V. PEMBAHASAN
5.1. Analisis Dayasaing Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur Hasil analisis dayasaing Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Competitiveness Monitor bisa dilihat pada tabel 5.1 berikut ini. Tabel 5.1. Perkembangan Indikator Dayasaing Pariwisata Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor periode 2006-2010 Indikator
2006
2007
2008
2009
2010
Persentase Jalan Beraspal Kualitas Baik Indeks Pendidikan
Kab. Cianjur
62,61
62,65
75,73
38,37
22,72
Kab. Bogor
46,29
55,69
47,99
74,42
79,44
Kab. Cianjur Kab. Bogor
0,792 0,785
0,804 0,782
0,804 0,784
0,802 0,796
0,804 0,811
Rata-rata Lama Tinggal wisatawan (hari) Tourism Impact Index
Kab. Cianjur
1,37
1,42
1,34
1,29
1,51
Kab. Bogor
1,39
1,51
1,38
1,23
1,37
Kab. Cianjur Kab. Bogor
0,00042 0,00087
Indikator Keterbukaan
Kab. Cianjur Kab. Bogor
0,0029 0,0191
Purchasing Power Parity (ribu rupiah)
Kab. Cianjur
-
Kab. Bogor
-
0,00039 0,00039 0,00039 0,00037 0,00087 0,00101 0,00113 0,0013 0,0052 0,0172
0,0049 0,0273
0,006 0,0116
0,0037 0,0158
-
612,1
613,26
614,83
-
627,74
628,34
629,62
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur, Dinas Pendapatan Kabupaten Cianjur, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur (diolah)
1. Indikator Perkembangan Infrastruktur Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur yang disebabkan oleh kedatangan wisatawan ke daerah tujuan wisata. Infrastruktur merupakan variabel penting bagi industri pariwisata karena infrastruktur yang baik dapat menarik minat wisatawan untuk datang. Begitu pula sebaliknya, kedatangan wisatawan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah daerah sehingga dapat
60
meningkatkan kualitas infrastruktur yang dimiliki. Panjang jalan beraspal dan kualitas jalan menjadi proksi bagi indikator ini. Pertumbuhan jalan yang berkualitas baik di Kabupaten Cianjur dari tahun 2006 hingga 2008 mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2006, jalan beraspal yang memiliki kualitas baik di Kabupaten Cianjur memiliki panjang 545,78 km atau 62,61 persen dari total panjang jalan beraspal. Hingga tahun 2008, kualitas jalan yang baik mengalami peningkatan menjadi 683,79 km atau tumbuh sebesar 13,12 persen dari tahun 2006. Perbaikan kualitas jalan ini merupakan salah satu respon pemerintah daerah Kabupaten Cianjur terhadap beroperasinya jalan tol Cipularang. Menurut Suherlan (2008), dampak dari beroperasinya tol Cipularang terhadap sektor pariwisata Kabupaten Cianjur menyebabkan melambatnya pertumbuhan usahausaha pariwisata secara keseluruhan, terutama sektor restoran. Hal ini dikarenakan berkurangnya intensitas pergerakan yang melewati jalur Cianjur. Sehingga perbaikan jalan dilakukan untuk menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung atau sekedar melewati kawasan Cianjur. Namun, kualitas jalan beraspal mulai mengalami degradasi kualitas yang sangat signifikan sejak tahun 2009. Jalan yang berkualitas baik mengalami penurunan menjadi 343,69 km. Bahkan pertumbuhan kualitas jalan yang negatif masih berlanjut hingga tahun 2010. Kualitas jalan baik hanya tersisa sepanjang 263,29 km atau hanya 22,72 persen dari total jalan beraspal yang ada di Kabupaten Cianjur. Lebih parahnya lagi, salah satu jalur jalan yang rusak merupakan jalan utama menuju tempat wisata unggulan Kabupaten Cianjur, yaitu Kota Bunga dan Taman Bunga Nusantara.
61
Tabel 5.1 juga menunjukkan kualitas jalan yang ada di Kabupaten Bogor. Kondisi kualitas jalan di Kabupaten Bogor mengalami hal yang berbalik dengan apa yang terjadi di Kabupaten Cianjur. Dari tahun 2006 hingga 2010, pertumbuhan kualitas jalan mengalami pertumbuhan yang positif. Panjang jalan yang berkualitas baik pada tahun 2006 adalah 734,83 km atau 46,29 persen dari total panjang jalan. Kemudian meningkat menjadi 1.282,30 km atau 79,44 persen pada tahun 2010. Indikator ini memperlihatkan bahwa dayasaing infrastruktur Kabupaten Cianjur lebih rendah dibandingkan Kabupaten Bogor. Infrastruktur yang baik tentunya meningkatkan nilai aksesibilitas ke tempat wisata. Kualitas jalan yang buruk
dapat menurunkan minat wisatawan untuk datang ke objek wisata di
Kabupaten Cianjur. Wisatawan akan lebih memilih untuk berwisata ke objek wisata yang berada di Kabupaten Bogor karena akses ke tempat wisata lebih nyaman untuk dilalui. 2. Indikator Sumberdaya Manusia Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor penting dalam segala aspek sosial. Semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia di suatu daerah maka berbanding lurus dengan hasil dari aktivitas yang dikerjakan. Proksi yang digunakan dalam indikator ini adalah indeks pendidikan. Indikator ini dihitung dengan menggunakan dua variabel yaitu Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah. Dapat dilihat pada tabel 5.1, kualitas pendidikan di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor hampir berimbang. Sejak tahun 2007 hingga tahun 2010, indeks pendidikan Kabupaten Cianjur menunjukkan nilai yang konstan di kisaran 0,802
62
hingga 0,804. Pertumbuhan angka melek huruf Kabupaten Cianjur periode 20062010 konstan di kisaran 97-98 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan angka melek huruf di Kabupaten Bogor dengan persentase antara 94-95 persen. Sedangkan apabila dilihat dari faktor rata-rata lama sekolah, pertumbuhan Kabupaten Bogor lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Cianjur. Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Cianjur di periode 2006 hingga 2010 sangat rendah, yaitu 6,77 tahun. 3. Indikator Sosial Kenyamanan dan keamanan daerah tempat wisata menjadi salah satu faktor penting dalam industri pariwisata.Wisatawan akan lebih menikmati rekreasi di tempat yang memiliki kenyamanan dan keamanan yang tinggi. Lama rata-rata masa tinggal wisatawan dijadikan proxy untuk menunjukkan kenyamanan dan keamanan suatu daerah tujuan wisata. Dapat diasumsikan bahwa semakin lama wisatawan tinggal di daerah tujuan wisata maka daerah tersebut semakin nyaman dan aman untuk didatangi. Tabel 5.1 menunjukkan pertumbuhan rata-rata lama tinggal wisatawan di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor cenderung berfluktuatif dan juga lamanya tidak lebih dari dua hari. Rata-rata masa tinggal wisatawan di kedua Kabupaten tersebut adalah antara 1,23 hari hingga 1,51 hari. Hal ini menunjukkan bahwa daerah wisata di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor memiliki nilai kenyamanan dan keamanan yang relatif sama bagi wisatawan. Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Kabupaten Cianjur mayoritas berasal dari wilayah Jabodetabek, sehinggga setelah puas berekreasi di objek wisata yang dikunjungi, wisatawan cenderung langsung pulang tanpa
63
tinggal terlebih dahulu di kawasan wisata. Selain itu, hotel-hotel dan tempat akomodasi lainnya yang ada di Kabupaten Cianjur lebih banyak digunakan untuk kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition) yang biasanya hanya menghabiskan waktu kurang dari dua hari (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2012). 4. Indikator Lingkungan Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang berada di Kabupaten Cianjur didominasi oleh objek wisata alam. Kualitas lingkungan tentunya merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata yang ada. Indikator ini menunjukkan hubungan antara kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungannya. Indikator yang digunakan adalah kepadatan penduduk dan kualitas udara. Tabel 5.2. Indikator Lingkungan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor periode 2009 dan 2011 Baku Kabupaten Cianjur Kabupaten Bogor Mutu Tahun 2009 2011 2009 2011 Kepadatan Penduduk 2 (orang/km ) 628,41 619,32 1.945,02 1.887,93 30.000 Kadar CO (Mg/Nm3) 1.260 1.680 780,5 779,9 3) 230 Kadar Debu (Mg/m 109,5 180 223,67 357,44 Tingkat Kebisingan (dBA) 70 62-81 63-80 67,32-84 73,14-86 Rata-rata Temperatur Udara (0C) 23,0 26,0 33,6 34,8 Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, 2009 dan 2011
Kualitas lingkungan merupakan faktor penting bagi industri pariwisata. Kualitas lingkungan dan jumlah wisatawan memiliki hubungan yang menarik. Semakin baik kualitas lingkungan yang dimiliki oleh suatu kawasan wisata, maka wisatawan akan semakin tertarik untuk berkunjung ke kawasan tersebut. Namun kualitas lingkungan suatu daerah bisa semakin menurun oleh aktivitas manusia,
64
artinya semakin banyak wisatawan yang berkunjung maka kualitas lingkungan suatu kawasan wisata dapat mengalami degradasi. Pada tahun 2011, kepadatan penduduk di Kabupaten Cianjur mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang awalnya 628,41 orang/km2 menjadi 619,32 orang/km2. Penurunan kepadatan penduduk juga terjadi di Kabupaten Bogor yang sebelumnya 1.945,02 orang/km2 menjadi 1.887,93 orang/km2. Seharusnya, penurunan tersebut membuat daerah tujuan wisata menjadi lebih nyaman dikunjungi karena kepadatan berkurang. Namun, penurunan kepadatan penduduk di kedua Kabupaten ternyata dikarenakan oleh banyaknya penghitungan ganda yang terjadi dalam sensus penduduk sebelumnya, sehingga tidak dapat dipastikan bahwa penurunan kepadatan penduduk yang terjadi membuat tempat wisata menjadi semakin nyaman. Dalam rentang waktu dari 2009 hingga 2011, hampir seluruh indikator lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan kadar nilai. Kadar karbonmonoksida (CO) mengalami kenaikan dari sebelumnya 1.260 Mg/m3 menjadi 1.680 Mg/m3. Rata-rata temperatur udara naik dari 230C menjadi 260C. Peningkatan paling signifikan terjadi pada kadar debu yang mengalami peningkatan dari 109,5 Mg/m3 menjadi 180 Mg/m3. Hanya tingkat kebisingan yang nilainya konstan yang dari sekitar 62-81 dBA menjadi 63-80 dBA. Apabila dibandingkan dengan indikator lingkungan Kabupaten Bogor, maka kualitas lingkungan di Kabupaten Cianjur lebih baik karena kadar nilai seluruh indikator lingkungan yang terdapat di Kabupaten Cianjur tidak ada yang melebihi batas baku mutu. Sedangkan indikator lingkungan di Kabupaten Bogor
65
menunjukkan adanya indikator yang melebihi batas baku mutu, yaitu kadar debu dan tingkat kebisingan. 5. Indikator Pengaruh Pariwisata Indikator Pengaruh Pariwisata digunakan untuk melihat sejauhmana kontribusi industri pariwisata terhadap perekonomian. Proksi yang digunakan adalah Tourism Impact Index. Perkembangan
Indikator
Pengaruh
Pariwisata
Kabupaten
Cianjur
menunjukkan tren yang berfluktuatif namun cenderung menurun. Pertumbuhan positif hanya ditunjukkan pada tahun 2008, sedangkan tahun-tahun lainnya cenderung mengalami pertumbuhan yang negatif. Dalam perkembangannya selama kurun waktu dari 2006 hingga 2010, nilai Tourism Impact Index turun dari 0,000424 menjadi 0,000371. Namun, apabila dilihat dari pertumbuhan nilainya, PAD sektor Pariwisata Kabupaten Cianjur menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 2006 hingga tahun 2010 sebesar 7,22 persen. Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa nilai Tourism Impact Index Kabupaten Cianjur lebih rendah dibandingkan nilai TII Kabupaten Bogor. Nilai TII Kabupaten Bogor hampir selalu dua kali lebih besar dan juga pertumbuhannya dari tahun ke tahun selalu menunjukkan nilai yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi sektor pariwisata Kabupaten Cianjur terhadap perekonomian daerah masih cukup rendah dan kurang optimal. 6. Indikator Keterbukaan Keterbukaan merupakan faktor penting dalam industri pariwisata. Semakin tinggi tingkat keterbukaan suatu kawasan pariwisata, maka semakin mudah
66
informasi yang didapat mengenai tempat wisata yang ada di daerah tersebut dan juga semakin mudah pula akses ke tempat wisata yang dituju, yang implikasinya akan meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung. Proksi yang digunakan untuk melihat tingkat keterbukaan destinasi wisata dalam penelitian ini adalah jumlah tamu mancanegara yang menginap di hotel berbintang dan non-bintang. Pertumbuhan nilai
Indikator
Keterbukaan
di
Kabupaten Cianjur
menunjukkan nilai yang berfluktuatif, namun perubahan nilainya tidak terlalu signifikan. Nilai terendah ditunjukkan pada tahun 2006 dengan nilai 0,0029, sedangkan nilai tertinggi adalah 0,0060 pada tahun 2009. Apabila dilihat jumlahnya, wisatawan mancanegara yang menginap di hotel yang terdapat di Kawasan Cianjur cukup mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2010. Dapat dilihat pula bahwa penurunan nilai Indikator Keterbukaan pada tahun 2010 bukan hanya dikarenakan menurunnya jumlah tamu mancanegara yang menginap, namun lebih dikarenakan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke hotel yang ada di Kabupaten Cianjur. Tabel 5.3. Pertumbuhan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara ke akomodasi Hotel di Kabupaten Cianjur periode 2006-2010 (orang) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Nusantara 388.372 512.221 498.353 572.984 864.789 Mancanegara 1.113 2.658 2.420 3.420 3.190 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Keterbukaan pariwisata Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Cianjur, hal ini dibuktikan oleh nilai Indikator Keterbukaan Kabupaten Bogor yang lebih tinggi dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2008, pada saat nilai keterbukaan Kabupaten Cianjur cenderung konstan, nilai keterbukaan
67
Kabupaten Bogor malah menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi hingga nilainya mencapai 0,0273. 7. Indikator Dayasaing Tingkat Harga Indikator ini digunakan untuk melihat bagaimana persaingan harga yang terjadi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Proksi yang digunakan adalah Purchasing Power Parity (PPP) atau kemampuan dayabeli dan tarif hotel minimum pada hotel berbintang empat. Tabel 5.1 menunjukkan pertumbuhan Purchasing Power Parity Kabupaten Cianjur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, artinya harga barang dan jasa untuk kebutuhan sehari-hari cenderung meningkat. Namun, kemampuan dayabeli di Kabupaten Cianjur masih lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan dayabeli Kabupaten Bogor, yang berarti harga barang dan jasa di Cianjur lebih rendah dibandingkan dengan harga di Kabupaten Bogor. Tingkat harga barang dan jasa yang lebih rendah di Kabupaten Cianjur seharusnya dapat menjadi peluang untuk meningkatkan preferensi wisatawan agar datang berkunjung. Secara ekonomi, konsumen tentunya akan lebih memilih barang yang harganya lebih murah. Lebih lanjut, dilihat dari rata-rata tarif hotel berbintang per malam, Kabupaten Cianjur bertarif lebih murah dibandingkan tarif hotel di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2012, rata-rata tarif hotel berbintang di Kabupaten Cianjur adalah Rp. 551.667,00 per malam. Sedangkan, rata-rata tarif hotel di Kabupaten Bogor berada di kisaran Rp. 745.000,00 per malam. Tarif hotel yang lebih rendah di Kabupaten Cianjur merupakan potensi yang sangat baik untuk menarik
68
wisatawan untuk menginap di hotel-hotel yang ada di kawasan wisata Kabupaten Cianjur. Untuk melihat apakah perbedaan dayasaing pariwisata antara Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor signifikan maka dilakukan uji-t. Hasil uji-t dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.4. Dayasaing Pariwisata Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Indikator t-value Probabilitas Perkembangan Infrastruktur -0,78 0,229 Sumberdaya Manusia 1,63 0,929 Pengaruh Pariwisata -7,8 0,000* Sosial 0,17 0,566 Keterbukaan -5,16 0,000* Dayasaing Tingkat Harga -15,70 0,000* Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 5 persen
Hasil analisis uji-t memperlihatkan beberapa indikator dayasaing pariwisata Kabupaten Cianjur lebih rendah dibandingkan Kabupaten Bogor. Indikator Pengaruh Pariwisata dan Indikator Keterbukaan menunjukkan nilai yang signifikan, artinya posisi dayasaing indikator-indikator tersebut lebih rendah dibandingkan Kabupaten Bogor. Berbeda dengan indikator lainnya Indikator Dayasaing Tingkat Harga memperlihatkan nilai yang signifikan, artinya posisi dayasaingya lebih baik karena harga barang dan jasa di Kabupaten Cianjur lebih rendah dibandingkan Kabupaten Bogor. Sedangkan, Indikator Perkembangan Infrastruktur, Indikator Sumberdaya Manusia, dan Indikator Sosial tidak signifkan yang artinya dayasaing indikator-indikator ini relatif sama atau lebih baik dibandingkan Kabupaten Bogor. Namun apabila dilihat perkembangannya, Indikator Perkembangan Infrastruktur nilainya cenderung menurun dari tahun ke tahun, bahkan selama dua tahun terakhir penurunan yang terjadi sangat signifikan.
69
Penurunan kualitas jalan dari tahun ke tahun ini menunjukkan dayasaing Indikator Perkembangan Infrastuktur yang menurun.
5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur Hasil estimasi model faktor-faktor yag memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur dengan menggunakan software Minitab dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.5. Hasil Estimasi OLS Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur Variabel Koefisien Probabilitas VIF Konstanta 12,288 0,043 Jumlah Hotel 3,0994 0,002* 4,3 Jalan Beraspal Kualitas 0,5584 0,152*** 2,3 Baik Jumlah Restoran -1,766 0,228 3,4 Tingkat Hunian Hotel 0,05470 0,086** 1,9 Tingkat Pendidikan Tenaga 0,04364 0,050* 2,8 Kerja Pariwisata 14,68 0,005 F-Statistik 0,936 R-Squared 0,872 R-Squared (Adj) 2,31478 Durbin Watson Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 5%, **signifikan pada taraf nyata 10%, ***signifikan pada taraf nyata 15 %
Berdasarkan hasil dari tabel diatas, dugaan persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: LnPADPart = 12,288 + 3,0994LnJHott + 0,5584LnJKBt - 1,766LnJRest + 0,04364TPPart + 0,05470THHt
70
5.2.1. Identifikasi Model Setelah model persamaaan regresi didapat, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi model dengan melakukan pengujian terhadap model. Pengujian yang dilakukan adalah uji kriteria statistik dan uji kriteria ekonometrika. 5.2.1.1. Uji Kriteria Statistik Hasil estimasi
yang
dihasilkan dari
analisis
faktor-faktor
yang
memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur adalah nilai koefisien determinasi (R-squared) sebesar 93,6 persen. Artinya, 93,6 persen keragaman variabel dependen (Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata) dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel independennya, yaitu Jumlah Hotel, Jumlah Restoran, Jalan Beraspal Kualitas Baik, Tingkat Hunian Hotel, dan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pariwisata.
Sedangkan, sisanya sebesar 6,3 persen
keragaman yang tidak dapat dijelaskan oleh model regresi yang digunakan. Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan adalah sebesar 0,005 yang menunjukkan variabel-variabel independen yang dipakai dalam penelitian ini secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya pada taraf nyata 5 persen. 5.2.1.2. Uji Kriteria Ekonometrika 1. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan adalah metode Kolmogorov-Smirnov yang terdapat di software Minitab. Hasil yang didapat dari uji normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat dari tabel yang menunjukkan bahwa pola sisaan terdistribusi secara normal.
71
Normal Probability Plot of the Residuals (response is PAD Pariwisata)
99
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 Residual
0,1
0,2
0,3
0,4
2. Uji Heteroskedastisitas Hasil pengujian melalui grafik menunjukkan bahwa sebaran plot menyebar secara acak yang berarti unsur ragam yang digunakan adalah homogen sehingga tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model persamaan yang digunakan. Residuals Versus the Fitted Values (response is PAD Pariwisata)
0,2
Residual
0,1
0,0
-0,1
-0,2 22,5
23,0
23,5 Fitted Value
24,0
24,5
72
3. Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa tidak ada sisaan yang menyebar bebas pada model. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai DurbinWatson Statistik. Dari hasil estimasi, nilai Durbin-Watson Statistik yang diperoleh adalah 2,31478. Artinya, tidak terdapat autokorelasi karena nilai Durbin-Watson Statistik mendekati dua. 4. Uji Multikolinearitas Gejala multikolineritas dapat dilihat melalui faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF, yaitu pengukuran multikolinearitas untuk peubah bebas ke-i. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 dapat menunjukkan adanya multikolinearitas (Neter et al dalam Ulpah). Berdasarkan hasil estimasi pada model, nilai VIF variabel-variabel yang digunakan tidak ada yang melebihi 10. Artinya, tidak ada indikasi model regersi yang digunakan memiliki gejala multikolinearitas.
5.2.2. Estimasi Koefisien Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah hotel berpengaruh secara nyata terhadap PAD sektor Pariwisata. Hal ini dilihat dari uji-t statistik yang memperlihatkan bahwa jumlah hotel berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresinya adalah 3,0994, artinya setiap peningkatan jumlah hotel sebanyak 1 persen akan meningkatkan PAD Pariwisata sebanyak 3,0994 persen (ceteris paribus). Tingginya nilai koefisien dari variabel jumlah hotel menunjukkan bahwa elastisitas dari perubahan jumlah hotel terhadap pembentukan PAD Pariwisata cukup besar. Keberadaan hotel akan semakin
73
meningkatkan dayatarik objek wisata karena dengan adanya hotel sebagai salah satu elemen atraksi pariwisata akan meningkatkan kenyamanan dalam berwisata. Wisatawan akan lebih dapat menikmati berwisata dengan tersedianya akomodasi untuk bermalam. Jalan beraspal kualitas baik berpengaruh signifikan pada taraf nyata 15 persen dengan koefisien positif sebesar 0,5584, artinya jika jalan beraspal kualitas baik bertambah sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PAD Pariwisata sebesar 0,5584 (ceteris paribus). Jalan berkualitas baik yang berpengaruh positif menunjukkan pentingya peran infrastruktur transportasi dalam industri pariwisata. Kualitas jalan merupakan salah satu bagian dari infrastruktur transportasi yang termasuk elemen aksesibilitas (Damanik dan Webber, 2006). Semakin baik kualitas jalan yang dimiliki destinasi wisata maka wisatawan akan semakin nyaman dan mudah dalam mengakses jalan ke objek wisata yang dituju. Jumlah restoran tidak berpengaruh signifikan terhadap PAD Pariwisata, artinya pengaruh perubahan jumlah restoran terhadap PAD Pariwisata adalah 0. Hal ini diduga disebabkan oleh fluktuatifnya jumlah restoran yang ada ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap penghasilan daerah dari pajak restoran. Tingkat hunian hotel berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen dengan koefisien positif sebesar 0,05470, artinya jika tingkat hunian hotel bertambah sebesar 1 persen maka PAD Pariwisata akan meningkat sebesar 0,05470 persen (ceteris paribus). Tingkat hunian hotel dapat merepresentasikan kenyamanan akomodasi hotel di Kabupaten Cianjur. Pelayanan yang semakin baik dari akomodasi hotel maka akan semakin meningkatkan preferensi wisatawan untuk menginap.
74
Tingkat pendidikan tenaga kerja pariwisata berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap PAD Sektor Pariwisata. Nilai koefisien dari tingkat pendidikan tenaga kerja pariwisata adalah 0,04364, artinya setiap peningkatan tingkat pendidikan tenaga kerja sektor pariwisata sebanyak satu persen, maka akan meningkatkan PAD Sektor Pariwisata sebanyak 0,04364 persen. Semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja, maka diasumsikan bahwa tingkat pelayanan yang diberikan akan semakin baik sehingga meningkatkan tingkat kenyamanan berwisata yang implikasinya akan meningkatkan preferensi wisatawan untuk datang ke destinasi wisata.
5.3. Kebijakan Sektor Pariwisata Kabupaten Cianjur. Sektor Pariwisata sebagai sektor unggulan di Kabupaten Cianjur harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah daerah. Pemerintah mempunyai visi untuk menjadikan Kabupaten Cianjur sebagai daerah tujuan wisata alam dan budaya andalan Jawa Barat. Saat ini, pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah merancang berbagai macam strategi dan kebijakan untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata. Strategi dan kebijakan tersebut telah dirancang dalam jangka menengah untuk periode tahun 2005 hingga 2015. Kebijakan-kebijakan tersebut dibagi ke dalam beberapa cakupan, antara lain (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2004); 1. Kebijakan Dasar Pengembangan Kepariwisataan. 2. Kebijakan Pengembangan Produk Wisata. 3. Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Manusia Bidang Pariwisata 4. Kebijakan Pengembangan Pasar dan Pemasaran.
75
5. Kebijakan Pengembangan Hubungan antara Kelembagaan Terkait Pariwisata. Secara garis besar, kebijakan-kebijakan tersebut bisa dibagi kedalam beberapa kebijakan pokok, antara lain: 1. Meningkatkan pengelolaan kekayaan dan keragaman budaya daerah. 2. Meningkatkan kualitas dan pengembangan nilai-nilai luhur budaya Cianjur. 3. Memanfaatkan dan mendayagunakan kapasitas wilayah, alam, dan aktivitas masyarakat untuk kegiatan kepariwisataan. 4. Mewujudkan pengembangan pariwisata yang lebih merata pada setiap wilayah 5. Pengembangan Sumberdaya Manusia (SdM) di bidang kepariwisataan. 6. Melibatkan pelaku industri pariwisata dan masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan. Visi pemerintah untuk menjadikan Kabupaten Cianjur sebagai destinasi unggulan pariwisata Jawa Barat tampaknya masih membutuhkan waktu. Kebijakan-kebijakan yang sudah dilaksanakan masih belum bisa meningkatkan kinerja sektor pariwisata secara optimal. Hal ini terlihat dari perkembangan posisi dayasaing pariwisata Kabupaten Cianjur, yang dilihat dari hasil analisis Competitiveness Monitor, yang cenderung menurun. Indikator-indikator
yang
nilai
dayasaingnya
menunjukkan
tren
pertumbuhan yang negatif antara lain infrastructure development indicator, openness indicator, dan human toursim indicator. Buruknya infrastruktur jalan tentunya bukan merupakan tanggung jawab langsung dinas pariwisata melainkan dinas pekerjaan umum. Namun, hal ini mengindikasikan bahwa masih kurang baiknya koordinasi antar dinas yang seharusnya menjadi salah satu fokus kebijakan. Disbudpar Kabupaten Cianjur harus lebih meningkatkan komunikasi
76
ke dinas lain yang memiliki peranan penting terhadap sektor pariwisata Kabupaten Cianjur. Menurunnya openness indicator dan human tourism indicator tampaknya dikarenakan kurangnya promosi dan inovasi dalam menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata yang ada di Kabupaten Cianjur. Sejak kebijakan dijalankan hampir tidak ada inovasi-inovasi baru dari objek wisata yang ada untuk bisa menarik wisatawan untuk datang. Berdasarkan hasil analisis, hanya environmental indicator yang nilai dayasaingnya lebih baik. Lebih lanjut, kebijakan yang masih belum optimal juga bisa dilihat dari terlalu berfokusnya pembangunan dayatarik wisata ke kawasan Puncak-Cipanas sedangkan objek wisata yang ada di kawasan Cianjur Selatan masih kurang tertata. Hal ini menyebabkan kurang berkembangnya akomodasi wisata seperti hotel, penginapan, restoran, dan villa yang ada di kawasan Cianjur Selatan karena kurangnya minat investor untuk berinvestasi di kawasan ini. Bahkan banyak restoran, rumah makan, atau pun tempat-tempat penjualan cenderamata yang sudah ada harus gulung tikar karena sepinya pengunjung yang datang (Disbudpar Kabupaten Cianjur, 2012). Pemerintah daerah dan Dinas Pariwisata Kabupaten Cianjur harus meningkatkan
dayasaing
pariwisata,
terutama
indikator-indikator
yang
menunjukkan pertumbuhan yang negatif dan posisi yang lebih rendah, serta faktor-faktor yang berpengaruh signifikan dari hasil analisis untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata guna mencapai visi sebagai destinasi wisata unggulan Jawa Barat. Selain itu, kawasan wisata Cianjur Tengah dan Selatan juga harus lebih diperhatikan oleh pemerintah karena potensi yang ada di wilayah ini masih sangat besar untuk dieksplorasi.