm
PENGUSAHA
a. Top manager tworkshopl
b, Middle manager rrOn c. supervisor cron d. Operator toelatlhan langsung di lapangan) IHPH dan supplier alat-alat: chainsaw yarderi
MASYARAKAT a. usM
b. PERS Martawan), konsultan/indlvldLV
pemlnat{pelatlhan langsung of lapangan)
2. Tempat dan stintegi RIL a. Tempat pelatlhan RIL dinkukan of kelas dan lapangan terutama of kawasan hutan produksi yang sudan meIaksanakan R!L b. Adapun strategl pelatlhan . Bagi kelompok sasaran top manager dan in Iddle manager, pengenalan materI pada hari pertaina dilangsungkan di kelas, han ke 2-5 me11hat plot demonstrasi Ifield trip/study to un. . Kelompok sasaran supervisor dan sebagian middle manager yang terkait bidang in-house training daiam implementssi ToT perlu
meIakukan study banding ke tempat-tempat lain yang sudan meIaksanakan R!L
. Bagi peserta pelatlhan yang sudah dinyatakan kompeten diberikan sertifikat personil,
3. Kelengkapan Yang dibutuhkan untuk keberhasilan pelatihan RIL a. Dana
b. Instruktur yang berkualitas tinggi/qualified c. Model/kurikulum pelatihan d. MaterI dan alat peraga pelatihan e. Persiatan prektek terutama penggunaan peralatan me kanik termasuk safety f. Tempat pinktek/demonstratlon area
g. Persyaratan peserLa, minimal mein punyai penga!am an of bidang logging sesuai dengan/berdasarkan kelompok sasaran. 4. Be be rapa hal Yang berkaitan dengan keriasama Iuar negeri untuk
mendukung implementasi RIL di Indonesia, khususnya meIalui kegiatan pelatihan: a. Komitmen pemerintah b, Kesanggupan pelaksana lapangan c. Mengembangkan/menyebar Iuaskan kegiatan RIL yang telah dilakukan
ITFF, BFMP, CTZ, CIFORi meIalul keglatan pembangunan demonstration plot dl berbagai tempat.
d, Kampanye RIL o1eh semua stake holder untuk mein peroleh irisentlf dan pengakuan upaya pencapaian SFM dan pasar internaslonal.
Bogor, 2 Me 1200*
I^
SlumilG KELO"PCK FF, ,BAMSA, , PROJECT PROPOSAL
"ESTABLISH"E"T A"D DEVELOP, ,EDIT OF RIL TRAl"I"G CF"TER FOR ASIA. PACIFIC" Hasii Ruinusan
I. SIdang diikuti o1eh 36 peserta terdlri dan unsur Departemen Kehutanan, BUMN, Universitas, ASOsiasl, LSM, swasta kehutanan, dan provek bantuan Iuar negeri.
2. Topik Yang dibahas: a. output dan keglatan provek b. Lokasi training center
c. Saran dan InO Project Manager Yang meliputl elaborasi technical aspect, economical aspect, dan institusi yang menanganl pelaksanaan provek dan pasca provek.
d. Pertimbangan teknls terhadap target group untuk regional training, establishment of RIL website. e. Lain-lain
3. Rumusan hasi1 10kakarva:
a. Untuk output I dan 2 perlu ditambahkan target group dan training meliputi planers dan middle managers tsupervisors). b. Untuk output 2. ,. , international workshop and study tour ditujuKan untuk top manager dan policy maker, c. Perlu ditambahkan output 1.3. yakni tersusunnya inodul dan training materials.
d. Dengan mein pertimbangkan kriteria pemilihan 10kasi training center, status dan fasilit:as Yang ada, in aka diusulkan alternative 10kasi lain,
yakni Labanan/Berau, Keriangan/ITCl, dan kernungkinan 10kasi lain seperti of Riau, Kalimantan Bamt dsb. Untuk ini segera dlkumpulkan data dan informasi mengenal colon 10kasl alternative tersebut.
e. PeserLa sidang menyetujui banwa Yang dinraikan pada 2.5. , 2.6. dan 27. adalah tintauan aspek teknls, aspek ekonomi dan aspek lingkungan mengenai implementasi RIL seningga perlu disempurnakan agar menguraikan aspeK-aspek Yang berkaitan dengan pembangunan training center RIL. f. Pengelo!a dan training center pada saat pelaksanaan provek selama 3 tanun adalah Departemen Kehutanan be keriasama dengan APHl dan unlversitas/perguruan tinggl, sedangkan pengelolaan pasca project dilakukan o1eh APHl atau Perguruan tinggi atau pihak swasta or daerah yang lain. g.
Peserta mein pertlmbangkan kernbali banwa training untuk operator tidak lavak untok dilakukan pada pelatlhan tingkat regional, senlngga
pelatihan operator akan dilakukan di tingkat riaslonal atau subriasionai.
h. Sesual dengan penge!o1a training center pada saat Implementasi
provek in aka kepa!a sekolah atau direktur training center dltunjuk o1eh Departemen Kehutanan.
I. Walaupun RILNET telah be roperasi or Malaysia, namun terbentuknya website RIL masih dlperlukan, hal ini juga dikaitkan dengan fungsi promosi dan publikasi training center. I,
Peserta menyetujui pula disempumakannya editorial daiam summary dan perbaikan Bab 2, yaknl mengenai sectorsl policies dengan mengganti sub bab 2.2. menjadi national policies. Bogor, 3 Me I 200,
I^I
Lokakarya
Pelaksanaan Penebangan Hutsn Rainah Ungkungan
. Menuju Pengelolaan Hutsn Berkelanjutan Bogor, 2 - 3 Me1200i
LAPORA" K=TUA PE"Y^LEI. CGARA
01eh DR. 16. ". TA"TRA
I^ J
Selamat pagi. salam seiahtera, dan Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Yang ternormat DirekLur Jenderal Bina produksi Kehutanan, Saudara Kepa!a Biro KLN dan Investssi, Saudara Kepala Pusat DIKLAT Kehutanan, Pare direktur BUMN dan pimpinan asosiasi kehutanan, Perwakilan badan internasional dan institusi donor kenutanan.
Pakar - pakar universltas. para undangan, dan peserta 10kakarva yang kami hormati,
Seiak diadopsinya Code of practice for Forest Harvesting in Asia-Pacific, di Yogyakarta ing98, kita me11hat perkembangan Yang Iebih jelas berkenaan dengan sikap negara-negara di kawasan Asia-Pasifik in I untuk meningkatkan pelaksanaan penebangan hutan ramah lingkungan untuk menuju kepada pengelolaan hutan Iestari.
Pada saat konferensi internasional mengenai Reduced Impact Logging sebagai wujud dari keputusan SIdang APFC of Australia pada 1999, secara Iebih jelas direkomendasikan beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan o1eh pemerintah, peneliti, swasta dan Industri serta badan internasional untuk implementasi RIL inI bisa segera diwujudkan. Para undangan dan para peserta 10kakarva, Lokakarya inI didesain sedemikian rupa sehingga dinarapkan dapat menginventarisir langkah-langkah menuju pelaksanaan RIL di Indonesia Yang secara urnum dapat diklasifikasi dalam 2 kelompok kegiatan yaknl : penyempurnaan peraturan, perumusan kebijaksanaan untuk mendorong dilaksanakannya RIL seperti pemberian irisentif, dan tindak lainut lain daiam menghi!angkan permasalahan dan hambatan pelaksanaan of lapangan.
Meningkatkan pelaksanaan Iatihan baik bagi perencana, pengawas, dan operator lapangan serta mengusahakan dukungan organisasi internasional untuk mendukung pelaksanaan RIL di Indonesia.
Sehingga setelah 7 in akalah disampaikan dalam 10kakarva yang akan segera di buka o1eh BapaK Direktur Jenderal Bina Produksi Kenutanan in I, in aka nanti sore dilakukan diskusi kelompok sesuai dengan 2 kelompok masalah tersebut. Pada saat diskusi yang akan dilakukan sehabis penyampaian 3 atau 4 in akalah dimaksudkan untuk memberI kesempatan kepada pare peserta me mints
klarlfikasi dari pembawa in aka!an bersangkutan. Sedangkan diskusi Yang bersifat Iebih substantif akan dibahas pada saat sinang kelompok.
Pare undangan dan para peserta Yang kami normati, Pada bari kedua 10kakaiya, acara akan difokuskan pada pembahasan untuk penyempurnaan proposal proveK "Establishment and Development of Reduced Impact Logging Training Center for Asia-Pacific" Yang akan segera dikirim ke InO pada awal bulan Juni 200". Demikian pu!a untuk acara be sok pagi kits akan meinbahas perumusan hasi1 10kakarva ini, senlngga tldak lama lagi dapat diselesaikan proseeding 10kakarya ini untuk kernudian diserahkan
11^
kepada para peserLa 10kakarva dan juga pada pmak-pihak yang terkait dengan tindak lainut yang rill dan pelaksanaan RIL or Indonesia. Apabila ada kekurangan yang dilakuKan o1eh kami beserta seiuruh iaiaran kepanitiaan Yang berupa be be rapa hal atau kondisi Yang kurang menyenangkan, pada kesempatan inI kami menyatakan permohonan in aaf Yang sebesar-besarnya. Sedangkan kepada semua pihak Yang telah mein bantu penyelenggaraan 10kakarva, khususnya pale pemrasaran dan peserLa Yang datang dan daerah-daerah kami menyampaikan penghargaan setinggi-
tingginya dan terima kasih Yang sebesar-besarnya. DemiKian sambutan kami dan setelah sambutan saudara Blro KLN dan Investasi
kami mengharapkan Bapak Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan meinbuka 10kakarva pada pagi han in I. Tenma kasih
Bogor, 2 MeI 200, KETUA PENYELENGGARA
^:^>^ ^
DR. IC. ". TA"TRA
I^ I
Lokaka, ya pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Bogor, 2 - 3 Me1200,
SAWIBUTA" KEPALA Brio KL" DAI. 11. VESTASl 01eh DR. HADI S. PASARIBU
I^
Yang ternormat Bapak Direktur Jenderal Bina Produksl Kehutanan, Yang terhormat Saudara Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Kenutanan, para undangan dan peserta seminar yang kami normati, Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Salam seiahtera buat kits semua, Pull syukur kita painatkan kepada Tunan Yang Mahaesa karena atas rahmat dan karunia-NYa, kita dapat berkumpul pada pagi hari ini untok menghadiri 10kakarva riasional tentang "Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutsn Berkelanjutan". Pertaina kali, kami menyampaikan penghargaan kepada panitia penyelenggara Yang telah mein persiapkan pelaKsanaan 10kakarva in I dengan sebalk-balknya. Harepan kits semua tentunya agar 10kakarya Yang dihadiri o1eh para pakar, praktisl, dan pemerhatl bidang kenutanan, khususnya teknlk penebangan hutan rainah lingkungan dapat terlaksana dengan Iancar dan mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Hadirin, peserta 10kakarva yang saya hormati Sebagaimana disampaikan oreh Bapak Dr. Tantra, selaku keti. Ia paintia penyelenggara dan Project Manager Pre-Project In0,10kakarva inI merupakan tindak lainut dari International Conference on Reduced Impact Logging IRIU di Kuching pada bulan Februari yang Ialu. Lokakarya in I merupakan tindak Ianjut dan diharapkan dapat meIahirkan Konsepsi dan kebijaksanaan yang menyeluruh serta langkah-!angkah operasional untuk perilngkatan adopsi RIL or Indonesia, Lebih khusus lagi kits berharap agar meIaiui institusi dan me kanisme yang ada keriasama dengan badan-badan internasional dalam mendukung kelestarian hutan Indonesia meIalui keriasama daiam teknik penebangan hutsn rainah lingkungan, dapat ditingkatkan. Dalam pelaksanaan Pre-Project bantuan ITFO; Strengthening Sustainable Management of Natural Forests in Asia-Pacific, Biro Keriasama Luar Negeri dan Investasi, berperan aktif karena kegiatan in I merupakan kelanjutan perun Task Manager Asia-Pacific Forestry Commission dan masih dalam tabap penyusunan proposal Drovek Yang sebenarnya akan diusulkan pendanaannya kepada InO. Hal in I tentunya sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi yang diamanatkan. Untuk selanjutnya, setelah proposal in I disetujui, in aka unit teknis Departemen Kehutanan Yang terkait dengan pelaksanaan RIL khususnya Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dan Pusdiklat Kehutanan dapat secara artif langsung menge!o1a pelaksanaan kegiatan provek RIL in I .
para undangan dan saudara-saudara yang saya hormati, Kami menyambut gembira banwa 10kakarva ini diikuti o1eh pakar-pakar dari berbagai universitas dan pejabat pemerintah daerah dari berbagal propinsi dan kabupaten of Indonesia. Karena pada era desentralisasi in I peranan daerah daiam pengelolaan hutan merupakan penentu utama balk dalam perencanaan teknis dan pelaksanaan of lapangan. Dengan demikian berhasilnya adopsi teKnik penebangan hutan rainah lingkungan in I sangat tergantung pada komitmen dan tekad dan kesungguhan kita semua terutama rekan-rekan kits di daerah tersebut.
Kita menyadari sepenuhnya banwa pelaksanaan eksploitasi hutan yang menggunakan prtnslp RIL, pada skala tradisionai bukan merupakan hal yang
11^
baru, APIikasi RIL akan sangat nyata pengaruhnya pada saatnya kita
ulnadapkan pada prtnsip pengelo!aan hutan secara berkelanjutan, efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya kita serLa pengaruhnya ternadap lingkungan 10kal, riasional dan global. Untok itu kits berkewajiban untuk
menyiapkan strategi iangka pantang Yang akan ditempuh o1eh pemerintah antara lain mein persiapkan sumber daya inariusia yang handal. Dalam kaitan ini kami telah me Iakukan Konsultasi dengan pihak InO, FAO, dan International Labor organization (ILOi yang akan mendukung USUIan provek Indonesia untuk menjadi tuan ruinah bagi training center RIL untuk kawasan Asia-Pacific. Kita sangat mengharapkan kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia akan pullh kernbali bankan semakin meningkat karena komitmen dan peran Indonesia daiam us aha menuju kelestarian hutan global semakin mendapatkan rekognisi internasional. Demikian hal-hal yang dapat kami sampaikan dan seiring dengan harepan Dr. Tantra kami inohon Bapak Direktur Jenderal Bina Produksl Kenutanan untuk dapat memberIkan arahan dan berkenan meinbuka resini acara 10kakarva in I.
Wassalamu'alaikum warrahmatullahi unbarakatuh .
Jakarta, 2 Me I 200, Kepala Biro KLN dan Investssi
I^, DR. HADI S. PASARIBU
11^. .
Lokakarya
Pelaksanaan penebangan Hutsn Rainah tingkungan Menuju Pengelolaan Hutsn Berkelamutan Bogor, 2 - 3 MeI 200'1
SAMBUTA"
DIREKTUR JEl, DERAL BINA PRODUKSI KEHUTAIVA" 01eh
Ir. SURACH, ,A"To HUT011,0,1111. Sc.
I^:l
Yth. Saudara-saudara para pejabat lingkup Departemen Kenutanan, Yth. Saudara Direktur PT. In hutani I,
Yth, Saudara Direktur PT. In hutani 11, Yth. Saudara para Team Leader Proyek-proyek Keriasama Luar Negeri, dan pare undangan yang berbahagia. Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Salam seiahtera bagi kita semua,
Pertaina-tama inarilah kits pantatkan puji dan syukur kepada Tunan Yang Maha Kuasa karena atas perkenan-NYa kita dapat nadir di tempat in I dalam keadaan sehat wal afiat.
Haulrin sekalian, Sesuai dengan rencananya, in aka pagi in I kits bermaksud untuk meIaksanakan Lokakaiya bertajuk "Lokakarva Nasional Tentang Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan Menuju Pengelo1aan Hutan Berkelanjutan". Lokakarva in I merupakan tindak Ianjut dari "International Conference on the Application of Reduced Impact Logging to Advance Sustalnable Forest Management : Constrains, Challenges and Opportunities" or Kuching, Serawak, Malaysia pada tanggai 26 Pebruari 200, -, Maret 2001. Sebagai tindak lainut atas Konferensi tersebut, in aka terdapat be be rapa langkah yang perlu di!akukan o1eh Pemerintah Indonesia, yaitu :
,. Mencanangkan kepada pemegang HPH {misalnya meIalui suret edarani. bahwa pelaksanaan RIL adalah merupakan kewajiban yang merupakan rangkaian dari pelaksanaan pengelolaan hutan jestsri (SFM}. 2. Memberikan irisentif bagi kelangsungan usaha dan bisnis kepada pihak yang me Iakukan RIL dan desinsentif/ sangsl bagi penebang hutan Yang merusak lingkungan. 3. Menyempurnakan operasi dan meinbuat petunjuk prektis penebangan hutan rainah lingkungan. 4. Meningkatkan kampanye pelaksanaan RIL kepada pihak terkait dalam Ijin penebangan, pelaksana. dan pengawas penebangan hutsn, Pemerintah Daerah, dan sebagainya. 5. Mengusahakan perilngkatan training bagi perencana, operator, cruiser penebangan hutan. 6. Meningkatkan penerCiban, transparansi dan akuntabilitas kegiatan penebangan hutsn of Indonesia.
7. Mengusahakan dukungan dan bantuan provek dan negara-negara donor untuk pelatihan, penelitian dan pelaksanaan RIL, Hadirin yang berbahagia,
Sebagaimana kita in aklumi bersama, gejolak 5051al polltlk Negeri kits saat ini terasa belum memberIkan situasi yang kondusif bagi terlaksananya reduced
impact logging secara matsimal. Berkaitan dengan hal tersebut. in aka meIaiui 10kakarva inI dimaksudkan untuk
me in banas kernajuan, kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan penebangan hutan berkelanjutan dengan harepan untok dapat dirumuskan langkah-langkah operasional guna peningkatan pelaksanaan pengelolaan hutsn jestari khususnya bentaltan dengan reduced impact logging of Indonesia.
I^I
01eh karena itu sesuai dengan rekomendasi dan konferensi of Kuching tersebut, terdapat bebe rapa hal Yang dapat did iskuslkan dalam 10kakarva inI, antara lain :
I. Lingkungan yang kondusif bagi pelaksanaan RIL; 2. perilngkatan monitoring penebangan hutan; 3. Penyusunan sop RIL, dan petunjuk pinktis penebangan (yang ada baru edaran Dinen PHP berupa Pedoman Teknls RID; 4. Terciptanya komitmen yang baik ternadap pengelolaan hutan dengan mengadopsi RIL;
5. Peningkatan keterampilan dan kernampuan pare pekerja meIalui training dan kesadaran terhadap dampak lingkungan 5051al ekonomi penebangan hutan;
6. Penyusunan 51stem penggajian dan linentif kepada pekerja penebangan hutsn untuk meningkatkan Kualitas hasil keria dan efisiensi penebangan nutan.
7. Penyusunan standar blaya guna menilai untung ruginya meIaksanakan RIL; 8. Perillaian aplikasi RIL dalam konteks pengelolaan hutan Iestari (SFMi; 9. penyusunan prioritas penelitian teraPan; ,0, Dukungan perilngkatan kernampuan SDM;
,,. perilngkatan transfer teknologi dan pertukaran Informasi tentang RIL; Kami percaya serama 2 (dual han in I kita akan mainpu me!akukan diskusi atas masalah-masalah tersebut hingga apa yang menjadi halepan kita bersama dapat tercapai. Demikian Yang dapat kami sampaikan, dan dengan mengucapkan bismillahirakhmannirrakhim, "tokakarya Nasiona! Tentsng Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan menuju Pengelolaan Hutsn
Berkelanjutan' secara resini saya buka. Terima kasih,
Wabilahi taufik walhidayah. wassalamualaikum warekhmatullahl wabarakatuh.
DIREKruR JENDERAL
BINA PRODUKSI KEHUTANAN,
Ir. SURACH, "A"To HUTo"0, ". sc.
I^ I
~ I
Lokakarya
pelaksanaan Penebangan Hutsn Rainah Lingkungan Menuju Penge!o1aan Hutan Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 MeI 2007
PELAKSA"an" REDUCED IMPACT LOGGl"C tnn
SEBAGAI ICEl"NIBA" P="GELOLAAlll HUTAll, PRODUKSI LESTARl
o1eh
IR. BROTO, IADI SUMAD"IYO, MM Direktur Bina Pengembangan Hutan A1am Direktorat Jenderal Bina Produksi Kenutanan
I^ _I
I.
LATER BELAKA"G
Pengusahaan hutan alam di Indonesia tentunya menghendaki suatu 51stem
SIIvikultur yang sesuai dengan type, struktur dan jenis hutannya. Tujuan SIStem SIIvikultur adalah untuk mengatur penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan tinggal yang pada akhirnya akan diperoleh hutan yang Iestari. Hal ini sesuai dengan tujuan pengusahaan hutsn yaitu kelestarian produksi, ekonomi in aupun ekologis, or Indonesia saat in I telah me miltki seiumlah ketentuan teknik sitvikultur yaitu TPTl, THPB, THPA, dan TPTJ . SIStem SIIvikultur yang telah digunakan dalam pengusahaan hutan alam IHPH) di Indonesia seiama ini adalah TPTl dimana daiam 51stem siivikultur ini ditetapkan limit diameter pohon yang boleh direbang yaitu 50 cm untuk dataran rendah dan 35 cm untuk hutan rawa.
Dengan demikian pohon beadiameter kurung dan 50 cm diharapkan menuadi tegakan utama yang akan ditebang pada rotssl berikutnya. Wa!aupun peraturan dalam pengelolaan hutan or Indonesia telah banyak dikeluarkan, namun demikian dalam prektek kegiatan pemanenan or lapangan masih banyak masalah yang dihadapi Yaitu kerusakan terhadap tegakan tinggal in aupun kerusakan lingkungan. Hal inI disebabkan o1eh aktivitas di
lapangan tobih banyak Idititikberatkani pada kegiatan pemanenan, sedangkan peremajaan dan pemeiiharaan hampir terabaikan. Adapun dampak lingkungan akibat pembalakan adalah antara lain : Iai. keterbukaan Iahan; toI. kerusakan hanah dan erosi; IC). Kerusakan tegakan tinggal dan Id), limbah penebangan.
Akibat yang Iebih nyata apablla intensitas penebangan tidak mein perhatikan kelestarian hutsnnya adalah perkembangan permudaan Yang dinarapkan akan kernbali kepada keadaan semula 135 tahun) setelah penebangan tidak dapat
dicapai. Kondisl trillah yang menunjukkan banwa sasaran TPTl yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hutan alam dinilai belum be masil. Penerapan SPHL merupakan us aha untuk meningkatkan daya saing produk kehutanan Indonesia of pasar global, Dengan demikian untuk mewujudkan
pengelolaan hutan jestari langkah yang ditempuh o1eh Departemen Kehutanan adalah menghentikan Konversi hutan alam, mendorong penerapan
RIL, mengkalku!asi kernbali nilai . rill potensl hutsn alam, dan meIaksanakan up aya-up aya untukmengurangi gangguan hutsn. 11.
KO"SEPSI SISTER, SILVIKULTUR HUTA" ALA"
SIStem SIIvikultur didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan yang meliputi penebangan. peremajaan dan
pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutsn lainnya. (Kep. Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 5.1Kpts/IVBPHHH/1993, tangga149 Oktober '1993, tentang Pedoman TPTii Oarl definisi diatas, nampak banwa SIStem SIIvikultur untok setiap tegakan hutan secara Konseptual meliputi tiga komponen yaltu 1.1. peremajaan
aregeneration), (2). Pemeliharaan {tending) dan 131. Pemanenan/penebangan IHarvesting) . Dalam be be rapa kasus pemeliharaan, secara sederhana diartikan sebagai perundungan, atau juga metode lain dari pemanenan kayu daiam rangka memberIkan perlakuan ternadap tegakan.
Komponen masing-masing phase dapat digambarkan sebagai berikut : a. Regeneration : Natural atau artifidai (seeding. planting)
11^
b. Tending cutting c. Harvesting
: Realese cuttings. prunning. Thinning, Intermediate : Clear cutting methode, Shelterwood method, selection
method.
Jadi 51stem SIIvikultur secara urnum menggabungkan teknik pemanenan
dengan mengimpiementasikan perlakuan intermediate dan metode peremajaan suatu kelas urnur dalam waktu yang tepat keterkaitan ketiga komponen tersebut akan menjamin 51stem/approach daiam pengelolaan hutan, artinya hilangnya salah satu komponen tersebut, me inbuat program menjadi tidak Iengkap. dan akan menyebabkan salah satu komponen akan nilang.
.
.
Jika digambarkan, in aka keterkaitan tersebut berupa segitiga sama 5151 yang kokoh, dimana masing-masing sisinya adalah peremajaan, pemeliharaan dan pemanenan, in aka yang ada on dalam tripod itu adalah SIStem SIIvlKulturnya. Jadi pengabaian terhadap salah satu komponen, akan be reklbat runtuhnya tripod tersebut.
Intensitas penebangan yang tidak mein perhatikan pemeliharaan aspek kelestarian hutsnnya, mengakibatkan perkembangan permudaan dan tegakan
tinggal Yang diharapkan akan kernbali kepada keadaan semula Isetelah satu daur), kernungkinan tidak bisa dicapai. Hasil penelitian menunjukkan, banwa kegiatan pembalakan dan perlakuan SIIvlkultur yang memusnahkan pohon toa dan masak tebang, akan meningkatkan kernbali potensial pertumbuhan. Jadi
disini dapat orkatakan apabila ingin meningkatkan kernbali potensi pertumbuhan, salah satunya dengan cara perbaikan teknik penebangan Yang tidak merusak ariakan a!am in aupun tegakan tinggal. Pemilihan Teknik Penebangan yang tepat akan meninggalkan tegakan SISa yang balk serta persediaan permudaan a!am yang cukup. 1/1.
PE, ,BALAKA" RA, ,AH Ll"GKU"GA" IRILi
Pinktek penebangan hutan sampai dengan saat inI, masih meninggalkan banyaK dampak yang beret khususnya berkaitan dengan lingkungan dan kualitas tegakan tinggal seperti : a. Pembukaan tegakan dan Iahan b. Kerusakan tegakan tinggal c. Tingkat erosi yang tinggi d. Pemanfaatan kayu kurang optimal
Reduced Impact Logging, berupaya mengeleminir dampak kerusakan ternadap lingkungan tersebut, dan dari hasil study SFMP-CTZ of Kalimantan Timur diperoleh kesimpulan antara lain 1.1. banwa RIL meningkatkan intensitas
perilngkatan pemanfaatan kayu ; (2). Keterbukaan Ianan aklbat pemanenan secara keseluruhan berkurang :L 29 % ; (3). Kerusakan tegakan tinggal
berkurang ^ 28 % Ikondisi tegakan tinggal Yang Iebih baik dan tingkat keterbukaan Ianan yang Iebih kecil, otomatis akan mengurangi kebutuhan
bibit/biaya untuk penanaman kernbali setelah pemanenan ; 141. Dan 5151 finansial penggunaan RIL ternyata menyebabkan peningkatan biaya
operasional pemanenan meningkat ,: , Us $ per M, . Namun hal jin diimbangi dengan adanya keuntungan lainnya 11ihat ,-31 dan menjanjikan keuntungan iangka pantang.
Dan hasil studi , balk Yang dilaksanakan oreh CTZ in aupun lainnya dildorong pula, bahwa RIL merupakan salah satu kunci dalam penerbitan Sertifikat Eko!abel. Maka Pemerintah bentetel:apan banwa RIL perlu diberlakukan of
seluruh HPH, yaitu dengan terbitnya sumt Direktur Jenderal Pengelolaan
I^
Hutan Produ!:SI No. 274Nl-pHN20ni tanggal 23 Februari 200, perihal Reduced Impact Logging sekaligus dengan Pedoman Teknis RIL. Hal yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan RIL in I adalah perlunya komitmen yang Kuat dan pemegang HPH, pelatihan, pengawasan internal yang Ieblh in tensif dan tentunya perlu adanya penyesuaian SIStem up ah Premi berdasarkan kualitas keria), yang dapat mendorong operator bekeria dengan Iebih balk. Seiain dan itu Dalam Rencana Keria 200, Diden BPK Yang merupakan peruabaran dan program PROPENAS dan RENSTRA Departemen Kenutanan,
in aka kegiatan pokok Ditjen BPK tanun 200, yang sifatnya mendesak Urnmediate Action Plain antara lain Perilngkatan EfEislensi Pemba!akan Hutsn Demikian kami sampaikan in akalah ini semoga bermanfaat bagi yang mein butuhkannya.
I^
Lokakarya Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan
Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 Me I 2007
PELAKSAlllAAlll, PERMASALAHA" DAI^ PROSPEK RIL in 111100"ESIA
01eh
"u, IA"ms "ATAniwiRYA
Direktur Pengembangan PT. In hutani I RUKMAlllTARA
Koordinator Assisten Bidang Ekolabel dan Lingkungan APHl
"ANA SUPARl, A
Direktur Produksl PT. Alas Kusuma
I^
I.
PE"DA"ULUA"
I. ,.
Prinsi Pemanenan Hasil Hutan
Apabila kits berbicara tentang pemanenan hutsn in aka secara sadar kits sepakat banwa kita berhubungan dengan hutan produksi, yaitu areal yang mein punyai fungsi menghasilkan hasil hutan balk berupa kayu inaupun nori
kayu. Daiam hal inI pare rimbawan menyadari banwa pohon sebagai penghasil kayu me millki urnur panen atau masak tebang, dimana Iewat masa tersebut pohon tidak lagi menambah volume (kurva pertumbuhan akan tetap/stagnan). Bankan pada suatu saat kondisi fisik Dohon tersebut secara cepat atau lambat akan menurun. Pada saat in 11ah inariajemen harus me inutuskan banwa pohon sedemikian narus dipanen untuk selanjutnya diremajakan. InI adalah salah
satu prinsip inariajemen hutan produksi Iestari. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemanenan hasil hutan berfungsi untuk : Iai. Menghindari
volume kayu Yang terbuang, Ib}. menghasilkan pendapatan untuk me inbiayai pengelolaan dan (a. pemanenan adalah sebagai langkah awal peremajaan hutan dalam rangkaian kegiatan pengelolaan hutan secara Iestari. Kondisi in I berlaku untuk hutsn seumur in aupun tidak seumur, untuk hutan tanaman in aupun hutsn alam.
,. 2.
Darn ak Pemanenan Hasil Hutan
Kegiatan pemanenan hutan ada!an suatu intervensi inariajemen terhadap ekosistem hutan yang sangat penting bagi pelaksana dalam 51stem tebang pillh. Kegiatan pembalakan akan me rubah lingkungan fistk hutsn meIalui fragmentasi ekosistem hutsn baik secara vertikal in aupun norisontal, sehingga mein bentuk lingkungan biofisik baru yang berukuran kecil-kecil Yang dikenal dengan sebutan ecologicalIy uniform unit atau eco-unit (Oldeman dalam Rukmantara, ,998). Pemanenan juga akan mein bentuk in OSaik yang rumit yaitu canopy gap yang me millki kerngaman dalam hutan balk ukuran, bentuk in aupun orientsslnya. Kegiatan pemanenan juga akan menyebabkan nilangnya top soil dari jalan sarad dan TPn dlsamping tenadinya pemadatan hanah,
Benih-benih pohon sekltar akan menjadi tidak viable yang pada gillrannya potensi hutan untuk regenerasi akan hilang. Bagi pohon-pohon Dipterocarpaceae perubahan lingkungan in Ikro Untuk itu dalam proses regenerasi ekosistem hutsn - kualitas maslng-masing eco-unit yang ditentukan o1eh proses dan metoda pembalakan - memegang peranan penting dalam kualitas hasil akhir pertumbuhan, sehingga metoda pembalakan yang berdampak negatif rendah terhadap lingkungan biofisik menjadi elemen kegiatan utama da!am usaria pengelolaan hutan Iestari. Dengan demikian dapat disimpu!kan banwa dalam suatu kegiatan pemanenan hutan pasti akan menimbulkan dampak balk POSitif in aupun negatif seperti : Iai. tenadinya perubahan Iklim in Ikro, (b). adanya pembukaan hutan seperti pembuatan jalan, TPn, TPK, to. terbukanya akses yang Iebih mudah yang dimanfaatkan untuk tujuan balk in aupun tidak baik seperti pembinaan hutsn, mengumpulkan hasil hutan nori kayu, berburu atau bahkan perambahan, dan Ich. proses pemanenan menlmbulkan kerusakan kepada tegakan tinggal dan hanah, mein pengaruhi habitat santa dan kualitas sumber air serLa dapat menurunkan keanekaragaman hayati,
11^
,. S.
Feinanenan seba ai Kom reinl Berba at Ke e"tln an
Mengingat kompleksnya Dermasalahan yang terkalt dengan pengelolaan sumber daya alam termasuk hutan in aka perlu dicermati adanya saling keterkaitan antara berbagai kepentingan apabila kits berbicara tentsng pemanenan hutan produksi. Pada akhirnya kegiatan pemanenan harus merupakan kompromi dari berbagai kepentingan tersebut yaitu : Ia}. biologi, SIIvikultur dan lingkungan. to). SOSial, ekonomi, otonomi daerah dan hak-hak
adat dan rel. pasar, sektor nil, ekonomi negara dan Perpajakan. 01eh karena pemanenan hasil hutsn mein punyai banyak sekali dampak negatif padahal kegiatan Ini perlu dilakukan untuk mein peroleh nilai ekonomls daripada hutsn dengan salah satu penggunaannya sebagai sumber pembiayaan pengelolaan hutan in aka perlu dicari metoda pemanenan Yang
mengakibatkan dampak kerusakan yang paling minimal. perhatian para pelaksana pengelolaan hutan terhadap aplikasi metoda pembalakan berdampak rendah atau Iebih dikenal dengan istilah Reduced Impact Logging IRIU telah dimulai of Indonesia sekitar tohun ,990. Da!am lingkup pare pengusaha HPH, langkah-langkah menuju aplikasi RIL or lapangan telah dimulai pada tohun ,993, dengan dilaksanakannya keriasama antara APHl dengan
Tropenbos khusus untuk pengembangan dan implementasl RIL of unit pengelolaan hutan o1eh HPH. Metoda RIL Yang dikembangkan o1eh APHl tersebut dlberi nama Forest Inventory End - Product Lingking Program F1EPLP). Selama pengembangan metoda dan percobaan aplikasi or lapangan juga telah dilakukan training kepada sekitar 80 personil dari 50 HPH.
Dalam perkembangannya, dengan mein perhatikan berbagai keuntungan baik yang bersifat finansial in aupun ekonomi, mistatif penyempurnaan, aplikasi dan pelaksanaan RIL juga dilakukan o1eh pare pengelola hutsn balk secara sendiri. sendiri in aupun meIalui keriasama baik dengan instltusl riasional in aupun internasional. Penting sekali untuk menggali berbagai pengalaman baik daiam tingkat penelitian, uji coba in aupun implementasi RIL of lapangan dan
berbagai pinak untuk meIakukan identifikasi persoalan-persoalan urnum balk teknis, implikasi finansial serta aspek nori-teknis, yang dihadapi daiam pelaksanaan RiL serta alter natif solusinya.
11.
KEDUDUKA" RIL DALA, , PENCELOLAA" HUTA" PRODUKSl LESTARl
2, ,,
Definisi RIL dan Kedudukan PIL daiam Pen elolaan Hutan Produksi Lestari
or dalam International Conference of RIL to Advance Sustainable Forest
Management di Kuching, Sarawak Malayasia tangga1 26 Pebruari sampai a Maret 200, , dikemukakan be be rapa difinisi tentsng RIL sebagaimana tercantum di daiam lampiran, Untuk penyederhanaan dapat digunakan
dlfinisi dan Killmann 1200/1 yang disarikan dari derinisi para ahli tersebut, sebagai berikut : "Pelaksanaan kegiatan pemanenan Yang direncanakan dan
drawasi secara in tensif dan hati-hati untuk me minimalkan dampak pada tegakan tinggal dan hanah, Ibiasanya dalam sistem tebang pillh'individualI. Pengembangan RiL dalam taraf implementssi di lapangan telah merupakan satu langkah maiu sekaligus merupakan respon terhadap perkembangan
paradigma dalam pengelolaan hutsn Yang environmenta"y friendly. Demikian besarnya tekanan terhadap pengelolaan hutsn Yang ramah lingkungan, sehingga prinsip, kriteria dan indikator pengelolaan hutan jestsri yang
11^I I
dikeluarkan balk o1eh FSC, LEI in aupun InO telah secara jelas menetapkan RIL
sebagal indikator penting dan pengelolaan Hutan Produksi Lestari IPHPU. tombaga Ekolabel Indonesia ILEl) menggunakan indikator RIL sebagai salah satu pertimbangan perillalan kinerja HPH yaitu terdapat pada indikator P. 2.8. Kriteria kelestarian fungsi produksi mengenai implementasi Reduced Impact
Logging. Selain mengurangi dampak negatif ternadap lingkungan, SIStem RIL juga dapat memberIkan keuntungan secara ekonomi dengan meningkatkan efisiensi dan efekLivltas produksi dlbandingkan dengan praktek pemanenan bukan metoda RIL. Dengan demikian leiaslah bahwa RIL merupakan aktivitas inti dabm pengeioiaan hutan Iestari. SIStem RIL untuk hutan hujan tropis dikembangkan akhir ,970-an di Sarawak,
Malaysia IMattson-Marn dan Jonkers, ,98.1. Dalam tahun ,980an SIStem RtL dikembangkan of Australia Ward dan Kanowski. *9851 dan or Sunname Uonkers dan Hendrison, ,987 ; Heridrison, ,9901. Momentum penelitian RIL
tenadi tanun ,9906n dimana banyak penelitian diprakarsai di Indonesia, Sabah - Malaysia, Brazil. Guyana dan Kamerun. Ketika Itu kesadaran masyarakat tentsng berkurangnya secara cepat Iuasan hutsn human tropis, sedang meningkat. Pelaksanaan RIL o1eh HPH atau unit pengelolaan nutsn
mengandung arci tlngkat keseriusan HPH dalam meIakukan pengelolaan hutsn Iestarl dan hal in I sangat dihargai o1eh semua pinak balk daiam negeri in aupun pihak Iuar negeri. Kom onen Pelaksanaan RIL
2.2.
Para an11 mengemukaKan be be rapa komponen Yang sangat being am di dalam mengldentifikasikan pelaksanaan RIL. Akan tempi dan kerngaman tersebut dapat diambil inti sari Yang satu sama lain sallng menunjang. Dykstra (200, ) menunjukkan dejapan komponen sebagai berikut : a. ITSP dan pembuatan peta pohon b. Direncanakan sebelum penebangan : c. Pemotongan lianan sebelum penebangan
d. Penebangan dan pemotongan batang Yang cermat termasuk directional felling
e. Pembangunan prasarana tersebut pada butIr 2 dilakukan dengan mengindahkan design engineering dan lingkungan f. Penggunaan teknik winching daiam penyaradan
g. Mengusahakan agar ujung logs selalu terangkat dalam proses penyaradan h. Pelaksanaan post harvest assessment untuk memberI urnpan ballk dan sebagai evaluasi tingkat keberhasilan
Sedangkan Klassen {200, i menyatakan do komponen sebagai berikut : a. Menciptakan Mariajemen yang 'Recentive' b. Inventorisasi Yang operasional
c. Menyiapkan peta kontur Yang operaslonal d. Merencanakan ianngan jalan sarad e. Penandaan jalan salad dan TPn
f. Pembuatan iaian sarad sebelum penebangan g, Penebangan Yang benar h. penyaradan
I. penutupanjalan sarad IDeactivation atau closing) I. Evaluasi dan monitoring
Hinrichs eta1. (2001) mein bagi komponen pelaksanaan RIL dalam 3 kelompok: a. perencanaan a. ,. Survey
I^
topografl dikaitkan dengan ITSP
a. 2, as.
Pembuatan peta Dohon dengan Info topografl Perencanaan dan penandaan jalan sarad
b. Produksi b. ,. Pembuatan
iaian sarad
b2. Directional felling b. 3.
Penyaradan dengan menerapkan winching
b. 4. Closing up b. 5.
supervisi dan Kontro! rutin
c. Cabungan Perencanaan dan Produksi c. , . Evaluasi atas realisasi pembuatan jalan sarad dibanding rencana c. 2.
Pemeriksaan seluruh blok tebangan sete!ah pembalakan
111. PELAKSA"in" RIL in BEBERAPA UNIT PENCELOLAA"
Pelaksanaan RIL of Indonesia dapat dluraikan berdasarkan hasil-hasil kegiatan lapangan yang dilakukan o1eh be be rapa perusahaan HPH seperti or bawah in I : 3. , .
HPH Sari Burnt Kusuma
Penerapan RIL of areal PT Sari Burni Kusuma (SBK) dilakukan daiam kerangka keria sama dengan USAID/ NRMP. Salah satu uji coba implementasi RIL di HPH PT SBK inI ada!ah untuk meIakukan evaluasi perbedaan tingkat produktivitas dan dampak yang ditimbu!kan terhadap lingkungan sebagai akibat kegiatan
pemanenan antara metoda RIL dengan metoda lama, terutama pada kegiatan penebangan dan kegiatan penyaradan. Dalam kegiatan uji coba RIL in I, dintikberatkan pada up aya perencanaan
pemanenan yang Iebih matang terutama dalam pembuatan peta informasi mengenai Kontur lapangan meta Kontur), informasi POSisi pohon pada plot uji coba IPet:a pohoni. Berdasarkan data lapangan tersebut dilakukan disain jalan sarad yang efektif. Dalam SIStem lama, walaupun data mengenai POSisi pohon tersedia namun tidak cukup akurat sehlngga rencana Ialan sarad tldak did isain secara matsng sebelumnya or awal perencanaan
Hasil-hasil yang diperoleh dalam pelaksanaannya aplikasi RiL seperti tabel berikutini:
Area studi
IRIU BB 36 25.5 ha
Plot kontrol ISIstem lama) V 36 44.9 ha
Rata. rats potensi
9.7 pohon/ha
8.8 pohon/ha
Rata-rats volume
55 in 31ha
47n ms/ha
Hasil produksi aktual
46.4 ms/ha
33.8 in 31
,7.4 phn/han 16.8 potong/han
44 phn/hari ,4 potong/han
4.2 %
6.4 %
6, %
42.5 % 41n/ha ,3.4 in 31ha
Plot percobaan Nomor BIOk
Produktlvitas penebangan Produktivitas penyaradan Kerusakan hanah I% dan area yang of tebang) Penutupan taiuk Tegakan SISa 120-491 Limbah dapat Yang
56 phn/ha '. 8 in 31ha
dinindarl
I^I J
Hasil uji coba in I menunjukkan bahwa terdapat inchkasi kuat banwa perilngkatan produktivitas penebangan, produksi aktual, jumlah Dohon intl yang ditinggalkan dan berkualitas balk serta menurunnya limbah penebangan, kerusakan hanah sudan merupakan bukti Yang jelas bahwa dengan aplikasi RIL proses pemanenan akan Iebih menguntungkan
3.2.
HPH Suka Ja a Makmur
Ujicoba pelaksanaan RIL or PT Suka Java Makmur IPT SJMi, Kalimantan Barat dibuat berdasarkan pengalaman Yang diperoleh pada ujicoba sebelumnya di PT. Sari Burni Kusuma GBIO, Kallmantan Barat. Berdasarkan data yang diperoleh sebelumnya menunjukkan bahwa pelaksanaan RIL menghasilkan berbagai potensi keuntungan ekonomi/finansial in aupun keuntungan dan aspek lingkungan/ekologi
Dari proses pelaksanaan yang sama dengan plot ujicoba sebelumnya, yang menekankan pada perencanaan Yang matsng dan akurat, diperoleh hasil banwa keuntungan Yang diperoleh di PT. SIM sama dengan hasil yang diperoleh dari PT. SBK, walaupun kedua areal in I berbeda kondisinya balk Kondisi topografi in aupun potensi tegakannya.
Hasil-hasil yang diperoleh dan pelaksanaan RIL in PT Suka Java Makmur ISIM) Kalimantan Baret seperti daiam tabel berikut inI : Plot percobaan
Plot kontrol
ISIstem lama)
Nomor Biok Area studi
IRIU 00022 97 ha
PPP 22 aoo ha
Rata-rata potensi
93.2 Dohon/ha
3.3 pohon/ha
Rats-rata volume Hasil Produksi aktual
25 in 31ha
26 ms/ha
2, .75 ms/ha
20 ms/ha
Produktivitas penebangan Produktivitas penyaradan
34.4 phn/hari 2, .9 potong/hari
25 phn/hari ,6.6 potong/hari
Kerusakan tanah I% dan
3.96 %
4.3 %
area yang or tebang) PenutuPan taiuk Tegakan SISa 120-49}
67 %
35 % 671ha 53 in 31na
Limbah dihindari
Yang
50 phn/ha dapat
38 in 31ha
Hasll uji coba menunjukkan banwa terdapat Indikasi Kuat peningkatan produktivitas penebangan, produksi artual, jumlah pohon intl yang ditinggalkan dan berkualitas balk serta menurunnya limbah penebangan, kerusakan tanah yang merupakan bukti jelas banwa dengan aplikasi RIL proses penebangan akan menguntungkan
3.3.
PT INHUTANI I
Proses ujicoba RIL dl lingkungan PT In hutanl I sudah cukup lama namun yang secara terarah dllakukan dalam rangka keria sama provek pengelolaan hutsn Be reu atau Be reu Forest Management Project IBFMP). Provek inI merupakan keria sama antara Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dengan Uni Eropa Yang juga mengikutsertakan Badan Litbang Kehutanan dan menugaskan PT Innutani I sebagai institusi pelaksana atau excecuting agency, Provek ini
I^
berlokasi of Administratur PT Innutani I Labanan Kabupaten Be reu yang bertujuan untuk menjadi sebuah model pengelolaan hutan jestari pada skala operasionai.
Ujl coba RIL dilaksanakan dengan menitikberatkan pada time and cost study kegiatan penyaradan serta perilngkatan inutu perencanaan sebagai salah satu komponen RIL seperti yang disebutkan para ahli tersebut of atas. Peningkatan inutu perencanaan dilakukan dengan meIaksanakan liventarisasi Tegakan
Sebelum Penebangan (lispi secara cermat dan benar dengan meinarifaatkan
sebuah perangkat Iunak komputer yag disebut SIPTOP { SIStem Informasi Pemetaan Topografi dan Pohom. Perangkat Iunak inI direncang dan
dikembangkan o1eh BFMP. Dalam proses penyaradan diupayakan tercapainya efisiensi sebagai manfaat dan perencanaan Yang balk yaitu : (at. adanya peta
pohon dan peta topografi Yang akurat Yang mein ungkinkan diketahuinya 10kasi pohon panen dengan tepat, toI. dibuatnya perencanaan Ianngan Ia!an sarad yang sependek in ungkin namun mencapai 10kasi-10kasi. pohon panen tanpa meIalui lintasan Yang terla!u tenal, rel. dinindarinya kelompokkelompok
pohon yang dllindungi dari lintasan trektor yang tidak perlu, dan
Id). dinematnya jam operasi traktor sebagai inarifaat dan adanya peta dan perencanaanjalan sarad.
Hasil menunjukkan banwa pemetaan dan perencanaan Yang balk merupakan
persyaratan penting untuk meningkatkan efisiensi penyaradan dan dapat menurunkan biaya produksi daiam jumlah yang cukup signifikan seperti tercantum pada tabel berikut in I : Cara lama dengan trektor
Biaya total Rp, ,54juta Waktu yang diperlukan 48 hari
RIL dengan trekLor Biaya total Rp. ,031uta
Waktu Yang diperlukan 32 hari
Biaya yang dapat dinemat dengan cam RIL dibandingkan konvensional adalah Rp. 5, Juts = UsD 6,000 = UsD 601ha
Pelajaran dari pelaksanaan RIL di atas adalah : a. Pokok dan pelaksanaan RIL adalah Perencanaan yang balk dan benar. an. Penyempumaan sistem perencanaan adalah inutlak. a. 2. perencanaan yang balk dapat mengurangi pemborosan waktu o1eh penebang ketika menemukan pohon yang akan ditebang. as. Menghindari pembuatan jalan sarad yang tidak perlu. b; Dari perencanaan ke tahapan produksi b. ,. Mandor dan cruiser dapat merencanaKan Iaian sarad dan TPn dengan telah mein pertlmbangkan aspek teknis dan lingkungan. b. 2, Informasi yang akurat dari setiap petak tebang akan mengefisiensikan kegiatan sekaligus meminimalKan dampak yang tenadi dalam pelaksanaan pemanenan.
c. penggunaan peta dalam proses penyaradan
Peta yang meinuat ianngan jalan sarad dan pohon panen narus tersedla sebelum penebangan dimulai. d. Perillaian setelah pemanenan
Peta Yang sama dapat digunakan untuk memeriksa dan mencatat kerusakan tegakan. dan lingkungan.
e. Hubungan biaya dengan dampak lingkungan
Adanya korelasi yang Kuat bahwa kerusakan be rat dala'in pemanenan berarti biaya yang dikeluarkan cukup tinggi.
I^l J
PERMASALAHAl, PALA, , IMPLE"E"TASI RIL
IV.
4.1.
^
Wa!aupun berbagai uji coba RIL of Indonesia menunjukkan indikasi kuat bahwa blaya pemanenan akan menurun secara signifikan namun masih saia terdapat perbedaan dlantara para pinktisi dan juga para pakar tentsng pengaruh RIL terhadap biaya pemanenan secara menyeluruh. Hal InI antara lain disebabkan
karena sampai dengan saat in I masih belum ada sebuah acuan Yang dlsepakati untuk meIakukan analisis biaya pemanenan kayu dengan me masukkan unsur RIL. Perbedaan pendapat ini bankan tenadi diantara para pelaku dan para ahli on berbagai negara, terutama menyangkut pertanyaan apakah program RIL mein butuhkan biaya-biaya tombahan. Sebagian penelitian menunjukkan bahwa biaya dengan program RIL Iauh Iebih inureh dan biaya logging . sebelumnya akibat adanya peningkatan efisiensl dan efektifitas operasi. Prosentase inI dapat mencapai 30 % sd 65 % secara total. Namun sebagian lagi menunjukkan bahwa biaya RIL tetap Iebih tinggi akibat dan banyak tambahan komponen kegiatan Yang be rimplikasi pada peningkatan biaya dan waktu, dan hal in I tentu saia akan dipandang memberatkan o1eh para pengusaha. Persoalan utama yang menyebabkan adanya perbedaan pandangan yang mencolok tentang biaya RiL apakah Iebih inureh atau Iebih in ahal, terutama disebabkan cam mein banding kan biaya RIL dengan biaya pemanenan yang seiama inI di!akukan. Padahal urnumnya cara yang selama in I dilakukan itu justru belum memenuhi prinsip pengelolaan hutan Iestari. Misalnya of Brasil
dan Indonesia, pada urnumnya hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan implementasi RIL biaya pemanenan Iebih inureh karena tercapainya efisiensi dan meningkatnya produktifitas. Kedua negara inI telah meIakukan ITSP
dengan intonsitas ,00%, jauh sebelum apa yang dikena! sebagai RIL diuji coba. Sebaliknya Malaysia, selama in I ITSP dilakukan hanya dengan intensitas Co %, seningga ketika meIaksanakan RIL dengan keharusan meIakukan ITSP dengan
in tensitas ,00%, sudah bareng tentu para pengusaha merasakan 10njakan biava.
Sika M na'emen
4.2.
Ada 2 touai pertanyaan kritis dalam pelaksanaan RIL : a. Mengapa perusahaan perkayuan masih enggan merubah kegiatan operasionailogg"19nya ? b. Apakah RIL dapat memenuhi kebutuhan pengelolaan hutan secara Jestari ?
salah satu tonuan perusahaan adalah mein aksimalkan keuntungan, senlngga in uriculnya RIL dapat diduga menimbulkan permasalahan. Pada urnumnya pembell dan inariajemen pengelola hutan masih do minan dalam pengambilan keputusan inariajemen hutsn. Kekhawatiran-kekhawatiran para pengambi!
keputusan daiam pelaksanaan RIL or lapangan Yang menyebabkan masih banyaknya perusahaan HPH belum meIaksanakan RiL diantaranya : a. RIL dianggap sebagai metoda baru dan dikhawatirkan akan menimbulkan nambatan baru dalam pengelolaan nutan.
b. Bahwa setiap perubahan akan meinbawa permasalahan yang tidak perlu c. Tambahan biaya akan berdampak bagi perusahaan dalam iangka pendek
d. Adanya penyempurnaan 51stem perpetaan beTartl juga penambahan pekenaan dan koordinasi Yang pada gillrannya akan me rubah organisasi pembalakan dimana perubahan inI sangatlah mendasar e. Belum dimengertinya hubungan pelaksanaan RIL dengan serLifikasi
I^
v.
PROSPEK RIL in INDONESIA
SeperLi telah disebutkan o1eh para Dakar kehutanan bahwa kegiatan pemanenan hutsn adalah salah satu komponen of daiam SIStem pengelolaan hutan Iestari dengan salah satu tugas yaitu mein produksi hasil hutsn dan
menghasilkan pendapatan untuk biaya pengelolaan termasuk biaya rehabllitasi hutsn. Di!ain pihak, pemanenan mengandung resiko terhadap lingkungan dan ekosistem hutan Yang dapat mengarah pada dua orientasi
Yang berbeda yaitu merupakan seimulan untuk mendciptakan hutan Iestari yang Iebih balk atau mengarah pada kerusakan ekosistem hutan Yang bersifat tidak dapat dipulihkan.
Reduced Impact Logging IRIU kernudian menjadi hal penting daiam pengelolaan hutan jestari, seningga seluruh perhatian dunia terfokus pada masalah in I disamping perhatlan daiam aspek SOSial-ekonomi kernasyarakatan. Besarnya perhatian masyarakat dunia ternadap aspek kelestarian hutan, diaktualisasikan dengan berbagai tindakan nyata balk berupa boikot terhadap produk hasll hutan kayu in aupun me Iaiui restriksi restriksi daiam me kanisma pasar seperti perlunya serCifikasi pengelolaan hutan Iestari o1eh independent body. Tekanan-tekanan inI sangatlah nyata dan saat inI inulai ternsa o1eh pare pengusaha hutan. B&Q (U. K) dan Home Depot USA) sebagai pembeli/pasar potensial dl Iuar negeri telah memberIkan warning kepada kits bahwa mereka akan mein bell produk bersertifikasi inulai tanun 2002, yang akan segera diikuti o1eh buyer-buyer lainnya. Disamping itu, sebelumnya, komitmen-komitmen internasional terhadap pembangunan yang Iestari telah diretifikasi o1eh berbagai negara misalnya InO Objective of year 2000, clean Development Mechanism COMJ yang merupakan inti dalam Kyoto Protocol. Hal in I sudan sangat jelas bagi POSisi Indonesia untuk me millki komitmen, merencanakan strategi dan implementssi PHPL, Implementasi RIL daiam waktu Yang dekat in I akan menjadi suatu keharusan daiam praktek pengelo!aan hutan Iestari. Be be rapa keuntungan aplikasi RIL di lapangan, seiain dan perspektif teknis in aupun finansial, adalah sebagai berikut:
a, Pelaksanaan RIL akan meIanirkan pengakuan dunia internasional terutama negara negara pembeli bahwa unit pengelo!aan hutan telah dengan senus meinbuat progres dalam PHPL. Hal ini akan secara signlfikan me rubah persepsi pembeli ternadap produk yang dihasilkan, dan pada 911irannya dapat mein peroleh harga yang khusus atau premium price
b. Dalam tingkat riasional, unit pengelolaan hutan yang menerapkan RIL akan mendapat pengakuan masyarakat, seningga akan mendptakan persepsi POSitif bagi unit pengelolaan hutsn bersangkutan ISOCialrecognition) c. Terciptanya implementasi pengelolaan sumberdaya alam yang rainah lingkungan
Ha! penting lain yang perlu perhatian adalah bahwa awareness RIL adalah bukan hanya merupakan tanggungjawab bagi pengusaha saia namun perlu juga adanya sharing tanggungjawab dengan negara pembeli meIalui perilngkatan willingness to pay pembeli setiap meter kubik kayu yang dibeli untuk pengelolaan lingkungan yang juga merupakan irisentlf Yang menarik bagi para pengelola hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan RIL kerusakan logging dapat dikurangi dan banwa RIL dan segi finansial sangat menarlk untuk diimplementasikan. Namun demikian sebagian besar perusahaan kayu masih
I^I .
enggan me rubah SIStem operasional pembalakannya. Tanun ,990an banyak organisasi mengupayakan pengembangan kriteria pengelolaan hutan
berkelanjutan dan banyak dari hasll penelitian tersebut mengarah pada pentingnya implementasi RIL of lapangan, Untuk itu metode RIL harus di disain untuk keperluan pengelolaan hutan secara Iestari.
Vl.
KESl, ,PULA"
6. , .
Pemanenan hasil hutsn adalah sebuah fase dalam rangkaian pengelolaan hutsn produksi Iestari yang antara lain berfungsi untuk menghasilkan pendapatan guna me inbiayai pengelolaan. Pemanenan
juga berFungsi me inarifaatkan pohon yang masak tebang untok diganti 6.2. 6.3.
dengan generasi pohon berikutnya Pemanenan menghasilkan dampak Yang tidak dapat dinindarkan namun dapat diminimalkan. Untuk In I diperlukan metoda RIL RIL adalah aspek penting sebagai metoda yang berusaha me minimalkan
dampak negatif dalam intervensi inariajemen kehutanan dimana 6.4.
6.5.
6.6.
tingkat kerusakan Yang tenadi akibat pemanenan masih be reda dalam batas-batas kernampuan pemulihan diri dan ekosistem hutan alam. Perhatian dunia internasional terhadap RIL telah diaktua!isaslkan meIalui in uriculnya indikator RiL sebagai indikator penting balk daiam scheme FSC, InO in aupun LEI. Dalam waktu Yang bersamaan HPH-HPH baik secara sendiri-sendiri
in aupun meIaiui keria sama dengan instansi dalam negeri in aupun Iuar negerijuga mengembangkan RIL di masing-masing wilayah kerianya. Disamplng Dermasalahan yang masih dihadapi RIL me millki prospek untuk terus dikembangkan dan diimplementasikan secara Iuas sebagai bagian yang tidak terpisahkan daiam pengelolaan hutsn produksi Iestari.
Vll. REKO"E"DASl
Rekomendasi Yang dihasilkan dari International Conference on RIL yang di!aksanakan of Kuching tangga1 26 Pebruari sampai dengan , Maret 200, patut menjadi catstan pada 10kakarva in I. seiengkapnya rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut : 7. ,. Rekomendasi untuk emerintah a.
Perlu menciptakan Iklim usaria yang kondusif bagi pengusaha untuk meIaksanakan RIL dan SFM termasuk memberIkan
b.
kepastian usaha, keamanan investssi, irisentif serta menghilangan kebijakan Yang kontraprodukLif dengan penyelenggraan SFM o1eh pengusaha. Meinperkuat pengawasan terhadap prektek pengelolaan hutan serta penegakan hukum dalam kernngka pengelo1aan hutan Iestari
c.
Mengembangkan kriteria SIStem standar operasl dan kompetensi meIaiui program training yang sesuai. SIStem akreditasi operator serCa kesehatan dan keamanan keria
7.2.
Rekomendasi untuk en elola kehutanan (Forest IndustriesI a
Menunjukkan komitmen terhadap pengelolaan hutan dengan mengadopsi R!L dalam pelaksanaan SFM
t^
b.
Perilngkatan kernampuan SDM meIalui training, peningkatan kesadaran ternadap lingkungan, SOSial serta Implikasi ekonomi dalam pengeloiaan hutsn
C
Perbaikan 51stem upah dan pemberian irisentif kepada pare pegawai yang dapat mendorong perilngkatan kualitas
performancenya dan effisiensi daiam kegiatan logging. 7.3.
Rekomendasi untuk or anIsasl Internasional
a. Meinbantu dalam perilngkatan SDM untuk meningkatkan
kapasitas emampuan pada setiap level managemen, dan buruh sampai pengambil kebijakan inariajen, en untuk keefektifan pelaksanaan RIL.
b. Mendorong adanya transfer teknologi dai; meinfasilitasi dalam
sharing pengalaman dan informasi berkaitan dengan RIL dan aspek lain SFM
c. Meningkatkan kesadaran daiam be rinovasi untok mendorong proses adopsi dan aplikasi RiL Ie. g; certification, forest-based carbon offsets, and other payments for the environmental benefits of sustainable forest managementI 74.
Rekomendasi untuk Penelitian a.
Mengembangkan dan menggunakan metoda standar untuk
perillaian biaya dan keuntungan ICBR) dari komponen spesifik RIL seningga dapat mein bandingkan biaya operasionai RIL daiam rangka mein promosikan adopsi ternadap RIL bagi semua stake holders b.
Perillaian RiL dalam konteks SFM dengan pertimbangan pada penurunan kerusakan, produktivitas, keanekaragaman hayati dan nilai SOSial
C.
Konservasi
Benkan prioritas kegiatan pada penelltian apllkatif yang mendukung adopsi RIL o1eh pengusaha hutan,
DEFl"ITIO"S OF REDUCED IMPACT LOGGl"G
Armstrong, S. & Inglis, C. J. 2000. RIL for real: introducing reduced Impact logging techniques into a commercial forestry operation In Guyana. International Forestry Review 21.1:, 7-23
RIL should at least imply a systematic approach to harvesting, speclally improved pre-harvest planning on the basis of appropriate and accurate
Information.
Elias. ,999.1ntroducing a manual on reduced impact timber harvesting In the Indonesian selective cutting and planting system. litO Tropical Forestry Update 9131 : 26 + 30.
Reduced Impact timber harvesting includes the to 100wlng : Forest surveys prior to harvesting to generate data required for planning of the harvesting operations;
A tree location and topographical map as a guide for felling and skidding;
Climber cutting prior to felling
I^
Regular training and adequate supervision; Routine briefing on procedures and techniques;
Adoption of a premium wage system consisting of a base wage and premiums depending on quality and quantity of production as well as terrain difficulty.
Van der "uut, P. ing99. Reduced impact jogging in the tropical rain forest of Guyana. Dissertation University Utrecht. q999.
The term 'reduced impact logging' (RID surFaced around the in Id 4990s minard et a1. ,9951, bur the concept is also referred to as 'low impact logging' IBlate ,997; Holmes et al. q999i, 'planned' {as opposed to 'unplanned'I logging (Johns et a1. ,996; Bareto et a1. 1998), 'environmentally sound harvesting' {Heridrlson ,990). There is a need to
clarify the substance covered by these terms, because we may be comparing apples and oranges. The adjective'reduced' hints at a comparison with another logging method, which is obviously the
current, local practice. The current practice may cover a broad range of methods, varying from 'hit and miss. unplanned' logging to 'standard practice' logging Wari der Hout & Van Leersum ,9981. The place a current practice may take on this scale depends largely on the scale and level of capitalization of the operation, Several elements are common to most RIL systems in duding the following (In0 1990i : Pre- harvest inventory and mapping; Pre-harvest planning of roads and skid trails; Pre-harvest climber cutting; Directional felling;
Optimum recovery of utilizable timber; Winching of logs to planned skid trails.
Reld, ,. W. & Rice. Ie. E. ,997. Assessing natural forest management as a tool for tropical forest conservation. Am bio 26(61: 382-386. Natural forest management is controlledand regulated harvesting, combined with SIIvicultur and protective measures. to sustain or Increase the commercial value of stands, all relying on natural regeneration of native species.
Rusllm, Y. , Hinrichs, A& Ulbricht, R. 4999. Technical guideline for reduced
impact tractor logging SFMP Document No loan999). Indonesia-German Technical Coopertaion. Ministry of Forestry and Estate Crops in Cooperation with Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammernabeit {CTZ).
Reduced Impact logging aims to: Reduced damage to the residual stand and soil roompaction an erosion};
Leave the environment in good condition;
Improve utilization of timber potential and reduce waste; Reduce rehabilitation costs;
RIL includes the following planning and harvesting stages: Pre-harvest Inventory and topographic survey; Contour and tree location map plotting;
SKId trail and log landing planning on the map; Skid trail and log landing marking in the field;
RIL using the marked trails and directional felling; Skidding using "winching"; Closing up
I^
Block Inspection, quality control and reporting; payment based on quality of work.
Sist, P. , Dylrstra, D. & I, jinbel, R. ,998. Reduced impact logging guidelines for
fowland and hill dipterocarp forests in Indonesia, Occasional Paper No. , 5. Jakarta, Centre for International Forestry Research.
Reduced Impact logging aims to reduced soil disturbance, impact on wildlife. and damage to residual trees. RIL can be characterized through the following activities:
Stock survey Iharvestable trees, potential crop trees, protected trees species, trees for non-timber forest products, Important wildlife resource treesI;
Climber cutting tall climbers > 2 cm dbh that are attached to the canopy of harvestsble trees); Topography assessment; protected areas Iunworkable areas, sacred areas, conservation areas, stream buffer zones);
Road, landing and skid trail planning;
Final pre-logging RIL survey tinarking of skid trails, adjusting and marking felling directions, exluding trees from harvest where the extraction intensity would exceed 8 trees/hai; Tactical maps and written plans; Directional felling;
Skid trail marking and opening; Rehabilitaion of skid trails coross drams, removing temporary stream crossing structures);
Road closure (removal of temporary bridges and culverts, cross drainsi;
other post-harvesting operations icontrolled access to the permanent forest estate; proper maintenance of road surfaces, ditches, cross drains and stream crossings; clean landings and temporary camps}.
Sist, P. 2000. Reduced impact logging in the tropics: objectives, principles and impacts. International Forestry Review 21.1: SnO. Reduced Impact Logging {RID is also called Low Impact Logging (LID or Low Impact Harvesting {LIH), It includes the following principles: Planning of logging operations at the annual coupe scale; Pre. harvest forest inventory 1.00% timber inventoryI; Planning of felling;
Planning of secondary roads. Landings and skidding trails; Supervision of logging operations; Planning of post-logging operations; Detailed tactical logging map , : 2000;
RIL Is riot only a technique to reduce the damage to the residual stand; it SI also a procedure to optimize resource utilization through forest inventory and planning of harvesting
Vanuatu Department of Forests. '1999. Vanuatu reduced impact logging guidelines. Vanuatu, Department of Forests. The Vanuatu Reduced Impact Logging Guidelines were designed to reduce the impact of forest harvesting on soil and residual trees in comparison to damage levels incurred during conventional tractor logging in natural forests in Vanuatu. The main objective of RIL is to protect the regeneration and advance growth trees IPOtential crop
I^ .
trees} required for the next harvesting cycle and to minimize harvesting costs and optimizing utilizable log volume. These objectives can be achieved through:
Appropriate pre-operational planning; Careful implementation of acceptable harvesting practices and SIIvicultural prescriptions;
postoperatlonal restoration and maintenance. Webb, E. L. q997. Canopy removal and residual stand damage during controlled selective logging in lowland swamp forest of northeast Costa Rica. Forest Ecology and Management 95 : in, 7-, 29. Selective logging is a harvesting system that produces disturbances similar to natural tree-fall gaps. Under optimal conditions selective logging does not significantly change forest structure, but stimulates natural regeneration and growth with the formation of gaps. A selective logging operation that residual stand is termed a controlled selection system.
t^
Lokakarya Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutsn Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 MeI 2001
11/15E"TIF BAGI UpAYA PERCEPATAlll PE"ERAPA" REDUCED IMPACT LOGGl"C 11^ID MENUJU PENCELOLAA" HUTA" ALAll" PRODUKSl LESTARl : SEBUAH ALTER"ATIF PEll"IKIRA"
01eh :
IR. A. A. MALIK
Ketua Tim Irisentif Pengelolaan Hutan Lestari dan Ketua Bidang Lingkungan dan Ekolabel APHl
,
11^^I
^.
PENDA"ULUA"
Sepanjang tiga dasawarsa ledh pengelo!aan hutsn tropis di Iuar Jawa telah memberIkan Kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, MeIalui ekstraksi dan industrialisasi hasll hutan sektor kehutanan mainpu menghasilkan dana
berupa devisa. penyediaan kesempatan berusaha serLa penyerapan tenaga keria Yang sangat bel'arti bagi proses pembangunan riasional. Fakta keberhasilan pengelolaan hutan tropis ternyatajuga dimngi sinyalemen
degradasi. Degradasi tersebut antara lain berupa makin berkurangnya potensi produksi, menurunnya berbagai fungsi ekologi, serLa tereduksinya fungsi SOSial ekonomi hutan. Berdasarkan realtas tersebut, tuntutan akan kelestarian
produksi dan lingkungan serta perilngkatan fungsi SOSial ekonomi hutan bagi masyarakat setempat semakin besar. Kondisi tersebut mengharuskan setiap inariajemen unit HPH berupaya
mencari altematif pemecahan masalah. Disamping berbagai langkah pencegahan ternadap kerusakan lingkungan bagi keberlanjutan produksi, juga dlupayakan usaria me minimalkan berbagai dampak Yang me inarig SUIit atau tidak inungkin dihindari dabm suatu kegiatan pembalakan. Pengurangan
dampak negatip aktivitas pembalakan atau Reduced Impact Logging IRIU merupakan sebuah alter natif 51stem pembalakan yang kirii sedang diuji coba dan inulai diterapkan o1eh sebaglan kalangan inariajemen unit HPH, MeIaiui implementasi RIL daiam kegiatan pengelolaan hutsn of inariajemen unit HPH diharapkan dampak negatip kegiatan pembalakan akan dapat diminimalkan. Sehingga kelestarian fungsi produksi, fungsi lingkungan serLa fungsi SOSial ekonomi hutan dalam pengelolaan hutan dapat ditlngkatkan.
Tuntutan penerapan metode RIL dalam 51stem pengelolaan hutan menjadi semakin signif7kan tatkala metode RiL telah diadopsi sebagai salah satu indikator pengelolaan hutan alam produksi Iestari, khususnya dari aspek kelestarian fungsi produksi dalam 51stem sertifikasi ekolabel.
11. 1.1L : Perbandingan Antara Konsepsi dan Implement asi Harus diakui bahwa metode pembalakan minah lingkungan atau Reduced
Impact Logging (RID merupakan sebuah teknologi baru Yang akhir-akhir In I mendapat respon POSitif di kalangan para pengusaha hutsn. Hal ini Iebih jauh berkaitan dengan pemanfaatan SIStem teknologi infomasi Yang
meinarifaatkan aplikasi teknologi GIS dan perpetaan. Meskipun daiam perspektif SIStem SIIvikuttur TPTi bebe rapa rangkaian keglatan RIL sesungguhnya telah termaktub dalam tohapan kegiatan pra in aupun pasca penebangan. Karenanya, penerapan metode RIL dalam pengelolaan hutan akan menghasi!kan SIStem SIMkultur TFTI Plus.
Seiauh inI be be rapa inariajemen unit HPH telah me!akukan studi dan kegiatan uni coba berkaitan dengan implementasi metode RIL dalam prektek pengelolaan hutsnnya malalui keriasama dengan Iembaga-Iembaga donor dan Iembaga penelitian internasiona!, antara lain Yang dilakukan be be rapa HPH of Keiompok usaria Alas Kusuma Group IAKG) dengan Natural Resources Management Project {NRMP-USAIDi, PT. Innutani I dengan European Union IEU) serta ASOsiasi Pengusaha Hulan Indonesia (APHli dengan Iembaga Tropical Forest Foundation CrFR.
Secara konseptual, implementssi metode RIL dalam praktek pengelolaan
hutan akan menghasilkan be be rapa rimi POSitip. Dari perspektif elronomi,
I^I
penerapan metode RIL akan memberIkan nilai produktivitas yang Iebih tinggi
meIalui upaya minimalisasi limbah kegiatan penebangan meIalui pinktek penebangan, pemotongan dan penyaradan kayu Yang terencana secara balk. Hal itu telah terbukti dari hasil studi Yang telah dilakukan be be rapa
inariajemen unit HPH be keriasama dengan initra Iembaga Internasional. Sementara dan perspektif lingk"rigan, metode RIL Yang did asarkan pada
kegiatan penebangan dan penyaradan yang terencana dengan balk dengan mengedepankan prinsip-prtnsip kelestarian lingkungan jelas akan dapat me minimalkan kerusakah tegakan tinggal dan Struktur tanah hutan, yang seiama in I merupakan dampak terbesar dan kegiatan pembalakan hutan. Terakhir, da!am konteks perdagangan produk hasll hutsn tropis or pasar internasional penerapan metode RIL jelas akan mendorong tercapainya sertifikasi pengelolaan hutsn alam produksi secara Iestari (pHAPU. Tak lain karena metode RIL sebagai sebuah bentuk pengelolaan hutan telah diadopsi menjadi salah satu indikator kelestarian fungsi produksi. Meskipun secara konseptual metode RIL diyakini mainpu memberIkan banyak
inarifaat, namun dalam konteks implementssi secara riil masih terdapat be be rapa kondisi yang menjadikan keridala. Pertaina, dalam perspektif pene!itian dan pengembangan bebe rapa fakta berkaitan dengan rillai POSitip yang dihasilkan dalam pinktek pembalakan hubn bagaimanapun masih sebatas pada skala uji coba. Artinya, sesuai dengan prinsip uji coba in aka semua aspek studi be reda dalam kondisi "ceteris panbus", atau terkontrol dan termonitor. Sebaliknya, hal inI akan sangat berbeda bila dilaksanakan dalam konteks Implementssi rill pinktek pembalakan yang Iebih mengutamakan aspek pragmatisme, sederhana dan biaya inureh. padahal dalam konteks praktek pembalakan hutsn of lapangan terdapat banyak aspek yang tidak bisa dikontrol atsu dimonitor secara langsung Dieh pihak inariajemen unit HPH.
Dengan demikian, perlu digali secara Iebih mendalam berbagai fakta yang mengemuka dari penerapan metode RIL daiam konteks pelaksanaan keseharian pemanenan inariajemen unit HPH sehingga unsur pragmatisme, kesederhanaan dan biaya inureh dapat terpenuhi. Kedua, dalam perspektif
aturan perundangan dimana prinsip keria inariajemen unit HPH pada urnumnya did asarkan pada ketaatan aturan ICOmplience to the rule) justru hingga han ini belum terdapat kebijakan pemerintah yang be nanbenar mengatur pelaksanaan RIL on setiap inariajemen unit HPH daiam prektek pembalakannya. Artinya, sebaik dan sepenting apapun sebuah metoda -dalam nat In I RIL- bila tidak ada payung kebijakan Yang mewajibkan bagi implementasinya tampaknya akan mein akan waktu lama bagi para pengusaha dalam mengadopsinya. Terakhir, telah menjadi pemahaman urnum banwa keberadaan sebuah sistem baru pasti akan me in butunkan berbagai input baru
pula, baik yang bersifat perangkat keras in aupun perangkat Iunak. Konkritnya, RIL akan menambah anggaran biaya dalam praktek pemanenan hutan.
Dengan konsepsi dan realitas of atas, in aka salah satu langkah penting dan mendesak bagi percepatan adopsi RIL dalam praktek pembalakan hutsn di
setiap inariajemen unit HPH adalah meIalui penciptaan Iklim Yang kondusif bagi pelaksanaan RIL. Salah satunya adalah meIalui pemberian Irisentif disinsentlf kepada pare prektisi kehutanan Yang telah dan belum menerapkan
prektek metode RIL dalam prektek pemanenan hutsnnya.
I^ --.
111.
INSE"TIF BAGI PERCEPATA" ADOPSI RIL : SEBUAH PER, IKIRA" ALTER"ATIF
prektek pembalakan ramah lingkungan sebagai bagian dan konsep pengelolaan hutan alam produksi jestsri merupakan tanggung jawab seiuruh stakeholder kehutanan. Untuk dapat mewujudkan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PHPU perlu diciptakan Iklim yang mendukung ternadap us aria
tersebut, balk bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha in aupun masyarakat. Kondisi inI dapat diwujudkan meIaiui pengembangan regulasi dan kebijakan Yang bersifat dapat memberIkan jaminan kepastian usaria, rantai birokrasi yang sederhana dan adanya keseimbangan serta ketegasan dalam reward and punishment system.
Keberadaan kebijakan RIL sebagai bagian dan SIStem PHPL tentu be rimp!ikasi pada biaya tambahan Yang narus dikeluarkan o1eh pengusaha, sementara itu
pasar tidak memberIkan premi trainbahan hanga) terhadap produk yang berserLifikat. Untuk mengurangi biaya tombahan Yang dikeluarkan pengusaha serta memotivasi pengusaha agar mainpu daiam persalngan bebas in aka
diperlukan irisentif dari pemerintah. Salah satu upaya Yang dapat dirempuh da!am mendorong para pengusaha untuk menerapkan metode Reduced Impact Logging sebagai salah satu indikator PHPL dalam mengelola hutan pada areal kerianya adalah adanya kejelasan dan keseimbangan antara bentuk sanksi atas Dejanggaran yang dilakukannya serta bentuk irisentif atas prestosi Yang dicapainya, berikut keje!asan dalam me kanisme dan kelembagaan yang mengaturnya.
Bentuk sanksi atas pelanggaran yang dilakukan o1eh Dam pemegang HPH telah banyak diatur o1eh berbagai peraturan perundangan Yang berlaku pada saat
in I, sedangkan bentuk irisentif Yang diberikan atas kirierja Yang dlcapalnya masth belum. diatur secara tegas. Dengan dilandasi o1eh pemiklran tersebut
Mentori Kenutanan meIalui Surat Keputusan Menhutbun No. 1541Kpts-IV/, 999 dan kernudian diperbaharui dengan SK Menhutbun No. 7551Kpts-111,999 tortangga1 23 September *999 mein bentuk Tim Perumus Irisentif Yang bertugas untuk me ruinuskan SIStem irisentif yang dapat diberikan kepada HPH.
Tim Irisentif telah menghasilkan suatu kernngka Yang nantlnya akan mendasari pengembangan perumusan Sub-51stem Irisentif bagi para pengusaha hutan. Dalam konteks tersebut berbagai kondisi empiris dan kernungklnan lain yang menunjukkan keragaman persepsi tentsng Irisentlf dan kalangan pengelola HPH akan dryadikan sebagai bahan dasar dalam menetapkan berbagai
Drasyarat dan prekondisi dalam mengldentiflkasi macam, sil'at dan kernungklnan pengaruh irisentif dimaksud. Sub-SIStem Irisentif yang akan dikembangkan adalah irisentlf yang bentuk dan
macamnya cukup menarik bagl pengusaha akan tetapi tidak bersifat menghambat terhadap kernungkinan pencapaian PHPL. Darl Informasi Yang
did apat, diperoleh gainbaran bentuk. bentuk Irisentif Yang diinginkan para pemegang HPH. Bentuk irisentif in I berkaitan dengan macam kewajiban yang dinarapkan HPH dapat dilepaskan. Macam kewajiban Yang dituntut in I dalam berbagai hal dipandang sebagai sumber inefisiensi dan bersifat dis-irisentif techadap kegiatan teknis operasional pengusahaan hutan o1eh HPH. Namun demikian tidak semua kewajiban Yang diinginkan HPH untuk dapat dalepas dapat dipenuhi. 01eh sebab itu akan dikaji dengan jelas kewajiban mana yang sebenarnya dapat dilepaskan, Yang sekaligus dapat merupakan irisentif Yang menarik bagi pengeloia HPH,
58
\
Bentuk irisentif Yang akan diberikan kepada HPH akan dikaitkan dengan kinerja pengelolaan HPH dalam mencapai PHPL atau pencapaian perlngkat sertifikat PHPL. Dengan demikian meIepas be be rapa kewajiban terCentu dapat merupakan suatu bentuk irisentif yang akan dlberikan pemerintah atas prestosi HPH dalam mengelola nutsnnya yang dikaitkan dengan perlngkat kelulusan dalam S-PHPL.
Akhirnya, konsep pemberlan irisentif perlu diatur me kanisme dan dan kelembagaannya seningga irisentif Yang diberikan. kepada sebuah inariajemen unit HPH be napbenar mencerminkan kirierja riilnya berkaitan dengan
pencapaian pengelolaan hutan secara jestsri, IV.
PENUTUP
Tuntutan terhadap pengelolaan hutan secara jestarl dewasa ini telah menjadi sebuah keharusan. Dalam be be rapa perspektif, tuntutan tersebut bankan telah memelma menjadi sebuah pemikiran Yang sangat ekstrim dengan
USUIan penghentian prektek pembalakan hutan dalam bentuk penghentian sementara praktek pembalakan finoratorium logging) atau pelarangan
pinktek pembalakan 1109ging bani. Hal in I tentu saia akan akan sangat mengancam eksistensi dan keberlanjutan pengusahaan hutan tropis. Karena
itu sesungguhnya, in au tak in au, perubahan kirierja setiap inariajemen unit HPH menuju pengelolaan hutsn Iestari me inarig telah menjadi sebuah keharusan.
or SISi lain, kondisi rill obyektif pengeto1aan hutan dewasa in I justru sangat tmak kondusif bagi setiap pengusat!a hutan untuk mewujudKan aspek-aspek kelestariannya. Meningkatnya prektek perambahan hutsn, penguasaan Iahan, pencurian dan penyelundupan kayu, Konflik di kawasan hutan serta
in alpraktek lainnya telah menjadikan hutan sebagai sebuah arena chaotic tanpa kepastlan hukum dan jaminan keamanan. Mewujudkan pengelolaan hutsn Iestari dalam kondisi tersebut di atas leias sangat SUIit kalau tidak mustan 11.
Irisentif merupakan sebuah alter natif solusi yang dapat dlberlkan o1eh
pemerintah dan para pihak dalam rangka mewujudkan kelestarian fungsi produksij lingkungan dan SOSial hutan. Irisentif tersebut dapat bersifat SOSial
berupa jalinan intersksi Yang harmonis dengan para pihak, irisentlf polltik berupa penegakan hukum dan jaminan keamanan ataupun irisentif ekonomi
berupa pengurangan kewajiban Yang bersifat inefisien. Lontaran ini tentu saia narus dikaji secara Iebih konseptual dan Konkrit seningga be nanbenar akan dapat diimplementasikan di lapangan.
Akhirnya, meIalui tulisan ini dinarapkan akan menjadi stimulan bagi pare prektisi kehutanan, khususnya inariajemen unit HPH yang telah inulai menerapkan metode RIL dalam prektek pemanenan hutannya. Sebagai pelaksana langsung of lapangan tentu akan Iebih mengetahui keridala-keridala yang hlngga hari in I masih ditemui di lapangan seningga menghambat
realisasi implementasi RIL. Hal itu dinarapkan dapat diformulasikan o1eh Tim Irisentif PHPL untuk dirumuskan sebagai bentuk. bentuk irisentif bagi para prakCisi RIL.
I^ -.
Lokakarya
Pelaksanaan Penebangan Hutsn Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutsn Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 MeI 2007
REDUCED IMPACT LOGGl"G DI MALI"AU, KALlll"A1. TA" Tl, "UR
01eh
HARIYAT"O DWIPRABOWO
Peneliti Pusat Penelitian SOSial EKonomi Kenutanan, DEPHUT
PL1"10 SIST
Peneliti CIRAD-FORET KUSWATA KARTAWl"ATA
Direksi, Bulungan Research Forest Project CIFOR
11^I
I.
PE"DAHULUA"
Seiak akhir tanun 1950an sebagai akibat meningkatnya penggunaan persiatan beret untuk eksploitasi hutsn, dampak dari pembalakan 1109girig) of hutan
tropis telah menariK perhatian pengelola hutan dan pakar SIIvikultur. Up ayaupaya ke areh pengelolaan hutan Iestari tsustainable forest management atau SFM) telah mein promosikan implementasi teknik Reduced Impact Logging IRIU. Be be rapa waktu terakhir ini RiL telah diimplementasikan dan diuji di berbagai daerah tropis, terutama of Asia Tenggara dan Amerika Latin, Dalam
konteks inI perilngkatan up aya-upaya untuk mencapai SFM, kode pinktek dan pedoman RIL telah dihasilkan oreh organlsasi kehutanan seperti FAO dan CIFOR coykstra dan Hein rich. 4996; SISt et a1. , "9981. Keberhasilan implementssi RiL di
lapangan akan sangat bergantung kepada inotivasi pengusaha hutan untuk menerapkan teknik in I. Dewasa in I, terdapat pendapat urnum di kalangan
pengusaha bahwa teknik RIL meritmbulkan biaya Yang Iebih tinggi dari pada teknik konvensiona!, padahal beberapa studi menunjukkan fakta yang seballknya. Biaya tambahan tenadi pada tanap perencanaan, namun biaya tambahan ini diserLai o1eh penurunan biaya pada tahap operaslonal dan berkurangnya limbah pada saat pembalakan.
Penelitian RIL di Malinau merupakan penelitian langka pantang dengan tujuan utama untuk mengurangi kerusakan tanah, dampak terhadap keanekaragaman hayati, dan dampak terhadap kerusakan tegakan tinggal, serta menganalisis biaya pembalakan. Makalah in I difokuskan pada aspek ariansial, terutama biaya-biaya dan inarifaat dan perencanaan, penebangan dan penyaradan sebagai hasil dan implementssi RIL yang dibandingkan dengan teknik konvensional CrKi.
11.
LOKASI DAN METODA PE"EUTIA"
2. ,.
Lokasi
Penelitian dan implementssi RIL dinksanakan di areal keria PT INHUTAN1 11 di Malinau, Kabupaten Malinau . Kalimantan Timur. Luas areal Konsesi sekitar
48,000 ha, Iuas tebangan tanunan IRKT} adalah sekitar 900 sampai ,000 ha Cainbar ,}. Peneiitian dan implementasi RIL dan TK dilakukan di RKF ,9981,999, dengan petak untok RIL seiuas ,38 ha dan untuk TK 244 ha,
Topografi sedang hingga beret dengan kelerengan inulai dan 40% hingga 70%.
Konsesi Malinau dilaksanakan secara swakelola dengan produk utama adalah kayu bundar untuk digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. 2.2.
Metoda enelitian
Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada kegiatan perencanaan, penebangan, dan penyaradan. Produktivitas penebangan dan penyaradan dinkur dengan metoda time study. Biaya mesin per jam dinitung dengan menggunakan data PT INHUTANl " (untuk bulldozer 07i dan pembuat me sin CATERPILIAR Iuntuk skidder 5271. Biaya perencanaan diukur dengan menggunakan Iembaran keria (timesheet} daiam meIaksanakan masing-maslng kegiatan, tarif up ah, dan biaya (hangar pera!atan yang diperoleh dari perusahaan dan sumber lainnya fantara lain pengecer fretsilen peralatani,
Perhitungan biaya operasional antara lain did asarkan pada metoda yang diuraikan dalam penerbitan FAO 1,9921. Pengamatan mengenai penebangan
dan penyaradan pada RIL dan TK masing-mastng dilakukan terhadap dua orang
I^
penebang dan dua unit penyaradan 12 unit skidder 527 untuk RIL dan 2 unit 07 untuk Tlo.
Pengukuran besarnya limbah pada RIL dan TK dilakukan secara langsung pada saat keglatan penebangan dan penyaradan berlangsung dan di TPN Pengukuran besarnya kerusakan dalam kegiatan penyaradan dllakuKan setelah operasi selesai yang meliputl pengukuran dimensi iaian sarad dan pemetaan, Pelatihan RiL dilakukan sebelum implementasi dan meliputi teknlk
inventarisasi, pembuatan peta. perencanaan jalan sarad, teknik penebangan terarah Idirectional felling), dan pengarahan singkat bagi operator alat penyarad. 1/1.
HASIL DAN PE"BANASA"
3. ,.
Perencanaan Dan Ke Iatan O erasional
,. Biaya perencanaan
Tahap keglatan perencanaan RIL meliputi inventarisasi pohon, pembuatan peta pohon, topografi dan jalan sarad dalam petak RIL, penandaan iaian sarad di petak tebang, dan pemotongan liana. P embuatan jalan sarad pada RIL dianggap sebagai bagian dan kegiatan penyaradan untuk me mudahkan perbandingan dengan TK.
Kegiatan perencanaan dalam teknik konvensional meliputi inventarisasi pohon dan topografi dan pembuatan peta pohon of petak tebang.
Biaya perencanaan dalam RiL dan TK dibandingkan atas dasar lawas kegiatan tersebut of atas. Biaya did asarkan atas dasar rp/in '10gs yang dietstraksi. Biaya perencanaan secara total daiam RIL naik sebesar 60% dlbandingkan dengan biaya daiam TK . Kenaikan biaya tersebut tenadl pada kegiatan inventorisasi dan penandaan iaian sarad serLa biaya baru pada kegiatan pemotongan liana, yang tldak dilakukan pada TK. Penurunan biaya tenadi pada pembuatan peta pohon, topografi dan rencana jalan sarad, meskipun terdapat tambahan komponen perangkat Iunak yang digunakan untok pembuatan peta. Dalam RIL, kegiatan inventorisasi pohon dan topografi mengalami keriaikan sekitar ,0%. dan in I disebabkan o1eh pengukuran kelerengan secara SIStematis yang mein akan waktu Iebih lama. Hal Yang perlu mendapat catstan adalah pelaksanaan inventarisasi dan letak pohon serta pengukuran kelerengan pada RIL. Kegiatan yang tidak dilakukan secara seksama sesuai dengan protocol dalam RIL dapat mengakibatkan tambahan waktu yang cukup nyata (significanti pada saat pembuatan peta mengingat perlu pengecekan u!ang of lapangan. 01eh karena itu kegiatan in I memerlukan disiplin Yang ketat untuk menghindari biaya tombahan Yang tidak perlu. 2. Biaya penebangan
Biaya kegiatan penebangan dalam RIL (rp/m'i dianggap sama dengan biaya dalam TK, karena keduanya did asarkan pada upah borongan rolece ratei. Berdasarkan asumsi inI Implementssi RIL tidak mengakibatkan perubahan biaya penebangan. 3. Biaya penyaradan
Dalam RIL blaya penyaradan Iebih kecil dibandingkan dengan biaya datam TK. Penurunan biaya in I adalah sekitar 28%, Yang did asarkan pada rp/ms logs Yang diekstraksi. Penurunan in I terutama berkaitan dengan keriaikan produktivitas
penyaradan daiam RIL, yang disebabkan o1eh penurunan secara taiam waktu yang dlbutuhkan untuk pembukaan jalan sarad dan penalarian kernbali menuju kayu balakan I log, dari TPN {"travel empty'I dan waktu yang terbuang o1eh berbagai penundaan2 ("delays'),
I^
4. Biaya total
Biaya total. yang mencakup juga biaya pelatihan RIL, untuk kegiatan-keglatan yang dibandingkan antara RIL dan TK, sebagaimana dluraikan of atas mengalami penurunan sekitar 12% , 5. Perbandingan produktivitas Perbandingan produktivitas RIL terhadap TK of Malinau IDwiprabowo at al, , 200.1 dengan implementssi serupa of Brazil IHolmes et a1. ,9991, provek NRM di Kalimantan Barat INRM Report n0.37. ,9971, dan Berau INatadiwirya, Personal CommunicationI menunjukkan keriaikan Yang nyata dalam hal produktivit:as penyaradan Crabel in. Sementara itu produktivitas penebangan memberIkan hasil yang berbeda, yakni penurunan or Brazil, kenalkan di Kanmantan Barat dan Malinau. Hal inI menunjukl
kecuali or Bereu yang data penebangannya tidak tersedla, telah meningkatkan produktivitas penebangan dan penyaradan.
Tabel, . Produktivltas penebangan dan penyaradan hasil Implementasi RIL dibandingkan dengan TK of berbagai tempat
penebangan aj
Tampat
satuan
Cauaxi, Brazil
Mayjam
1.1 8.8%
I+I 4, %
Kalimantan Barat
,rinthari
I + I 24.3 %
I+I ,4.3 %
Be reu
Logs/han May^in
Malinau
Mayjam
n. a. 21 I+I 28%
penyaradan
I + I 50%
I+I 35%
Keterangan : I+I : kenaikan. I-} penurunan n. a. : angka tidak tersedia 3.2.
^
Jumlah volume kayu yang terClnggal fudak ditemukan operator atau masuk ke daiam jurang atau Iembahl merupakan baglan terbesar dan berbagai limbah Yang diukur of lapangan. Limbah ini cukup penting artlnya karena me millki potensi untuk menambah penerimaan perusahaan. Implementssi RlL telah menurunkan volume limbah inI sekitar O. ,in' per in' logs yang diekstraksi dibandingkan dengan TK. Penurunan ini ada!ah akibat dart perencanaan Ialan sarad dan penebangan terarah daiam RIL 3.3. Kerusakan Jalan Sarad
Dalam RIL dan TK, pengukuran dimensi iaian sarad yang mengakibatkan kerusakan hanah dilakukan setelah penebangan. Implementasi RIL telah menurunkan kerusakan pembukaan Ialan sarad. Jika parameter kerusakan diukur dengan menggunakan angka proporsi pembukaan jalan sarad techadap volume Yang diekstraksi Isatuan in 21m3) pada petak tebang, in aka
implementssl RiL menurunkan besarnya kerusakan sekitar 50% rowlprabowo et a1. , 200.1.
I^
3.4.
Hambatan Penerimaan RtL
Be be rapa kernungkinan Yang menjadi hambatan untuk implementasi RIL
adalah:
Salah satu eiemen pokok implementasi RIL adalah perencanaan Yang balk, Yang seiama in I masih dianggap sebagai kegiatan Yang baik hanya menimbulkan biaya namun kurang memberIkan inarifaat.
2. Meskipun implementasi RIL di Malinau seperti yang diuraikan sebelumnya menunjukkan penurunan biaya, penurunan ini tidak besar
dibandingkan dengan margin keuntungan Yang diperoleh sehingga
tidak cukup memberIkan irisentif bagi pelaksanaan RiL.
3. Pelatihan adalah inutlak bagi implementssi RIL, tetapi dapat menimbulkan biaya tambahan bagi pengusaha.
4. Salah satu elemen yang mehentukan keberhasilan implementasi RIL adalah irisentif bagi operator lapangan, dan bagi pengusaha irisentif ini merupakan biaya tambahan
IV.
KESIMPULA" DAN SARAN
4. , .
^o
,. Implementssi RIL or Malinau dan or tempat lain di Indonesia
menunjukkan produktivitas penebangan dan penyaradan yang meningkat dan menurunkan biaya sebesar do% jika dibandingkan
dengan TK.
2. Limbah pembalakan Yang dihasilkan o1eh pelaksanaan RIL, terutama Yang be resal dari kayu gelondongan Yang tertinggal 3.
menurun sebesar 0.1 ms per ms kayu yang diekstraksi.
Kerusakan Yang diakibatkan RIL yang diukur berdasarkan proporsi pembukaan jalan sarad terhadap volume kayu Yang diekstraksi menurun sebesar 50%.
4.2. Saran
Hasil RIL dari implementssi of Malinau dan di tempat lain of Indonesia erlu disosialisaikan
DAFTAR PusTAKA
Dykstra, D. P. , Heinnch, R. ,996. FAO Model Code of Forest Harvestin Pr t' FAO
Rome,
85
pp.
Dwiprabowo. H. , S. Crulois, P. Sist, K. Kartawinata. 2001. Cost-benefit
analysis of Reduced-impact logging in Mallnau concession, Bulun an, East Kalimantan. relFOR Draft Reportl.
FAO. ,992. Cost control in forest harvesting and road construction. For t Paper No. 99. Rome.
Holmes, Thomas P. , G. M. Blate, J. C. Zweede. R. Pereira Jr, P. Barreto, F. Boltz, and R. Bauch. ,999. Financial Costs and Benefits of Reduced-
Impact Logging Relative to Conventional Logging in the Eastern Amazon. Tropical Forest Foundation, Us DA Forest Service,
Natural Resources Management Project. a994. Avoidable Logging Waste. USAID report N0 37. Jakarta.
Sist, P. , Dykstra, D. P. , F1mbel, R. ,998. Reduced-Impact Logging Guidelin s
for Lowland and Hill Dipterocarp Forests in Indonesia. CIFOR occasional paper. No's IBulungan Research Report. No. ting pp.
r^
I
neujje", Iun q"s in INVLn""I 'Ld, .ii, I 'L JPqueg
" ~.,
~~. In. ^
..... ". ^ ^U". ". ^ ,.... a. ... ..., .. ^ ^ ".". ^^
ms. I .., S ...
,,
.
..
o Uqt, "IPH 13.3
TNNi\w 11Nh are ",,, UrnHNI Ld
I'MUi usIC Buryon rinuuv I on16.3
Lokakarya pelaksanaan penebangan Hutsn Rainah Ungkungan Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 Me1200,
PROGRAM PELATl"A" UNTUK ME"DUKU"G PELAKSA"inI, REDUCED IMPACT LOGGl"G IRILi
01eh :
IR. E. KOSASIH
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Departemen Kehutanan
11^
I.
LATAR BELAKA"G
Hasii rekalkulasi {BAPLAN, ,9991 menunjukkan bahwa tingkat deforestasi pada dasa warsa terakhir mencapai 4.6 juta haltahun. Kerusakan inutu sumberdaya hutsnpun terlihat dan menipisnya hutan primer dan matuasnya hutsn Yang rusak, balk kawasan hutan produksi, rindung in aupun kawasan Konservasi. Untuk mengurangi Iaiu deforestasi of hutsn produksi, salah satu upayanya adalah mengharuskan perusahaan HPH untuk meIaksanakan pembalakan berdampak rendah (RID. Dengan meIaksanakan RlL perusahaan akan mein peroleh inarifaat ekonomijangka panjang,
Dan hasil penelitian dengan menerapkan RIL menunjukkan bahwa potensl kayu pada pembalan SIkius kedua relatif masih baik, disamping itu pengurangan kerusakan tegakan tinggal relatif kecil sehingga kelestarian hasil hutsn dapat tenamin. Seialn itu dengan meIaksanakan R!L perusahaan akan mein peroieh sertifikasi dalam pengelolaan hutan jestari, dengan demikian produknya dapat dipasarkan dl Iuar negeri.
Untuk meIaksanakan RIL dalam rangka pengelolaan hutsn Iestari sangat diperlukan sumberdaya inariusia IsDM) yang mein punyai kernampuan yang me madai balk kuantitas in aupun Kualitas. Kenyataan di lapangan menunjukan banwa SoM/tenaga or lapangan inulai dari tingkat perencana sampai operator masih kurang. Salah satu kegiatan untuk memenuhi Rebutuhan tenaga tersebut adalah meIalui pelatihan.
11.
PENGALA, ,A" PELATIHAl, RIL
Pusat Diklat Kehutanan telah menerima bantuan keriasama dari Australia meIaiui Provek Indonesia-Australia Specialised Train^^g project WASPi untok
menyelenggarakan Pelatihan Reduced Impact Logging bagi Camp Manager fundle Manager) of perusahaan HPH dan Pegawai Negeri Sipil of lingkup kehutanan. Kegiatan in I dimulai pada tahun 1999 yaitu dengan penyelenggaraan pelatihan RIL Angkatan I yang pelaksanaannya bekeriasama dengan Be reu Forest Management Project IBFMP) dan Innutani I or Be reu, Ka!jinantan Timur. Pelatihan in I diikuti o1eh 36 oreng, dimana dalam rekruiting Deserta Pusat DRlat be keriasama dengan APHl. Tenaga pengajar adalah expert dari Australia dengan mentor dari Departemen Kehutanan.
Pada tanun 2000 telah diselenggarakan pelatihan RIL Angkatan 11 yang pelaksanaannya be keriasama dengan PT. In hutani " dan CIFOR of Malinau. Ka!jinantan Timur. Dalam rangka meningkatkan kernampuan tenaga pengajar. in aka ada 4 oreng tenaga pengajar IBLK dan SKMA Samarindai yang dirkutkan pelatihan in I. Pelatihan In I lamanya 8 hari dengan materi dan jadual seperti tercantum dalam Tabel ,.
I^I
..
Tabel ,, Jadual kegiatan pelatihan RiL. Han ke
"aterl Pelatlhan
Perkenalan, garis besar workshop
Pengembangan rencana keria SMART menjadi 2 3
anggota dan TIM Perencanaan keria operasi permanen Yang efektif MeIaksanakan perencanaan of lapangan Latar belakang Pemanenan berdampak rendah
Enam komponen darl Pembalakan berdampak rendah 4 5 6 7
8
Penandaan pohon dan amh tebangan
Penyaradan dalam RiL - analisis ekonomi, monitoring, auditing dan penyelesaian masalah SIStem monitoring di lapangan Pemuiihan Ianan setelah tebangan Meinbuat perubahan Menyiapkan rencana keria
Review prinsip, prinsip RIL pada level pelaksana roperasional)
Pelatihan In I telah menekankan kegiatan prektek lapangan dan diskusi or lapangan yang ada kegiatan loggingnya.
Adapun hasil evaluasi setelah akhir pelatihan RIL tanun 2000 dapat ditunjukkan pada tabe12 dl bawah ini. Tabe12. Hasil evaluasi pelatihan RIL tahun 2000. No. ".
Kriteria Kesesuaian antara materI
Persentasi I%I
- Balk
Relevansi antara materI pelatihan dengan pekerjaan : . Kurung - cukup - Baik
3,
Kesesuaian materI pelajaran tu}uan pelatihan: - Kurang - Cukup
Penguasaan pengajar terhadap materi yang dialarkan : - Kurang - Cukup - Balk
5,
6.
Kualitas materi pelajaran : - Kurang - cukup - Baik Metode
digunakan : - xurang - Cukup - Baik
62 as 23
55 20 25
o o ,00
25 35 40
53 S, ,6
40 45 ,5
46 46 8
45 50 5
24 38 38
45 ,S 40
46 23 S,
50 40 ,O
dengan
- Balk 4.
Group B
Delatihan
dengan kebutuhan peserta : . Kurang - cukup 2.
Group A
pelatihan/pengajaran
yang
I^
Persentasl I%)
Kriterla
No.
Group A 7.
perillaian ternadap pelatihan
Group B
secara
keseluruhan : 46 - 3, 23
- Kurang - Cukup . Balk
50 35 15
Dan hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa darl aspek materi pelatihan, metode, penguasaan pengajar terhadap materI perilaran dinilal maslh kurang. Untuk pelatihan selanjutnya perlu perilngkatan pada aspekaspek tersebut agar pelatihan memberIkan inarifaat Yang besar bagl peserta pelatihan.
111.
RE"CA"A Tl"DAK LA"JUT
a. Keriasama dengan Australia
Pelatlhan RIL keriasama dengan Australia in I menurut rencana maslh dilanjutkan dan akan dilaksanakan pada bulan Juni 2001 of Kalimantan Timur. Berdasarkan hasil evaluasi, in aka pelatihan yang akan datang
perlu dipersiapkan dengan Iebih baik terutama untuk perbaikan materi pelatihan dan metodologi pengajarannya. b. Keriasama dengan The Tropical Forest Foundation (TFF) Pusat Diklat telah be keriasama dengan TFF dan APHl untok menyusun
Proposal Provek Pelatihan RIL yang diajukan ke InO, Adapun pelatihanpelatihan Yang direncanakan sebagal berikut : i. Keiompok sasaran Perencana
Survey and Mapping Logging Planning Forest Road Planning
Penggunaan software komputer untilk pembuatan peta contur dan peta pohon
Penggunaan software komputer untok mendesainjalan hutan ii. Kelompok sasaran Pelaksana roperaslonal Lapangani
Mengembangkan Standar Kernampuan bagl Operator penebangan
Mengembangkan Standar Kernampuan bagl Operator Skidding ill, Kelompok sasaran pengawas
Mengembangkan Standar Kernampuan Moriltoring dan Evaluasi Keglatan RIL
Diharapkan Provek Proposal inI dapat dlklrim ke InO pada bulan Junl 2001 dan dlharapkan kegiatannya bisa dimulai pada tanun 2002.
I^
IV.
PE"UTUP
Untuk mein peroleh sertifikasi hasil hutan, salah satu syaratnya adalah meIaksanakan Reduced Impact Logging. Dengan demikian diperlukan tenaga Yang memenuhi kualifikasi untuk pelaksanaan RIL of lapangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat diperlukan adanya pelatihan RiL
dari berbagai tingkatan of lapangan. Selama inI terdapat be be rapa pelatihan RIL yang dilakukan o1eh BFMP, CIFOR, TFF dengan pendekatan dan materI pelatihan yang berbeda. Disarankan pelatihan RIL yang dllaksanakan den institusi-institusi tersebut materI
pelatihannya diintegrasikan agar dapat sailng meIengkapi dan terdapat satu persepsi mengenai konsepsi pelatihan RIL.
I^
Lokakarya
Pelaksanaan Penebangan Hutsn Rainah Ungkungan
Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 MeI 200'1
REMovi"c IMPEniii, EiiiTS To THE ADOPTiO" OF REDUCED IMPACT LOGOl"G
THROUGH INFORMATIO", TRA11,11.6, AlliD ExTE"SIoiii SERVICES
by : A. W. KLASSElll
Regional Director of the Tropical Forest Foundation'
The Tropical Forest Foundation is a non-profit, non^ovemmenorganlzatlon whos selfappointed mandate Is to promote sustainable forest management through b'alnlng and demonstration of RIL practices
I^I - J
ABSTRACT
This paper builds on the momentom developed at the International Conference on Reduced Impact Logging which was held in Kuching, Sarawak at the end of February, 2001.
The need for information, training, and extension services was identified as a significant impediment to the wider adoption of RIL practices. This paper examines the nature of these impediments and reports on a RIL training program being implemented by the Tropical Forest Foundation and the Association for Indonesian Forest Concessionaires IAPHli. This collaborative effort was initiated in early 2000 and has been steadily
building momentum and acceptance within the forest industry, Central to the TFF program, is a modular approach to training which is delivered to the field sites in a normal working environment. Follow-up extension services are offered as an integral part of the training. The
program is being actively publicized to the APHl membership through publications, letter campaigns and personal contacts. TFF is also developing technical procedures manuals and guidelines in conjunction with the training program. These manuals will be made available as technical reference material in due course
I.
I"TRODUCTIO"
,,,
^a^!^
There is a general and widespread recognition of the need for better harvesting practices if sustainable forest management is to be achieved in the natural forests of Indonesia. No one will argue that damage to the residual stand and to other environmental values can be dramatically reduced
through the application of better practices which are commonly referred to as "Reduced Impact Logging" (RID. And no one will argue that the significant reduction of logging damage is central to the achievement of sustainable forest management.
Increasingly, research into RIL is supporting the assertion that pragmatically applied R!L planning and harvesting methods riot only result in a very substantial reductions in environmental damage, but are also cost effective.
Four days of technical papers presented in the recent conference in Kuchlng2, support this general statement with the exception of RIL cost studies geared towards the more rigorous objectives of carbon offset schemes. The
application of RIL in this very limited context is, by its nature, riot intended to be cost effective, hence It is of only marginal relevance in the RIL discussion as it applies to normal forest management units.
International Conforence on Reduced Impact Logging held in Kuching, Sarawak between February 2610 March I, 2001.
I^
The back-drop of this paper is the Kuching conference. This recent international conference brought together experts from around the world who are actively engaged in RIL. research, demonstration, and promotion. An
underlying assumption of the conference was the recognition that RIL needs to be more actively promoted as a matter of necessity, if sustainable forest
management is to be achieved in the tropical forests of the world, The obstacles to the adoption of RIL, were the subject of much debate. The single most common obstacle to adoption mentioned by the majority of
speakers, was the lack of practical training at all levels of the forest management unit. It is precisely this need which is being addressed by the Tropical Forest Foundation, both in its RIL training program in Brazil and in its program established in Indonesia in early 2000. , . 2 g^^
The objective of this paper is to examine the constraints to the adoption of RIL within the context of an average forest concession or forest management unit in Indonesia
It is not the intention of this paper to spend too much time discussing the macro-impediments to the adoption of better forest practices which are being faced by forest management units throughout Indonesia. Instead, it is the intention of this paper to examine how obstacles within the typical forest management unit can be overcome through better information dissemination roctical trainin and extension services aimed at supporting the transformation to RlL practices.
11.
IMPEDl"E"TS To ADOPTION OF RIL
2. , .
Macro. !in ediments
The situation in Indonesia today is not conducive to the widespread adoption of R!L or, for that matter, to the adoption of sustainable forest management practices.
. Effective Implementation of regulations and monitoring of forest operations was never strongly developed and has been further weakened by uncertainty related to the lack of clear jurisdictional boundaries as Indonesia moves along a poorly defined path to decentralization. . poor enforcement of regulations has led to a situation where forest companies have become accustomed to operating In an environment
where performance requirements can easily be manipulated. . Local governments are granting harvesting permits without meaningful SIIvicultural requirements or regulatory controls. These permits often overlap existing tenures licensed by central government. This poorly planned and unregulated granting of harvesting permits is destabilizing efforts at achieving sustainable forest management within the established forest Industry. .
Local communities are asserting their rights to forest land and are increasingly using forest development infrastructure as a means of
I^ I
occupying the land and converting it to nori-forest uses or selling their rights to unscrupulous business interests.
. Illegal and unregulated harvesting activities are totally out of control of the central government and are threatening the sustainability of legitimate license holders. Illegal and unregulated harvesting is also seriously undermining the competitiveness of the Indonesian plywood industry in the international market place, particularly with reference to its main competitor, Malaysia.
. A huge over capacity in the wood processing sector continues to fuel ovenharvesting beyond sustainable limits.
The list could go on. Suffice 'it to say, that these are serious issues, the solutions of which will require strong political will and effective institutions.
There are, however, obstacles to the adoption of RIL which can be addressed within the context of the working forest management units. These obstacles are equally as real as the larger issues mentioned above and it is these obstacles which are the primary focus of this paper.
Companies who's past success and who's hope for the future, still lies within the forest sector, are increasingly coming to realize that the adoption of RIL is in their immediate and long-term interest. Other companies who, as a result
of market pressures, are developing an interest in forest certification, are also realizing that the adoption of RIL practices is a necessity to achieve certification. However, these companies are also coming to realize that the
adoption of RIL presents certain challenges which they may be poorly equipped to face. 2.2,
Perce tion IAttitudei
First of all. the perception of managers at all levels, is often still one of satisfaction with the status quo. What has worked up to now has served our . is still a common company quite well so why should we change?" sentiment. This attitude Is what caused the dinosaurs to become extinct and it is what will cause many forest concessions to become extinct. A second common perception is that RIL stands for "reduced income logging'.
This perception is a as much a result of coinplacency and a failure to stay informed with current developments in research as It is a failure to fully understand the true costs of harvesting activity. There is a consensus
developing among researchers, that RIL can provide immediate financial benefit in terms of higher productMty per machine unit and direct cost
savings. The longer term economic benefits are riot as well studied but perhaps even more obvious.
Both of these perceptions need to be addressed through an active campalgn of information dissemination. This Is a necessity if we expect an interest in better harvesting practices IRIU to grow.
11^^
2.3.
Lack of Understandln
Lack of understanding of what RIL really means in terms of implementation
requirements is still a major problem in most concessions, This problem starts
with the top management and exhibits itself all the way down to the field worker level. A few examples of how lack of understanding can prevent effective implementation of RIL:
. The management of the concession often has some ideas about RIL, RIL needs maps and planning of the skid trails. What the management May 8,200, riot realize is that it also requires a different way of organizing logging operations. The usual way of allocating operating areas to a logging team will not result in successful implementation of RIL. Much greater emphasis will have to be placed on operational
standards or guidelines, as well as closer supervision of the activities. In other words, a different approach to organizing the key production activities will be requlred.
. Basic skills such as the use of maps, or even the creation of maps, can form major stumbling blocks to the effective implementation of an RIL system.
. Even when maps are available and the planning department Is able to interpret them and prepare a logging plan, they may lack the technical understanding about the limitation of the logging equipment. The result could be skid trail locations which are not realistic in terms of machine capability. .
Environmental considerations such as slope or riparian protection are
poorly understood concepts and often overlooked when planning for RIL.
. poor liaison between the planning department and the production department can lead to poor implementation of the logglng plan and a failure to optimize the benefits of RIL.
. Typically there is very little appreciation of the need for deactivation and monitoring and evaluation antivitles. The 11st could be expanded into all aspects of the concession operations. Suffice it to say that a failure to understand the significance of one aspect of the RIL system can jeopardize successful implementation. This explains why at the recent Kuching conference on RIL, the large majority of speakers
emphasized the need for further training. The training required is often one of education rather than the development of new skills. 2.4.
Lack of Clear Technical Guidance
Technical guidance has often been cited as an Impediment to the adoption of RIL, In an effort to address this' situation and to demonstrate the
Government's recognition of RIL as an integral part of the TPTl system, the
Ministry of Forests recently issued a letter of technical clarification3 to the Technical letter of advise issued 10 the Provincial Kanwil and Dinas KGhutanari on 23" February, 2001 by Direk, ur lendersl, IT. Soggyng Widodo
I^
Provincial forestry departments, There is still, however, a great lack of technical guidance in "how to" perform many of the functions of an RIL system.
General guidelines for RIL have also been developed by CIFOR' and by the sFMP5. Despite a wide distribution and publicizing of these guidelines, few
managers have attempted to utilize them as a template for their operations, largely because they find them lacking in specific implementation details. 2.5.
Deficiencies in Technical skills
Although related to the observations under section 2.3, 'Lack of Understanding", deficiencies in technical skills are often cited as an impediment in the application of RIL practices. This excuse most frequently is
brought forward in the context of specific technical activities. The ability to make a contour map; the ability to interpret such a map, and the ability to create and implement a detailed logging plan, are all technical activities.
Even the ability to fell a tree according to the direction which causes the least impact, could be viewed as a technical activity. 2.6.
Ina
ro nate Tools
Carrying out the various functions of an RIL system often involves the use of tools. If the appropriate survey equipment and mapping facilities is riot available in the concession, it will be very difficult to carry out these very important preparatory activities. Similarly, if the fallers don't have felling wedges, directional felling will riot be possible in many situations.
Increasingly it is becoming clear that as companies penetrate even further into steep, mountainous terrain, logglng with conventional crawler tractors is
riot appropriate or sustainable. Skyline systems and helicopter logging offer low impact solutions but there is an almost total absence of technical understanding of such systems in Indonesia. Numerous further examples of the lack of tools or the use of inappropriate tools or equipment, could be listed. The main point, however, is that often such simple Issues as appropriate tools. can seriously affect the correct implementation of important aspects of the RIL process.
' Red"ced-ImpociLoggi"g G"iddi, ,231brLowl@"dondHil! Dipieroc@,:p Forests mindo"esi@, PIinio Sisi, Dennis bybus, Rober, rimbe1,1998, CIEOR Occasional Paper No. Is S
Technical Or, ideli"ejbrRech, eedlmp@at 71,610r Logging, Yosep Ruslim, AleXEnder Himclis,
toIfUlbricht, 1999, SFMP DocumentN0 100 (1999)
I^:I
1/1. THE SEARCH FOR A WAY FORWARD The Indonesian Forestry Sector has been the recipient of numerous technical
projects6. In recent years, some of these projects have initiated research, demonstrations, and training in RIL with their respective concession partners. These projects have produced some convincing data regarding the benefits of an RIL system and have also carried out training In support of their research and demonstration activities. Some technical manuals have also been
produced' as out-put of these projects. All of these initiatives have contributed to the wider recognition of the need for forest management units to carry out their logging In a more planned and careful manner. However, despite these signiflcant efforts, very few concessions have made any serious attempt to adopt RIL strategies. Part of the explanation for this failure to adopt better harvesting practices, may lie with the nature of the projects and their relationships to their industry partners. Certainly, much of the blame can be placed on the macro-impediments which have been mentioned earlier. without doubt, some of the explanation must rest with the Ministry of Forestry for failing to ensure proper stewardship of the forest resource. And the forest industry can also be blamed for taking a shortsighted approach to its management responsibility. TFF prefers to look for positive solutions. since it is becoming increasingly clear that RIL is a strategy which is in the best interests of the forest
coinpanles, then surely the forest companies should pursue the objective of adopting RIL from their own initiative. Consequently, a positive approach would be to foster the ado tion of RIL throu h information dissemination
roctical trainin , demonstration, and the development of technical ^elmes which can assist management unit staff and personnel in adopting RIL techniques.
In early 2000, the Tropical Forest Foundation and the Association for Indonesian Forest Concessionaires IAPHli initiated a partnership arrangement
which aims to promote the adoption of RIL to the APHl membership. A program based on information dissemination and training has emerged and is receiving Increasing interest from the forest industry. This program is being
gradually expanded and strengthened to address the previously mentioned impediments to adoption of RIL in the following ways. IV. I"FORMATION DISSE"I"ATIO"
The APHl publlshes a bi-monthly journal' on current developments in the forestry sector and on issues of interest to its membership. In an attempt to publicize RIL, the TFF and the APHl have during the past Year been publishing articles on various aspects of RIL in this journal'. it is expected that this
6 7 a
9
SIrek Project, NanP, SFMP-CTZ. BFMP-EU Be reu, CIFOR. DIFID Peru, !I',, k 7bk, ,is SurveiPoho" don Topogr@phi. BEMP. Sept. 1999 HMM, , Indonesi@ is published every two months and is distributed to member companies. To be placed on the mailing list contact theanHl Edisi 8, Tallun I'May 2000 Reduced Impuc! Logg, '"g: JPa dan Bag@fin@"@"@? Edisi 9 & 10, Tahun IVAugust & September. 2000: Analisis, 4spekFi"gustold@" Proof"kitvit@s Reduced Impac, Logging myL) Edisi 11, Tallun Innovember 2000: Meinb""I Pela Koninrd@" FDho" deng"" Bantu@" Komp", er
L^
publicizing of RIL will continue for the foreseeable future and will receive input from other sources.
In addition, the APHl and TFF recently published the first RIL newsletter on a trial basis. It is expected that this newsletter will be formalized into a quarterly publication with the intention of soliciting artides from various sources involved in RIL research, demonstration, or routine application. The TFF/APHl collaboration is a small effort to educated and inform forest
managers on developments in RIL. Additional efforts are clearly required. V.
APPLIED Tml"I"G - A MODULAR APPROACH
Applied training Is the center piece of the TFF/APHl effort at promoting RIL adoption, A modular approach to training has been developed based on the recognition that: . Forest concessions vary in terms of their human resources.
. Differences exist in the development of technical skills and the sophistication of management systems. . Terrain and forest conditions vary. . Motivation levels differ.
The result of these differences is that concessions are at different stages in
their ability to implement RIL and consequently, have different training needs. Some concessions may riot have maps which are the basic tool for
planning R!L. Others may have developed the capability to make maps but lack the skills to utilize them effectiveIy for planning and operational control.
Still others may be In need of management training in order to better understand how their organization and functions need to be adjusted to make RIL adoption possible,
The modular approach recognizes that the RIL system can be divided Into a number of discrete functions. Each function represents unique skills. Hence a
concessions' lack of map reading and planning skills can be seen as a gap in the management's ability to implement RIL. The modular approach is designed to fill these specific gaps by delivering onsite training tailored to the individual needs of a concession and delivered In a realistic, working environment:
TFF, with the assistance of APHl has already delivered a number of training modules to forest concessions and continues to receive requests for an
expanding list of training assistance. As a result, training modules are continuously being developed to meet the growing need. The following is a list of modules which are either immediately available or are in the process of being developed.
I^
SUBJECT a, AnER
"OnULE
ESTIMATED COURSE Tl, ,E
6-7 days of field and office training, usually
Technical Procedures f or
This module covers the
Topographic
contour mapping based on the ,00% inventory required under the TPTl. Candidates learn how to collect the
out of a HPH camp.
necessary data and then how to process it and produce
available time slotsi
Forest Surveys
theory and_ practice of
tininimum one week notice based on
detailed contour maps. Tree
mapping is a usual add-on to ROADE"G ISOftware}
Training f Dr Contour "apping
this training module. This module is a step-by-step
approach to the use of the ROADENC" program for the purpose of contour and tree mapping. The training uses
3 - 4 days office In ext training course will be in October, 200.1
real field data collected
during conventional, 00% ROADE"G ISO, .ward
Training for Road Design
inventory surveys This module is a step-by-step
approach to the use of the ROADENC program for the purpose of road design. The training also includes data
2 days office Inert training course will be in October, 200.1
collection requirements and
procedures. Road Planning,
A field-orientsted training in
5 days tapproximatei
Field Location and survey
road planning and location,
field and office
The course covers road network planning using
training. usually out of
contour maps. Special emphasis is placed on actual
a HPH camp. IMlnimum two weeks notice based on
road location and survey techniques,
available time slots.
RiL Planning and
This module focuses on the
7 days lapproximatei
Implementation
application of petak level
field and office
contour maps for maximum
training based in a HPH
operational benefit. participants are required to develop a detailed harvesting plan including the location of
camp.
Participants to supply maps)
skid trails. Environmental concerns such as steep slopes
and riparian protection zones are included in the planning exercise. The course then
requires participants to carry out field location of the skid trails according to technical
guidelines. A final map plan is prepared after the field
IMlnimum two weeks notice based on available time slots.
Participants either supply detailed contour maps or
provide an operational petak which has already been opened with road access. The
focus is on preparing for logging. Emphasis
'' ROADENGis a comingreignbresle"gingeringprogrnm. IFFh@sino businessin, eresri" the marketing or sale @1this program.
t::^. _I
location work has been
completed.
is also placed on the use of petak maps for supporting certification efforts. I
Workshop on
This module is intended for
,-3 days depending on
Forest
companies who are
certification
interested In pursuing the
the depth of coverage required.
goal of forest certification. The activities can vary from a simple. introductory workshop on forest
lone week noticei
certification, to a pre. scoping
Role In
field evaluation followed by a detailed analysis of the company status in a workshop environment. Workshop on what management needs to do to
Implementing RiL
implement RIL. Emphasis is
Management's
I day workshop lone week noticel
placed on structural and functional adjustments within a clearly defined RIL framework.
Development of RIL Operations Guidelines
In this module, management and supervisory personnel are taken through the steps of RIL implementation and are asked to develop
, day workshop ICan include a , day
practical guidelines for the various job functions
operators are tested against local
involved In the
conditionsi
field exercise where
operational guidelines for fallers and skidder
one week noticei implementation of the RIL system. Additional modules will be developed. For specialized training needs and
more information. contact the TFF office. "
.
Vl.
ExrE"SIC" SERVICES
Extension services are essentially support functions which are Intended to follow up on training activities. A one week course can be useful in teaching the theory and demonstrating how to carry out a certain activity, however, follow-up support is after an essential ingredient to ensure that the initial training takes firm root.
In the implementation of a RiL system, the benefits of some of the initial data collection, mapping, and planning functions have an additional cost and do riot always have an apparent, immediate benefit. It has been TFF's experience that unless follow-up services are made available, management may loose
Tropical Forest Foundation/API" Manggala Wariabakti, Blk. IV, Floor 9, Wing B 11. lend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270 Tel. (021) 5735589 Fax (021) 57902925 E-mall^id
I^
interest In an artivity which has no apparent immediate benefit and which appears to be difficult for the untrained staff to implement TFF offers such follow-up extension services to ensure that management is supported and encouraged through the initial learning phase of changing over to an RIL system, Demonstration actMties are a crucial aspect of extension work. As
concessions begin to understand the essential differences between their conventional method of operation and how an RIL system could improve the productivity and quality of the harvesting activities, the need for demonstration becomes more apparent. Demonstration can Involve the
entire range of activities comprising an RIL system or, be limited to selected elements of the system. The most important point Is that demonstrations on "how to correctly' carry out the activity should be a service which Is available to the forest management unit. Two RIL demonstrations are already booked for this year and further demonstrations of RIL are being planned.
Vll.
TECH"ICAL rinAl, UALS A"D GUIDELl"ES
The development of technlcal procedures manuals is crucial for training. Such
manuals are also urgently needed as reference material in support of the various functions of an RIL system. TFF has adopted a gradual approach to the development of technical procedures manuals. As an example, the manual for contour mapping Iwhich
now is at the printersi was developed over a period more than one Year and was Incrementally improved with each training session. It will shortly be available as a reference text on contour mapping.
It is expected that two additional manuals on the used of a computer program for contour mapping and for road design, will able be published later this Year. In addition, a manual on the use of contour maps for logging
planning and implementation and, a manual for road planning, location, survey and design are also being developed. Further technical manuals are being planned and the final synthesis of these
manuals will be an abbreviated technical guideline for the implementations of RIL.
Vlll.
CONCLUSIONS
RIL Is a reality which must be implemented if forest management units wish to achieve sustainable forest management, However, if we are to be successful In encouraging widespread adoption of RIL practices, we will have
to take a more proactive approach. The TFF/APHl collaboration is pursuing such a proactive approach through engaging in information dissemination, training, extension work and the development of technical literature. In this regard, we welcome inquiries from companies or forest management units who wish to learn more about RIL or who wish to develop the capability to upgrade their operation to RIL standards.
I^I^I J
Lokakarya
Pelaksanaan penebangan Hutsn Rainah tingkungan Menuju Pengelolaan Hutsn Berkelanjutan Bog0, ; 2 - 3 MeI 2007
ESTABLISHME"T OF A I^IL DEMO"STRATIO" AREA A1.0 TRA1"11.6 CE"TER
FOR ASIA-PACIFIC'
by :
DR. EUAS
Lecturer of the Faculty of Forestry IPB and Chairperson of Indonesian Forest Products Harvesting Professional Association (PERPPHINDO)
I. This paper Is a summary of the project proposal ; Establlshment and Development or a Reduced Impact Logging Tmlnlng Centre for Asia-Paclflc, will be submltted by Gol to inO 2001
I^
. The forest area should reflect general working conditions in the region and should prefersbly be a mixture of lowland and hill forest.
It should also reflect the soil type, topography and general biodiversity of the region. 3. RIL Field Training Site
. A forest-based training camp must be present or be established with facilities and infrastructure to enable a course of a minimum of 20-25
people including instructors and course participants. . The training centre should be in close proximity to the demonstration site, preferamy no more than I hours drive. 4. Cost Aspects
. All cost saving aspects should be fully investigated, for example, using existing forest-based centres and forestry training systems within the host country. 5. Location
. The host country should reflect a degree of partidpation in tropical logglng and industrialised wood processing. For example Indonesia Is the region's major producer of logs and forest related industrial
products, It is appropriate to consider having a regional training centre based in this country, 1/1.
THE PROJECT
I. Pro' c Ob'eatives ,., Develo merit Ob'eative
To improve forest harvesting techniques in natural forests in the Asia-
Pacific region by training in RIL, thus promoting and aiding the adoption and implementation of sustainable forest management, ,. 2 S ecific Ob'eatives S ecific ob'ective ,
That RIL is widely adopted through the formation of a training centre.
This will result in an increase in awareness and implementation of RiL by forest enterprises in the private and public sectors in the Asia-Pacific region. S ecific ob'ective 2
That stakeholders gain increased awareness of RIL. This will be achieved through workshops and study tours being held at the training centre for national and international participants. This awareness will be further
increased by the promotion of a national RIL website and the publication of a brochure and the publication of instruction manuals.
2. Justification 2. , Problems to be addressed
The main problems are as follows:
. Environmentally damaging logging is the standard practice in the region
I^
.
Lack of a RIL training centre and experienced instructors in the region
.
Lack of operators in the region using RIL
.
Psychological barriers in the logging Industry must be overcome in
.
.
order for RIL to be widely accepted Lack of logging industry guidelines about RIL related incentive payments Inadequate information transfer from RIL' research projects to the logging industry.
2.2 Intended situation after ro'eat coin letlon
. A regional forest based training centre will have been successfully established
. The desired number of RIL instructors and operators will have been
trained for the Asia-Pacific region's needs, which will enable other such training centres to be established . A greater awareness and acceptsbility of RIL methods in commercial logging practice
. An inter-regional and national network will have been established to eXchange RIL information . By wider implementation of RIL the operational efFiclency of logging operations will have been Improved . Forest production capacity will be increased following improved logging practices
. Forest biodiversity will be maintained by improved logging practices, 2.3
^
* A forest training centre will be established in East Kallmantan, Indonesia, in the INHUTANl " concession, using the CIFOR Seturan forest camp, Operators and instructors will be trained here with a view to promoting greater awareness and acceptsbility of RIL,
leading to more widespread adoption and implementation. . Training strategies will formulated . Using the Code of Practice for Forest Harvesting for Asia pacific IAPFC 2000) and National Forest Harvesting Codes as guidelines, RIL training modules will be formulated and taught
. National and regional networks will be implemented to increase overall awareness of R!L
. There will be two separate types of courses held at the centre. One course will cover RIL mapping and planning and one will cover RIL
operational methods up to the postlogging stage . There will be a maximum of ,5 participants per course
. Due to set-up requirements there will be one course comprising two separate stages for regional participants in Year I. In Years 11 and 1/1 there will be national and regional2 stage courses held
. In year 11 and Year in there will be national and regional workshops and study tours hosted by the training center
I^
Table 'I. Proposed Training Activities No. ,.
2.
3.
Training Activity
Year,
Year 2
Year 3
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Regional RIL Training Part IPIanning and survey Part 11 Operational National RIL Training Part I Planning and survey Part 11 Operational Workshop and Study Tour Regional National
I I
I
2.4 Tar et ben ficiarie . .
InO member countries benefit from improved forest practices Forest owners and enterprises benefit from adoption of RIL. whlch is part of sustainable forest management
.
Stakeholders affected by the damage caused by current logging
practices will benefit from better forest conservation .
Local forest-based coinmunltles that harvest nori-timber forest
.
Communities around the forest will benefit from a decrease in environmental damage.
. .
Forest agencies will be helped to meet their ITr0 2000 objectives Operators and supervisors will benefit by gaining skills in RIL and enhancing their wage-earning potential
.
The forest industry will benefit by producing products that have the
products will benefit from access to a sustainable resource
potential to have easler access to markets, 2.5 Techni I and cientlfic as eats .
Previous RIL studies in the Asia-Pacific region have shown that
damage to tropical forests can be significantly reduced by applying simple technlques of forest management planning, including preharvest survey, tree mapping, vine cutting, design and location of
skidtrails before logging, and directional felling. RIL has not been applied on a larger scale for numerous reasons. These include lack of technical knowledge by concession staff, minimal control of harvesting practices and the perceived high cost
of RIL. For example, current SIIvicultural prescriptions under the Indonesian SIIvicultural System ITPTl) call for enhanced regeneration, usually by under planting of commercial species in logged forest.
However, under a RiL regime that Is designed to minimise damage to advanced and understorey regeneration, artificial regeneration might be rendered wholly or partially 11nnecessarv.
2.6 Economic as ects .
I^
RIL supports sustainable forest management, thus ensuring that the forest resource contributes on a sustained basis to the economy
.
As a result of RtL there Is a more biodiverse forest ecosystem. thus
.
A sustalnable resource wlll result in a sustained downstream industry.
enabling a sustained harvest of non-timber forest products.
2.7 E vironmenta! as ects
. Sound environmental guidelines are promoted through use of RIL
methods, such as attention to water crossings, streams and riparian reserves, and slope restrictions that reduce erosion. This benefits biodiversity in both forest and stream ecosystems. 2.8 ^^^s . RIL supports sustainable forest management for local communities
that harvest non-timber forest products from the forest . RIL planning methods recognise areas of cultural signlflcance and protect them in exclusion zones. 2.9 Risks
. The main risk will be nori-adoption of RIL by the logging industry. With a diminishing forest resource, it is in industry's best interests to adopt sustainable forest management, of which RIL Is an integral part . There Is the risk that qualified national and international instructors are riot available.
3
Qu^CS
S. ,.
S ecific b'e iv
That RIL Is wldely adopted by forest enterprises in the private and public sectors In the Asia-Pacific region. 0:1^
A regional forest-based RIL training centre is established, ^^1.2:
Through on. SIte training, the appropriate number of operators and trainers become available to assist implementation of RIL in the AsiaPacific region. 3.2,
S cific ob'eative 2
Stakeholders gain awareness of RIL. This will be achieved by workshops and study tours being held at the training centre for national and international participants. This awareness will be further increased by a RIL website and the publication of a brochure and instruction manuals. 9:1^
National and international workshops and study tours are organised. ^^e^a: A website is established.
I^ -.
91^
RIL brochure and manuals are published. 4.
Activities
^;
. A regional forest-based RIL training centre is established. ^,.
Deslgn a training strategy based on the proceedings of the regional workshop on the Development of Training Strategy in the Support of Code Practice for Forest Harvesting in Asia-Pacific, held in Bogor, February 2000. Be^Z Design a RIL training curriculum for regional and national levels. Be^
Establish a forest-based RIL training centre with appropriate I^clllties and infrastructure to host international participants.
^cog^2: Through on-site training, the appropriate number of operators and trainers become available to assist implementation of RIL in the AsiaPacific region.
AC^ The recruitment of international and national RIL instructors. A^N^
The development of regional and national training modules. ^
The implementation of coinprehenslve RIL training courses at regional and national levels.
Q!!^ National and international workshops and study tours are organised. ^,. Conduct a RIL regional workshop and study tour. AC^ Conduct a natlonal workshop and study tour, 91^ A website is established. AC^I
Install, open and maintain a national RIL website.
I^I
O!^
A RIL brochure and manuals are published. Be^
Formulate and publish brochure. ^u^z Publish RIL training manuals.
I^
5. Work Plan Yearly Quarter Outputs/ACUvlties
Year, .I
2 . . . . . . . . . . .
.
Output f. ,: A regional forest based RIL ti'alnlng centre Is established. act^ Design a training strategy based on the proceedings of the Regional Workshop on the Development of Training Strategy In the Support of the Code of ProCClce for Forest HarvestIng In the Asla-Pacific region, held in Bogor, February 2000,
.
. . . . . . . . .
. . .
.
. . . . . .
.
...,.
. .
.
Output 2.3: RIL brochure and manuals are published. BC^ Formulate and publlsh brochures. A^un^ Publish RIL trainin manuals.
I^
. I , , . , , , , I a . , . . . . . . . . . . . .
.
.
. . . . . . ,
. , . . . . . .
~
, . . I
.
.
. . . . .
. .
.
. .
. . . . . . . . . . , . . .
I"t*-*, ..- *.
,* ,*,,,*.*,' , . . .
. . . . .
. . .
. . . . . . .
. , , , . . . .
,. . . .
, I
. . . . . . I ,
. . . I
.
. .
.
.
J
. .
.
,
. . .
. "
. .
.
.
.
I
. . . .
. . . L. .... .-.,.*,.
.
.. ....
-.-
. .
.
.
.
.
. ,
.
.
..
.., , .
~
~
~
.
..,.,
.
. . . . . .
.
. . . .
. -.-.
-
,.-.
. .
.
. - , .+" . . ' ., . ..,. .. t t ,,*. .
I . ,
.,., ~...., .., t . -,.\.~:
, . .
.~~~..~.
a . . . .
.
.~,,-~.- t. -" ,, f . -. . . .
. . . . . .
,.-" -.,,-~~., IJ .
, . . . .
. .
, .
.% :..,,,...,:, ,\
. .
. . . . .
. . . . . . . .
. . .
. . . , .
. . , .
.
.
. ,
,
. . .
.
-.
. . . .
. . . . . .
.
.
.
. , . , ,
, , "
" I
, "
. , . I . . ,
. . , . .
I
.
, .
.
.
. , .
.
.
. . . .
I . , ., .
.
, , , , a . . . . . . .
,
.
I , . . . .
,
.
,
. . . .
. . . . . . .
.
. . . I
.
,
. . . . . . . . . . . .
,
. .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
. . . . ,
. .
,.
. . . , ,
. . , . ,
, ,
. . . ,
4 . . . . . . . . .
. . , . .
', * , ~:*** ~: . . . . . . . . .
3
. . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
. .. .,. . ...,, . . . . . . . . . . .
2
.
.
, a , . . . . .
,
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . , . . . . .
,
. . .
\.,..
,,...,.
4
,
.
..." . . , . , . , . ,
agri!^ ConducL a national workshop and study
Website.
,
.
ACL^ Conduct a RIL reglonal workshop and study tour.
Actlv, tv 2.2. , Install, open and in alntaln RiL
.
.
AsiaPaclfic region.
Output 2.2: A website Is established.
. , , , , . ,
Year 3
3
. .
.
BC^ Recrultrnentof International and nationalRILlnsU'udors.
tour.
.
. . , .
Output ,. 2: Through onsite RIL training, the appropriate number of operators and trainers become available, to encourage Implementation of RIL In the
Output2. ,: National andlnternatlonal workshops and SUIdy tours are organlsed
. .
. . . .
participants.
national levels.
2
.
and Infrastructureto hostlnternational
A^y^ The Implementation of comprehensive RIL to In Ing courses at reglonal and
,
.,
Deslgn a RILti'alnlng corrlculum for regional and national levels.
BELL"^L32 The development or regional and national training modules.
4
. . . . . . . . . . , . . . .
. . -.
AC^
Act^ Establish a fortsL-based RIL training Institutlon with approprlate tocllltles
Year 2
3
' ."',"~',.',-, - ~,"..~*' .~
"....,. . . . . . . . . . . . . .
.....,.-
I
IV,
MANAGEMENT STRUCTURE
The proposed project-implementing agency will be the Indonesian Ministry of Forestry IMOR. The co-ordinating team will be based in Jakarta. The coordinating team of MOF will be in charge of all administrative and operational activities, submission of project reports, convening of institutions and private organisations for workshop and other meetings, and recruitment of necessary consultants. There should be an annual ITFO monitoring visit.
Or an is ational Structure
ITFO
STEERING COMMITrEE
PROJECT MANAGER
PROJECT STAFF
The Steering Committee will comprise representatives from, among others, the Indonesian Ministry of Forestry's
Directorste General for Production Forest Utilisation, the Ministry's Forestry Training and Education Centre, the Provincial Government, InO, CIFOR and FAO/APFC,
I^I
A""Ex A
ca
and gassroom
Secure" camp Is located in the gnunga" Research FC^. East KalmanLan, In donesla. It is already usco by CIFOR for Its re^arch co^, U. S. There have been a numhar or
rosearct, procs established for RIL and come starF or UFOR and ale conF, ,., onalr. , *"HUTA"I 11, have been tralned In RIL
The camp Is only a Few kliome. res from tile pro^^ demonstration SIC" and Is accessible through Bankpapan and Mannau airports from Jakarta In one day's travel.
Fadl"leg req"Ire some Improvement to cater for the number or snident, but. in general, the camp 13 SImple In deslgn and well kid our Dr Is sit" by the banks or the Sealran river. Rotor to the attached plan or the existIng layo"L and proposal new bulldlngs.
I.
co^710" inP ^uRM srArro"
LEGENDS:
%,
I'D
^^
co
cooR Regalch Forest I Rivers
KByan Mannang NF Lim, led Pro"Cnon Forest Production Fore, I Protected Forest
co
67
o
I^,
INHurANi I
,.*^"'/INHUTANll
\
I
,
^/
I
,,--it
' I \* .--. v" *
PT. SARANA in IRASA BHAKri
^*
S
^
,
I ,
<3 \, it, ,,, {
Vl.
LAYOUT OF SETURA" STATIO"
Forest R"d
z ,I- ~^
Once Cl. SSRoorns
"
^;
Proposed I toilets and
Proposed new ramn for a^rimodatiori
showers bE
Din!rig Rooms ,E
E
in^
a:
Kitchen Bed
L
Rooms o0en a -
-
.
-
.
.
-
.
.
-.
.
.
.
-
..
-.
.-.
.
~
.
-
.
-
~
.
..
-
.
.
ay .
~
.
.
.,
.
..
.
.
.
-
..
.
-
~
~
-
.
~
.
-
-
vii. FACILITIES OF SEruRA" STATIO", EULU"GA" RESEARCH FOREST CIFOR
Buildl". S
Nine buildings, totalling 490m'. house offIces and facilities for admlnlstratlon, accommodation, logistics, research, toilets and warehousing, The buildings are: Agathis: office (9x6m); Shorea: bedroom 15x, 2m); EUCeros: bedroom{6x9m); "an is: bedroom 13x9mi; EUslderoxylon: garage, warehouse, herbarium and bedrooms (2 storey 61<6m}; Tor: dining room and loglstlcs
fox, Om}; kitchen 14x7m} and toilet block 16x6ml. To connect those buildings and the river there Is a Scorn wooden walkway.
I^
Lokakarya Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Ungkungan
Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Bogor, 2 - 3 Me1200. I
PEDOll"A" TEK"Is PELAKSAlllAA"
REDUCED IMPACT LOGGl"G IRIL,
I^
11.
LANGl
2. ,.
Inventorisasi Te akan Sebelum Peneban an 11TSP} dan Surve To o refi
Kegiatan ITSP dilakukan pada saat Et-2, of inaria data yang diambil adalah data diameter, spesies dan POSisi Dohon untuk menghasilkan peta penyebaran Dohon serta data topografi untuk menghasilkan peta kontur. Dengan demikian dari kegiatan in I akan diperoleh 2 (dual peta dasar Yang sangat
penting peranannya terhadap keglatan berikutnya yaitu perencanaan tmse iaian sarad.
Peta topografi diper!ukan dalam menentukan trase iaian utama, cabang in aupun jalan sarad. sedangkan peta penyebaran pohon diperlukan dalam menentukan potensi yang akan dipanen, juga berguna untuk perencanaan arehjalan sarad.
Pare pelaksana yang terkait pada kegiatan ini yaitu Asisten dan Mandor Perencanaan; Regu keria; Pare tenaga keria untuk ITSP sebanyak a'I orang pada kondisi topografi beret atau Dotensi kayu Yang padat, sedangkan pada kondisi topografi yang ringan sampai sedang dan potensl sedang dapat digunakan tenaga keria sebanyak 9 oreng. Untuk operasional diperlukan peta keria yaitu peta kontur dengan skala ,:2,000 - ,:5,000 dengan interval garis kontur 5-40 in, Jalan sarad ditandai or atas peta Kontur yaitu dengan mengambil pada POSisi punggung. Selanjutnya peta kontur di-overlaykan dengan peta pohon, sehingga diperoleh gainbaran perencanaan areh jalan sarad sesuai dengan sasaran pohon yang akan dipanen pada setiap petak Iuas ,00 ha. peta kontur dapat dibuat secara manual ataupun meinarifaatkan fasilitas GIS.
2.2.
Perencanaan Jalan Sarad dan TPn.
Untuk me mudahkan regu survey menerapkan rencana jalan sarad or lapangan, in aka jalan sarad tenebih dahulu dibuat or peta topografi. Perencanaan jalan sarad in I dilakukan o1eh tim perencanaan seiak pada POSisi Etc. 6.
Para Delaksana yang tenibat yaitu Kepala Bidang Perencanaan, Kepala Baglan Perencanaan, dan regu keria Survey. Bahan-bahan yang diperlukan : peta penyebaran pohon dan peta topografi Iskala I : 2,000 - I : 5.000i; pensil dan spidol warna. Prinsip-prinsip yang narus diperhatikan yaitu :
a. Peletakan trase iaian sarad pada kondisl topografi sedang sebaiknya dilakukan pada daerah punggung, agar tingkat erosi minimal. b. Painang jalan sarad disesuaikan dengan penyebaran POSisi Dohon dan ^^^
hanya direncanakan sesuai dengan keperluan,
c. Mencapai sebanyak in ungkin Dohon yang akan ditebang dengan pantangjarak terpendek. d. Pantang jalan sarad sebaiknya tidak Iebih dari 500 in.
e. POSisi iaian sarad pada SISi Iereng terletak of daerah Yang tidak cumin (< 20%; penggalian/ dorongan matsimum < ,inI, f. Sebaiknya TPn direncanakan or atas (uphill skidding).
I^
2.3,
Penandaan Jalan Sarad dan TPn sebelum Peneban an
Pelaksanaan penandaan iaian sarad dari peta keria ke lapangan tanpa
meIakukan kegiatan pengukuran tombahan, tetapi cukup dengan mencari nomor pohon Yang berlabel mereh/ kuning yang terdapat of kiri kanan tmse jalan sarad. Bila perlu dilakukan perbaikan rencana jalan sarad Yang ada. Perubahan segera ditandai pada peta rencana keria. Tanda Ialan sarad dibuat dengan cat pada pohon-pobon yang tenetak of kiri-kanan Ialan sarad. supaya memudahkan pengontrolan jalan sarad setelah dilakukan pendorongan. Untuk menandai tempat TPn cukup dengan garls verbikal pada pohon Yang tinggal.
Hal-hal Yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan jalan sarad adalah tingkat resiko kerusakan tegakan tinggal dan hanah; besarnya biaya penyaradan; tingkat kernudahan oparator chainsaw meIakukan orientasi lapangan.
Para pelaksana Yang terlibat antara lain regu perencanaan jalan sarad dan TPn. Jumlah tenaga keria yang diperlukan sebanyak 3 oreng (, oreng ketua regu dan 2 Drang penandaan caO.
Bananbahan Yang diperlukan peta penyebaran pohon/ peta topografi {skala , : 2,000 - I : 5.000); kompas; meteran; Kuas dan cat mereh. Prtnsip-prinsip yang harus diperhatikan : a. Buatlah TPn sekecii in ungkin (misalnya 20 in x 40 in); jika hanya
be be rapa log, gunakan SISijalan tanpa perlu persiapan. b. Buatlah TPn pada daerah of pinggirjalan kering dan datar. c. Jalan sarad diusahakan tidak meIewati Iahan masyarakat atau pohonpohon bermanfaat bagi masyarakat, 2.4.
Pemba ian Petak Ker'a dan Pemberian Peta Ker'a untuk O erator Chainsaw dan Trektor
Pembagian petak menjadi ariak petak sebanyak 3 atau 4 bagian IA, B, C, D) dan pada mastng-masing ariak petak satu pasang operator chainsaw dan trekLor. Sebelum kegiatan penebangan peta keria sebaiknya diberikan kepada masingmasing operator untuk kelancaran kegiatan penebangan dan penyaradan.
1/1.
LANGKAH DASAR UNTUK BIDA"C PROPUKSl
3. , .
Pembukaan Jalan Sarad dan TPn Sebelum Peneban an
Pembukaan iaian sarad dilakukan o1eh operator trektor sebelum penebangan dimulai, Kegiatan inI dilakukan untuk mein permudah operator chainsaw menuju pohon yang akan direbang dan me in permudah pengarahan arah rebah ke jalan sarad. Seiain itu jalan sarad yang sudan terbuka. akan mein permudah operator chainsaw ke Iuar hutan apabila ada an gin kericang. Para pelaksana terkait : operator traktor; operator chainsaw; helper; dan inaridor tebang. persiatan Yang diperlukan : traktor dan chainsaw, Pendorongan trase Iaian sarad dan TPn di!akukan pada saat pembagian petak keria telah diketahui o1eh operator chainsaw dan trektor. pendorongan hanya boleh dilakukan sampai dengan tanda stop yang telah ditentukan o1eh team perencanaan. Apabila ada pohon-pohon Yang tidak tenangkau dan
I^^ -- ,
,
harus dibuat jalan sarad tombahan, in aka operator trektor wailb melaporkan ke bagian perencanaan.
Hal-hal yang harus diperhatikan : a. Curekan peta keria IPeta pohon dan peta topografi) untuk perencanaan keria setiap han,
b. Jalan sarad direallsasikan sesuai dengan perencanaan or peta dan seperti yang ditandai of lapangan. c. Buatlah jalan sarad sekecil in ungkin ItIdak meIebihi Iebar blade trektor, hindari kerusakan pohon-pohon di sepanjang jalan sarad. d. ,Ika tidak diperlukan, tidak boleh meIakukan pengupasan tanah (blading).
e. Jangan mendorong pohon-pohon or kiri kanan jabn sarad Yang bercat mereh.
3.2.
Peneban an Terarah Sesuai den an Jalan Sarad dan Pemba ian Batan
Tebang terarah adalah penebangan pohon-pohon secara tepat ke areh jatuhnya pohon Yang telah direncanakan sebelumnya, Tujuan tebang terarah adalah : a. Mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal, permudaan dan keterbukaan tanah meIalui proses penyaradan, b. Pemanfaatan kayu matsimal dengan mengurangi llmbah C.
d.
Mengurangi jarak sarad
Mengurangi tingkat kecelakaan pada saat pemanenan dan mengurangi biaya operasional lainnya.
pare pelaksana terkait : operator chainsaw dan pembantunya. Banan dan peralatan Yang diperlukan : chainsaw; parang; bail untuk penebangan dan pembagian batang; spare parts Irantai dan bar cadangani; alat Ikikir, kunci busi, busi); petrol; o11 bekas; gemuk; kertas dan bollpoint ; pakaian pengaman (sarung tangan, helm, sepatu keria); pita diameter; air minum; in akanan.
3.3.
Pen andan den an Men uriakan 'Winchin
Tujuan utama dan penyaradan dengan menggunakan traktor daiam teknlk RIL adalah 1.1. untuk mengeiuarkan kayu dan 10kasi penebangan sampai ke TPn, dengan mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal dan keterbukaan hanah sekecil in ungkin yaitu dengan perencanaan areu penandaan jalan sarad dan TPn sebelum penebangan; {21. mengurangi biaya penyaradan. Pan pelaksana terkait : operator traktor dan pembantunya Ihook-main. Banan dan pera!aren Yang digunakan : trektor dengan kabel pada drum sepanjang 45 in; peta keria IPeta pohon dan peta topografi dengan rencana iaian saradi; blanko laporan.
Prinsip. prinsip yang perlu diperhatikan : 1.1. Hindari pengupasan tanah,
pengupasan dilakukan pada kelerangan < 26% (, 5'1; (2), Hindari penyaradan jika Kondisi hanah basah dan waktu hulan deras; 13). Gunakan peta rencana keria untuk mengontrol kayu Yang disarad dan laporan dan penebang; (4). Gunakan winching secara konsekuen dart pangka! pohon sampai ke iaian
sarad utama yang disarad sampal dengan pantang ,5-30 in. 151. Bila areh rebah melintang terhadap iaian sarad inaka dilakukan penyaradan behanap.
(6). Lebih optimal 11ka penyaradan digunakan 'choker'.(71. Apabila penyaradan narus menyeberangi ariak sungai, buatlah gorong-gorong sementara dari
I^
batong kayu Iubang dan setelah keglatan penyaradan selesai dibongkar kernbali agar saluran air tidak tersumbat, (8). Setiap sore hari operator trektor
memberikan laporan rutin penebangan kepada inaridor blok yaitu berupa laporan harian jumlah batang Yang disarad operator trektor kepada inaridor tebang. seperti contoh tabel berikut : Nama operator Trektor : Petakl ariak petak Tanggal Nomor urut ,, 2. 3,
3.4.
Jenis MM KR BK
Nomor
Jumlah
pohon
batang
2.7 242 220
2
Nomor urut
Jenis
Nomor
Jumlah
pohon
batang
Ke Iatan Pembuatan Sudetan dan Pant CIOsin up)
Closing up ada!ah pembuatan pant dan sudetan pada iaian sarad untuk mengurangi erosi hanah setelah kegiatan penyaradan, Kegiatan pembuatan sudetan dan pant dl!akukan langsung setelah Keglatan penyaradan selesai yaitu pada saat operator traktor akan meninggalkan iaian sarad. Closing up dibuat Iebih banyak jlka : ITi. Tingkat erosi tanah Iebih besar; (2). Pemanenan dilakukan pada musim penghujan; 131. Kerniringanjalan sarad semakin tenal. Para pelaksana terkait : operator traktor dan helper.
Hal-hal Yang perlu diperhatiKan banwa pembuatan sudetan dan parit dibuat pada daerah yang menurun dan tempat ajiran air. Pembuatan sudetan dan pant dilakukan pada saat tmak ada hujan. Postsi sudetan mein bentuk sudut
^ 450 ternadap jalan sarad dan dibuat pintu pembuangan air. Hal ini diperlukan untuk mengurangi Iaiu dan jumlah aliran air human dipermukaan jalan sarad.
IV.
KEGIATA" Tl, , PERE"CAI. an" DAN PRODUKSl
4, ,,
Pen ontrolan HasilPeker^an Peneban an dan Pen aradan
Kegiatan pengontrolan o1eh inaridor blok dilakukan rutin. setiap inaridor biok
berLugas mengawasi dan memberikan pengarahan in aksimal untuk 3 oreng penebang serta 3 Drang penyarad secara bergantian. 4.2. T^!I
Kegiatan evaluasi o1eh tim gabungan dari bidang perencanaan dan produksi dilakukan satu kali dalam sebulan, untuk mengevaluasi hasil perillaian inaridor
biok ternadap operator chainsaw in aupun operator traktor, pengontrolan terhadap kualitas penebangan dan penyaradan dilakukan secara acak dengan jumlah sampel yang mewaki!I hasil perillaian. 4.3.
SIStem Pen u ahan dan Premi
Untuk memberIkan inotivasi dan mencapai Kualitas keria yang balk dalam keglatan pemanenan, in aka perlu diberikan premi/ bonus sesuai kualitas pekerjaan dari masing-masing operator Ibonus untuk pekerjaan Yang sesuai
prosedur RIL dan sangsi apablla melanggar prosedur RID. Pengupahan
I^I^I
pembantu operator meIPer} urnumnya dlbayar o1eh operator. Setlap perusahaan dapat menentukan SIStem bonus dan sangsinya musing masing. Evaluasi kirierja operator chainsaw dan trektor dapat dlllhat pada masingmasing kegiatan, yaitu :
,. Kegiatan Penebangan . Arah rebah : pohon yang ditebang sesuai dengan areh Yang
direncanakan yaitu mein bentok sudut t 45' (ship Ikani terhadap ialan sarad. . Pembagian batong : pemotongan batong tepat dengan meinarifoatkan batang secara in aksimal.
. Ketuntasan penebangan : penebangan semua pohon-pohon Yang komersil dan yang dapat dimanfaatkan Iberlabel mereh). . Tinggi tunggak : tinggi toktik balas or atas hanah untuk pohon Yang tidak berbanir kurang dan 30 cm.
. Kerusakan pohon inti : dalam penebangan sebaiknya menghlndari kerusakan pohon inti. 2. Keglata" Penyaradan
. Penyaradan pada Ialur : penyaradan hanya melaini Ialan salad yang telah direncanakan dan tidak keluarjalur, . Lebar iaiur penyaradan : Iebar jalur penyaradan tidak merebihi pisau traktor I^ 4.5 inI.
. Jarsk "winching" : penyaradan dengan menggunakan winching dengan jarsk antara 15 - 30 in terhadap batang-batang yang rebahnya menjauhi jalan sarad, . Ketuntasan penyaradan : menyarad semua kayu yang telah ditebang.
. PenUtUpan iaiur penyaradan IClosing up) : setelan penyaradan dilakukan closing up pada jalur sarad yang menurun.
I^^I
Lokakarya
Pelaksanaan penebangan Hutan Rainah Ungkungan Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 MeI 2007
KERANGl
I^
,0.50 -,,., O
Pelaksanaan, permasalahan, dan prospek RIL of Indonesia.
(Ir. Muhandis Natadiwirya, Direktur
Pengembangan PT. Innutant I, Ir Rukmantara APHl, dan Ir. Nana Suparna, PT. Alas Kusuma) ,,., 0 - ,*. 30
,,. 30 -,,. 50
Irisentif Bagi Upaya Percepatan Penerapan Reduced Impact Logging IRIU Menuju Pengelolaan Hutan A1am Produksi Lestari : Sebuah Alternatif Pemiklran. 11r. A. A. Malik, Ketua Tim Irisentlf) Reduced Impact Logging of Malinau, Kalimantan Tlmur.
IHariyatno Dwiprabowo, PIinio Sist dan Dr. Kuswata Kartawinata, CIFORi a, .50 - ,2.30
Diskusi
,2.30 -, 3.30
Makan Slang
,3.30 -13.50
Program pelatihan untuk Mendukung Pelaksanaan Reduced Impact Logging RID (Ir. E. Kosasih, Kapusdiklat Kenutanani
,3.50 - ,4. ,0
Removing impediments to the adoption of RIL through information, training and extension services
IMr. A. W. Klassen dan Hasbillah, TFR in 4.0 - ,4.30
Establishment of a RIL Demonstration Area and Training Center for Asia-Pacific. IDr. Elias, IPBi
a4,30 - , 5.00
Diskusi
,5.00 - 45.30
Rehat Kopi
,5.30 - ,7.00
Sidang Keiompok : Meinbahas Tindak Lanjut Lokakarya Ke!ompok I
: Peraturan, Irisentif dan Pedoman/ Petunjuk Pinktls RIL
Keiompok "
: Pelatlhan dan Keriasama Internasionaltentang RIL
Kamis 3 M 1200, 08.30 - ,0.00
SIdang Ke!Dinpok : Meinbahas Proposal Provek : "Establishment and Development of A Reduced Impact Logging Trainlng Center for Asia-Pacific'
I^I -
,0.00 -, 0.30
Rehat Kopi
,0.30 -, 2.00
SIdang Keiompok 11anjutan}
,2.00 -, 3.00
Makan Slang
,3.00 -, 5.00
Perumusan Hasll Lokakatya
6.
15.00 - , 5.30
Rehat Kopi
15.30 -, 6.30
penutupan
PESERTA
PeserCa 10kakarya diperkirakan berjumlah in aksimum 80 oreng ; dibagi 2 ruangan be resal dari berbagai instansi dan pinak terkait, Yakni : I, Departemen Kehutanan 2. BUMN Kenutanan 3. HPH 4. APHl
5. Provek-provek keriasama Iuar negeri (CTZ, EU, NRM, TFF, JICA, din 6. CIFOR
7. Lembaga Ekolabeling Indonesia
8. Universitas I IPB, UGM, UNMUL, UNHAS, UNTAN, UNCEN, dsbi 9. LSM ,0. Peruakilan PEMDA , , . ITro
,2. Badan-badan Internasional di Indonesia IFAO, UNDP, World Bank , dsb}
7.
PE"YELE"66N^
tokakarva jin dlselenggarakan o1eh Departemen Kehutanan be keriasama
dengan InO meIalui Preproject PPD ,9199 Rev, , I^ ; Strengthening Sustainable Management of Natural Forests in Asla Pacific.
I^I L
I _
Lokakarya
Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan MenujtlPengelolaan Hutan Berkelanjutan 8090r, 2 - 3 MeI 2007
DAFTAR PESERTA
I^
DIREKTORAT JE"DEERL PERLl"DU"CAI, HUTA" DAIU KOI, SEI^VASI ALA" , . Ir. Adj Susmianto
Gedung Manggala WariabakLi BIOk Vll Lantai 7
in. Jend. Catot Subroto, Jakarta do270
Telp. (62-2.1 5720227 Fax. 162-2"} 5720227
6. Ir. Untung Lusianto Direktorat Pembenlhan Tanaman Hutan
Gedung Manggala Wariabakti BIOk I Lantai ,3 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta ,0270
Telp. (62-211 5730,72 - 79 Fax. (62-2, ) 5737092 7. Darudono
Gedung Manggala Wariabakti 2. Ir. Agus Sriyanto Direktorat Konservasi Kawasan Subdit. Informasi KonservasiAlam
Jl. Raya Pajajaran No. 79 Bogor Telp. 162-25,1357959 - 60 Fax. (62-25, } 357960
3. Ir. Mudjiono MISron Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutsn
Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 7
Jl, Jend. Catot Subroto,
BIOk I Lantai '12 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta a0270
Telp. 162-2.1 57302,9 Fax. 162-2, I 573343, 8. Sukandar Subdit. Evaluasi
Gedung Manggala Wariabakti BIOk I Lantai 43 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta ,0270
Telp. 162-2, ) 573063, Fax. 162-2, I 573,839
Jakarta do270
Telp. 162-2, I 57046,8 Fax, 162-2, I 57046,8
DIREKTORAT JE"DEERL RE"ABIUTASI LAHAl, DAIU
PER"UTA"A" SOSIAL 4.
Ir. Helmi Basal amah
Direktorat Pengelolaan Daerah Allran Sungai dan Rehabi!itasi Lahan
Gedung Manggala Wariabakti BIOk I Lantai ,3 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta ,0270
Telp. {62-2, } 5730/85 Fax. 162-2, ) 5737092 5. Ir. Sutrisno Direktorat Bina Us aria Perhutanan
Rakyat Gedung Manggala Wariabakti BIOkl Lanta1 '14 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta ,0270
Telp. 162-2'11 5730/53
I^
DIREKTORAT JE"DEERL Bl"A PROPUKSI ICE"UTA"A1, 9. Ir. Surechmanto Hutomo Direktur Jenderal Bina Produksi Kenutanan
Gedung Manggala Wariabakti BIOk I Lantai 5
Jl, Jend. Catot Subroto, Jakarta ,0270
Telp. 162-2, I 5730240 Fax. 162-2, i 5733336
40. Ir. Cogod Adj Cahyono DirekLorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutsn Produksi
Gedung Manggala Wariabakti BIOk I Lantai 5 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta 10270
Telp. 162-2, } 5730230 Fax. {62-2, I 5733336
,,. Ir. BrotohadiSumadyo, MM Direktur Bina Pengembangan
,6. Ir. Lasminl
Gedung Manggala Wariabaktl
Hutsn A1am
BIOk I Lanta16
Gedung Manggala Wariabakti
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta
BIOk I Lantal ,,
ton70
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta
Telp. 162-2, I 5730268
40270
Fax. 162-2, ) 5733336
Telp. 162-21) 5730393 Fax. 162-2, I 573038,
BADA" PLA"aLOGI KEHUTA:, A" a2. Ir, AUIia LP Aruan
Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman
,7. Dr. Dwi Sudharto, M. SI Sekretariat Badan Pianologl
Gedung Manggala Wariabakti
Kehutanan
BIOk I Lantai 6
Gedung Manggala Wariabakti
Jl. Jend. Catot Subroto,
BIOk Vll Lantai 5 Jl. Jend, Catot Subroto Jakarta a0270
Jakarta ,0270
Telp. 162-2, I 5730256 Fax, 162-2, ) 5733336 E. mail : aaruan us a. net
Telp. 162-2, I 5730280 Fax. 162-211 573463 E. mail : df, s d=hat in do. net. Id
43. Ir. R. Basar Manullang, MM Direktorat Blna Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasll Hutan
,8. Ir. Deddy Supredi, M. SI Pusat Inventarisasi dan Statistik
Gedung Manggala Wariabakti
Kehutanan
BIOk I Lantai 6
Gedung Manggala wariabaktl
Jl. Jend, Catot Subroto, Telp. 162-2115730262
BIOk I Lantai 2 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta ,0270
Fax. (62-2, ) 5720203
Telp. (6221) 5730337
Jakarta ,0270
E-mail :
in4. Ir. Deny Kustiawan Direktorat Bina Pengembangan Hutsn A1am
Gedung Manggala Wariabakti
BIOk I Lantal ,,, Jl. Jend Catot Subroto, Jakarta ,0270
re ita de hut. cbn. net. id ,9. Dr. Ir. Nur Masripatin Pusat Rencana Kehutanan Gedung Manggala Wariabakti BIOk Vll Lantai 5 Jl. Jend. Catot Subroto
Telp. 162-2,15730395
Jakarta ,0270
Fax. 162-2.1 573038, E-mail : subditkh in. h de hut. cbn net. id
Telp. 162-2, ) 5730298
15. it. Barnbang Riyanto Direktorat Bina Pengembangan Hutan A1am
Fax. 162-2, ) 57202,6
E-mail : nur de hutbut. net. id 20, Augustijana K. Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Jl. Ir. H. Juanda No. 400
Gedung Manggala Wariabakti
Bogor
BIOk I Lantai ,,,
Telp. (025.1 32,224,3.34,2
Jl. Jend Catot Subroto, Jakarta
Fax. 162-2, } 57202,6
,0270
Telp. {62-2'11 5730377 Fax. 162-2, } 573038,
E-mall : 12^" ri anto usa. net
I^
2, . Ir. M. A1iArsyad
27. Ir. Wesinan Endom
Pusat Pembentukan Wllayah
Pusat Penelitian Hasil Hutan
Pengelolaan dan Perubahan
Jl. Gunung Batu N0 5
Kawasan Hutsn
P. 0. Box *82
Gedung Manggala Wariabakti
Bogor Telp. 162-25, ) 326378
BIOk I Lantai 8 Jl. ,end, Catot Subroto Jakarta ,0270
Fax. (62-25, } 3.63,6
Telp. {62-2, I 5730295 Fax. 162-2, I 5734632 E. mail : ars ad de hut, cbn. net*id
SEKRETARIAT JE"DERAL 28. Dr. Hadi S. Pasaribu
Kepala Biro KLN dan Investasi 22. Ir. Muhardi
Gedung Manggala Wariabaktl BIOk
Pusat Perpetaan Kehutanan Gedung Manggala Wariabakti
Vll Lantai 4
BIOk I Lantai 7 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta ,0270
Jakarta ,0270
Jl. Jend. Catot Subroto, Telp. 162-2, I 570, ,, 4,5730,65 Fax. 162-2*) 57202,0
Telp. 162-2, I 5730335 E-mail : in uriardi de hut. net. id
29. Ir. E. Kosasih
Kepala PusDIKLAT Kehutanan 23. Ir, Agus Justianto, M. Sc Gedung Manggala Wariabakti BIOk Vll Lantai 5 J!. Jend. Catot Subroto Jakarta I0270
Jl. Gunung Batu, P. 0. Box ,4, Bogor ,6610 Telp, (62-25, ) 3,3622,3,284, Fax. 162-2541323565 E-mail : dikhutan in do. net. id
Telp. 162-2, ) 5730308 Fax. (62-2, I 57202,6
30. Ir. Barnbang Unpno, M. Ed Pusat Bina Penyuluhan
24, Ir. Hartono
Gedung Manggala Wariabakti BIOk Vll Lantai 5
BIOk Vll Lantai 8
Jl. Jend. Catot Subroto
Jl. Jend. Catot Subroto,
Jakarta 10270
Jakarta ,0270
Telp. (62-2, I 573024,
Telp. 162-2, I 5720228
Fax. 162-24) 57202,6
Fax, (62-2, } 5720228
BADA" LITBA"G KEHUTA"A" 25. Ir. Dulsalam, MM PusLITBANG Teknologi Hasll Hubn Jl. Gunung Batu No. 5
3, . Ir. Boedijono Kepa!a Pusat Standarlsasi dan Lingkungan Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 7
Jl. Jend, Catot Subroto,
P. 0. Box ,82
Jakarta a0270
Bogor Telp. 162-25, I 326378
Telp. (62-2, I 5720,90
Fax, 162-25, I 3163,6
26. Dr. Hanatno Dwiprabowo Pusat Penelitian SOSial Ekonomi
dan Budaya Kenutanan Jl, Gunung Batu No. 5 P. 0, Box ,82
Bogor Telp. 162-25, } 348644 Fax. 162-25,1348644 Small : ridwi rabowo telkom. net
I^
Kehutanan
Gedung Manggala'Wariabakti
Fax. 162-21) 5733433 E-mail : ka usdarlin de hut. CDn, net Id
32. Ir. Udi Wastoto, MF Kabid Perumusan Standar Pusat Standarisasi dan Lingkungan Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lanta17
Jl, Jend. Catot Subroto,
37. Ir. Hardjono, M, Eng Kepala Bagian Multilateral Biro KLN dan Investasi Gedung Manggala Wariabakti BIOk Vll Lantai 4
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta ,0270
Jakarta '10270
Telp. 162-2, } 5701, ,4,5730,65
Telp, (62-2, ) 5733433
Fax. 162.2, ) 57202,0 E-mail :
Fax. {62-21) 5733433 E-mail : udi as. I, tban de hut. cbn, n et. id
hardbno de hut. cbn. net. id
38. Ir. Gunarso, M, Sc Biro KLN dan Investssi
33. Ir. SIgit Pramono, M. Sc. Kasub Bidang Perumusan standar
Gedung Manggala Wariabakti BIOk Vll Lantai 4
Proses pusat standarisasi dan
Jl. Jend. Catot. Subroto,
Lingkungan
Telp. 162-2, ) 57th, 44,5730,65
Gedung Manggala Wariabakti
Jakarta 10270 Fax, 162-2, ) 57202, o
BIOk N Lantai 7
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta ,0270
Telp. 162-2, I 5733433 Fax. 162-2, I 5733433 E-mail : usdarlin de hut. cbn. net. Id
34. Ir, Wahyu Wardoyo Kasub Bidang Penerapan Standar Pusat Standarisasi dan Lingkungan
Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 7
Jl. Jend. Catot Subroto,
39. Ir, Barnbang Triyanto PusDIKLAT Kehutanan
Jl. Gunung Batu, P. 0. Box ,4, Bogor, 6610
Telp. 162-25, } 3,3622,3,284, Fax. (62-25, } 323565 E-mail : dikhutan in do. net. id 40. Ir, E. Nurdin Baiai Latinan Kehutanan Kampus Diklat Rumpin
J!. Prada Samlawi-Rumpln Bogor Telp. {62-25, ) 9,84977
Jakarta '10270
Telp. 162-2, } 5733433 Fax. (62-2, } 5733433 E-mail : us danin de hut. cbn. net. id
35. Dr. IC. M. Tantra PusDIKLAT Kehutanan
Jl. Gunung Batu, P. 0. Box ,4,
BUM"
4, . Ir. Muhandis Natadiwirva Direktur pengembangan PT. INHUTANI I
Gedung Manggala WariabakCi BIOk Vll Lantai, 2
Bogor, 66'10 Telp. (62-25, } 3,3622
Jl. Jend. Catot subroto,
Fax. 162-25, } 323565
Telp. 162-2, I 573,724 - 65.78-
E-mail : tantra in do. net, id 36. Dr. Hadl Darvanto Sekretariat Jenderal
Jakarta do270 5746329
Fax. {62-2, ) 5754335 E-mail : inhban
cbn. net. id
Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 2 Jl. Jend. Catot Subroto Jakarta ,0270
Telp. 162-2.1 5730,86 Fax. 162-2'Ii 5738782
I^Zl
42. Oga Dhani P. PT, INHUTANI I
Gedung Manggala Wariabakti BIOk Vll Lant:ai ,2
48. Ir. Am an Somana DirekCur Produksi PT. INHUTANI N
Gedung Manggala Wariabakti
Jl. Jend. Catot Subroto,
BIOk N Lantai 4
Jakarta ,0270
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta
Telp. 162-2, ) 573,724 - 65.78.
"0270
5746329 Fax. 162-2, ) 5734335
Telp. (62-2.1 572,292
43. Trubus S. PT. INHUTANI I
Gedung Manggala Wariabakti
Fax. 162-211 57467,5 49. Jejen PT. PERHUTANl
Gedung Manggala Wariabakti
BIOk Vll Lantai, 2
BIOk Vll Lantai 9
Jl, Catot Subroto, Jakarta Telp. (62-2, I 573,724 - 65.78-
Jl. Jend, catot Subroto, Jakarta
5746329 Fax. 162-2*I 5754335
Telp. 162-2, I 572,282 Fax, 162-2, I 57336,6,573245,
44. Ir. M. Said Direktur Utama PT. INHUTAN1 11
Gedung Manggala WariabakEi BIOk Vll Lantai ,3
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta do270
10270
SWASTA KEHUTA"A1. 50. Fatrah Dikusumah PT. ALAS KUSUMA
Jl. Ballkpapan Raya No. ,4 Jakarta Pusat
Telp. 162-2, ) 573,330-31,5737094
Telp. 162-2, ) 63863807
Fax. 162-2, I 5733790
Fax. 162-2, I 63863804-20
45. An Kuncoro PT. INHUTAN1 11
Gedung Manggala Wariabakti
5, . Ir. Hidayat 1stIraharjo PT. SUMALINDO LESTARI JAYA, Tbk Gedung Astra Agro Lestari
BIOk Vll Lantai ,3
Lantai 2
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta ,0270
Jl. Puloayang Raya BIOk DR. , Kawasan Industri Pulogadung-
Telp. {62-2, } 573,330-3.1,5737094
Jakarta
Fax, 162-2'I) 5733790
Telp. 162-2, } 46,6641-43 Fax. (62.2, ) 46,668, -82
46. Rulyana PT. INHUTAN1 11
Gedung Manggala Wariabakti BIOk Vll Lantai ,3
PT. MANDIRI TRACTOR UTAMA Wisma 77 Lantai Dasar
Jl. Jend. Catot Subroto. Jakarta
Jl. S, Parman Kav. 77 Slipi, Jakarta
,0270
,, 4.0
Telp. 162-2, I 573,3303t, 5737094
Telp. (6221) 536.2,6-19
Fax. (62-2, ) 5753790
Fax. 162-2, I 536.2,9 E-mail :
47. Ir, Harry Saritjoko Direktur Produksi PT, INHUTAN1 1/1
Gedung Manggala Wariabakti
s ahrial mandiri rou .coin 53, Ir. jinan sumantri PT. MANDIRI TRACTOR UTAMA
BIOk Vll Lantai ,4
Wisma 77 Lantai Dasar
Jl, Jend. Catot Subroto. Jakarta
Jl. S. Parman Kav. 77 Slipi, Jakarta
,0270
I^
52. Sjachrial Orig, MBA
,, 4.0
Telp. (62-2, I 573709,
Telp. (62-2, I 536,216-, 9
Fax. 162-2, I 5704630
Fax. 162-211 536.2,9 E-mail : intu mandiri rou .coin
54. Ir, Imam Harmaln
PROYEK KERJASA"A LUAR
PT. TANJUNG RAYA INTIGA, KALTIM
I. ECE111
Menara Global Lantai ,8 Jl. Jend. Catot Subrot0 27 Jakarta
60. Mr. MartLi Matikainen
Telp. 162-2, I 527020B Fax. (62-2, ) 52702,6
55. Ir. Much!Is Hidayat PT. BARITO PACIFIC GROUP Wisma Banto Tower B Lantai 5 -6
Jl. S, Parman Kav. 62-63 Slipi Jakarta
Berau Forest Management
Project IBFMPi Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 7 Ruang 707
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta a0270
Telp. 162-2, I 5542/769 Telp. (62-554i 2,760
Telp. 162-2, ) 53067'I,
Fax. 162-2, } 5542/769 E-mail :
Fax. 162-2, ) 5306680 E-mail : muchlis, I banto
forest sind. me a. net. id
56. Ir. Han Saptaji PT. BARITO PACIFIC GROUP
Wisma Banto Tower B Lantai 5 -6 Jl. s, parman Kav. 6263 Slipl Jakarta
Telp. 162-2,153067, I Fax. 162-211 5306680 57. Dian Novarina PT. BARITO PACIFIC GROUP Wisma Barito Tower B Lantai 5 -6
Jl. S. Parman Kav. 62-63 Slipi Jakarta
Telp. 162-2, ) 53067, , Fax. (62-2, I 5306680 58. Ir, AA. Malik ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA
Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 9
31. Jend. Catot Subroto, Jakarta to270
Telp. 162-211 5737036,570, ,54-55 Fax. 162-2, ) 5732564
E-mail : a hi'k cbn. net. id 59. Ir, Rukmantara, M. Sc ASOSiASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA
6, , Avianti Zulaicha Be reu Forest Management
Project IBFMPl Gedung Manggala Wariabakti BIOk IV Lantai 7 Ruang 707 Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta 10270
Telp. 162-2, I 5542/769 Fax. 162-2, ) 5542. ,769 E-mall :
forest sind. me a. net, id 62. Harry Budl CTZ-SFMP
Universitas Mulawarman P. 0. Box 4087, Samannda 7500,
Jl. Kampus Gunung Kelua, Samarinda, Kalimantan Timur Telp. 162-54, I 7733434 Fax. (62-54, I 7733437 E. mall : tZSfM sind. me a. net. Id 63. Hasblllah
Tropical Forest Foundation ITFFl
Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 9 Wing B Jl. Jend. Catot subroto, Jakarta ,0270
Telp. 162-2, ) 5735589 Fax. 162-21157902925
E-mail : ^id
Gedung Manggala Wariabakti BIOk N Lantai 9
Jl. Jend. Catot Subroto, Jakarta ,0270
Telp. 162-2, I 5737036,570, ,54-55 Fax. 162-2, ) 5732564 E-mail : a hi'kt cbn. net. id
I^^I J
PERGURUA" Tl"CGI
70. Ir. M. Ruslan, Ms Fakuitas Kehutanan
64. Dr. Elias Fakultas Kenutanan
Universit:as Lambung Mangk!}rat
Jl, Brigjen Hasan Basrv, Banjarbaru. Bamarmasin Kalimantan Seiatan 70,23
Institut Pertanlan Bogor Kampus Oarmaga IPB, P. 0. Box ,68, Bogor, 6001 Telp. {62-251) 628.45,62,589 Fax, 162-25, ) 62,589,622202 E. mail : el. ros bo or. wasantara. net. id
Telp. 162-5, ,} 92290,772290 Fax. 162-5, ,1772290
7, . Ir, Barnbang Sugiyanto Fakultas Kenutanan
Universitas Winaya Mukti 11. Winaya Mukti No. ,, Jatinangor,
65. Dr. Suprlyanto
Jl. Raya Taiur Km. 6,
sumedang Telp. 162,221 7798260
P. 0. Box, ,6
Fax. (62-22177982260 - 7798,39
IPB I SEAMEO-BIOTROP
Bogor Telp, 162-25, ) 323848 Fax. (62-25, ) 32685,
72. Ir. Burhanuddin Faku!tas Pertanian
Universitas Andalas Jl. Kampus UNAND Limau Manih Padang Telp. {62-75, I 7270,
E-mail: su ri anto biotro .or 66. Dr. Nunuk Supriyatno Fakultas Kehutanan
Fax. 162-75, I 72702
Urnversitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta 5528,
Telp. 162-274i 550543,523533 Fax. 162-274i 90,420 E. mail : fkt. u in idola. net. Id
73. Ir. Eno Suwarno Fakultas Kehutanan
Universitas Lancang Kuning Jl. Dl, Pantaitan Km. 8, Rumbai Pekanbaru, Riau
67. Dr. Josep Ruslim
Telp. 16276^) 53854,53.08 Fax, 162-76, I 53348,52248
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman
Jl. Kampus Gunung Kelud P. 0. Box ,087 Samarinda
Kalimantan Timur. 7500,
LS, ,
Telp. (62-54, } 733434,739886, 733149
Fax. 162-54, I 733437,735379 E-mail : sfm ulb samarinda. wasantar a, net. Id
68. Ir. Roup Purohim
Jl. Harmonls N0 31, Komp IPB I Sindangbarang, Bogor, 66.7 Telp. (62.25, } 3468,0,62,589 Fax. 162-25, ) 62,589 E-mail : elros bo or. wasantara. net. id
74. Ir. Happy Tarumadewanto
Lembaga A1am Tropika Indonesia ILATINi
. Program SerLifikasi Jl. Astrojingga No. 7 Bogor Telp. 162-25, } 33794,7,374,43 Fax. 162.25, I 379825 E-mail : Iatin in donesi. id
75. Yan Ngau
Lembaga Pengembangan Lingkungan dan Sumber Daya Manusia, PLASMA
69. Prof. Dr. Heronono Hadisuparto, M. Sc
Universitas Tanjungpura Pontianak
Ji. Juanda I No. 8, Samarinda 75.24, Kaltim Telp. 162.54, ) 76,245,73907,
Telp. 162-56, } 73,082
Fax, 162-54, I 739071 E-mail :
Fax. 162-56, } 739630-37
dan"in sind. me a, n t*Id
I^
DAERAH
76. Ir. Antung Abdu! Razak Sumagiri Kepala BLK Samarinda Jl. Untung Suropati, P. 0. Box ,066 Samarinda, 75.26 Telp. 162-54, } 7798260
L^
Lokakarya Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 8090, ; 2 - 3 MeI 2001
SUSUNAN PANITIA
I^ J
DEPARTB^^, reaUTA^AN
@
S I^ 1:1R E T A I^ I A T J ^ 11 D E R A L mamat : Gadus, g Mangga!a Wariabakli, iaiani Galo, SubrotoJakaria Pusa,
Telepon : 583033 - 37; Telex : 45996 Dephut in Kotok POS : 6 -IKWB. JkL 10270
30 April200, SumT Pa. UGAS"." ,, 0. 84, I'm. "/0,
Dalam rangka penyelenggaraan 'tokakarya Pelaksanaan Penebangan Hutan Rainah Lingkungan Menuju Pengelolaan Hutsn Berkelanjutan" tangga12-3 Mei 200, of Hotel Pangrang0 11, Jl. Pajajaran No. 32, Bogor. dengan in I kami
menugaskan Panitia Pelaksana sebagai berikut: Pengarah
,. Ir. Sumchmanto Hutomo IDirekLurJenderal BPIO 2.1r. Harsono (Sekretaris Jenderal)
Ketua
Dr. I G. M. Tantia IPusdiklat Kehutanan)
Wakll Ketua
, . Dr. Hadisusanto Pasaribu, M. Sc IKepala Biro KLN dan Investssil 2.1r. Muhandis Natadiwirva IPT. Innutani in
sekretaris
a, Ir. Dadang S. Djajaredja Diden BPIO 2.1r. Deni Kustiawan {Ditjen BPIO
Bendahara
Aat Rosinhat. BSC. IBiro KLN dan Investasi)
Seksi Acorn
,, Ir. Lasmini. M. Sc. (Ditjen BPiO 2.1r. Barnbang Riyanto, Msc. (Diden BPIO
Setsi Mater I
'I. Din. SumiyatiIBiro KLN dan Investasi}
.,
2.1r. Barnbang Triyanto IPusdiklat Kehutanan} Seksi PerlengkapaN
,. Drs. Yogie S. Hallm IBiro KLN dan Investasll 2. Winarno IBiro KLN dan Investasil 3. Jaeri IBiro KLN dan Investasii
Seksi Akomodasi dan Konsumsi
,. Ir. Innani Bakri IBiro KLN dan Investssi) 2. Betty Kusuma Astuti (Biro KLN dan Investasi)
Sekretariat
I. Ir. Hardjono. M. Eng. (Blro KLN dan Investasi) 2.1r. Siti Nunanah 11nO Pre-Pro^Cti 3.1r. Hamzah in, eka tinO Pre-Projecti 4. Suwarso IBiro KLN dan Investasli
SEKRETARIS JENDERAL.
\
Ir. H A R S O N O NIP. 0800,96.2
1:1^
111AttAftYA
^!IAI I!^!BAI^A1 11/1^ AMI^ 11 1111 1111 11/1 I it A 8000r. 2 - a Mat 2001
Pengarahan dan sambutan pembukaan o1eh Ir. Surechmanto Hutomo, Direkb. Ir Jenderal Bina Produksi Kehutanan
-^--
^
^
^ .
-.
SE
.
..
^
^^
P
.
,.
.
.a ^
.
^^^
.
.
I, ,..
Peserta 10kakarya pada SIdang PIeno
^