25
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil ikan kakap merah sepanjang tahun selama kurun waktu 1995 hingga sekarang. Penelitian dilaksanakan selama delapan bulan, mulai dari tahap persiapan penelitian sampai pada tahap penyelesaian dan ujian akhir, sedangkan penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2007. Lokasi penelitian lapangan pada posisi 0°13’ - 0°25’ LU dan 108°47’ - 108°52’ BT (Lampiran 1). 3.2 Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian : 1) Kapal motor 2) Bubu, sejumlah 24 bubu: 12 unit bubu bambu dan 12 unit bubu jaring 3) Pengukur panjang ikan dengan skala terkecil 0,1 cm 4) Timbangan dengan skala terkecil 0,1 kg 5) Kamera foto untuk dokumentasi kegiatan penelitian 6) GPS (Global Position System) merk Furuno GPS/WAAS Navigator GP-32 yang digunakan untuk menentukan dan mencari posisi bubu pada saat setting dan hauling. 7) Arit, digunakan untuk mengambil/mengangkat bubu dari dasar perairan ke atas kapal. Arit terbuat stainless anti karat dan memiliki cabang tiga. Arit ini dirangkai dengan besi dan pemberat yang terbuat dari timah dengan bobot sekitar 5-10 kg. 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah experimental fishing yaitu melakukan kegiatan uji coba pengoperasian 12 unit bubu bambu dan 12 unit bubu jaring untuk menangkap ikan kakap merah pada perbedaan lama perendaman (perlakuan) yaitu: dua, tiga, empat dan lima hari. Desain penelitian pada masingmasing perlakuan (lama perendaman) adalah sebagai berikut:
26 1) Lama perendaman dua hari; menggunakan enam unit bubu, terdiri atas tiga unit bubu bambu dan tiga unit bubu jaring. Satu unit bubu bambu dirangkai dengan satu unit bubu jaring, dengan jarak antar bubu + 96 meter. Diperoleh tiga rangkaian untuk keenam unit bubu yang digunakan pada lama perendaman dua hari. 2) Lama perendaman tiga hari; menggunakan enam unit bubu, terdiri atas tiga unit bubu bambu dan tiga unit bubu jaring. Satu unit bubu bambu dirangkai dengan satu unit bubu jaring, dengan jarak antar bubu + 96 meter. Diperoleh tiga rangkaian untuk keenam unit bubu yang digunakan pada lama perendaman tiga hari. 3) Lama perendaman empat hari; menggunakan enam unit bubu, terdiri atas tiga unit bubu bambu dan tiga unit bubu jaring. Satu unit bubu bambu dirangkai dengan satu unit bubu jaring, dengan jarak antar bubu + 96 meter. Diperoleh tiga rangkaian untuk keenam unit bubu yang digunakan pada lama perendaman empat hari. 4) Lama perendaman lima hari; menggunakan enam unit bubu, terdiri atas tiga unit bubu bambu dan tiga unit bubu jaring. Satu unit bubu bambu dirangkai dengan satu unit bubu jaring, dengan jarak antar bubu + 96 meter. Diperoleh tiga rangkaian untuk keenam unit bubu yang digunakan pada lama perendaman lima hari. Masing-masing rangkaian bubu pada setiap perlakuan perbedaan lama perendaman diletakkan pada lokasi yang berbeda. Lokasi peletakan bubu yang akan direndam sesuai dengan kebiasaan nelayan di lokasi penelitian. Pemilihan lokasi penelitian diusahakan menghindari dari kegiatan operasi penangkapan ikan menggunakan trawl dan dipilih lokasi dasar perairan berkarang. Posisi peletakan bubu tersebut kemudian dicatat menggunakan GPS. Banyaknya hauling dinyatakan sebagai banyaknya ulangan. Masing-masing perlakuan lama perendaman melakukan sebanyak tujuh kali hauling, yang berarti tujuh kali ulangan. Beberapa asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa kondisi perairan di lokasi penelitian relatif sama, sumberdaya ikan kakap menyebar merata di seluruh lokasi penelitian dan dalam pengoperasian kedudukan bubu di
27 dasar perairan adalah normal dan kemungkinan terbalik atau terkait satu dengan yang lainnya tidak mungkin terjadi. Ilustrasi Posisi Pemasangan Bubu di Perairan dapat dilihat pada Gambar 6.
30-40 m
Main line 96 m
Gambar 6 Ilustrasi posisi pemasangan bubu di perairan. Kondisi perairan di lokasi penelitian relatif sama, hal ini dapat diketahui secara fisual, yaitu dengan melihat warna air yang relatif sama (kebiru-biruan), tidak bergelombang, sisa dasar perairan yang ada di dek kapal dan rangka bubu yang berlumpur campur pasir (Gambar 7), berkarang (diketahui pada saat dilakukan penyisiran main line bubu menggunakan arit) dan kedalaman perairan berkisar antara 30-40 meter.
Gambar 7 Sisa lumpur bercampur pasir yang ada di dek kapal dan rangka bubu jaring.
28 3.4 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil tangkapan ikan kakap merah pada setiap hauling. Data primer berupa jumlah seluruh hasil tangkapan, jenis hasil tangkapan, bobot dan ukuran ikan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pontianak berupa data produksi perikanan laut dan perairan umum tahun 19922005, jumlah RTP tahun 2005, perbandingan jumlah trip perahu/kapal motor laut 2004-2005 serta perbandingan produksi dan nilainya pada perikanan laut dan perairan umum menurut jenis alat tangkap tahun 2004-2005. Dalam penelitian ini, tingkat kelayakan usaha perikanan bubu ditentukan dari nilai R/C Ratio. Data yang diperlukan untuk mendapatkan nilai tersebut adalah: 1) Biaya pengoperasian bubu dibagi menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap dalam penelitian ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam jumlah tetap setiap melakukan operasi penangkapan dengan bubu. Biaya ini terdiri dari biaya penangkapan dan biaya penyusutan. Biaya ini tidak mengalami perubahan dengan berubahnya volume produksi. Biaya operasional bubu meliputi pengeluaran untuk pembelian solar, oli, minyak tanah dan ransum (beras, rokok). Biaya penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu unit usaha setiap bulan sepanjang umur ekonomis unit usaha tersebut. Biaya penyusutan tidak mengandung unsur pengeluaran uang, tetapi berhubungan dengan faktor depresi modal akibat bertambahnya umur unit usaha. Biaya ini diperoleh dengan membagi besarnya nilai investasi suatu komponen alat dengan daya tahannya. 2) Biaya tidak tetap adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam jumlah yang tidak tetap setiap melakukan operasi penangkapan bubu. Biaya ini terdiri dari biaya perawatan, retribusi dan upah ABK. Upah ABK bersifat tidak tetap dalam jumlah tetapi bersifat tetap dalam sistem bagi hasil.
29 3.5 Analisis Data 3.5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Analisis data dilakukan terhadap data primer yang diperoleh pada seluruh hauling (tujuh kali hauling) pada bubu bambu dan bubu jaring. Analisis data pada komposisi hasil tangkapan dilakukan dengan cara membandingkan hasil tangkapan antara bubu bambu dengan bubu jaring. Komposisi hasil tangkapan yang dibandingkan meliputi total jumlah (individu) dan bobot (gr) masing-masing jenis ikan/udang pada seluruh perlakuan lama perendaman (dua, tiga, empat dan lima hari), yang disajikan dalam bentuk gambar (grafik pie) maupun tabel. 3.5.2 Lama Perendaman dan Jenis Bubu yang Efektif Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Rancangan ini menggunakan persamaan umum sebagai berikut : Yij = µ + τi + βj + εij ........................ .............................................. (1) dimana : i
= 1,2,3,4; dan j = 1,2,...,r
Yij
= pengamatan pada perlakuan lama perendaman ke-i, dan kelompok jenis bubu ke-j
µ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan lama perendaman ke-i
βj
= pengaruh kelompok jenis bubu ke-j
εij
= pengaruh acak (galat) dari perlakuan lama perendaman ke-i dan kelompok jenis bubu ke-j
Data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan berupa bobot (gr) ikan sebelumnya dilakukan Uji Normalitas. Apabila data normal maka dilanjutkan pada Analisis Ragam (ANOVA), tetapi apabila data tidak normal, maka dilakukan transformasi data menggunakan rumus
1 + N , N = bobot (gr) hasil tangkapan.
Analisis Ragam (ANOVA) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dengan perbedaan lama perendaman dan jenis bubu yang digunakan terhadap hasil tangkapan ikan kakap merah (Lutjanus sp.). Struktur tabel sidik ragam yang digunakan dalam Analisis Ragam (ANOVA) dapat di lihat pada Tabel 6.
30 Tabel 6 Struktur Tabel Sidik Ragam yang digunakan Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah (KT)
t-1 r-1 (t-1)(r-1)
JKP JKB JKG
KTP KTB KTG
tr-1
JKT
Perlakuan Blok Galat Total
F-hitung KTP/KTG KTB/KTG
Sumber : Mattjik dan Sumertajaya (2000)
Analisis terhadap data sekunder dilakukan secara deskriptif tentang produksi perikanan laut dan perairan umum tahun 1992-2005, jumlah RTP tahun 2005, perbandingan jumlah trip perahu/kapal motor laut 2004-2005 serta perbandingan produksi dan nilainya pada perikanan laut dan perairan umum menurut jenis alat tangkap tahun 2004-2005 di Kabupaten Pontianak. 3.5.3 Analisis Pendapatan Usaha Analisis pendapatan usaha dilakukan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan (profitability) atau kerugian yang diperoleh dari kegiatan perikanan bubu yang ada. Analisis yang digunakan dengan perhitungan Return-Cost Ratio (R/C Ratio). Pada perhitungan ini membutuhkan data penjualan yang merupakan penerimaan hasil tangkapan dan biaya yang dikeluarkan. Jika R/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika R/C Ratio = 1, maka usaha perikanan berada pada titik impas (Break Event Point). R/C Ratio dapat dianalisis dengan menggunakan rumus : R/C Ratio =
Total Penerimaan Biaya
............................................ (2)