69
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Kerangka Pendekatan Masalah Kerusakan sumberdaya alam khususnya terumbu karang dan mangrove
terkait dengan pola pemanfaatan masyarakat terhadap sumberdaya. Pola pemanfaatan yang tidak didasarkan atas pengetahuan tentang keterbatasan PPK akan berakibat pada penurunan daya dukung ekosistem dan lingkungan PPK. Dari segi fisik pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya alam daratan yang sangat terbatas jika dibandingkan dengan sumberdaya alam kelautan dan jasa lingkungan (Dahuri, 1998) sehingga perlu dikelola secara baik guna menunjang kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Selain pemanfaatan sumberdaya alam, pertambahan penduduk yang cepat dan untuk pemenuhan kebutuhannya ditambah pula dengan perluasan pemukiman, kegiatan-kegiatan industri, pariwisata, transportasi dan berbagai kegiatan lainnya yang memanfaatkan pulau-pulau kecil menyebabkan pulau-pulau ini mendapat tekanan yang cukup berat akibat berbagai kegiatan tersebut. Pemanfaatan sumberdaya alam selama ini tidak mengindahkan kepasitas PPK untuk mengembalikan potensi dirinya atau yang bisa dikenal dengan daya asimilasi PPK (Fauzi, 2000). Eksploitasi terhadap eksosistem terumbu karang dan mangrove secara berlebihan dan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan berakibat pada menurunnya produktifitas primer yang dikandung ekosistem tersebut. Pada gilirannya hal itu berdampak kepada penurunan produksi ikan dari ekosistem tersebut.
Ceballos-lascurian (1991) mendefinisikan daya dukung lingkungan
sebagai kapasitas dari suatu ekosistem untuk mendukung pemeliharaan organisme yang
sehat
(produktiftasnya,
pembaharuan).
kemampuan
beradaptasi,
dan
kemampuan
Untuk itu, pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut
harusnya memperhatikan ambang batas tingkat aktivitas manusia terhadap sumberdaya alam tersebut. Jika ambang batas ini terlewati, kualitas sumberdaya akan berkurang. Ketersediaan sumberdaya alam PPK pada hakekatnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Namun sering ditemukan di lapangan, daerah yang kaya akan sumberdaya alam, namun tingkat kemiskinan masyarakatnya tinggi.
70
Sebagai contoh daerah Kalimantan Timur dan Papua yang kaya sumberdaya minyak, namun angka kemiskinannya tinggi. Masyarakat pesisir mempunyai tingkat ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya alam pesisir dan laut.
Sehingga kerusakan sumberdaya yang
berdampak kepada penurunan produksi juga mengakibatkan kemiskinan masyarakat dalam jangka panjang. Indikator kemiskinan masyarakat adalah penurunan kesejahteraan masyarakat dan pada gilirannya berdampak kepada penurunan ekonomi wilayah. Pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut yang tidak mengindahkan daya dukung berdampak kepada penurunan kualitas sumberdaya.
Ketika
sumberdaya alam dan jasa lingkungan wilayah tersebut dimanfaatkan melebihi daya dukungnya, keuntungan pembangunan dari suatu wilayah tersebut secara keseluruhan mulai menurun, yang selanjutnya akan mengakibatkan menurunnya perekonomian wilayah, serta menurunnya kesempatan kerja, dan akhirnya akan menurunkan penerimaan negara. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Secara operasional penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekosistem terumbu karang. Hasil dari perhitungan ini akan dijadikan dasar bagi perhitungan selanjutnya melalui metode ecological footprint. Input lainnya berasal dari melihat pola konsumsi dan kondisi ekosistem dalam menyediakan sumberdaya dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berada di PPK tersebut. Proses pertama akan dilakukan melalui penghitungan daya dukung ekosistem terumbu karang dan lingkungan PPK. dilakukan
untuk
mengetahui
tingkat
menggunakan analisis kesejahteraan.
Selanjutnya, penghitungan
kesejahteraan
masyarakat
dengan
Hasil dari kedua analisis ini akan
menghasilkan kondisi dengan 4 (empat) pilihan kemungkinan.
Hasil dari
perhitungan ini akan dianalisis dan menentukan implementasi kebijakan apa yang harus dilakukan. Hasil ini akan didukung oleh pendekatan terakhir yaitu analisis kelembagaan dan analisis ekonomi politik.
71
I N P U T
Permasalahan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut
Pemanfaatan SD pesisir dan laut
Sumberdaya TK dan Mangrove
P R O S E S
Daya dukung Ekosistem dan Lingkungan - Terumbu karang - Mangrove - Lingkungan Pesisir
Kesejahteraan Masyarakat - Kesejahteraan keluarga - Pendapatan keluarga nelayan - IPM Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut
Pola pemanfaatan SDPL, kelembagaan, policy, bias, kepadatan penduduk, keterbatasan lahan Faktor eksternal lainnya
O U T P U T O U T C O M E
Daya Dukung lingkungan PPK dan degradasi SDA
Tingkat kesejahteraan masyarakat PPK
Perekonomian wilayah
Keberlanjutan sumberdaya alam dan kesejahteraan masyarakat PPK Gambar 5 Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis kelembagaan memperhatikan norma, aturan main dan faktor kelembagaan lainnya dalam menetapkan rencana pengelolaan yang tepat. Analisis kelembagaan menjadi arahan dalam menentukan kebijakan apa yang harus diambil sehingga menguntungkan bagi masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam. Selanjutnya, keterkaitan antara kegiatan ekonomi
72
dan sosial politik serta kebijakan yang ada akan dianalisis lebih mendalam dengan metode analisis ekonomi politik.
Analisis ekonomi politik dibutuhkan untuk
menjelaskan permasalahan struktural yang terjadi di lapangan. Kedua analisis terakhir ini yang akan mengulas lebih detail tentang temuan lapang (menjawab pertanyaan what) dan penyebabnya (menjawab pertanyaan how). Dari analisis ini, akan ditentukan implementasi kebijakan terbaik yang mungkin dapat dilakukan dengan kondisi yang ada. Kerangka kerja operasional dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil dari analisis daya dukung dan analisis kesejahteraan akan menghasilkan salah satu dari 4 (empat) kemungkinan berikut. Tabel 2 Hubungan Daya Dukung Ekosistem dan Tingkat Kesejahteraan Daya Dukung (Carrying Capacity) Tinggi
Tingkat Kesejahteraan
Permasalahan dan Alternatif Strategi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
- Pemanfaatan SDPL sesuai dgn daya dukung dan kaidah lingkungan - Masyarakat memahami pentingnya kelestarian lingkungan - Kebijakan pengelolaan ditingkatkan, kelembagaan masyarakat diperkuat - Kepadatan penduduk rendah Æ Strategi : Penguatan Kelembagaan - Masyarakat tidak mengetahui arti penting SDPL dan tdk mampu memanfaatkannya - Terdapat faktor lain (internal/eksternal) yg mempengaruhi pola hidup masyarakat - Pengelolaan kurang berjalan dengan baik - Kepadatan penduduk sedang Æ Strategi : Evaluasi kebijakan - Pola pemanfaatan tidak sesuai kaidah lingkungan, cenderung destruktif - Pendapatan berasal dari luar daerah, masyarakat PPK mempunyai mata pencaharian lain yg tdk berkaitan dengan SDPL - Kepadatan penduduk tinggi, lahan terbatas Æ Strategi : Rehabilitasi SDPL/Pemulihan ekosistem - Pola pemanfaatan cenderung destruktif - Kelembagaan masyarakat tdk berjalan efektif - Pemanfaatan SDPL oleh pihak lain dgn teknologi yg lebih maju dari yang dimiliki masyarakat PPK - Kepadatan penduduk tinggi, lahan terbatas ÆStrategi : Rehabilitasi ekosistem, penguatan kelembagaan dan perlindungan kawasan
73
PROSES
INPUT Ekosistem PPK : - Terumbu Karang - Mangrove
Analisis Kelembagaan
- Pola konsumsi masyarakat - Pola pemanfaatan lahan
Analisis Ekosistem Sumberdaya
Analisis Kesejahteraan
OUTPUT
Daya Dukung dan Kesejahteraan Masyarakat (Pendapatan dan IPM)
CC tinggi, TKS tinggi / CC tinggi, TKS rendah / CC rendah, TKS tinggi / CC rendah, TKS rendah
Tingkat Daya Dukung PPK Evaluasi
Implementasi Kebijakan
Keberlanjutan PPK
Gambar 6 Kerangka Kerja Penelitian 3.2
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan
mengambil lokasi di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Studi kasus adalah strategi penelitian yang banyak digunakan untuk memotret masalah secara mendalam. Penggunaan studi kasus dilakukan karena berkaitan dengan daya dukung lingkungan pulau kecil beserta ekosistem terumbu karang dengan tingkat kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil (PPK). Penggunaan studi kasus juga didasarkan atas kondisi PPK yang spesifik dan khas sehingga perlakuan pada satu pulau belum tentu dapat digunakan pada pulau yang lain. mendalam.
Untuk itu, penelitian dilakukan secara
74
Penelitian
tingkat kesejahteraan berbasis pada aktifitas ekonomi
masyarakat pesisir meliputi usaha penangkapan, pembudidaya, pengolahan dan perdagangan ikan (bakul). Kategori data yang dibutuhkan yaitu data utama (data primer) dan data penunjang (data sekunder). Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dengan tehnik wawancara dan kuisioner serta pengamatan kejadian-kejadian khusus yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
Data penunjang diperoleh dari dokumen atau arsip tertulis serta
laporan hasil penelitian serta publikasi lainnya. 3.3
Pemilihan Lokasi Pemilihan lokasi penelitian dilakukan mempertimbangkan karakteristik
sumberdaya pesisir dan laut yang berada di PPK. Pemilihan lokasi Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu didasarkan atas pertimbangan : (i) karekteristik lautnya, (ii) karekteristik sumberdaya pesisir dan laut, (iii) dinamika sosial ekonomi masyarakat serta (iv) potensi pulau-pulau kecil yang menyebar di Kepulauan Seribu. Setelah pemilihan lokasi penelitian, selanjutnya dipilih lokasi Pulau yang menjadi lokasi penelitian.
Pemilihan Kelurahan Pulau Panggang
sebagai lokasi dilakukan dengan pertimbangan : (i) potensi sumberdaya terumbu karang, mangrove dan sumberdaya ikan yang dimiliki Kelurahan Pulau Panggang. Selain itu, pemilihan Kelurahan Pulau Panggang didasarkan atas pertimbangan (ii) kondisi sosial ekonomi masyarakat dan mobilitas ekonomi di wilayah tersebut serta (iii) tingkat perkembangan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan alam serta konsentrasi nelayan. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.4
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder.
Data primer terdiri dari data tingkat konsumsi masyarakat,
kesejahteraan masyarakat dan ketersediaan unsur-unsur kelembagaan.
Data
tingkat konsumsi digunakan dalam perhitungan daya dukung lingkungan dengan pendekatan ecological footprint. Data sekunder berasal dari beberapa instansi seperti BPS berupa hasil survei sosial ekonomi nasional (susenas), sosial ekonomi daerah (suseda) Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu tahun 2007 atau data
75
susenas DKI Jakarta, data podes, Kabupaten dalam angka serta data kondisi terumbu karang yang diperoleh dari Yayasan Terumbu karang Indonesia (Terangi) dan instansi lainnya. Dalam
penentuan
tingkat
kesejahteraan
dan
tingkat
konsumsi
menggunakan tehnik survey rumah tangga di mana unit sampel adalah rumah tangga nelayan, pembudidaya, pengolah dan pedagang ikan. Metode pengambilan data tingkat kesejahteraan dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling melalui wawancara dan kuisioner kepada masyarakat dan nelayan terpilih. Dalam tehnik Purposive sampling pengambilan contohnya ada unsur kesengajaan di dalamnya dan pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu dalam hal ini berdasarkan jenis usaha perikanan yang ada di lokasi dan dominan dikerjakan. Jenis usaha masyarakat pesisir meliputi usaha penangkapan, budidaya, pengolahan dan perdagangan. Pada usaha penangkapan lebih difokuskan pada nelayan ikan karang yang menggunakan motor tempel selanjutnya disebut nelayan tradisional. Jumlah responden masing-masing lokasi (P. Panggang dan P. Pramuka) sebanyak 30 orang.
Sehingga total jumlah responden sebanyak 60 orang.
Populasi nelayan terdiri dari 15 orang, pembudidaya 5 orang, pengolah ikan 5 orang dan pedagang 5 orang. Jumlah nelayan porsinya jumlahnya lebih banyak karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat pesisir di kedua pulau tersebut berprofesi sebagai nelayan. Jumlah ini dianggap mewakili populasi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya karena anggota populasi relatif bersifat homogen. 3.5
Metode Analisis Data
3.5.1
Analisis Daya Dukung Lingkungan dengan Ecological Footprint Metode ecological footprint mengacu kepada hasil penelitian yang
diperkenalkan oleh Haberl et.al (2001) yang mengukur ecological footprint di Austria pada periode 1926–1995. Ecological footprint dari ekonomi nasional dihitung melalui pendugaan lahan produktif (secara ekologis) yang diperlukan untuk mempertahankan aliran materi (bahan) dan enerji (termasuk di dalamnya adalah untuk memproduksi barang dan untuk menyerap limbah atau bahan ikutan
76
yang ditimbulkan) dan lahan untuk infrastuktur (buit-up land). Sementara itu jumlah lahan untuk mengabsorpsi jumlah CO2 (atau untuk susbtitusi bahan bakar bio, biofuels, terhadap bahan bakar fosil) didasarkan pada rata-rata produktivitas hutan dunia dan diasumsikan konstan. Memang di dalam menghitung ecological footprint dengan periode jangka panjang ini (time series) pertanyaan yang muncul adalah data produktivitas lahan yang mana yang akan digunakan untuk menkonversi aliran biomas ke dalam luas lahan footprint (PKSPL, 2005). Di dalam penelitiannya, Haberl et al. (2001) menggunakan 3 metode yang berbeda. Metode yang pertama menggunakan data produktivitas rata-rata dunia tahun 1995 sebagai acuan tetap.
Metode yang kedua menggunakan data
produktivitas rata-rata dunia pada tahun yang bersangkutan (bervariasi). Metode yang ketiga menggunakan data produktivitas lokal pada tahun yang bersangkutan. Di dalam kajian ini akan digunakan data produktivitas global pada tahun yang tetap. Dengan menggunakan metode ini maka footprint yang diperoleh adalah dalam satuan global. Sementara itu biocapacity berdasarkan data lokal. Oleh karena itu harus dilakukan koreksi (adjustment) dengan menggunakan ”yield factor” (Ferguson, 2002).
Yield faktor (YF) adalah perbandingan antara
produktifitas lokal terhadap produktifitas global. Dengan menggunakan data produktivitas global (rata-rata dunia) maka ecological footprint dihitung dengan rumus : EFi = (DEi / Ygbl i) EF = ∑ EFi EFi EF DEi Ygbl I
: Ecological Footprint produk ke-i : Total Ecological Footprint (dalam satuan global) : Domestic Extraction produk ke-i : Yield (produktivitas global) produk ke-i
Sementara itu biocapacity (BC) dihitung menggunakan rumus : BClok = ∑ Ak Ak
: luas land cover kategori ke-k
Agar biocapacity dapat diekspresikan secara global setara dengan perhitungan ecological footprint, maka biocapacity dikalikan dengan YF.
77
BC = ∑ Ak YFk Ak
: luas land cover kategori ke-k
YFk
: Yield factor land cover kategori ke-k
Selanjutnya daya dukung lingkungan (CC) dihitung dari : CC = (BC / EF) Analisis selanjutnya adalah membandingkan komponen EFi yang sejenis dengan CCk yang sesuai. Analisis ini untuk melihat komponen Efi mana yang tersedia di lokasi dan Efi mana yang tidak tersedia dan harus disediakan di daerah lain (di luar P. Panggang dan P. Pramuka). Data analisis ini secara struktural dapat digambarkan pada Tabel 3. Tabel 3 Tabel Isian Untuk Analisis Footprint Kategori
Produktivitas (Y) =kg/Ha
Konsumsi (DE)=Kg/kapita
1.Bahan pangan pokok - Padi - Jagung - Sayuran - Buah - Lain-lain - Teh - Kopi - Gula - Kapas Sub-Total 2. Bahan pangan dari Terumbu karang
- ikan karang - Kerang - Teripang - ikan lainnya Sub-Total 3. Bahan konsumsi dari Mangrove -Kayu bangunan - Kayu bakar - Nipah - Benur ikan - Kepiting - Udang Sub Total Total
Komponen footprint (FP) =Ha/kapita
Biocapacity (BC) = Ha Kebun/Tegalan/ Ladang
Luas ekosistem Terumbu karang/laut (4 mil)
Mangrove
78
3.5.2
Analisis Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang Mengukur daya dukung terumbu karang dilakukan dengan melihat 3
indikator utamanya yaitu : 1) Persentase tutupan karang; 2) indek mortalitas dan 3) kelimpahan ikan karang. Analisis data dilakukan berdasarkan data sekunder hasil pemetaan terumbu karang yang dilakukan oleh Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi) di seluruh Kepulauan Seribu pada tahun 2004-2005. Sumberdaya terumbu karang diamati pada dua waktu yang berbeda yaitu di tahun 2004 (13-17 Desember 2003 dan dilanjutkan 12-16 Januari 2004) dan 2005 (5-12 September 2005). Penelitian dilakukan di 58 titik yang menyebar dari ujung selatan (Gosong P. Lancang) ke ujung utara (P. Penjaliran Utara) Kepulauan Seribu.
Setiap lokasi penelitian mewakili 4 dari 5 kelurahan di
Kepulauan Seribu, yaitu Kelurahan Pulau Pari, Pulau Tidung, Pulau Panggang, Pulau Harapan dan Pulau Kelapa. Dalam penelitian ini hanya akan disajikan data penelitian yang melingkupi Kelurahan Pulau Panggang. Sedangkan Kelurahan lainya akan dijadikan sebagai pembanding. Penelitian yang dilakukan Terangi berfokus kepada beberapa komunitas terpilih yaitu karang keras, ikan karang dan makrobentos non-karang. Penelitian tutupan komunitas terumbu karang, kelimpahan masing-masing karang keras, makrobentos non-karang dan ikan dilakukan dengan menggunakan metode Transek Garis Menyinggung/Line Intercept Transect (English dkk, 1997). Selain itu, dilakukan juga penarikan garis maya paralel dengan transek garis membentuk luasan persegi panjang, yang dikenal dengan transek sabuk (Hill & Wilkinson, 2004) untuk menghitung populasi karang keras, makrobentos non-karang dan ikan karang. Namun, dalam penelitian ini, hanya akan indikator utama daya dukung ekologi terumbu karang yaitu persentase penutupan karang dan struktur komunitas ikan karang. 3.5.3
Analisis Kemiskinan Masyarakat Pesisir Pengukuran kemiskinan selama ini di Indonesia masih berdasarkan
pendekatan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan data yang berbeda. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Unit analisis yang digunakan terbagi dalam dua tingkatan yaitu :
79
1) Analisis kesejahteraan regional. Analisis ini digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir di lokasi penelitian. Unit analisis yang digunakan dalam analisis ini adalah Kelurahan P. Panggang dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Analisis ini akan menjelaskan permasalahan kemiskinan di tingkat regional meliputi sosial ekonomi masyarakat pesisir, aspek biofisik dan buatan. Indikator kemiskinan yang akan diukur pada tingkatan ini adalah tingkat kesejahteraan keluarga (model
BKKBN),
ketimpangan
indek
distribusi
pembangunan
pendapatan,
manusia
indikator
(IPM),
indeks
kemiskinan
secara
partisipatif dan indeks kemiskinan regional. 2) Analisis kesejahteraan rumah tangga.
Unit analisis yang digunakan
adalah rumah tangga masyarakat pesisir. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data primer yang didapat dengan metode kuisioner dan wawancara. A. 1)
Analisis Kesejahteraan Regional Model Kesejahteraan Keluarga Berbeda dengan BPS, BKKBN lebih melihat dari sisi kesejahteraan
dibandingkan dari sisi kemiskinan.
Unit survey juga berbeda, dimana BPS
menggunakan rumah tangga, sedangkan BKKBN menggunakan keluarga. Data kemiskinan dilakukan lewat pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi menjadi lima tahap sebagaimana Tabel 4 di bawah ini.
80
Tabel 4 Pentahapan Keluarga Sejahtera Menurut BKKBN Tahapan Keluarga Sejahtera Keluarga pra sejahtera (sangat miskin)
Keluarga (miskin)
sejahtera
I
Keluarga sejahtera II
Keluarga sejahtera III
Keluarga plus
sejahtera
III
Definisi dan Indikator Belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi : a. Indikator Ekonomi : • Makan dua kali atau lebih sehari • Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya di rumah, bekerja/ sekolah dan bepergian) • Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah b. Indikator Non-Ekonomi • Melaksanakan ibadah • Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi: a. Indikator Ekonomi • Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor • Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru • Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni b. Indikator Non-Ekonomi • Ibadah teratur • Sehat tiga bulan terakhir • Punya penghasilan tetap • Usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf latin • Usia 6-15 tahun bersekolah • Anak lebih dari 2 orang, ber-KB Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi: • Memiliki tabungan keluarga • Makan bersama sambil berkomunikasi • Mengikuti kegiatan masyarakat • Rekreasi bersama (6 bulan sekali) • Meningkatkan pengetahuan agama • Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah • Menggunakan sarana transportasi Sudah dapat memenuhi beberapa indikator,meliputi: • Memiliki tabungan keluarga • Makan bersama sambil berkomunikasi • Mengikuti kegiatan masyarakat • Rekreasi bersama (6 bulan sekali) • Meningkatkan pengetahuan agama • Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah • Menggunakan sarana transportasi Sudah dapat memenuhi beberapa indikator meliputi: • Aktif memberikan sumbangan material secara teratur • Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan
81
2)
Indek Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI) adalah indeks yang digunakan
untuk mengukur tingkat pembangunan manusia. IPM dijadikan sebagai penilaian yang bersifat komposit atas perkembangan konsumsi, kesehatan, dan pendidikan masyarakat yang digunakan secara luas untuk mengukur perkembangan kesejahteraan masyarakat. IPM dihitung berdasarkan data di tingkat Kabupaten. Ada tiga parameter yang digunakan untuk mengukur IPM (Sumarsono dan Marulita, 2002) dalam Karim (2005) yaitu : 1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup (life expectancy rate). 2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf rata-rata lamanya sekolah. 3. Pendapat yang diukur dengan daya beli masyarakat (purchasing power parity). Untuk melihat kualitas pembangunan manusia nilai IPM di bagi menjadi empat klasifikasi sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Kriteria Kualitas Pembangunan Manusia Nilai IPM < 50 50 <= IPM < 60 66 <= IPM < 80 >= 80
Kualitas Pembagunan Manusia Rendah Menengah Bawah Menengah Atas Tinggi
Nilai kondisi ideal dan terburuk dari IPM disajikan seperti Tabel 6. Tabel 6 Nilai Kondisi Ideal dan terburuk dari IPM Parameter (X)
Kondisi ideal
Kondisi terburuk
Angka harapan hidup (X1) Angka melek huruf (X2) Rata-rata lama sekolah (X3) Konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan (X4)
85.0 100 15 732,720
25,0 0 0 300,000
82
3)
Analisis Ketimpangan Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
Indeks Gini Rasio Pendapatan Rumah Tangga Nelayan. Persamaan Indek Gini ini disusun oleh Lorentz dengan bantuan kurva yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama. Absis menggambarkan presentase (persentil) populasi dan ordinat menggambarkan persentase atau persentil
pendapatan.
Selanjutnya
ditarik diagonal bersudut 45 derajat sebagai batas. Besarnya tingkat kemerataan dan ketidakmerataan dihitung dari luasan wilayah yang dibentuk oleh fungsi yang menggambarkan tingkat pendapatan nelayan dan garis diagonal 45%. Gini koefisien adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Koefisien yang ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50-0,70, sedangkan distribusi pendapatan yang relatif merata angkanya berkisar antara 0,20-0,38 (Todaro dan Smith, 2004). Bank dunia mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan berdasarkan besarnya persentase 40% penduduk yang berpenghasilan rendah dengan kriteria, yaitu : •
Jika persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok tersebut lebih kecil dari 12 % dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang tinggi
•
Jika kelompok tersebut lebih menerima 12 sampai 17 % dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang sedang
•
Jika kelompok tersebut lebih menerima lebih dari 17 % dari seluruh pendapatan menunjukkan ketimpangan yang rendah Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data pendapatan setiap
anggota keluarga yang didapat dari hasil wawancara langsung. Data pendapatan yang digunakan merupakan pendatan riil dari setiap anggota keluarga. Persamaan untuk menghitung indeks gini, adalah :
IG = 1 / 2 n =1
100
∫ X − f ( x)
Dimana : IG
= indeks gini
F (x)
= fungsi
yang
menggambarkan
persentase
berdasarkan persentase penduduk yang ada
pendapatan
nelayan
83
Persamaan ini dapat dimodifikasi untuk mempermudah pencarian indeks gini yakni : k
IG = 1 − ∑ P (Φ j + Φ ( j −1) ) j −1
Dimana : IG P Φ P n k j
= = = = = = =
Indeks gini Peluang Persen kumulatif pendapatan rumah tangga nelayan n/k Frekuensi pendapatan yang sama dari rumah tangga nelayan Total kumulatif frekuensi pendapatan yang sama Pendapatan rumah tangga nelayan
4) Pengukuran Indikator Kesejahteraan dengan Metode Partisipatif
Pemantauan tingkat kemiskinan selama ini yang dilakukan pemerintah mengandalkan data Susenas dan Potensi desa (Podes). Kedua data ini menjadi pijakan dasar pemerintah dalam distribusi dan alokasi program yang dirancang secara khusus untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Akan tetapi, muncul persoalan ketika para pejabat lokal ingin melihat secara ril dan harus mengidentifikasi mereka yang miskin dan mengidentifikasi tempat tinggalnya, karena susenas dan Podes tidak menyediakan informasi ini. Beberapa indikator yang digunakan dalam Susenas dan Podes juga seringkali tidak sesuai dengan karekteristik wilayah dan masyarakat yang diteliti. Untuk menjawab permasalahan tersebut, para pelaksana program beralih ke data BKKBN yang tujuan utamanya sebetulnya untuk memantau pelaksanaan program KB Nasional. Dengan demikian metode tersebut kurang cocok dijadikan sebagai instrumen untuk mengidentifikasi keluarga miskin. Penggunaan data ini telah berakibat pada rendahnya tingkat cakupan yang dapat diraih dan terjadinya kebocoran pada program pemerintah untuk masyarakat miskin (Suryahadi & Sumarto ; Principle and Approaches). Untuk itu dibutuhkan metode pemantauan kemiskinan yang memudahkan pengumpulan data, memberikan hasil yang objektif, peka terhadap kekhasan lokal dan memberikan hasil-hasil yang intuitif dan cepat. Metode ini menekankan kepada keterlibatan penduduk setempat dalam menentukan kriteria kemiskinan. Metode ini pernah diperkenalkan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2005 dan diuji cobakan di Cianjur dan Demak.
Sistem ini oleh SMERU
84
diperkenalkan sebagai Sistem Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat (Community Based Monitoring System – CBMS). Dalam penelitian ini, metode CBMS tidak digunakan secara penuh tetapi dimodifikasi dan digunakan sebagian. Terdapat beberapa perbedaan antara CBMS ini dengan sistem pemantauan kemiskinan yang bersifat tradisional.
Pertama ; Metode ini menggunakan
kuesioner yang cukup sederhana yang dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat lokal, yang berarti sistem ini menggunakan pengetahuan masyarakat setempat. Kedua; karena warga setempat dapat memulai menganalisis sebagian informasi tanpa perlu menunggu untuk terlebih dahulu diproses atau dianalisis di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi, hasilnya dapat langsung tersedia dalam waktu yang relatif singkat dan secepatnya dapat diambil tindakan. Ketiga; CBMS peka terhadap kondisi-kondisi yang bersifat lokal. Hal ini penting karena kondisi kemiskinan seringkali berbeda bergantung pada kondisi lokalnya. Karena peka terhadap kondisi lokalnya, CBMS mampu memberikan pengarahan bagi kebijakan yang tepat untuk mengurangi tingkat kemiskinan di suatu daerah. Sebaliknya, sistem pemantauan kemiskinan yang lain biasanya menggunakan seperangkat indikator kemiskinan yang sama untuk seluruh daerah, yang sering terbukti tidak efektif akibat berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh heterogenitas wilayah (SMERU, 2005). Pengumpulan data dan informasi dalam studi ini dilakukan dengan menggabungkan
metode
kualitatif.
Metode
kualitatif
dilakukan
melalui
wawancara dan diskusi kelompok terarah (focused groups discussion/FGD) dengan informan kunci, aparat desa dan masyarakat. FGD adalah sebuah tehnik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Tehnik ini mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi terpusat pada beberapa permasalahan tertentu sekaligus digunakan untuk menarik kesimpulan. Dalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak yang dipandang dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan. Bungin (2003) menyatakan bahwa tahapan utama dalam FGD meliputi :
85
(i) Tahap diskusi.
Melibatkan berbagai anggota FGD yang diperoleh
berdasarkan kemampuan dan kompetensi formal serta kompetensi penguasaan fokus masalah; (ii) Tahap analisis hasil FGD. Pada tahap ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap analisis mikro dan makro. Pada tahap mikro langkahlangkah analisis meliputi coding terhadap sikap dan pendapat, menentukan kesamaan sikap, menentukan persamaan istilah, mencari hubungan antara masing-masing masalah.
Sedangkan pada tahap
makro, peneliti dituntut tidak saja mengabstraksikan hubunganhubungan pada tingkat yang substansial, bahkan abstraksi tersebut sampai
pada
tingkat
mengkonstruksi
pengetahuan
atau
mendekonstruksi teori. Penggunaan FGD dalam pemetaan kemiskinan secara partisipatif ini sekaligus digunakan dalam pemetaan permasalahan dan isu yang berkembang. Indikator yang digunakan dalam pengukuran kesejahteraan secara partisipatif di P. Panggang dan P. Pramuka ini terdiri dari 7 indikator penting yaitu kondisi rumah, kepemilikan aset, penghasilan/pendapatan, pendidikan, kesehatan, pola makan dan pekerjaan. Sedangkan tangga kehidupan setelah disepakati bersama-sama masyarakat adalah kategori miskin, cukup dan kaya. FGD ini dilakukan di tingkat Desa di Kelurahan P. Panggang yaitu di P. Panggang. B.
Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga
Analisis kesejahteraan rumah tangga dilakukan dengan metode deskriptif berdasarkan data primer yang didapatkan dari hasil kusioner dan data sekunder yang relevan. Analisis menggunakan indikator-indikator rumah tangga miskin yang dibuat oleh BPS maupun BKKBN. Hasil dari masing-masing indikator kesejahteraan selanjutnya dikumpulkan secara total untuk mendapatkan jumlah persentase rumah tangga sangat miskin, miskin, cukup dan kaya. Kriteria tingkat kesejahteraan ini disusun bersama-sama dengan masyarakat dan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat. Analisis kesejahteraan rumah tangga mendasarkan kepada indikatorindikator umum rumah tangga miskin seperti kondisi rumah, tingkat pendidikan,
86
kesehatan, pendapatan, pekerjaan, kepemilikan aset dan pola pakaian. Selain itu analisis juga dilakukan pada lingkungan kontekstual yang merupakan jalan keluar bagi masyarakat dari kemiskinan. Lingkungan kontekstual terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial dan politik serta ketersediaan sarana dan pelayanan. Data diolah dengan menggunakan software SPSS . 3.5.4
Analisis Ekonomi Politik
Analisis ekonomi politik mengurai interaksi antara ekonomi dan politik. Analisis ini merupakan analisis ekonomi (makro ekonomi) dikaitkan dengan non ekonomi (kebijakan publik, sumberdaya alam, politik, ekologi, lingkungan dan sosial). Kriteria dalam mengidentifikasi teori seperti ini adalah ada tidaknya klaim darinya untuk dapat menggambarkan hubungan sistematis antara prosesproses ekonomi dan politik.
Hubungan semacam ini dapat dipandang dalam
beberapa cara sebagai hubungan sebab-akibat antara satu proses dengan proses lain (teori determenistik), sebagai sebuah hubungan timbal balik (teori interaktif) atau sebagai keberlanjutan prilaku. Analisis ekonomi politik dalam penelitian ini akan digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi masyarakat pesisir dikaitkan dengan perubahan sosial politik yang berkembang. Dimensi sosial politik dari kemiskinan lebih menekankan pada derajat akses terhadap kekuatan yang mencakup tatanan sistem sosial politik yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang atau tatanan sistem sosial yang menentukan alokasi penggunaan sumber daya. Kebijakan pemerintah dalam kerangka sosial politik disengaja atau tidak, sebagian di antaranya justru menyebabkan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan pendapat para teoritisi bahwa masyarakat menjadi miskin bukan karena mereka miskin (a country is a poor because it is poor), tetapi karena kebijakan pemerintah yang salah (a country is poor because of poor policies). Pendekatan ini berusaha mencari sebab-sebab timbulnya kemiskinan atau ketimpangan yang terjadi, jika dalam penelitian ditemukan hal demikian. Tingkat kemiskinan yang akan dipotret dalam pendekatan ini adalah kemiskinan struktural yaitu situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap pemanfaatan sumber daya yang terjadi dalam suatu setting sosial budaya politik
87
yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi justeru seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. Pendekatan Kritis
Pendekatan dilakukan dengan paradigma kritis yang ditujukan untuk melihat apakah dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan terdapat mekanisme ekploitatif sehingga masyarakat pesisir menjadi miskin –sebagaimana marx mengkritik pandangan ekonom klasik- atau adanya policy bias dan proses-proses terjadinya kemiskinan masyarakat pesisir lainnya.
Paradigma kritis secara
ontologis merupakan cara pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis terhadap faham tertentu. Paradigma kritis menilai realitas secara kritis dan tidak dapat dilihat secara kasat mata dalam pengamatan manusia, karena merupakan realitas sejarah yang harus dipahami secara mendalam. Metodologi yang digunakan dalam paradigma kritis adalah dialektika. Menekankan empati dan interaksi dialektik antara peneliti dan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif.
Teori kritis
melihat sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang dihayati oleh para pelaku.
Metode penggalian data dalam pendekatan ini dilakukan
dengan tehnik dialogis dan wawancara mendalam untuk menemukan kebenaran realitas yang hakiki (Salim, 2001) dalam Wulan (2006). Menurut Fernandes dan Tandon (1993) metodologi kritis berusaha memahami situasi sosial dan memahami kecenderungan mengenai : 1) profesionalisasi dan sentralisasi pengetahuan, hasil dan terapannya; 2) pelaku tidak hanya dianggap
sebagai
sumberpemilik pengatahuan. Proses keterlibatan subyek penelitian mempunyai arti cukup penting dalam proses pertumbuhan kesadaran mereka. Masyarakat harus mampu melihat masalah mereka sendiri sebagai orang yang terlibat. Metode Analisis
Pendekatan ekonomi politik dibutuhkan untuk melihat relasi antara daya dukung ekosistem pulau-pulau kecil dengan tingkat kesejahteraan nelayan tradisional.
Relasi yang terjadi di lapangan akan dijelaskan secara deskriptif
dengan menggunakan data-data primer dan sekunder yang relevan serta
88
mengaitkannya dengan beberapa teori pembangunan yaitu teori liberal-kapitalis, struktural-kritis/radikal dan heterodox (Damanhuri, 1997). Analisis didasarkan pada data-data empiris yang ada baik data ekologi maupun ekonomi. Pembahasan akan dilakukan dengan mengaitkan antara data ekonomi seperti pendapatan nelayan tradisional, tingkat kesejahteraan dan ketimpangan yang terjadi dengan kondisi daya dukung ekosistem yang ada baik terumbu karang maupun mangrove. Fakta yang terlihat di lapangan akan ditemukan faktor penyebabnya dengan menggunakan alat bedah beberapa teori pembangunan yang telah disebutkan di atas. Penggalian data dilakukan dengan tehnik wawancara mendalam dan FGD. Analisis ekonomi politik lebih khusus akan digunakan pada saat membedah platform dari kebijakan pemerintah daerah yang terkait dengan pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Program yang ada selanjutnya akan diperiksa berdasarkan ciri-ciri utama dari tiga teori utama ekonomi yaitu teori liberal, radikal kritis dan heterodox.
Penyajian akan
menggunakan matrik penciri utama. Platform kebijakan akan ditentukan oleh seberapa banyak penciri utama yang menunjuk pada kebijakan tersebut. Matrik penciri utama dijelaskan dalam Tabel 7 berikut. Tabel 7 Matrik Penciri Utama Kebijakan Terhadap Tiga Teori Ekonomi No
Ciri-Ciri
Liberal – Kapitalis
1
Pendekatan
Individual – kapitalis dan orientasi profit yang dominan
2
Basis analisa
Mentalitas, individu
3
Alat analisa
Tehnokratis : dalam pengambilan keputusan (demokrasi berbasis kekuatan kapital)
prilaku
Struktural – Kritis Anti individukapitalis Kolektivitas (komunis), Koperasi modern (sosial) dan Nasionalisasi Individu, Negara, pasar CentralPheripery Elit sentral communis : demokrasi perwakilan (buruh, tani, nelayan)
Heterodox Kekuatan Ekonomi lokal
Nilai tradisional dan modern
Partisipatory decision making process (gotong royong) Konsensus (Negara, swasta, legislatif)
89
No
Ciri-Ciri
4
Tujuan pembangunan
5
Nilai
Liberal – Kapitalis
Struktural – Kritis Growth oleh Growth oleh individu, privat sentral sektor yang dominan komunis/Negara Keseimbangan swasta, Negara dan koperasi (sosial demokratis) Nilai luar (modern) Nilai luar (sentral menguat komunis/sosial) menguat
Heterodox Kesejahteraan masyarakat lokal
Nilai menguat
lokal
Sumber : Damanhuri, 2008 (diolah)
Kebijakan yang ada akan diperiksa kesesuaiannya dengan empat ciri utama dari tiga teori ekonomi. Analisis terhadap kebijakan dilakukan berdasarkan hasil wawancara, survey langsung, pendapat ahli dan hasil analisis. Tabel 8 di bawah ini menyajikan keterkaitan antara kebijakan yang ada dengan tiga teori ekonomi. Tabel 8 Matrik Platform Kebijakan Berdasarkan Teori Ekonomi No
Program
1
A1
2
A2
3
A3
4
A4
5
A5
Teori Liberal Frek Teori Radikal Frek 1 2 3 4 5
3.5.5
1 2 3 4 5
Teori Heterodox
Frek
1 2 3 4 5
Analisis Kelembagaan
Metode analisis dalam penelitian menggunakan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif menggunakan data-data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang relevan.
Data yang telah diperoleh kemudian
diverifikasi dan ditinjau ulang serta mendiskusikan dengan pihak lain yang memiliki kemampuan dalam bidang kelembagaan. Selanjutnya untuk memastikan efektifitas unsur-unsur kelembagaan perlu diperiksa kembali tingkat kebutuhannya, keberadaannya dan keberfungsian dari
90
masing-masing unsur kelembagaan. Hasil keluaran matrik unsur kelembagaan akan dibahas secara deskriptif dengan melihat perkembangan data primer maupun sekunder. Matrik identifikasi unsur-unsur kelembagaan dapat diperhatikan pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Identifikasi Unsur-Unsur Kelembagaan Unsur kelembagaan
3.6
Keberadaan ya tidak
Fungsi Efektif
Kurang
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini tidak semua bidang akan diteliti, namun akan dibatasi pada beberapa hal. Batasan-batasan tersebut antara lain : •
Penghitungan daya dukung ekologi terumbu karang didasarkan pada kondisi terumbu karang di Kelurahan P. Panggang.
•
Penghitungan daya dukung lingkungan pulau dilakukan di dua pulau berpenghuni di Kelurahan P. Panggang yaitu P. Panggang dan P. Pramuka. Demikian halnya dengan penghitungan tingkat kesejahteraan dan analisis lainnya.
•
Pengukuran tingkat kesejahteraan dibatasi pada melihat tingkat pendapatan masyarakat dan juga variabel terkait lainnya yang memungkinkan
•
Pengukuran terhadap daya dukung ekosistem mangrove dan terumbu karang akan dilihat manfaat langsung dan tidak langsung jika memungkinkan untuk dikaji
•
Sasaran penelitian dibatasi pada masyarakat pesisir dan khususnya nelayan tradisional yang hasil tangkapannya banyak bergantung dari keberadaan ekosistem terumbu karang dan mangrove Dengan demikian untuk melihat hal-hal yang akan dikaji, metode analisis,
sumber data dan hasil keluaran dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.
91
Tabel 10 Persoalan yang Dikaji, Jenis Analisis, Sumber Data dan Output No 1
Uraian Kajian
Analisis
Sumber Data
Hasil
Analisis Daya Dukung PPK a
Mengetahui daya dukung ekologi terumbu karang
b
Daya Dukung Lingkungan PPK
2
Persentase tutupan karang, indek mortalitas dan kelimpahan ikan karang Ecological footprint
Data sekunder penelitian sejenis
Menunjukkan kualitas terumbu karang
Data primer hasil survey lapang Data sekunder penelitian
Menggambarkan produktivitas lokal dan global Mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga nelayan Menggambarkan tingkat pembangunan manusia di tingkat Kabupaten, meliputi Pendidikan, kesehatan dan konsumsi/pendapatan Menggambarkan distribusi ketimpangan pendapatan rumah tangga nelayan
Analisis Kemiskinan Masyarakat Pesisir a b
c
3
Mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga nelayan Mendeskripsikan tingkat pembangunan manusia
Model Kesejahteraan Keluarga
Data sekunder (BPS)
Indek Pembangunan Manusia (IPM)
Data sekunder dari BPS
Mengetahui tingkat ketimpangan keluarga nelayan
Analisis gini rasio
Data primer hasil kuisioner
Analisis Deskriptif
•
Analisis Ekonomi Politik a
4 a
Mengukur relasi antara kesejahteraan masyarakat dengan kebijakan politik dan lingkungan Analisis Kelembagaan Melihat efektifitas Kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan PPK
•
Analisis Deskriptif
• •
Data primer dari hasil wawancara, observasi lapangan dan kuisioner Data sekunder dari hasil penelitian yang relevan dan kebijakan yang digunakan
Mengetahui kemungkinan adanya faktor bias pembangunan, relasi antara kebijakan dan kondisi lingkungan, fenomena kemiskinan yang muncul dikaitkan dengan teori pembangunan yang berkembang
Data primer dari hasil wawancara, observasi lapangan dan kuisioner Data sekunder dari hasil penelitian yang relevan, statistik potensi desa 2007
Mengetahui tipe profil nelayan, kelembagaan, aktor yang terlibat, tatanan dan aturan main yang berlaku, daya jangkau dan mata pencaharian penduduk serta implikasi kebijakan