37
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Kesesuaian lahan secara spasial merupakan unsur penting dalam pengembangan sumberdaya pesisir agar pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut berlangsung optimal dan berkelanjutan.
Kesesuaian spasial untuk
pariwisata pesisir berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pesisir agar
pemanfaatannya
berdasarkan
kesesuaian
(suitability)
lahan,
dan
keharmonisan antar pemanfaatan untuk berbagai pemanfaatan didasarkan pada sepuluh kriteria kesesuaian pariwisata pantai dengan jenis rekreasi untuk setiap aktifitas tersebut (Yulianda 2007). Disamping kesesuaian, aspek daya dukung kawasan juga merupakan parameter kunci dalam pengembangan pariwisata pesisir berkelanjutan. Wilayah pesisir barat Serang memiliki sumberdaya alam (ruang) yang terbatas, dan sangat rentan terhadap gangguan yang datang dari luar. Kapasitas maksimum daya dukung dari sumberdaya yang dimiliki perlu diketahui sehingga didalam pemanfaatannya tidak melebihi kapasitas yang dimiliki. Kerusakan sumberdaya terjadi karena tingkat pemanfaatannya telah melebihi daya dukung, sehingga diperlukan pengetahuan tentang daya dukung dari masing-masing sumberdaya alam kawasan pesisir. Konsep daya dukung pariwisata pesisir mempertimbangkan dua hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan (2) standar keaslian sumberdaya alam. Daya dukung suatu wilayah tidak bersifat statis tapi bervariasi sesuai dengan kondisi ekologis wilayah yang dimaksud dan juga kebutuhan (demand) manusia akan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (goods and services) dari wilayah tersebut. Daya dukung suatu wilayah dapat menurun akibat kegiatan manusia maupun gaya-gaya alamiah (natural forces) seperti bencana alam. Ketika sumberdaya alam dan jasa lingkungan suatu wilayah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya, maka keuntungan pembangunan dari wilayah tersebut secara keseluruhan mulai menurun, yang selanjutnya akan mengakibatkan menurunnya perekonomian
38 wilayah tersebut, serta penurunan kesempatan kerja, pendapatan dan devisa. Ecological footprint sebagai suatu pendekatan konsep daya dukung, yang paling mendasar adalah menjelaskan hubungan antara ukuran populasi dan perubahan dalam sumberdaya dimana populasi tersebut berada. Hal tersebut diasumsikan bahwa terdapat suatu ukuran populasi yang optimal yang dapat didukung oleh sumberdaya tersebut agar dapat berkelanjutan (Adrianto 2004). Analisis footprint di suatu wilayah didasarkan pada kegiatan konsumsi, ekspor dan impor yang dilakukan oleh wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebenarnya kategori atau komponen footprint didasarkan pada jenis yang dikonsumsi dan bukan jenis yang diproduksi. Berdasarkan analisis ekologi tersebut pariwisata pesisir dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi wilayah dan masyarakat. Kondisi sosial ekonomi wilayah pesisir barat Serang (Kecamatan AnyerCinangka) perlu diketahui karena berhubungan dengan input-output sektor-sektor yang terkait dengan pengembangan pariwisata seperti Pendapatan Domestik Regional Bruto pariwisata, pendapat per kapita, rasio daya dukung, investasi pariwisata dan produkvitas tenaga kerja. Sedangkan kondisi ekonomi sosial masyarakat yang mendiami kawasan pesisir perlu dikaji yakni meliputi kualitas sumberdaya manusia diantaranya: pendidikan, penguasaan teknologi serta lapangan kerja. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya prasarana dan sarana, seperti pendidikan, perekonomian, infrastruktur jalan, listrik serta pelayanan lainnya yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata. Selanjutnya aspek
sosial
budaya masyarakat berupa kesenian, adat
istiadat maupun budaya yang khas yang dimiliki masyarakat dan penting dalam pengembangan pariwisata pesisir perlu dipertahankan serta dilestarikan terutama yang berkaitan langsung dengan pariwisata karena memiliki nilai yang sangat strategis. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata pesisir dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan, umur, dan kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan, (Madrie 1994). Seseorang yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok, cenderung semakin tinggi partisipasinya (Long 1973). Soeryani at al. (1987)
39 menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dan kemiskinan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat dalam mengelola lingkungan sekitar. Tingkat pendidikan masyarakat akan mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka mengenai
lingkungan.
Keterpaduan
analisis
diatas
menentukan
untuk
pemanfaatan lahan dalam rangka pengembangan pariwisata pesisir berkelanjutan di wilayah pesisir barat Serang (Kecamatan Anyer-Cinangka). Sumberdaya alam tersebut memiliki fungsi ekologi, ekonomi dan sosial, fungsi tersebut akan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan bila dilakukan pengelolaan yang baik pula. Dengan demikian maka perlu dilakukan analisis kebijakan untuk mendapatkan pola pengembangan yang dapat meningkatkan peran pariwisata dalam pembangunan daerah. Dalam rangka pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan maka analisis kebijakan dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Menurut Kay dan Alder (1999) analisis kebijakan merupakan salah satu teknik atau alat penting yang bersifat administratif dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata pesisir. Kebijakan didefinisikan sebagai sejumlah kegiatan yang berguna yang harus diikuti oleh pelaku dalam menangani suatu masalah (Anderson et al.1984 diacu Kay dan Alder 1999). Heglo et al.1990 diacu Abidin 2002 mendefinisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan merupakan panduan keputusan mengenai keputusan-keputusan yang berkenaan dengan pilihan diatas arah tindakan alternatif (Colebath 1993 diacu Kay dan Alder 1999). Kaitan dengan pariwisata pesisir, kebijakan yang ditetapkan harus berbasis kondisi dan karateristik serta sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Jika kawasan pesisir dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, bukan saja akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga mempertahankan kelestarian sumberdaya yang ada di kawasan pantai barat Serang, Banten. Dengan demikian kerangka pemikiran analisis kebijakan pengembangan pariwisata pesisir barat Serang, Banten secara lengkap disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut:
40
KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, BANTEN INTERPRETASI CITRA SALELIT
PENGUMPULAN DATA SEKUNDER
PENGUMPULAN DATA PRIMER
PENYUSUNAN BASIS DATA SPASIAL &TABULAR
ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN
ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PARIWISATA
ANALISIS ECOLOGICAL
FOOTPRINT
KRITERIA EKOLOGI
ANALISIS ZONA /LAHAN PENGEMBANGAN PESISIR BARAT SERANG
KRITERIA SOSIAL EKONOMI
ANALISIS PEMODELAN PARIWISATA PESISIR BERKELANJUTAN • ANALISIS I-O EKOLOGI-EKONOMI • ANALISIS DINAMIK
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN
Gambar 4 Kerangka Pemikiran Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pesisir yang Berkelanjutan Di Kawasan Pantai Barat Serang, Banten Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dihasilkan suatu kebijakan pengembangan pariwisata pesisir yang berkelanjutan melalui proses tahapan, analisis zona pengembangan maupun analisis pemodelan pariwisata pesisir berkelanjutan.
41
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan pesisir barat Kabupaten Serang, Banten, yang terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka yang memiliki sepuluh desa pesisir. Kecamatan Anyer terdiri dari tiga desa yaitu: (1) Desa Anyer, (2) Desa Cikoneng, (3) Desa Bandulu. Kecamatan Cinangka terdiri dari tujuh desa yaitu: (1) Desa Cinangka, (2) Desa Karang Suraga, (3) Bulakan, (4) Umbul Tanjung, (5) Pasauran, (6) Sindang laya, (7) Kamasan. Peta lokasi penelitian tersebut disajikan pada Gambar 5 dan 6 sebagai berikut:
Gambar 5 Peta Administrasi Kecamatan Anyer
Gambar 6 Peta Administrasi Kecamatan Cinangka
42 Kabupaten Serang secara administrasi berada di Provinsi Banten yang merupakan salah satu dari 4 (empat) kabupaten dan 2 (dua) kota dan secara geografis terbentang antara 50 50′-60 21′ Lintang Selatan dan 1050 33′-1060 22′ Bujur Timur. Adapun batas-batas Kabupaten Serang meliputi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, sebelah selatan dengan Kabupaten Pandeglang, sebelah utara dengan Laut Jawa dan sebelah barat dengan Selat Sunda (BPS Provinsi Banten 2002). Panjang pantai ke dua kecamatan tersebut adalah ±18,774 km dengan total area 1.734,09 km2 yang dihitung berdasarkan ketentuan pasal 18 UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa wilayah pesisir meliputi wilayah laut sejauh 12 mil untuk provinsi dan 1/3 untuk kabupaten yang diukur dari garis pantai surut terendah ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Lokasi dipilih dengan dasar pertimbangan: (1) kawasan yang memiliki karateristik kewilayahan pesisir dengan fungsi khusus daerah pariwisata; (2) tingkat ketergantungan masyarakat pada sumberdaya pesisir sangat tinggi. Waktu penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu (1) survei awal, bertujuan untuk pengumpulan data sekunder dilaksanakan bulan Februari s/d Juni 2003, (2) pengamatan lapangan dan pengumpulan data primer melalui wawancara dengan masyarakat, pemerintahan dan swasta serta pengumpulan data yang berhubungan dengan pariwisata pesisir, data kondisi ekonomi dan sosial, analisis data dan penulisan laporan dilaksanakan Oktober 2004 sampai dengan Desember 2008
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Nazir (1999), menjelaskan bahwa metode penelitian survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dan gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok atau suatu daerah. Metode survei digunakan untuk mengungkapkan masalah-masalah ataupun mendapatkan pembenaran tentang keadaan maupun praktek-praktek yang tengah berlangsung.
43
3.4 Jenis dan Sumber Data 3.4.1 Data Primer Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang diperoleh melalui survei lapangan. Data primer yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan responden berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, dan pengamatan secara langsung di lapangan. Sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Survei dilakukan di dua kecamatan terpilih dan wawancara dengan kuesioner dilakukan terhadap sejumlah responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan memahami permasalahan (key person), seperti (1) Bappeda, (2) Dinas Pariwisata, (3) Dinas Perikanan dan Kelautan, (4) Perguruan Tinggi. (5) Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), (6) Tokoh Majelis Ulama, (7) Pihak Swasta yang terkait dengan industri pariwisata, (8) dan wisatawan.
3.4.2 Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diambil melalui penerapan metode penelusuran informasi
yang terdokumentasi di berbagai lembaga pemerintah,
maupun swasta yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Bappedalda Provinsi Bagian Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata, Dinas Kabupaten, Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia serta instansi lain yang terkait baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kecamatan serta jenis data sekunder yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 2. Data yang dikumpulkan adalah data sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Serang (Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka), data tersebut meliputi: •
Data jumlah peduduk.
•
Data tingkat pendidikan penduduk.
•
Data mata pencaharian penduduk.
•
Data wisata (wisata nusantara dan wisata mancanegara).
•
Data prasarana dan sarana.
•
Data sumber air.
44 Tabel 2 Jenis dan sumber data sekunder yang dikumpulkan No
Jenis Data
Sumber Data
1
Kebijakan Pembangunan
5
Badan Perencanaan Peraturan Daerah Kabupaten/Kecamatan,Rencana Induk Perencanaan Peraturan Daerah Rencana Pemanfaatan Ruang Badan Perencanaan Peraturan Daerah Kabupaten/Kecamatan,Rencana Induk Perencanaan Peraturan Daerah Rencana Pemanfaatan Untuk Dinas Pariwisata Provinsi Banten Pariwisata Oseanografi (batimetri, pasang Dinas Perikanan dan Kelautan, surut, gelombang, arus laut dan Dishidros TNI-AL angin Sistem Prasarana Transportasi Jasa Marga, Departemen Perhubungan
6
Demografi, sosial ekonomi
7
Peta Alur Laut Selat Sunda
8
Peta Kecamatan Cinangka
2
3 4
Anyer
Badan Pusat Statistik, Serang,Banten Dishidros TNI-AL
Kabupaten
dan Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional
3.4.3 Metode Pengambilan Contoh Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemerintah, pengusaha wisata ditingkat provinsi dan kabupaten serta masyarakat yang berasal dari dua Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka, yang terdiri dari 10 desa pesisir dari 23 desa yang ada di kawasan pesisir barat Serang Banten. Responden diambil secara purposive sampling, penentuan jumlah responden (sampel) dari populasi ditentukan berdasarkan kemampuan memahami permasalahan pariwisata serta keterkaitannya dengan pengembangan pariwisata pesisir. Jumlah responden yang diambil sebanyak 70 responden yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat yang terkait dengan industri pariwisata. Selanjutnya rincian responden dalam penelitian ini disajikan selengkapnya pada Tabel 3 sebagai berikut:
45 Tabel 3
No 1
Responden dalam Pengembangan Pariwisata Pesisir di Kawasan Pesisir Pantai Barat Serang Banten
Kelompok
Responden
Pemerintah
Dinas Pariwisata dan Bappeda Pemerintah Kecamatan Dinas Perikanan dan Kelautan 2 Swasta Persatuan Hotel &Restoran Indonesia Pengelola Jasa Wisata Tokoh Masyarakat, Lembaga Swadaya SMasyarakat 3 Masyarakat Masyarakat yang terkait pariwisata Peneliti Perguruan Tinggi Wisatawan Jumlah
Sumber
Jumlah ((orang)
Prov/Kab Kecamatan Prov/Kab Prov/Kab Kecamatan Kecamatan Kecamatan Prov/Kab Kecamatan
5 10 5 5 10 10 10 5 10 70
3.5 Metode Analisis Data Data yang telah terkumpul ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan jenis data serta tujuan penelitian dengan metode analisis data sebagai berikut: 3.5.1 Analisis Trend Pengunjung Pariwisata Analisis trend wisata di Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka diperlukan untuk mengetahui jumlah kunjungan wisata di lokasi penelitian. Dalam analisis ini digunakan pendekatan supply melalui inventarisasi informasi jumlah pengunjung dan waktu di lokasi penelitian. Analisis supply merupakan cerminan analisis potensi biofisik dan sosial ekonomi serta budaya yang merupakan komponen daya tarik potensi kawasan dipadu dengan faktor kenyamanan (ketersediaan akomodasi, sarana pendukung, makanan dan minuman), faktor aksesibilitas (jalan raya berkondisi baik, keteraturan rute perjalanan bus pariwisata, sepeda motor, perahu, kenyamanan, taman parkir), pelayanan yang baik, promosi daerah tujuan wisata, koordinasi dan kontrol pengembangan, pelayanan sarana informasi dan ruang untuk kegiatan perdagangan dan untuk umum serta fasilitas lainnya.
46 Secara matematis analisis jumlah pengunjung wisata dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: ..........................................................(1) (Dumairy, 1999) Keterangan : Y : jumlah pengunjung wisata (orang) a : konstanta b : koefisien x : waktu (ke t (1-20) (tahun)
3.5.2 Analisis Sosial dan Ekonomi 3.5.2.1 Analisis Sosial Data kependudukan yang dianalisis dalam studi ini mencakup komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur, rasio jenis kelamin, rasio ketergantungan dengan rumus dibawah ini: 1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur Distribusi umur dalam studi penduduk hanya digolongkan kedalam kelompok umur produktif (15-64 tahun) dan non produktif (< 15 tahun dan > 64 tahun, sehingga komposisi penduduk berdasarkan umur menjadi < 15 tahun, 15-64 tahun dan ≥ 64 tahun. 2. Rasio jenis kelamin (Sex Ratio). SR merupakan perbandingan banyaknya penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan atau dirumuskan sebagai berikut:
………………… …(2) (Munir, 1981) Keterangan : SR : rasio jenis kelamin
47 L
: jumlah penduduk laki-laki
P
: jumlah penduduk perempuan
100 : konstanta 3. Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio = DR) Merupakan angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk yang produktif dengan non produktif yang harus ditanggung oleh 100 penduduk produktif dan dirumuskan sebagai berikut:
……………………………..(3)
Keterangan : DR
: Rasio Ketergantungan
P (0-14)
: Jumlah penduduk usia muda
P65+
: Jumlah penduduk usia tua
p(15-65)
: Jumlah penduduk usia dewasa (produktif)
Makin besar rasio ketergantungan, semakin besar beban yang ditanggung oleh kelompok usia produktif, misalnya rasio ketergantungan adalah 65 berarti setiap 100 orang penduduk produktif menanggung beban hidup orang yang belum bekerja atau tidak produktif sebanyak 65 orang.
3.5.2.2
Analisis Ekonomi
48 Pengembangan aktivitas wisata diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga dalam analisis ekonomi dilakukan analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan masyarakat, tingkat kesejahteraan, PDRB per kapita yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengembangan pariwisata pesisir. •
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu (pendekatan produksi).
•
Pendapatan masyarakat adalah pendapatan yang diterima penduduk dari aktivitas produksi atau jasa yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan tersebut sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan.
•
Sedangkan tingkat kesejahteraan dapat diukur dengan standar batas kemiskinan melalui pendekatan metode perhitungan berdasarkan kriteria BPS (1999) yang diacu Suryanto (2000) yaitu: 9 Tingkat pendapatan tinggi, jika pendapatan per kapita/tahun ≥ Rp.1.500.000,9 Tingkat pendapatan sedang, jika pendapatan per kapita/tahun Rp 300.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,9 Tingkat pendapatan rendah, jika pendapatan per kapita/tahun ≤ Rp 300.000,•
PDRB Per kapita adalah Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
3.5.3 Analisis Kesesuaian Untuk Pariwisata Pesisir Dalam rangka melakukan analisis kesesuaian pariwisata pesisir maka dilakukan analisis ketersediaan ruang (biocapacity) didasarkan pada kesesuaian lahan yang mendukung pariwisata pesisir dan kesesuaian ruang wisata untuk rekreasi pesisir secara spasial menggunakan konsep evaluasi lahan. Konsep ini didasarkan pada sepuluh parameter untuk wisata pesisir dengan jenis rekreasi yang secara ekologi merupakan prasyarat kelayakan dalam pariwisata pesisir. Teknik
49 analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), digunakan untuk melihat luas lahan yang sesuai untuk wisata pesisir di kawasan barat Serang, Banten. Dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir dilakukan dengan metode skoring dan beberapa parameter serta menggunakan teknik tumpang susun (overlay) bertingkat.
Selanjutnya
dilakukan
perhitungan
tingkat
kelayakan
dengan
memberikan bobot pada setiap parameter yang terukur berdasarkan hasil studi pustaka dan informasi dari para pakar dan pengamatan di lapang. Analisis kesesuaian lahan pesisir untuk pariwisata di kawasan pesisir barat Serang dilakukan dengan teknik yang dikemukakan oleh Yulianda (2007). Tahapan analisis tersebut meliputi langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, penetapan persyaratan (parameter dan kriteria), pembobotan dan skoring. Nilai masing-masing peruntukkan, dan penetapan persyaratan tidak sama. Parameter yang menentukan diberi bobot terbesar sedang kriteria (batas-batas) yang sesuai diberi skor tertinggi. Kedua, perhitungan nilai peruntukkan lahan. Nilai suatu lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot (B) dan skor (S) dibagi dengan total nilai bobot-skor dikali 100. Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Keempat, kriteria tidak sesuai untuk wisata pesisir
digunakan untuk lahan pemanfaatan.
Dalam penelitian ini kelas lahan dibagi dalan empat kelas yang didefinisikan sebagai berikut: Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable) Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk pengembangan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap kegiatan wisata. Kelas S2 : Sesuai (Moderately Suitable) Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengembangan yang harus diterapkan. Pembatas
akan
mengurangi
aktivitas
dan
keuntungan
dan
meningkatkan masukan yang diperlukan. Kelas S3 : Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable) Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengembangan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi aktivitas wisata atau keuntungan.
50 Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable) Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan wisata yang lestari dalam
jangka panjang. Sesuai dengan faktor pembatas dan tingkat keberhasilan yang dimiliki oleh masing-masing lahan, lahan S1 dinilai sebesar 83–100%; S2 dinilai sebesar 5083%; S3 dinilai sebesar 17–50% dan N dinilai sebesar < 17%. Semakin kecil faktor pembatas dan peluang keberhasilan suatu lahan, semakin besar pula nilainya. Pariwisata
alam
dengan
kategori
wisata
pesisir
untuk
jenis
rekreasi
mempertimbangkan sepuluh (10) parameter dengan empat (4) klasifikasi. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi antara lain; kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar selanjutnya disajikan pada Tabel 4. Kegiatan wisata yang akan dikembangkan disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukkannya karena kegiatan tersebut memerlukan persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pesisir adalah sebagai berikut:
...........................................................(4) (Yulianda, 2007)
Keterangan : IKW
: Indeks Kesesuaian Wisata
Ni
: Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)
Nmaks
: Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
i
: Parameter kesesuaian
n
: Jumlah jenis parameter
51
Tabel 4 No
Matrik Kesesuaian Lahan Untuk Wisata Pesisir Kategori Rekreasi
Parameter
Bobot
Kategori
Skor
(SI) 1 2
3 4
5 6 7 8
Kedalaman perairan(m) Tipe pantai
Lebar pantai (m) Material dasar peraian Kecepatan arus(m/dt) Kemiringan pantai(0) Kecerahan perairan(m
5 5 5 3
0-3 Pasir putih >15 Pasir
Kategori
Skor
Kategori
(S2)
Skor Kategori
(S3)
Skor
(N)
>3,6
2
6-10
1
>10
0
Pasir putih sedikit karang
2
Pasir hitam berkarang sedikit terjal
1
Lumpur, berbatu, terjal
0
3
10-15
2
3 - >10
1
<3
0
3
Karang berpasir
2
Pasir berlumpur
1
Lumpur
0
3
3
3
0-0,17
3
0,17-0,34
2
0,34-0,51
1
>0,51
0
3
<10
3
10-25
2
>25 - 45
1
>45
0
1
>10
3
>4-10
23
3-5
1
<2
0
Penutupan Lahan pantai
1
Kelapa, Lahan terbuka
3
Semak belukar,re ndah savanna
2
Belukar tinggi
1
Biota berbahaya
1
Tidak ada
3
Bulu babi
2
Bulu babi,ikan pari
1
1
<0,5 (km)
3
<0,5-1 (km)
2
>1 - 2
1
9
10
Ketersedian air tawar (jarak/ km) Sumber: Yulianda 2007
Keterangan : Nilai maksimum : 156 S1
: Sangat Sesuai, dengan nilai 83-100%
S2
: Sesuai, dengan nilai 50-83%
S3
: Sesuai Bersyarat, dengan nilai 17–50%
N
: Tidak Sesuai, dengan nilai < 17%
Hutan bakau, pemuki man Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu >2
0
0
0
52
3.5.4 Analisis Daya Dukung untuk Pariwisata Pesisir Analisis daya dukung (carrying capacity) kawasan untuk kegiatan pariwisata merupakan suatu metode untuk mengetahui kemampuan kawasan untuk menerima sejumlah wisatawan untuk melakukan pariwisata. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata alam dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia, (Yulianda 2007). Perhitungan daya dukung kawasan dengan rumus sebagai berikut:
……..………………………….…...(5) (Yulianda, 2007) Keterangan : DDK
: Daya dukung kawasan wisata (orang/hari)
K
: Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp
: Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt
: Unit area untuk kategori tertentu (50 m)
Wt
: Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari
Wp
: Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.
Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga kelestarian alam tetap terjaga seperti yang disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut:
53 (Jumlah PPengunjung) 1 1
Rekreasi
Wisata Olah 1 1 Raga Sumber: Yulianda 2007
Area (Lt) 50 m 50 m
1 orang setiap 50 m panjang pantai 1 orang setiap 50 m panjang pantai
Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan suatu kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu area dibuka dalam satu hari, rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam per hari (dari jam 8.00-16.00) selanjutnya prediksi waktu untuk setiap kegiatan disajikan pada Tabel 6 sebagai berikut: Tabel 6
Prediksi Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata No Kegiatan
Waktu yang di butuhkan Wp (jam) 2
Total waktu 1 hari Wt (jam)
1
Berenang
4
2
Berperahu
1
8
3
Berjemur
2
4
4
Rekreasi pantai
3
6
5
Olah raga air
2
4
6
Memancing
3
6
Sumber: Yulianda 2007
3.5.5
Ecological Footprint Analysis (EFA) Pendekatan ecological footprint digunakan untuk mengestimasi daya
dukung ekologis untuk kegiatan pariwisata berkelanjutan. Pengaruh fisik dalam perhitungan difokuskan pada ketersediaan areal yang diperkenalkan oleh Wackernagel dan Rees (1996) dan secara umum direferensikan untuk ecological footprint (Hubacek dan Giljum. 2002). Wackernagel dan Rees (1996), ecological footprint didefinisikan sebagai total lahan yang dibutuhkan untuk mendukung suatu populasi dengan spesifik lifestyle dan pemberian teknologi terhadap kebutuhan ruang dan mengabsorbsi semua buangan dan emisi dalam kurun waktu tertentu.
54 Adrianto (2006) menambahkan ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga perbandingan ketersediaan areal untuk populasi di suatu wilayah dengan ketersediaan ecological capacity, defisit atau surplus keberlanjutan dapat dikuantitatifkan. Analisis carrying capacity dilakukan dengan
menggunakan
pendekatan ecological footprint, dimana menurut Hubacek dan Giljum (2002) perhitungan ecological footprint adalah bagian dari kategori areal built-up dan kesesuaian areal langsung untuk infrastruktur, bukan pada dasar penggunaan areal aktual tetapi diawali dengan konsumsi sumberdaya oleh suatu populasi yang spesifik dalam unit massa. Metode ecological footprint sudah berkembang di negara lain dalam menilai daya dukung suatu kawasan. Namun demikian belum banyak lembaga yang menerapkan pendekatan untuk mengembangkan aktivitas terkait dengan suatu rencana pengembangan. Ekologi footprint menekankan pada penilaian kemampuan untuk menganalisis tingkat produktivitas kawasan, dan kapasitas daya dukung yang bisa di tampung untuk tetap bertahan (Moffat et al. 2000). Dalam analisis pengembangan kawasan wisata, digunakan konsep ecological footprint model Haberl’s sebagai model dasar perhitungan ecological footprint (Haberl et al. 2001). Formula Ecological Footprint Analysis dinyatakan sebagai berikut:
..................................................(6) (Adrianto, 2006) Keterangan : EFij
: Ecological Footprint untuk kegiatan wisata (ha/kapita)
DEij
: Ruang yang diperlukan untuk kegiatan wisata ke-i (ha/kapita)
IMij
: Produksi wisata “di impor” dari tempat lain (ha)
EXij
: Jenis wisata yang “di ekspor” ke tempat lain (ha)
Ylokij
: Produktivitas jenis ruang yang diperlukan untuk kegiatan wisata ke-I (ha)
Yregij
: Produktivitas jenis ruang untuk wisata ke-i (ha)
55
Menurut Lenzen dan Murray (2001), sumberdaya pariwisata pesisir termasuk dalam tipe taman dan perkebunan asli sehingga faktor pembobotan areal potensinya sebesar 0.40. Secara rinci faktor pembobotan areal menurut tipe lahan disajikan pada Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7
Faktor Pembobotan Areal Menurut Tipe Lahan
No
Tipe Lahan
11 2 3 4 5
Gedung, pemukiman Padang rumput atau daratan Padang rumput dan perkebunan buatan Taman dan perkebunan asli Padang rumput kering
Faktor Pembobotan
1.00 0.80 0.60 0.40 0.20
Sumber: Lenzen dan Murray, 2001
Selanjutnya, pemanfaatan sumberdaya secara optimal tercapai apabila nilai ecological footprint sama dengan kapasitas biologi (biocapacity/BC) dari sumberdaya alam yang di analisis. Sementara itu biocapacity dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Lenzen dan Murray 2001).
.................................................(7)
(Lenzen & Murray,2001)
Keterangan : BClok
: Biocapacity (ha/kapita)
Ak
: Luas lahan wisata kategori ke–k (ha)
YF
: Yield faktor land cover kategori ke–k Lebih lanjut untuk mengestimasi daya dukung untuk kegiatan pariwisata
pesisir berkelanjutan melalui pendekatan ecological footprint yaitu dengan membandingkan nilai biocapacity dari pariwisata dengan nilai ecological footprint dari pariwisata tersebut. Hasil yang diperoleh berupa besaran parameter ha/kapita yang berarti kemampuan lingkungan dan ruang secara total dapat menghidupi
56 perkapita tersebut secara berkelanjutan jika potensi yang ada dimanfaatkan secara optimal. Menurut Wilson dan Anielski (2005), pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan hidup memberikan dampak ekologis. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan dalam pemanfaatan ruang melalui pendekatan ecological footprint. Keberlanjutan dalam konteks ini, berarti untuk mencapai hidup yang memuaskan tanpa melampaui kapasitas regeneratif suatu lingkungan dan luasan bumi yang produktif secara biologis (Ludvianto, 2001). Selanjutnya Adrianto (2006) menyebutkan bahwa pendekatan ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung dengan memperhatikan tingkat konsumsi populasi, dimana perbedaan kebutuhan areal dengan ketersediaan ecological capacity dapat menunjukkan overshoot atau undershoot terhadap pemanfaatan ruang. Untuk mengestimasi daya dukung ruang ekologi untuk pengembangan pariwisata pesisir didasarkan pada perbedaan tingkat kebutuhan ruang (EF) terhadap ketersediaan ruang (BC) yang sesuai untuk pariwisata pesisir yang berkelanjutan. Jika nilai EF > BC maka disebut overshoot dimana tingkat kebutuhan ruang telah melebihi kemampuan ruang untuk mendukung pariwisata pesisir, demikian pula sebaliknya jika nilai EF < BC maka disebut undershoot (Schaefer et.al. 2006). Analisis
daya
dukung
ruang
pembanding
dalam
penelitian
ini
menggunakan pendekatan ecological footprint berdasarkan kebutuhan ruang ekologi untuk pengembangan pariwisata dimana perhitungan ecological footprint didasarkan tingkat kebutuhan pariwisata terhadap biocapacity yang didasarkan pada ketersediaan ruang yang secara ekologi mendukung pariwisata (Adrianto 2006). Lebih lanjut dalam menyajikan tampilan peta penentuan posisi dan luasan ruang kawasan Anyer-Cinangka diperlukan beberapa batasan dari kriteria ekologi, sosial dan ekonomi serta partisipasi masyarakat sekitar. Suatu lokasi yang telah memenuhi syarat nilai kisaran dari batasan ketiga kriteria yang ditentukan akan ditetapkan, bila tidak akan ditetapkan untuk zona lain atau pemanfaatan. Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luasan tertentu dimuka bumi dengan memasukkan kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan untuk pembagian lahan. Kawasan pantai barat Serang dibandingkan dengan
57 peta komposit sehingga mendapatkan peta pembagian zona pada Gambar 7. Berdasarkan hal itu, kriteria yang digunakan untuk menentukan ruang dalam lahan yang sesuai dengan potensi supply adalah: 1. Keanekaragaman: jumlah, kepadatan, penyebaran ekosistem. 2. Kekhasan: fungsi ekologis, lahan pariwisata. 3. Keterwakilan: mewakili nilai keanekaragaman hayati, kekhasan dan kelangkaan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan lahan sesuai potensi demand adalah: 1. Kependudukan: kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan masyarakat. 2. Wisatawan: jumlah, tujuan, tingkat persepsi. 3. Prasarana dan sarana: jumlah dan penyebaran. Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan bantuan metode Arc/View 3.3 yaitu sistem informasi spasial dengan mengunakan komputer yang melibatkan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pemakaian data-data yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisa dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial. Dalam proses penyusunan kesesuaian lahan wisata untuk wilayah pesisir barat Serang, Banten dilakukan dengan cara tiga tahap yaitu: •
koleksi data seperti mengumpulkan data primer dan data sekunder.
•
analisis data seperti hasil survei lapangan, peta dasar, kriteria
zonasi
ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan serta kriteria kesesuaian dan daya dukung dijadikan basis data. Sehingga terbentuk peta tematik 1, peta tematik 2 dan peta tematik 3, kemudian di tumpangsusunkan atau overlay peta. •
sintesis merupakan hasil analisis tabular berupa peta kesesuaian wisata Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka. Secara rinci proses penyusunan peta kesesuaian wisata tersebut disajikan
pada Gambar 7. Salah satu kemampuan SIG adalah tersedianya teknik tumpang susun (overlay). Pada analisis ini komponen keruangan seperti biofisik dan sosial ekonomi budaya dapat dirumuskan berdasarkan ahli terkait. Masing-masing
58 komponen keruangan dijadikan peta tematik, kemudian di overlay-kan untuk mendapatkan peta komposit. Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luaran tertentu dimuka bumi dengan memasukkan kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan dan daya dukung yang digunakan dalam pembagian zonasi kawasan pesisir barat Serang Banten yang disajikan dalam bentuk peta kesesuaian wisata.
KAWASAN PANTAI BARAT SERANG, BANTEN
DATA PRIMER
DATA
DATA COLECTION SURVEI
ANALISIS
PETA TEMATIK 1
BASIS DATA
PETA DASAR
KRITERIA EKOLOGI, SOSIAL,EKONOMI
PETA TEMATIK 2
KRITERIA
PETA TEMATIK
OVERLAY PETA
SINTHESIS PETA KOMPOSIT
ANALISIS TABULAR DAN SPASIAL
PETA KESESUAIAN KAWASAN PANTAI BARAT SERANG,BANTEN
59
Gambar 7
3.5.6
Proses Penyusunan Peta Kesesuaian Wisata di Wilayah Pesisir Barat Kabupaten Serang.
Analisis Input-Output Model input-output dalam tabel input-output dijabarkan bagaimana output
suatu sektor pariwisata tergantung pada output sektor lainnya. Selanjutnya, untuk keperluan analisis model ini disederhanakan ke dalam ukuran matrik N x N sektor. Model ini kemudian dikembangkan dengan memasukkan faktor fisik berupa input sumberdaya yang digunakan oleh sektor ekonomi dan eksternalitas yang timbul terhadap lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tersebut. Keterkaitan pertumbuhan ekonomi dengan sektor pariwisata maka studi ini dianalisis melalui Model Input-Output. Selanjutnya untuk keperluan analisis model ini disederhanakan ke dalam ukuran matrik 5X5 sektor. Model ini kemudian dikembangkan dengan memasukkan faktor fisik berupa input sumberdaya alam yang digunakan oleh sektor ekonomi dan eksternalitas yang timbul terhadap lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tersebut. a. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct backward linkages) Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan keterkaitan suatu sektor tertentu terhadap sektor kegiatan yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke belakang suatu sektor ke-j merupakan penjumlahan suatu kolom ke-j dalam matrik koefisien teknis. Persamaan untuk mencari keterkaitan langsung ke belakang sebagai berikut: n
∑ i=1
n
=∑
FB = Xj
i=1
…………………………….(8)
60 (Budiharsono, 2005) Keterangan : FB
: keterkaitan langsung ke belakang (Direct backward linkages)
Xij
: banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j
Xj
: total output sektor j
aij
: unsur matriks koefisien teknis
b. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct forward linkages) Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan keterkaitan suatu sektor tertentu terhadap sektor kegiatan yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke depan suatu sektor ke-i merupakan penjumlahan suatu baris ke-i dalam matriks koefisien teknis. Keterkaitan tipe ini dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
∑
n
Xij
=∑
FD = Xi
……..……………………..…….……..(9)
j=1
(Budiharsono, 2005)
Keterangan : FD
: keterkaitan langsung ke depan (Direct forward linkages)
Xij
: banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j
Xi
: total output sektor i
aij
: unsur matriks koefisien teknis
c. Daya Penyebaran Analisis
ini
diartikan
sebagai
kemampuan
suatu
sektor
untuk
meningkatkan kemampuan industri hulunya. Sektor ini dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi jika daya penyebarannya (Bdj) mempunyai nilai lebih besar dari satu atau di atas rata-rata sektor secara keseluruhan. Secara matematis analisis ini dapat dinyatakan sebagai berikut: n
61 n∑ i=1
Bdj
=
……………………………………..(10) n
n
∑ ∑ i=1 j=1
(Budiharsono, 2005) Keterangan: Bdj : koefisien penyebaran sektor j Cij
: unsur matriks kebalikan leontief terbuka
d. Derajad Kepekaan Analisis ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor yang dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai derajad kepekaannya (Fdi) lebih besar dari satu atau di atas rata-rata sektor secara keseluruhan. Secara matematik analisis ini dinyatakan sebagai berikut: n n∑ j=1
n
n
…………….……………..……..…..………...(11)
∑ ∑ i= 1 j=1
(Budiharsono, 2005) Keterangan : Fdi : kepekaan penyebaran sektor i e. Pengganda Pendapatan Tipe I (Income Multiplier) Dampak ekonomi berupa pendapatan dari pengembangan pariwisata pesisir di analisis dengan menggunakan analisis income multiplier. Untuk mendapatkan informasi besaran parameter pengganda pendapatan sederhana (Simple Income Multiplier) digunakan rumus sebagai berikut: n
∑ an+i,1 . Cij i=1
MI j =
………..……..……….…....…..………...(12) an+1, j
62 (Budiharsono, 2005) Keterangan : MIj
: pengganda pendapatan tipe I sektor j
Cij
: unsur matriks kebalikan leontief = (I – A)-1
an+1,j
: koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j
f. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I (Employment Multiplier) Dampak ekonomi berupa kesempatan kerja dari pengembangan pariwisata dianalisis
dengan
menggunakan
analisis employment
multiplier.
Sebelum
mendapatkan informasi besaran parameter pengganda tenaga kerja, terlebih dahulu harus diperoleh informasi besaran parameter koefisien tenaga kerja (employment coefficient) yang merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran (output). Sesuai dengan pengertian ini maka koefisien tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
n ∑W i=1
MLI j = W
,
.C
,
,
………….…....…..………...(13) ( Budiharsono, 2005)
Keterangan : MLIj
: pengganda tenaga kerja tipe I sektor j
W
: vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)
Wn+1,i
: koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah)
Wn+1,j
: koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah)
Xi
: total output (orang/satuan rupiah)
Li
: komponen tenaga kerja sektor ke i
63 Cij
: unsur matriks kebalikan Leontief Nilai dari koefisien input ekonomi digunakan untuk menganalisis besarnya
nilai keterkaitan langsung (direct linkages) ke belakang dan ke depan. Selanjutnya, nilai matrik kebalikan Leontief (1966) terbuka selain digunakan untuk menentukan besarnya nilai keterkaitan langsung ke belakang dan ke depan, dapat juga dimanfaatkan untuk menganalisis besarnya indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan serta income multiplier dan employment multiplier dan pengganda air bersih. Kegunaan analisis keterkaitan antar sektor, indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan, selain dapat melihat interaksi antar sektor akan dapat menentukan sektor andalan, potensial, jenuh atau kurang berkembang.
3.5.7
Analisis Pemodelan Dinamik Pemodelan sistem yang akan dilakukan meliputi sub-sub model sebagai
berikut: (a) sub model ekologi yang terdiri dari lahan wisata dan daya dukung serta kesesuaian wisata; ( b) sub model sosial yang terdiri dari jumlah tenaga kerja; (c) sub model ekonomi terdiri dari lima sektor Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah pesisir barat Serang antara lain adalah sektor pariwisata, sektor jasa, sektor perdagangan, sektor industri, sektor pertanian. Analisis ini dilakukan dengan pendekatan analisis sistem, dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer Stella Vs.7.02. Melalui sistem ini, akan dibangun model kerangka makro dari industri pariwisata, model dasar/eksisting dari tahun 2002–2004 kemudian dilanjutkan waktu simulasi selama 20 tahun (2005-2025) ke depan dengan berbagai simulasi yang dibutuhkan.
3.5.7.1 Submodel Ekologi Model ekologi wilayah pesisir barat Serang yang terdiri atas lahan satu level yaitu kawasan pesisir barat Serang (Kecamatan Anyer dan Cinangka). Level ini dibangkitkan oleh alokasi tipe A dengan luasan 48 m2, tipe B dengan luasan 100 m2 dan tipe C dengan luasan 115 m2 lahan pariwisata berdasarkan tingkat
64 kesesuaian kawasan. Dengan asumsi bahwa tidak terjadi penambahan alokasi lahan pariwisata sehingga perubahan yang terjadi disebabkan oleh lahan pariwisata terpakai. Untuk kebutuhan pemukiman dan fasilitas pariwisata yang secara kumulatif mencemari kawasan, serta kandungan fisik lainnya berupa benda-benda terapung. Sub model ekologi berinteraksi antar muka (interface) dengan submodel penduduk/sosial dan submodel ekonomi, melalui level peduduk dan konventer biaya investasi. Penduduk dapat mempengaruhi tingkat penyusutan kawasan Anyer dan Cinangka melalui prediksi limbah domestik serta limbah wisata yang dapat mencemari lingkungan. Sedang biaya rencana investasi diprediksi dapat mempengaruhi penyusutan kawasan pesisir pantai Barat Serang melalui mekanisme pemulihan kondisi lingkungan. Semakin kecil biaya pengeluaran untuk proses purifikasi limbah, maka diprediksi dapat menganggu ekosistem lingkungan. Secara diagramatis struktur submodel ekologi disajikan pada Lampiran 1.
3.5.7.2 Submodel Ekonomi Analisis data pada submodel ekonomi industri pariwisata dilakukan penilaian ekonomi sektor Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap kebijakan
pemerintah daerah Kabupaten Serang dalam pengembangan wisata
pesisir dengan kategori rekreasi. Pendekatan analisis yang dilakukan ádalah analisis input-output ekonomi sektor pendapatan seperti pendapatan pariwisata, pendapatan per kapita, daya dukung, investasi pariwisata dan produktvitas tenaga kerja. Analisis deksriptif digunakan untuk menelaah kekuatan struktur dari pengembangan pariwisata pesisir terhadap struktur permintaan dan penawaran, struktur permintaan dan struktur input primer, dengan cara mendeskripsikan angkaangka pada tabel PDRB Kabupaten Serang tahun 2006. Interaksi antar sektor di analisis dengan menggunakan analisis keterkaitan sektor. Keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor industri, sektor jasa, sektor perdagangan, dan sektor pertanian, kegiatan lainnya di analisis, baik sektor penyedia input maupun sektor yang menggunakan output dari sektor pariwisata dengan menggunakan analisis keterkaitan (linkages), baik secara langsung (direct) ke belakang dan ke depan, maupun secara tidak langsung (indirect) ke belakang dan ke depan.
65 Tabel
transaksi
Provinsi
Banten
yang
diterbitkan
(BPS,
2006)
menunjukkan hubungan saling berkaitan antara sektor yang satu dengan sektor yang lainnya. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai analisis tabel input-output terlebih dahulu harus ditentukan koefisien input, karena koefisien input merupakan nilai yang sangat fundamental untuk merumuskan berbagai formulasi analisis yang merupakan manfaat dari tabel input-output. Nilai dari koefisien input pariwisata digunakan untuk menganalisis besarnya nilai keterkaitan langsung (direct linkages) ke belakang dan ke depan. Selanjutnya, nilai matrik kebalikan Leontief selain digunakan untuk menentukan besarnya nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung (direct and indirect linkages) ke belakang dan ke depan. Dua
level
diantaranya
merupakan
interaksi
interface
submodel
sosial/penduduk dan submodel ekologi, yaitu populasi penduduk kawasan Anyer dan Cinangka. Interaksi interface lainnya melalui konventor-konventor konversi lahan. Submodel penduduk dapat mempengaruhi submodel ekonomi, baik sebagai input maupun sebagai output. Melalui jumlah pengunjung submodel penduduk dapat mempengaruhi input usaha pariwisata yang selanjutnya dapat mempengaruhi tingkat manfaat atau penerimaan pengusaha wisata. Sebagai
output
pengusaha
wisata
submodel
penduduk
dapat
mempengaruhi biaya rencana pengelolaan lingkungan atau eksternalitas sebagai akibat limbah wisata yang dihasilkannya. Demikian juga halnya luas lahan dapat mempengaruhi sisi input dan output usaha pariwisata melalui manfaat eksternalitas serta investasi. Manfaat skenario baru merupakan hasil konversi pada lahan pemanfaatan untuk berbagai fasilitas pendudung pariwisata diantaranya Hotel, Villa atau Home Stay, kios serta prasarana dan sarana lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat distribusi pengunjung yang dibangkitkan oleh submodel penduduk serta variabel kunjungan wisata mancanegara dan wisata domestik. Tujuan dibangunnya struktur model usaha pariwisata ini adalah untuk melihat sejauh mana interaksi antar submodel mempengaruhi kelayakan investasi di bidang pariwisata. Selain itu dapat dilihat seberapa besar share diterapkannya kebijakan
pengembangan
lahan
dapat
mempengaruhi
aktivitas
produksi
perekonomian daerah. Dalam jangka panjang pengembangan wilayah pesisir barat Serang dapat mandiri secara ekonomi, sehingga dapat memberikan sumbangsih
66 terhadap pendapatan daerah setempat. Komponen submodel ekonomi disajikan pada Lampiran 2.
3.5.7.3 Submodel Sosial Analisis
data
pada
submodel
sosial/penduduk
dilakukan
dengan
mengkompilasi data-data demografi yang ada. Beberapa fraksi yang mempengaruhi level maupun konventer digunakan berdasarkan referensi mutakhir yang umum yang dipakai, sehingga diperoleh kecenderungan submodel penduduk yang logis. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan dinamis di antara kekuatankekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Dalam penelitian ini data-data yang diperlukan diantaranya pertumbuhan penduduk, laju fertilitas, laju mortalitas, investasi, tenaga kerja sektor tersier, serta peluang kesempatan kerja. Laju fertilitas diukur berdasarkan pembagian jumlah kejadian dengan penduduk yang menanggung resiko melahirkan (exposed to risk). Fertilitas dari suatu kelompok penduduk atau berbagai kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun disebut current fertility (Hatmadji, 1981). Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara dua komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk (Utomo, 1981). Dua komponen lainnya adalah fertilitas dan mortalitas sangat diperlukan untuk proyeksi penduduk guna perencanaan pembangunan. Analisis penduduk secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya densitas (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, di lain pihak komunikasi termasuk transportasi semakin lancar (Munir, 1981). Reit partisipasi angkatan kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja per 100 penduduk usia kerja. Jika usia kerja didefinisikan sebagai penduduk usia 15-64 tahun. Jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada (Rusli, 1982). Proyeksi kesempatan kerja pada penelitian ini dihitung berdasarkan penyerapan kerja langsung pada berbagai bidang yang akan dikembangkan. Sedangkan kesempatan kerja tidak langsung dihitung berdasarkan rasio antara kontribusi (share) pengusahaan. Kawasan Anyer-Cinangka
67 terhadap nilai investasi per tenaga kerja sektor tersier yang berlaku di wilayah tersebut. Kontribusi pengusahaan industri wisata di Anyer-Cinangka dapat dihitung berdasarkan jumlah pajak penghasilan yang dikeluarkan dalam setiap tahunnya. Struktur submodel sosial dalam hal ini penduduk merupakan suatu sistem yang terdiri dari dua level yakni tenaga kerja awal sebesar 729.682 orang dan jumlah penduduk/populasinya ditentukan oleh laju natalitas dan laju mortalitas. Diasumsikan bahwa laju mortalitas sudah memperhatikan kemungkinan bahwa pencemaran akan berpengaruh pada umur perkiraan penduduk sehingga mempengaruhi laju mortalitas. Populasi penduduk dibangkitkan dari angka harapan hidup dengan fraksi kelahiran, fraksi kelahiran dan harapan hidup dipengaruhi oleh rasio pendapatan per kapita sehingga efek dari rasio per kapita terhadap harapan hidup adalah semakin besarnya rasio pendapatan yang akan diikuti oleh meningkatnya angka harapan hidup. Sementara semakin kecil pendapatan per kapita maka angka kelahiran akan kecil dan sebaliknya. Dari bangkitan itu akan diperoleh trend penambahan penduduk serta perkiraan penduduk dalam kurun simulasi (20 tahun ke depan) yang dikehendaki. Jumlah populasi sangat menentukan tingkat pendapatan per kapita, karena hal ini merupakan rasio antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor dengan jumlah populasi. Disini ada interaksi antar submodel (interface) dengan submodel ekonomi melalui konventer Produk Domestik Regional Bruto. Tingkat PDRB sektor dibangkitkan oleh Produk Domestik Regional Bruto sektor pariwisata dan sektor lain yang dipengaruhi oleh fraksi value added (nilai tambah). Tingkat Produk Domestik Regional Bruto sektor dapat mencerminkan tingkat aktivitas perekonomian suatu wilayah, oleh karenanya Produk Domestik Regional Bruto secara tidak langsung dapat mempengaruhi laju pendapatan daerah. Sementara itu tingkat Produk Domestik Bruto suatu wilayah merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Dalam pemodelan ini diringkas menjadi penjumlahan antara Produk Domestik Regional Bruto pariwisata dan Produk Domestik Regional Bruto lainnya. Tujuannya adalah agar konstribusi sektor pariwisata dapat terlihat signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Secara diagramatis struktur submodel sosial disajikan pada Lampiran 3.
68
3.5.7.4 Formulasi Model Formulasi model dibangun berdasarkan tiga pendekatan utama yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Keterkaitan ketiga pendekatan ini saling berpengaruhi baik secara positif maupun negatif.
(1) hubungan negatif antara ekonomi dan
ekologi. Ketersediaan lahan memiliki hubungan posistif dengan pertambahan aktivitas ekonomi. Akibat perkembangan ekonomi tersebut (misalnya bertambahnya aktivitas di bidang industri, berkembangnya sektor jasa, serta sektor perdagangan hotel dan industri) yang memliki dampak ruang berupa kebutuhan lahan. Keadaan ini membentuk umpan balik bagi lahan itu sendiri berupa penurunan jumlah lahan kosong. Sehingga hubungan ekonomi dan ekologi/lahan adalah negatif, yaitu jika kegiatan ekonomi meningkat maka jumlah lahan kosong akan menurun. (2) hubungan negatif antara ekologi dan sosial dengan pariwisata dan membentuk lingkar balik negatif. Ketersediaan lahan dan ekonomi telah diungkapkan diatas, sementara hubungan sosial/populasi dan pariwisata bersifat positif. Artinya, jika populasi bertambah maka aktivitas yang berkaitan dengan pariwisata juga meningkat. (3) hubungan negatif antara sosial dan ekonomi. Jika populasi bertambah akan meningkatkan aktivitas ekonomi. Keterkaitan antara penduduk dan ekonomi dihubungkan dengan aspek penyediaan tenaga kerja yang diberikan oleh sektor penduduk kepada sektor tenaga kerja. Demikian pula sebaliknya, aktivitas ekonomi yang baik akan menyebabkan ketertarikan penduduk untuk datang ke tempat tersebut, sehingga terjadi peningkatan populasi. Ekonomi sendiri bisa menjadi sumber ketertarikan bagi datangnya penduduk karena ditunjang oleh dua hal, yaitu penyediaan lapangan kerja dan berkaitan dengan efek pendapatan. Ekonomi kabupaten diperlihatkan melalui Produk Domestik Regional Bruto, juga berkaitan dengan sektor penduduk, dari sisi efek kesejahteraan yang ditunjukkan dengan Produk Domestik Regional Bruto per kapita. Karena meskipun Produk Domestik Regional Bruto meningkat, jika pertambahan peduduk jauh lebih besar
dari pada peningkatan PDRB, maka perubahan pada Produk Domestik
Regional Bruto per kapita menjadi tidak terlalu signifikan. (4) hubungan negatif ekonomi, ekologi, sosial. Jika aktivitas ekonomi membaik/meningkat, maka
69 berakibat pada ketertarikan penduduk untuk memasuki kabupaten tersebut. Jumlah penduduk yang bertambah banyak akan menyebabkan akan meningkatkan jumlah kebutuhan lahan. Lahan yang berkurang jumlahnya akan menyebabkan terjadinya penurunan dalam aktivitas ekonomi. Disisi lain penurunan jumlah lahan juga memiliki umpan balik tersendiri bagi penduduk, yaitu menurunnya ketertarikan penduduk untuk memasuki kawasan tersebut. Pendekatan ekologi menekankan pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati dan memberikan konstribusi pada keseimbangan ekosistem. Selanjutnya pilar ekonomi menekankan pada perolehan pendapatan yang berbasiskan pada penggunaan sumberdaya yang efisien. Sedangkan pendekatan sosial menekankan pada pemeliharaan kestabilan sosial budaya yang meliputi generasi ke generasi selanjutnya.
3.5.7.5
Verifikasi dan Validasi Model Aspek yang penting dalam pembuatan model adalah pemilihan kriteria
kecocokan validasi yang mencapai kesesuaian pertukaran atau timbal balik (tradeoff) antara tingkat kesesuaian sistem dan daya dukung serta kompleksitas model. Oleh karena itu perlu verifikasi dan validasi model. Verifikasi adalah memeriksa sintesa sistem dengan logika atau analisis secara teoritik. Verifikasi dapat dibedakan berdasarkan tahapan pemodelannnya, yaitu verifikasi model konseptual dan verifikasi logis. Verifikasi model konseptual adalah pengujian relevansi asumsiasumsi dan teori-teori yang dipegang oleh pengambil keputusan dan analisa dalam melakukan cara pandang situasi masalah. Verifikasi logis adalah tahap memeriksa dilibatkan atau diabaikannya suatu variabel atau hubungan, sehingga aspek yang perlu diperhatikan dalam formulasi model adalah ukuran performansi sistem. Validasi merupakan tahap akhir dalam pengembangan pemodelan untuk memeriksa model denga meninjau apakah output model sesuai dengan sistem nyata, dengan memperhatikan konsistensi internal, korespondensi dan representasi. Tahap validasi dilakukan model dilakukan untuk menjawab dua hal berikut, yaitu (1) apakah model konsisten terhadap realitas yang digambarkannya; (2) apakah model konsisiten dengan tujuan kegunaan dan hal yang dipermasalahkannya. Proses verifikasi dan validasi yang dilakukan pada pemodelan sistem ini terdiri atas verifikasi struktur dan validasi perilaku model.
70 •
Verifikasi Struktur Model Yang akan di verifikasi pada pemodelan ini adalah verifikasi struktur dan uji konsistensi.
•
Validasi Perilaku Model Mengingat kebijakan pariwisata yang berkelanjutan belum ada maka validasi yang dilakukan adalah uji prediksi perilaku model.
(1) Verifikasi Struktur Model Verifikasi struktur model diperlukan batasan-batasan baik batasan sistem, variabel maupun asumsi yang digunakan. Dalam mengkaji dan justifikasi pemodelan dalam penelitian ini, akan lebih baik jika seorang analisa memiliki sejumlah pengalaman serta jumlah informasi yang memadai tentang prinsip-prinsip pengembangan pariwisata pesisir khususnya strategi dalam berinvestasi, sehingga dapat menguasai permasalahan aktual di lapangan serta memahami mekanisme bekerjanya sistem kawasan. Informasi dan pengalaman dapat berupa dari orang lain yang dianggap pakar pada bidangnya maupun dari sejumlah referensi yang tersedia. (2) Validasi Perilaku Model Validasi model pada penelitian ini lebih difokuskan pada uji prediksi perilaku model di masa depan. Uji prediksi dilakukan dengan mengamati suatu kecenderungan model atas perubahan-perubahan variabel. Validasi dilakukan dengan melihat kecendrungan peningkatan jumlah penduduk terhadap tenaga kerja yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan. Prediksi hasil perilaku simulasi menunjukkan kemiripan dengan kondisi eksisting pada saat ini. Tahapan validasi model dilakukan berdasarkan langkah-langkah pada Gambar 8 sebagai berikut:
71
Gambar 8
Langkah-Langkah Validasi Model Pengembangan Pariwisata di Kawasan Barat Serang, Banten
3.5.7.6 Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loop) Dalam rangka memahami struktur dan perilaku sistem digunakan diagram lingkar sebab akibat (causal loops) dan diagram alir (flow chart). Diagram lingkar
72 sebab akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi. Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamis. Pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah proses perumusan mekanisme peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa gambar, sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang digunakan untuk menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan sebuah konsep model. Gambar 9 menunjukkan bahwa dalam sistem industri pariwisata ada pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif antara lain terhadap pariwisata pesisir, pendapatan masyarakat serta Produk Domestik Bruto sektor. Pengaruh negatif dapat terjadi pada lahan pariwisata karena penanganan yang kurang baik serta dapat menurunkan lingkungan. Lahan pariwisata merupakan investasi yang dapat meningkatkan peranan pengembangan pariwisata sehingga demand capacity ratio dapat tercapai. Selain itu laju pertumbuhan penduduk dan produktivitas tenaga kerja dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pengangguran pada kawasan pesisir pantai Barat Serang, Banten. +
+
+
Lahan Pariwisata
-
+ -
+
DCR
+
Investasi pariwisata
Lahan Pariwisata terpakai
+
+ +
+ +
Lahan Pariwisata yang dikehendaki
+ +
+
+ +
+ +
Populasi
-
Peranan Pariwisata
Harga lahan pariwisata
PDRB
Tenaga kerja
Demand Pariwisata
Penggaguran
+
73
Gambar 9
Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop) Komponen Sistem Pengembangan Pariwisata Pesisir Berkelanjutan
Gambar 9 diatas secara skematis menggambarkan bahwa sistem pengembangan pariwisata memiliki hubungan sebab akibat (causal loop) yang luas dan beragam. 3.5.7.7
Diagram Input- Output Sistem Pengembangan Pariwisata Berdasarkan sistem diagram lingkar sebab akibat yang telah disusun dapat
di interpretasikan komponen sistem membangun konsep diagram input-output, yang terdiri dari input terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta manajemen pengendalian. Diagram input-output sistem pengembangan pariwisata pesisir berkelanjutan meliputi input terkendali dan tak terkendali serta input lingkungan yang menghasilkan output terkendali dan output tidak terkendali. Agar output tidak terkendali dapat dihindari maka diperlukan manajemen pengendalian. Sistem input-output tersebut terdiri atas (1) peubah masukan, yang terdiri dari dua golongan yaitu yang berasal dari luar sistem (eksogen) atau masukan lingkungan dan overt input yang berasal dari dalam sistem. Overt input dapat berupa masukan terkontrol dan masukan tidak terkontrol: (2) peubah keluaran yang terdiri dari dua golongan yaitu keluaran yang dikehendaki (desirable output) dan keluaran yang tidak dikendaki (undesirable output) yang merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan keluaran yang diharapkan. Diagram input-output sistem pengembangan pariwisata pesisir di kawasan pantai barat Serang, Banten disajikan pada Gambar 10 dibawah ini:
74
INPUT LINGKUNGAN Peraturan & perundangan Kebijakan pemerintah Rencana Tata Ruang
OUTPUT DIKEHENDAKI Rencana tata ruang integratif Pertumbuhan ekonomi
INPUT TAK TERKENDALI Fluktuasi harga Tingkat suku bunga bank Laju natalitas
Perbaikan kualitas lingkungan
SISTEM PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI BARAT SERANG, BANTEN
INPUT TERKENDALI Potensi sumberdaya alam, prasarana dan ssarana (Lingkungan) Laju natalitas dan jumlah wisatawan (Penduduk) Manajemen investasi (Ekonomi)
OUTPUT TIDAK TER KENDALIKAN
Kerusakan lingkungan
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 10 10
Diagram Input-Output Sistem Pengembangan Pariwisata Pesisir Berkelanjutan Kawasan Pesisir Barat Serang, Banten.
3.5.7.8 Struktur Model Eksisting Kawasan Pesisir Barat Serang, Banten Pada model dasar atau eksisting dicerminkan beberapa sektor yang telah dikembangkan dalam model generik antara submodel ekologi, submodel sosial dan submodel ekonomi. Adapun submodel ekonomi akan dipilah menjadi (1) submodel
75 jasa (perdagangan, hotel dan restoran) (2) submodel pemerintah sektor pariwisata yang dikehendaki, serta (3) submodel industri dan pertambangan melalui Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten. Submodel ekologi secara detail dipilah menjadi (1) submodel lahan pemukiman, (2) submodel lahan pariwisata terpakai. Submodel sosial dipilah secara detail menjadi: (1) submodel tenaga kerja, (2) submodel populasi peduduk. Ketiga submodel berinteraksi satu sama lain membentuk membentuk suatu model global dalam suatu kondisi eksisting. Struktur model ekologi kawasan pesisir pantai barat Serang dibangkitkan oleh adanya lahan pariwisata terpakai, alokasi lahan pariwisata dan tenaga kerja serta populasi penduduk. Submodel ekologi berinteraksi antar muka (interface) dengan submaodel penduduk/sosial. Penduduk dapat mempengaruhi penyusutan kawasan pantai barat Serang dan submodel ekonomi yaitu melalui level penduduk dan
konventor
biaya
rencana
pengelolaan
lingkungan.
Penduduk
dapat
mempengaruhi tingkat penyusutan kawasan pesisir pantai barat Serang melalui prediksi kebutuhan air bersih serta limbah wisata yang mencemari lingkungan pada Lampiran 4. Submodel ekonomi disini merupakan keterkaitan antar variabel yang dapat membangkitkan manfaat ekonomi untuk ekosistem kawasan. Struktur submodel ekonomi berinteraksi antar muka dengan submodel ekologi kawasan AnyerCinangka yang dapat mempengaruhi manfaat ekosistem kawasan pada Lampiran 5. Submodel penduduk/sosial merupakan suatu sistem dimana jumlah populasinya ditentukan oleh laju natalitas dan tingkat laju mortalitas, dan selanjutnya dapat mempengaruhi tingkat pertambahan penduduk Lampiran 6. Selanjutnya struktur model eksisting yang terdiri dari submodel ekologi, submodel sosial dan submodel ekonomi Lampiran 7. Dalam struktur submodel ini dibangun struktur Produk Domestik Regional Bruto dengan menggunakan tabel input-output kawasan pesisir barat Serang, Banten tahun 2002. 3.5.7.9 Skenario Pengembangan Pariwisata Pesisir di Kawasan Barat Serang,Banten Pengembangan pariwisata pesisir berhubungan dengan adanya keinginan untuk meningkatkan peran pariwisata dalam perekonomian daerah, penyerapan
76 tenaga kerja sesuai dengan daya dukung ekologi yang tersedia sehingga pengembangan pariwisata pesisir barat Kabupaten Serang dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut informasi dasar yang dapat digunakan dalam penyusunan kebijakan dan strategi pembangunan. Informasi dasar tersebut diperoleh dengan mengembangkan beberapa skenario pengembangan kawasan pesisir barat Serang, Banten melalui simulasi model sistem dinamik adapun skenario-skenario tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: • Model Dasar Model dasar adalah kondisi eksisting yang menggambarkan perilaku model perkembangan pariwisata pesisir di kawasan barat Serang, Banten. Model ini dijalankan pada kondisi awal 2002 yang dilanjutkan hingga 2025. •
Skenario 1 Skenario ini adalah model dasar yang diikuti dengan adanya perubahan peubah-peubah kebijakan sub sistem ekologi. Kebijakan ini dilakukan dengan cara mengubah beberapa komponen yang berhubungan dengan sektor ekologi yaitu BHPKI (Bangkitan Kunjungan Inap yang dikehendaki) sesuai daya dukung wilayah.
•
Skenario 2 Skenario ini adalah model dasar dan skenario 1 yang diikuti dengan perubahan peubah–peubah kebijakan sub sistem ekonomi yang meliputi. a. Laju pengeluaran pemerintah (G) untuk pariwisata. b. Pertumbuhan investasi pariwisata sektor pariwisata.
•
Skenario 3 Skenario ini adalah model dasar, skenario 1 dan 2 yang yang diikuti dengan perubahan peubah-peubah kebijakan sub sistem sosial yaitu laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pariwisata.
•
Skenario 4 Skenario ini adalah skenario gabungan yang terdiri dari model dasar, skenario 1, skenario 2, dan skenario 3.
77 Ringkasan skenario tersebut diatas secara rinci disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut:
Tabel 8
Ringkasan Skenario Peubah-Peubah Kebijakan yang Dilakukan dalam Simulasi Beberapa Kebijakan
No Skenario Ekologi 1 Model Dasar/ Eksisting Lahan
2
3
4
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Bangkitan Hari Puncak Kunjungan Inap sesuai daya du kung lingkungan
Bangkitan Hari Puncak Kunjungan Inap sesuai daya dukung lingkungan
Bangkitan Hari Puncak Kunjungan Inap sesuai daya dukung lingkungan
Ekonomi Pendapatan Domestik Regional Bruto
Pendapatan Domestik Regional Bruto
a.Laju pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah terhadap pariwisata b.Laju pertumbuhan investasi sektor pariwisata a.Laju Pengeluaran Pemerintah terhadap pariwisata b.Laju pertumbuhan investasi sektor pariwisata
Sosial Tenaga Kerja
Keterangan Tanpa Kebijakan Kebijakan kunjungan dalam model diwakili oleh notasi.
0 dan 1
Tenaga Kerja
*0 = kebijakan tidak diaktifkan *1= kebijakan diaktifkan
Tenaga Kerja
Waktu dilakukan kebijakan
Laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja
Waktu dilakukan kebijakan
78
5
Skenario 4 (gabungan yang terdiri dari)
Model Dasar
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Analisis dari setiap skenario tersebut dikaji untuk memperoleh kebijakan dan strategi terbaik dalam pengembangan pariwisata pesisir yang berkelanjutan.