3 Metodologi Penelitian 3.1
Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil bath,
magnetic stirrer, dan
pengaduk magnetik berpemanas Heater Thermolyne. Peralatan-peralatan tersebut berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, Program Studi Kimia, ITB. 2. Pada tahap isolasi kitin dan deasetilasi, digunakan peralatan gelas standar, blender, pengaduk magnetik berpemanas Heater Thermolyne. Peralatan-peralatan tersebut berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, Program Studi Kimia, ITB. Pembuatan polyblend dilakukan dengan menggunakan alat Hot Press Model C dan Glossy Plate serta plastik OHP sebagai pelapis glossy plate. Peralatan-peralatan tersebut berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, Program Studi Kimia, ITB. 3. Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Shimadzu FTIR Prestige-21 yang ada di Laboratorium Kimia Analitik, Program Studi Kimia, ITB. 4. Analisis mekanik dengan alat Autograph AGS-500D Shimadzu yang ada di Laboratorium Kimia Fisika Material, ITB 5. Analisa konduktivitas dengan alat Conductivity Bridge yang ada di Laboratorium Kimia Fisika Material, ITB. 6. Analisis termal dilakukan dengan alat Differential Thermal Analysis (DTA)/Thermal Gravimetry Analysis (TGA) 200 Tipe Seiko SSC 5200H, yang berada di Laboratorium Uji Polimer, Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bandung.
3.1.2
Bahan
1.
Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan bahan bahan sebagai berikut: a) Stiren sebagai monomer b) Benzoil peroksida sebagai inisiator c) Nitrogen cair untuk proses degassing d) Kloroform teknis sebagai pelarut e) Metanol teknis untuk pengendapan polistiren f) Asam sulfat pekat, diklorometana, anhidrida asetat, dan 2-propanol untuk sulfonasi polistiren
2. Pada tahap isolasi kitin dan sintesis kitosan, digunakan bahan-bahan sebagai berikut: a) Limbah kulit udang b) Larutan HCl 1M, NaOH 3,5%, dan aquades untuk proses isolasi kitin c) Larutan NaOH 50% b/v untuk proses deasetilasi 3.
Pada tahap karakterisasi polimer dan membran digunakan bahan-bahan sebagai berikut : a) Toluen untuk pelarut polistiren dalam penentuan Mv polistiren b) Asam asetat 2% untuk pelarut pada penentuan Mv kitosan c) NaOH 0,1 M, metanol, dan asam oksalat untuk titrasi penentuan derajat sulfonasi polistiren d) HCl 0,1 M; NaOH 0,1 M; dan asam oksalat untuk titrasi penentuan IEC e) H2SO4 1 M, dan aquades untuk penentuan konduktivitas
3.2
Cara Kerja
Pada Gambar 3. 1 merupakan diagram alir keseluruhan yang dilakukan dalam penelitian ini. Sintesis polistiren dilakukan melalui polimerisasi monomer stiren dan benzoil peroksida sebagai inisiator pada suhu 80oC selama 20 jam. Untuk mensintesis polistiren tersulfonasi, digunakan asetil sulfat sebagai agen sulfonasi dan proses sulfonasi dilakukan selama 20 menit. Sintesis kitosan dilakukan melalui proses deasetilasi dengan penambahan NaOH 50% (w/v) pada kitin yang telah diisolasi dari kulit udang. Polimer-polimer penyusun, yaitu polistiren, polistiren tersulfonasi, dan kitosan dicampurkan pada komposisi tertentu, kemudian di press pada suhu 125-135oC, dengan tekanan 200 kgf. Membran polyblend yang
20
dihasilkan dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR), swelling, mekanik, termal, konduktivitas, dan Ion Exchange Capacity (IEC).
21
Gambar 3. 1 Diagram alir keseluruhan penelitian
22
3.2.1
Polistiren
a) Sintesis polistiren Untuk mensintesis polistiren, 0,0632 gram benzoil peroksida dan 15 mL stiren dimasukkan ke dalam reaktor yang telah dimasukkan stirrer ke dalamnya. Reaktor lalu dipasang ke rangkaian peralatan polimerisasi dalam ruang vakum (Gambar 3. 2). Pembekuan reaktor dilakukan dengan menggunakan nitrogen cair. Setelah larutan dalam reaktor beku, udara yang terdapat dalam larutan disedot dengan menggunakan pompa vakum. Campuran dalam reaktor didiamkan hingga mencair, kemudian diaduk. Proses degassing ini diulang sampai 3 kali. Selanjutnya proses polimerisasi stiren, dilakukan dengan pengadukan dan pemanasan dalam penangas yang berisi minyak pada suhu 800 C selama 20 jam.
Gambar 3. 2 Alat polimerisasi b) Pemurnian polistiren Setelah 20 jam polimerisasi, polistiren yang dihasilkan berwujud cair. Polistiren hasil sintesis dilarutkan dalam kloroform, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Larutan dalam corong pisah diteteskan pada gelas kimia yang telah berisi metanol, dengan kecepatan 1 tetes/detik hingga dihasilkan polistiren berbentuk serabut putih. Perbandingan volume kloroform dan metanol pada proses pengendapan ini ialah 1:10 yang merupakan rasio optimasi untuk menghasilkan serabut polistiren yang optimal. Serabut polistiren kemudian disaring dengan menggunakan corong Buchner dan dikeringkan hingga mencapai berat konstan.
23
3.2.2
Polistiren Tersulfonasi (PSS)
a) Preparasi larutan asetil sulfat (agen sulfonasi) Asetil Sulfat merupakan agen sulfonasi untuk polistiren. Pada labu leher 3 yang telah dirangkai dengan peralatan refluks, sebanyak 2 mL diklorometana dicampurkan dengan 1,32 mL anhidrida asetat dalam kondisi inert dengan mengalirkan gas N2. Larutan lalu didinginkan pada suhu 00 C dengan menggunakan es dalam wadah penangas. Selanjutnya asam sulfat 97 % ditambahkan ke dalam larutan.
b) Sulfonasi polistiren Sebanyak 2 gram polistiren hasil sintesis dilarutkan dalam 20 mL diklorometana dan diaduk serta dipanaskan pada suhu 400 C. Kemudian peralatan sebelumnya yang digunakan untuk preparasi larutan asetil sulfat dipanaskan sampai 40oC. Setelah itu proses sulfonasi dilakukan dengan penambahan larutan polistiren ke dalam larutan asetil sulfat pada labu leher 3 selama 20 menit. Setelah 20 menit, reaksi sulfonasi dihentikan dengan menambahkan 200 mL 2propanol. Pada proses sulfonasi tersebut dilakukan pengadukan terus dengan stirrer dan suhu dijaga tetap 40oC.
c) Pemurnian polistiren tersulfonasi Polistiren tersulfonasi diambil dari labu leher 3, kemudian dimasukkan ke dalam aquades mendidih. Padatan polistiren yang terbentuk disaring dengan corong Buchner pada padatan PSS kemudian dikeringkan dan terakhir disimpan dalam eksikator.
3.2.3
Kitosan
a) Proses deproteinasi Pertama dilakukan pemisahan antara limbah kulit udang berwarna kekuningan dengan yang tidak berwarna. Sebanyak 50 g kulit udang yang tidak berwarna dihancurkan dengan blender sampai berbentuk serpihan. Waktu penghancuran dengan blender hanya sebentar dan tidak perlu sampai berbentuk butiran halus. Serpihan kulit udang kemudian ditambahkan 500 mL NaOH 3,5% b/v dan diaduk pada suhu 60oC selama 2 jam. Endapan yang dihasilkan disaring dengan kain dan dinetralkan dengan air. Setelah diperoleh endapan netral dilakukan
24
penyaringan, kemudian dicuci dengan aquades. Sampel bebas protein ini dikeringkan selama 24 jam dalam oven pada suhu 65oC , kemudian ditimbang beratnya setelah kering.
b) Proses demineralisasi Sampel hasil deproteinasi ditambahkan HCl 1 M dengan perbandingan 1:15 (b/v) secara perlahan dan diaduk selama 1 jam sampai tidak terbentuk gas. Endapan yang dihasilkan disaring dengan kain dan dinetralkan dengan air. Setelah diperoleh endapan netral dilakukan penyaringan, kemudian dicuci dengan aquades. Sampel dikeringkan selama 24 jam dalam oven pada suhu 65oC, kemudian beratnya ditimbang setelah kering.
c) Proses deasetilasi Endapan hasil deproteinasi dan demineralisasi menghasilkan padatan kitin. Selanjutnya konversi kitin menjadi kitosan (deasetilasi) dilakukan dengan penambahan NaOH 50% dengan perbandingan kitin :NaOH=1:10 (b/v) pada endapan hasil demineralisasi. Deasetilasi dilakukan pada suhu 100oC selama 4 jam. Endapan yang dihasilkan disaring dengan kain dan dinetralkan dengan air. Setelah diperoleh endapan netral dilakukan penyaringan, kemudian dicuci dengan aquades. Sampel dikeringkan selama 24 jam dalam oven pada suhu 65oC, kemudian beratnya ditimbang setelah kering.
3.2.4
Pembuatan Polyblend
Pembuatan polyblend dilakukan dengan metode pelelehan dan dengan suatu alat hotpress (Gambar 3. 3). Terdapat 5 komposisi polyblend dengan perbandingan massa PS-PSSKitosan, yaitu 80-20-0, 80-15-5, 80-10-10, 80-5-15, dan 80-0-20. Polimer ditimbang sesuai dengan komposisi yang diinginkan, dengan massa total 1 g. Kemudian campuran polimer dihancurkan dengan blender sampai benar-benar halus dan ditaruh pada plastik mika. Penggunaan plastik mika cukup mempengaruhi, sebaiknya digunakan plastik mika yang tahan panas. Mika dan plat disusun dan ditempatkan pada tempatnya, kemudian dilakukan press pada suhu sekitar 125-135oC dengan tekanan 200 kgf selama 5 menit. Suhu yang diberikan disesuaikan dengan komposisi polyblend yang akan dibuat. Untuk polyblend dengan komposisi kitosan terbanyak dilakukan pada suhu 125oC supaya polyblend yang dihasilkan tidak berwarna kecoklatan. Pada proses pembuatan polyblend tidak selalu berhasil dalam satu kali percobaan, karena film polyblend yang terbentuk tidak rata sebagai akibat adanya gelembung udara yang terperangkap dalam membran. Untuk itu perlu dilakukan
25
pengulangan dengan menggunting dan menghancurkan polyblend, dan kemudian dilakukan penekanan kembali sampai terbentuk polyblend yang rata.
Gambar 3. 3 Alat press
3.2.5
Karakterisasi
a) Penentuan Massa Molekul rata-rata Viskositas (Mv) Polimer yang akan dianalisa dilarutkan dalam pelarut yang telah diketahui nilai konstanta Mark-Houwink yaitu nilai K dan a. Larutan polimer dibuat dalam lima konsentrasi, yaitu 1000, 2000, 3000, 4000, dan 5000 ppm. Sebanyak 25 mL larutan polimer dimasukkan dalam viskometer Oswald, dan kemudian ditentukan waktu alirnya dengan menggunakan stopwatch. Waktu alir pelarut polimer juga ditentukan dengan viskometer Oswald.
b) Penentuan Derajat Sulfonasi Sebanyak 150 mg PSS dilarutkan dalam 15 mL metanol. Ke dalamnya larutan tersebut diteteskan indikator phenolpthalein. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan menggunakan 0,01 M NaOH dalam metanol yang telah distandarkan konsentrasinya dengan menggunakan asam oksalat.
c) Analisa Gugus Fungsi Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan alat Fourier Transform Infra Red (FTIR), Gambar 3. 4. Pada analisis ini digunakan metode pelet KBr. Sejumlah sampel polimer yang telah digerus, ditambahkan dengan KBr kemudian dibentuk cetakan tipis. Sampel dalam bentuk pelet dianalisis dengan alat FTIR untuk mendeteksi adanya gugus fungsi dari polimer penyusun pada membran polyblend.
26
Gambar 3. 4 Alat FTIR
d) Penentuan derajat deasetilasi kitosan Penentuan derajat deasetilasi kitosan dilakukan dengan metode Domzy & Roberts [Khan, 2002], melalui spektrum infra merah dari kitosan.
e) Analisis swelling Pada membran berukuran 1x2 cm2 ditimbang dan ditempatkan dalam cawan petri yang berisi 15 mL aquades. Membran direndam dalam aquades selama 24 jam, kemudian permukaannya dikenai dengan kertas saring, dan ditimbang. Uji swelling dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan agar diketahui keteraturan data.
f) Analisis mekanik Membran digunting sesuai cetakan sehingga terbentuk dumb-bell. Tebal dan lebar membran diukur dengan mikrometer. Untuk membran yang terlihat rapuh, pada ujung-ujung nya ditempelkan selotip agar tidak robek sebelum dilakukan analisa. Uji mekanik dilakukan dengan alat Autograph (Gambar 3. 5) dan dari uji tersebut diperoleh besarnya tegangan dan regangan saat membran putus.
Gambar 3. 5 Autograph
27
g) Analisis Termal
Thermal Gravimetry Analysis (TGA) dilakukan di Laboratorium Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Indonesia (LIPI). Pengukuran dilakukan dengan laju pemanasan 10oC/menit, dan suhu operasi 30 oC -500oC.
h) Ion Exchange Capacity (IEC) Membran dengan ukuran 1x2 cm2 yang telah diketahui massanya direndam dan diaduk dalam 20 mL larutan HCl atau H2SO4 0,1 M selama 24 jam. Setelah 24 jam perendaman, dilakukan titrasi terhadap 5 mL alikuot membran dengan menggunakan larutan NaOH sebagai titran dan fenolftalein sebagai indikator. Sebelumnya larutan HCl telah dibakukan dengan NaOH, dan NaOH dibakukan dengan asam oksalat. Sebagai blanko, terhadap 5 mL larutan HCl (tanpa membran) dititrasi dengan larutan NaOH.
i)
Analisis Konduktivitas
Untuk menentukan hantaran membran, membran dengan ukuran 1x2 cm2 direndam dalam 20 mL larutan H2SO4 1 M selama 24 jam. Setelah 24 jam perendaman, membran dinetralkan dengan aquades. Kemudian membran dalam keadaan basah diukur nilai 1/R dari alat ukur konduktivitas (Gambar 3. 6). Pengukuran dilakukan dengan membran diapit dengan kertas saring basah dan elektroda. Sebagai blanko, dalam keadaan basah diukur nilai 1/ R dari kertas saring.
Gambar 3. 6 Alat ukur konduktivitas
28