ANALISIS MIKROSKOPI DAN KANDUNGAN MINERAL SEMANGGI AIR Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae)
Oleh : MIFTAKHUL ARIFIN C34054371
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN MIFTAKHUL ARIFIN. C34054371. Analisis Mikroskopi dan Kandungan Mineral Semanggi Air Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae). Dibimbing oleh AGOES M JACOEB dan NURJANAH Semanggi air merupakan tumbuhan air yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan tradisional. Semanggi air adalah kelompok tumbuhan paku air (Hydropterides) dari marga Marsilea yang mudah ditemukan di sekitar pematang sawah atau tepian saluran irigasi. Semanggi air dikonsumsi masyarakat untuk mencukupi kebutuhan pangan. Bahan pangan sudah seharusnya mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Salah satu zat gizi yang diduga banyak terkandung di dalam semanggi adalah mineral. Banyak masyarakat yang belum mengetahui karakteristik dan anatomi tumbuhan semanggi sehingga perlu adanya analisis histologi pada tumbuhan tersebut. Pengetahuan tentang kandungan gizi termasuk mineral yang ada pada tumbuhan semanggi air perlu diteliti dan disebarluaskan sehingga masyarakat dapat mengetahui dan memanfaatkan dengan baik terutama untuk konsumsi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan anatomi, komposisi gizi, kandungan mineral sebagai salah satu elemen yang dibutuhkan tubuh serta melihat pengaruh pengukusan terhadap komposisi gizi dan mineral pada tumbuhan semanggi air. Morfologi semanggi air terdiri dari bagian daun, tangkai, batang, dan akar. Karakteristik histologis pada daun meliputi epidermis yang tersusun rapat, dengan bentuk tidak beraturan, dimana stomata hanya terlihat di epidermis atas saja. Pada jaringan pengangkut, floem terletak mengelilingi xilem. Selain itu terdapat palisade, bunga karang dan rongga-rongga. Bagian tangkai terdiri dari jaringan epidermis, aerenchym, ruang interseluler, korteks, endodermis dan jaringan pengangkut. Terdapat banyak ruang interseluler pada tangkai yang menyebabkan tangkai dapat mengapung di air. Bagian batang terdiri dari epidermis, aerenchym, korteks, endodermis, dan jaringan pengangkut. Bagian akar terdiri dari epidermis, sel interseluler, endodermis, floem dan xilem. Jaringan pengangkut tersusun atas floem yang mengelilingi xilem, dengan ukuran xilem yang lebih besar. Komposisi proksimat dari daun dan tangkai semanggi air meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan serat. Kadar air sebesar 89,02%, kadar abu sebesar 24,59%, kadar protein sebesar 39,62%, dan kadar lemak sebesar 2,45%, serat kasar sebesar 20,77%, dimana komposisi tersebut mengalami perubahan setelah dikukus. Daun dan tangkai semanggi air banyak mengandung mineral, diantaranya adalah fosfor sebesar 142,8 mg/100 g, kalsium 69,05 mg/100 g, kalium 937,56 mg/100 g, natrium 69,6 mg/100 g, besi 108,3 mg/100 g, tembaga 5,19 mg/100 g, dan seng 7,58 mg/100 g. Kandungan mineral pada tumbuhan semanggi seperti fosfor dan kalium cukup tinggi apabila dibandingkan dengan sayuran lain. Bahkan mempunyai kandungan yang sangat tinggi pada mineral logam seperti besi, tembaga dan seng. Sedangkan kalsium dan natriumnya cenderung lebih rendah daripada jenis sayuran lain. Kandungan mineral pada daun dan tangkai semanggi air tersebut mengalami perubahan setelah proses pengukusan.
ANALISIS MIKROSKOPI DAN KANDUNGAN MINERAL SEMANGGI AIR Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Miftakhul Arifin C34054371
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
: ANALISIS MIKROSKOPI DAN KANDUNGAN MINERAL SEMANGGI AIR Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae)
Nama
: Miftakhul Arifin
NIM
: C34054371
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl.-Biol. NIP. 195911271986011005
Ir. Nurjanah, MS NIP. 195910131986012002
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS., M Phil. NIP. 195805111985031002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Mikroskopi dan Kandungan Mineral Semanggi Air Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae)” ini belum pernah diajukan pada perguruan tinggi atau lembaga lain manapun untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, Desember 2009
Miftakhul Arifin C34054371
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 20 Maret 1987 dari ayah bernama Suwignyo Widianto dan ibu yang bernama Anik Hamidah. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari SD Babadan 1 Wlingi dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMP 1 Wlingi dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA 1 Talun Blitar dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Panerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah satu tahun mengikuti tingkat persiapan bersama, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) dan Fish Processing Club (FPC) serta pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Iktiologi, Penanganan Hasil Perairan (PHP) dan Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan (TPTHP). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Mikroskopi dan Kandungan Mineral Semanggi Air Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae)”. Dibawah bimbingan Bpk. Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl.–Biol. dan Ibu Ir. Nurjanah, MS.
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Analisis Mikroskopi dan Kandungan Mineral Semanggi Air Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae)”. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan pelaksanaan praktek lapang ini, terutama kepada : 1. Bpk. Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl.-Biol. dan Ibu Ir. Nurjanah, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran kepada Penulis selama ini. 2. Bpk. Ir. Djoko Poernomo dan Ibu Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si yang telah menguji, mengarahkan dan memberikan saran kepada Penulis. 3. Ibu Dr. Ir. Dorly, M.Si, Go To, Mas Zahrul, Ibu Tini dan teman-teman lab mikroteknik dan anatomi tumbuhan serta Pak Dodi dan Mbak Endang PAU IPB yang telah memberikan bantuan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Keluarga Penulis yang telah memberikan semangat, motivasi dan doa. 5. Stefanus Senoadi dan Widi Sulistiono sebagai rekan kerja yang baik dalam suka dan duka selama proses penelitian berlangsung. 6. Teman-teman kostan ”Saung Kuring” yang memberikan penulis tempat berteduh, team minor, team PL, kawan-kawan kostan vilmer dan aulia. 7. Seluruh mahasiswa dan civitas THP dan FPIK tercinta yang tak bisa disebutkan satu persatu, dimana menghadirkan kebersamaan dan masa-masa yang indah untuk dikenang. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Desember 2009 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vii
1. PENDAHULUAN...................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Tujuan .............................................................................................
2
2. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Semanggi Air (Marsilea crenata) ............
3
2.2. Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan ............................................
5
2.3. Pemeriksaan Histologi Tumbuhan ...................................................
12
2.4. Mempersiapkan Preparat....................................................................
13
2.5 Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin ....................................
14
2.6. Analisis Kandungan Gizi pada Tumbuhan ........................................ 2.6.1 Protein ..................................................................................... 2.6.2 Lemak ..................................................................................... 2.6.3 Vitamin ................................................................................... 2.6.4 Serat ........................................................................................
17 17 18 19 19
2.7. Mineral dan Fungsinya ..................................................................... 2.7.1 Kalsium (Ca) ........................................................................... 2.7.2 Fosfor (P) ................................................................................ 2.7.3 Kalium (K) .............................................................................. 2.7.4 Natrium (Na) ........................................................................... 2.7.5 Besi (Fe) .................................................................................. 2.7.6 Tembaga (Cu) .......................................................................... 2.7.7 Seng (Zn) .................................................................................
21 22 23 24 25 26 27 28
2.8. Pengukusan ......................................................................................
29
3. METODOLOGI .....................................................................................
31
3.1. Waktu dan Tempat ..........................................................................
31
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................
31
3.3 Metodologi Penelitian ..................................................................... 3.3.1 Penelitian pendahuluan ............................................................ 3.3.2 Penelitian utama ...................................................................... 3.3.2.1 Analisis histologi ..........................................................
32 32 32 33
3.3.2.2 Analisis proksimat......................................................... 3.3.2.3 Analisis kadar mineral ...................................................
36 39
4. PEMBAHASAN ......................................................................................
41
4.1 Karakteristik dan Morfologi Semanggi Air (Marsilea crenata) ..........
42
4.2 Karakter Histologis Semanggi Air (Marsilea crenata) ....................... 4.2.1 Deskripsi histologis lamina ..................................................... 4.2.2 Deskripsi histologis tangkai ..................................................... 4.2.3 Deskripsi histologis batang ...................................................... 4.2.4 Deskripsi histologis akar .........................................................
42 42 43 45 46
4.3 Komposisi Proksimat Daun dan Tangkai Semanggi Air .....................
47
4.4 Kandungan Mineral ...........................................................................
53
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
64
5.1 Kesimpulan .......................................................................................
64
5.2 Saran .................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
66
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Semanggi air (Marsilea crenata) ...............................................................
3
2. Model 3 dimensi jaringan pada daun .........................................................
5
3. Tipe-tipe stomata ......................................................................................
6
4. Tipe letak stomata .....................................................................................
6
5. Tipe daun bifasial dan equifasial ...............................................................
7
6. Anatomi daun pada tumbuhan paku ..........................................................
8
7. Aerenchym pada tumbuhan Juncus effusus ................................................
9
8. Penampang melintang akar jagung ............................................................
10
9. Bentuk-bentuk saluran pengangkut xilem ..................................................
11
10. Tipe-tipe berkas pembuluh ......................................................................
11
11. Xilem dan floem pada akar tumbuhan paku .............................................
12
12. Penyebaran komponen serat pada dinding sel ..........................................
21
13. Kerangka penelitian utama ......................................................................
33
14. Proses pembuatan preparat ......................................................................
35
15. Penampang melintang daun semanggi air (Marsilea crenata) ..................
43
16. Penampang tangkai semanggi air (Marsilea crenata) ..............................
44
17. Penampang batang semanggi air (Marsilea crenata) ...............................
45
18. Penampang akar semanggi air (Marsilea crenata) ...................................
46
19. Kadar air rata-rata daun dan tangkai semanggi air ...................................
48
20. Kadar abu rata-rata daun semanggi air .....................................................
49
21. Kadar protein rata-rata daun semanggi air ...............................................
50
22. Kadar lemak rata-rata daun semanggi air .................................................
52
23. Kadar serat kasar rata-rata daun semanggi air ..........................................
53
24. Kandungan fosfor pada berbagai sayuran ................................................
54
25. Kandungan kalsium pada berbagai sayuran .............................................
55
26. Kandungan kalium pada berbagai sayuran ...............................................
56
27. Kandungan natrium pada berbagai sayuran .............................................
58
28. Kandungan besi pada berbagai sayuran ...................................................
59
29. Kandungan tembaga pada berbagai sayuran ............................................
60
30. Kandungan seng pada berbagai sayuran ..................................................
62
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi larutan pada proses dehidrasi ...................................................
15
2. Hasil pengukuran morfologi semanggi air (Marsilea crenata) ...................
41
3. Komposisi proksimat tangkai dan daun semanggi .....................................
47
4. Kandungan mineral daun dan tangkai semanggi air (mg/100 g) .................
53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Lembar identifikasi LIPI ..........................................................................
70
2. Tempat tumbuh semanggi air di Surabaya ................................................
71
3. Jaringan pada daun ..................................................................................
71
4. Jaringan pada tangkai ...............................................................................
71
5. Jaringan pada batang ................................................................................
72
6. Jaringan pada akar ....................................................................................
72
7. Histogram sebaran ukuran panjang dan lebar tebal daun semanggi ...........
73
8. Histogram sebaran panjang dan tebal tangkai semanggi ...........................
73
9. Contoh perhitungan mineral .....................................................................
74
10. Contoh alat yang dipergunakan dalam penelitian .....................................
75
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan tropis yang membentang mulai dari 6 oLU sampai 10 oLS dan dari 95 oBT sampai 142 oBT. Indonesia merupakan salah
satu
anggota
Konvensi
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
mengenai
keanekaragaman hayati dan merupakan salah satu dari tujuh negara yang mempunyai ”Mega Biodiversitas” (Departemen Biologi Universitas Indonesia 2007). Selain itu, Indonesia adalah negara yang dua pertiga luas wilayahnya adalah perairan baik berupa perairan tawar maupun asin dengan potensi sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan. Potensi tersebut perlu dikelola secara tepat agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari bagi kesejahteraan rakyat. Salah satu keanekaragaman hayati perairan yang perlu dimanfaatkan dengan baik adalah tumbuhan air yang melimpah di Indonesia. Tumbuhan air sering dianggap sebagai gulma karena kurang adanya pemanfaatan, kecepatan berkembang biaknya yang tinggi serta mengganggu penyerapan zat hara tanaman utama. Sebenarnya tumbuhan air memiliki potensi yang tinggi untuk dimanfaatkan baik sebagai bahan pangan, pakan, obat-obatan, atau bahan industri lainnya. Seperti kangkung yang digunakan sebagai bahan pangan dan obat, eceng gondok yang sering digunakan sebagai pakan babi, kakarewoan sebagai pupuk karena dapat mengikat zat nitrogen dan tumbuhan-tumbuhan lain yang dapat digunakan sebagai industri kerajinan tangan. Beberapa jenis tumbuhan air sudah lama dikonsumsi masyarakat di berbagai daerah sebagai sayuran. Tumbuhan air yang dapat dikategorikan sebagai sayuran tersebut secara turun temurun, dipercaya berkhasiat bagi tubuh manusia. Selain itu bahan makanan berupa sayuran tumbuhan air tesebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi keluarga seperti vitamin dan mineral. Semanggi air merupakan salah satu tumbuhan air yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan tradisional. Semanggi air adalah kelompok tumbuhan paku air (Hydropterides) dari marga Marsilea yang mudah ditemukan di sekitar pematang sawah atau tepian saluran irigasi. Secara morfologi bentuk
tumbuhan ini sangat khas, karena bentuk daunnya yang menyerupai payung yang tersusun dari empat kelopak anak daun yang berhadapan. Semanggi air dikonsumsi masyarakat untuk mencukupi kebutuhan pangan. Bahan pangan sudah seharusnya mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Salah satu zat gizi yang diduga banyak terkandung di dalam semanggi adalah mineral. Mineral merupakan sekelompok senyawa anorganik yang dibutuhkan tubuh. Jumlah minimal yang dibutuhkan manusia hanya sedikit dan umumnya kurang dari setengah gram. Meskipun demikian, mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2003). Mineral mempunyai peranan yang vital bagi tubuh manusia, misalnya mineral makro seperti kalsium dan fosfor yang berfungsi dalam membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa serta mineral makro lain yang keberadaannya penting bagi tubuh. Mineral mikro seperti seng memiliki peranan penting dalam sintesis protein dan pembelahan sel, besi berperan dalam transportasi, oksigen ke jaringan hemoglobin dan dalam mekanisme oksidasi seluler (Almatsier 2003). Banyak masyarakat yang belum mengetahui karakteristik dan anatomi tumbuhan semanggi air, oleh karena itu perlu adanya analisis histologi pada tumbuhan tersebut. Selain itu juga perlu adanya pengetahuan tentang kandungan gizi dan komposisi kimia termasuk mineral yang ada pada tumbuhan semanggi tersebut sehingga masyarakat dapat mengetahui dan memanfaatkan dengan baik terutama untuk konsumsi.
1.2 Tujuan Penelitian 1. Menentukan anatomi semanggi air. 2. Menentukan komposisi proksimat dan kandungan mineral daun dan tangkai semanggi air. 3. Menentukan pengaruh pengukusan terhadap komposisi proksimat dan kandungan mineral daun dan tangkai semanggi air.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Semanggi Air (Marsilea crenata) Klasifikasi dan identifikasi daun semanggi air menurut Haenk (1852) diacu dalam Afriastini (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Divisi
: Pteridophyta
Kelas
: Pteridopsida
Ordo
: Marsileales
Famili
: Marsileaceae
Genus
: Marsilea
Spesies
: Marsilea crenata
Daun
Tangkai
Akar Batang
Gambar 1. Semanggi Air (Marsilea crenata) Semanggi merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar seperti, sawah, kolam, danau, dan sungai. Tumbuhan ini biasanya tumbuh dengan jenis-jenis tumbuhan air lainnya seperti eceng kecil, genjer, rumput air, serta teki alit dll (Sastrapradja dan Afriastini 1985). Tumbuhan ini memiliki beberapa nama seperti jukut calingcingan (Sunda), tapak itek (Malaysia), upat-upat (Filipina), chutul phnom (Kamboja), pak vaen (Laos), phak waen (Thailand), dan water clover fern (Inggris). Semanggi air banyak hidup pada lingkungan berair seperti sawah, kolam, dan rawa-rawa. Tumbuhan ini sering
dianggap sebagai hama pada tanaman padi namun memiliki nilai kegunaan yang beraneka ragam (Afriastini 2003). Famili Marcileaceae hidup di paya-paya atau air yang dangkal, berakar dalam tanah, jarang berupa tanaman darat sejati. Batangnya menyerupai rimpang yang merayap, ke atas membentuk daun-daun, ke bawah akar-akar. Genus Marsilea mempunyai batang yang merayap, daun bertangkai panjang dengan helaian yang biasanya berbelah 4. Sedikit di atas pangkal tangkai daun keluar sepasang atau sejumlah sporokarpium berbentuk ginjal atau jorong. Dalam sporokarpium terdapat banyak sorus yang mempunyai indusium dan di dalamnya terdapat mikro dan makrosporangium (Tjitrosoepomo 1987). Tumbuhan semanggi tumbuh merambat di lingkungan perairan dengan tangkai mencapai sepanjang 20 cm dan bagian yang muncul ke permukaan air setinggi 3-4 cm. Di tempat yang airnya lebih dalam, panjang tangkai dan jarak antar buku jauh lebih panjang daripada di perairan yang dangkal. Daun semanggi memiliki 4 helai anak daun dengan ukuran rata-rata panjang 2,5 cm dan lebar 2,3 cm. Daun tersebut tipis dan lembut berwarna hijau gelap. Akar pada tanaman semanggi tertanam dalam substrat di dasar perairan. Sporocarp yang merupakan struktur reproduksi berbentuk panjang dan bulat pada bagian akhir, terdapat sebanyak 1 sampai 6 buah dengan ukuran 3-4 mm, dan panjang tangkai sporocarp 5 mm (Holttum 1930). Tangkai pada sporocarps tidak bercabang, di ujung yang berbentuk melingkar terdapat seperti gigi kecil
dan ditutupi dengan rambut
caducous berhimpitan dan tegak lurus dengan tangkai (Afriastini 2003). Semanggi air sudah dimanfaatkan oleh masyarakat di beberapa negara. Di Indonesia khususnya Jawa, Filipina, dan Thailand daun semanggi air yang masih muda digunakan sebagai sayuran untuk makanan. Di Thailand tanaman ini dimakan segar dengan sambal lokal. Di Filipina daun semanggi air digunakan sebagai bahan obat untuk neurasthenia dan oedema. Sedangkan di India daun semanggi air digunakan melawan kusta,
demam, dan keracunan pada darah.
Di Australia tanaman ini banyak digunakan sebagai tepung dan dimakan. Selain untuk dikonsumsi dan digunakan sebagai obat, di New Zealand semanggi air juga dapat digunakan sebagai tanaman hias pada akuarium (Champion dan Clayton 2001).
2.2 Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan Individu tumbuhan terdiri dari organ, jaringan dan sel. Tiap-tiap bagian dari tumbuhan tersebut mempunyai susunan dan fungsinya masing-masing. Anatomi organ yang umumnya dipelajari pada tumbuhan adalah daun, batang dan akar. a. Daun Secara umum daun tersusun atas jaringan epidermis, mesofil, dan jaringan pengangkut. Model penampang 3 dimensi jaringan pada daun dapat dilihat pada Gambar 2. Epidermis atas
kutikula
Palisade Bunga karang Ruang kosong sub stomata
Pembuluh daun Floem Xilem
Sel penutup Epidermis bawah
Celah utama Gambar 2. Model 3 dimensi jaringan pada daun (Kück dan Wolff 2009)
Epidermis merupakan jaringan penyusun tubuh tumbuhan paling luar yang umumnya terdiri dari selapis sel dan terdapat pada bagian atas daun. Epidermis mempunyai fungsi melindungi bagian dalam organ tumbuhan, sedangkan pada daun epidermis juga berfungsi mengurangi transpirasi, oleh karena itu sering dilapisi kutikula dan lilin yang bersifat kedap air. Sel epidermis memiliki bentuk seperti kubus/prisma, tidak teratur pada permukaan dan merupakan segi banyak, tidak teratur dan dindingnya berkelok-kelok dan bentuknya memanjang. Jaringan epidermis merupakan lapisan sel hidup dan selalu tersusun rapat satu sama lainnya membentuk lapisan yang kompak tanpa ruang antar sel, kecuali pada stomatanya. Stomata merupakan celah atau lubang pada epidermis yang berfungsi sebagai lubang untuk keluar masuk udara dan
dibatasi oleh sel penutup (Sutrian 1992). Tipe-tipe stomata dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Tipe-tipe stomata; A= Digitalis purp. folium; B= Belladonae-, Stramonii folium; C= Sennae folium; D= Menthae piperitae folium. (Frohne 1985)
Sel penutup Porus
Ruang kosong substomata Sel tetangga Sel penutup Porus
Ruang kosong substomata Sel tetangga Sel penutup Porus
Ruang kosong substomata Gambar 4. Tipe letak stomata. Keterangan a dan b= tipe Mnium ;c dan d= tipe Helleborus; e dan f= tipe Gramineen (Kück dan Wolff 2009)
Mesofil daun terletak di sebelah dalam epidermis dan tersusun dari jaringan parenkim. Bentuk sel parenkim antara lain polihedral, sel dengan lipatan atau tonjolan, bentuk bintang, ataupun memanjang. Bentuk dan susunannya itu
menyebabkan parenkim memiliki ruang-ruang antar sel. Umumnya sel parenkim berdinding tipis tetapi ada juga yang berdinding tebal. Dinding tebal ini merupakan tempat terakumulasinya hemiselulosa sebagai cadangan makanan. Mesofil mengalami diferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang (Bold et al 1980). Jaringan palisade terdiri atas sel-sel panjang yang tersusun rapat dalam barisan dan mengandung banyak kloroplas. Jaringan palisade umumnya satu lapis namun ada yang mempunyai dua atau lebih dan terletak pada permukaan atas daun. Daun yang memiliki jaringan palisade hanya di satu sisi saja disebut daun bifasial atau dorsiventral, sebaliknya bila jaringan palisade terletak di kedua sisi disebut daun equifasial atau isolateral misalnya daun beluntas dan ekaliptus. Jaringan bunga karang terdiri dari sel-sel yang bentuknya bervariasi dari isodiametrik sampai tidak teratur dan terdapat ruang-ruang antar sel sehingga dapat menampung CO2 untuk fotosintesis (Sutrian 1992). Jaringan pengangkut daun terdapat pada tulang daun serta merupakan kelanjutan dari berkas pembuluh batang yang menuju tangkai daun. Tulang daun yang berukuran besar sering dikelilingi oleh jaringan parenkim tanpa kloroplas yang disebut seludang pembuluh (Sutrian 1992). Model tipe daun dapat dilihat pada Gambar 5. Epidermis atas Palisade
Epidermis atas Palisade
Bunga karang
Bunga karang Palisade
Epidermis bawah
Epidermis bawah
Gambar 5. Tipe daun bifasial dan equifasial; A= tipe bifasial; B= tipe equifasial (Frohne 1985)
Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya, yaitu akar, batang, dan daun. Tumbuhan paku memiliki anatomi daun yang tidak berbeda jauh dengan anatomi daun pada tumbuhan lain. Anatomi daun pada tumbuhan paku dapat dilihat pada Gambar 6.
stomata
epidermis bawah
palisade
bunga karang
epidermis atas
pembuluh angkut
Gambar 6. Anatomi daun pada tumbuhan paku (Bold et al 1980) b. batang Epidermis merupakan lapisan paling luar dari batang, terdiri dari sel-sel epidermis yang dilapisi oleh kutikula. Epidermis pada batang umumnya memiliki stoma dan kadang-kadang dilengkapi dengan trikoma. Pada sebelah dalam epidermis terdapat korteks. Korteks terdiri dari berbagai tipe sel, yang paling sederhana berupa parenkim. Pada jenis tumbuhan tertentu, korteks mengandung klorenkim yang mengandung kloroplas, kolenkim atau serat, sklereid, sel ekskresi atau sel lateks dan beberapa berfungsi sebagai tempat cadangan makanan (Sutrian 1992). Parenkim yang terdapat pada batang dan berhubungan dengan udara dalam ruang antar sel, biasa disebut aerenchym. Aerenchym merupakan parenkim dimana ruang-ruang antar selnya cukup besar dan di dalamnya terdapat udara. Tumbuhan air mengandung aerenchym cenderung lebih besar, hal ini selain memudahkan sistem aerasi juga membuat tumbuhan lebih mudah mengapung (Sutrian 1992). Sel-sel aerenchym membentuk fenomena seperti bintang dan disebut Sternzelle. Bentuk aerenchym pada tumbuhan Juncus effucus dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sel bintang pada tumbuhan Juncus effusus; A= Letak Sternzelle dalam Markparenkim; B= Dua sel diperbesar; C= Plasmodesma (Sumber: Brune et al. 2007)
Endodermis merupakan jaringan yang terdiri dari selapis sel khusus, membatasi korteks dari silinder vaskuler. Sel-sel penyusun endodermis teratur dalam bentuk lingkaran mengelilingi silinder vaskuler, sejajar dengan epidermis. Pada dinding-dinding sel endodermis terdapat jalur-jalur yang mengandung zat lignin dan suberin. Endodermis pada tumbuhan paku-pakuan biasanya mengelilingi jaringan pengangkut. Silinder pusat merupakan bagian dari sumbu batang, terdiri dari sistem berkas pembuluh yang melingkar bersama jaringan dasarnya, daerah intervaskuler, dan empulur (Sutrian 1992). c. Akar Akar tersusun dari epidermis (rhizodermis), korteks, endodermis, dan silinder vaskuler. Tidak seperti epidermis pada batang, epidermis pada akar berdinding tipis dan biasanya tidak berkutikula. Namun pada akar yang tua atau yang terletak di udara kadang-kadang terjadi penebalan yang mengandung lignin. Pada sebelah dalam epidermis terdapat korteks. Korteks pada tumbuhan dikotil dan gymnospermae terdiri dari jaringan parenkim. Sedangkan pada akar tumbuhan monokotil sklerenkim lebih berkembang. Pada sebelah dalam korteks terdapat endodermis. Endodermis terdiri dari selapis sel yang membentuk cincin terdapat pada semua tumbuhan berpembuluh. Pada dinding endodermis terdapat pita kaspari yang merupakan keterpaduan antara dinding sel dan lamela tengah yang mengandung suberin dan lignin (Sutrian 1992). Penampang melintang akar dapat dilihat pada Gambar 8.
Rhizodermi s Kortek s
Trichoblas t Atrichoblast
Endodermis Perikambium Floem Xilem Parenkim
Gambar 8. Penampang melintang akar jagung. (Sumber: Kück dan Wolff 2009)
Letak silinder vaskuler ada di pusat akar. Bagian utama dari silinder vaskuler ini adalah floem dan xilem. Pada pembuluh akar letak berkas floem selalu terpisah dan berada di tepian silinder pembuluh, dan berkas xilem juga merupakan suatuan yang terpisah dan dapat berada di tepi silinder pembuluh atau bisa juga meluas sampai ke pusat akar. Floem merupakan pembuluh yang mengangkut hasil fotosintesis dari daun ke bagian organ lainnya. Xilem meliputi trakea (pembuluh kapiler) dan unsur lainnya seperti sel parenkim, dan elemen penguat yang berfungsi mengangkut bahan mineral dan air dari akar sampai daun. Sel parenkim pada xilem dianggap sebagai tempat menyimpan cadangan makanan berupa zat tepung dan lemak. Zat-zat tepung biasanya tertimbun sampai pada saat giatnya pertumbuhan. Selain zat-zat tepung terdapat pula pula zat tannin, kristalkristal, atau zat-zat lainnya. Saluran pengangkut pada xilem memiliki bentuk yang berbeda-beda (Sutrian 1992). Bentuk-bentuk saluran pengangkut pada xilem dapat kita lihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Bentuk-bentuk saluran pengangkut xilem; A = bentuk ring; B = bentuk spiral; C = bentuk jaring; D = bentuk berlubang (Frohne 1985)
Berdasarkan letak susunan xilem dan floem, berkas pengangkut pada dasarnya mempunyai 3 tipe, yaitu : kollateral, konsentris dan radial. Kolateral terbagi lagi menjadi kollateral terbuka, tertutup, dan bikollateral. Sedangkan konsentris dapat dibagi menjadi amphikribal dan amphivasal. Tipe-tipe berkas pembuluh dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Tipe-tipe berkas pembuluh; A= Konsentris amphikribal; B= Konsentris amphivasal; C= Radial; D= Bikollateral; E= Kollateral tertutup; F= Kollateral terbuka. (Frohne 1985)
Kollateral tertutup merupakan berkas pengangkut dimana antara floem dan xilem tidak terdapat kambium, pada kollateral terbuka antara floem dan xilem terdapat kambium sedangkan bikollateral merupakan berkas pengangkut dimana terdapat dua buah floem dengan satu xilem. Kambium hanya terdapat diantara floem luar dengan xilem, sedangkan floem dalam dan xilem tidak terdapat kambium. Konsentris amphikribal merupakan jaringan pengangkut dimana floem mengelilingi xilem, sedangkan konsentris amphivasal floem terletak di tengah dan dikelilingi xilem. Berkas pengangkut radial merupakan berkas pengangkut dimana xilem dan floem terletak bergantian menurut jari-jari lingkaran (Sutrian 1992). Bentuk akar paku berbeda-beda untuk tiap spesies. Banyak tumbuhan paku yang memiliki akar merambat namun tidak untuk jenis tumbuhan paku yang hidup di darat. Akar pada tumbuhan paku kebanyakan berupa akar serabut. Pada akar paku, xilem terdapat di tengah dikelilingi floem membentuk berkas pembuluh angkut yang konsentris. Gambar xilem dan floem pada tumbuhan paku dapat dilihat pada Gambar 11.
Floem Xilem
Gambar 11. Xilem dan floem pada akar tumbuhan paku (Sumber: Bold et al 1980)
2.3 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan Histologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari struktur mikroskopis atau karakteristik sel dan fungsi dari jaringan dan organ dengan beberapa metode tertentu. Metode tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi yang sama namun berbeda cara secara detail dari media dan jenis media yang digunakan untuk sampel. Hal tersebut termasuk metode untuk menerangkan dan pemendaran pada mikroskop, dimana spesimen dapat dipotong pada bagian tengah (15-40 mikrometer) tanpa menggunakan medium penstabil (keadaan segar), dalam cryofluids (keadaan beku), atau ditanam dalam bahan seperti parafin atau dalam formula plastik lainnya. Metode lain yang dikerjakan dengan mikroskop elektron tidak membutuhkan media penanaman spesial untuk persiapan preparat (Scanning Electron Microscopy) atau menggunakan sampel yang ditanam dalam plastik (Transmission Electron Microscopy) untuk cara ini sampel dipotong sangat kecil (65-100 nanometer) (Trigiano et al 2005). Hasil preparat histologis pada tumbuhan dapat menunjukkan informasi yang tidak didapat melalui pemeriksaan secara visual. Banyak penelitian baik dilakukan secara in vitro maupun in vivo bisa dimengerti karena adanya penelitian secara histologi. Sebagai contoh, somatik embrio dapat diproduksi di permukaan daun, tetapi mungkin morfologi yang menyimpang tidak akan diketahui. Dengan menggunakan metode histologi dan pemeriksaan anatomi dengan cermat, para peneliti akan dapat melihat karakteristik somatik embrio. Contoh lain dari teknik histologi digunakan untuk melihat struktur spesifik asli dari tumbuhan. Perkembangan histologi dapat dipelajari dari waktu ke waktu secara teratur
dengan melihat jaringan sampel atau langsung dilihat pada jaringan dewasa (Trigiano et al 2005). 2.4 Mempersiapkan Preparat Langkah pertama yang harus dilakukan dalam mempelajari histologi adalah membuat preparatnya terlebih dahulu. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang dilakukan proses penanaman (embedding). Proses pembuatan preparat segar dilakukan dengan melakukan sayatan melintang yang tipis pada daun dan diletakkan pada gelas objek. Setelah itu dapat ditetesi dengan pewarna dan ditutup dengan gelas penutup. Pada saat penutupan harus hati-hati agar tidak ada gelembung udara. Proses pembuatan preparat utuh (whole mount) merupakan metode pembuatan preparat secara utuh. Biasanya tanaman yang akan diamati adalah tanaman dengan ukuran kecil, apabila ukuran tanaman terlalu besar dapat dilakukan proses pemangkasan terlebih dahulu. Proses pembuatan preparat ini terdiri dari beberapa tahap seperti fiksasi bertahap, penggunaan xylol berseri, pewarnaan, inkunasi, dehidrasi, dan perekatan ke gelas preparat, dan dilakukan penutupan (Kiernan 1988). Pembuatan preparat dengan metode embedding terdiri dari 5 macam. Metode tersebut antara lain gelatin embedding, paraffin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding pada plastik (Kiernan 1988). Proses embedding pada objek menggunakan media gelatin merupakan metode lama yang sudah digantikan dengan resin. Metode ini mirip dengan metode parafin dimana gelatin tidak dapat menembus jaringan dan hanya mengelilingi jaringan dan mengisi ruang yang kosong. Gelatin tidak dapat dihilangkan, karena warnanya sangat kuat tetapi tidak mengganggu warna penampakan objek. Media embedding yang sejenis dengan gelatin adalah agar dan polycrylamide. Paraffin embedding merupakan suatu metode yang paling umum digunakan. Metode ini banyak digunakan karena lebih mudah dan lebih cepat serta material kering dapat disimpan lebih lama. Nitrocellulose embedding merupakan metode embedding menggunakan padatan dengan nama celloidin, Parlodion, Necolloidin, dan lowviscosity nitrocellulose. Larutan nitrocellulose ditempatkan pada botol dengan tutup memutar. Larutan ini merupakan larutan yang mudah terbakar. Biasanya
larutan ini dicampurkan dengan volume yang sama dengan etanol dan dietil eter (Kiernan 1988). Pembuatan menggunakan
preparat
double
embedding
embedding.
juga
Metode
ini
dapat
dilakukan
menggunakan
dengan
kombinasi
nitrocellulose dan lilin cair. Metode ini digunakan pada objek yang mengandung jaringan keras dan lunak. Metode embedding dengan plastik (resin) merupakan metode embedding yang digunakan untuk mikroskop elektron. Prinsip pembuatan preparat dengan metode ini sederhana, dimana objek diinfiltrasi dengan monomer reaktif (molekul kecil) dimana polymerized membentuk plastik (molekul besar). Bahan resin lebih keras dibandingkan dengan lilin atau nitrocellulose, sehingga memungkinkan memotong lebih tipis untuk mikroskop elektron (Kiernan 1988) . 2.5 Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin Hal mendasar dan penting yang harus dilakukan dari semua metode histologi adalah metode pembuatan preparat. Para ahli telah memperhatikan metode ini untuk penelitian histologi sejak seratus tahun yang lalu. Pada saat ini telah banyak perubahan dalam memeriksa sampel kering dan tidak menggunakan gelas penutup. Penggunaan pisau untuk memotong juga telah mengalami modifikasi alat dengan adanya alat mikrotom. Spencer microtomes telah dapat digunakan dengan baik untuk memotong dalam metode histologi. (Kiernan 1988). Metode penanaman parafin (paraffin embedding) merupakan suatu metode yang paling umum digunakan sejak dahulu dalam pembuatan preparat. Proses pembuatan preparat dengan metode parafin terdiri dari beberapa langkah, yaitu fiksasi, pencucian, dehidrasi, infiltrasi, embedding, pengirisan, penempelan, pewarnaan, dan penutupan. Pada pembuatan preparat dengan metode parafin ini langkah pertama yang dilakukan adalah proses fiksasi. Tahap fiksasi ini dilakukan agar jaringan tidak membusuk dan dapat mempertahankan struktur jaringan. Formalin-aceto-alcohol dapat digunakan sebagai bahan yang memberikan fiksasi sempurna. Setelah tahap fiksasi selesai, dilanjutkan dengan pencucian dan dehidrasi. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan reagen yang masih ada pada obyek. Cairan yang digunakan dalam proses pencucian ini tergantung pada reagen yang digunakan sebelumnya. Hampir semua larutan pengencer terutama yang mengandung chromic acid dapat dicuci dengan air, jika proses
pencucian dengan air mengalir sulit dilakukan dapat dilakukan dengan air dalam jumlah besar dan dilakukan berulang kali. Apabila air yang digunakan terlalu banyak mengandung udara maka harus dilakukan proses penguapan dengan pemanasan atau menggunakan suction pump. Proses pencucian dengan menggunakan larutan jumlahnya harus sama dengan larutan fiksasi. Proses dehidrasi merupakan pengambilan air dari jaringan sehingga terdapat ruang kosong dan dapat dimasuki oleh parafin. Jika proses pencucian dilakukan dengan air maka proses dehidrasi dilakukan dengan 5% etanol dan diteruskan dengan 11%, 18%, dan 30% etanol. Perendaman setiap dua jam pada masing-masing larutan sudah cukup untuk proses dehidrasi. Bagaimanapun jika proses pencucian dilakukan dengan alkohol diatas 70% perlu digunakan xilol, kloroform, atau larutan essensial setelah proses dehidrasi pertama yang diikuti dengan alkohol absolut. Komposisi larutan yang digunakan untuk proses dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi larutan pada proses dehidrasi Persentasi alkohol pada larutan
50 %
70 %
85 %
95 %
100 %
Air
50
30
15
-
-
Etanol 95 %
40
50
50
45
-
Tertier butil alkohol
10
20
35
55
75
-
-
-
-
25
Etanol 100 % Sumber : Johansen 1940
Infiltrasi bertujuan menyusupkan parafin ke dalam jaringan. Pada tahap ini dilakukan proses transfer dari butil alkohol ke parafin sedikit demi sedikit. Bahan ditransfer pada campuran yang sama pada minyak parafin dan Tertier Butil Alkohol selama 1 jam. Botol kecil diisi 3/4 penuh dengan cairan Parowax dan didiamkan sampai cairan tersebut mulai mengeras namun jangan sampai menjadi beku. Setelah obyek tenggelam campuran minyak paraffin, parowax, dan alkohol diganti dengan dengan cairan yang baru. Pergantian cairan parafin yang baru dilakukan tiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali (Johansen 1940). Penanaman (embedding) proses penanaman material ke dalam cetakan yang berisi parafin cair, yang bila dingin akan mengeras sehingga memudahkan
penyayatan dengan mikrotom. Material dalam cetakan parafin tersebut dibiarkan dalam air selama setengah jam sampai dingin. Suhu parafin harus benar-benar diperhatikan, apabila pendinginan parafin terlalu lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal dan meyebabkan cetakan banyak terdapat bercak putih dan tidak dapat dilakukan pengirisan. Setelah proses penanaman selesai dan parafin telah dingin dan keras akan dilakukan proses pengirisan. Proses pengirisan merupakan pembuatan sayatan atau pita dari blok parafin yang telah terbentuk dengan menggunakan mikrotom. Setelah itu dilakukan proses penempelan pita yang telah dipotong ke dalam gelas obyek dan diberi beberapa tetes air (Johansen 1940). Setelah proses pengirisan, parafin harus dihilangkan terlebih dahulu dari obyek sebelum dilakukannya pewarnaan. Untuk melakukan proses ini dapat digunakan xilol dan campuran xilol dengan etanol. Sebelum memasuki proses pewarnaan, gelas preparat dibilas terlebih dahulu dengan akuades. Pewarnaan merupakan proses pemberian warna pada gelas obyek. Proses ini dilakukan untuk memudahkan dalam melihat jaringan pada tumbuhan. Pewarnaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan satu pewarna atau beberapa kombinasi warna disesuaikan dengan tujuan pengamatan. Sebagai contoh apabila pewarnaan ditujukan untuk melihat selulosa pada dinding sel maka dapat digunakan aniline blue, fast green, CFC, light green, dan congo red. Untuk melihat protein dapat digunakan safranin, sedangkan untuk lemak dapat dengan sudan III dan lain-lain. (Kienan 1988). Kemudian gelas preparat dicelup ke dalam pewarna sesuai dengan tujuan pewarnaan. Setelah pencelupan dalam larutan pewarna selesai dilakukan dehidrasi dengan alkohol 35%, 70%, dan 95%. Setelah proses pewarnaan selesai dilanjutkan dengan penutupan. Proses penutupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan perekat seperti entelan (Canada Balsam) dan ditutup dengan coverslip. Setelah itu preparat dapat disimpan dengan suhu tidak boleh melebihi 60 oC (Johansen 1940). 2.6 Analisis Proksimat pada Tumbuhan Tumbuhan pangan utama yang dibutuhkan oleh tubuh manusia adalah jenis tumbuhan sayur atau sayuran. Sayuran sangat dianjurkan untuk dikonsumsi sehari-hari, hal ini dikarenakan sayuran merupakan sumber vitamin, mineral,
antioksidan dan serat pangan. Pada sayuran terdapat kandungan gizi baik makro maupun mikro. Kandungan gizi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan golongan mikro terdiri dari vitamin dan mineral (Haris dan Karmas 1989). Zat-zat gizi menyediakan kebutuhan sel-sel tubuh yang beraneka ragam.
Sebagai
“mesin
hidup”,
sel
memerlukan
energi,
bahan-bahan
pembangunan dan bahan-bahan untuk memperbaiki bagian yang rusak dengan menggunakan zat-zat gizi (Muchtadi 2001). 2.6.1 Protein Semua makhluk hidup memerlukan protein. Manusia dan binatang memerlukan protein yang berasal dari tanaman, sedangkan tanaman sanggup membangun protein dari bahan-bahan yang diperoleh dari tanah dan udara sekitar (Suhardjo dan Kusharto 1988). Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa protein juga mengandung unsur-unsur mineral yaitu fosfor, sulfur dan besi. Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Protein berfungsi sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Sayuran yang mengandung protein adalah yang berasal dari biji-bijian, seperti kacang panjang, buncis, dan kecambah (Wirakusumah 2007). Berdasarkan dapat atau tidaknya disintesis oleh tubuh, asam-asam amino digolongkan menjadi dua golongan yaitu : 1) asam amino esensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga perlu disuplai dari bahan makanan) dan 2) asam amino non esensial (dapat disintesis oleh tubuh dari asam lemak dan senyawa nitrogen). Bagi orang dewasa terdapat 8 macam asam amino esensial yaitu : isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Sedangkan bagi bayi selain kedelapan asam amino tersebut histidin dan arginin tergolong esensial. Asam amino yang tergolong nonesensial adalah tirosin, sistin, glisin, serin, asam glutamat, asam aspartat, alanin, prolin. Kadang-kadang orang menggolongkan tirosin dan dan sistin sebagai asam amino semi esensial (Muchtadi 2001).
Untuk menganalisis kandungan protein pada bahan pangan digunakan uji yang berdasarkan kandungan nitrogen (metode Kjeldhall). Kandungan protein dapat dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan 6,25 menggunakan metode Kjeldhall dengan katalis Cu (Dierenfeld dan McCann 1999). Kandungan protein tidak sama untuk protein non nitrogen dengan protein nitrogen (Huyghebaert 2003). 2.6.2 Lemak Lemak mempunyai komposisi kimia yang unik sehingga tidak larut dalam air, melainkan dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform atau benzen. Komposisi kimia lemak juga juga menentukan bentuk lemak yaitu lemak (fat) yang berupa padatan pada suhu kamar misalnya lemak hewan, sedangkan minyak (oil) adalah lemak berbentuk cairan dalam temperature kamar misalnya minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun. Secara umum formulasi kimia suatu asam lemak adalah CH3(CH2)nCOOH (Muchtadi 2001). Menurut ada tidaknya ikatan rangkap yang dikandung asam lemak, maka asam lemak dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Asam lemak jenuh yaitu hanya mempunyai ikatan tunggal misalnya asam butirat, asam kaproat 2. Asam lemak takjenuh tunggal yaitu mengandung satu ikatan rangkap pada rantai karbon misalnya asam palmitoleat, asam oleat 3. Asam lemak takjenuh poli yaitu asam lemak yang mengandung lebih dari satu ikatan rangkap pada rantai karbonnya misalnya asam linolenat, asam arachidonat (Muchtadi 2001). Fungsi
lemak
secara
umum
adalah
penghasil
energi,
pembangun/pembentuk struktur tubuh, protein sparer (penghematan fungsi protein), penghasil asam lemak essensial yang penting bagi tubuh, pembawa vitamin larut lemak, pelumas diantara persendian, membantu pengeluaran sisa makanan, pemberi kepuasan cita rasa, agen pengemulsi, dan prekusor prostaglandin (Suhardjo dan Kusharto 1988). Lemak yang terdapat pada bahan pangan nabati umumnya berupa asam lemak tidak jenuh. Fungsi dari asam lemak tak jenuh yaitu sebagai komponen dari sel-sel saraf, membran selular, dan senyawa yang menyerupai hormon. Selain itu asam lemak tidak jenuh juga
berfungsi sebagai proteksi dan terapi untuk penyakit jantung serta kanker (Wirakusumah 2007). Total lemak dalam bahan pangan dapat diketahui setelah diekstrasi dan dilakukan penilaian gravimetric. Beberapa metode dapat digunakan untuk mengekstrasi lemak. Hidrolisis merupakan salah satu metode yang umum digunakan, tetapi hanya untuk mengetahui total lemak tanpa tahu pembagiannya. Sedangkan untuk mengetahui kandungan asam lemak harus dilakukan saponifikasi dan esterifikasi (Huyghebaert 2003). 2.6.4 Vitamin Vitamin adalah senyawa kimia atau zat gizi yang sangat penting dan dibutuhkan tubuh walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, untuk pemeliharaan kesehatan dan pertumbuhan normal dimana sebagian besar tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga harus masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan. Vitamin dikelompokan menjadi dua, yaitu vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin yang larut dalam air (B1, B2, B3, B4, B5, B6, B12, asam folat, biotin, dan vitamin C) (Wirakusumah 1997). Vitamin yang sangat diperlukan tubuh diantaranya vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam folat, B12 (sianokobalalamin), vitamin C, vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin K. Vitamin walaupun sifatnya mikro namun memiliki peran yang penting (Muchtadi 2001). Untuk menguji kandungan vitamin dalam bahan pangan dapat digunakan metode kromatografi (Huyghebaert 2003). 2.6.5 Serat Sayuran merupakan sumber serat utama. Kandungan serat pada sayuran sangat bermanfaat dalam pencegahan berbagai penyakit. Serat makanan dalam diet sangat efektif mencegah berbagai penyakit dan gangguan pencernaan seperti sembelit dan diare, divertikulum, wasir, karies gigi, jantung koroner, kanker kolon, kencing manis dan batu empedu. Serat yang merupakan zat non gizi terbagi dari dua jenis, yaitu serat kasar (crude fiber) dan serat makanan (dietry fiber). Serat kasar adalah bagian tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat dihidrolisis kembali oleh larutan asam sulfat atau natrium hidroksida dalam analisis proksimat, belum menunjukkan kandungan serat total sedangkan serat
makanan adalah serat yang tetap ada dalam usus besar setelah proses pencernaan. Nilai serat kasar lebih kecil 1/3-1/2 dari nilai serat makanan (Soelistijani 1998). Kandungan serat kasar dalam bahan pangan dapat dihitung setelah sample kering didestruksi dengan H2SO4 dan NaOH. Kandungan serat kasar dapat diketahui setelah beberapa kandungan utama seperti protein, lemak, karbohidrat, dan pati dihilangkan (AOCS 2006). Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut dalam air. Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi (Soelistijani 1998). Selulosa, hemiselulosa dan lignin tergolong serat tidak larut air. Selulosa merupakan seratserat panjang yang terbentuk dari homopolimer glukosa rantai linier. Rantai molekul pembentuk selulosa akan semakin panjang seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Di dalam tanaman, selulosa berfungsi memperkuat dinding sel. Hemiselulosa mempunyai rantai molekul lebih pendek dibanding selulosa. Unit ini terdiri dari heksosa dan pentosa. Hemiselulosa berfungsi sebagai penguat dinding sel dan cadangan makanan bagi tanaman. Lignin termasuk senyawa aromatik yang tersusun dari polimer fenil propan. Lignin bersama-sama dengan holoselulosa (gabungan selulosa dan hemiselulosa) berfungsi membentuk jaringan tanaman (Soelistijani 1998). Pektin, musilase dan gum tergolong serat yang larut dalam air. Pektin merupakan polimer dari glukosa dan asam galakturonat yang terdapat dalam dinding sel primer tanaman dan berfungsi sebagai perekat antara dinding sel tanaman. Sifatnya membentuk gel dan dapat mempengaruhi metabolisme zat gizi. Musilase mempunyai struktur mirip hemiselulosa dan ditemukan dalam lapisan endosperm biji tanaman. Musilase mampu membentuk gel seperti pektin. Gum terdapat pada bagian lamela tengah atau diantara dinding tanaman. Gum juga mampu membentuk gel dan mempunyai peran yang sangat penting yaitu sebagai penutup dan pelindung tanaman yang terluka (Soelistijani 1998). Dalam jaringan tumbuhan kandungan serat tersebut tersusun di dinding sel dengan jumlah yang berbeda pada tiap bagian. Penyebaran komponen serat pada dinding sel dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Penyebaran komponen serat pada dinding sel; arah panah menunjukkan meningkatnya konsentrasi komponen (ML=Mittellamela, PW=dinding primer sel, SW= Dinding sekunder sel) (Frohne 1985)
Kandungan protopektin ada pada dinding primer dan meningkat di mittellamela. Hemiselulosa terdapat di dinding sekunder dan meningkat sampai ke dinding primer. Selulosa terdapat di dinding primer dan meningkat sampai ke dinding sekunder, sedangkan selulosa terdapat di semua bagian dinding sel dan semakin meningkat ke mittellamela (Frohne 1985). 2.7 Mineral dan Fungsinya Unsur-unsur mineral adalah unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam makanan, unsur-unsur tersebut kebanyakan terdapat dalam garam anorganik misalnya natrium klorida tetapi beberapa mineral terdapat dalam senyawa organik seperti sulfur dan fosfor yang merupakan penyusun beberapa protein (Guthrie 1975). Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Zat anorganik tidak ikut terbakar dalam proses pembakaran sementara zat organik habis terbakar. Zat anorganik yang tidak terbakar tersebut berwujud sebagai abu. Mineral berasal dari dalam tanah. Tanaman yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang diperlukan untuk pertumbuhannya, yang kemudian disimpan di dalam struktur tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah. Hewan yang memakan tanaman tersebut akan menyimpan mineral yang diperoleh di dalam tubuhnya. Manusia akan memperoleh mineral dari dua sumber yaitu melalui konsumsi nabati dan hewani (Muchtadi 2001). Disamping sebagai
komponen jaringan tubuh, mineral adalah unsur anorganik yang juga berfungsi dalam system enzim. Mineral berinteraksi dengan vitamin dan hormon untuk berperan dalam fungsi fisiologis. Sekalipun dibutuhkan dalam jumlah kecil tetapi keberadaan mineral dalam tubuh amatlah penting (Muchtadi 2001). Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari seperti natrium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari seperti besi, iodium, mangan, litium seng dan sebagainya. Jumlah mineral mikro di dalam tubuh kurang dari 15 mg. Hingga saat ini dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap esensial (Almatsier 2003). Beberapa unsur mineral yang dibutuhkan tubuh diantaranya adalah sebagai berikut : 2.7.1 Kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5% sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25 sampai 2,60 mmol/l (9 sampai 10,4 mg/100 ml). Selain di dalam tulang, kalsium juga menyebar di seluruh tubuh, seperti pada cairan ekstraseluler dan intraseluler (Almatsier 2003). Pada saat kalsium terdapat secara berlimpah di dalam tanah, kalsium juga banyak terdapat pada daun yang diambil secara pasif melalui pertumbuhan akar. Kalsium sebagian besar terdapat dalam xilem dan dalam konsentrasi lebih kecil terdapat dalam floem (Johnson and Uriu 1990). Kalsium yang diambil oleh tanaman biasanya dalam bentuk urea dan akan diubah menjadi bentuk hidroksil, lignin serta pada daun sebagai kalsium ion bebas dimana berfungsi dalam pertumbuhan biji dan meristem apikal (Bourne 1985). Kalsium berperan dalam pembentukan tulang. Kalsium di dalam tulang berfungsi sebagai bagian integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan kalsium serta proses kalsifikasi. Kalsium berperan dalam proses pembentukan gigi. Peran kalsium pada proses pembentukan gigi tersebut hampir
sama dengan yang terjadi pada tulang, tetapi mempunyai kristal yang lebih padat dan lebih sedikit mengandung air. Kalsium juga berperan dalam pertumbuhan, pembekuan darah, katalis reaksi biologis, perawatan dan peningkatan fungsi membran sel, dan pengaturan pengambilan strontium (Guthrie 1975). Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, ikan, serealia, kacangkacangan dan hasil kacang-kacangan, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung zat yang yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) diacu dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut : Bayi
: 300-400 mg
Anak-anak
: 500 mg
Remaja
: 600-700 mg
Dewasa
: 500-800 mg
Hamil dan menyusui : + 400 mg 2.7.2 Fosfor (F) Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfat organic, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier 2003). Fosfor yang diserap tumbuhan sebagian besar dalam bentuk fosfat. Fosfor dalam tumbuhan berada dalam molekul DNA dan RNA, membran sel, dan molekul ATP yang dapat berupa simpanan energi pada batang, daun dan buah namun lebih banyak di ditemukan dalam jumlah besar pada biji dan buah daripada daun. Fosfor berperan dalam beberapa reaksi pelepasan energi. Fosfor yang sudah tidak terpakai keluar dari metabolisme dan disimpan sebagai asam fitat dimana
diperlukan dalam masa dormansi pada biji dan umbi-umbian. Dedaunan tidak mengandung fosfor sebagai asam fitat, karena fosfor dalam daun selalu dalam bentuk aktif. Fosfor dalam tanaman penting di dalam pertumbuhan jaringan dan produksi tanaman (Johnson and Uriu 1990). Fosfor berfungsi mengatur pengeluaran energi dari hasil pembakaran karbohidrat, lemak dan protein. Molekul fosfat diikat ADP untuk membentuk ATP. Fosfor juga memfasilitasi penyerapan dan transportasi nutrisi, merupakan bagian yang penting bagi komponen tubuh, pengapuran/kalsifikasi tulang dan gigi, dan mengatur keseimbangan asam basa. Kekurangan fosfor bisa terjadi bila menggunakan obat antacid untuk menetralkan asam lambung, seperti aluminium hidroksida untuk waktu yang lama. Aluminium hidroksida mengikat fosfor sehingga tidak dapat diabsorbsi. Gejala kekurangan fosfor adalah lelah, kurang nafsu makan, dan kerusakan tulang (Almatsier 2003). Fosfor ada di semua sel makhluk hidup, fosfor terdapat di semua makanan, terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam, ikan, telur, susu serta kacang-kacangan dan serealia. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) diacu dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut : Bayi
: 200-250 mg
Anak-anak
: 250-400 mg
Remaja
: 400-500 mg
Dewasa
: 400-500 mg
Hamil dan menyusui : + 200 - +300 mg 2.7.3 Kalium (K) Kalium merupakan ion bermuatan positif yang terutama terdapat di dalam sel. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraseluler adalah 1 : 10 sedangkan di dalam cairan ekstraseluler 28 : 1. Sebanyak 95% kalium tubuh berada di dalam cairan intraseluler. Jumlah kalium di dalam plasma darah menunjukkan metabolism seluler alami lebih baik daripada yang disimpan dalam tubuh. Plasma kalium akan keluar ketika terjadi kehancuran jaringan tubuh (katabolisme) dan juga asidosis yang mengindikasikan kalium meninggalkan sel untuk membantu menormalkan keseimbangan asam basa (Almatsier 2003).
Kalium tidak diragukan lagi merupakan bahan esensial dan tidak dapat digantikan tugasnya di dalam metabolisme dan pertumbuhan tanaman sehingga dibutuhkan dalam jumlah besar. Kalium terdapat dalam jumlah besar pada jaringan daun dan buah terutama pada jaringan yang muda. Meskipun salah satu fungsinya adalah mengaktifkan enzim, sebagian besar ion kalium tidak berbentuk molekul kompleks tetapi dalam bentuk ion dalam sel dengan mobilitas yang tinggi untuk membantu tekanan turgor (Bourne 1985 ; Chapin 2008). Kalium bersama natrium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Kalium bersama kalsium berperan dalam transmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator banyak reaksi biologis, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Kalsium berperan dalam perperan dalam pertumbuhan sel serta berhubungan dengan masa otot dan simpanan glikogen, Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau, dan konstipasi serta jantung akan berdebar detaknya dan menurunkan kemampuannya dalam memompa darah (Almatsier 2003). Kalium terdapat di dalam semua makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sumber utama adalah makanan segar, terutama buah, sayuran, dan kacang-kacangan. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier 2003). 2.7.4 Natrium (Na) Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35% sampai 45% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pancreas, mengandung banyak natrium. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. Garam dapur di dalam makanan sehari-hari berperan sebagai bumbu dan sebagai bahan pengawet (Almatsier 2003). Natrium penting dalam hidrasi karena mineral ini memompa air ke dalam sel. Natrium juga memompa keluar proses hasil reaksi yang terjadi di dalam sel, sehingga dapat membuang kotoran dari tubuh. Selain mengatur keseimbangan air melalui tekanan osmotik, natrium juga diperlukan untuk mengatur keseimbangan
asam basa, pengaturan volume plasma, urat syaraf dan kontraksi otot. Kekurangan natrium dapat menyebabkan gangguan hypoathermia seperti lemah, kebingungan, otot tertarik, kejang dan koma (Almatsier 2003). Peranan natrium di dalam tanaman telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Tumbuhan dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik ketika tidak tersedianya natrium. Bahkan ketersediaan natrium yang berlebih akan menghambat penyerapan kalium yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Namun penelitian beberapa ahli menyebutkan bahwa natrium yang dicampurkan ke dalam pupuk dapat meningkatkan vigor, ketahanan terhadap penyakit, rasa, warna dan penampakan, serta menjaga kualitas dari hasil panen (Gilbert 1957 ; Chapin 2008). Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamate (MSG), kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Diantara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah juga mengandung sedikit natrium. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg (Almatsier 2003). 2.7.5 Besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 sampai 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh : sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke beberapa jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampakan kognitif, dan sistem kekebalan (Almatsier 2003). Besi di dalam tumbuhan terdapat dalam tiga bentuk yaitu metalloprotein (biasanya enzim), bentuk terlarut terdapat di dalam xilem, floem dan vakuola. Sebagai ion bebas atau komplek molekul kecil, serta bentuk komplek yang tidak fungsional dan bergabung dalam komponen-komponen simpanan. Besi hanya dapat diserap melalui ujung akar sehingga perlu adanya pertumbuhan akar secara terus-menerus. Besi bergabung dengan protein menjadi bagian penting dari enzim
tanaman. Sebagian besar besi bergabung dengan kloroplas, sebagai tempat pembuatan klorofil yang bertempat pada daun (Bourne 1985). Besi mempunyai fungsi membawa oksigen dan karbon dioksida. Besi bertanggung jawab terhadap kemampuan hemoglobin dan myoglobin dalam membawa oksigen yang dibutuhkan respirasi seluler. Besi membantu formasi darah melalui pembentukan hemoglobin yang merupakan komponen yang penting dalam sel darah merah atau eritrosit. Besi juga berperan sebagai katalis dalam konversi beta karoten, prekusor vitamin A menjadi vitamin A, sintesis purin, bagian integral dari asam nukleat, membersihkan lemak darah, sintesis kolagen, memproduksi antibody, detoksifikasi obat di dalam hati, dan sebagai agen infeksi (Guthrie 1975). Defisiensi besi dapat menyebabkan anemia zat gizi besi yang berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Almatsier 2003). Sumber besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) diacu dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut : Bayi
: 3-9 mg
Anak-anak
: 10 mg
Remaja
: 14-25 mg
Dewasa
: 13-26 mg
Hamil dan menyusui : + 2 - +20 mg 2.7.6 Tembaga (Cu) Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50 sampai 120 mg. Sekitar 40% ada di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jarinagn tubuh yang lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga terikat dari seruloplasmin, 30% pada transkuperin dan selebihnya pada albumin dan asam amino (Almatsier 2003). Sebagian besar tembaga di dalam daun-daunan terdapat dalam bentuk netral atau kompleks anionik yang lebih mudah larut daripada dalam bentuk lain seperti tembaga sulfat. Hanya sejumlah kecil tembaga yang dibutuhkan oleh
tanaman dan ketika persediaannya cukup, tembaga dapat berpindah dengan mudah dari daun tua ke daun yang lebih muda. Lebih dari separuh tembaga berada di kloroplas dan terlibat dalam reaksi fotosintesis (Johnson and Uriu 1990). Tembaga utama di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzimenzim mengandung tembaga mempunyai berbagai peranan berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin, melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Kekurangan tembaga pernah dilihat pada anak-anak yang kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada anak-anak yang mengalami diare, selain itu kekurangan tembaga bisa terjadi pada pada seseorang yang kekurangan nutrisi parental, bayi lahir premature, dan bayi yang mendapat susu sapi dengan komposisi gizi yang tidak disesuaikan. Kekurangan tembaga dapat mengganggu pertumbuhan, metabolisme dan demineralisasi tulang (Almatsier 2003). Tembaga terdapat luas di dalam makanan. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, kacang-kacangan, unggas, biji-bijian, serealia, dan coklat. Amerika Serikat menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk dikonsumsi adalah sebanyak 1,5 sampai 3 mg sehari (Almatsier 2003). 2.7.7 Seng (Zn) Seng terdapat dalam semua jaringan tubuh seperti hati, otot dan tulang. Jumlah mineral seng dalam tubuh kira-kira 28 mg perkilogram berat badan bebas lemak (Suharjo dan Kusharjo 1988). Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya merupakan 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Almatsier 2003). Seng terkandung di dalam setiap jaringan tanaman dengan tingkat yang berbeda-beda. Dalam sayuran secara umum jumlah seng yang terkandung adalah 1 sampai 10 ppm sedangkan biji-bijian mengandung beberapa kali lipatnya. Meskipun seng dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan, namun seng merupakan penyusun lebih dari enam puluh enzim dengan fungsi berbeda yang terdapat seperti dalam biji, buah dan daun (Bourne 1985).
Seng berperan paling sedikitnya terlibat di dalam dua puluh lima enzim pencernaan dan metabolisme. Selain itu seng juga berperan sebagai katalis enzim penghasil energi dan protein, penyembuhan luka, mobilisasi vitamin A dari hati, pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma, dan berperan dalam fungsi kekebalan. Kekurangan seng dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual, fungsi pencernaan dan metabolism terganggu, gangguan system kekebalan serta gangguan pada system syaraf dan fungsi otak (Almatsier 2003). Sumber paling baik adalah protein hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) diacu dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut : Bayi
: 3-5 mg
Anak-anak
: 8-10 mg
Remaja dan Dewasa : 15 mg Hamil dan menyusui : + 10 mg 2.8
Pengukusan Penyiapan makanan dalam kehidupan sehari-hari diakhiri dengan proses
pengolahan panas. Proses pengolahan makanan dapat meningkatkan daya cerna dan kenampakan, memperoleh flavor, dan merusak mikroorganisme dalam bahan pangan (Azizah et al 2009). Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Pengolahan panas juga mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi, karena degradasi panas dapat terjadi pada zat gizi (Harris dan Karmas 1989). Proses pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun komposisi kimia dalam sayuran. Pengolahan yang biasa dilakukan terhadap tanaman semanggi sebelum dikonsumsi adalah pengukusan. Pengukusan termasuk perlakuan pemasakan menggunakan panas basah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima secara sensori maupun kimia (Harris dan Karmas 1989). Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus.
Keragaman susut zat gizi di antara berbagai cara pengukusan terutama terjadi akibat penelusan dan degradasi oksidatif (Harris dan Karmas 1989). Alat yang digunakan untuk proses pengukusan berupa dandang yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan. Untuk sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat. Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah, dan harum, serta kemungkinan sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999).
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Laboratorium Mikroteknik dan Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Laboratorium Biologi Hewan dan Laboratorium Nutrisi dan Biologi Radiasi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk analisis histologi dalam proses pengukuran adalah penggaris stainless merk Kenko, kaca pembesar, dan jangka sorong. Dalam pembuatan preparat digunakan alat gelas penyimpan sampel, meja cetak, karton cetak, oven, mikrotom merk Yamator v-240, meja pemanas, gelas obyek, dan rak pewarna. Sedangkan untuk proses pengamatan digunakan mikroskop cahaya merk Olympus tipe CH20 dan kamera mikroskop merk Olympus DP12. Alat yang digunakan dalam analisis proksimat adalah timbangan, oven, wadah porselen, tanur, labu soxhlet, labu kjeldahl, alat destilasi, labu erlenmeyer, kertas saring, dan corong buchner. Alat yang digunakan dalam analisis mineral adalah oven, labu takar, labu kjeldahl, alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Novva300, dan alat spektrofotometri Spektronik20. Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat bahan yang dibutuhkan meliputi, safranin, larutan FAA, etanol absolut, fast green, TBA, minyak parafin, parafin, xilol, etanol 95%, etanol 70%, etanol 50%, etanol 30%, akuades, safranin 2%, fast-green 0,5%. Bahan yang digunakan dalam analisis proksimat adalah larutan K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, asam klorida, larutan indikator, pelarut etil eter. Bahan yang digunakan dalam analisis mineral adalah daun dan tangkai tanaman semanggi, KH2PO4, H2SO4, HNO3, akuades, ammonium molibdat, H2NO3, dan HClO4.
3.3 Metodologi Penelitian Penelitian pendahuluan perlu dilakukan sebelum dilakukannya penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi penghitungan ukuran semanggi air berupa panjang, lebar, dan tebal daun, serta panjang dan tebal tangkai. Sedangkan penelitian utama meliputi analisis histologi, uji kandungan gizi, dan uji kandungan mineral pada daun dan tangkai semanggi (Marsilea crenata). 3.3.1 Penelitian pendahuluan Langkah awal dalam penelitian ini adalah identifikasi terhadap tanaman yang akan diteliti untuk mendapatkan kepastian jenis atau spesies tanaman tersebut. Identifikasi tanaman semanggi dilakukan di Laboratorium Identifikasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tanaman semanggi yang didatangkan dari daerah Surabaya tersebut kemudian diukur morfologi daun dan tangkainya, sehingga didapatkan data ukuran panjang, lebar, dan tebal daun serta panjang dan tebal tangkai. Pengukuran panjang dan lebar daun menggunakan penggaris stainless stell dengan merk Kenko, sedangkan pengukuran ketebalan daun menggunakan jangka sorong merk NSK. Pengukuran panjang tangkai dan ketebalan tangkai dilakukan di tiga tempat berbeda, yaitu dekat daun, bagian tengah, dan bagian pangkal. Pengukuran panjang tangkai dilakukan menggunakan penggaris stainless stell merk kenko, sedangkan pengukuran ketebalan dilakukan menggunakan jangka sorong merk NSK. Setelah dilakukan pengukuran morfologi, sampel tanaman semanggi dibagi untuk analisis histologi dan uji proksimat serta kandungan mineral. Preparasi berupa pembuangan batang dan akar untuk kemudian diambil tangkai dan daunnya perlu dilakukan sebelum pengujian proksimat dan kandungan mineral baik dalam keadaan segar maupun kukus. 3.3.2 Penelitian utama Penelitian utama tanaman semanggi terbagi menjadi lima tahap, yaitu analisis histologi, analisis proksimat daun semanggi segar dan kukus, serta uji kandungan mineral semanggi segar dan kukus. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
Tanaman semanggi (Marsilea crenata)
Pengukuran
Preparasi (Pembuangan batang dan akar)
Analisis Histologi
Daun dan Tangkai Semanggi
Analisis Proksimat
Pengukusan
Analisis Proksimat
Analisis Kandungan Mineral
Analisis Kandungan Mineral
Gambar 13. Kerangka penelitian utama 3.3.2.1 Analisis histologi Hal yang dilakukan dalam analisis histologi adalah pembuatan preparat tumbuhan semanggi (Marsilea crenata) dan pengambilan foto objek pada mikroskop. Pembuatan preparat yang dilakukan menggunakan cara penanaman (embidding) dengan metode parafin. Langkah pertama yang dilakukan adalah persiapan berupa pemotongan sampel berupa bagian tumbuhan yang akan dianalisis kemudian dilanjutkan dengan proses fiksasi selama 24 jam dalam larutan FAA, setelah itu larutan fiksatif dibuang dan dicuci dengan etanol 50% sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing-masing selama 1 jam. Kemudian dilakukan dehidrasi dan penjernihan secara bertahap melalui perendaman dalam larutan seri Johansen I-VII. Langkah selanjutnya adalah proses infiltrasi atau penyusupan parafin ke dalam jaringan, dengan cara bahan dimasukkan dalam wadah berisi campuran
TBA, minyak parafin, serta 1/3 parafin beku dan disimpan pada suhu kamar selama 1-4 jam yang dilanjutkan pengovenan pada suhu 58 0C selama 18 jam. Pergantian parafin dilakukan setiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali pergantian. Setelah itu proses penanaman dilakukan, dengan penggantian parafin dan penyimpanan dalam oven pada suhu ruang selama 1 jam. Setelah parafin mengeras, dilakukan penyayatan dengan mikrotom putar setebal 10 μm. Hasil sayatan kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin-gliserin dan ditetesi air. Gelas berisi pita parafin kemudian dipanaskan pada hot-plate dengan suhu 45 oC selama 3 sampai 5 jam. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan safranin 2% dalam air dan fastgreen 0,5% dalam etanol 95%. Pada proses pewarnaan ini gelas obyek direndam ke dalam larutan Xilol 1 dan 2 masing-masing selama 20 menit, dilanjutkan perendaman dalam Etanol absolut, 95%, 70%, 50%, dan 30% masingmasing 5 menit. Setelah itu obyek dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam safranin 20% selama satu hari. Pada proses selanjutnya gelas obyek dibilas ke dalam akuades dan dimasukkan ke etanol 30%, 50%, 70%, 95%, dan absolut masing-masing selama 5 menit. Setelah itu obyek dimasukkan ke dalam pewarna fast-green 0,5% selama 30 menit. Gelas obyek kemudian direndam dalam xilol 1 dan xilol 2. Warna yang kontras diperoleh bila merah cemerlang : lignin, kromatin, kutin ; merah muda-merah : kloroplast ; hijau : dinding selulosa dan sitoplasma. Proses pewarnaan diikuti dengan proses penutupan atau pemberian media perekat yaitu entellan atau canada balsam pada gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup dan dikeringkan pada suhu 40 0C. Setelah itu dilakukan pemberian label di sebelah kiri gelas obyek. Proses pemfotoan objek dilakukan dengan mikroskop cahaya dan kamera digital merk Olympus. Prosedur pembuatan preparat dapat dilihat pada Gambar 14.
Fiksasi FAA ; 24 jam
Pencucian Etanol 50% ; 4 kali @ 1 jam
Dehidrasi dan Penjernihan Larutan seri johansen
Infiltrasi TBA, minyak paraffin, 1/3 parafin beku ; 1-4 jam
Penanaman Paraffin beku ; 1 jam
Penyayatan Menggunakan mikrotom
Perekatan Albumin-gliserin dan air
Pewarnaan Safranin 2% dan fast green 0,5%
Penutupan dan Pemberian Label Dengan perekat entellan atau kanada balsam
Preparat
Pengambilan Gambar
Gambar 14. Proses pembuatan preparat
3.3.2.2. Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi : analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. (a). Analisis kadar air (AOAC 1995) Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai didapat berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3 – 4 jam pada suhu 105-110 ºC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali.
Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut: Perhitungan kadar air pada daun semanggi : % Kadar air = B - C x 100 % B-A Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daun semanggi (gram) C = Berat cawan dengan daun semanggi setelah dikeringkan (gram). (b). Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan kosong dipanaskan dalam oven bersuhu sekitar 650 oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sebanyak 5 g contoh ditimbang kemudian dimasukkan dalam cawan, diletakkan dalam tanur pengabuan pada suhu 650 0C. selama 2-3 jam, dibakar hingga diperoleh abu. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan kemudian ditimbang. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan rumus : Perhitungan kadar abu pada daun semanggi : % Kadar abu = C - A x 100 % B-A Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan porselen dengan daun semanggi (gram) C = Berat cawan porselen dengan daun semanggi kering (gram) (c). Analisis kadar protein (AOAC 1995) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1). Tahap destruksi Daun semanggi ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H 2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (2). Tahap destilasi Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat kjeltec sistem. Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi daun semanggi yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 200 ml. (3). Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein pada daun semanggi : % Nitrogen = (ml HCl daun semanggi – ml HCl blanko)x 0,1 N HClx14 x100 % mg daun semanggi % Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)
(d). Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 gram contoh ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring bebas lemak dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang diatas kondensor serta labu lemak dibawahnya. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan direfluks selama 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C. Labu lemak didinginkan dalam desikator selama 20 sampai 30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus : Perhitungan kadar lemak pada daun semanggi : % Kadar Lemak = W3 – W2 x 100 % W1 Keterangan : W1 = Berat sampel daun semanggi (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) (e) Analisis kadar serat kasar (AOAC 1995) Sebanyak 1 gram sample kering dilarutkan dengan 100 ml H 2SO4 1,25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman (ф: 10 cm) dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20 sampai 30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan 100 ml NAOH 1,25% selama 30 menit. Lalu disaring dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25 % mendidih 2,5 ml air sebanyak tiga kali, dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring dipindahkan ke cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 130 oC selama 2 jam setelah dingin residu beserta cawan porselin ditimbang (A), lalu dimasukkan dalam tanur 600 oC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B).
Penghitungan kadar serat kasar pada daun semanggi
% Kadar serat kasar =
bobot serat kasar (gram) x 100 % bobot sampel kering (gram)
3.3.2.3 Analisis kadar mineral (a) Pengujian mineral dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (Reitz et al. 1987) Sampel sayuran yang akan mengalami pengujian mineral dilakukan proses pengabuan basah terlebih dahulu. Pada proses pengabuan basah, sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Ke dalam labu ditambahkan 5 ml HNO3 dan dibiarkan selama 1 jam. Labu ditempatkan di atas hotplate selama ± 4 jam dan ditambahkan 0,4 ml H 2SO4 pekat, campuran (HClO4 dan HNO3) sebanyak 3 tetes, 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Novva300 dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral. Langkah selanjutnya adalah pengukuran absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer. Setelah diperoleh absorbansi standar, hubungkan antara konsentrasi standar (sebagai sumbu y) dengan absorban standar (sebagai sumbu x) sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier y = ax+b (dimana y: variable terikat ; a: kemiringan gradient ; x: variable bebas ; b: konstanta) yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan mengalikan a dengan absorbansi contoh.
(b) Pengujian fosfor metode molibdat-vanadat (Apriyantono et al. 1989) Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning orange dan intensitas warnanya diukur dengan panjang gelombang 660 nm. Sebanyak 20 g ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat untuk pembuatan perekasi vanadat molibdat. Ammonium vanadat 1 gram ditimbang untuk dilarutkan dalam 300 ml akuades dan didinginkan, secara perlahan-lahan ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat, setelah tercampur ditambahkan pereaksi larutan vanadat molibdat dan diencerkan sampai volume 1 l dengan akuades. Pada pembuatan larutan standar, sebanyak 4,394 g KH2PO4 dilarutkan dengan menggunakan akuades sampai 1000 ml untuk mendapatkan konsentrasi fosfor 1000 ppm. Konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk mendapatkan konsentrasi standar fosfor yaitu 0, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Larutan sampel hasil pengabuan basah diambil sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 25 ml pereaksi vanadat molibdat ditambahkan ke dalam sampel tersebut, kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya didiamkan sampel selama 10 menit, dan diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer merek spektronic 20 Milton Company.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik dan Morfologi Semanggi Air (Marsilea crenata) Semanggi termasuk famili Marcileceae yang mempunyai karakteristik hidup di paya-paya atau di air yang dangkal, berakar dalam tanah, jarang merupakan tumbuhan darat sejati, batangnya menyerupai rimpang yang merayap, daun mempunyai helaian dan daun muda menggulung (Tjitrosoepomo 1987). Semanggi merupakan kelompok paku air yang mudah ditemukan oleh masyarakat di dekat pematang sawah atau tepi saluran irigasi. Morfologi tumbuhan ini khas karena bentuk daunnya yang menyerupai payung dan tersusun dari empat anak daun yang berhadapan dengan bentuk segitiga terbalik, tepi daun rata atau bergelombang, permukaan daun dan tangkainya berbulu halus, berwarna hijau dan tumbuh memanjang. Daun dan tangkai semanggi biasa dijadikan makanan tradisional yang dikenal sebagai pecel semanggi khas daerah Surabaya, Jawa Timur. Tabel 2 merupakan hasil pengukuran daun dan tangkai semanggi yang meliputi panjang dan lebar daun, serta panjang dan tebal tangkai. Tabel 2. Hasil pengukuran morfologi semanggi air (Marsilea crenata) Hasil Pengukuran Obyek Pengukuran
Sebaran (mm)
Panjang Daun Lebar Daun Panjang Tangkai Tebal Tangkai Dekat Daun Tebal Tangkai Tengah Tebal Tangkai Bagian Ujung
19,18 20,17 192,41 0,69 0,87 0,78
Nilai Tengah (mm) 19 21 195 0,7 0,9 0,75
Standar Deviasi 3,33 3,50 3,56 0,9 0,11 0,11
Rentang Nilai (mm) 11-30 10-27 102-263 0,5-0,95 0,55-1,1 0,55-1,1
Hasil pengukuran menunjukkan sebaran panjang daun semanggi sebesar 19,18 mm dengan standar deviasi 3,33. Daun semanggi memiliki kisaran panjang 11 sampai 30 mm. Sedangkan lebar daun semanggi memiliki sebaran 20,17 mm, dengan standar deviasi 3,50. Lebar daun semanggi berkisar antara 10 sampai 27 mm. Hasil pengukuran menunjukkan sebaran panjang tangkai daun semanggi terletak pada 192,41 mm dengan standar deviasi 3,56. Panjang tangkai daun semanggi berkisar 102 sampai 263 mm. Sedangkan ketebalan tangkai yang dihitung pada tiga tempat berbeda memiliki sebaran 0,69 mm, 0,87 mm, dan
0,78 mm dengan standar deviasi masing-masing 0,09, 0,11, dan 0,11. Tebal tangkai pada daun semanggi berkisar 0,5 sampai 1,1 mm. 4.2 Karakter Histologis Semanggi Air (Marsilea crenata) Pembuatan preparat
dan pengamatan melalui mikroskop cahaya
memberikan hasil anatomi pada bagian daun, tangkai, batang, dan akar pada tumbuhan semanggi air (Marsilea crenata). 4.2.1 Deskripsi histologis lamina Susunan jaringan lamina yang terdiri dari epidermis atas, palisade, jaringan bunga karang, jaringan pembuluh dan epidermis bawah. Epidermis merupakan jaringan penyusun tubuh tumbuhan paling luar. Epidermis yang terdapat pada daun semanggi hanya terdiri dari satu lapis (unilateral) dan mempunyai ukuran sel yang lebih besar daripada sel lain. Epidermis atas cenderung berbentuk bulat besar atau agak memanjang dengan tersusun rapat satu sama lain tanpa ruang antar sel dan secara keseluruhan permukaan luas epidermis membentuk fenomena bergelombang. Dinding samping epidermis lebih pendek daripada dinding atas dan bawahnya. Epidermis bawah mempunyai bentuk yang lebih heterogen daripada epidermis atas. Bagian luar epidermis tidak terlihat adanya kutikula sedangkan pada bagian epidermis juga tidak terlihat adanya kloroplas. Pada jajaran epidermis atas dengan jarak tertentu terdapat stomata. Stomata merupakan celah pada epidermis yang terdiri dari dua sel penutup yang bentuk selnya berlainan dengan sel epidermis di sekitarnya. Jaringan palisade terdiri atas sel yang memanjang secara dorsiventral, yang tersusun rapat dalam barisan, serta mengandung banyak kloroplas. Jaringan palisade pada daun semanggi terdiri dari dua lapis dan terletak di bagian dalam daun di bawah epidermis atas. Jaringan palisade dimanfaatkan oleh tanaman sebagai tempat fotosintesis karena banyaknya kloroplas yang dikandungnya. Di bawah palisade terdapat sel-sel bunga karang yang bentuknya takberaturan dan juga mengandung kloroplas serta mengandung lebih banyak ruang interseluler dibandingkan dengan palisade. Sistem transpor (jaringan pembuluh) berada di bawah jaringan palisade dan terletak di sekitar jaringan bunga karang. Jaringan pembuluh daun terdiri atas xilem yang dikelilingi oleh floem. Xilem terdiri dari sel-sel yang berukuran lebih
besar dan dibawah miroskop terlihat terang, yang berfungsi sebagai saluran pengangkut. Dinding sel saluran ini mengalami proses pertumbuhan sekunder berupa penebalan yang disebabkan penghimpunan lignin. Floem terdiri dari selsel yang secara keseluruhan terlihat lebih gelap, lebih kecil dan berdinding lebih tipis dibandingkan dengan sel-sel xilem. Penampang potongan melintang daun semanggi dapat dilihat pada Gambar 15. stomata
jaringan epidermis bawah
epidermis atas
jaringan bunga karang
jaringan pembuluh daun
jaringan palisade
Gambar 15. Penampang melintang daun semanggi air (Marsilea crenata) 4.2.2. Deskripsi histologis tangkai Tangkai pada daun semanggi berwarna hijau, berbulu halus, dan tumbuh memanjang. Tangkai pada daun semanggi tersusun dari jaringan-jaringan epidermis, parenkim, aerenchym, endodermis dan jaringan pengangkut. Jaringan epidermis merupakan bagian paling luar pada tangkai semanggi, cenderung berbentuk bulat kecil, tersusun rapi dan rapat tanpa ruang antar sel. Ukuran permukaan atas dan bawah pada epidermis tersebut tidak sama satu sama lain. Jaringan epidermis memiliki ketebalan dinding atas, bawah dan samping yang perbedaannya tidak terlalu nyata. Kutikula dan kloroplas tidak terlihat pada epidermis. Korteks Marsilea crenata terdiri dari jaringan parenkim dan aerenchym yang mengandung klorofil dan butir-butir pati. Jaringan parenkim merupakan jaringan dasar yang terbentuk dari sel-sel hidup dan terletak di antara epidermis dan silinder vaskuler. Jaringan parenkim pada tangkai berupa aerenchym berbentuk seperti bintang. Aerenchym yang
mempunyai ruang-ruang antar sel yang cukup besar dan di dalamnya terdapat udara menyebabkan tangkai semanggi dapat mengapung di permukaan air. Jaringan parenkim mengandung kloroplas yang jumlahnya lebih dari satu. Di sebelah dalam jaringan parenkim terdapat endodermis yang membatasi parenkim dengan silinder vaskuler. Jaringan endodermis ini berbentuk lingkaran teratur dan mengelilingi
silinder
vaskular,
sejajar
dengan
epidermis.
Endodermis
mengandung kloroplas yang jumlahnya lebih dari satu. Silinder vaskuler pada tangkai semanggi membentuk sistem konsentris amphikribral dimana xilem berada di tengah-tengah sedangkan floemnya mengelilingi xilem tersebut. Kerja xilem dalam hal transportasi air dan zat mineral dari akar ke seluruh jaringan serta adanya kandungan pati menyebabkan ukuran pembuluhnya lebih tebal daripada floem. Pati pada xilem berfungsi sebagai cadangan makanan pada tumbuhan. Di dalam tangkai ini sentral parenkim tidak terlihat menggunakan mikroskop cahaya. Irisan melintang tangkai daun semanggi air ditunjukkan pada Gambar 16. epidermis sel parenkim floem trakea xilem aerenchym Ruang Gambarinterseluler 16. Penampang tangkai semanggi (Marsilea crenata) 4.2.3 Deskripsi histologis batang Batang semanggi merupakan organ pertemuan antara akar dengan tangkai. Epidermis merupakan lapisan terluar pada batang yang tersusun rapat bersifat sebagai pelindung dengan bentuk yang tidak beraturan dan terdiri dari satu lapis. Pada epidermis batang tidak terlihat adanya kutikula dan kloroplas. Di bawah epidermis terdapat jaringan parenkim. Jaringan parenkim tersusun rapat, berbentuk tidak beraturan, dan mengandung kloroplas yang jumlahnya lebih dari satu. Sama seperti pada tangkai, terdapat aerenchym berbentuk seperti bintang
pada jaringan parenkim batang semanggi air. Pati ditemukan dalam jumlah besar pada jaringan parenkim batang. Setelah jaringan parenkim, terdapat endodermis berbentuk lingkaran yang membatasi dan mengelilingi silinder vaskuler. Silinder vaskuler pada batang membentuk sistem konsentris amphikribral dimana xilem berada di tengah-tengah sedangkan floemnya mengelilingi xilem tersebut. Pada xilem terdapat kandungan pati dan ukuran pembuluhnya lebih besar dibandingkan
dengan
ukuran
floem
dan
terdapat
mitellamela
yang
menghubungkan antar sel xilem. Pada sentral parenkim yang terletak di pusat silinder vaskular sentral parenkim terlihat terdiferensiasi menjadi sklerenkim. Irisan melintang batang semanggi air ditunjukkan pada Gambar 17. epidermis aerenchym ruang interseluler sentral parenkim floem xilem korteks Gambar 17. Penampang batang semanggi (Marsilea crenata)
4.2.4 Deskripsi histologis akar Akar semanggi berbentuk serabut dan tumbuh pada batang di setiap jarak tertentu. Jaringan epidermis merupakan bagian terluar pada akar semanggi air. Sel epidermis akar tanaman semanggi air berdinding tipis, tidak berkutikula, terdiri dari satu lapis sel dan berbentuk tidak beraturan. Ketebalan dinding epidermis cenderung sama pada bagian atas dan bawah. Pada epidermis juga tidak terlihat adanya kloroplas. Pada sebelah dalam epidermis terdapat korteks yang tersusun dari jaringan parenkim. Korteks memiliki bentuk yang tidak beraturan dan saling mengunci serta mengandung pati. Endodermis membatasi korteks dengan silinder
vaskuler, terdiri dari satu lapis sel yang tersusun rapat dan membentuk lingkaran. Pada endodermis ini juga terdapat pati walau jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan batang. Jaringan vaskuler (pengangkut) terletak di sebelah dalam endodermis atau di pusat akar. Jaringan vaskuler terdiri dari xilem dan floem yang berfungsi sebagai sistem pengangkut. Silinder vaskuler akar membentuk sistem konsentris amphikribral dimana xilem berada di tengah-tengah sedangkan floemnya mengelilingi xilem. Xilem terlihat lebih bersinar dan memiliki dinding sel yang lebih tebal bila dibandingkan dengan bagian lainnya ketika dilihat menggunakan mikroskop. Terdapat mitellamela yang menghubungkan sel-sel xilem yang saling berhubungan. Pada akar sentral parenkim tidak terlihat dan didominasi oleh xilem. Irisan melintang akar semanggi air ditunjukkan pada Gambar 18. epidermis sel interseluler endodermis floem trakea xilem Gambar 18. Penampang akar semanggi (Marsilea crenata)
4.3 Komposisi Proksimat Daun dan Tangkai Semanggi Air Kandungan gizi dalam suatu produk merupakan parameter yang penting bagi
konsumen
dalam
mempertimbangkan
pemilihan
makanan
yang
dikonsumsinya disamping rasa. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan komposisi kandungan gizi pada produk pangan adalah analisis proksimat. Hal mendasar dari unsur-unsur pokok bahan pangan yang dapat diketahui melalui analisis proksimat termasuk dari tanaman semanggi adalah kadar air, lemak total, protein kasar, abu, serat sedangkan karbohidrat dihitung
dengan karbohidrat By difference (100%-kadar air-kadar abu-lemak-protein-serat) (AOAC 2005). Proses pemasakan sayuran akan mempengaruhi kandungan gizi dalam sayuran tersebut. Pecel semanggi yang banyak ditemukan di daerah Surabaya mengalami proses pemasakan berupa pengukusan sebelum dihidangkan, sehingga perlu adanya perbandingan kandungan gizi antara sayur semanggi segar dan yang sudah dikukus. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi proksimat tangkai dan daun semanggi Semanggi segar (%)
Semanggi kukus (%)
Basis basah
Basis kering
Basis basah
Basis kering
(bb)
(bk)
(bb)
(bk)
Air
89,02
0
87,92
0
Abu
2,70
24,59
0,53
4,39
Lemak
0,27
2,45
0,3
2,48
Protein
4,35
39,62
3,23
26,74
Serat kasar
2,28
20,77
1,12
9,27
Jenis gizi
a) Kadar air Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh pada penampakan, tekstur, serta cita rasa. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 1997). Buah dan sayuran merupakan bahan pangan yang kandungan airnya cukup tinggi. Hal ini membuat buah dan sayuran memberikan efek rasa segar ketika dikonsumsi. Air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut dan alat angkut zat-zat gizi, terutama vitamin larut air dan mineral. Selain itu, air juga berfungsi sebagai katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan. Kandungan air yang tinggi menyebabkan buah dan sayuran mudah mengalami kerusakan (perishable). Hal ini disebabkan air merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan (Wirakusumah 2007). Air merupakan komponen dasar dari bahan makanan t erut ama hasil perairan. Kandungan air pada tumbuhan dapat mencapa i
85% sampai 98% (Ut ama et al. 2007). Kadar air pada daun dan tangkai semanggi berkisar 89,02%. Kadar air pada tumbuhan semanggi ini lebih besar daripada bayam (86,9%) dan daun singkong (77,2%) tetapi lebih rendah daripada sesama tumbuhan air seperti kangkung (89,7%). Tingginya kadar air pada daun dan tangkai semanggi ini dapat dipengaruhi oleh habitatnya yakni di perairan dan bagian tubuhnya yang memiliki rongga. Proses pengolahan pada sayuran dapat menyebabkan perubahan komposisi kimia bahan pangan tersebut. Kadar air pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 89,02% lebih besar daripada daun semanggi yang telah mengalami proses pengukusan yaitu sebesar 87,92%. Kadar air pada daun dan t angkai semanggi dapat dilihat pada Gambar 19. 89,02
87,92
Semanggi Segar
Semanggi Kukus
Kadar air (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 19. Kadar air rata-rata daun dan tangkai semanggi Penurunan kadar air ini dapat disebabkan oleh mudahnya air menguap ketika mengalami proses pemanasan. Transfer panas dan pergerakan aliran air maupun udara menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan. Hal ini menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan dengan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein pada makanan. Air yang keluar dari dalam produk ikut membawa komponen gizi yang lain seperti vitamin C, riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Cu, P dan asam amino (Harris dan Karmas 1989). Menurunnya kadar air pada sayuran akan mengakibatkan perubahan tekstur pada sayuran tersebut. Sayuran setelah dikukus akan menjadi renyah dan lebih mudah dikonsumsi (Azizah et al 2009). b) Kadar abu
Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Kadar abu mempunyai hubungan dengan jumlah kandungan mineral dari suatu bahan pangan. Sebagian bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 1997). Kadar abu (basis basah) pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 2,7%, lebih besar daripada sayuran lain seperti bayam (1,5%), kangkung (1,5%), dan kubis (0,6%). Hal ini diduga dipengaruhi oleh banyaknya mineral yang dikandung oleh semanggi tersebut. Kadar abu pada daun dan tangkai semanggi (basis kering)
Kadar abu rata-rata (%)
dapat dilihat pada Gambar 20. 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
24,59
4,39
Semanggi Segar
Semanggi Kukus
Gambar 20. Kadar abu rata-rata daun dan tangkai semanggi Kadar abu pada daun dan tangkai semanggi segar basis kering yaitu sebesar 14,20%, lebih besar dibandingkan kadar abu yang telah mengalami proses pengukusan yaitu sebesar 4,38%. Kadar abu dapat menurun kandungannya karena adanya air yang keluar akibat proses pengukusan. Mineral-mineral yang terkandung dalam tanaman semanggi seperti kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tembaga, dan seng ikut keluar bersama dengan keluarnya air akibat proses pengukusan. c) Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan baru yang
selalu terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi mengandung N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam seperti besi (Winarno 1997). Tubuh kita membutuhkan asam amino essensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan melalui makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Kadar protein (basis basah) daun dan tangkai semanggi sebesar 4,35% lebih tinggi apabila dibandingkan dengan beberapa sayuran seperti bayam (3,5%), kangkung (3,0%), dan daun singkong (1,2%). Kadar protein daun dan tangkai semanggi (basis kering) dapat dilihat pada Gambar 21. Kadar Protein rata-rata (%)
45 40
39,62
35 30
26,74
25 20 15 10 5 0 Semanggi Segar
Semanggi Kukus
Gambar 21. Kadar protein rata-rata daun dan tangkai semanggi Kadar protein daun dan tangkai semanggi segar sebesar 39,63% dan mengalami perubahan setelah mengalami pengukusan menjadi sebesar 26,74%. Perlakuan pemanasan pada suatu bahan pangan, menyebabkan protein terkoagulasi dan terhidrolisis secara sempurna. Protein tersebut akan terlarut bersama air dan keluar dari bahan pangan (Gaman dan Sherrington 1992). Hal inilah yang diduga menyebakan perubahan kandungan protein pada semanggi. Protein di dalam sayuran tersimpan di vakuola dalam bentuk asam amino, di membran sel dalam bentuk lipoprotein dan dalam inti sel sebagai nukleoprotein (Johnson and Uriu 1990). d) Kadar lemak Lemak merupakan zat yang penting dan merupakan sumber energi yang lebih efektif bagi tubuh dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak memberi
cita rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan juga sebagai sumber pelarut bagi vitamin A, D, E dan K (Winarno 1997). Lemak pada sayuran sebagian besar terdapat pada membran sel dalam bentuk fosfolipid atau glikolipid. Daun berbagai tumbuhan dilapisi oleh lapisan lilin yang merupakan ester asam lemak dengan alkohol berantai panjang (Lehninger 1993). Pada umumnya kadar lemak pada tumbuhan relatif lebih kecil daripada lemak hewan. Asam lemak pada tumbuhan lebih sering tidak jenuh tunggal atau tidak jenuh jamak (Wirakusumah 2007). Kadar lemak (basis basah) pada daun dan tangkai semanggi sebesar 0,27% lebih rendah dibandingkan bayam (0,5%), kangkung (0,3%), daun singkong (1,2%), dan daun pepaya (2%). Kadar lemak yang rendah pada sayuran mengakibatkan sayuran tidak mudah mengalami proses proses oksidasi yang mengakibatkan kerusakan pada bahan pangan. Lemak pada tanaman mengandung fitosterol yang merupakan asam lemak tidak jenuh sehingga berbentuk cair atau minyak (Winarno 1997). Terjadi kenaikan kadar lemak (basis kering) yang terdeteksi pada daun dan tangkai semanggi setelah mengalami proses pengukusan, yaitu pada semanggi segar sebesar 2,45% berubah menjadi 2,48%. Lemak pada tanaman sebagian besar terdapat pada plastida, vakuola dan membran sel (Bastin 2000). Proses pengukusan yang dilakukan diduga menyebabkan rusaknya plastida, vakuola dan membran sel tersebut sehingga semakin banyak lemak yang dapat terdeteksi dalam analisis proksimat. Kadar lemak (basis kering) pada daun semanggi dapat dilihat pada Gambar 22.
Kadar lemak rata-rata (%)
3.0
2,45
2,48
Semanggi Segar
Semanggi Kukus
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5
0.0
Gambar 22. Kadar lemak rata-rata daun dan tangkai semanggi
e) Kadar serat kasar Sayuran merupakan sumber serat yang paling baik dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Serat pada tumbuhan umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Daun dan tangkai semanggi memiliki kandungan serat (basis basah) sebesar 2,28%. Kandungan serat ini lebih besar apabila dibandingkan dengan kadar serat pada bayam dan kangkung. Kadar serat (basis kering) pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 20,77% lebih tinggi dibandingkan kadar serat semanggi kukus sebesar 9,27%. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya. Pada umumnya kadar serat dalam tanaman akan mengalami proses penurunan akibat pengolahan panas. Serat pada tumbuhan yang sebagian besar berupa selulosa akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hal inilah yang menyebabkan turunnya kandungan serat setelah proses pengukusan. Selulosa yang terhidrolisis akan menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti selodekstrin yang terdiri dari satuan glukosa atau lebih sedikit, kemudian selobiosa dan akhirnya glukosa (Muchtadi 2001). Kadar serat kasar pada daun semanggi dapat dilihat pada Gambar 23.
Kadar serat kasar rata-rata (%)
25 20,77 20 15 9,27
10 5 0 Semanggi Segar
Semanggi Kukus
Gambar 23. Kadar serat kasar rata-rata daun dan tangkai semanggi 4.4 Kandungan Mineral Mineral berasal dari dalam tanah. Tanaman yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang diperlukan untuk pertumbuhannya, yang kemudian
disimpan di dalam struktur tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah. Manusia akan memperoleh mineral dari dua sumber yaitu melalui konsumsi nabati dan hewani (Muchtadi 2001). Kandungan mineral pada daun dan tangkai semanggi air dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan mineral daun dan tangkai semanggi air (mg/100 g) NO
PARAMETER
SEGAR
KUKUS
PERUBAHAN
1
Fosfor (P)
142,8
138,94
3,86
2
Kalsium (Ca)
69,05
65,63
3,42
3
Kalium (K)
937,56
866,4
71,17
4
Natrium (Na)
69,6
65,29
4,32
5
Besi (Fe)
108,3
106,35
1,94
6
Tembaga (Cu)
5,19
4,80
0,38
7
Seng (Zn)
7,56
7,43
0,15
Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor berfungsi mengatur pengeluaran energi dari hasil pembakaran karbohidrat, lemak dan protein. Molekul fosfat diikat ADP untuk membentuk ATP. Fosfor juga memfasilitasi penyerapan dan transportasi nutrisi, merupakan bagian yang penting bagi komponen tubuh, kalsifikasi tulang dan gigi, dan mengatur keseimbangan asam basa (Almatsier 2003). Fosfor yang terdapat dalam tumbuhan berada dalam molekul DNA dan RNA, membran sel, dan molekul ATP yang dapat berupa simpanan energi pada batang, daun dan buah (Johnson and Uriu 1990). Kandungan fosfor pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 142,8 mg/100 g lebih tinggi apabila dibandingkan dengan beberapa sayuran lain seperti bayam (76 mg/100 g), daun singkong (99 mg/100 g), kangkung (54 mg/100 g), kubis (25 mg/100 g), kol (120 mg/100 g) dan seledri (26 mg/100 g). Kandungan fosfor
pada daun dan tangkai semanggi serta pada sayuran lain dapat dilihat pada
Kandungan Fosfor (mg/100 gram)
Gambar 24. 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Jenis Sayuran
Gambar 24. Kandungan fosfor pada berbagai sayuran Kandungan fosfor tanaman semanggi setelah proses pengukusan sebesar 138,935 mg/100 g, mengalami perubahan sebesar 3,86 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0 C selama 15 menit mempengaruhi jumlah kandungan fosfor pada sayuran. Sebagian fosfor yang terdapat pada tanaman larut dalam air. Seperti berkurangnya fosfor pada jerami yang terendam air hujan dan berkurangnya fosfor pada saat ibu rumah tangga merebus sayuran dan membuang airnya (Bourne 1985). Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5% sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Selain di dalam tulang, kalsium juga menyebar di seluruh tubuh, seperti pada cairan ekstraseluler dan intraseluler (Almatsier 2003). Pada saat kalsium terdapat secara berlimpah di dalam tanah, kalsium juga banyak terdapat pada daun yang diambil secara pasif melalui pertumbuhan akar. Daun yang lebih tua biasanya mengandung kalsium yang lebih banyak daripada daun muda. Kalsium sebagian besar terdapat dalam xylem dan dalam konsentrasi lebih kecil terdapat dalam floem (Johnson and Uriu 1990). Kandungan kalsium pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 69,05 mg/100 g lebih kecil apabila
dibandingkan dengan beberapa sayuran lain seperti bayam (265 mg/100 g), daun singkong (165 mg/100 g), sawi (220 mg/100 g), selada air (182 mg/100 g), daun melinjo (219 mg/100 g), dan daun katuk (204 mg/100 g). Daun hijau merupakan salah satu sumber utama kalsium seperti pada bayam dan daun amaranthus (Bourne 1985). Kandungan kalsium pada daun dan tangkai semanggi serta pada
Kandungan Kalsium (mg/100 gram)
sayuran lain dapat dilihat pada Gambar 25. 300 250 200 150 100 50 0
Jenis Sayuran
Gambar 25. Kandungan kalsium pada berbagai sayuran Kandungan fosfor tanaman semanggi setelah proses pengukusan sebesar 65,63 mg/100 g, mengalami perubahan sebesar 3,42 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0 C selama 15 menit memberikan pengaruh terhadap kandungan kalsium pada sayuran. Pemasakan kecil saja pengaruhnya terhadap kandungan kalsium makanan dan pengurangan atas ketersediaan kalsium dalam tubuh. Kandungan kalsium makanan mungkin akan naik jika dididihkan dalam air sadah (Gaman dan Sherrington 1992). Kalium merupakan ion bermuatan positif yang terutama terdapat di dalam sel. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraseluler adalah 1 : 10 sedangkan di dalam cairan ekstraseluler 28 : 1. Sebanyak 95% kalium tubuh berada di dalam cairan intraseluler (Almatsier 2003). Kalium terdapat dalam jumlah besar pada jaringan daun dan buah. Meskipun salah satu fungsinya adalah mengaktifkan enzim, sebagian besar ion kalium tidak berbentuk molekul kompleks tetapi dalam bentuk ion dalam sel untuk membantu tekanan turgor (Bourne 1985). Kandungan kalium pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 937,56 mg/100 g, lebih besar apabila dibandingkan dengan beberapa sayuran lain
seperti bayam (461 mg/100 g), selada air (254 mg/100 g), kubis (246 mg/100 g), kol (355 mg/100 g), seledri (284 mg/100 g), dan asparagus (302 mg/100 g). Kandungan kalium pada daun dan tangkai semanggi serta pada sayuran lain dapat
Kandungan Kalium (mg/100 gram)
dilihat pada gambar 26. 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Jenis Sayuran
Gambar 26. Kandungan kalium pada berbagai sayuran Kalium merupakan mineral yang mobile atau sering berpindah, daun dan organ lain yang lebih tua biasanya akan kehilangan sejumlah kalium sehingga kalium terdapat dalam jumlah besar pada jaringan daun dan buah terutama pada jaringan yang muda (Bourne 1985). Pada daun dan tangkai semanggi, jumlah kalium yang besar dapat mengindikasikan bahwa daun yang digunakan dalam penelitian masih tergolong muda. Kandungan kalium tanaman semanggi setalah proses pengukusan sebesar 866,4 mg/100 g, mengalami perubahan yaitu sebesar 71,17 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0 C selama 15 menit memberikan pengaruh terhadap kandungan kalium pada sayuran. Mineral tidak dapat rusak karena proses pemanasan, tetapi akan hilang karena terlepas selama proses yang melibatkan air terjadi. Dalam pengukusan, terjadi proses pengeluaran air dari dalam sayuran. Penurunan kadar air ini dapat disebabkan oleh mudahnya air menguap ketika mengalami proses pemanasan. Transfer panas dan pergerakan aliran air maupun udara menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan sehingga mineral terutama
kalium ikut keluar dari sayuran bersama dengan air tersebut (Bender 1966 diacu dalam Luh and Woodroof 1987). Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35% sampai 45% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pankreas, mengandung banyak natrium. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. Garam dapur di dalam makanan sehari-hari berperan sebagai bumbu dan sebagai bahan pengawet. Diantara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah juga mengandung sedikit natrium (Almatsier 2003). Natrium yang dicampurkan ke dalam pupuk dapat meningkatkan vigor, ketahanan terhadap penyakit, rasa, warna dan penampakan, serta menjaga kualitas dari hasil panen (Gilbert 1957 ; Chapin 2008). Kandungan natrium pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 69,6 mg/100 g, lebih kecil dibandingkan dengan beberapa sayuran seperti bayam (79 mg/100 g) dan seledri (88 mg/100 g), namun lebih besar daripada kubis (18 mg/100 g), selada air (14 mg/100 g), kol (15 mg/100 g), dan asparagus (2 mg/100 g). Penyerapan kalium dalam tanaman bertentangan dengan penyerapan natrium sehingga seringkali seperti pada sayuran mentah, kandungan kalium lebih banyak daripada natrium (Bourne 1985). Kandungan natrium pada
Kandungan Natrium (mg/100 gram)
daun dan tangkai semanggi serta pada sayuran lain dapat dilihat pada gambar 27. 100 80 60 40 20 0
Jenis Sayuran
Gambar 27. Kandungan natrium pada berbagai sayuran Kandungan natrium tanaman semanggi setelah proses pengukusan sebesar 65,29 mg/100 g, mengalami perubahan yaitu sebesar 4,32 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0 C selama 15 menit memberikan pengaruh terhadap kandungan natrium pada sayuran. Sebagian
besar mineral dan beberapa vitamin larut dalam air. Merendam sayuran dalam air sebelum pemasakan atau selama pemasakan menyebabkan hilangnya vitamin dan mineral penting (Bastin 2000). Dalam pengukusan, air yang keluar dari sayuran hanya dalam jumlah yang sedikit, sehingga jumlah penurunan mineral yang terlarut dalam airpun dalam jumlah yang sedikit pula. Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 sampai 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh : sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke beberapa jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Besi hanya dapat diserap melalui ujung akar sehingga perlu adanya pertumbuhan akar secara terus-menerus. Besi bergabung dengan protein menjadi bagian penting dari enzim tanaman. Sebagian besar besi bergabung dengan kloroplas, sebagai tempat pembuatan klorofil yang bertempat pada daun (Bourne 1985). Kandungan besi
Kandungan Besi (mg/100 gram)
pada semanggi serta pada sayuran lain dapat dilihat pada Gambar 28. 110 105 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Jenis Sayuran
Gambar 28. Kandungan besi pada berbagai sayuran Kandungan besi pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 108,3 mg/100 g, jauh lebih besar dibandingkan dengan sayuran lain seperti bayam (3,5 mg/100 g), kangkung (2,3 mg/100 g), daun singkong (1,3 mg/100 g), sawi (2,9 mg/100 g), katuk (2,7 mg/100 g), dan daun kacang panjang (6,2 mg/100 g). Sesuatu yang terkandung dalam tanaman tergantung pada kandungan tanah dan udara, namun jumlah dan proporsinya tergantung pada banyak faktor yaitu spesies, umur, distribusi akar, keadaan fisik dan kimia tanah, proporsi dan distribusi elemen, metode penanaman, serta keadaan iklim (Mehdi et al. 2003). Menurut uji kandungan besi yang dilakukan pada tanaman semanggi ini, menunjukkan bahwa semanggi cenderung banyak menyerap besi. Logam besi tersebut berasal dari perairan sawah tempat semanggi tersebut tumbuh dimana air di perairan tersebut berasal dari sungai yang disekitarnya banyak ditemukan pabrik, yang kemungkinan besar membuang limbah logam langsung ke perairan.
Kandungan besi tanaman semanggi setelah proses pengukusan sebesar 106,35 mg/100 g, mengalami perubahan sebesar 1,94 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0C selama 15 menit mempengaruhi kandungan besi pada sayuran. Besi tidak dirusakkan oleh proses pemasakan tetapi sejumlah kecil akan hilang jika air masakan atau kaldu daging yang masak dibuang. Penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan besi dalam makanan (Gaman dan Sherrington 1992). Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50 sampai 120 mg. Sekitar 40% ada di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh yang lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga terikat dari seruloplasmin, 30% pada transkuperin dan selebihnya pada albumin dan asam amino (Almatsier 2003). Hanya sejumlah kecil tembaga yang dibutuhkan oleh tanaman dan ketika persediaannya cukup, tembaga dapat berpindah dengan mudah dari daun tua ke daun yang lebih muda. Lebih dari separuh tembaga berada di kloroplas dan terlibat dalam reaksi fotosintesis (Johnson and Uriu 1990). Kandungan tembaga pada daun dan tangkai semanggi
Kandungan Tembaga (mg/100 gram)
serta pada sayuran lain dapat dilihat pada gambar 29. 5.2 5 4.8 4.6 4.4 4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Jenis Sayuran
Gambar 29. Kandungan tembaga pada berbagai sayuran
Kandungan tembaga pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 5,19 mg/100 g, jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan beberapa sayuran lain seperti bayam (0,13 mg/100 g), seledri (0,04 mg/100 g), kubis (0,02 mg/100 g), kol (0,03 mg/100 g), asparagus (0,15 mg/100 g), dan peterseli (0,06 mg/100 g). Menurut uji kandungan tembaga yang dilakukan pada tanaman semanggi ini, menunjukkan bahwa semanggi cenderung banyak menyerap tembaga. Tembaga yang banyak diserap oleh semanggi ini kemungkinan berasal dari pabrik dan lingkungan yang tercemar serta adanya penggunaan pestisida dan pupuk yang banyak mengandung tembaga. Daun dan tangkai yang masih muda juga mempengaruhi banyaknya tembaga yang terdapat pada sampel tersebut. Kandungan tembaga tanaman semanggi setelah proses pengukusan sebesar 4,801 mg/100 g, mengalami perubahan yaitu sebesar 0,384 mg/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0C selama 15 menit memberikan pengaruh terhadap kandungan tembaga pada sayuran. Pengukusan adalah metode yang paling layak untuk dipilih dalam memasak makanan karena cepat, dapat meminimalisasi kehilangan nutrisi dan rasa, serta tidak merusak penampakan sayuran (Bastin 2000). Seng terdapat dalam semua jaringan tubuh seperti hati, otot dan tulang. Jumlah mineral seng dalam tubuh kira-kira 28 mg perkilogram berat badan bebas lemak (Suharjo dan Kusharjo 1988). Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya merupakan 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Almatsier 2003). Meskipun seng dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan, namun seng merupakan penyusun lebih dari enam puluh enzim dan hormon dengan fungsi berbeda yang terdapat seperti dalam biji, buah dan daun (Johnson and Uriu 1990). Kandungan seng pada daun dan tangkai semanggi serta pada sayuran lain dapat dilihat pada gambar 30.
Kandungan Seng (mg/100 gram)
7.6 7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 6.2 6 5.8 5.6 5.4 5.2 5 4.8 4.6 4.4 4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Jenis Sayuran
Gambar 30. Kandungan seng pada berbagai sayuran Kandungan seng pada daun dan tangkai semanggi segar sebesar 7,58 mg/100 g, jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan beberapa sayuran lain seperti bayam (0,53 mg/100 g), seledri (0,17 mg/100 g), kubis (0,18 mg/100 g), kol (0,18 mg/100 g), peterseli (0,73 mg/100 g), asparagus (0,7 mg/100 g). Menurut uji kandungan seng yang dilakukan pada tanaman semanggi ini, menunjukkan bahwa semanggi cenderung banyak menyerap seng selain besi dan tembaga. Seng yang terserap oleh tanaman semanggi ini kemungkinan besar juga berasal dari lingkungan perairan sawah yang banyak mengandung logam tersebut. Kandungan seng tanaman semanggi setelah proses pengukusan adalah 7,43 mg/100 g, mengalami perubahan yaitu sebesar 0,15 mg/100 g. Hal ini
menunjukkan bahwa proses pengukusan dengan panas 80 0 C selama 15 menit memberikan pengaruh terhadap kandungan seng pada sayuran. Seng lebih banyak terikat dengan hormon-hormon yang ada pada sayuran, sehingga apabila hormon tersebut keluar bersama air dan rusak maka akan berkurang pula kandungan seng yang dapat dideteksi dalam sayuran tersebut. Kehilangan nutrisi pada proses penggunaan panas seperti pengukusan dan perebusan berupa degradasi dan oksidasi. Perebusan menyebabkan kehilangan yang lebih banyak terhadap vitamin larut air, mineral dan asam amino daripada pengukusan (Morris et al. 2004). Beberapa spesies tanaman mempunyai kemampuan menyerap banyak sekali
jumlah
elemen
tertentu
yang
mungkin
atau
tidak
esensial
(Mehdi et all. 2003). Penelitian yang dilakukan terhadap tanaman semanggi menunjukkan bahwa tanaman tersebut mempunyai kecenderungan untuk banyak menyerap mineral besi, tembaga, dan seng dimana mineral tersebut juga tergolong logam berat. Kandungan logam dalam tanaman merupakan hasil serapan logam tersebut melalui akar (dari tanah dan air) dan daun (dari udara dan air). Penyerapan melalui akar semakin efektif apabila logam tersebut larut dalam air, sedangkan penyerapan melalui daun akan lebih cepat melalui daun dan bagian lain yang berbulu (Rustiawan et al. 1993). Dosis tertinggi besi yang dapat ditoleransi adalah 45 mg/hari untuk dewasa dan 40 mg/hari untuk anakanak (The Dietary Reference Intake (DRI) diacu dalam Widowati et al. 2008). Secara umum, kandungan besi dalam semanggi yang diuji tersebut terlalu tinggi sehingga membahayakan, namun ada banyak faktor yang dapat menghambat penyerapan zat tersebut di dalam tubuh manusia seperti adanya asam pitat, oksalat dan tanin yang banyak terdapat dalam tanaman (Widowati et al. 2008). Secara umum atau tidak melihat tingkat kelarutan dan bioavailabilitas sayuran tersebut, kandungan tembaga dan seng pada sayuran semanggi yang diuji masih dibawah batas toleransi sehingga aman untuk dikonsumsi. Batas toleransi untuk tembaga adalah 8 sampai 10 gram/hari dan seng 40 mg/hari (Widowati et al. 2008).
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Karakter histologis pada semanggi terdiri dari bagian daun, tangkai, batang, dan akar. Karakteristik histologis pada daun meliputi epidermis yang tersusun rapat, dengan bentuk tidak beraturan, dimana stomata hanya terlihat di epidermis atas saja. Pada jaringan pengangkut floem terletak mengelilingi xilem. Selain itu terdapat palisade, bunga karang dan rongga-rongga. Bagian tangkai terdiri dari jaringan epidermis, aerenchym, ruang interseluler, korteks, endodermis dan jaringan pengangkut. Terdapat banyak ruang interseluler pada tangkai yang menyebabkan tangkai dapat mengapung di air. Bagian batang terdiri dari epidermis, aerenchym, korteks, endodermis, dan jaringan pengangkut. Bagian
akar terdiri dari epidermis, sel interseluler, endodermis, floem dan xilem. Jaringan pengangkut tersusun atas floem yang mengelilingi xilem, dengan ukuran xilem yang lebih besar. Komposisi proksimat dari daun dan tangkai semanggi meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan serat. Kadar air, abu, protein, lemak, dan serat mengalami perubahan setelah mengalami proses pengukusan. Kadar air pada saat segar sebesar 89,02% berubah menjadi 87,92%. Kadar abu pada saat segar 24,59% berubah menjadi 4,39%. Kadar protein pada saat segar sebesar 39,62 % berubah menjadi 26,74%. Kadar lemak segar sebesar 2,45% berubah menjadi 2,48%. Serat kasar pada saat segar sebesar 20,77% berubah menjadi 9,27%. Kandungan mineral pada daun dan tangkai semanggi mengalami perubahan setelah proses pengukusan. Kandungan fosfor pada daun dan tangkai semanggi
sebesar
142,8
mg/100
g,
kalsium
69,05
mg/100
g,
kalium 937,56 mg/100 g, natrium 69,6 mg/100 g, besi 108,3 mg/100 g, tembaga 5,19 mg/100 g, seng 7,58 mg/100 g. Kandungan mineral pada tanaman semanggi seperti fosfor dan kalium cukup tinggi apabila dibandingkan dengan sayuran lain. Bahkan mempunyai kandungan yang sangat tinggi pada mineral logam seperti besi, tembaga dan seng. Sedangkan kalsium dan natriumnya cenderung lebih rendah daripada jenis sayuran lain.
5.2 Saran Perlu adanya uji kelarutan dan bioavailabilitas kandungan gizi pada tanaman semanggi terutama kandungan mineralnya. Perlu adanya pengujian dan perhatian terhadap lingkungan tempat tumbuh semanggi air terutama untuk keperluan konsumsi, perlakuan suhu dan lamanya pengukusan pada pengolahan daun dan tangkai semanggi air serta penelitian pada komoditas tanaman air yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Afriastini JJ. 2003. Marsilea crenata C.Presl. Di dalam: de Winter WP, Amoroso VB, editor. Cryptograms: Ferns and fern allies. Bogor : LIPI Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Gramedia. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington. [AOCS] American Oil Chemists' Society. 2006. Official Methods of Analysis of the American Oil Chemists' Society. Urbana: American Oil Chemists' Society.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Azizah et al. 2009. Effect of boiling and stir frying on total phenolics, carotenoids and radical scavenging activity of pumpkin (Cucurbita moschato). J. Int Food Resr. 16:45-51. Bastin S. 2000. Vegetable preparation for the family. J. Agricultural Departement Kentucky State University. Bold HC, Alexopoulos C, Delevoras T. 1980. Morphology of Plants and Fungi. New York: Harper and Row Publisher. Bourne GH. 1985. Mineral in Food and Nutritional Topics. Grenada: St. Georges University School of Medicine. Brune W, Leman A dan Taubert H. 2007. Pflanzen-anatomisches Praktikum I. Spektrum Akademischer Verlag. Champion PD, Clayton JS. 2001. Border control for potential aquatic weeds. New Zealand : Departemen Conversation. Chapin S. 2008. The mineral nutrition on wild plant. Annual review journals of ecology and systematic. (11):233-260. Departemen Biologi Universitas Indonesia. 2007. Panduan mata kuliah keanekaragaman hayati. http://www.biologyuiblogspot.com Dierenfeld ES, McCann CM. 1999. Nutrient composition of selected plant species consumed by semi free-ranging Lion-Tailed Macaques (Macaca silenus) and Ring-Tailed Lemurs (Lemur catta) on St. Catherines Island, Georgia. U.S.A. Zoo Bio. 18:481 – 494. Frohne S. 1985. Anatomisch-mikrochemische. Drogenanalyse. Georg Thieme Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito et al, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of food, an introduction to food science, nutrition and microbiology. Second edition. Gilbert FA. 1957. Mineral Nutrition and the Balance of Life. Oklahoma: University of Oklahoma Press. Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. The CV Mosby Company : Pennssylvania.
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Suminar Achmadi, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Terjemahan dari: Nutritional evaluation of food processing. Holttum RE. 1930. Fern of Malaya. Singapura : Government Printing Office. Huyghebaert A, Paquot M, Vansant G. 2003. Food nutrition evaluation. Brussel : Institute of Public Health. Johansen 1940. Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Johnson S, Uriu K. 1990. Mineral nutrion. J. Nutrition Plant 7(3):101-104. Kiernan. 1988. Histological and Histochemical Methods. Press.
Kanada: Pergamon
Kück U. dan Wolff G. 2009. Botanisches Grundpraktikum. Springer. Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Luh BS, Woodroof JG. 1987. Commercial Vegetable Processing. New York : Van Nostrand Reinhold. Mehdi SM, Abbas G, Sarfraz M, Abbas ST, Hassan G. 2003. Effect of industrial effluents on mineral nutrition of rice ang soil health. Pakistan journal of applied sciences (6):462-473. Morris A, Barnett A, Burrows OJ. 2004. Effect of processing on nutrient content of foods. J. Cajournal 37(3):160-164. Muchtadi D. 2001. Pangan dan Gizi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta : Penebar Swadaya. Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for Biological Materials. West Lafayee: Animal Science Purdue University. Rustiawan A, Ekayanti I, Riani T. 1993. Kandungan logam berat timah hitam pada sayuran di sekitar lokasi pembuanagn sampah akhir Cengkareng Jakarta [Laporan Penelitian]. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Sastrapradja S, Afriastini JJ. 1985. Kerabat Paku. Bogor: Lembaga Biologi Nasional LIPI.
Soelistijani DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta : Trubus Agriwidya. Suhardjo, Kusharto CM. 1988. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Tjitrosoepomo G. 1987. Taksonomi Tumbuhan. Jogjakarta : Gajah Mada University Press. Trigiano et al. 2005. Histological Techniques. Di dalam : Trigiano RN, Gray DJ, editor. Plant Development and Biotechnology. London: CRC Press. Utama IMS, Nocianitri KA, Pudja IARP. 2007. Pengaruh suhu air dan lama waktu perendaman beberapa jenis sayuran daun pada proses crisping. Journal Agritrop 26(3):117-123. Widowati W, Sastiono A, Rumampuk RJ. 2008. Efek Toksik Logam. Jogjakarta: Andi Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia. Wirakusumah ES. 2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya. Yunizal et al. 1998. Prosedur Analisa Kimia dan Produk Olahan Hasil Perikanan. Jakarta : BRKP DKP RI.
Lampiran 1. Lembar identifikasi LIPI
Lampiran 2. Tempat tumbuh semanggi air di Surabaya
Daerah persawahan tempat tumbuhnya semanggi air Lampiran 3. Jaringan pada daun
Jaringan epidermis Jaringan palisade Lampiran 4. Jaringan pada tangkai
Jaringan epidermis
Jaringan pengangkut Lampiran 5. Jaringan pada batang
Korteks
Trakea xilem
Jaringan pengangkut
Ruang interselular
Korteks
Jaringan epidermis
Jaringan pengangkut
Sentral Parenkim Lampiran 6. Jaringan pada akar
Jaringan epidermis
Jaringan pengangkut
Korteks
Lampiran 7. Histogram sebaran ukuran panjang dan lebar tebal daun semanggi Histogram panjang daun 20
25
15
Jumlah
Jumlah
20
15
10
10
5
5
0
0
10
15
20
25
30
10
15
20
25
Lebar daun (mm)
Panjang daun (mm)
Histogram lebar daun Lampiran 8. Histogram sebaran panjang dan tebal tangkai semanggi 12
Jumlah
10
8
5
2
0 100
150
200
250
300
Panjang tangkai (mm)
Histogram panjang tangkai
Histogram tebal tangkai 2
Histogram tebal tangkai 1
Histogram tebal tangkai 3
30
Lampiran 9. Contoh perhitungan mineral Kadar kalsium Ca setelah pengukusan Absorbansi Ca Ppm Ca 0 0 0,1032 0,5 0,2056 1 0,4117 2 0,6122 3 0,8057 4 0,9588 5 Ulangan 1 0,65425 651,3191 0,065132
Ppm solution Ppm sample % Ca
6
Ulangan 2 0,6235 621,1397 0,062114
y = 5.125x - 0.053 R² = 0.998
5 4 3 2 1 0 -1 0
0.2
0.4
Ulangan 1 Ppm solution = 5,125X– 0,053 5,125*0,138–0,053 0,65425
= 651,3191
= 0,065132
0.6
0.8
1
1.2
Lampiran 10. Contoh alat yang dipergunakan dalam penelitian
Mikrotom Yamato Olympus DP12
Oven
Mikroskop Olympus CH20 Kamera Mikroskop RV-240
AAS NOVVA-300
Tanur