3
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung, yang terletak di Lantai 3 Gedung Kimia bagian Utara.
3.1
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan gelas yang umum digunakan, yaitu gelas kimia, labu takar, gelas ukur, batang pengaduk, corong gelas, pipet tetes, pipet volum, dan pipet ukur. Selain itu digunakan juga peralatan seperti pompa peristaltik (Ismatec®), minikolom (2 cm x 0,3 cm), selang plastik, neraca analitis, pengaduk magnetik (Fisher®), mikropipet 100 µL (Eppendorf®). Pada analisis pendahuluan digunakan spektrofotometer (Hewlett Packard® 8452A) sedangkan detektor pada FIA digunakan spektrofotometer (Hewlett Packard® series 1050). Pengaturan sistem injeksi alir dilakukan menggunakan katup injeksi 8 jalur (Global-FIA®). Pencatatan data dilakukan secara digital dengan perangkat lunak PowerChrom® (ADInstruments) dan seperangkat komputer.
3.2
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini memiliki derajat kemurnian pro analisis (p.a.), antara lain: amonium klorida(s), natrium bikarbonat(s), natrium karbonat(s), natrium nitroprusida
dihidrat(s)
(Na2(Fe(CN)5NO).2H2O),
natrium
hipoklorit(l),
timol(s)
(CH3C6H3CH(CH3)2OH), natrium hidroksida(s), tetrabutilamonium dihidrogen fosfat(s) ((CH3(CH2)3)4NH2PO4), dan metanol. Bahan lainnya yang digunakan yaitu silika-C18 dan aqua dm HPLC grade.
3.3
Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan diagram alir pada Gambar 3.1.
Bahan
Silika-C18
Pembuatan larutan
Dimasukkan ke dalam minikolom
Larutan indotimol biru
Minikolom silika-C18
Kapasitas retensi silika-C18 terhadap nitrogen amonia
Data serapan sinar tampak indotimol biru
Optimasi FIA dan kinerja analitik
Data kapasitas retensi
Data komposisi eluen
Data volume eluen
Data kinerja analitik
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
11
3.4
Pembentukan Senyawa Indotimol Biru
Senyawa indotimol biru dibentuk berdasarkan diagram alir pada Gambar 3.2.
Larutan standar nitrogen amonia
MR-1
Diaduk selama 3 menit
Monokloramin
MR-2
Diaduk selama 3 menit
Larutan indotimol biru
Direaksikan dengan larutan tetrabutilamonium
Larutan tetrabutilamonium
Pasangan ion
Dianalisis dengan sistem FIASpektrofotometer
Gambar 3.2 Diagram alir pembentukan senyawa indotimol biru
12
3.5 3.5.1
Prosedur Penelitian Pembuatan Larutan
Larutan-larutan yang digunakan pada penelitian ini dibuat sebagai berikut: a. Larutan induk nitrogen amonia 1000 ppm Amonium klorida sebanyak 0,9549 g dilarutkan dalam aqua dm kemudian diencerkan sehingga volume larutan menjadi 250 mL. b. Mixed Reagent-1 (MR-1) Natrium bikarbonat sebanyak 0,1267 g, natrium karbonat sebanyak 0,1998 g, dan natrium nitroprusida dihidrat sebanyak 0,2508 g dilarutkan dalam aqua dm. Lalu, 0,3% larutan natrium hipoklorit sebanyak 2,5 mL ditambahkan ke larutan, kemudian diencerkan sehingga volume larutan menjadi 100 mL. c. Mixed Reagent-2 (MR-2) Timol sebanyak 0,6019 g dilarutkan dalam 0,55 mol L-1 larutan natrium hidroksida kemudian diencerkan sehingga volume larutan menjadi 100 mL. d. Larutan tetrabutilamonium Tetrabutilamonium dihidrogen fosfat sebanyak 1,7025 g dilarutkan dalam aqua dm kemudian diencerkan sehingga volume larutan menjadi 50 mL.
3.5.2
Pembentukan Senyawa Indotimol Biru
Larutan standar nitrogen amonia dengan konsentrasi yang diinginkan dibuat dengan mengencerkan larutan induk nitrogen amonia 1000 ppm dalam labu takar 50 mL. Kemudian diambil sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke gelas kimia. Setelah itu direaksikan dengan 2 mL MR-1 dan 8 mL MR-2 secara berturut-turut. Larutan diaduk masing-masing selama 3 menit kemudian direaksikan dengan 10 mL tetrabutilamonium dihidrogen fosfat.
3.5.3
Penentuan Serapan Sinar Tampak Senyawa Indotimol Biru
Larutan nitrogen amonia 100 mg L-1 diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 sampai 800 nm. 13
3.5.4
Pembuatan Minikolom
Silika-C18 sebanyak kurang lebih 0,3 gram dimasukkan ke dalam kolom. Sebelumnya, kolom tersebut sudah disumbat salah satu ujungnya dengan kapas. Lalu ujung kolom yang lainnya juga disumbat dengan kapas. Kolom yang sudah diisi silika-C18 kemudian dikondisikan dengan metanol dan air sebanyak masing-masing 5 mL. Pengkondisian kolom dilakukan dengan cara mengalirkan metanol dan air ke dalam kolom.
3.5.5
Penentuan Kapasitas Retensi Silika-C18 terhadap Nitrogen Amonia
Larutan nitrogen amonia 20 mg L-1 dialirkan ke dalam kolom dengan laju alir 1,8 mL menit-1 sampai muncul puncak mendatar pada sinyal detektor (kolom tidak mampu lagi meretensi nitrogen amonia). Waktu yang dibutuhkan pada awal munculnya puncak diukur, kemudian dikonversi terhadap laju alir sehingga diperoleh volume maksimum nitrogen amonia yang teretensi. Dari sini kita dapat mengetahui kapasitas retensi silika-C18 terhadap nitrogen amonia.
3.5.6
Penentuan Komposisi Eluen
Larutan nitrogen amonia 2 mg L-1 sebanyak 0,2 mL dialirkan ke dalam kolom dengan laju alir 2 mL menit-1. Nitrogen amonia yang teretensi di dalam kolom kemudian dielusi dengan variasi komposisi eluen. Variasi komposisi eluen yang diuji yaitu mulai dari perbandingan metanol : air (7:3) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida, metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida, metanol : air (9:1) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida, dan metanol yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida.
3.5.7
Penentuan Volume Eluen
Larutan nitrogen amonia 2 mg L-1 sebanyak 0,2 mL dialirkan ke dalam kolom dengan laju alir 2 mL menit-1. Nitrogen amonia yang teretensi di dalam kolom kemudian dielusi dengan metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida dengan variasi volume eluen. Volume eluen yang diuji mulai dari 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL sampai 2 mL.
14
3.5.8
Kinerja Analitik
a. Presisi Larutan nitrogen amonia 100 µ L-1 dan 1 mg L-1 masing-masing diukur berulang-ulang dengan kondisi pengukuran yang sama, kemudian diukur tinggi sinyalnya. Presisi sinyal ditunjukkan dengan % koefisien variansi. b. Linieritas Larutan nitrogen amonia dengan variasi konsentrasi dari 100 µ L-1 sampai 1 mg L-1 diinjeksikan sebanyak 0,5 mL kemudian dielusi dengan metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida sebanyak 1 mL. Setelah itu diukur tinggi sinyalnya. Data yang telah diperoleh kemudian dibuat kurva kalibrasi. c. Limit Deteksi Limit deteksi ditentukan dengan mengukur harga serapan terkecil yang masih dapat dibedakan dari sinyal blanko dengan beberapa kali pengukuran. Limit deteksi dinyatakan sebagai perbandingan sinyal standar (S) terhadap sinyal blanko (N) atau S/N. Untuk perhitungan limit deteksi maka besarnya nilai perbandingan ini adalah 3 dan dapat dinyatakan dengan S/N = 3. d. Analisis Sampel Untuk mengetahui kadar nitrogen amonia di lingkungan maka dilakukan analisis sampel air. Sampel air yang dianalisis adalah sampel air akuarium dan air Waduk Saguling. Tiga puluh mL sampel air akuarium direaksikan dengan 2 mL MR-1 dan 8 mL MR-2 secara berturutturut dalam gelas kimia. Larutan diaduk masing-masing selama 5 menit kemudian direaksikan dengan 10 mL tetrabutilamonium dihidrogen fosfat. Larutan sampel kemudian diinjeksikan sebanyak 0,5 mL dan dielusi dengan metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida sebanyak 1 mL. Setelah itu diukur tinggi sinyalnya. Sedangkan untuk sampel air Waduk Saguling, 30 mL sampel air Waduk Saguling direaksikan dengan 2 mL MR-1 dan 8 mL MR-2 secara berturut-turut dalam gelas kimia. Larutan diaduk masingmasing selama 5 menit kemudian direaksikan dengan 10 mL tetrabutilamonium dihidrogen fosfat. Larutan sampel kemudian diinjeksikan sebanyak 0,5 mL dan dielusi dengan metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida sebanyak 1 mL. Setelah itu diukur tinggi sinyalnya.
15
3.6
Konstruksi Alat FIA-Spektrofotometer
Gambar 3.3 Diagram konstruksi alat analisis renik nitrogen amonia menggunakan minikolom silika-C18 berbasis analisis injeksi alir
16