3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tahapan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yang melibatkan parameterparameter penting yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pengembangan agroindustri CPO berbasis spasial secara holistik. Pendekatan
holistik
yang
dimaksudkan
disini
pendekatan
yang
menyeluruh (Eriyatno, 2012) tidak hanya fokus pada pengembangan industri itu sendiri, namun akan dimulai dari hal-hal yang menjadi driver adanya kebutuhan pengembangan industri. Sebaran spasial dari kebun kelapa sawit, luasan kebun, umur tanaman, produktivitas tanaman, kapasitas pabrik eksisting, jalur transportasi dan kondisi infrastruktur pelabuhan menjadi pertimbangan penting pada sistem pendukung keputusan berbasis spasial yang dikembangkan ini. Pendekatan sistem digunakan dalam kajian ini karena kompleksitas dari permasalahan yang ada serta adanya unsur ketidakpastian yang bagaimanapun harus dipertimbangkan agar keputusan yang dibuat memiliki dasar yang kuat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh (2010), pendekatan sistem diperlukan karena semakin lama semakin dirasakan interdependensi dari berbagai bagian dalam mencapai tujuan sistem. Masalah-masalah yang dihadapi pada saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih komprehensif, yang dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh. Proses rancang bangun model pendukung keputusan pengembangan agroindustri CPO berbasis spasial melalui tahapan-tahapan umum pengembangan prototipe sistem seperti yang dipresentasikan pada Gambar 3-1 berikut ini.
112
Identifikasi Kebutuhan
Perancangan Prototype
Pembentukan Prototype
Tidak => Perbaikan
Produk Rekayasa
Ya
Sesuai Kebutuhan?
Evaluasi Prototype
Gambar 3-1 Tahapan Umum Proses Rancang Bangun
Metode pengembangan prototipe dipilih dengan alasan untuk mengatasi sistem yang kompleks. Dengan metode prototyping akan memungkinkan proses pembentukan model (versi) sistem secara iteratif sampai menghasilkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pendekatan seperti ini merupakan implementasi dari konsep “think small strategize big” dari Turban et al.(2011) dimana pengembang pertama-tama fokus pada penyelesaian permasalahan kunci untuk meraih keberhasilan-keberhasilan kecil secara bertahap. Pendekatan ini dipandang lebih efektif dan efisien dalam pengembangan sistem pendukung keputusan (Turban, Sharda et al., 2011). 3.2
Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir yang melandasi sistem pendukung keputusan berbasis spasial untuk penentuan lokasi pengembangan industri ini terbagi menjadi beberapa tahapan utama. Tahap pertama adalah merumuskan tujuan sistem dengan jelas yang dalam hal ini adalah untuk menentukan lokasi pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit yang terbaik. Tahap kedua dilakukan pengumpulan data-data entitas spasial yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan beserta dengan atribut-atribut yang diperlukan. Entitas-entitas yang terlibat dalam hal ini adalah Kebun Kelapa Sawit (KKS), Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PKS), Jaringan Jalan, dan Wilayah.
113
MULAI
Peta Lokasi KKS
Peta Lokasi Pabrik CPO
Peta Lokasi Pelabuhan
Peta Jalur Transportasi Eksisting
Basic Digital Map Wilayah
Peta Tematik Lainnya
Layering Data Overlay
Data Tabular
Shortest Path (Algoritma Dijkstra)
Relation
Viewing
Shape File
Analisis Spasial
Kesesuaian Lahan
View Informasi
View Teranalisis Analisis Interaksi Spasial
Simulasi Sistem
Valuasi
SELESAI
Gambar 3-2 Langkah-langkah Penelitian
114
Tahap ketiga, entitas-entitas yang teridentifikasi tersebut selanjutnya dipetakan lokasi geografisnya dalam sistem informasi geografis yang dibangun dalam penelitian ini dalam bentuk layer-layer data. Untuk data berupa image manual, dilakukan scanning untuk mendapatkan data digital. Proses layering disini merupakan proses untuk memisahkan kategori-kategori layer yang ada dalam data digital. Hasil dari layering ini adalah data vektor yang sudah terbagai menjadi beberapa data layer sesuai dengan coveragenya masing-masing. Masingmasing layer akan mendapatkan informasi dari data tabular pada proses relation. Output dari proses ini adalah sebuah shape file (file yang berextensi.shp), dimana file inilah yang sudah siap digunakan untuk menampilkan informasi yang berbasis geografis. Tahap keempat, dilakukan pengukuran dan standarisasi ukuran atas atribut-atribut yang diperlukan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan lokasi masing-masing entitas baik yang terkait dengan kebun, pabrik, jalan maupun wilayah. Beberapa overlay yang diperlukan dalam analisis, dilakukan pada tahapan ini. Tahap kelima, diidentifikasi dan dirumuskan kriteria-kriteria dan batasan/persyaratan-persyaratan untuk menentukan lokasi awal pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit. Kriteria-kriteria ini diakuisisi dari pengetahuan dan pengalaman ahli dalam bidang pengembangan infrastruktur industri dan agroindustri minyak kelapa sawit. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah terkait dengan kesesuaian lahan untuk pengembangan industri, antara lain aspek pisik, lingkungan serta ekonomi, sosial dan politik. Kriteria-kriteria untuk aspek pisik adalah: (a) Luas area yang tersedia; (b) Kedekatan dengan perairan/kemudahan pengapalan; (c) Ketersediaan Utilitas & infrastruktur; (d) Akses (jarak) pada sumber air bersih; (e) Kondisi tanah; (f) Jarak ke jaringan jalan; (g) Kedalaman perairan. Kriteria-kriteria untuk aspek lingkungan adalah: (a) Angin; (b) Cuaca; (c) Tinggi gelombang; (d) Kecepatan arus; (e) Pasang surut; (f) Angin; (g) Sedimentasi; (h) Alur laut. Sementara untuk aspek ekonomi, sosial dan politik yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah: (a) Biaya investasi infrastruktur industri; (b) Biaya operasional pengelolaan kawasan; (c) Kemudahan perizinan;
115
(d) Pajak dan pungutan-pungutan lain; (e) Dukungan masyarakat; dan (f) Ketersediaan tenaga kerja. Tahap keenam dilakukan evaluasi atas kriteria dan batasan yang ada untuk menentukan kesesuaian lahan untuk pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit. Output dari analisis ini adalah alternatif-alternatif lokasi pengembangan industri yang memungkinkan di wilayah kajian. Atas dasar alternatif-alternatif yang teridentifikasi, selanjutnya pada tahapan ketujuh, dilakukan analisis interaksi spasial yang terkait dengan jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi yang dalam hal ini direpresentasikan dalam bahasa umum analisis jaringan spasial sebagai cost. Analisis interaksi spasial ini dilakukan dengan menggunakan algoritma Djikstra yang digambarkan prosesnya dalam bentuk diagram pada Gambar 3-3. Interaksi spasial ini dilakukan baik antara PKS dengan KKS maupun antara PKS dengan alternatif lokasi pengembangan industri hilir. Output dari tahap ketujuh berupa matrik interaksi jarak, waktu tempuh dan biaya selanjutnya digunakan pada tahap kedelapan untuk menentukan volume interaksi antar enttitas tersebut diatas yang diakibatkan oleh kepentingan pasokan bahan baku. Proses penentuan ini dilakukan menggunakan model transportasi dengan fungsi tujuan meminimalkan biaya dan dengan kendala-kendala yang terkait dengan batasan suplai, permintaan dari masing-masing entitas dan waktu tempuh maksimum agar kualitas TBS masih memenuhi persyaratan pengolahan di pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. Proses ini dilakukan dalam multi periode (tahunan) untuk mengakomodasi produktivitas dari tanaman kelapa sawit yang berakibat pada kemampuan suplainya. Diagram alir proses ini ditunjukkan pada Gambar 3-4. Atas dasar kesesuaian lahan dan interaksi spasial yang telah dianalisa pada tahap-tahap sebelumnya, tahap kesembilan ini merupakan tahapan pengambilan keputusan alternatif lokasi pengembangan industri yang terbaik. Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan spatial multi criteria decision tool IKG2012 yang dibangun dalam penelitian ini. Diagram alir yang menggambarkan proses pengambilan keputusan ini diperlihatkan pada Gambar 3-5.
116
START
+ Tetapkan node dan bobot untuk setiap lintasan + Tentukan node AWAL (I) dan TUJUAN (j)
+ Tandai semua node selain node AWAL sebagai UNVISITED + Bentuk himpunan node yang telah dikunjungi, sebut sebagai himpunan VISITED + Masukkan node AWAL ke dalam himpunan VISITED + Set CURRENT = node AWAL
+ Tentukan tetangga-tetangga dari CURRENT yang termasuk dalam himpunan UNVISITED + Ambil bobot yang paling kecil sebagai node SELANJUTNYA
Bila ditemukan lintasan dari node X ke node SELANJUTNYA yang jumlah bobotnya ternyata LEBIH BESAR dari lintasan CURRENT ke node SELANJUTNYA, maka hapus X dari himpunan VISITED
Tidak Masukkan node SELANJUTNYA ke dalam himpunan VISITED
Set CURRENT = node SELANJUTNYA
Apakah CURRENT = node TUJUAN?
Ya
C(i,j)
END
Gambar 3-3 Diagram Alir Model Shortest Path dengan Algoritma Djikstra
117
MULAI
For Tahun (t) = 1 to Batas Proyeksi (p)
Umur Tanaman, Luas Kebun, Demand PKS D( j)
Hitung Kapasitas Produksi KKS S(i)
Model Shortest Path dengan Algoritma Djikstra
Dapatkan Cost c(i,j) dari berkas Shortest Path
Hitung Volume Interaksi Spasial x(i,j)
X(i,j)
t
Volume Interaksi (Ton) SELESAI
Gambar 3-4 Diagram Alir Penentuan Volume Interaksi Spasial Multi Periode
118
Penentuan Lokasi Pengembangan Industri Hilir Minyak Kelapa Sawit
Kendala/ Persyaratan Lokasi
Kriteria Evaluasi
Alternatif Lokasi yang Sesuai
Peta Kriteria
Kendala/peta alternatif yang layak
Bobot Kriteria
Matriks keputusan (Decision matrix)
Decision rule Preferensi pengambil keputusan
Pengurutan alternatif
Analisa sensitivitas
Rekomendasi Final
Gambar 3-5 Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Industri dengan Spatial MCDM
Keseluruhan tahapan proses yang dijelaskan diatas, diterjemahkan dalam sebuah sistem pendukung keputusan spasial yang dapat digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan lokasi pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit maupun untuk keperluan industri lainnya yang mirip.
119
3.3
Tata Laksana
Tahapan umum yang dilakukan pada penelitian terdiri ini dari pengumpulan data, pengembangan sistem, validasi dan verifikasi. Pengumpulan data spasial terkait dengan beberapa node kebun dan pabrik CPO eksisting dilakukan dengan menggunakan teknologi GPS seperti yang terlihat pada Gambar 3-6 berikut ini. Sementara untuk peta wilayah, peta rupa bumi, peta jalan, peta topografi, peta bathymetri, peta sungai, alur pelayaran diolah dari peta yang diperoleh dari Bakosutranal dan Pemerintah Daerah. Arus, gelombang, dan angin diperoleh dari BMKG.
SATELIT GPS
ANTENNE GPS
DATA FORMAT CONVERSION
MODUL PENGENDALI GPS
GIS DATA STORAGE WAYPOINT UNTUK KEBUN, PABRIK, PELABUHAN DAN PELANGGAN
Gambar 3-6 Teknik Pengumpulan Data dengan Teknologi GPS
Setelah tahapan pengumpulan data, kemudian dilakukan pengembangan sistem melalui pengembangan basis data, model dan interface. Tahap akhir dilakukan verifikasi dan validasi. Teknik validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah face validity (Eriyatno, 2012).
Face validity dilakukan
dengan cara menjaring pengetahuan pakar dalam hal pengembangan dan pengelolaan agroindustri minyak kelapa sawit (CPO). Face validity ini berkaitan dengan kesesuaian dan perilaku model, serta kemampuan model dalam mencapai tujuan yang diharapkan.