BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Pada tanggal 9 Juni 2009, Indonesia mengajukan permohonan pembentukan
panel
kepada
DSB.
Indonesia
menggugat
bahwa
dalam
memberlakukan Tobacco Control Act Pasal 907, Amerika Serikat melanggar prinsip – prinsip yang mengikat seluruh anggota WTO. Indonesia menyatakan bahwa pemberlakuan regulasi Tobacco Control Act melanggar prinsip yang tertera dalam TBT Agreement. Adanya ketidakadilan regulasi teknis yang diterapkan Amerika Serikat dalam membuat sebuah kebijakan ini membuat Indonesia menjadi salah satu dari banyak negara yang mengalami kerugian. Kerugian yang dirasakan Indonesia sendiri cukup signifikan, baik bagi produsen rokok Indonesia ataupun GDP Indonesia secara agregat. Pasal 14.1 TBT Agreement, yang mengacu kepada Pasal XXII dan XXIII GATT 1994 menyatakan bahwa sebagai negara anggota WTO, Indonesia memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengajuan penyelesaian sengketa ke DSB. Atas dasar hukum, inilah yang kemudian membuat Indonesia mengajukan gugatan terhadap Amerika Serikat ke WTO. Sebagai sebuah organisasi yang bertanggung jawab mengatur perdagangan internasional, WTO memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam menangani sengketa rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat. Setelah melalui proses yang cukup panjang, DSB akhirnya memutuskan bahwa Indonesia berhasil memenangkan gugatan yang mereka ajukan, antara lain yakni
86
87
gugatan terhadap Pasal 2.1 TBT Agreement. Hanya saja, DSB bersikeras menolak untuk memenangkan gugatan kedua Indonesia yakni Pasal 2.2 TBT Agreement. Keputusan tersebut cukup mengecewakan, pasalnya dalam memberikan putusan terkait dengan gugatan Indonesia, DSB tidak menggunakan dasar yang jelas. DSB lebih mempercayai laporan ilmiah yang diberikan oleh Amerika Serikat dibandingkan dengan bukti-bukti yang diberikan oleh Indonesia. Padahal, laporan ilmiah ynag diberikan oleh Amerika Serikat tidak memenuhi syarat ketentuan DSB yakni ‘currently exist’, sedangkan laporan yang diberikan pihak Indonesia bersifat aktual. Keputusan yang diambil oleh panel memang masih belum cukup adil bagi pihak Indonesia, walaupun demikian pemerintah Indonesia tetap merasa bahwa secara keseluruhan WTO telah melakukan tugasnya dengan baik dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari peran WTO dalam menangani kasus ini telah memberikan dampak positif dalam sistem perdagangan internasional baik secara luas maupun spesifik terhadap Indonesia. Pertama, WTO telah melakukan peran mereka sesuai dengan visi misi mereka yakni liberalisasi ekonomi. Sebagai sebuah organisasi yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, keputusan WTO memang tidak sepenuhnya harus dilakukan. Tetapi setidaknya dengan munculnya WTO maka seluruh negara memiliki pedoman perdagangan yang sama sehingga perdagangan internasional dapat terjadi dengan adil. Dalam kasus ini, Amerika Serikat sampai memang sekarang belum melakukan rekomendasi keputusan WTO. Tetapi, setidaknya WTO telah membantu memustuskan bahwa Amerika Serikat telah
88
melakukan tindakan yang diskriminatif. Kedua, WTO telah melakukan proses penyelesaian sengketa sesuai dengan prosedur yang mereka miliki. Dalam kasus ini, setidaknya Indonesia dan Amerika Serikat harus melalui 4 prosedur penyelesaian sengketa yakni konsultasi, panel, badan banding, dan implementasi. Keempat prosedur tersebut telah berjalan dengan baik. Selain itu, third parties yang ditunjuk untuk mengawasi jalannya penyelesaian sengketapun telah dipilih secara adil, negara yang ditunjuk mewakili negara baik berkembang, maju, dan negara transisi. Ketiga, Indonesia merasa bahwa WTO telah berhasil menjadi sarana mediasi dalam complex interdependence yang terjadi antara Indonesia dan Amerika Serikat. Hubungan atau ketergantungan yang terjalin antara Indonesia dan Amerika Serikat bersifat asimetris. Dimana interaksi yang terjadi lebih didominasi atau dikontrol oleh salah satu negara yakni Amerika Serikat baik dari sisi ekonomi, politik, struktur hubungan internasional, militer, komunikasi, pendidikan, serta pengaruh sosial lainnya. Ketergantungan yang tidak seimbang membuat posisi Indonesia semakin sulit untuk melawan Amerika Serikat. Darisanalah kemudian Indonesia memanfaatkan WTO sebagai sarana yang mewadahi perdagangan internasional. Indonesia menyadari bahwa Indoensia tidak dapat turun tangan secara frontal sendirian dalam melawan negara yang ia butuhkan. Adanya WTO membuat Indonesia tidak harus berkonfrontasi secara frontal terhadap Amerika Serikat, sehingga tentunya Indonesia tetap dapat mendapatkan keadilan dalam hubungan yang tidak seimbang ini.
89
Keempat, WTO telah berhasil menjalankan perannya dalam membantu negara berkembang untuk bersaing dalam persaingan global. Dalam sistem internasional, negara-negara maju seringkali memiliki kekuatan lebih dalam mengontrol jalannya perdagangan internasional. Hal ini dikarenakan secara keseluruhan baik ekonomi, politik, sosial, ataupun teknologi mereka jauh lebih stabil, modern, dan kuat dibandingkan dengan negara-negara berkembang. Adapun seringkali hal tersebut membuat negara-negara maju mengeluarkan regulasi yang mempersulit posisi negara berkembang. Seperti misalnya memberikan regulasi teknis yang tidak dapat dipenuhi karena ketidakmampuan teknologi, sumberdaya, dan lain lain. Dalam kasus ini Amerika Serikat menjadikan alasan kesehatan dalam melarang masuknya rokok beraroma dan berasa. Dengan adanya WTO, maka negara berkembang dapat memberikan batasan bagi negara maju dalam membuat kebijakan internasional sehingga negara berkembangpun dapat bersaing dalam persaingan global. Kemenangan Indonesia baik ditingkat panel maupun banding ini dapat dikatakan sebagai keberhasilan diplomasi perdagangan. Kemenangan ini sangat penting tidak hanya bagi Indonesia, tetapi semua negara terutama negara-negara berkembang. Kemenangan ini tentunya dapat menjadi pembuktian jati diri dan penyamaan posisi bagi negara berkembang seperti Indonesia dalam persaingan global. Keputusan WTO untuk memenangkan gugatan Indonesia yang notabene negara berkembang terhadap Amerika Serikat yang notabene negara powerful diharapkan dapat menyadarkan negara-negara maju untuk tidak semena-mena dalam mengambil kebijakan internasional.
90
Perlu disadari bahwa setidaknya kemenangan Indonesia dapat menjadi tameng ataupun senjata defensif untuk menghadapi kekhawatiran akan munculnya sengketa lain di masa akan datang, terutama jika hal tersebut berkaitan dengan Amerika Serikat. Kekhawatiran pemerintah Indonesia tersebut cukup beralasan, selama ini Amerika Serikat seringkali menjadi trendsetter kebijakan nasional bagi negara lain. Hal ini terbukti dari mulai munculnya tanda-tanda bahwa ada negaranegara tertentu yang akan mengikuti jejak Amerika Serikat untuk melarang rokok tertentu diperjual belikan di negaranya. Sebut saja Kanada, pemerintah Kanada saat ini melalui Bill C-32 sedang membahas undang-undang yang akan melarang penjualan rokok dengan produk tembakau yang mengandung flavors khusus. Dengan demikian setidaknya tindakan yang dilakukan oleh Indonesia dapat meningkatkan dan mempertegas kredibilitas Indonesia dimata dunia. 5.2 Rekomendasi Tindakan yang dilakukan Indonesia terhadap Amerika Serikat sudah cukup tepat, hingga akhirnya WTO memenangkan Indonesia baik ditingkat panel ataupun banding. Selama reasonable period of time ini Amerika Serikat belum memutuskan tindakan yang akan mereka lakukan. Selama masa itu pula pemerintah Indonesia melakukan beberapa prediksi keputusan yang akan diambil oleh Amerika Serikat. Melalui prediksi tersebut, penulis memberikan beberapa rekomendasi strategi yang harus dilakukan pemerintah Indonesia untuk menanggapi hal tersebut. Jika sesuai dengan prediksi yang akan dilakukan oleh Indonesia, maka
91
Indonesia harus tetap memaksa Amerika Serikat agar memilih keputusan pertama dan kedua, yakni mencabut undang-undang Tobacco Control Act atau merevisinya. Bila Amerika Serikat masih tetap tidak menjalankan rekomendasi sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, Indonesia dapat meminta konsultasi bilateral agar AS menerapkan rekomendasi tersebut. Menurut penulis, Indonesia tidak seharusnya mempersilahkan Amerika Serika untuk melakukan keputusan ketiga dan keempat, yakni kompensasi atau retaliasi. Hal ini dilakukan tentu didasari dengan alasan yang kuat. Alasan pertama yakni, tetap mempersilahkan Amerika Serikat melarang peredaran rokok kretek dan memperbolehkan peredaran rokok mentol akan membuat pihak Indonesia rugi, baik secara industri, pasar, serta harga diri. Berdasarkan hasil interview dengan Bapak Bunjoto, hal ini bukan semata-mata permasalahan uang, tetapi juga pride dan principle dari sebuah negara. Amerika Serikat telah melakukan sebuah kebijakan diskriminatif yang dengan jelas melanggar prinsip perdagangan internasional, maka mengijinkan hal tersebut terus terjadi adalah tindakan yang mencoreng harga diri Indonesia dan negara-negara berkembang lain di mata internasional. Kedua, terlalu banyak hubungan kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat, baik perdagangan, politik, dan lain lain. Sehingga keputusan retaliasi dikhawatirkan dapat memicu sengketa baru antara kedua belah pihak. Di lain sisi, Indonesia sendiri masih belum mampu baik secara politik, ekonomi, dan hukum untuk melakukan retaliasi. Bagaimanapun juga kita perlu menyadari bahwa keputusan untuk memaksa Amerika Serikat tersebut tidak akan mengakhiri sengketa atau bahkan
92
dapat menggantungkan status dari sengketa. Maka Indonesia juga perlu memberi jangka waktu bagi dirinya sendiri dalam memaksa Amerika Serikat. Jika memang Amerika Serikat masih tetap bersikeras maka dengan terpaksa Indonesia harus melakukan keputusan keempat yakni retaliasi silang atau "cross retaliation", walaupun memang keputusan ini memiliki resiko seperti yang telah dijelaskan. Memberlakukan retaliasi silang artinya Indonesia mengenakan pembatasan atau pelarangan penjualan produk AS di Indonesia senilai kerugian akibat pelarangan penjualan rokok beraroma asal Indonesia di AS. Dalam kurun waktu pemaksaan mencabut atau merevisi undang-undang, penggantungan status sengketa dapat digunakan Indonesia sebagai tameng Indonesia terhadap Amerika Serikat. Dapat dikatakan selama bergabung dalam WTO, Indonesia termasuk negara yang jarang terlibat sengketa. Selama ini, sengketa yang terjadi sering kali dipicu oleh negaranegara maju seperti Amerika Serikat. Berdasarkan kemenangan ini, maka Indonesia dapat mengancam Amerika Serikat untuk mempertimbangkan setiap tindakan yang akan mereka lakukan di masa depan.