3 3.1
Metodologi Penelitian
Alat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah peralatan yang lazim digunakan dalam penelitian biokimia dan rekayasa genetika. Peralatan gelas yang digunakan meliputi gelas kimia, cawan petri, labu Erlenmeyer, gelas ukur, botol reagen, batang pengaduk, pipet tetes (Pyrex AS, Duran, Schott Jerman). Peralatan non gelas yaitu tabung mikro volume 1,5 dan 0,5 mL (Eppendorf), pipet mikro berbagai ukuran antara lain 0,5-10 μL, 10-100 μL, 100-1000 μL, beserta tipnya. Selain itu digunakan pula alat lain seperti gunting, pinset, alumunium foil, dan parafilm. Pengukuran massa zat kimia dilakukan menggunakan neraca analitis digital Explorer (Ohaus, AS). Sterilisasi alat agar bebas mikroba menggunakan Autoclave Electric Pressure Steam Sterilized model No.25 (All American, AS). Untuk inkubasi pada proses lisis sel digunakan water bath LKB Bromma 2219 multitemp. thermostatic circulator. Penyimpanan bahan-bahan seperti reagen PCR, hasil lisis sel, dan hasil PCR sampel menggunakan deep freezer Caravell dengan suhu tetap yaitu -20oC. Proses PCR dilakukan menggunakan alat PCR merk GeneAmp PCR System 2700 (Applied Biosystems, AS). Analisis hasil PCR dengan metode elektroforesis gel agarosa menggunakan perangkat elektroforesis Mini Dubcell GT Base DNA Biorad (Biorad, AS), dan visualisasi hasil elektroforesis menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 312 nm. Hasil elektroforesis gel difoto dengan kamera digital Nikon.
3.2
Bahan
Templat DNA mitokondria diperoleh dengan lisis sel epitel mulut. Sel epitel rongga mulut diperoleh dengan menggunakan kertas saring ukuran 4x8 cm2 yang sudah steril, kemudian dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 mL. Lisis sel menggunakan bufer lisis 1x (50mM Tris-Cl pH 8,5; 1 mM EDTA pH 8; 0,5% Tween-20; dan proteinase K 20 μg/mL) dan ddH2O steril.
Komponen-komponen yang digunakan untuk reaksi PCR dengan merek MDBio, Inc. adalah bufer PCR 10x (10mM Tris-Cl pH 9; 50mM KCl; 0,1% Triton-X 100); 20pmol/μL untuk masing-masing primer (Bfor dan Brev); 10mM dNTP; ddH2O steril; enzim Taq DNA Polimerase 5U/μL, dan MgCl2 2,5 mM. Primer Bfor dan Brev merupakan primer yang akan mengamplifikasi fragmen mtDNA yang berukuran 1886 pb pada posisi 2364-4249 (Noer et al., 1994). Urutan nukleotida primer Bfor dan Brev tercantum dalam Tabel 3.1. Tabel 3. 1 Urutan nukleotida primer Bfor dan Brev Primer
Urutan 5’
3’
Posisi
Bfor
CTGACAATTAACAGCCCAATATC 2364-2386
23 nukleotida
Brev
GAATGCTGGAGATTGTAATGGG
22 nukleotida
4249-4228
Ukuran
Analisis hasil PCR menggunakan gel agarosa 1% (b/v) yang mengandung 0,5 μg/mL EtBr; bufer elektroforesis (running buffer) TAE 1x (40 mM Tris-asetat dan 1 mM EDTA pH 8,0); loading buffer (sukrosa 50% dan 0,1% bromfenol biru pH 8,0). Sebagai penanda (marker) digunakan plasmid pUC19/HinfI 60 ng/μL. Saat elektroforesis penanda akan menghasilkan empat pita masing- masing berukuran 1419 pb, 517 pb, 397 pb, 214 pb, dan 75 pb.
3.3
Pengumpulan Sampel
Sampel sel epitel mulut manusia diperoleh dengan menempelkan kertas saring steril ke atas rongga mulut selama 30 detik, kemudian dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5mL. Penanganan sampel yang menempel pada kertas saring menggunakan sarung tangan, pinset, dan gunting yang telah dicuci dengan etanol 70%.
3.4
Penyiapan Templat DNA
Kertas saring yang sudah mengandung sel epitel mulut dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, lalu dilisis menggunakan 300μL campuran reaksi yang terdiri dari 30μL buffer lisis (50mM Tris-HCl pH 8,5; 1mM EDTA pH 8; dan 0,5% Tween-20), 15μL proteinase-K (100 μg/mL), dan 255 μL ddH2O steril. Tabung eppendorf kemudian dibungkus dengan parafilm dan diinkubasi pada suhu 54oC selama 1 jam, dilanjutkan dengan pemanasan dengan suhu 95oC selama 15 menit untuk deaktivasi enzim. Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 3 menit. Supernatan yang diperoleh selanjutnya merupakan templat mtDNA yang akan digunakan untuk reaksi PCR. Penyimpanan sampel epitel yang telah dilisis dapat disimpan dalam tabung eppendorf pada suhu -20°C (Noer et al., 1994).
32
3.5
Amplifikasi DNA
Amplifikasi mtDNA dilakukan secara in vitro menggunakan metode PCR. Setiap amplifikasi digunakan reagen PCR atau biasa disebut master-mix dalam tabung eppendorf 0,2 mL dengan campuran yang terdiri dari 2,5 μL buffer PCR; 1,5 μL MgCl2; 0,5 μL dNTP (dATP, dGTP, dCTP dan dTTP); 0,5 μL primer Bfor dan Brev; dan 0,2 μL Taq DNA Polymerase yang ditambahkan terakhir kali. Sebanyak 20 μL reagen PCR ini kemudian dicampur dengan 5 μL sampel yang akan diamplifikasi. Setiap kali amplifikasi dibuat juga kontrol positif dan kontrol negatif dengan komposisi reaksi yang sama. Akan tetapi, templat pada kontrol positif adalah sampel yang sebelumnya sudah memberikan hasil positif dalam proses PCR, sedangkan templat pada kontrol negatif diganti dengan ddH2O steril. Kondisi PCR yang dilakukan adalah denaturasi awal pada 94oC (5 menit), kemudian 30 siklus PCR dengan masing-masing siklus terdiri dari tahap denaturasi pada 94oC (1 menit), penempelan primer pada 53oC (1 menit), perpanjangan pada 72oC (2 menit), dan pemantapan pada 72°C (10 menit). Siklus PCR ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Hasil PCR disimpan pada suhu -20°C.
Inisiasi O
94 C
Denaturasi 94OC
Elongation 72OC
Pemantapan 72OC
Annealing 53OC
Gambar 3. 1
Siklus PCR
Tahap inisiasi pada suhu 94°C (satu menit) sebanyak satu kali. Tahap ekstensi terbagi menjadi tiga tahap yaitu; (1) tahap denaturasi pada suhu 94°C (lima menit); (2) tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 50°C (satu menit); dan (3) tahap perpanjangan rantai (elongation) pada suhu 72°C (dua menit). Ketiga tahap ekstensi ini dilakukan sebanyak 30 siklus. Tahap terakhir adalah pemantapan, dilakukan pada 72°C selama sepuluh menit.
3.6
Analisis Hasil PCR
DNA hasil amplifikasi selanjutnya dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% (b/v) menggunakan alat mini subTM DNA Electrophroesis Cell (Biorad). Pembuatan gel agarosa 1% dilakukan dengan melarutkan 0,4 gr agarosa dalam 40 mL buffer TAE 1x di labu
33
erlenmeyer 100 mL. Agarosa tersebut dilarutkan dengan bantuan pemanasan, dan setelah larut dibiarkan dalam suhu ruang hingga 60oC untuk selanjutnya ditambahkan 2 μL EtBr (10μg/mL), lalu dihomogenkan. Setelah dicampur, larutan tersebut dituangkan ke dalam cetakan gel yang sudah dipasang sisir sebagai pembentuk sumur gel dan didiamkan hingga membentuk gel padat. Hasil PCR diambil sebanyak 5 μL dan dicampur dengan 2 μL loading buffer kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel. Sebagai penanda (marker) DNA digunakan pUC19/HinfI 60 ng/μL sebanyak 5 μL dicampur dengan 2 μL loading buffer. Alat elektroforesis dihubungkan dengan sumber arus listrik dan diatur pada tegangan 80 Volt selama 35 menit menggunakan buffer TAE 1x sebagai running buffer. Pita DNA dianalisis dengan melihat gel elektroforesis diatas sinar UV pada panjang gelombang 312 nm dan difoto dengan kamera digital. Pita hasil PCR dibandingkan dengan pita penanda (marker) untuk mengetahui ukuran fragmen hasil amplifikasi dan memperkirakan konsentrasi hasil PCR. Untuk dapat melakukan proses sequencing maka dilakukan perbanyakan templat hingga sampel berjumlah 750-1500 ng dengan konsentrasi 12 ng/μl-1 sebagai jumlah minimal untuk melakukan satu kali reaksi sequencing.
3.7
Penentuan Urutan Nukleotida
Pada tahap penentuan urutan nukleotida, sampel hasil PCR yang diperlukan adalah berjumlah 750-1500 ng karena sampel akan melalui tahap pemurnian terlebih dahulu. Untuk proses sequencing disiapkan pula primer Bfor dengan konsentrasi 10 pmol/3 μL dalam tabung mikro lalu dibungkus dengan parafilm. Untuk satu kali reaksi sequencing dibutuhkan 2,5 μL primer dengan konsentrasi 10 pmol/3 μL. Penentuan urutan nukleotida (sequencing) dilakukan oleh Macrogen Inc. dengan menggunakan metode Dideoksi Sanger dan mengikuti prosedur BigDyeTM Terminator. Urutan nukleotida dibaca secara otomatis menggunakan alat Automatic Sequencer 3730xl. Data yang diperoleh berupa elektroforegram dalam bentuk file *.ab1. Masing-masing basa nukleotida ditunjukkan oleh warna yang berbeda, yaitu basa A (adenin) ditunjukkan dengan warna hijau, basa G (guanin) warna hitam, basa T (timin) warna merah, dan basa C (sitosin) warna biru. Selain elektroforegram, diperoleh juga urutan nukleotida lengkap dalam bentuk arsip teks dan file *.ab1.
34
3.8
Analisis Hasil Sequencing
Analisis hasil sequencing dilakukan dengan membandingkan urutan sequencing sampel terhadap urutan standar CRS menggunakan program SeqmanTM versi 4.0.0 dari DNASTAR. Selain itu, dengan menggunakan program ini juga dilakukan perbandingan antara sampel positif diabetes dan sampel negatif diabetes. Analisis urutan nukleotida menggunakan program SeqmanTM versi 4.0.0 dilakukan dengan memasukkan urutan nukleotida standar CRS dan urutan nukleotida sampel lalu program akan secara otomatis menandai basa pada posisi tertentu yang berbeda dengan basa pada standar CRS. Elektroforegram yang dihasilkan dari proses sequencing tidak selalu akurat, terutama apabila terdapat puncak yang berhimpitan. Oleh karena itu, pembacaan ulang secara manual untuk memperbaiki urutan nukleotidanya sangat diperlukan dan akan mudah dilakukan dengan bantuan program SeqmanTM.
35