3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Dullah - Kota Tual - Provinsi Maluku dimana pada awalnya lokasi penelitian ini berada dalam wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara, namun dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku maka sejak tanggal 10 Agustus 2007 status Pulau Dullah dan beberapa pulau lainnya telah dialihkan ke dalam wilayah administratif Kota Tual. Pemekaran wilayah ini kemudian diikuti dengan pengalihan perangkat daerah dan ase-aset daerah yang dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2009. Walaupun telah beralih status wilayah administratifnya namun pengambilan sebagian data sekunder masih tetap dilakukan pada instansi terkait di Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kabupaten induk. Pemekaran wilayah tersebut diatas tidak menjadi kendala dalam penelitian ini karena pendekatan yang dilakukan adalah berbasis ekologi, bukan berbasis wilayah administratif. Waktu penelitian dimulai sejak bulan Oktober 2008 - Oktober 2009 dengan melakukan
survei
awal
dan
sosialisasi
rencana
penelitian
sekaligus
mengumpulkan data sekunder di berbagai instansi terkait pada Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dan Pemerintah Provinsi Maluku, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data lapangan dalam bentuk ground-check, melakukan wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan stakeholders lainnya. Peta lokasi penelitian seperti ditunjukan pada Gambar 4.
3.2 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data, analisis, dan sintesis, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut: a)
Pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data yang dibutuhkan baik data primer maupun data sekunder di lokasi penelitian dan juga dari berbagai instansi terkait lainnya, data yang dikumpulkan meliputi aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, serta kelembagaan.
Gambar 4 Peta lokasi penelitian.
42
43
b) Analisis dilakukan terhadap data potensi dan sumberdaya Pulau Dullah serta peluang pengembangannya disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan, diantaranya: analisis kesesuaian lahan; analisis prioritas pemanfaatan ruang; analisis daya dukung lingkungan; analisis ekonomi; analisis sosial; dan analisis kelembagaan; untuk selanjutnya menuju ke sintesis. c)
Sintesis bertujuan untuk menghasilkan konsep keterpaduan pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi yang pada akhirnya diarahkan sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan dan strategi pengelolaan Pulau Dullah secara terpadu.
3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan terhadap objek penelitian (ground check) serta melakukan wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan stakeholders yang terkait dengan materi penelitian. Data sekunder dikumpulkan dengan cara penelusuran berbagai literatur dan pustaka pada berbagai instansi terkait sesuai materi yang dikaji. Tabel 2 menunjukan uraian dari data yang dibutuhkan dan Gambar 5 menunjukan peta stasiun pengamatan pada saat melakukan ground check di perairan Teluk Un dan Teluk Vid Bangir.
3.4 Analisis Data Rancang bangun pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi dimulai dengan menganalisis data biogeofisik Pulau Dullah khususnya di lokasi studi yaitu di Teluk Un dan Teluk Vid Bangir. Secara umum analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap. Pada tahap I, keluarannya adalah peta kesesuaian lahan untuk berbagai kategori aktivitas minawisata bahari berbasis konservasi. Pada tahap II, keluarannya adalah alokasi ruang pada kawasan tersebut untuk semua aktivitas minawisata bahari. Sedangkan pada tahap III, keluarannya adalah model pengelolaan optimal dan implikasi kebijakan pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi.
44
Tabel 2 Kebutuhan data penelitian NO 1.
KATEGORI
JENIS DATA
SUMBER
KET
Data Biofisik
a
Fisika, kimia, oseangografi
Kedalaman perairan, kecerahan, kecepatan arus, suhu perairan, salinitas, pH, DO, phosphat, nitrat, tembaga, ammonia, sulfida, pasut, gelombang, dan material dasar perairan.
Ground check (insitu di lokasi penelitian)
Data Primer hasil sampling pada 7 stasiun pengamatan
b
Ekosistem dan sumberdaya
Mangrove, terumbu karang, lamun, ikan, kerang, dan biota laut lainnya
Ground check (insitu di lokasi penelitian)
Data Primer dan Data Sekunder
2.
Data Pemanfaatan Lahan
a
Pemanfaatan lahan darat
pemukiman, pemerintahan, industri, dan pariwisata
Instansi terkait
Data Sekunder
b
Pemanfaatan lahan perairan
pelabuhan umum, pelabuhan perikanan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri perikanan, dan pariwisata
Instansi terkait
Data Sekunder
3.
Data Demografi, Infrastruktur, Budaya, dan Kelembagaan
a
Demografi
jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, dan mata pencarian
BPS Kab. Malra / Kota Tual
Data Sekunder
b
Infrastruktur
sarana dan prasarana umum, pemukiman, pemerintahan, perekonomian, dan transportasi
Bappeda Kab. Malra / Kota Tual
Data Sekunder
c
Sosial Budaya
budaya lokal, pranata sosial, dan kearifan lokal masyarakat.
Instansi terkait, lembaga adat
Data Sekunder
4.
Data Pendukung
a
Citra Satelit
Citra Landsat 7 ETM+ P.106/R.064 (liputan terakhir)
BTIC / LAPAN
Data Sekunder
b
Peta
Peta Rupa Bumi (RBI), Peta Lingkungan Pantai (LPI), Peta Wilayah Administratif.
Bakosurtanal, Dishidros TNIAL, Bappeda Kota Tual
Data Sekunder
c
Buku Laporan
RTRW, RPJMD, Renstra, Administrasi dan Pemerintahan, Kebijakan Pembangunan Sektoral dan data lainnya yang terkait
Bappeda, BPS, Instansi Terkait di Kab. Malra / Kota Tual
Data Sekunder
45
Gambar 5 Peta stasiun pengamatan
46
Pemodelan dinamik dilakukan dengan cara simulasi terhadap beberapa skenario pengelolaan dengan menggunakan perangkat lunak STELLA Version 9.0.2 sebagai alat bantu analisis. Dari hasil simulasi skenario pengelolaan ini kemudian dibuat implikasi kebijakan dari skenario pengelolaan yang dianggap paling optimal untuk diterapkan. Diagram alir tahapan analisis data seperti ditunjukan pada Gambar 6. 3.4.1 Analisis Kesesuaian Lahan Dalam dimensi ekologis, penempatan setiap kegiatan pembangunan haruslah bersesuaian dengan ciri biologi-fisik-kimianya sehingga terbentuk suatu kesatuan yang harmonis dalam arti saling mendukung satu sama lainnya. Untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan analisis kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian lahan yang dilakukan adalah untuk minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi dengan kategori aktivitas sebagai berikut: (a) minawisata bahari pancing; (b) minawisata bahari pengumpulan kerang (moluska); (c) minawisata bahari karamba pembesaran ikan; (d) minawisata bahari selam; dan (e) minawisata bahari mangrove. Semua kategori minawisata bahari ini memanfaatkan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut yang terkait sebagai objek. Secara umum terdapat empat tahapan analisis yang akan dilakukan yaitu (1) penyusunan peta kawasan; (2) penyusunan matriks kesesuaian setiap kegiatan yang akan dilakukan; (3) pembobotan dan pengharkatan; dan (4) melakukan analisis spasial untuk mengetahui kesesuaian dari setiap kegiatan yang akan dilakukan. 1. Penyusunan Peta Kawasan Penggunaan kawasan mengacu pada kenyataan bagaimana kawasan tersebut digunakan. Penentuan kategori penggunaan kawasan didasarkan pada jenis penggunaan yang dominan pada kawasan tersebut. Jenis-jenis kegiatan yang memiliki kesamaan karakteristik digolongkan kedalam satu kategori dan dapat diperhitungkan sebagai satu jenis dalam dominasinya. Penyusunan peta kawasan Pulau Dullah dilakukan dengan cara tumpang susun berbagai peta yang didapat dari berbagai sumber.
47
MULAI
INPUT
PROSES
Sistem Pulau-Pulau Kecil ( Pulau Dullah )
Analisis Kesesuaian Lahan ( Geographic Information System )
T A H A P I
OUTPUT
Peta Kesesuaian Lahan
INPUT
Kesesuaian Lahan untuk Minawisata Bahari
PROSES
Analisis Skala Prioritas Pemanfaatan Ruang dan Daya Dukung Lingkungan
T A H A P II
OUTPUT
INPUT
PROSES
Alokasi Ruang
Kesesuaian Lahan Daya Dukung Lingkungan Valuasi Ekonomi Manfaat-Biaya
Skenario Pengelolaan dan Simulasi Skenario ( Dynamic Model )
T A H A P III
OUTPUT
Model Pengelolaan Optimal dan Implikasi Kebijakan
SELESAI
Gambar 6 Diagram alir tahapan analisis data.
48
Penyusunan peta kawasan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu melakukan query terhadap data SIG dengan menggunakan prinsipprinsip pemanfaatan kawasan sehingga informasi spasialnya dapat diketahui: a)
Kawasan mana saja yang tersedia bagi kegiatan pembangunan dan kawasan mana saja yang dijadikan sebagai kawasan lindung.
b)
Kegiatan penggunaan kawasan apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan.
c)
Konflik pemanfaatan ruang yang terjadi antara lain kesesuaian kawasan dengan peruntukannya dan penggunaan lahan dengan peruntukannya.
d) Hasil penyusunan peta kawasan yang telah sesuai dengan peruntukannya dapat saja berbeda dengan penggunaan kawasan pada saat sekarang. 2. Penyusunan Matriks Kesesuaian Kesesuaian lahan untuk minawisata bahari dengan berbagai kategori aktivitas seperti tersebut diatas, didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan untuk setiap aktivitas. Kriteria ini dibuat berdasarkan parameter biofisik yang cocok untuk masing-masing aktivitas. Matriks kesesuaian lahan dibuat berdasarkan justifikasi ilmiah (hasil studi pustaka) dan informasi dari pakar yang ahli dalam bidangnya. Matriks ini sangat penting karena dari matriks tersebut akan dapat diketahui parameter yang digunakan dan kisaran yang diperbolehkan. Dalam penelitian ini kesesuaian lahan dibagi kedalam 3 kelas: 1) Kelas S (sesuai), yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas lahan serta tidak akan menambah masukan (input) dari pengusahaan lahan tersebut. 2) Kelas SB (sesuai bersyarat), yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang cukup berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari akan tetapi masih memungkinkan untuk diatasi/diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi teknologi yang lebih tinggi atau dapat dilakukan dengan perlakuan tambahan dengan biaya rasional.
49
3) Kelas TS (tidak sesuai), yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat secara permanen untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, pembatas tersebut akan menghambat produktivitas lahan serta dapat meningkatkan masukan (input) dari pengusahaan lahan tersebut, sehingga lahan tersebut tidak layak untuk diusahakan. Matriks kesesuaian lahan yang digunakan adalah sebagaimana yang ditunjukan pada Tabel 3 sampai 7. 3. Pembobotan (Weighting), dan Pengharkatan (Scoring) Pembobotan (weighting) pada setiap parameter (faktor pembatas) ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan, besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan. Pemberian nilai (scoring) ditujukan untuk menilai beberapa parameter (faktor pembatas) terhadap satu evaluasi kesesuaian. 4. Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan terhadap 5 jenis kesesuaian lahan untuk minawisata bahari dengan kategori aktivitas sebagai berikut: (1) minawisata bahari
pancing,
(2)
minawisata
bahari
karamba
pembesaran
ikan,
(3) minawisata bahari pengumpulan kerang, (4) minawisata bahari selam, dan (5) minawisata bahari mangrove. Basis data dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana menghasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai parameter untuk masing-masing jenis kesesuaian lahan. Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang berbentuk poligon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan (union) masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuaian lahan. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai indeks kesesuaian (overlay indeks) dari masingmasing jenis kesesuaian lahan tersebut. Pengolahan data Sistem Informasi Geografis ini dilakukan dengan menggunakan Arch-Info GIS Version 3.4.2 dan Arch-View GIS Version 3.3.
50
Tabel 3 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari pancing KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO
PARAMETER
SUMBER
BOBOT
S
SKOR
SB
SKOR
TS
SKOR
1.
Kelompok jenis ikan
Madduppa, 2009.
5
Ikan Target, Ikan Indikator, Ikan Mayor
3
Ikan Target, Ikan Indikator,
2
Ikan Mayor
1
2.
Kecepatan arus (cm/det)
Polanunu, 1998.
5
< 20
3
20 - 100
2
> 100
1
3.
Tinggi gelombang (cm)
Sugiarti, 2000.
5
< 50
3
50 - 100
2
> 100
1
4.
Kecerahan perairan (m)
Sugiarti, 2000.
3
<8
3
8 - 10
2
> 10
1
5.
Suhu perairan (oC)
Nybakken, 1988. Mulyanto, 1992.
1
25 – 30
3
> 30 - 32
2
< 25 > 32
1
6.
Salinitas (o/ oo )
Nontji, 2003. Romimohtarto dan Juwana, 1999.
1
20 - 32
3
> 32 - 36
2
< 20 > 36
1
7.
Kedalaman perairan (m)
Sugiarti, 2000.
1
< 10
3
10 - 15
2
> 15
1
8.
Jarak dari alur pelayaran dan kawasan lainnya (m)
Bengen, 2008.
1
> 500
3
300 - 500
2
< 300
1
Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 78 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 26 Selang Kelas = 3
Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IK MB = ( N maks - N min ) / SK IK MB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari N min = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari SK = Selang Kelas IK MB
= 17.33
Evaluasi Kelayakan : 60.67 – 78.00 : Sesuai 43.34 – 60.66 : Sesuai Bersyarat 26.00 – 43.33 : Tidak Sesuai
51
Tabel 4 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari pengumpulan kerang (moluska) KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO
PARAMETER
SUMBER
BOBOT
S
SKOR
SB
SKOR
TS
SKOR
1
Jenis moluska
Peneliti, 2009.
5
*)
3
**)
2
***)
1
2
Kelimpahan (ind/m2)
Peneliti, 2009.
5
>2
3
1-2
2
<1
1
3
Lebar dataran pasut (m)
Renjaan (2006) dalam DPK (2006a). Bengen, 2008.
5
> 100
3
10 - 100
2
< 10
1
4
Tipe substrat pantai
Latale, 2003. Natan, 2008.
3
Pasir berlumpur, Pasir halus
3
Pasir sedang, Pasir kasar, Karang berpasir
2
Batu, Karang
1
5
Kemiringan pantai
Peneliti
3
Landai
3
Curam
2
Terjal
1
6
Suhu perairan (oC)
Razak, 2002.
1
25 - 28
3
> 28 - 30
2
< 25 > 30
1
7
Salinitas (o/ oo )
Setiobudiandi, 1995.
1
29 - 34
3
> 34 - 36
2
< 29 > 36
1
*)
Anadara sp, Tridacna sp, Hippopus sp, Haliotis sp, Tripneustes sp, Littorina sp, Cerithium sp, Chlamys sp, Lioconcha sp **) Phenacovolva sp, Strombus sp, Lambis sp, Guilfordia sp, Clanculus sp, Tectus sp, Cypraea sp, Donax sp, Euspira sp, Siliquaria, sp ***) Spesies moluska lainnya.
Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 69 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 23 Selang Kelas = 3
Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IK MB = ( N maks - N min ) / SK IK MB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari N min = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari SK = Selang Kelas IK MB
= 15.33
Evaluasi Kelayakan : 53.67 – 69.00 : Sesuai 38.34 – 53.66 : Sesuai Bersyarat 23.00 – 38.33 : Tidak Sesuai
52
Tabel 5 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari karamba pembesaran ikan KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO
PARAMETER
SUMBER
1
Kecepatan arus (m/det)
DKP-RI, 2002.
2
Tinggi gelombang (m)
3
BOBOT
S
SKOR
SB
SKOR
TS
SKOR
5
< 0,75
3
0,76 - 1,0
2
> 1,0
1
DKP-RI, 2002.
5
< 0,5
3
> 0,5 – 1,0
2
> 1,0
1
Kedalaman air dari dasar jaring (m)
DKP-RI, 2002.
5
4,0 – 7,0
3
7,1 – 10,0
2
< 4,0 > 10,0
1
4
Suhu perairan (oC)
Nybakken, 1988. Mulyanto, 1992. LP Undana, 2006.
3
29 - 30
3
26 - < 29
2
< 26 > 30
1
5
Salinitas (o/ oo )
Nontji, 2003. Romimohtarto dan Juwana, 1999. LP Undana, 2006.
3
25 - 30
3
> 30 - 33
2
< 25 > 33
1
6
Oksigen terlarut (mg/l)
LP Undana, 2006.
3
>6
3
3–<6
2
<3
1
7
pH perairan
LP Undana, 2006.
3
6,6 – 8,0
3
6,0 – 6,5
2
< 6,0 > 8,0
1
8
Nitrat (mg/l)
Tiensongrusmee et al, 1986.
1
< 0,1
3
0,1 – 0,9
2
> 0,9
1
9
Phospat (mg/l)
Tiensongrusmee et al, 1986.
1
< 0,1
3
0,1 – 0,9
2
> 0,9
1
10
Jarak dari alur pelayaran dan kawasan lainnya (m)
Bengen, 2008.
1
> 500
3
300 - 500
2
< 300
1
Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 90 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 30 Selang Kelas = 3 Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IK MB = ( N maks - N min ) / SK IK MB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari N min = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari SK = Selang Kelas IK MB
= 20
Evaluasi Kelayakan : 71 – 90 : Sesuai 51 – 70 : Sesuai Bersyarat 30 – 50 : Tidak Sesuai
53
Tabel 6 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari selam KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO
PARAMETER
SUMBER
BOBOT
S
SKOR
SB
SKOR
TS
SKOR
1
Jenis ikan karang (sp)
Yulianda, 2007.
5
> 75
3
20 - 75
2
< 20
1
2
Kecerahan perairan (%)
Yulianda, 2007. Suharsono dan Yosephine, 1994.
5
> 65
3
20 - 65
2
< 20
1
3
Tutupan komunitas karang (%)
Yulianda, 2007. Gomes dan Yap, 1998.
3
> 65
3
25 - 65
2
< 25
1
Jenis life-form (sp)
Yulianda, 2007.
3
5
Suhu perairan (oC)
Nybakken, 1988. Mulyanto, 1992. Hubbard, 1990. Tamrin, 2006.
3
23 - 25
3
26 - 36
2
< 23 > 36
1
6
Salinitas (o/ oo )
Nontji, 2003. Kinsman, 2004.
3
30 - 36
3
28 - 30
2
< 28 > 36
1
7
Kedalaman ter. karang (m)
Yulianda, 2007. Nybakken, 1988.
3
3 - 20
3
21 - 30
2
<3 > 30
1
8
Kecepatan arus (cm/det)
Yulianda, 2007. Jokiel dan Morrissey, 1993.
1
0 - 25
3
26 - 50
2
> 50
1
4
Atau tdk ada karang > 10
3
4 - 10
2
<4
1
Atau tdk ada karang
Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 78 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 26 Selang Kelas = 3
Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IK MB
= ( N maks - N min ) / SK
IK MB N maks N min SK
= = = =
IK MB
= 17.33
Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari Selang Kelas
Evaluasi Kelayakan : 60.67 – 78.00 : Sesuai 43.34 – 60.66 : Sesuai Bersyarat 26.00 – 43.33 : Tidak Sesuai
54
Tabel 7 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari mangrove KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO
PARAMETER
SUMBER
BOBOT
S
SKOR
SB
SKOR
TS
SKOR
1
Ketebalan mangrove (m)
Yulianda, 2007.
5
> 300
3
50 - 300
2
< 50
1
2
Kerapatan mangrove (ind/100 m2)
Yulianda, 2007.
5
> 10 - 25
3
5 – 10 > 25
2
<5
1
3
Jenis mangrove (sp)
Yulianda, 2007. MERDI dalam DPK 2006a.
3
>3
3
1-3
2
0
1
4
Jenis biota
Yulianda, 2007. MERDI dalam DPK 2006a.
3
Ikan, Udang, Kepiting, Moluska, Reptil, Burung.
3
Ikan, Moluska
2
Salah satu biota air
1
5
Tinggi Pasut (m)
Yulianda, 2007.
1
0- <2
3
2-5
2
>5
1
6
Jarak dari kawasan lainnya (m)
Bengen, 2000.
1
> 500
3
300 - 500
2
< 300
1
Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 54 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 18 Selang Kelas = 3 Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IK MB = ( N maks - N min ) / SK IK MB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari N min = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari SK = Selang Kelas IK MB
= 12
Evaluasi Kelayakan : 43 – 54 : Sesuai 31 – 42 : Sesuai Bersyarat 18 – 30 : Tidak Sesuai
5. Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan terhadap 5 jenis kesesuaian lahan untuk minawisata bahari dengan kategori aktivitas seperti tersebut diatas. Basis data dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana menghasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai parameter untuk masing-masing jenis kesesuaian lahan.
55
Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang berbentuk poligon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan (union) masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuaian lahan. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai indeks kesesuaian (overlay indeks) dari masingmasing jenis kesesuaian lahan tersebut. Pengolahan data Sistem Informasi Geografis ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Arch-Info GIS Version 3.4.2 dan Arch-View GIS Version 3.3. 3.4.2 Analisis Skala Prioritas Pemanfaatan Ruang Analisis skala prioritas pemanfaatan ruang ini menggunakan metode multi criteria decision making (MCDM) dan diarahkan pada relevansi keputusan jenis pemanfaatan ruang di pulau kecil yang akan lebih tepat, cocok, dan representatif sebagai skala prioritas bagi pengembangan melalui urutan rangking. Pada analisis pemilihan prioritas dengan MCDM, pembobotan suatu kriteria dan alternatif yang diambil, disusun berdasarkan matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan ruang, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik simple multi atribute rating technique (SMART). Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari peratingan alternatifalternatif dan pembobotan atribut-atribut. Proses ini terdiri dari 2 tahap yaitu: (1) mengurutkan tingkat kepentingan perubahan-perubahan dalam atribut mulai dari atribut terburuk (peringkat terendah) sampai atribut terbaik (peringkat tertinggi); dan (2) melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dan ranking setiap atribut terhadap atribut yang paling rendah tingkat kepentingannya. Analisis selanjutnya adalah penggabungan kedua hasil analisis data di atas menjadi satu dengan menggunakan persamaan agregasi sebagai berikut: γ = π Si 1/n
………………………………………………………………… (1)
dimana : γ = rata-rata geometrik Si = nilai skor akhir hasil analisis prioritas berdasarkan kelompok kriteria analisis n = 2
56
Sehingga persamaan menjadi: γ = √ S 1 x S 2 ………………………………………………………………… (2) Berdasarkan hasil analisis di atas maka diperoleh hasil akhir untuk peringkat dalam menentukan prioritas pemanfaatan lahan yang perlu dikembangkan. Matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan ruang seperti yang ditunjukan pada Tabel 8.
Tabel 8 Matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan ruang Kriteria C1
C2
...
Cn
Alternatif
W1
W2
...
Wn
A1
A 11
A 21
...
A 1n
A2
A 12
A 22
...
A 2n
...
...
...
...
...
Am
A m1
A m2
...
A mn
Sumber : Subandar (1999). dimana : A i , (i = 1,2,3, … ,m)
= menunjukkan pilihan alternatif yang ada
C j , (j = 1,2,3, … ,n)
= merujuk pada kriteria dengan bobot Wj
A ij , (i = 1, ... ,m, j = 1, ... ,n) = adalah pengukuran keragaan dari suatu alternatif A i berdasarkan kriteria C j . Untuk menyusun peringkat jenis pemanfaatan lahan yang dikembangkan, maka dilakukan penentuan kriteria/subkriteria yang telah disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik SMART dengan bantuan perangkat lunak criterium decision plus (Cdplus) version 3.0. sehingga pengukuran terhadap kriteria ekologi; ekonomi; sosial budaya; dan kelembagaan dapat dilakukan. Masing-masing kriteria dapat dikembangkan lagi menjadi subkriteria. Subkriteria diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan juga bersumber dari data sekunder. Kriteria ekologi; ekonomi; sosial budaya, dan kelembagaan dapat diuraikan seperti berikut:
57
a. Kriteria ekologi, antara lain kesesuaian lahan, dan daya dukung lingkungan. b. Kriteria ekonomi, antara lain manfaat ekonomi, dan tingkat pendapatan masyarakat. c. Kriteria sosial budaya, antara lain kebiasaan masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja. d. Kriteria kelembagaan, antara lain bentuk kelembagaan, dan aturan pengelolaan. 3.4.3 Analisis Daya Dukung Lingkungan Untuk menentukan daya dukung lingkungan bagi model pengelolaan minawisata bahari berbasis konservasi ini digunakan 2 pendekatan yaitu: 1) Pendekatan yang mengacu pada daya dukung fisik, yaitu jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam suatu kawasan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik. Metoda yang digunakan adalah daya dukung lahan dan daya dukung kawasan. 2) Pendekatan yang mangacu pada daya dukung ekologis, yaitu tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya sebelum terjadi penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut. Metoda yang digunakan adalah pendugaan kapasitas asimilasi lingkungan perairan. Pendekatan 1: Berkaitan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan juga semakin bertambah yang akhirnya berdampak kepada semakin terbatasnya lahan, baik untuk tempat tinggal maupun untuk kegiatan pemanfaatan yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis untuk menentukan seberapa besar daya dukung suatu lahan untuk menampung kegiatan pemanfaatan pada suatu wilayah tanpa merusak kelestarian lingkungan yang ada. Daya dukung lahan (DDL) menunjukkan kemampuan maksimum lahan untuk mendukung suatu aktivitas tertentu secara terus menerus tanpa menimbulkan penurunan kualitas baik lingkungan biofisik maupun sosial. DDL yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan lahan dalam menampung suatu aktivitas tertentu ditinjau dari aspek kesesuaian fisik, hasil dari analisis ini akan memberikan informasi mengenai berapa besar luas lahan yang
58
dapat dimanfaatkan. Kapasitas Lahan (KL) diartikan sebagai luasan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk suatu aktivitas tertentu secara terus menerus tanpa mengalami gangguan dan merusak ekosistem yang ada. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan dalam model pengelolaan minawisata bahari berbasis konservasi di Pulau Dullah ini adalah 30% dari luas lahan yang sesuai. Kapasitas lahan ditetapkan sebesar 30% karena berdasarkan morfogenesis pulau, Pulau Dullah termasuk kelompok pulau oseanik dengan kategori pulau karang (koral) dimana sebagian besar dari pulau-pulau ini tergolong pulau kecil (Bengen dan Retraubun 2006). Disamping itu berdasarkan ukurannya Pulau Dullah termasuk kategori pulau kecil dimana sangat peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia sehingga dalam pengelolaannya harus memperhatikan prinsip dan kriteria pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan dapat dihitung dengan rumus atau formula yang dikemukakan dalam KMNLH dan FPIK IPB (2002) sebagai berikut: DDL = LLS X KL ………………………………………………………… (3) dimana: DDL = Daya Dukung Lahan LLS
= Luas Lahan yang Sesuai
KL
= Kapasitas Lahan
Sedangkan untuk menghitung jumlah unit (sarana pemancingan ikan dan karamba pembesaran ikan) maka digunakan rumus yang dimodifikasi dari formula yang dikemukakan dalam KMNLH dan FPIK IPB (2002) sebagai berikut: JU = DDL / LOG
………………………………………………………… (4)
dimana: JU
= Jumlah Unit
DDL = Daya Dukung Lahan LO
= Luas Olah Gerak Luasan optimal sarana pemancingan ikan adalah besaran yang menunjukkan
luasan dari 1 unit perahu bercadik dengan ukuran panjang perahu 4 meter dan
59
lebar perahu termasuk cadiknya adalah 3 meter, sementara luas olah gerak (LOG) untuk 1 unit sarana pemancingan ikan agar dapat bergerak dengan leluasa tanpa menggangu atau terganggu oleh sarana pemancingan lainnya adalah 900 m2 (30 m X 30 m). Sedangkan luasan optimal karamba pembesaran ikan adalah besaran yang menunjukkan luasan dari 1 unit rakit dengan 4 buah karamba berukuran 3m X 3m X 3m, luasan optimal untuk 1 unit rakit agar ikan-ikan yang dipelihara dapat bertumbuh dengan baik adalah 144 m2 (12 m X 12 m), luasan ini merupakan ukuran optimal yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto 1993), sementara luas olah gerak untuk 1 unit rakit karamba agar perahu yang menuju dan kembali dari rakit karamba tersebut dapat bergerak dengan leluasa tanpa menggangu atau terganggu oleh perahu lainnya adalah 3600 m2 (60 m X 60 m). Selanjutnya untuk menghitung berapa jumlah orang yang dapat ditampung di kawasan tersebut maka digunakan metoda daya dukung kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK untuk minawisata bahari pancing dan minawisata bahari karamba pembesaran ikan dihitung dengan menggunakan rumus yang dimodifikasi dari formula yang dikemukakan dalam KMNLH dan FPIK IPB (2002) sebagai berikut: DDK = JU X JP
………………………………………………………… (5)
dimana: DDK = Daya Dukung Kawasan JU
= Jumlah Unit
JP
= Jumlah Pengunjung
Sedangkan DDK untuk minawisata bahari pengumpulan kerang (moluska), minawisata bahari selam, dan minawisata bahari mangrove dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Yulianda (2007) sebagai berikut: DDK =
K x
Lp Wt x Lt Wp
………………………………………… (6)
60
dimana: DDK =
Daya dukung kawasan
K
=
Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp
=
Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt
=
Unit area untuk kategori tertentu
Wt
=
Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari
Wp
=
Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Potensi ekologis pengunjung (K) dan unit area (Lt) ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan seperti ditunjukan pada Tabel 9.
Tabel 9 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan
K Unit Area (∑ Pengunjung) (Lt)
Minawisata bahari pengumpulan kerang
1
Minawisata bahari selam
2
Minawisata bahari mangrove
1
2500
Keterangan
Setiap orang dalam 50 m x 50 m
2000 m2 Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m 50 m
Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m
Sumber : Yulianda (2007).
Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan oleh kawasan (Wt) seperti yang disajikan pada Tabel 10. Pendekatan 2 : Pendekatan yang mangacu pada daya dukung ekologis untuk pengembangan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi adalah kapasitas asimilasi lingkungan perairan. Penentuan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas asimilasi lingkungan perairan seperti yang dikemukakan oleh Quano (1993)
61
Tabel 10 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Waktu yang dibutuhkan / Wp ( jam )
Total waktu 1 hari / Wt ( jam )
Minawisata bahari pengumpulan kerang
4
8
Minawisata bahari selam
2
8
Minawisata bahari mangrove
2
8
Jenis Kegiatan
Sumber : Yulianda (2007).
adalah metode hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban limbahnya. Variabel yang diamati adalah debit air yang masuk ke teluk oleh pasut dan konsentrasi
limbah
di
lingkungan
perairan.
Metode
ini
cukup
dapat
menggambarkan atau menunjukan kapasitas asimilasi dari lingkungan perairan dimaksud. Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di lingkungan perairan dengan total beban limbah parameter tersebut di muara sungai, dan selanjutnya dianalisis dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut yang diperuntukan bagi biota laut dan kegiatan wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Pola hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban pencemaran yang dimaksud disajikan pada Gambar 7. Jika pola hubungan tersebut direpresentasikan terhadap nilai baku mutu air laut maka akan dapat diketahui kapasitas asimilasi lingkungan perairan tersebut terhadap suatu parameter limbah tertentu. Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik potong beban pencemaran dengan nilai baku mutu yang berlaku untuk setiap parameter, dan selanjutnya dianalisis seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya. Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Nilai kapasitas asimilasi hanya berlaku di lingkungan perairan pada batas yang telah ditetapkan dalam lokasi penelitian.
62
2) Nilai hasil pengamatan, baik di muara sungai maupun di lingkungan perairan diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada di perairan tersebut. 3) Perhitungan beban pencemaran dibatasi hanya yang berasal dari land based, sedangkan apabila ada pencemaran dari kegiatan lainnya di lingkungan
Kualitas Air (Konsentrasi Limbah)
perairan dan laut sekitarnya, maka itu tidak dihitung.
Baku Mutu
Beban Pencemaran
Gambar 7 Grafik hubungan antara beban pencemaran dan kualitas air.
Data yang diamati merupakan data pencemaran yang mempengaruhi kualitas air dilokasi penelitian. Hubungan yang ingin dilihat adalah pengaruh nilai parameter yang ada di muara sungai terhadap nilai parameter tersebut di lingkungan perairan. Alat analisis yang digunakan untuk melihat hubungan tersebut adalah ”regresi linier” dimana sebagai peubah bebas (independent) adalah nilai parameter di muara sungai, dan sebagai peubah tak bebas (dependent) adalah nilai parameter di lingkungan perairan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peubah pencemaran di lingkungan perairan dapat dijelaskan oleh peubah pencemaran di muara sungai atau dapat dituliskan dalam bentuk hubungan matematik yaitu : Y = f(x) sehingga menurut Quano (1993) bentuk hubungan tersebut dalam regresi linier dapat dituliskan sebagai berikut:
63
Y = a + b(x) ………………………………………………………………… (7) dimana: Y = nilai parameter di lingkungan perairan a = nilai tengah atau rataan umum b = koefisien regresi untuk parameter di muara sungai x = nilai parameter di muara sungai x dan y adalah jenis dari parameter yang sama, yang diukur di muara sungai dan di lingkungan perairan. Peubah x merupakan jumlah nilai dari semua muara yang diamati untuk parameter tertentu, dan peubah y merupakan nilai parameter lingkungan perairan yang dianggap tepat untuk mewakili seluruh nilai parameter yang ada di lingkungan perairan, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa y merupakan penduga terbaik untuk nilai parameter di lingkungan perairan tersebut. 3.4.4 Analisis Ekonomi Barbier et al. (1997) in Adrianto (2006b) menyediakan sebuah kerangka pendekatan penilaian ekonomi, dimana terdapat 3 tahapan utama dalam melakukan valuasi ekonomi sumberdaya pesisir dan laut, yaitu : 1) Tahap pertama, adalah mendefinisikan problem dan memilih pendekatan yang tepat untuk melakukan penilaian ekonomi. 2) Tahap kedua, adalah mendefinisikan ruang lingkup dan batasan dari analisis yang dilakukan serta informasi yang diperlukan untuk melakukan pendekatan terpilih. 3) Tahap ketiga, adalah mendefinisikan metoda pengumpulan data dan teknik valuasi termasuk analisis dan distribusi dampak yang mungkin dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Ketiga tahapan tersebut diatas dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian ekonomi secara utuh yang menggambarkan willingness to pay yang benar dari masyarakat terhadap manfaat yang dihasilkan dari ekosistem pesisir dan laut. Berdasarkan kerangka pendekatan tersebut diatas, maka analisis nilai ekonomi minawisata bahari yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
64
pendekatan extended cost-benefit analysis (ECBA) yang diawali dengan metoda Valuasi Ekonomi. Barton (1994) in Adrianto (2006b) mengemukakan bahwa Total Economic Value (TEV) dalam valuasi ekonomi dikategorikan kedalam 2 (dua) komponen yaitu Use Value (UV) dan Non Use Value (NUV) sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut: TEV = UV + NUV ………………………………………………………… (8) dimana: TEV = Total Economic Value (nilai ekonomi total) UV
= Use Value (nilai guna)
NUV = Non Use Value (bukan nilai guna) Pada dasarnya nilai guna (use value) diartikan sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumberdaya alam dimana individu tersebut
berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan
lingkungan, yang didalamnya termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam misalnya ikan, kayu, dan lain-lain yang bisa dikonsumsi langsung atau dijual. Nilai guna ini secara lebih rinci menurut Barton (1994) in Adrianto (2006b) adalah sebagai berikut : UV = DUV + IUV + OV ……...………..…...........…………..….....…..…... (9) dimana: UV
= Use Value (nilai guna)
DUV
= Direct Use Value (nilai guna langsung)
IUV
= Indirect Use Value (nilai guna tidak langsung)
OV
= Option Value (nilai pilihan) Nilai guna langsung (direct use value) merujuk langsung pada konsesi
sumberdaya alam seperti kayu sebagai bahan bakar, sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan seperti pencegahan banjir dan nursery ground dari ekosistem mangrove, sedangkan nilai pilihan (option value) merupakan suatu nilai yang
65
menunjukan pilihan seorang individu untuk membayar dalam melestarikan sumberdaya alam bagi pengguna lainnya dimasa mendatang. Komponen bukan nilai guna (non use value) adalah nilai yang diberikan kepada sumberdaya alam atas keberadaannya meskipun tidak digunakan secara langsung, yang lebih bersifat sulit diukur karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan ketimbang pengamatan langsung. Bukan nilai guna ini secara lebih rinci menurut Barton (1994) in Adrianto (2006b) adalah sebagai berikut : NUV = BV + EV + QOV .………...…………….......................………….. (10) dimana: NUV
= Non Use Value (bukan nilai guna)
BV
= Bequest Value (nilai pewarisan)
EV
= Existence Value (nilai keberadaan)
QOV
= Quasi Option Value (nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible) Pada dasarnya nilai keberadaan adalah penilaian yang didasarkan kepada
penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan, nilai pewarisan diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan sumberdaya alam dan lingkungan kepada generasi mendatang, nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible (quasi option value) mengandung makna ketidak-pastian dimana nilai ini merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumberdaya alam yang mungkin timbul sehubungan dengan ketidak-pastian permintaan dimasa mendatang. Dari persamaan (9) dan (10) tersebut, maka nilai ekonomi total (total economic value) menurut Barton (1994) in Adrianto (2006b) dapat dirumuskan sebagai berikut: TEV = UV + NUV = ( DUV+IUV+OV ) + ( BV+EV+QOV ) ……………...………… (11) dengan demikian yang dimaksud dengan nilai ekonomi sumberdaya menyeluruh adalah nilai ekonomi total yang merupakan penjumlahan dari nilai guna (use value) dan bukan nilai guna (non use value) beserta komponen-komponennya.
66
Dalam kondisi ketiadaan data dilapangan karena belum ada pemanfaatan sumberdaya secara intensif oleh masyarakat maka untuk melakukan valuasi ekonomi terhadap sumberdaya dimaksud dapat digunakan metoda benefit transfer. Menurut Boyle and Bergstrom (1992) in Atkinson (2006) benefit transfer (BT) adalah pendugaan nilai guna sumberdaya dengan cara menggunakan nilai yang sudah ada dari yang bukan nilai pasar untuk mendapatkan perkiraan nilai baru yang lain dari nilai yang mula-mula diduga. Nilai dugaan ini diperoleh dengan pendekatan nilai pasar (NP) dan indeks harga konsumen (IHK) dengan formula sebagai berikut: ND =
NP X IHK lokasi studi
……………...……………...………… (12)
IHK lokasi asal transfer
dimana: ND = Nilai Dugaan NP = Nilai Pasar IHK = Indeks Harga Konsumen Selanjutnya, agar nilai dugaan tersebut mendekati nilai pasar dilokasi studi maka dihitung dengan cara merata-ratakan nilai guna sumberdaya tersebut yang didapat dari beberapa lokasi lain yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan lokasi studi dengan formula sebagai berikut:
x
∑ xi
=
n
……………………………………...……………...………… (13)
dimana: x
= Nilai hasil benefit transfer
X i (1,2,3, … n) = Nilai pasar lokasi asal transfer ke-i n
= Jumlah lokasi asal benefit transfer Dari hasil Valuasi Ekonomi tersebut maka nilai bersih sekarang (net present
value) dari manfaat dan biaya suatu proyek/usaha dapat diperoleh melalui pendekatan Extended Cost Benefit Analysis (ECBA). Pada prinsipnya Extended Cost Benefit Analysis adalah lanjutan dari Cost Benefit Analysis (CBA), disebut Extended karena dalam perhitungan Cost Benefit kita tambahkan biaya lingkungan sebagai salah satu komponennya.
67
Barton (1994) menjelaskan bahwa salah satu kriteria yang digunakan dalam evaluasi kebijakan adalah menghitung Net Present Value (NPV) dimana keuntungan bersih suatu proyek/usaha adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah biaya. Dengan demikian maka NPV suatu proyek/usaha adalah selisih PV arus benefit dengan PV arus cost. Suatu proyek/usaha dapat dikatakan bermanfaat atau layak untuk dilaksanakan bila NPV proyek/usaha tersebut lebih besar dari atau sama dengan nol (NPV > 0) dan sebaliknya bila NPV proyek/usaha tersebut lebih kecil dari nol (NPV < 0) maka proyek/usaha tersebut merugikan atau tidak layak untuk dilaksanakan. Selain itu, dapat juga dengan melihat B/C Rasio, bila B/C Rasio > 1 maka usaha layak untuk dilaksanakan, bila B/C Rasio = 1 maka usaha perlu ditinjau kembali karena tidak memberikan keuntungan, sedangkan bila B/C Rasio < 1 maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Selanjutnya, dengan mengadopsi pendekatan extended cost-benefit analysis (ECBA), maka menurut Barton (1994) net present value (NPV) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: NPV = B d + B e – C d – C e – C p …………………………………………. (14) dimana : NPV = Net Present Value (nilai bersih sekarang) Bd
= direct benefit (manfaat langsung)
Be
= external and/or environmental benefit (manfaat eksternal dan/atau lingkungan)
Cd
= direct cost (biaya langsung)
Ce
= external and/or environmental cost (biaya eksternal dan/atau lingkungan)
Cp
= environmental protection cost / mitigation cost (biaya proteksi lingkungan/ biaya mitigasi)
3.4.5 Analisis Sosial Analisis sosial yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metoda analisis deskriptif, data yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis ini didapat dengan melakukan wawancara langsung dengan stakeholders dan dengan menggunakan kuesioner. Informasi yang akan digali dari stakeholders antara lain:
68
bagaimana keinginan masyarakat terhadap rencana pengembangan Pulau Dullah ke depan, bentuk partisipasi dari masyarakat terhadap model pengelolaan minawisata bahari yang akan dikembangkan, identifikasi konflik pemanfaatan, sistem pengelolaan yang diinginkan, serta kemungkinan dampaknya bagi masyarakat.
3.4.6 Analisis Kelembagaan Analisis kelembagaan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metoda analisis deskriptif, data yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis ini didapat dengan melakukan wawancara langsung dengan stakeholders dan dengan menggunakan kuesioner. Informasi yang akan digali dari stakeholders antara lain: bagaimana bentuk kelembagaan baik formal maupun non formal yang diinginkan oleh masyarakat terkait dengan model pengelolaan minawisata bahari yang akan dibangun di Pulau Dullah, identifikasi semua aturan-aturan (regulasi) yang terkait yang dapat menunjang model pengelolaan yang akan dibangun, mengkaji peranan berbagai institusi dan kelembagaan yang terkait dengan model pengelolaan yang akan dibangun.
3.5 Sintesis Model dinamik yang digunakan untuk melakukan sintesis terhadap rancang bangun pengelolaan minawisata bahari dalam penelitian ini adalah model gabungan dari dimensi ekologi dan dimensi ekonomi. a)
Dimensi ekologi, memiliki atribut:
luas ekosistem terumbu karang, laju
pertumbuhan karang, laju degradasi karang, upaya penambahan luasan terumbu karang, luas ekosistem mangrove, laju pertumbuhan mangrove, laju degradasi mangrove, upaya penambahan luasan mangrove, luas lahan yang sesuai untuk masing-masing aktivitas minawisata bahari, daya dukung lingkungan, dan jumlah unit usaha masing-masing aktivitas minawisata bahari. b) Dimensi ekonomi, memiliki atribut: manfaat langsung, manfaat lingkungan, biaya langsung, biaya lingkungan, biaya mitigasi, NPV tahunan dan NPV kumulatif dari masing-masing aktivitas minawisata bahari, serta NPV tahunan total minawisata bahari berbasis konservasi.
69
Model tersebut diatas selanjutnya dibangun dalam bentuk causal loop sehingga membentuk suatu sistem dinamik yang kemudian akan disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak STELLA Version 9.0.2. Simulasi dari model dinamik ini akan menggunakan 3 skenario pengelolaan, dimana dari ketiga skenario tersebut akan dipilih salah satu yang paling optimal untuk dijadikan model pengelolaan terpadu. Terpenuhinya syarat kecukupan struktur dari suatu model sistem dinamik adalah dengan melakukan validasi atas perilaku yang dihasilkan oleh suatu struktur model. Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara perilaku yang dihasilkan oleh model dan perilaku pada sistem nyata.