3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan, dengan lokasi penelitian di Kabupaten Kepulauan Talaud dan di Provinsi Sulawesi Utara.
Tahap 1
melakukan pra penelitian mulai tanggal 3 Mei 2007 – 10 Oktober 2007, sedangkan pada tahap 2 melakukan penelitian mulai pada tanggal 7 September 2009 – 14 November 2009.
Kegiatan dimulai dari penyusunan rencana
penelitian, orientasi lapangan, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data serta penyusunan disertasi. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 126040’00 BT
GENERAL SANTOS CITY
4001’00” LU
KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD MELONGUANE TAHUNA
KABUPATEN SANGIHE
MALUKU UTARA SULAWESI UTARA
Gambar 4 Peta Kabupaten Kepulauan Talaud.
26
3.2 Cara Penentuan Responden Penentuan responden dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku (individu atau lembaga) yang mempengaruhi pengambilan kebijakan, baik langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan tangkap di Perairan Kabupaten Kepulauan Talaud. Responden terdiri dari para pejabat dan staf yang menguasai permasalahan yang berasal dari beberapa instansi/lembaga pemerintah baik pemerintah Provinsi Sulawesi Utara maupun pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Bappeda, Kantor Perizinan Terpadu, Bagian Ekonomi Setda, Dinas Pariwisata, Badan Pusat Statistik, Badan Litbang, Bagian Pembangunan Setda, Dinas Pendidikan Nasional (Diknas), Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, Dinas Kimpraswil, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Pengusaha perikanan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), dan unsur Akademisi. 3.3 Metode Pengumpulan Data (1) Survei Deskripsi Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survei
dengan menggali data dan informasi langsung dari lokasi penelitian lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer tentang komposisi jenis ikan dan jumlah alat tangkap yang digunakan. Data Sekunder berupa data statistik produksi perikanan baik provinsi maupun Kabupaten Talaud. Metode simulasi digunakan untuk mengevaluasi dampak Illegal Fishing.
27
Tabel 3 Jumlah tempat dan alat tangkap serta responden TEMPAT Kec. Salibabu Kec. Moronge Kec. Lirung Kec. Kolongan Kec. Beo Kec. Melonguane Kec. Melonguane Timur Kec. Pulutan Kec. Rainis Kec. Nanusa Kec. Damau Kec. Mangaran
JENIS ALAT PENANGKAPAN
JUMLAH RESPONDEN
Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pancing ulur, Bubu Pancing ulur, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, bubu, pancing ulur, pancing cumi Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jala tebar Pukat cincin, pancing tegak, Penangkap taripang Pukat cincin, pancing tonda, Garpu tombak Pukat cincin, Garpu tombak, muroami
TOTAL
7 3 3 3 4 4 5 3 3 6 3 3
47
Org Org Org Org Org Org Org Org Org Org Org Org
Org
(2) Survei aspirasi Jumlah responden yang diwawancarai dalam aspek aspirasi terhadap pembangunan perikanan adalah 21 orang yang mewakili seluruh stakeholders perikanan dan kelautan. Tabel 4 Jumlah Stakeholders yang di wawancarai STAKEHOLDERS 1. Dinas Kelautan dan Perikanan 2. Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 4. Kantor Perizinan Terpadu 5. Bagian Ekonomi Setda 6. Dinas Pariwisata 7. Badan Pusat Statistik 8. Badan Litbang 9. Bagian Pembangunan Setda 10. Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) 11. Dinas Perhubungan 12. Dinas Pertanian 13. Dinas Kimpraswil 14. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi 15. Pengusaha 16. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) 17. Akademisi TOTAL
JUMLAH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 21
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi struktur biaya dari usaha penangkapan ikan antar fleet serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan yang diperoleh dari dengan teknik wawancara kepada nelayan dan juragan kapal. Data struktur biaya dibagi kedalam beberapa kelas fleet yang kemudian
28
dilakukan pembobotan untuk memperoleh rataan tertimbang (weighted average). Penelitian ini banyak menggunakan data sekunder yang urut waktu (time series) yang meliputi data landing (produksi) dan input yang digunakan (effort), harga per unit output (harga ikan per kg per tahun), indeks harga konsumen (consumers price index), gross domestic regional product (PDRB) wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud dan data penunjang lainnya. Data sekunder ini diperoleh dari penelitian dinas/ instansi/ lembaga terkait dengan pengelolaan dan penelitian ini. Data sekunder tersebut diperoleh dari lembaga-lembaga/instansi yang terkait di tingkat pusat, Provinsi Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Talaud. Lembaga-lembaga Pusat antara lain Ditjen Bangda Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Lembaga/ Instansi di Tingkat Provinsi antara lain BAPPEDA Tingkat I, Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Kantor Wilayah Kelautan dan Perikanan, Kantor Wilayah Pariwisata, Dinas Perikanan Tingkat I dan instansi lainnya yang terkait. Data sekunder dari lembaga tingkat Kabupaten diperoleh dari BAPPEDA Tingkat II, Dinas Pariwisata Tingkat II, Dinas Perikanan Tingkat II, dan instansi lainnya yang terkait, di Kabupaten Kepulauan Talaud.
3.4 Metode Analisis Data Analisis akan dilakukan dan tujuan dari penelitian ini. Tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk melakukan identifikasi kinerja perikanan, melakukan simulasi perikanan, identifikasi kebijakan dan menyusun rancang bangun perikanan tangkap. Jenis analisis untuk tujuan penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
29
Tabel 5 Metode analisis untuk tujuan setiap penelitian TUJUAN
ANALISIS
1. Identifikasi potensi ikan
2. Keragaan finansial 3. Simulasi perikanan
Deskriptif
Deskripsi Perikanan
Bioekonomi (Gordon Schaefer)
MSY – CPU Kelayakan usaha
Usaha
daerah perbatasan 4. Optimasi penangkapan Ikan 5. Identifikasi Kebijakan 6. Rekomendasi Kebijakan
KELUARAN
Simulasi Vensim LGP
Model Simulasi
Alokasi alat tangkap
SWOT AHP
Kebijakan Urutan Prioritas
Survei Lapangan
Analisis Sumberdaya Ikan
Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap
Analisis illegal fishing
Analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap
Analisis SWOT
Analisis AHP
Strategi pembangunan perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud
3.4.1 Analisis sumberdaya ikan Analisis tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dilakukan dengan menduga terlebih dahulu nilai produksi maksimal lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY) dengan menggunakan model Schaefer (McConnel dan Sutinen, 1957, 1979), yaitu dengan memplotkan hasil tangkapan persatuan upaya yang telah distandardisasi (elf) dalam satuan kg/trip dan upaya penangkapan yang telah distandardisasi (f) dalam satuan trip kemudian dihitung
30
dengan model regresi linier, sehingga diperoleh nilai konstanta regresi (b) dan intersep (a). (Gordon, 1983). Nilai intersep (a) dan konstanta regresi (b) kemudian digunakan untuk menentukan beberapa persamaan yang diperlukan, yaitu: (1) Hubungan antara HTSU dan upaya penangkapan standar (/): HTSU = a-bf atau HTSU = c/f (2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dan upaya penangkapan: c = af- bf (3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyatakan .turunan pertama hasil tangkapan upaya penangkapan sama dengan: c = afbf2, c' = a-2bf=0 fopt = a/2b (4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusi nilai upaya penangkapan optimum ke dalam persamaan (2) di atas: cmax = a(a/2b) - b(a2/4b2) Untuk mendapatkan nilai produksi tuna, cakalang, tongkol
yang
sebenarnya maka dilakukan standardisasi produksi, dimana produksi tuna, cakalang, tongkol terhadap total tangkapan dari alat tangkap pancing tonda dan pukat cincin, sebagai berikut : Produksi(ikan j)= (tangkap ikan j/tangkap total)*produktifitas alat tangkap j …(3-1) Setelah diketahui proporsi produksi ikan tuna, cakalang, tongkol , maka akan diketahui data terhadap keempat spesies tersebut terhadap total alat tangkap. Proses dekomposisi untuk menentukan produksi keempat jenis ikan tersebut dilakukan dengan perhitungan persamaan di bawah ini :
h ijt ij h it …………...………………………………………………………(3-2a)
ij
hi ….……………………………………………………….(3-3) hi h j
Total tangkapan ikan dapat dihitung berdasarkan dekompisisi di atas dengan menjumlahkan tangkapan untuk setiap jenis ikan pada periode waktu yang berbeda.
h total hi h j ..……………………………………………………………….(3-4) i
j
3.4.1.1 Standardisasi alat tangkap Mengingat beragamnya alat tangkap yang beroprasi di wilayah Perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, maka untuk mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standardisasi effort antar alat dengan teknik standardisasi
31
sebagai berikut :
E jt jt D jt ………………………………………………………………….(3-5a) Dimana untuk:
jt
U jt U std
……………………………………………………………………..(3-5b)
Keterangan:
E jt
= Effort alat tangkap j pada waktu t yang distandarisasi
jt
= Nilai fishing power dari alat tangkap j pada periode t
D jt
= Jumlah hari laut (fishing days) dari alat tangkap j pada waktu t
U jt
= Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap j pada waktu t
U st
= Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis Standardisasi
3.4.1.2 Standardisasi biaya per unit upaya Standardisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rasio biaya per unit upaya alat tangkap terhadap biaya per unit upaya alat tangkap standar:
C* (
ci / Ei ) * TCi ………………………………(3-6) cs / E s
Dimana,
C*
= Biaya per unit standardized effort pada periode t
TCi
= Biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1,2
Ei
= Total standardized effort untuk alat tangkap i
Es
= Upaya alat tangkap standar
ci
= Biaya nominal per unit upaya alat tangkap i
cs
= Biaya nominal per unit upaya alat tangkap standar
3.4.1.3 Estimasi parameter Titik tolak pendekatan pengelolaan perikanan bermula dari publikasi tulisan Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Gordon memulai analisisnya berdasarkan asumsi konsep produksi biologi kuadratik yang dikembangkan oleh Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian diterapkan untuk perikanan oleh seorang ahli biologi perikanan, Schaefer, pada tahun 1957 (Fauzi 2010). Dimana fungsi pertumbuhan secara matematik sederhana di modelkan
32
sebagai berikut :
xt 1 xt F ( xt ) ...…………………………………………………………....(3-7) Dalam bentuk fungsi kontiyu persamaan di atas di tulis :
x F (x) t ……….……………………………………………………………(3-8) Dimana F(x) adalah :
x x F ( x) rx1 t K ……………………………………………………….(3-9) Dimana : x
= Stok ikan
r
= Pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth rate)
K
= Daya dukung lingkungan (carrying capacity) Persamaan di atas merupakan persamaan pertumbuhan stok secara
alamiah, akan tetapi kondisi saat ini pertumbuhan stok dipengaruhi juga oleh adanya kegiatan produksi (h). Dimana persamaan fungsi pertumbuhan dengan memasukkan variabel kegiatan produksi adalah sebagai berikut :
x F ( xt ) ht ...……………………………………………………………(3-10) t Kegiatan produksi stok ikan dipengaruhi oleh fungsi dari upaya (E), stok ikan (x), dan catchability coeficient atau kemampuan tangkapan (q) sehingga persamaan dapat ditulis :
x x rx1 qxE ...…………………………………………………….(3-11) t K Dengan demikian dalam keadaan kondisi keseimbangan didapatkan persamaan :
x qxE rx1 ...…………………………………………………………..(3-12) K Maka akan di dapatkan nilai stok (x) sebagai berikut :
qE x K 1 ...…………………………………………………………….(3-13) r Maka dengan memasukkan x ke persamaan h qxE , maka akan di dapatkan nilai produksi sebagai berikut :
qE h qKE 1 ...………………………………………………………….(3-14) r
33
Seperti diketahui bahwa terdapat dua model pertumbuhan yang dapat menggambarkan stok ikan, dimana persamaan di atas merupakan persamaan Gordon-Schaefer atau model Logistik dan model pertumbuhan satunya merupakan model pertumbuhan Gompertz. Dimana model Gompertz adalah sebagai berikut :
x K rx ln ...…………………………………………………………….(3-15) t x Maka dengan memasukkan fungsi produksi adalah sebagai berikut :
x K rx ln qxE ………………………………………………………..(3-16) t x Sehingga diperoleh persamaan nilai stok sebagai berikut :
x Ke
qE r
..………………………………………………………………...(3-17)
Dengan memasukkan persamaan nilai stok di atas ke dalam persamaaan
h qxE , maka di peroleh nilai produksi: h qKEe
qE r
...……………………………………………………………..(3-18)
Untuk memperoleh estimasi parameter r,q dan K untuk kedua persamaan pertumbuhan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan teknik non-linear. Dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan membagi fungsi h (q, K, E) tersebut dengan E (Ut=ht/ Et), maka kedua persamaan tersebut dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas. Dengan memasukkan nilai parameter r,q dan K ke dalam persamaan fungsi logistik dan fungsi Gompertz maka kita akan memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Adapun nilai produksi (h) dan tingkat upaya (E) saat Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah sebagai berikut :
hMSY
rK rK (Logistik) dan hMSY (Gompertz)……………………….(3-19a) 4 e
E MSY
r r (Logistik) dan E MSY (Gompertz)………………………..(3-19b) 2q q Perhitungan analisis ekonomi pengelolaan sumber daya ikan dilakukan
dengan mengikuti Fauzi (2010) dimana pengelolaan optimum dilakukan dengan mengasumsikan tiga rezim yakni akses terbuka, dikuasai oleh pemerintah (sole
34
owner) dimana pengelolaan dilakukan pada tingkat Maximum Economic Yield (MEY) dan rezim lestari atau MSY. Kondisi sumberdaya pada level open access akan diperoleh pada saat TR=TC, dimana keuntungan yang di peroleh sama dengan nol ( 0) . Bila TR = ph dan TC = cE, maka akan diperoleh persamaan keundungan sebagai berikut :
TR TC ..……………………………………………………………...(3-20a)
ph cE .………………………………………………………...…….(3-20b) π pqxE cE ...……………………………………………………..……(3-20c) Bila keuntungan sama dengan nol ( 0) maka dapat diartikan bahwa keuntungan tingkat biomas (x) sebanding dengan nilai biaya ekstraksi per unit upaya (c) dibagi dengan harga ikan per satuan berat (p) dan koefisien daya tangkap (q) atau dapat ditulis seperti persamaan di bawah ini :
xOA
c .…………………………………………………………………...(3-21) pq Dengan mengsubstitusikan persamaan di atas ke dalam persamaan
pertumbuhan fungsi logistik maka akan diperoleh persamaan produksi sebagai berikut :
hOA
rc c 1 ...………………………………………………………(3-22) pq pqK Tingkat upaya pada kondisi open access adalah sebagai berikut:
r x K 1 E ..…………………………………………………………….(3-23) q Maka dengan mengsubstitusikan xOA
c ke dalam persamaan di atas maka pq
akan diperoleh persamaan upaya sebagai berikut :
EOA
r c 1 ...………………………………………………………..(3-24) q pqK Estimasi untuk Maximum Economic Yield (MEY) akan mengunakan
asumsi bahwa :
h( x) F ( x) .………………………………………………………………...(3-25) Maka rente sumberdaya sebagai berikut :
pF ( x)
cF ( x) ..………………………………………………………..(3-26) qx
35
Persamaan di atas di sederhanakan maka akan diperoleh :
c
p F (x) ..…………………………………………………………(3-27) qx Dengan memasukkan persamaan di atas ke persamaan fungsi pertumbuhan logistik, maka akan diperoleh rente ekonomi lestari sebagai berikut :
c
x
p rx1 ……………………………………………………..(3-28) qx K
Dengan menurunkan persamaan di atas terhadap x, maka akan diperoleh :
2 x cr pr 1 0 …………………………………………………(3-29) x K qK Persamaan di atas dapat dipecahkan untuk mendapatkan tingkat biomas yang optimal xMEY , maka akan diperoleh :
x MEY
K c 1 ...………………………………………………….…..(3-30) 2 pqK Dengan diketahuinya nilai optimal biomass dan dengan disubstitusikan
kembali ke fungsi produksi untuk memperoleh nilai tangkap optimal dan nilai upaya optimal, maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
hMEY
rK c c 1 1 .……………………………………….…(3-31a) 4 pqK pqK
EMEY
r c 1 ...……………………………………………....……(3-31b) 2q pqK Selanjutnya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
diperoleh dengan mempersenkan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu dengan nilai produksi maksimum lestari (MSY): Tingkat pemanfaatan =
Ci x 100% ..………………………………...(3-32) MSY
keterangan: Ci
= jumlah hasil tangkapan ikan pada tahun ke-1
MSY = maksimum sustainable yield Dalam penggunaan metode ini, sebagaimana metode-metode yang lain memiliki kelemahan, karena sangat dipengaruhi keberadaan dan keakuratan data dan informasi stok biomasa. Oleh karena itu data yang dikumpulkan
36
berorientasi pada data dependen yang meliputi total tangkapan, jumlah upaya tangkapan dan kombinasi keduanya berupa CPUE. Selanjutnya spesies yang dideteksi adalah spesies unggulan yang secara tepat dapat dikenali. Oleh karena itu didalam penggunaan metode ini, beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan adalah : (1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman pada struktur populasinya. (2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady state sesuai model pertumbuhan biomas seperti kurva logistik. (3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat random. (4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari perairan di kawasan pantai Kabupaten Kepulauan Talaud dan tidak ada hasil tangkapan yang di daratkan di luar kawasan. (5) Teknologi penangkapan tidak ada perubahan secara signifikan. 3.4.2 Analisis finansial Suatu usaha atau kegiatan ekonomi dianggap dapat dilaksanakan, bila dapat diharapkan: (1) memberikan keuntungan untuk memenuhi setiap kewajiban jangka pendek (2) likuiditasnya terpelihara meskipun pada saat-saat tertentu perusahaan dalam kesulitan (3) berkembang kemampuannya membiayai operasinya terutama dari modal sendiri dan bukan kredit pada suatu saat dan (4) dapat membayar semua beban pembiayaan. Dengan demikian, kelayakan finansial harus mengungkapkan secara terperinci apakah usaha atau kegiatan akan menguntungkan dalam suasana persaingan, risiko bisnis, kondisi perekonomian tidak stabil dan lain-lain. Menurut Kadariah (1986), untuk mengevaluasi kelayakan finansial dapat digunakan 3 (tiga) kriteria investasi yang penting, yaitu net present value (NPV), net benefit - cost ratio dan internal rate of return (IRR). Kriteria investasi yang digunakan untuk pengujian/evaluasi kelayakan usaha secara finansial didasarkan pada discounted criterion. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat (benefit) serta biaya-biaya (cost selama umur ekonomis usaha (in the future) nilai-nilai saat ini (at present =t0) diukur dengan nilai uang sekarang (present value), yaitu dengan mengunakan discounting factor. Kriteria tersebut adalah:
37
(1) Perhitungan net present value (NPV) NPV merupakan jumlah nilai arus tunai pada waktu sekarang setelah dikurangi dengan modal investasi yang dianggap sebagai ongkos investasi selama waktu tertentu. n
NPV t 0
Bt C t ……………………………………………………....(3-33) (1 i)
Keterangan: NPV
= Nilai Bersih Sekarang
Ct
= biaya pada tahun ke-t
Bt
= manfaat pada tahun ke –t
i
= tingkat diskonto
n
= umur ekonomis proyek (tahun)
Suatu proyek dikatakan layak dilaksanakan apabila NPV 1 dan jika NPV = 0 berarti pengembalian proyek persis sebesar social opportunity cost of capital atau sebesar tingkat suku bunga dan apabila NPV < 0 maka proyek tidak layak untuk dilakukan.
(2) Perhitungan internal rate of return (IRR) IRR merupakan nilai tingkat diskonto yang membuat NPV = 0
IRR i'
n B Ct NPV x(i' i' ' ) atau NPV t 0 .……….(3-34) t NPV' NPV' ' t 0 (1 IRR)
Keterangan: i’
= tingkat diskonto yang menyebabkan NPV bernilai positif
i’’
= tingkat diskonto yang menyebabkan NPV bernilai negatif
NPV’ = NPV dengan tingkat bunga i’ NPV’’ = NPV dengan tingkat bunga i’’ Hasil dari analisis diperoleh nilai IRR > i maka proyek layak untuk dilaksanakan. Bila nilai IRR < i maka proyek tidak layak dilaksanakan. (3) Perhitungan net benefit cost ratio (Net B/C) Net B/C Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value yang bersifat positif dengan jumlah nilai sekarang yang bersifat negatif.
NetB / C
NPV ' ..………………………………………………………(3-35) NPV ' '
Keterangan :
38
NPV’ = nilai bersih sekarang yang bernilai positif NPV’’ = nilai bersih sekarang yang bernilai negatif Jika Net B/C 1 maka proyek layak untuk dilaksanakan, tetapi bila Net B/C < 1 maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. (4) Payback periods Masa pengembalian investasi (payback periods) dihitung mulai proyek telah menghasilkan sampai seluruh ongkos proyek tertutup oleh net cash inflow yang diterima.
PBP
I
…………………………………………………………………(3-36)
Keterangan: I
=
Investasi
=
Net Benefit rata-rata proyek sampai tahun ke-n
Prosedur diskonto dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
P
F .………………………………………………………………….(3-37) (1 i) n
Keterangan: P
= nilai sekarang
F
= nilai pada masa yang akan dating
i
= tingkat suku bunga
N
= waktu
3.4.3 Analisis illegal fishing 1. Analisis simulasi nilai kerugian akibat illegal fishing Analisis simulasi ini dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat adanya aktivitas pencurian ikan (illegal fishing) di daerah penelitian yang merupakan wilayah perbatasan Negara Indonesia. Banyak software yang menawarkan solusi melalui simulasi namun pada penelitian ini simulasi yang digunakan adalah software vensim, dimana software tersebut nantinya dapat menjelaskan bagaimana kondisi penangkapan ikan didaerah perbatasan dan dampak ekonomi yang diakibatkan dengan adanya aktivitas pencurian ikan (illegal fishing).
39
Pertama kali dalam penggunaan simulasi ini adalah dengan menentukan terlebih dahulu faktor independen dan faktor dependentnya, kemudian baru menyusun skenario struktur hubungan dari kedua faktor tersebut. Tahapan selanjutnya adalah memasukkan nilai dan model ke dalam struktur simulasi dan pada akhirnya melakukan running modelling dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, yang nantinya akan didapatkan nilai dan grafik. 2. Model Simulasi Pengembangan Perikanan Daerah Perbatasan Pada bagian ini analisis dilakuan dengan melakukan model simulasi dalam kaitannya dengan wilayah perbatasan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, wilayah Talaud merupakan wilayah daerah terluar yang berbatasan dengan negara lain seperti Philipina. Sebagai daerah perbatasan yang rawan dengan pencurian ikan (illegal fishing) maka kebocoran ekonomi terhadap wilayah akan sangat merugikan pengembangan sumber daya perikanan dan kelautan di wilayah ini. Untuk melakukan sintesis mengenai aspek di atas, maka pada bagian ini dilakukan model simulasi dengan menggunakan parameter bioekonomi yang telah diperoleh sebelumnya. Interaksi antara berbagai komponen dalam model ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Surplus tangkap
Laju pertumbuhan
Surplus Ekonomi Asing
Ilegal fising
SDI Talaud
Pertumbuhan
Upaya ilegal
Hasil tangkap Rate Ilegal fising
Daya dukung
Koefisien Daya tangkap
Harga perbatasan
Kerugian ekonomi
keuntungan
Surplus bersih
Upaya
Laju upaya
Suku bunga
harga
biaya
Perikanan Domestik
Kebocoran Ekonomi Jangka panjang
Surplus Ekonomi lokal Laju Kebocoran ekonomi
Ilegal Fishing Filipina
Gambar 5 Model simulasi pengembangan perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud Simulasi perikanan terdiri dari dua blok. Blok pertama adalah kotak yang menggambarkan situasi perikanan domestik tanpa adanya illegal fishing,
40
sementara blok kedua adalah kotak yang menggambarkan terjadinya illegal fishing. Keduanya kemudian dihubungkan dengan variabel ekonomi berupa kebocoran ekonomi yang diderita oleh perikanan Talaud akibat adanya illegal fishing oleh kapal asing khususnya dari Filipina. Sebagaimana terlihat pada gambar di atas, interaksi stok dan effort yang diukur dari kapal yang beroperasi di wilayah Talaud tergambar di sebelah kiri Gambar simulasi sementara di sebelah kanan menggambarkan variable dan parameter yang terkait dengan wilayah perbatas seperti harga ikan di wilayah perbatasan, illegal fishing dan surplus tangkap yang dapat diperoleh setelah dikurangi dengan illegal fishing. PENJELASAN : Model ini terdiri dari 2 bagian: Pertama
: Bagian sebelah kiri adalah interaksi stock dan effort yang diukur dari kapal yang beroperasi di Kabupaten Talaud
Kedua
: Bagian sebelah kanan adalah blok model illegal fishing
Simulasi ini akan saya gambarkan dalam 4 sistem dinamik yang berinteraksi secara dinamis. (1) Ikan adalah sistem sumber daya alam (2) Upaya adalah sistem sosial (nelayan – kapal) (3) Tangkap adalah sistem ekonomi (Rp – Biaya) (4) Keuntungan adalah sistem pasar domestik (5) Illegal Fishing digambarkan dalam sistem dinamik ini, karena illegal fishing mempengaruhi dinamika stock dan dinamika nelayan karena adanya perbedaan harga.
3.4.4 Analisis optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap Teknik ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan optimum dari suatu kegiatan dengan tujuan ganda. Analisis linear goal programming merupakan perluasan dari model linear programing yang ditambah dengan sepasang variabel deviasional yang akan muncul difungsi tujuan dan difungsi kendala tujuan (goal constraint). Variabel deviasional berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Dalam penelitian ini, analisis
41
linear goal programming digunakan untuk menentukan alokasi unit penangkapan untuk jenis-jenis ikan unggulan atau dominan yang merupakan salah satu komponen dari perikanan tangkap, yaitu komponen kapal dan alat penangkap ikan. Model seperti ini pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh onal et al, 1991.
Bentuk umum persamaan matematis dari model ini adalah sebagai berikut (Lee et al. 1985 dan Muslich 1993): (1) Fungsi tujuan, Minimumkan Z= Wik Pk (d-i – d+i) (2) Fungsi kendala,
aij Xj + d-i – d+i = bi
(i=1,2,3,...,m)
Xj, d-i , d+i ≥ 0 Dimana, Pk Wik-
dan Wik
+
=
urutan prioritas (Pk >>> Pk + 1)
=
bobot untuk variabel simpangan 1 di dalam suatu tingkat prioritas k
d-i dan d+i
=
deviasi negatif dan positif
aij
=
koefisien teknologi
Xj
=
variabel keputusan
Setiap model linear goal programming paling sedikit terdiri atas tiga bagian, yaitu sebuah fungsi tujuan, kendala-kendala tujuan dan kendala non negatif. Selanjutnya, dalam model ini dikenal 3 macam fungsi tujuan, yaitu: (1) Minimumkan Z= d-i – d+i Fungsi tujuan ini digunakan jika variabel simpangan dalam suatu masalah tidak dibedakan menurut prioritas bobot. (2) Minimumkan Z= Pk (d-i – d+i)
(k= 1,2,..., k)
Fungsi tujuan ini digunakan dalam suatu masalah di mana urutan tujuan diperlukan tetapi variabel simpangan didalam setiap prioritas memiliki kepentingan yang sama. (3) Minimumkan Z= W ik Pk (d-i – d+i)
(k= 1,2,..., k)
Dalam fungsi ini, tujuan-tujuan diurutkan dan variabel simpangan pada setiap tingkat prioritas dibedakan dengan menggunakan bobot yang berlainan W ik.
42
1. Analisis kebutuhan prasarana pelabuhan Kebutuhan prasarana pelabuhan (PPa) dapat diestimasi dengan cara menentukan
kelas
pelabuhannya
berdasarkan
ukuran
kapal
atau
unit
penangkapan ikan yang akan dilayani. Kemudian, baru menghitung kebutuhan jumlahnya dengan cara membagi jumlah total GT kapal ikan yang ada dengan daya tampung kelas pelabuhan yang telah ditentukan. Klasifikasi pelabuhan perikanan dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/Men/2006.
Formulasi
matematis
untuk
mengestimasi
kebutuhan
prasarana pelabuhan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : PPa
=
Jumlah prasarana pelabuhan yang dibutuhkan untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (unit)
TGTa
=
UPIaj
=
Total produksi optimum kapal yang mendarat di tipe pelabuhan perikanan ke-a (ton/tahun) Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j yang masuk kategori tipe pelabuhan perikanan ke-a (unit)
GTj
=
Produktivitas kapal untuk unit penangkapan ikan ke-j (ton/kapal)
DTPa
=
Total daya tampung produksi untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (ton/tahun)
a
=
Tipe pelabuhan perikanan yang terdiri dari : 1 = Tipe PPI dengan syarat GTj < 5 GT 2 = Tipe PPP dengan syarat GTj : 5-15 GT 3 = Tipe PPN dengan syarat GTj : 15-60 GT 4 = Tipe PPS dengan syarat GTj > 60 GT
2. Analisis kebutuhan sarana pemasaran hasil tangkapan Kebutuhan unit sarana pemasaran hasil tangkapan (LTPIa), yang diidentikkan dengan luasan kebutuhan tempat pelelangan ikan/TPI yang optimum, dapat diperoleh dengan menggunakan formula baku yang ditetapkan oleh Direktorat Pelabuhan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Formulasi baku untuk menghitung kebutuhan luasan TPI ini adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
43
Keterangan : Pi
= Jumlah produksi optimum untuk komoditas ikan unggulan ke-i (ton/tahun)
aij
= Nilai produktivitas dari jenis unit penangkapan ikan ke-j untuk komoditas ikan unggulan ke-i
S
= Luas gedung TPI yang dibutuhkan (m2)
k
= Koefisien ruang daya tampung produksi (m2/ton);
R
= Frekuensi lelang per hari
a
= Koefisien perbandingan ruang lelang dngan gedung lelang (0.27-0.394) Kemudian, asumsi yang digunakan untuk mengestimasi unit sarana
pemasaran hasil tangkapan ini adalah sebagai berikut (Sutisna 2007): (1) Jumlah hari kerja unit pelelangan ikan di pelabuhan perikanan setiap tahun adalah 250 hari (2) Ratio produksi yang didaratkan pada suatu pelabuhan perikanan adalah sebanding lurus dengan ratio jumlah GT kapal ikan yang dapat dilayaninya. Dengan menggunakan ratio luasan TPI, yaitu perbandingan antara total GT kapal yang dilayani pada setiap tipe pelabuhan perikanan terhadap penjumlahan total GT kapal yang ada, maka dapat diestimasi rata-rata luasan TPI yang dibutuhkan untuk setiap tipe pelabuhan perikanan. Formulasi untuk estimasi kebutuhan unit sarana pemasaran hasil tangkap di setiap tipe pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut (Sutisna 2008):
Keterangan : LTPIa
= Kebutuhan rata-rata luasan TPI di setiap tipe pelabuhan perikanan ke-a (m2)
44
RTPIa
= Ratio luasan TPI untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a
TGTa
= Total GT Kapal untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (GT)
PPa
= Jumlah Prasana Pelabuhan yang dibutuhkan untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (unit)
S
= Luas gedung TPI yang dibutuhkan (m2)
3. Analisis kebutuhan sarana unit pengolahan ikan Estimasi kebutuhan optimum dari komponen unit pengolahan ikan (PIi) dilakukan dengan cara pendekatan membagi jumlah produksi optimum yang didaratkan oleh unit penangkapan ikan dengan rata-rata kapasitas unit pengolahan ikan yng akan didirikan. Dalam rancang bangun model untuk komponen unit pengolahan ikan, juga diperlukan beberapa asumsi, sebagai berikut : (1) Koefisien pengolahan untuk komoditi ikan idealnya adalah 80% dari produksi optimum. (2) Jumlah hari kerja unit pengolahan ikan setiap tahun adalah 250 hari (3) Kapasitas rata-rata ideal unit pengolahan hasil tangkapan untuk komoditi ikan adalah 5 ton/hari Berdasarkan asumsi tersebut, formulasi untuk estimasi kebutuhan unit pengolahan ikan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : Pi
=
Jumlah produksi optimum untuk komoditas ikan unggulan ke-i (ton/tahun)
UPIj
=
Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j (unit)
aij
=
Nilai produktivitas dari jenis unit penangkapan ikan ke-j untuk komoditas ikan unggulan ke-i
PIi
=
Jumlah unit pengolahan ikan yang dibutuhkan untuk komoditas ikan unggulan ke-i (unit)
kPi
=
Koefisien pengelolaan untuk komoditas ikan unggulan ke-i
KAPi
=
Kapasitas rata-rata unit pengolahan untuk komoditas ikan unggulan ke-i
45
HK
= Jumlah hari kerja unit pengolaan ikan setiap tahun (hari)
4. Analisis kebutuhan tenaga kerja (nelayan dan tenaga kerja lain) Estimasi kebutuhan nelayan (ABK) dapat diperoleh dengan cara mengalikan jumlah dari setiap jenis armada penangkapan ikan dengan jumlah nelayan untuk setiap unitnya. Jumlah nelayan setiap unit untuk masing-masing jenis unit penangkapan ikan diperoleh dari hasil survey lapang atau dapat berdasarkan nilai teoritis kecukupan nelayan yang ideal per unit penangkapan. Formulasi kebutuhan nelayan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : ABK
= Jumlah nelayan yang optimum (orang)
UPIj
= Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j (unit)
PNj
= Jumlah nelayan per unit penangkapan ikan ke-j Kemudian, untuk nilai optimum sub-komponen tenaga kerja lain yang
terlibat dalam kegiatan usaha perikanan tangkap dapat diperoleh dengan cara mengalikan jumlah optimum dari setiap jenis sarana/prasarana yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang ideal untuk setiap unitnya. Jumlah tenaga kerja yang ideal dari setiap unit untuk masing-masing jenis sarana/prasarana diperoleh dari hasil survey lapang atau dapat berdasarkan nilai teoritis kecukupan per unit yang ideal. Formulasi umum yang digunakan untuk mengestimasi kebutuhan tenaga kerja lain adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : TKL
=
Jumlah tenaga kerja lain yang optimum (orang)
SPk
=
Jumlah optimum jenis sarana prasarana ke-k
TKk
=
Jumlah nelayan per unit penangkapan ikan ke-K
k
=
jenis sarana/prasarana yang terdiri dari tenaga kerja yang terserap di pelabuhan perikanan dan tenaga kerja yang terserap Industri pengolahan hasil tangkapan.
46
3.4.5 Analisis Strategi pengembangan perikanan tangkap 1. Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats) Marimin (2004) menyebutkan bahwa proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbabagi tahapan berikut : (1) Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. Pada tahap ini pengambilan data kuantitatif dilakukan secara langsung dari kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud.
Evaluasi faktor eksternal
mencakup identifikasi berupa peluang dan ancaman, sedangkan evaluasi faktor internal mencakup identifikasi berupan kekuatan dan kelemahan. (2) Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT.
Langkah-langkah pembuatan matriks internal eksternal adalah
sebagai berikut: 1) Pada kolom pertama dilakukan penyusunan terhadap semua faktor-faktor yang dimiliki oleh erusahaan dengan membagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal. 2) Pemberian bobot pada masing-masing faktor pada kolom kedua, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). 3) Pada kolom ketiga diisi perhitungan rating terhadap faktor-faktor tersebut berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. 4) Kolom selanjutnya diisi dengan cara mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. 5) Penjumlahan total skor pembobotan untuk masing-masing faktor internal (kekuatan-kelemahan)
dan
eksternal
(peluang-ancaman).
Untuk
memperoleh strategi yang tepat bagi kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud maka nilai tersebut diletakkan pada kuadran yang sesuai untuk kemudian dilakukan pembuatan matriks SWOT yang akan menjelaskan alternatif strategi yang dapat dilakukan.
47
peluang
kelemahan
Kuadran III (mendukung strategi turnaround)
Kuadran I (mendukung strategi agresif)
kekuatan
Kuadran IV Kuadaran II (mendukung strategi (mendukung strategi defensif) diversifikasi) ancaman (3) Tahap pengambilan keputusan. Setelah melihat kuadran dari kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud, dapat diketahui kombinasi strategi yang paling tepat. IFA/EFA Opportunities (O)
Threats (T)
Strengths (S) Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan keuatan untuk memanfaatakan peluang. Digunakan jika kondisi di kuadran I Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika kondisi di kuadran II
Weakness (W) Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, Digunakan jika kondisi di kuadran III Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman, Digunakan jika kondisi di kuadran IV
48
2. Analytical hierarchy process (AHP) Penentuan kebijakan pembangunan perikanan tangkap kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), dimana variabel-variabel dimasukkan kedalam suatu susunan hirarki. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara masing-masing aktor yang terlibat pada penentuan kebijakan tersebut. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain maka digunakan pembobotan berdasarkan skala proses AHP yang disarankan oleh Saaty (1993) seperti pada Tabel 3. Dalam kondisi pembangunan yang makin kompleks analisis sistematis sangat diperlukan, bahkan sedapat mungkin faktor lain, seperti faktor politis harus dapat dijadikan bagian internal keseluruhan analisis. Dengan menggunakan metode AHP permasalahan yang kompleks tersebut akan dapat dirangkum sepenuhnya.
Gambar 6. Diagram rancangan analisis AHP
49
Tabel 6 Skala penilaian perbandingan. Intensitas kepentingan 1
3
5
7
Definisi Kedua elemen sama pentingnya (equal) Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya (moderate) Elemen satu lebih penting dari pada elemen lainnya (stong) Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya (very srtong)
Penjelasan Dua mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan. Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya. Satu elemen yang kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek.
9
Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya (extreme)
Bukti yang memdukung elemen satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.
2, 4, 6, dan 8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka jika dibandingkan dengan aktivitas y maka j mempunyai nilai kebalikkannya dibanding dengan i.
Prinsip-prinsip dasar menggunakan AHP yaitu : (1) Menyusun hierarki (2) Menetapkan prioritas dan (3) Konsistensi logis Membuat matriks banding berpasang: • Matriks banding berpasang dibuat dari puncak hierarki, kemudian satu tingkat dibawahnya dan seterusnya dibuat untuk keseluruhan tingkatan hierarki. • Matriks banding berpasang dapat berdasarkan pendapat perseorangan (matriks individu), dapat pula berdasarkan pendapat dari beberapa orang (matriks gabungan) • Matriks banding berpasang diisi dengan bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas elemen yang lainnya.
50
Tabel 7 Mariks untuk berbanding berpasangan. C
A1
A2
A3
A4
A1
1
a12
a13
a14
…
a1n
A2
1/a12
1
a23
a24
…
a2n
A3
1/a13
1/a23
1
a34
…
a3n
A4
1/a14
1/a24
1/a34
1
…
a4n
.
.
.
.
.
…
.
.
.
.
.
.
…
.
.
.
.
.
.
…
.
1/a1n
1/a2n
1/a3n
1/a4n
…
1
An
…
An
Keterangan : C : Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan A1, A2, ... Cn : Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C. a12, a13 …1 : Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj Formulasi untuk menentukan vektor prioritas dari elemen-elemen pada setiap matriks:
1) Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetik Menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom (Nkj). n
Nkj aij (k ) kj 1
Keterangan : Nkj
: Nilai kolom ke j
aij
: Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
n
: jumlah elemen
• Membagi setiap entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Ndij).
Ndij
aij Nkj
Keterangan : Ndij
: Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j
Aij
: Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
Nkj
: Nilai kolom ke j
51
• Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi). n
Vpi j 1
Ndij n
Ndij j 1
Keterangan : Vpi
: Vektor prioritas dari elemen i
Ndij
: Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j
2) Formulasi dengan menggunakan rata-rata geometrik • Perkalian baris (Zi) dengan menggunakan rumus.
Zi n
aij (k )
Keterangan : Zi
: Perkalian baris
n
: Jumlah elemen
aij
: Nilai entri setiap matriks pada baris i dan kolom j
k
: Kolom pertama
• Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector) n
eVPi
n a ij k j 1
n
n
n a i 1
j 1
ij
(k )
Zi n
Zi i 1
Keterangan : Vpi
: Vektor Prioritas elemen i
Zi
: Perkalian baris I
3) Pendapat gabungan dengan menggunakan rumus: m
gij m aij(k ) k 1
Keterangan : M
: Jumlah responden
aij : Pendapat individu
52
4) Rasio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut : Perhitungan akar ciri atau nilai eigen (eigen value) maksimum (α maks) dengan rumus : VA = aij x Vp dengan VA = (V aij) Dimana : VA adalah vektor antara
VB
VA VP
dengan
VB = Vbi
Dimana : VB adalah nilai eigen n
max
VB i 1
n
Perhitungan Indeks Konsistensi (CI), dengan rumus : CI Perhitungan Rasio Konsistensi (CR), dengan rumus : CR
Tabel 8 Nilai indeks acak (RI) matriks berordo 1 sampai 15 n RI n RI n 1 0,00 6 1,24 11 2 0,00 7 1,32 12 3 0,58 8 1,41 13 4 0,90 9 1,45 14 5 1,12 10 2,49 15 Sumber : Saaty (1993)
max n 1 CI RI
RI 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59