3
3.1
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak
diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan industri biodiesel sangat dipengaruhi oleh naik turunnya harga jual biodiesel sebagai satu-satunya produk yang bernilai ekonomis. Pada saat harga biodiesel tidak dapat bersaing dengan bahan bakar berbasis minyak bumi, maka industri biodiesel tidak mendapat nilai tambah sama sekali. Padahal, selain peningkatan nilai tambah dari biodiesel sebagai produk utama, industri biodiesel dapat memperoleh peningkatan nilai tambah dengan cara mengolah produk samping dan limbah industri biodiesel menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomi yang baik. Penemuan produk baru yang berbahan baku produk samping industri biodiesel minyak jarak pagar diharapkan akan mampu meningkatkan nilai tambah industri biodiesel. Tentu saja peningkatan nilai tambah ini terlepas dari perkembangan harga biodiesel dan minyak bumi, sehingga dapat berdiri sebagai unit usaha tersendiri. Gliserol kasar merupakan produk turunan minyak jarak pagar terbanyak kedua setelah biodiesel. Dengan persentase produksi gliserol kasar sebanyak 10% dari total produk yang dihasilkan, maka apabila tidak ditangani dengan baik, gliserol kasar akan berubah fungsi dari produk samping menjadi limbah yang harus ditangani secara serius. Teknologi pemurnian gliserol yang saat ini biasa digunakan adalah teknologi destilasi, baik secara sederhana maupun secara kompleks. Teknologi destilasi melibatkan dua proses utama yaitu pemanasan gliserol kasar dan pendinginan uap gliserol menjadi gliserol dengan derajat kemurnian yang lebih tinggi. Kedua proses tersebut melibatkan konsumsi energi yang sangat besar, sehingga biaya produksi menjadi sangat tinggi. Biaya produksi tersebut akan lebih tinggi lagi karena gliserol yang dimurnikan merupakan gliserol kasar dengan komposisi bahan yang kompleks dan tahapan pemurnian menjadi lebih banyak.
18
Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan adanya pengembangan aplikasi gliserol dengan kemurnian rendah, sehingga biaya produksinya dapat diminimalkan. Salah satu aplikasi gliserol yang potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan gliserol sebagai CDS. Walaupun demikian, adanya kandungan bahan lain dalam gliserol kasar menjadikan karakteristiknya sedikit berbeda dibandingkan dengan gliserol komersial. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol kasar terhadap sifat fisikokimia dan kinerja CDS serta analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS. 3.2
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi bahan-
bahan untuk produksi biodiesel, bahan-bahan untuk peningkatan kemurnian gliserol dan bahan-bahan untuk formulasi dan analisis CDS. Bahan-bahan untuk produksi biodiesel adalah minyak jarak pagar, metanol, asam sulfat, KOH dan air. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam peningkatan kemurnian gliserol adalah asam fosfat, air aquades dan kertas saring. Gliserol hasil peningkatan kemurnian, polimer Poli Vinil Alkohol (PVA), surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS) dan air, sedangkan pada saat pengujian digunakan debu batubara. Peralatan yang digunakan selama penelitian terbagi menjadi peralatan produksi biodiesel, peralatan peningkatan pemurnian gliserol serta peralatan formulasi dan analisis sifat fisikokimia dan kinerja CDS. Peralatan utama yang digunakan pada saat produksi biodiesel jarak pagar adalah reaktor esterifikasitransesterifikasi skala 100 liter per batch. Tabung Erlenmeyer, gelas ukur, hotplate, magnetic stirrer, pompa vakum, dan corong Buchner merupakan peralatan yang digunakan untuk meningkatkan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. Selain itu, hotplate, magnetic stirrer, Erlenmeyer, gelas ukur dan neraca analitik juga digunakan pada saat formulasi CDS. Peralatan analisis yang digunakan untuk menguji sifat fisikokimia dan kinerja CDS adalah densitometer Anton Paar DMA 4500 M, Viskometer Brookfield LV DVIII Ultra, pH meter portabel Schotts, oven, tabung Dustiness index, neraca analitik, cawan petri, pipet tetes dan stopwatch.
19
3.3
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Januari
2011 di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – LPPM Institut Pertanian Bogor. 3.4
Metode Tahapan pelaksanaan penelitian terdiri dari 7 tahapan yaitu : 1) Analisis
sifat fisikokimia minyak jarak pagar, 2) Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar, 3) Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar, 4) Formulasi CDS, 5) Analisis sifat fisikokimia formula CDS, 6) Analisis kinerja CDS, dan 7) Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Mulai
Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar
Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar
Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar
Formulasi CDS
Analisis sifat fisikokimia formula CDS
Analisis kinerja formula CDS
Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS
Selesai
Gambar 6 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian.
20
3.4.1. Analisis Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak jarak pagar seperti persentase FFA, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas. Prosedur analisis pengujian sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilampirkan pada Lampiran 1. 3.4.2. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar Berdasarkan hasil pengujian nilai FFA yang terkandung di dalam minyak jarak pagar, maka urutan proses pembuatan biodiesel ditentukan. Pada umumnya nilai FFA minyak jarak pagar lebih besar dari 5%, sehingga
diperlukan
tahapan
esterifikasi
terlebih
dahulu
untuk
mengkonversi FFA menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Jumlah reaktan pada proses esterifikasi juga dihitung berdasarkan kandungan nilai FFA di dalam minyak jarak pagar. Proses esterifikasi yang dilakukan selama 1 jam pada suhu 50oC dengan menggunakan pereaksi metanol yang mengandung asam sulfat 1%, sebanyak 225% dari kandungan asam lemak bebas seperti yang dilakukan oleh Berchmans dan Hirata (2008). Setelah proses esterifikasi selesai, campuran metanol dan air dipisahkan dari campuran minyak jarak pagar dengan FAME. Pada tahapan kedua, sisa minyak jarak pagar kemudian ditransesterifikasi menggunakan metanol dan katalis basa. Jumlah metanol yang ditambahkan adalah 15% dengan kandungan katalis basa (KOH) sebanyak 1%. Lama reaksi transesterifikasi adalah satu jam dengan suhu 50oC. Setelah itu, campuran kemudian dimasukkan ke dalam tangki pemisah (settling tank) untuk diendapkan sampai komponen polar (gliserol, sisa metanol dan air) terpisah pada bagian bawah, sedangkan komponen non polar (FAME dan metil ester) berada pada bagian atas. Gliserol bersama dengan komponen polar lainnya kemudian dialirkan dan ditampung menggunakan wadah tersendiri. 3.4.3. Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar Gliserol kasar yang diperoleh dari tangki pemisah memiliki kandungan gliserol rata-rata 50%. Untuk dapat diaplikasikan sebagai CDS,
21
maka kemurniannya harus ditingkatkan. Peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel dilakukan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menetralkan komponen gliserol yang mengandung katalis basa (KOH) menggunakan asam fosfat sampai diperoleh garam kalium fosfat. Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar (Farobie 2009). 3.4.4. Formulasi CDS CDS tersusun atas empat jenis bahan yaitu polimer Poli Vinil Alkohol (PVA), surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS), gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dan air. Tahap awal formulasi
22
dilakukan dengan membuat formula dari keempat bahan tersebut dengan konsentrasi masing-masing bahan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi formula CDS yang dikembangkan
1
Polimer PVA (%) 40
Surfaktan SLS (%) 40
Gliserol (%) 5
Air (%) 15
2
40
40
10
10
3
40
40
15
5
No. Formula
Seluruh bahan dilarutkan di dalam air sesuai dengan konsentrasi yang sudah ditentukan. Pengadukan kemudian dilakukan selama 30 menit menggunakan magnetic stirrer dan hotplate pada suhu kamar. 3.4.5. Analisis Sifat Fisikokimia Formula CDS Sifat fisikokimia CDS yang dianalisis adalah densitas, pH dan viskositas. Analisis densitas formula CDS dilakukan menggunakan alat Densitometer
Anton
Paar
DMA
4500M.
Alat
tersebut
bekerja
menggunakan sistem tabung osilasi. Pada sistem ini, respon tabung terhadap gelombang osilasi diukur sebagai fungsi dari nilai densitas sampel di dalam tabung. Alat ini memiliki akurasi 5 digit desimal. Analisis nilai pH dilakukan dengan menggunakan alat pengukur pH portabel Schotts yang memiliki akurasi dua digit desimal. Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan elektroda ke dalam formula. Viskositas formula CDS diukur dengan menggunakan Brookfield LV DVIII Ultra pada suhu 25oC. Prosedur analisis sifat fisikokimia CDS selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.4.6. Analisis Kinerja Formula CDS Kinerja formula CDS selain dilihat dari kemampuannya menekan pembentukan debu (Hamelmann dan Schmidt, 2003) juga kemampuannya dalam menekan laju penguapan air yang terkandung di dalam debu batubara sehinga debu batubara tidak mudah terbang. Pengukuran kinerja formula CDS dilakukan pada ketiga formula dengan 3 konsentrasi pengenceran yaitu 50, 100 dan 150 kali. Prosedur analisis Evaporation Rate dan Dustiness Index dilampirkan pada Lampiran 3 dan 4.
23
Kedua analisis tersebut juga digunakan untuk membandingkan kinerja formula CDS hasil penelitian dengan formula CDS komersial. Selain itu, analisis ER dan DI juga dilakukan terhadap air karena air seringkali digunakan sebagai substitusi CDS oleh perusahaan. Blanko yang berupa debu batubara tanpa perlakuan penambahan formula apapun juga digunakan di dalam kedua analisis sebagai kontrol seluruh perlakuan. 3.4.7. Rancangan Percobaan Pengaruh penambahan gliserol dan konsentrasi pengenceran formula serta interaksinya terhadap kinerja formula CDS, terutama nilai ER dan persentase DI dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) lalu dilanjutkan dengan uji beda nyata Fisher (Aunudin 2005). Model rancangan tersebut adalah Yijk
= μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan: Yijk
= nilai laju penguapan dan persentase pembentukan debu formula pada konsentrasi gliserol ke-i, pengenceran ke-j, serta ulangan ke-k, dengan i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 dan k = 1, 2,.
μ
= rataan umum
Ai
= pengaruh penambahan gliserol ke-i
Bj
= pengaruh pengenceran formula ke-j
(AB)ij = pengaruh
interaksi
penambahan
gliserol
ke-i
serta
pengenceran formula ke-j eijk
= pengaruh acak dari penambahan gliserol ke-i, pengenceran formula ke-j, serta ulangan ke-k.
Hipotesis yang diuji 1 Pengaruh penambahan gliserol Ho = A1 = A2 = A3 = 0 (penambahan gliserol memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index) H1 = setidaknya ada satu i dengan Ai ≠ 0, i = 1, 2, 3
24
2 Pengaruh pengenceran formula CDS Ho = B1 = B2 = B3 = 0 ( pengenceran formula CDS memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index) H1 = setidaknya ada satu j dengan Bj ≠ 0, j = 1, 2, 3 3 Pengaruh interaksi antara penambahan gliserol dan pengenceran formula CDS Ho = (AB)ij = 0 untuk semua ij H1 = setidaknya ada satu pasangan interaksi i dan j dengan (AB)ij ≠ 0 3.4.8. Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS CDS merupakan salah satu produk yang memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai salah satu produk agroindustri. Hal ini disebabkan adanya industri batubara baik pengguna maupun produsen dituntut oleh pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengelola batubara sebaik mungkin tanpa menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Dengan demikian, kebutuhan industri pengguna batubara terhadap CDS akan selalu ada seiring dengan berjalannya aktivitas produksi pada industri yang bersangkutan. Menurut Umar (2005), analisis finansial usaha perlu dilakukan untuk mengetahui apakah suatu rencana usaha dapat dilaksanakan atau tidak. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit / Cost (NBC), Payback Period (PBP), dan Average Break Even Point (BEP). Net Present Value (NPV) adalah metode yang digunakan untuk mengetahui selisih antara nilai sekarang (Present Value) dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih. Perhitungan nilai sekarang dilakukan berdasarkan tingkat bunga yang relevan. Berikut di bawah ini adalah metode perhitungan NPV.
25
Keterangan : CFt
= aliran kas per tahun pada periode t
I0
= investasi awal pada tahun 0
K
= suku bunga (discount rate)
Metode Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mencari tingkat bunga yang dapat dibandingkan dengan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, tanpa memperhitungkan investasi awal. Apabila nilai IRR yang diperoleh ternyata lebih besar dari Rate of Return yang ditentukan, maka investasi dapat diterima. Perhitungan IRR adalah sebagai berikut.
Keterangan : t
= tahun ke..
n
= jumlah tahun
I0
= nilai investasi awal
CF
= arus kas bersih
IRR
= tingkat bunga yang dicari harganya.
Untuk mengetahui sejauhmana perbandingan antara nilai sekarang dari rencana penerimaan kas dengan nilai sekarang dari investasi yang telah dilaksanakan, maka dilakukan perhitungan Net Benefit / Cost atau Profitability Index (PI).
Payback period merupakan kurun waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. Semakin cepat payback period suatu investasi, semakin layak investasi tersebut dilakukan. Apabila payback period lebih pendek waktunya dibandingkan maximum payback period-nya, maka usulan investasi dapat diterima. Payback period menggunakan rumus berikut ini.
Hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima oleh perusahaan dari
26
kegiatannya dianalisis dengan menggunakan metode Break Even Point. Kondisi Break Event Point terjadi ketika pendapatan penerimaan perusahaan
(Total
ditanggungnya
Revenue)
(Total
Cost).
adalah
sama
Pendapatan
dengan penerimaan
biaya
yang
perusahaan
merupakan hasil perkalian antara jumlah unit barang terjual dengan harga satuannya, sedangkan biaya yang ditanggung adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabelnya.