3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Mei 2010 di Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang Tuppabiring, Kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan. Gambar 5 menunjukkan lokasi penelitian, yaitu Desa Mattiro Deceng yang meliputi Pulau Badi dan Pulau Pajjenekang. Penentuan lokasi ini didasarkan pada: (i) Desa ini memiliki DPL sejak 2007 dan merupakan salah satu lokasi program COREMAP II dengan potensi terumbu karang desa termasuk dalam kondisi baik, (ii) Desa Mattiro Deceng termasuk kawasan Spermonde yang merupakan salah satu daerah penyebaran terumbu karang di Sulawesi Selatan dan (iii) Desa ini mudah dijangkau dengan angkutan reguler setiap hari dari Paotere, Makasar sehingga memudahkan mobilitas. 119°17'30"
119°18'00"
119°18'30"
119°19'00"
119°19'30"
4°58'00"
4°58'00"
119°17'00"
P. Badi P. Pajenekang
b b U %
b
b 4°58'30"
4°58'30"
119°17'00"
119°17'30"
119°18'00"
Peta Lokasi penelitian Desa Mattiro Decceng Kab. Pangkajene & Kepulauan
0
119°19'00"
119°19'30"
Kab. Barru
Anita Setyaningsih Keterangan : b Tanda Batas DPL U Transek % Batas Daerah Perlindungan Laut (DPL) Pulau Tutupan Terumbu
200
119°18'30"
400 m
Kab. Pangkejene & Kepulauan
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir & Lautan Sekolah Pascasarjana IPB 2010
Kab.Maros
Sumber Peta : 1. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 50.000 2. Survei Lapangan 2010
Gambar 5. Peta lokasi penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.2.1
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi data kualitas perairan pada saat penelitian, tutupan karang hidup, ikan karang, data/kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Data
sekunder yang dibutuhkan meliputi data kependudukan, data sosial dan ekonomi, pedoman/panduan dan peraturan-peraturan yang terkait pengelolaan terumbu karang, tutupan karang hidup dan ikan karang sebelum penelitian. Tabel 1 memperlihatkan jenis data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian. Tabel 1. Data yang dikumpulkan selama penelitian No 1.
2. 3. 4.
Jenis Data Data Primer Data ekologi terumbu karang - Kualitas perairan - Kondisi karang - Ikan karang Data sosial dan ekonomi masyarakat Data stakeholder
Metode/Sumber Data Pengukuran secara in situ Point Intercept Transect (PIT) Underwater Visual Census (UVC) Kuisioner dan wawancara Wawancara
Data Sekunder Data kependudukan: jumlah Kantor Desa penduduk dan penduduk menurut jenis kelamin
5.
Data sosial – ekonomi: jenis mata Kantor Desa, Dinas Kelautan dan pencaharian, kelembagaan desa, Perikanan Kabupaten Pangkep sarana dan prasarana desa
6.
Pedoman/panduan dan peraturan- Kementrian Kelautan dan peraturan (Perdes, RPTK, Perda, Perikanan (KKP), Dinas Kelautan Renstra Kabupaten) terkait dan Perikanan Kabupaten Pangkep pengelolaan terumbu karang
7.
Persentase tutupan karang hidup dan LIPI, KKP, Dinas Kelautan dan kelimpahan ikan karang DPL Perikanan Kabupaten Pangkep dan sebelum penelitian sumber ilmiah lainnya
3.2.2
Pengamatan Ekologi Terumbu Karang Desa Mattiro Deceng mempunyai 2 DPL, yaitu DPL Pulau Badi dan DPL
Pulau Pajjenekang. Pengamatan ekologi terumbu karang DPL hanya dilakukan di DPL Pulau Badi. Hal ini dilakukan karena hanya DPL Pulau Badi yang dikukuhkan dengan Perdes No. 01 Tahun 2007. Pengamatan ekologi meliputi pengukuran kualitas perairan, pengamatan kondisi karang dan ikan karang.
3.2.2.1 Pengukuran Kualitas Perairan Parameter kualitas perairan yang diukur, yaitu kecepatan arus, kecerahan, kedalaman, salinitas dan suhu. Pengukuran kualitas perairan dilakukan secara in situ. Pengukuran kecepatan arus menggunakan floating drauge yang dilengkapi tali sepanjang 5 m. Floating drauge dimasukkan ke perairan dan dihitung waktu dengan stopwatch sampai dengan tali merenggang sepanjang 5 m. Selanjutnya diperoleh kecepatan arus dengan membandingkan panjang tali dan waktu. Pengukuran kedalaman lokasi penelitian menggunakan tali berskala. Salinitas perairan diukur dengan menggunakan refraktometer, dengan cara sampel air dimasukkan pada permukaan dasar yang telah dibersihkan kemudian ditutup dan dibaca skala penunjuk angka. Suhu diukur menggunakan termometer.
3.2.2.2 Pengamatan Tutupan Karang Hidup Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak adanya DPL terhadap kondisi karang, khususnya tutupan karang hidup. Pengamatan dilakukan dengan metode Transek Garis Segmen atau Point Intercept Transect (PIT). Metode PIT merupakan salah satu metode yang dikembangkan untuk memantau kondisi karang hidup dan biota pendukung lainnya di suatu lokasi terumbu karang dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang cepat (Hill dan Wilkinson 2004). Metode ini digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa penelitian sebelumnya (tahun 2008 dan 2009) menggunakan metode PIT sehingga data yang dihasilkan dapat dibandingkan dan lebih comparable. Secara singkat, teknik pengamatan metode PIT adalah sebagai berikut: 1.
Bahan yang dibutuhkan untuk pengamatan karang ialah peralatan selam lengkap (SCUBA), perahu motor, alat tulis dalam air (kertas, pensil), papan pengalas dan pita berskala (100 m).
2.
Panjang transek yang digunakan adalah 50 meter yang dibentangkan sejajar garis pantai dimana daratan/pulau berada di sebelah kiri.
3.
Pencatatan kehadiran koloni karang dilakukan dengan PIT. Tiap koloni karang yang dilewati atau berada di bawah garis transek dicatat dengan interval 50 cm. Secara teknis di lapangan, yang dicatat ialah komponen bentik
dimulai dari titik 0,50; 1; 1,50; 2; 2,5 dan seterusnya sampai ke titik 50. Total jumlah titik yang dilalui dan dicatat adalah 100 titik. 4.
Data pengamatan karang hidup adalah pengkategorian karang dalam kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang COREMAP II (LIPI 2006) seperti yang disajikan pada Tabel 2. Gambar 6 memperlihatkan ilustrasi pengambilan data tutupan karang hidup dengan metode PIT.
Tabel 2. Kode pencatatan kategori biota No 1. 2. 3. 4.
Kode AC NA DC DCA
Kategori Biota Acropora Non-Acropora Death Coral Death Coral Algae
5. 6.
SC FS
Soft Coral Fleshy Seaweed
7. R Rubble 8. RCK Rock 9. S Sand 10. SI Silt Sumber: LIPI (2006)
Keterangan Karang Acropora Karang Non-Acropora Karang mati masih berwarna putih Karang mati yang warnanya berubah karena ditumbuhi alga filament Jenis-jenis karang lunak Jenis-jenis makro alga: Sargassum, Turbinaria, Halimeda, dll Patahan karang bercabang (mati) Substrat dasar yang keras Pasir (cadas) Pasir lumpuran yang halus
Transek 50 m 0
0.5
1.0
1.5
2.0
………………….
50 m
Gambar 6. Ilustrasi teknik pegumpulan data kondisi terumbu karang 3.2.2.3 Pengamatan Ikan Karang Pengamatan ikan karang dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kondisi karang. Pengamatan dilakukan dengan metode Underwater Visual Census (UVC) atau metode sensus visual sepanjang 50 m. Batas pengamatan data ikan adalah 2.5 m ke arah kiri dan ke arah kanan sehingga luasan pengamatan yang didapat adalah 250 m2. Pengumpulan data ikan karang ini dengan mencatat spesies ikan yang dijumpai dan jumlahnya. Data ini digunakan untuk mengetahui kelimpahan ikan karang, keanekaragaman ikan karang, keseragaman ikan karang
dan dominansi ikan karang. Ilustrasi teknik pengambilan data ikan karang disajikan pada Gambar 7.
5m 0m
50 m 50 m
Gambar 7. Ilustrasi teknik pengumpulan data ikan karang Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda et al. (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Heemstra dan Randall (1993). Jenis-jenis ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English et al. 1997), yaitu: 1.
Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol).
2.
Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe).
3.
Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik warna yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di perairan terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
3.2.3
Pengumpulan Data Ekonomi dan Sosial Masyarakat Data ekonomi dan sosial yang dikumpulkan merupakan data yang tidak
diperoleh dari data sekunder yang telah ada. Pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara kepada 70 responden, yaitu nelayan (Pulau Badi dan Pulau Pajjenekang) dan in-depth interview terhadap stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan. Responden ditentukan secara accidential yaitu prosedur memilih responden yang kebetulan dijumpai karena terbatasnya informasi tentang responden. Kuisioner tentang sosial dan ekonomi masyarakat dikelompokkan menjadi 3, yaitu input pengelolaan DPL, proses pengelolaan DPL dan output pengelolaan DPL. Pertanyaan input pengelolaan DPL terdiri dari 8 pertanyaan tentang persepsi masyarakat terhadap sumberdaya dan DPL. Pertanyaan proses pengelolaan DPL terdiri dari 22 pertanyaan meliputi 10 pertanyaan tentang partisipasi masyarakat dalam pembentukan dan pengelolaan DPL, 9 pertanyaan tentang peran pemerintah dalam pembentukan dan pengelolaan DPL, 1 pertanyaan tentang kunjungan desa, 1 pertanyaan tentang konflik selama ada DPL dan 1 pertanyaan tentang program desa. Kuisioner output pengelolaan DPL terdiri dari 11 pertanyaan tentang manfaat DPL. Tabel 3 memperlihatkan daftar variabel pertanyaan dalam kuisioner. Kuisioner tentang persepsi masyarakat terhadap sumberdaya dan DPL (X1 – X8), partisipasi masyarakat (Y1 – Y9) dan peran pemerintah (Y10 – Y19) digunakan untuk melihat dampak sosial dari pengelolaan DPL. Kuisioner keseluruhan yang disajikan pada Tabel 3 digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL.
3.2.4
Inventarisasi Data Stakeholder Stakeholder merupakan pelaku (orang atau organisasi) yang memiliki
kepentingan dalam kebijakan suatu program. Stakeholder dalam pengelolaan DPL terdiri dari pengambil kebijakan pada tingkat kabupaten, kecamatan dan desa, pengelola COREMAP II, perguruan tinggi, tokoh agama, LPSTK, ponggawa, nelayan, organisasi PKK, organisasi karang taruna, bidan, guru, Pokmaswas, SETO, Fasilisator Masyarakat dan Motivator Desa serta pelaku usaha perikanan.
Tabel 3. Variabel dalam kuisioner Kode X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
Variabel Pertanyaan Input Pengelolaan DPL Kondisi terumbu karang Kelimpahan ikan Pengetahuan DPL Dukungan pembentukan DPL Manfaat DPL Sanksi pelanggaran Keberlanjutan DPL Kebiasaan konservasi
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y20 Y21 Y22
Proses Pengelolaan DPL Pembentukan LPSTK dan Pokmas Kegiatan Pokmas Kegiatan LPSTK Sosialisasi DPL Penetapan DPL Survei lokasi DPL Pelatihan Studi banding Pengawasan DPL Analisis dampak program Sosialisasi pemerintah Bantuan pemberdayaan masyarakat Pelatihan Studi banding Pengelolaan DPL Pengawasan DPL Tanda batas DPL Pendanaan DPL Pendampingan pengelolaan Kunjungan ke desa Tingkat konflik Program desa
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10 Z11
Output Pengelolaan DPL Kondisi terumbu karang Kelimpahan ikan Infrastruktur desa Pendapatan Akses penangkapan Hasil tangkap Mata pencaharian alternatif Tingkat pelanggaran Tingkat konflik Ekowisata Pendidikan terumbu karang
Tingkat kepentingan dan kekuatan masing-masing stakeholder dapat berbeda-beda tergantung dari peranan masing-masing dalam pengelolaan DPL. Stakeholder yang berfungsi sebagai key person dalam pengelolaan DPL diharapkan dapat mendorong keberhasilan pengelolaan DPL. Data stakeholder dikumpulkan melalui wawancara meliputi peran dalam pengelolaan DPL, tingkat pengaruh dan kepentingan mereka dalam pengelolaan DPL.
3.3 Analisis Data 3.3.1 Analisis Data Ekologi 3.3.1.1 Kondisi Karang 3.3.1.1.1 Persentase Tutupan Karang Hidup Setelah melakukan pengamatan karang dengan metode PIT, dapat dihitung persentase penutupan karang hidup dengan rumus sederhana sebagai berikut: Jumlah tiap Komponen % Tutupan Karang Hidup = -------------------------------- X 100 % 100 (Total Komponen) Perhitungan persentase tutupan karang hidup dengan menjumlahkan persentase kehadiran Acropora dan non-Acropora. Kondisi penilaian ekosistem terumbu karang berdasarkan kisaran tingkat persentase penutupan karang (Gomez dan Yap 1988), yaitu 0 – 24.9% kondisi tutupan karang dinyatakan buruk, 25 – 49.9% kondisi tutupan karang dinyatakan cukup baik/sedang, 50 – 74.9% kondisi tutupan karang baik dan 75 – 100% kondisi tutupan karang dinyatakan sangat baik.
3.3.1.1.2 Indeks Mortalitas Karang Indeks mortalitas atau indeks kematian karang memperlihatkan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Indeks mortalitas karang (IMK) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Persen penutupan karang mati IMK = -----------------------------------------------------------Persen penutupan (karang mati + karang hidup)
Nilai indeks mortalitas mendekati nol menunjukkan bahwa tidak ada perubahan berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa terjadi perubahan berarti dari karang hidup menjadi karang mati. Persentase karang mati terdiri dari DC, DCA dan rubble.
3.3.1.2 Ikan Karang 3.3.1.2.1 Kelimpahan Ikan Setelah melakukan pengamatan secara visual terhadap ikan karang, dilakukan penghitungan kelimpahan ikan. Kelimpahan menurut Brower dan Zar (1977) adalah jumlah individu per satuan luas atau volume, dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : Ni = Kelimpahan (ind/m2) ∑ni = Jumlah individu spesies ke-i A = Luas daerah pengambilan contoh (m2) 3.3.1.2.2 Indeks Keanekaragaman (H’) Keanekaragaman
adalah
suatu
karakteristik
tingkatan
komunitas
berdasarkan organisasi biologisnya. Indeks Keanekaragaman (H’) populasi organisme digunakan agar mudah untuk menganalisis informasi jumlah individu masing-masing spesies ikan dalam suatu komunitas (Odum 1993). Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Indeks yang digunakan adalah indeks Keanekaragaman (H’) Shannon dan Wiener dengan rumus:
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Pi
=
Perbandingan antara jumlah individu spesies ke-i dengan jumlah
ni N
= = =
total individu ni/N Jumlah individu spesies ke-i Jumlah total individu spesies
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keanekaragaman ShannonWiener yaitu: H’ < 1, keanekaragaman rendah H = 1-3, keanekaragaman tergolong sedang H > 3, keanekaragaman tergolong tinggi
3.3.1.2.3 Indeks Keseragaman (E) Keseragaman merupakan komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks Keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antarspesies dalam suatu komunitas ikan. Jika penyebaran individu antarspesies makin merata maka keseimbangan ekosistem akan semakin meningkat. Rumus Indeks Keseragaman (Odum 1993) adalah:
Keterangan : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman H’max = Keseimbangan spesies dalam keseimbangan maksimum = ln S (dimana S = banyaknya spesies ikan) Nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar 0 – 1. Indeks Keseragaman (E) mendekati 0 berarti keseragaman antarspesies adalah rendah berarti kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda. Indeks Keseragaman (E) mendekati 1 berarti keseragaman antarspesies relatif seragam atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.
3.3.1.2.4 Indeks Dominansi (C) Indeks Dominansi (C) yaitu jumlah individu tiap spesies yang relatif sama dalam suatu ekosistem. Dominansi spesies yang cukup besar akan mengarah pada
kondisi ekosistem atau komunitas yang tertekan. Untuk melihat ada dan tidaknya dominansi dapat dilihat dari nilai Indeks Dominansi Simpson (Odum 1993):
Keterangan : C = Indeks Dominansi S = Banyaknya spesies ikan Pi = Perbandingan antara jumlah individu spesies ke-i dengan jumlah total individu = ni/N ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu spesies Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan dominansi spesies ikan yaitu indeks mendekati 0 berarti indeks semakin rendah atau dominansi oleh satu spesies ikan dan indeks mendekati 1 berarti indeks besar atau kecenderungan dominansi oleh beberapa spesies ikan.
3.3.2 Analisis Persepsi Ekonomi Analisis ini hanya menggunakan persentase jumlah responden terhadap jawaban dari pertanyaan kuisioner yang ada, yaitu tingkat pendapatan dan hasil tangkapan setelah adanya DPL dibandingkan dengan sebelum adanya DPL. Terdapat tiga jawaban pilihan terhadap pertanyaan tersebut, yaitu (i) meningkat, (ii) tidak terjadi perubahan dan (iii) terjadi penurunan.
3.3.3 Analisis Data Sosial 3.3.3.1 Uji Validitas Kuisioner Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid/shahih jika memiliki tingkat validitas yang tinggi dan sebaliknya jika instrumen memiliki tingkat validitas yang rendah maka instrumen dapat dikatakan kurang valid. Pengujian validitas berguna untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun dapat mengukur
dengan
tepat
suatu
variabel
yang
akan
diukur
(Santosa dan Ashari 2005). Uji validitas dilakukan dengan melihat korelasi antar skor masing-masing
item pertanyaan dengan skor total (item total correlation). Perhitungan validitas dilakukan dengan rumus teknik korelasi product moment (Singarimbun dan Effendi 1995). Perhitungan validitas dilakukan dengan jalan mengkorelasikan antar skor tiap butir (X) dengan skor total (Y) yang merupakan jumlah tiap skor butir, dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
rXY =
n ∑ X iYi − (∑ X i )( ∑ Yi )
{n ∑ X i − (∑ X i ) 2 }{n ∑ Yi − (∑ Y ) 2 } 2
Keterangan: rXY = Koefisien korelasi antara X dan Y n = Jumlah sampel Xi = Variabel independen ke-i Yi = Variabel dependen ke-i Bila koefisien korelasi untuk seluruh item telah dihitung, perlu ditentukan angka terkecil yang dapat dianggap cukup tinggi sebagai indikator adanya konsistensi antara skor item dan skor keseluruhan. Dalam hal ini tidak ada batasan yang tegas. Prinsip utama pemilihan item dengan melihat koefisien korelasi adalah mencari harga koefisien yang setinggi mungkin dan menyingkirkan setiap item yang mempunyai korelasi negatif (-) atau koefisien yang mendekati nol (0.00). Menurut Friedenberg dan Lisa (1995) biasanya dalam pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi, digunakan harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0.30. Dengan demikian, semua item yang memiliki korelasi kurang dari 0.30 dapat disisihkan dan item-item yang akan dimasukkan dalam alat test adalah item-item yang memiliki korelasi diatas 0.30 dengan pengertian semakin tinggi korelasi itu mendekati angka satu (1.00) maka semakin baik pula konsistensinya (validitasnya). Uji validitas ini dilakukan terhadap kuisioner yang digunakan dalam penelitian. Keseluruhan kuisioner memiliki koefisien korelasi > 0.3 dan kuisioner dinyatakan valid (Lampiran 2).
3.3.3.2 Uji Reliabilitas Kuisioner
Reliabilitas adalah sebuah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan (Singarimbun dan Effendi, 1995). Uji reliabilitas merupakan suatu cara untuk melihat apakah alat ukur (berupa kuesioner) yang digunakan konsisten atau tidak. Apabila suatu alat pengukur dipakai dua kali atau lebih dan hasil pengukuran yang diperoleh konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Secara teoritis, besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0.00 – 1.00, akan tetapi pada kenyataannya koefisien reliabilitas sebesar 1.00 tidak pernah dicapai dalam pengukuran karena manusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber kekeliruan yang potensial. Di samping itu walaupun koefisien korelasi dapat bertanda positif (+) atau negatif (-), akan tetapi dalam hal reliabilitas, koefisien reliabilitas yang besarnya kurang dari nol (0.00) tidak ada artinya karena interpretasi reliabilitas selalu mengacu kepada koefisien reliabilitas yang positif. Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan disini adalah dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas Alpha yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: k ⎤ ⎡ σ xj2 ⎥ ∑ ⎢ k ⎢ j =1 ⎥ rxy = 1− k −1 ⎢ σ y2 ⎥ ⎥ ⎢ ⎦ ⎣
Keterangan: = Koefisien Reliabilitas Alpha rxy k = Banyaknya belahan item x = Variabel independen y = Variabel dependen k
∑σ j =1
σ y2
2 xj
=
Varians dari item ke-j
=
Total varians dari keseluruhan item
Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan kriteria Guilford (1956), yaitu: 1.
< 0.20
=
Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan
2.
0.20 - < 0.40
=
Hubungan yang kecil (tidak erat)
3.
0.40 - < 0.70
=
Hubungan yang cukup erat
4.
0.70 - < 0.90
=
Hubungan yang erat (reliabel)
5.
0.90 - < 1.00
=
Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)
Uji reliabilitas ini dilakukan terhadap kuisioner yang digunakan dalam penelitian. Keseluruhan kuisioner memiliki Koefisien Reliabilitas Alpha antara 0.726 – 0.960 dan kuisioner dinyatakan reliabel – sangat reliabel (Lampiran 2).
3.3.3.3 Analisis Persepsi Masyarakat
Variabel yang digunakan dalam analisis persepsi masyarakat terhadap sumberdaya dan DPL terdiri dari 8 variabel pertanyaan seperti yang tercantum dalam Tabel 3 (X1 – X8). Analisis ini menggunakan skala pengukuran (skala Likert). Setiap variabel pertanyaan memiliki skor, dimana skor terkecil adalah 1 dan skor terbesar adalah 5. Penilaian skor dilakukan pada setiap variabel pertanyaan kemudian dihitung total skor keseluruhan variabel pertanyaan untuk mengetahui tingkat persepsi masyarakat. Jika jumlah responden 70 orang, maka jumlah skor tertinggi setiap variabel pertanyaan 5 x 70 = 350 dan jumlah skor terendah 1 x 70 = 70. Jika jumlah pertanyaan 8, maka perhitungan skor tertinggi keseluruhan variabel pertanyaan 5 x 8 x 70 = 2 800 dan skor terendah 1 x 8 x 70 = 560. Kriteria interpretasi skor setiap variabel dan keseluruhan variabel pertanyaan persepsi masyarakat disajikan dalam Tabel 4. 3.3.3.4 Analisis Partisipasi Masyarakat
Variabel yang digunakan dalam analisis partisipasi masyarakat terdiri dari 10 variabel pertanyaan seperti yang tercantum dalam Tabel 3 (Y1 - Y10). Analisis ini menggunakan skala pengukuran (skala Likert). Setiap variabel pertanyaan memiliki skor, dimana skor terkecil adalah 1 dan skor terbesar adalah 5. Penilaian skor dilakukan pada setiap variabel pertanyaan kemudian dihitung total skor keseluruhan variabel pertanyaan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat.
Jika jumlah responden 70 orang, maka jumlah skor tertinggi setiap variabel pertanyaan 5 x 70 = 350 dan jumlah skor terendah 1 x 70 = 70. Jika jumlah pertanyaan 10, maka perhitungan skor tertinggi keseluruhan variabel pertanyaan 5 x 10 x 70 = 3 500 dan skor terendah 1 x 10 x 70 = 700. Kriteria interpretasi skor setiap variabel dan keseluruhan pertanyaan partisipasi masyarakat disajikan dalam Tabel 5. Tabel 4. Kriteria interpretasi skor variabel pertanyaan persepsi masyarakat No
1. 2. 3. 4. 5.
Kisaran skor Masing-masing variabel 70 – 125 126 – 181 182 – 237 238 – 293 294 – 350
Interpretasi
Tidak bagus/mendukung Sedikit bagus/mendukung Cukup bagus/mendukung Bagus/mendukung Sangat bagus/ mendukung
1. 2. 3. 4. 5.
Keseluruhan variabel 560 – 1 007 1 008 – 1 455 1 456 – 1 903 1 904 – 2 351 2 352 – 2 800
Tidak bagus/mendukung Sedikit bagus/mendukung Cukup bagus/mendukung Bagus/mendukung Sangat bagus/ mendukung
Tabel 5. Kriteria interpretasi skor variabel pertanyaan partisipasi masyarakat No
1. 2. 3. 4. 5.
Kisaran skor Masing-masing variabel 70 – 125 126 – 181 182 – 237 238 – 293 294 – 350
Tidak sering/pernah Sedikit sering/jarang Cukup sering Sering Sangat sering
1. 2. 3. 4. 5.
Keseluruhan variabel 700 – 1 259 1 260 – 1 819 1 820 – 2 379 2 380 – 2 939 2 940 – 3 500
Rendah/tidak aktif Sedikit aktif Cukup aktif Aktif Sangat aktif
3.3.3.5 Analisis Peran Pemerintah
Interpretasi
Variabel yang digunakan dalam analisis peran pemerintah terdiri dari 9 variabel pertanyaan seperti yang tercantum dalam Tabel 3 (Y11 - Y19). Analisis ini menggunakan skala pengukuran (skala Likert). Setiap variabel pertanyaan memiliki skor, dimana skor terkecil adalah 1 dan skor terbesar adalah 5. Penilaian skor dilakukan pada setiap variabel pertanyaan kemudian dihitung total skor keseluruhan variabel pertanyaan untuk mengetahui tingkat penilaian peran pemerintah. Jika jumlah responden 70 orang, maka jumlah skor tertinggi setiap variabel pertanyaan 5 x 70 = 350 dan jumlah skor terendah 1 x 70 = 70. Jika jumlah pertanyaan 9, maka perhitungan skor tertinggi keseluruhan variabel pertanyaan 5 x 9 x 70 = 3 150 dan skor terendah 1 x 9 x 70 = 630. Kriteria interpretasi skor setiap variabel dan keseluruhan pertanyaan peran pemerintah disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Kriteria interpretasi skor variabel pertanyaan peran pemerintah No
1. 2. 3. 4. 5.
Kisaran skor Masing-masing variabel 70 – 125 126 – 181 182 – 237 238 – 293 294 – 350
Interpretasi
Tidak bagus Kurang bagus Cukup bagus Bagus Sangat bagus
1. 2. 3. 4. 5.
Keseluruhan variabel 630 – 1 133 1 134 – 1 637 1 638 – 2 141 2 142 – 2 645 2 646 – 3 150
Tidak bagus Kurang bagus Cukup bagus Bagus Sangat bagus
3.3.4 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengelolaan DPL
Pengelolaan DPL merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengelolaan ini memerlukan input yang selanjutnya dapat diolah/diproses sehingga dapat menghasilkan output yang diharapkan. Variabelvariabel dalam input, proses dan output (Tabel 3) dianalisa untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL.
3.3.4.1 Analisis Tanggapan Masyarakat terhadap Input Pengelolaan DPL
Variabel yang digunakan dalam analisis tanggapan masyarakat terhadap input pengelolaan DPL terdiri dari 8 variabel pertanyaan seperti yang tercantum pada Tabel 3 (X1 – X8). Analisis ini menggunakan skala pengukuran (skala Likert). Setiap variabel pertanyaan memiliki skor, dimana skor terkecil adalah 1 dan skor terbesar adalah 5. Penilaian skor dilakukan pada setiap variabel pertanyaan kemudian dihitung total skor keseluruhan variabel pertanyaan untuk mengetahui tingkat tanggapan masyarakat terhadap input pengelolaan DPL. Jika jumlah responden 70 orang, maka jumlah skor tertinggi setiap variabel pertanyaan 5 x 70 = 350 dan jumlah skor terendah 1 x 70 = 70. Jika jumlah pertanyaan 8, maka
perhitungan
skor
tertinggi
keseluruhan
variabel
pertanyaan
5 x 8 x 70 = 2 800 dan skor terendah 1 x 8 x 70 = 560. Kriteria interpretasi skor setiap variabel dan keseluruhan variabel pertanyaan input pengelolaan DPL disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Kriteria interpretasi skor variabel pertanyaan input pengelolaan DPL No
1. 2. 3. 4. 5.
Kisaran skor Masing-masing variabel 70 – 125 126 – 181 182 – 237 238 – 293 294 – 350
Interpretasi
Tidak bagus/mendukung Sedikit bagus/mendukung Cukup bagus/mendukung Bagus/mendukung Sangat bagus/ mendukung
1. 2. 3. 4. 5.
Keseluruhan variabel 560 – 1 007 1 008 – 1 455 1 456 – 1 903 1 904 – 2 351 2 352 – 2 800
Tidak bagus/mendukung Sedikit bagus/mendukung Cukup bagus/mendukung Bagus/mendukung Sangat bagus/ mendukung
3.3.4.2 Analisis Tanggapan Masyarakat terhadap Proses Pengelolaan DPL
Variabel yang digunakan dalam analisis tanggapan masyarakat terhadap proses pengelolaan DPL terdiri dari 22 variabel pertanyaan seperti yang tercantum dalam Tabel 3 (Y1 – Y22). Analisis ini menggunakan skala pengukuran (skala Likert). Setiap variabel pertanyaan memiliki skor, dimana skor terkecil adalah 1 dan skor terbesar adalah 5. Penilaian skor dilakukan pada setiap variabel pertanyaan kemudian dihitung total skor keseluruhan variabel pertanyaan untuk
mengetahui tingkat tanggapan masyarakat terhadap proses pengelolaan DPL. Jika jumlah responden 70 orang, maka jumlah skor tertinggi setiap variabel pertanyaan 5 x 8 x 70 = 2 800 dan jumlah skor terendah 1 x 8 x 70 = 560. Jika jumlah pertanyaan 22, maka jumlah skor tertinggi keseluruhan variabel pertanyaan 5 x 22 x 70 = 7 700 dan jumlah skor terendah 1 x 22 x 70 = 1 540. Kriteria interpretasi skor setiap variabel dan keseluruhan variabel pertanyaan proses pengelolaan DPL disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Kriteria interpretasi skor variabel pertanyaan proses pengelolaan DPL No
1. 2. 3. 4. 5.
Kisaran skor Masing-masing variabel 70 – 125 126 – 181 182 – 237 238 – 293 294 – 350
Interpretasi
Tidak bagus/mendukung Sedikit bagus/mendukung Cukup bagus/mendukung Bagus/mendukung Sangat bagus/ mendukung
1. 2. 3. 4. 5.
Keseluruhan variabel 1 540 – 2 771 2 772 – 4 003 4 004 – 5 235 5 236 – 6 467 6 468 – 7 700
Tidak bagus Sedikit bagus Cukup bagus Bagus Sangat bagus
3.3.4.3 Analisis Tanggapan Masyakarat terhadap Output Pengelolaan DPL
Variabel yang digunakan dalam analisis tanggapan masyarakat terhadap output pengelolaan DPL terdiri dari 11 variabel pertanyaan seperti yang tercantum dalam Tabel 3 (Z1 – Z11). Analisis ini menggunakan skala pengukuran (skala Likert). Setiap variabel pertanyaan memiliki skor, dimana skor terkecil adalah 1 dan skor terbesar adalah 5. Penilaian skor dilakukan pada setiap variabel pertanyaan kemudian dihitung total skor keseluruhan variabel pertanyaan untuk mengetahui tingkat tanggapan masyarakat terhadap output pengelolaan DPL. Jika jumlah responden 70 orang, maka jumlah skor tertinggi setiap variabel pertanyaan 5 x 70 = 350 dan jumlah skor terendah 1 x 70 = 70. Jika jumlah pertanyaan 11, maka jumlah skor tertinggi keseluruhan variabel pertanyaan 5 x 11 x 70 = 3 850 dan jumlah skor terendah 1 x 11 x 70 = 770. Kriteria interpretasi skor setiap variabel dan keseluruhan variabel pertanyaan disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Kriteria interpretasi skor variabel pertanyaan output pengelolaan DPL No
1. 2. 3. 4. 5.
Kisaran skor Masing-masing variabel 70 – 125 126 – 181 182 – 236 238 – 293 294 – 350
Interpretasi
Tidak bagus/mendukung Sedikit bagus/mendukung Cukup bagus/mendukung Bagus/mendukung Sangat bagus/ mendukung
1. 2. 3. 4. 5.
Keseluruhan variabel 770 – 1 385 1 386 – 2 001 2 002 – 2 617 2 618 – 3 232 3 233 – 3 850
Tidak bermanfaat Sedikit bermanfaat Cukup bermanfaat Bermanfaat Sangat bermanfaat
3.3.4.4 Analisis Faktor
Analisis
ini
digunakan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL. Metode ekstraksi yang digunakan dalam analisis faktor adalah Principal Component Analysis (metode komponen utama), yaitu mengelompokkan variabel-variabel ke dalam beberapa komponen utama. Pengolahan dan analisis data diawali dengan pembobotan variabel yang dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan DPL. Data yang diperoleh berupa data ordinal berskala Likert dengan kisaran 1 sampai dengan 5. Selanjutnya dilakukan tahapan proses analisis faktor dengan software SPSS 13.00 sebagai berikut: 1.
Pemilihan variabel yang layak untuk dimasukkan dalam analisis faktor. Analisis faktor yang terdapat dalam program SPSS akan mengurutkan faktor mulai dari yang memiliki pengaruh paling besar/paling dominan sampai kepada faktor yang paling kecil/paling tidak dominan yaitu dengan cara melihat nilai communalities masing-masing variabel. Variabel dengan nilai communalities terbesar adalah yang memberikan pengaruh yang paling dominan. Hal ini dikarenakan jumlah varian bersangkutan yang dapat dijelaskan oleh faktorisasi juga lebih besar persentasenya. Sehingga dapat diketahui variabel-variabel yang memberikan kontribusi pengaruh paling besar terhadap keberhasilan dalam pengelolaan DPL. Metode yang digunakan
untuk menentukan faktor-faktor tersebut adalah Bartllet’s Test of Sphericity. Kesesuaian analisis faktor diuji dengan menggunakan metode Kaiser-MayerOlkin (KMO). Angka MSA (measure of sampling adequacy) berkisar 0 – 1. Jika nilai MSA sama dengan satu maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain. Jika MSA di atas 0.5 maka variabel masih dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain. Jika MSA di bawah 0.5 maka variabel tersebut tidak diikutkan dalam analisis faktor. 2.
Setelah variabel dipilih dengan MSA, kemudian diekstrasikan dengan metode PCA sehingga menghasilkan satu atau beberapa faktor. Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai eigenvalue pada variabel-variabel yang diikutkan dalam faktor analisis. Proses pemfaktoran dihentikan pada komponen dengan nilai eigenvalue di bawah 1.
3.
Hasil pemfaktoran seringkali dijumpai variabel yang belum jelas akan dimasukkan ke dalam faktor yang mana, oleh karenanya perlu dilakukan rotasi matriks komponen. Metode rotasi yang digunakan adalah varimax dan diperoleh
hasil
pemfaktoran
yang
berisikan
variabel-variabel
yang
mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DPL. 4.
Setelah komponen utama terbentuk, proses selanjutnya adalah interpretasi hasil dari analisis faktor.
3.3.5 Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder merupakan analisis untuk mengetahui sejauh mana peran dan kontribusi masing-masing stakeholder dalam suatu program atau kegiatan (Chetwynd dan Chetwynd 2001). Beberapa hal yang dilihat dan dinilai dalam analisis stakeholder terkait pengelolaan DPL di Desa Mattiro Deceng antara lain: 1.
Peran masing-masing stakeholder, yaitu sebagai pelaksana, pengorganisir, pembuat kebijakan, pemanfaat, pengontrol, pendukung atau penentang.
2.
Tingkat kepentingan stakeholder terhadap pengelolaan DPL, yaitu sangat tinggi (skor 5), tinggi (skor 4), cukup (skor 3), kurang tinggi (skor 2) dan rendah (skor 1).
3.
Tingkat pengaruh stakeholder terhadap pengelolaan DPL, yaitu sangat tinggi (skor 5), tinggi (skor 4), cukup (skor 3), kurang tinggi (skor 2) dan rendah (skor 1).
Hasil skor yang diperoleh kemudian diplotkan secara manual pada sumbu X (kepentingan) dan Y (pengaruh) sehingga diketahui stakeholder yang mempunyai kepentingan tinggi pengaruh tinggi, kepentingan tinggi pengaruh rendah, kepentingan rendah pengaruh tinggi dan kepentingan rendah pengaruh rendah.