4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemanenan dan Preparasi Semanggi Air (M. crenata) Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar seperti, sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi air sering dianggap sebagai gulma pada tanaman padi namun memiliki nilai kegunaan yang beraneka ragam (Afriastini 2003). Pengambilan sampel dilakukan di persawahan daerah Cilegon, Banten. Semanggi air yang diperoleh kemudian diperbanyak kembali menggunakan media pot yang dibuat menggunakan papan triplex dan kayu dengan ukuran 1,8 m2.
Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata). Penanaman semanggi air ini dilaksanakan selama ±3 minggu kemudian diambil bagian daunnya dan dikering udarakan selama 17 jam. Bobot sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 40 gram untuk dua kali ulangan. Sampel ini akan digunakan dalam ekstraksi komponen bioaktif menggunakan metode maserasi. 4.2 Rendemen Ekstrak Semanggi Air (M. crenata) Ekstraksi semanggi air dilakukan dengan metode maserasi. Semanggi air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah persawahan di Cilegon, Banten. Ekstraksi komponen bioaktif pada semanggi air menggunakan metode maserasi dengan tiga pelarut yang berbeda kepolarannya (ekstraksi bertingkat), yaitu heksana p.a (non polar), etil asetat p.a (semi polar), dan metanol p.a (polar). Maserasi merupakan ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam suatu pelarut selama beberapa hari pada temperatur kamar dan
25
terlindung dari cahaya (Sudjadi 1986). Andayani (2008) menyatakan bahwa metode maserasi memiliki beberapa keunggulan, yaitu mudah dilakukan dan bisa menggunakan alat-alat yang sederhana. Proses evaporasi dari filtrat semanggi air dengan ketiga jenis pelarut menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda. Ekstrak heksana berwarna kuning dan kering, ekstrak etil asetat berwarna hijau tua dan masih berbentuk pasta, sedangkan ekstrak metanol memiliki warna hijau lebih muda daripada ekstrak etil asetat dan berbentuk pasta namun lebih kering dari ekstrak etil asetat. Hasil ekstrak kasar semanggi air dapat dilihat pada Gambar 11.
a
b
c
Gambar 11 Ekstrak kasar semanggi air. a) ekstrak metanol, b) ekstrak heksana, c) ekstrak etil asetat. Menurut Parhusip (2006), rendemen ekstrak merupakan faktor yang sangat penting karena menunjukkan banyaknya senyawa organik yang larut dalam pelarut tersebut sesuai dengan polaritasnya. Ekstraksi dengan tiga pelarut yang berbeda-beda akan memperoleh rendemen ekstrak kasar yang berbeda-beda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antar bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot sampel awal yang diekstrak. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen (%). Ekstraksi daun semanggi air dilakukan dengan dua ulangan dan nilai rata-rata rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada diagram batang Gambar 12. Proses perhitungan rendemen ekstrak disajikan dalam Lampiran 1. Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa rendemen ekstrak kasar terbesar sampai terkecil berturut-turut, yaitu rendemen ekstrak kasar semanggi air
26
dari pelarut metanol sebesar 1,39±0,08%, dari pelarut etil asetat sebesar 1,03±0,5%, dan rendemen ekstrak kasar semanggi air dari pelarut heksana sebesar 0,27±0,3%. Nilai rata – rata rendemen ekstrak kasar memiliki standard deviasi yang kecil. Nilai standard deviasi yang didapatkan menunjukan keragaman data yang diperoleh. Nilai standard deviasi rendemen ekstrak kasar metanol lebih kecil dibandingkan etil asetat dan heksana. Data rendemen ekstrak kasar metanol tidak berbeda jauh tiap ulangannya, sedangkan rendemen ekstrak kasar etil asetat dan heksana memiliki perbedaan data yang lebuh banyak pada tiap ulangannya. Perbedaan rendemen ekstrak kasar tiap ulangannya disebabkan oleh perbedaan perlakuan antara ulangan pertama dan ulangan kedua. 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0 heksana
etil asetat
metanol
Gambar 12 Rendemen ekstrak kasar semanggi air (Marsilea crenata). Rendemen terbesar diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut metanol. Menurut Kasih (2007), rendemen ekstrak etanol (polar) pada biji lotus lebih besar karena ekstrak mengandung gula, asam amino dan glikosida dalam jumlah yang cukup besar, hal ini didukung dengan hasil penelitan Kristiono (2009) bahwa semanggi air mengandung protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,35%. Menurut Nurhayati (2009), pelarut metanol diketahui dapat menarik semua komponen baik yang bersifat polar, semipolar maupun nonpolar. Metanol sebagai
27
pelarut yang digunakan paling akhir pada proses ekstraksi diduga menarik semua komponen aktif yang tertinggal pada ekstraksi sebelumnya sehingga rendemen ekstrak metanol cukup besar. Rendemen terkecil diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut nonpolar heksana yaitu sebesar 0,27%. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak dalam semanggi air yang sangat kecil, seperti pada penelitian Kristiono (2009) yang menyatakan bahwa kadar lemak dalam semanggi air segar sebesar 0,27% yang lebih kecil dari kandungan lemak tumbuhan kangkung sebesar 0,3%. Menurut Parhusip (2006), tingginya rendemen ekstrak nonpolar menunjukkan bahwa komponen yang dapat larut dalam heksana sangat banyak, begitupun sebaliknya. Rendemen ekstrak etil asetat daun semanggi air sebanyak 1,03%. Etil asetat merupakan senyawa semi polar yang dapat melarutkan senyawa organik yang bersifat polar maupun non polar sehingga memiliki rendemen yang cukup tinggi dibandingkan ekstrak non polar semanggi air. Hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harborne 1987; Darusman et al. 1995). Hasil penelitian Salamah (2008) menunjukkan bahwa maserasi dengan jenis pelarut yang berbeda akan menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda pula. Pernyataan tersebut mendukung penelitian ini,bahwa kadar komponen bioaktif yang bersifat polar, semipolar, dan nonpolar terdapat dalam jumlah yang berbeda-beda. Pelarut yang berbeda akan melarutkan senyawasenyawa
yang
berbeda
bergantung
tingkat
kepolarannya
dan
tingkat
ketersediaannya dalam bahan yang diekstrak. 4.3 Senyawa Fitokimia Semanggi Air (M. crenata) Tumbuhan memiliki senyawa kimia bermolekul kecil yang penyebarannya terbatas dan sering disebut sebagai metabolit sekunder (Sirait 2007). Metabolit sekunder ini merupakan senyawa bioaktif yang dapat memberikan pengaruh bagi kesehatan tubuh manusia (Hasler 1998). Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat dalam setiap ekstrak kasar semanggi air. Fitokimia mempunyai peranan penting dalam penelitian obat yang dihasilkan dari
28
tumbuh-tumbuhan. Kandungan fitokimia pada tumbuhan semanggi air dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada pengujian fitokimia, ekstrak metanol mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak heksana dan etil asetat. Komponen bioaktif pada ekstrak metanol (polar) meliputi komponen steroid, saponin, flavonoid, karbohidrat, gula pereduksi, dan asam amino. Komponen bioaktif pada ekstrak heksana (non polar) dan etil asetat (semi polar) meliputi steroid dan karbohidrat. Tabel 1 Kandungan fitokimia ekstrak kasar dari semanggi air Uji Alkaloid Steroid Fenol Hidrokuinon Saponin Tanin Flavonoid Molisch Benedict Biuret
Heksana + + -
Ekstrak Kasar Etil Asetat + + -
Metanol + + + + + -
Keterangan : (-) = Tidak terdeteksi (+)= Terdeteksi Proses ekstraksi yang menggunakan pelarut dengan kepolaran yang berbeda akan mengekstrak senyawa yang berbeda pula. Kelarutan komponen bioaktif dalam bahan/sampel akan menentukan komposisi ekstrak yang diperoleh. Menurut Hougton dan Raman (1998), ekstrak heksana (nonpolar) mengandung komponen yang bersifat nonpolar, yaitu lilin, lemak, dan minyak atsiri, sedangkan ekstrak etil asetat (semipolar) sebagian besar mengandung senyawa-senyawa alkaloid, aglikon-aglikon, dan glikosida. Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa komponen alkaloid tidak terdeteksi pada ekstrak kasar semanggi air ketiga pelarut. Hal ini berbeda dengan Salamah et al. (2011), yaitu tumbuhan selada air mengandung alkaloid. Lenny (2006) menyatakan bahwa alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan. Tidak terdeteksinya alkaloid pada pengujian ekstrak kasar semanggi air diduga karena alkaloid dalam tumbuhan tidak dalam bentuk bebas,
29
melainkan terikat dan tidak dapat dipisahkan dengan cara ekstraksi biasa, sehingga cara pemisahan yang mungkin adalah dengan kromatografi kolom (Robinson 1995). Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik kompleks, sebagian besar berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, berbentuk kristal, serin kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik (Harborne 1987). Hasil uji triterpenoid/steroid menunjukkan hasil positif (+) pada ketiga ekstrak yang ditandai adanya warna hijau kebiruan. Adanya kandungan steroid ini menarik dan penting dalam bidang farmasi. Steroid merupakan salah satu senyawa kimia yang banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Steroid dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan obat pereda rasa sakit (Kumar et al. 2009). Prekursor dari pembentukan triterpenoid/steroid adalah kolesterol yang bersifat nonpolar (Harborne 1987), sehingga diduga triterpenoid/steroid dapat larut pada pelarut organik (nonpolar). Hal ini sangat menekankan bahwa sangat wajar jika steroid terdeteksi pada ekstrak daun semanggi air dengan pelarut heksana dan etil asetat. Penelitian Elya (2003) menyatakan bahwa ekstrak heksana (nonpolar) dari Garcinia rigida mengandung senyawa stigmasterol yang diperoleh dengan pemisahan menggunakan kromatografi kolom dan karakterisasi dengan spekroskopi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa steroid terdeteksi pada ekstrak daun semanggi air dengan pelarut metanol (polar). Hal ini dapat terjadi mengingat metanol merupakan pelarut polar yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang bersifat nonpolar atau semipolar. Flavonoid merupakan golongan senyawa fenolik alami terbesar selain fenol sederhana. Flavonoid terdapat alam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Penggologan jenis flavonoid dalam jaringan didasarkan oleh sifat kelarutan dan reaksi warna. Menurut Harborne (1984) terdapat sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon.
30
Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Flavonoid berperan terhadap warna dalam organ tumbuhan seperti bunga, buah, daun, atau warna pada pigmen. Pada tumbuhan flavonoid berguna untuk menarik serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji (Sirait 2007). Ekstrak kasar semanggi air menggunakan metanol menunjukkan hasil positif (+) pada pengujian flavonoid yang ditandai dengan warna kuning pada lapisan amil alkohol. Pada tumbuhan, flavonoid berbentuk glikosida dan dapat berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari sinar UV, sedangkan pada manusia berfungsi sebagai stimulan pada jantung, diuretik, menurunkan kadar gula darah, dan sebagai anti jamur (Zabri et al. 2008). Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesis pada tanaman. Karbohidrat berguna sebagai storing energy, yaitu pati, transport of energy, yaitu sukrosa, dan sebagai penyusun dinding sel yaitu selulosa (Sirait 2007). Pengujian Molisch pada ketiga ekstrak kasar semanggi air memberikan hasil positif (+), hal ini menunjukkan bahwa ketiga ekstrak memiliki kandungan karbohidrat. Reaksi positif ini ditandai dengan adanya warna ungu antara dua lapisan. Karbohidrat yang terdapat pada ekstrak daun semanggi air diduga berupa pati dan selulosa, seperti Wirakusumah (2009) yang menyatakan bahwa buah dan sayur banyak mengandung pati dan selulosa. Karbohidrat berperan untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan yang berakibat pada penurunan fungsi protein sebagai enzim dan fungsi antibodi, timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak serta protein (Budiyanto 2002). Penelitian Permatasari (2011) menunjukkan hasil positif pada pengujian terhadap selada air. Gula pereduksi merupakan kelompok gula yang dapat mereduksi senyawa pengoksidasi.
Monosakarida
akan
segera
mereduksi
senyawa-senyawa
pengoksidasi, yaitu ferisianida, hidrogen peroksida, atau ion kupri (Cu2+) (Lehninger 1982). Hasil pengujian gula pereduksi menggunakan pereaksi Benedict menunjukkan bahwa hanya ekstrak kasar metanol daun semanggi air
31
yang positif (+) mengandung gula pereduksi. Hal ini sama dengan penelitian Permatasari (2011), yang menyatakan bahwa ekstrak daun selada air positif mengandung gula pereduksi. Gula pereduksi yang diduga lebih dominan adalah jenis aldosa, bukan ketosa karena komponen aldosa dapat terdeteksi pada pereaksi benedict yang tidak alkali dan ketosa hanya terdeteksi pada suasana alkali saja, yaitu pada pereaksi fehling (Fennema 1996). Asam amino merupakan komponen penyusun protein yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Asam amino memiliki atom C pusat yang mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino memiliki dua konfigurasi yaitu konfigurasi D dan konfigurasi L. Molekul asam amino mempunyai konfigusai L apabila gugus –NH2 terdapat disebelah kiri atom karbon α dan bila posisi gugus – NH2 disebelah kanan, maka molekul asam amino disebut asam amino konfigurasi D (Lehningher 1982). 4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Semanggi Air Aktivitas antibakteri pada ekstrak semanggi air diuji menggunakan metode difusi cakram kertas (paper disc). Pengujian ini dilakukan terhadap dua bakteri uji yang terdiri dari B. subtilis (bakteri gram positif) dan E. coli (bakteri gram negatif). Metode difusi agar dengan cakram kertas (paper disc) ini dilakukan dengan cara memasukkan senyawa antibakteri dalam hal ini ekstrak semanggi air ke dalam cakram kertas menggunakan pipet mikro. Tabel 2 Diameter zona bening dari aktivitas antibakteri semanggi air menggunakan metode difusi cakram kertas (paper disc) Bakteri uji Bacillus subtilis
Pelarut
Ulangan
Heksana
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Etil asetat Metanol Escherichia coli
Heksana Etil asetat Metanol
2 2 0,5 2 2 0,5 0,5 1,5 2 0,5 0,5
Diameter zona bening (mm) 1 0,5 kontrol (-) kontrol (+) 0,5 1 1 0,5 0,3 0,1 0,1
1 1 -
-
22 22 22 22 21 21 24 24 28 26 24 22
32
Bakteri Gram-positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram-positif berlapis tunggal yang relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Bakteri Gram-negatif lebih resisten terhadap senyawa antibakteri karena struktur dinding sel Gram-negatif terdiri dari tiga lapis dan lebih kompleks, yaitu terdiri dari lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan (Pelczar dan Chan 2010). Aktivitas antibakteri semanggi air dapat dilihat pada Tabel 2. Penampakan hasil analisis aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar daun semanggi air pada bakteri uji Gram-positif B. subtilis dan bakteri Gram-negatif E. coli dapat dilihat padaGambar 13 dan Gambar 14.
H1
H2
E1
E2
M1
M2
Gambar 13 Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap B. subtilis (H : ekstrak heksana semanggi air, E : ekstrak etil asetat semanggi air, M : ekstrak metanol semanggi air; 1: ulangan 1, 2 : ulangan 2).
33
Kode pada Gambar 13 dan 14, yaitu H menunjukkan hasil uji aktivitas dari ekstrak kasar heksana, kode E menunjukkan hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar etil asetat, dan M menunjukkan hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar metanol, serta angka 1 untuk ulangan pertama dan angka 2 untuk ulangan kedua.
H1
H2
E1
E2
M1
M2
Gambar 14 Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap E. coli (H : ekstrak heksana semanggi air, E : ekstrak etil asetat semanggi air, M : ekstrak metanol semanggi air; 1: ulangan 1, 2 : ulangan 2). Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana semanggi air dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa ekstrak kasar semanggi air dari pelarut murni heksana sebagai kontrol negatif memiliki aktivitas antibakteri sangat lemah yang ditunjukkan dengan zona hambat yang dihasilkan sangat kecil. Bakteri uji
B. subtilis dapat dihambat dengan ekstrak heksana
34
dengan konsentrasi 1 mg/disc sebesar 0,25 mm dan 2 mg/disc sebesar 1,25 mm. Baketri uji E. coli hanya dapat dihambat dengan ekstrak heksana dengan konsentrasi 2 mg/disc sebesar 0,5 mm.
Gambar 15 Aktivitas antibakteri ekstrak heksana semanggi air ( kloramfenikol, 2 mg/disc, 1mg/disc, 0,5 mg/disc, dan pelarut heksana) terhadap bakteri uji. Ekstrak heksana biasanya digunakan untuk menghilangkan senyawasenyawa nonpolar alami, terutama senyawa lilin tanaman, lemak-minyak nabati dan/atau sebagian minyak atsiri (Houghton dan Raman 1998). Adanya aktivitas antibakteri yang lemah pada ekstrak kasar semanggi air diduga karena adanya senyawa steroid yang umumnya memiliki aktivitas antibakateri. Menurut Kustiariyah (2007), senyawa steroid dari teripang memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri pada ekstrak heksana semanggi air tidak sama dengan hasil penelitian Fitrial et al. (2008) yang memperoleh hasil negatif atau tidak memiliki aktivitas antibakteri pada ekstrak heksana biji dan umbi teratai. Hasil pengujian aktivitas antibaketri ekstrak pelarut semi polar etil asetat disajikan pada Gambar 16. Gambar 16 menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat semanggi air lebih baik dibandingkan dengan ekstrak yang dihasilkan oleh pelarut lain. Zona hambat yang terbentuk dari ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 0,5 mg/disc pada cawan petri dengan
35
bakteri uji B. subtilis sebesar 1 mm sedangkan pada bakteri uji E. coli tidak terbentuk zona hambat. Konsentarsi ekstrak etil asetat 1 mg/disc membentuk zona hambat pada kedua bakteri uji, yaitu sebesar 1 mm pada B. subtilis dan 0,4 mm pada E. coli. Ekstrak etil asetat pada konsentrasi 2 mg/disc memiliki aktivitas antibakteri pada kedua bakteri uji, yaitu membentuk zona hambat sebesar 2 mm pada B.subtilis dan 1,75 mm pada E. coli.
Gambar 16 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat semanggi air( kloramfenikol, 2 mg/disc, 1mg/disc, 0,5 mg/disc, dan pelarut heksana) terhadap bakteri uji. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak heksana dan metanol semanggi air. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri adalah senyawa semi polar. Kanazawa et al. (1995) diacu dalam Fitrial et al. (2008) menyatakan bahwa suatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan mempunyai aktivitas antimikroba yang maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antimikroba dengan bakteri diperlukan imbangan hidrofilik-hidrofobik. Diduga senyawa semi polar mempunyai afinitas lebih tinggi untuk berinteraksi dengan dinding sel, sehingga ekstrak semi polar lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan B .subtilis daripada ekstrak heksana (non polar) dan metanol (polar). Uji aktivitas antibakteri juga dilakukan pada ekstrak kasar semanggi air dengan pelarut metanol. Diameter zona hambat ekstrak metanol semanggi air
36
yang diekstraksi secara bertingkat terhadap bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 17. Aktivitas antibakteri pada Gambar 17 menunjukkan bahwa tidak adanya zona hambat pada bakteri E. coli dan B. subtilis pada jumlah ekstrak metanol semanggi air yang diekstraksi secara bertingkat sebesar 0,5 mg/disc. Ekstrak metanol antibakteri yang diekstraksi secara bertingkat mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli yaitu pada jumlah ekstrak 1 mg/disc dengan zona hambat 0,2 mm, dan pada jumlah ekstrak 2 mg/disc dengan zona hambat sebesar 0,5 mm. Pada kontrol negatif tidak menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat di sekitar bakteri uji. Beberapa peneliti melaporkan bahwa keberadaan minyak dalam ekstrak non polar dan protein pada ekstrak polar merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba dari senyawa fenolik. Tidak adanya zoana bening yang terbentuk pada bakteri B. subtilis bukan berarti ekstrak kasar semanggi air tidak memiliki aktivitas antibakteri, kemungkinan ekstrak ini dapat aktif pada bakteri Gram-positif lain.
Gambar 17 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol semanggi air ( kloramfenikol, 2 mg/disc, 1mg/disc, 0,5 mg/disc, dan pelarut heksana) terhadap bakteri uji. Pada bakteri Gram-negatif, struktur dinding selnya berlapis tiga dengan ketebalan yang tipis (10-15 nm). Komposisi dinding sel terdiri dari lipid dan
37
peptidoglikan yang berada di dalam lapisan kaku sebelah dalam dengan jumlah sekitar 10% dari berat kering. Kandungan lipid dari bakteri Gram-negatif cukup tinggi yaitu 11-22 %. Bakteri Gram-negatif ini umumnya rentan terhadap penisilin dan kurang rentan terhadap gangguan fisik (Pelczar dan Chan 2010). Menurut Jawel et al. (1996) diacu dalam Fitrial et al. (2008) umumnya dinding sel bakteri gram negatif mengandung membran luar yang dapat menghalangi lewatnya molekul-molekul besar termasuk molekul antibakteri.