3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Selat Makassar merupakan perairan laut yang berada di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan serta Samudera Pasifik di sebelah utara dan Laut Jawa serta Laut Flores di bagian sebelah selatan.
Penelitian dilaksanakan di
perairan pantai barat Sulawesi Selatan (Selat Makassar) dengan lokasi di empat kabupaten, yakni Kabupaten Takalar, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Majene Sulawesi Barat sebagai daerah pengumpulan data dan investigasi lapang (Gambar 8). Pengambilan data kegiatan penangkapan ikan terbang berupa : lokasi penangkapan, jumlah hasil tangkapan, dan parameter biologi ikan, dilakukan selama 3 (tiga) periode musim, yakni : peralihan musim barat timur (PMBT) dari bulan Maret - Mei, Musim timur (MT) dari bulan Juni - Agustus, dan peralihan musim timur barat (PMTB) dari bulan September - Nopember 2004 pada empat daerah penangkapan ikan (DPI).
-2.00
KA
-2.50
L A S UL SELAT MAKASSAR
-3.00
-4.00
SI
Kec.Malunda Kab.Majene PPI I
DPI I
DPI II
Kec.U. Lero Kab.Pinrang PPI II
Kec.T.Rilau Kab.Barru PPI III
PPI = Pangkalan Pendaratan Ikan
-4.50
DPI = Daerah Penangkapan Ikan
DPI III
-5.00
ka Ma
-5.50
DPI IV
ar ss
Kec.G.Utara Kab.Takalar PPI IV
-6.00
BUJUR TIMUR
Gambar 8 Lokasi penelitian (Selat Ma kassar).
120.50
120.00
119.50
119.00
118.50
118.00
117.50
117.00
-7.00
116.50
-6.50
116.00
LINTANG SELA TAN
-3.50
WE
3.2 Alat dan Bahan Penelitian Untuk keperluan pengumpulan data lapang selama penelitian berlangsung, yang terdiri atas data lokasi penangkapan ikan, jumlah hasil tangkapan, dan data parameter biologi ikan menurut periode musim dan daerah penangkapan, menggunakan alat dan bahan penelitian seperti disajikan pada Tabel 5. Table 5 Alat dan bahan penelitian No
Alat dan Spesifikasi
Satuan Jumlah
Kegunaan
1
Kapal dan alat penangkapan ikan
Unit
12
Sebagai sarana pengumpul data penangkapan ikan
2
Global Positioning System (GPS), Garmin 45 XL
Unit
4
Sebagai alat pencatat lokasi (koordinat) penangkapan
3
Jangka sorong digital dengan ketelitian 0,01 mm
Unit
4
Untuk mengukur panjang ikan sampel hasil tangkapan
4
Timbangan analitik dengan ketelitian 0, 1 mg berkapasitas 5 kg
Unit
4
Untuk mengukur berat ikan hasil tangkapan sampel
5
Pisau potong
Unit
8
Untuk mengiris perut sampel ikan
6
Pinset
Unit
12
Untuk mengangkat isi lambung dan gonad ikan
7
Baskom plastik 20 ltr
Buah
12
Untuk menampung hasil tangkapan sampel
8
Alat tulis menulis
Unit
12
Untuk mencatat data-data lapang
9
Kamera digital
Unit
4
Untuk merekam gambar/obyek penelitian lapang
10
Larutan formalin 40%
Liter
20
Untuk mengawetkan ikan sampel hasil tangkapan
37
3.3 Kapal dan Alat Penangkapan Ikan dan Telur Ikan Terbang Kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang untuk pengumpulan data lapang, menggunakan kapal terbuat dari bahan kayu dengan bobot masing-masing di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Barru berukuran antara 8 - 10 GT yang dilengkapi dengan mesin penggerak dalam (inboard engine) berkekuatan antara 23 - 33 HP.
Di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Majene menggunakan kapal
penangkap ikan berukuran antara 2 - 3 GT, dilengkapi dengan mesin penggerak motor tempel (outboard engine) berkekuatan antara 3 - 5 HP (Tabel 6 dan Lampiran 1). Kapal penangkap ikan di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Barru, diawaki antara 4 - 6 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai kepala operasi penangkapan ikan yang dilakukan.
Masing-masing ABK memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan
baik, terutama pada saat operasi penangkapan berlangsung (setting dan hauling). Di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Majene dengan ukuran kapal penangkap ikan terbang yang lebih kecil, hanya diawaki antara 2 - 3 orang ABK dan dikepalai oleh seorang juru mudi. Pembagian tugas selama kegiatan penangkapan berlangsung, dilakukan secara bersama-sama mengingat jumlah dan ukuran alat penangkapan ikan yang digunakan juga relatif kecil. Tabel 6 Spesifikasi kapal penangkapan ikan dan telur ikan terbang
1 2 3
Ukuran (m) (P x L x D) 11 x 0,7 x 1 11 x 0,7 x 1 11 x 0,7 x 1
Merk dan Kekuatan Mesin Honda 3 HP Honda 3 HP Honda 3 HP
Jumlah ABK 2 2 2
Pinrang
1 2 3
12 x 0,9 x 1 12 x 0,9 x 1 12 x 0,9 x 1
Honda 5 HP Honda 5 HP Honda 5 HP
3 3 3
JIHP JIHP JIHP
Barru
1 2 3
14 x 2,2 x 2 14 x 2,2 x 2 14 x 2,2 x 2
Yanmar 23 HP Yanmar 23 HP Yanmar 23 HP
4 4 4
JIHP JIHP JIHP
Takalar
1 2 3
15 x 2,5 x 2 15 x 2,5 x 2 15 x 2,5 x 2
Yanmar 33 HP Yanmar 33 HP Yanmar 33 HP
5 5 5
BHP BHP BHP
Kabupaten
No.
Majene
Jenis API JIHP JIHP JIHP
Sumber : Data Lapang, 2004
38
Alat penangkapan ikan terbang yang digunakan oleh masyarakat nelayan di daerah ini , berupa jaring insang hanyut permukaan ( JIHP). Jenis alat penangkapan ini dikenal dengan beberapa nama menurut daerah dan suku masyarakat.
Di
Kabupaten Takalar dengan masyarakat suku Makassar, dikenal dengan nama puka torani, di Kabupaten Barru dengan masyarakat bugis, dikena l dengan nama puka tourani , sementara di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Majene dengan masyarakat Mandar dikenal dengan nama puka tuing-tuing. Pemberian nama ini menggunakan dua suku kata, yakni kata puka yang berarti jaring dan kata torani, tourani, serta tuing-tuing yang berarti ikan terbang. Alat tangkap ini secara khusus dioperasikan untuk kegiatan penangkapan ikan terbang, dengan konstruksi dan desain menyerupai jaring insang pada umumnya. Terdiri atas lembaran jaring berbentuk empat persegi dengan ukuran panjang jauh lebih besar dibandingkan ukuran lebarnya. Dilengkapi dengan tali ris atas dan tali ris bawah, tali pelampung dan tali pemberat, serta pelampung pada bibir jaring bagian atas dan pemberat pada bibir jaring bagian bawah. Lembaran jaring yang digantung pada tali ris atas dan tali ris bawah dibuat sedemikian rupa, sehingga mata jaring pada saat dioperasikan untuk menangkap ikan dapat terbuka dengan baik. Bukaan mata jaring setelah digantung pada tali ris, berkaitan dengan besar kecilnya hanging ratio (HR) yang diberikan terhadap jaring itu. Hanging ratio berbanding terbalik dengan shortening (pemendekan), semakin besar hanging ratio yang diberikan berarti semakin kecil shortening pada jaring itu, dan sebaliknya semakin kecil hanging ratio berarti semakin besar shortening pada jaring itu. Pemberian hanging ratio atau shortening bergantung pada besarnya nilai bukaan mata jaring yang diinginkan. Berdasarkan pengalaman dan kebiasaan nelayan di daerah penelitian tentang penggunaan jaring insang hanyut permukaan, diperoleh HR atau S berkisar antara 20 – 30%. Konstruksi dan desain JIHP yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan terbang, diperlihatkan pada Lampiran 2. Jaring yang digunakan merupakan jenis alat tangkap yang bersifat pasif sekaligus bersifat selektif terhadap ukuran ikan hasil tangkapan. Besarnya ukuran mata jaring ( mesh size) disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. JIHP merupakan suatu jenis alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring satu lapis dengan ukuran mata jaring yang sama pada seluruh bagian jaring.
Cara tertangkapnya ikan dengan alat tangkap ini, dapat berupa terjerat
(gilled) pada bagian keliling badan ikan, terjerat pada bagian tutup insang
39
(preopercullum), keliling badan ikan di belakang tutup insang (opercullum) dan pada keliling maksimum badan ikan (max body girth) dan ataupun dengan cara terpuntal pada badan jaring (entangled). JIHP yang digunakan memiliki ukuran setiap potongnya (piece), yakni panjang jaring sekitar 30 m dan dalam (lebar) 2 m (Tabel 7). Umumnya nelayan pada saat melakukan pengoperasian, jaring insang tersebut dirangkai dari beberapa piece ke dalam satu rangkaian jaring yang sekaligus ditebar di dalam air. Jumlah rangkaian jaring (piece) yang dioperasikan dalam kegiatan penangkapan ikan terbang (setting) berkisar antara 20 - 30 piece.
Jaring dirangkai menjadi satu
rangkaian yang tidak terpisah antara satu bagian (piece) dengan bagian (piece) lainnya, dilakukan dengan cara mengikat (menyambung) setiap ujung tali ris atas. Tabel 7 Spesifikasi alat penangkapan ikan dan telur ikan terbang
1 2 3
Jenis API JIHP JIHP JIHP
Ukuran (P x L) (m) 30 x 2 30 x 2 30 x 2
Ukuran Mata Jaring (cm) 3,75 3,75 3,75
Jumlah Pis/Unit API 20 20 20
Pinrang
1 2 3
JIHP JIHP JIHP
30 x 2 30 x 2 30 x 2
3,75 3,75 3,75
20 20 20
Barru
1 2 3
JIHP JIHP JIHP
30 x 2 30 x 2 30 x 2
3,75 3,75 3,75
30 30 30
Takalar
1 2 3
BHP BHP BHP
1,5 x 1 1,5 x 1 1,5 x 1
-
50 50 50
Kabupaten
No.
Majene
Sumber : Data Lapang, 2004 Bahan jaring (badan jaring) terbuat dari jaring serat tunggal (monofilament) dengan bahasa lokal jaring tasi dengan nomor benang 30 yang dilengkapi dengan tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat, serta pelampung, dan pemberat. Lebar mata jaring (mesh size) yang digunakan adalah 1,5 inchi (3,75 cm) yang merata pada semua badan jaring. Penggunaan lebar mata jaring seperti ini, disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi tujuan penangkapan (ikan terbang) dengan rata-rata memiliki ukuran lingkar badan berkisar antara 6,0 – 8,0 cm.
Dengan demikian ikan terbang dapat dengan mudah terjerat (gilled) pada
40
badan jaring, namun sebagian ikan juga seringkali tertangkap dengan cara terpuntal (entangled) pada badan jaring terutama apabila jaring berhasil menemukan kawanan ikan dalam jumlah besar. Alat penangkapan yang digunakan untuk kegiatan penangkapan telur ikan terbang di Kabupaten Takalar terdiri atas dua macam, yakni berupa bubu hanyut permukaan (BHP) dan berupa rakit (bale-bale).
Alat tangkap (BHP) untuk
menangkap telur ikan terbang di daerah ini, telah digunakan sejak lama oleh masyarakat nelayan patorani secara turun temurun. BHP dikenal dengan beberapa nama sesuai dengan suku masyarakat di Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Takalar dengan masyarakat suku Makassar dikenal dengan nama bubu patorani, sementara di Kabupaten lainnya dengan masyarakat suku bugis dan mandar memberinya nama dengan bubu tourani dan bubu torani (Lampiran 2). Alat penangkapan berupa rakit (bale-bale) untuk menangkap telur ikan terbang, hanya digunakan oleh masyarakat nelayan patorani dari Kabupaten Takalar.
Alat penangkapan telur ikan terbang tersebut mulai digunakan oleh
nelayan di daerah ini, sejak awal tahun sembilan puluhan.
Hal ini merupakan
kesadaran dan kreativitas masyarakat nelayan yang selama ini melakukan kegiatan penangkapan telur ikan terbang. Bale-bale, dibuat menyerupai rumpon yang ditebar di permukaan laut, sehingga ikan terbang yang akan mengeluarkan telurnya mendekati dan bermain di sekitar alat itu kemudian menempelkan telurnya pada dedaunan yang diikatkan pada semua sisi alat. Metode penangkapan telur ikan terbang dilakukan dengan memanfaatkan sifat biologi ikan tersebut yang senang meletakkan
atau
menempelkan
telur-telurnya
pada
benda-benda
terapung
(pelagophils) dan atau pada rumput-rumput laut yang mengapung di permukaan (phytophils). Bale-bale terdiri atas rangka berbentuk empat persegi menggunakan bahan kayu atau bambu. Pada semua sisi rangka alat ini, diikatkan helaian daun kelapa secara teratur sehingga menyerupai sebuah rumpon pada saat ditebar di dalam laut.
Penggunaan alat penangkapan ikan terbang dengan bale-bale, ternyata
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan menggunakan bubu hanyut, yakni : (1) dapat diangkut ke laut dalam jumlah yang lebih banyak karena dapat disusun secara teratur di atas dek kapal; (2) sangat menarik perhatian kawanan ikan terbang yang akan bertelur karena alat ini menyerupai rumpon dengan jumlah dedaunan yang lebih banyak; dan (3) hanya menangkap telur ikan terbang dan
41
ikannya sendiri lolos tidak tertangkap.
Penggunaan bale-bale dalam kegiatan
penangkapan telur ikan terbang telah mengalami perkembangan yang pesat, menyebabkan penggunaan jumlah BHP dalam kegiatan penangkapan tersebut menurun. Bahkan dalam setiap trip penangkapan telur ikan terbang di daerah ini, BHP hanya digunakan antara 5 sampai 8 buah yang dirangkai bersama dengan bale-bale dan dianggap sebagai suatu pembuka rejeki keberhasilan penangkapan menurut tradisi dan kepercayaan masyarakat nelayan setempat. 3.4 Metode Penangkapan Ikan Penangkapan Ikan terbang menggunakan JIHP, sedangkan penangkapan telur ikan terbang selain menggunakan BHP juga menggunakan alat tangkap berbentuk rumpon (bale-bale). Kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang, diawali dengan proses persiapan di darat dengan terlebih dahulu mengecek kesiapan kapal, mesin kapal dan alat tangkap yang akan digunakan. Kapal dan mesin kapal bila dinyatakan layak operasi, selanjutnya dilakukan pemuatan bahan bakar, oli, bahan makanan, dan obat-obatan sesuai dengan rencana jumlah hari operasi penangkapan. Kapal mulai bergerak dari pangkalan (fishing base) sekitar pukul 14.00 waktu setempat menuju lokasi penangkapan (fishing ground) yang direncanakan dengan waktu tempuh sek itar 12 jam. Penentuan lokasi dimana kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang akan dilakukan, diawali dengan melakukan pengamatan di sekitar perairan tersebut. Pengamatan di sekitar perairan itu misalnya dengan melihat kawanan burung laut, buih dan percikan air di permukaan, adanya beberapa rumput laut atau potongan kayu yang mengapung, serta adanya beberapa ikan terbang yang loncat atau terbang di atas permukaan laut. Jika jumlah ikan terbang yang loncat atau terbang di atas permukaan laut banyak dan cenderung mengikuti arah vertikal, menunjukkan adanya kawanan ikan terbang di dalam perairan itu dalam jumlah banyak. Tandatanda seperti ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan setempat dalam memperkirakan lokasi ikan terbang yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan. Kegiatan penangkapan dilakukan pada esok harinya menjelang sore hari sekitar pukul 14.00 waktu setempat. Penangkapan telur ikan terbang dimulai dengan mengikat satu persatu alat tangkap bubu/rakit pada tali utama, kemudian melepas alat tangkap tersebut (setting) secara teratur ke dalam perairan. Jumlah alat tangkap yang dioperasikan dibagi dalam dua rangkaian, satu rangkaian di
42
bagian buritan kapal dan satu rangkaian lagi di bagian haluan kapal.
Setelah
semua alat tangkap telah berada di dalam air, tali utama dibiarkan hanyut bersama dengan alat tangkap sampai sekitar 50 meter dari kapal. Rangkaian alat tangkap ini dibiarkan di dalam air dan hanyut selama satu malam, dan besok paginya alat tangkap tersebut mulai diangkat kemb ali (hauling) sekitar pukul 07.00 pagi. Pengangkatan alat tangkap dilakukan secara teratur dan hati-hati, sehingga telur ikan terbang yang melekat pada dedaunan yang dipasang pada rangka alat tangkap itu tidak terlepas. Jika jumlah hasil tangkapan telur ikan terbang yang diperoleh cukup banyak, rangkaian alat tangkap tersebut dihanyutkan kembali (setting) setelah semua hasil tangkapannya diambil untuk kegiatan penangkapan hari berikutnya. Sebaliknya bila jumlah hasil tangkapan dianggap kurang memuaskan, selanjutnya kapal bergerak berpindah untuk mencari lokasi penangkapan yang lain. Kegiatan persiapan sampai dengan operasi penangkapan telur ikan terbang, diperlihatkan secara skematis pada Gambar 9. Kegiatan penangkapan telur ikan terbang dilakukan setiap harinya dimana kapal dibiarkan hanyut bersama dengan alat tangkap yang telah ditebar ke dalam perairan. Di dalam satu trip penangkapan, umumnya berkisar antara 20 sampai dengan 30 hari di laut termasuk waktu yang digunakan menuju dan kembali dari lokasi penangkapan ke tempat asal. Jumlah hari operasi penangkapan ini tidak bersifat mutlak, namun juga bergantung pada keberhasilan dalam menangkap telur ikan terbang. Jika dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan selama beberapa hari berturut-turut, berhasil menangkap telur ikan terbang dalam jumlah yang cukup sesuai dengan perhitungan jumlah hasil tangkapan yang minimal diperoleh, kapal dapat bergerak kembali menuju tempat asal (fishing base). Namun bila kegiatan penangkapan yang telah dilakukan belum berhasil menangkap telur ikan terbang dalam jumlah yang cukup, maka kegiatan penangkapan tetap dilanjutkan pada hari berikutnya kecuali bila persediaan bahan bakar dan makanan telah menipis. Untuk kegiatan penangkapan ikan terbang, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : kegiatan penangkapan yang bersifat harian (short trip) dan kegiatan penangkapan
yang
dilakukan
dengan
trip
panjang
(long
trip).
Kegiatan
penangkapan ikan terbang yang bersifat harian, dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Pinrang dan Majene.
Namun kegiatan penangkapan ikan terbang
dengan trip panjang, dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Barru. Proses kegiatan
43
penangkapan ikan terbang menggunakan JIHP dengan trip panjang diperlihatkan pada Gambar 10 dan dengan trip harian diperlihatkan pada Gambar 11. Perbedaan antara kegiatan penangkapan ikan terbang yang dilakukan dengan trip harian dan trip panjang, yakni selain pada jumlah hari operasi penangkapannya, juga pada ukuran armada penangkapan yang digunakan. Di Kabupaten Barru dengan menggunakan kapal penangkapan ikan yang lebih besar, dapat menjelajahi wilayah perairan yang lebih jauh dan dengan waktu di laut yang lebih lama.
Di Kabupaten Pinrang dan Majene, hanya menggunakan kapal
penangkapan ikan yang kecil, menyebabkan kemampuan untuk menjelajahi perairan yang lebih jauh sangat terbatas dan hanya dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini juga dipengaruhi oleh lokasi penangkapan yang hanya berada dekat dengan pantai , sehingga tidak memerlukan armada penangkapan yang lebih besar.
44
Gambar 9 Skema proses penangkapan telur ikan terbang dengan BHP/bale-bale.
45
Gambar 10 Skema proses penangkapan ikan terbang dengan JIHP trip panjang.
46
Gambar 11 Skema proses penangkapan ikan terbang dengan JIHP trip harian.
47
3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan pada setiap musim dan daerah penangkapan.
Data penelitian terdiri atas data parameter oseanografi yang
diperoleh baik melalui pengukuran langsung (in-situ) maupun dengan menggunakan data citra penginderaan jauh (data SPL dari NOAA-AVHRR dan data kandungan klorofil dari SeaWiFS), serta data lokasi penangkapan dan hasil tangkapan ikan. Data jumlah hasil tangkapan dan parameter biologi ikan, diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran lapang melalui kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan pada setiap periode musim dan daerah penangkapan ikan (Tabel 8). Tabel 8 Data penelitian menurut periode musim dan DPI Daerah Data Penangkapan Penelitian Ikan (DPI) Majene PPI I Jumlah Trip (DPI I) Lokasi Penangkapan Pinrang/PPI II (DPI II) API
PMBT
MT
PMTB
12
12
12
Lintang, Bujur
Lintang, Bujur
Lintang, Bujur
JIHP BHP/BaleBale
JIHP BHP/BaleBale
JIHP BHP/BaleBale
Hasil Tangkapan
Kg/Ekor
Kg/Ekor
Kg/Ekor
Jumlah Sampel Ikan
480 Ekor
480 Ekor
480 Ekor
Parameter Biologi
Panjang-berat, JK, dan TKG ikan
Panjang-berat, JK, dan TKG ikan
Panjang-berat, JK, dan TKG ikan
Parameter Oseanografi
Suhu, salinitas, arus, unsur nutrien, oksigen terlarut dan kandungan klorofil
Suhu, salinitas, arus, unsur nutrien, oksigen terlarut dan kandungan klorofil
Suhu, salinitas, arus, unsur nutrien, oksigen terlarut dan kandungan klorofil
Barru/PPI III (DPI III) Takalar/PPI IV (DPI IV)
Periode Musim
48
3.5.1 Data oseanografi dan data citra penginderaan jauh Data parameter oseanografi berupa suhu, salinitas, kecepatan arus, unsur nutrien, dan oksigen terlarut perairan Selat Makassar, dikelompokkan menjadi data rataan setiap parameter yang diamati pada setiap periode musim pengamatan. Data suhu, salinitas, dan kecepatan arus diperoleh dari hasil pengukuran lapang (insitu) pada setiap trip penangkapan ikan. Pengukuran suhu dan salinitas perairan masing-masing menggunakan thermometer air raksa dan refractometer. Arah dan kecepatan arus sesaat diukur menggunakan tali berbandul dan stop watch serta kompas. Selain itu juga menggunakan data parameter oseanografi yang diperoleh dari hasil pengukuran sebelumnya oleh lembaga riset (BPPT). Satuan data masingmasing : suhu perairan dinyatakan dalam derajat celcius (o C), salinitas perairan dinyatakan dalam permil (‰), arah dan kecepatan arus dinyatakan dalam oU-S dan cm/dtk, serta kandungan nutrien dinyatakan dalam µg/unsur nutrien, dan oksigen terlarut dinyatakan dalam satuan ml/l. Jumlah stasiun pengamatan oseanografi tidak sama pada setiap periode musim yang diakibatkan masalah teknis di lapangan, namun masih dalam wilayah perairan yang diamati mewakili setiap periode musim. Jumlah stasiun pengamatan oseanografi yang diperoleh dari hasil pengukuran sebelumnya, masing-masing pada peralihan musim barat timur sebanyak 26 stasiun, pada musim timur sebanyak 5 stasiun, dan pada peralihan musim timur barat
27 stasiun.
Posisi stasiun
pengambilan data oseanografi perairan Selat Makassar dari ketiga periode musim tersebut, ditunjukkan pada Gambar 12. Data citra NOAA-AVHRR digunakan untuk mendapatkan sebaran mendatar suhu permukaan laut (SPL) dan data citra SeaWiFS untuk sebaran mendatar kandungan klorofil perairan. Data citra pengideraan jauh NOAA-AVHRR diperoleh dari LAPAN Jakarta dan data citra SeaWiF S merupakan hasil download. Jumlah data citra yang digunakan masing-masing sebanyak 9 lembar mewakili setiap bulan selama 3 periode musim sesuai koordinat daerah pengamatan.
49
-3.00 KALIMANTAN
SULAWESI 33
40
34
39
35
38
41
53
54
Lintang Selatan
-4.00 56
42 55 43
58
57 49 48
-5.00 36
3 7 4 54
117.00
118.00
52 5 05 1
46
47
-6.00
-7.00 115.00
116.00
119.00
120.00
Bujur Timur
(A) -3.00
5 SULAWESI
KALIMANTAN
3
Lintang Selatan
-4.00
4
2 1
-5.00
-6.00
-7.00 115.00
116.00
117.00
118.00
119.00
120.00
Bujur Timur
(B) -3.00 SULAWESI
KALIMANTAN 28
21
20
13
27
22
19
14
12
Lintang Selatan
-4.00
26
23
25
24
18
11 10
15
-5.00 17
16
9
8
3 4 5 6 7
2
-6.00
-7.00 115.00
116.00
117.00
118.00
119.00
120.00
Bujur Timur
(C) Gambar 12 Posisi stasiun pengambilan data oseanografi (suhu, salinitas, arah dan kecepatan arus, fosfat, nitrat, silikat, , serta oksigen terlarut) di Selat Makassar : (A) PMBT, (B) MT, dan (C) PMTB.
50
3.5.2 Data biologi dan hasil tangkapan ikan terbang Data dinamika biofisik ikan terbang yang diamati, terdiri atas data panjang berat, jenis kelamin serta tingkat kematangan gonad ikan. Data panjang berat ikan dinyatakan dalam satuan cm dan g, data jenis kelamin ikan yakni jantan dan betina serta tingkat kematangan gonad (TKG) dinyatakan dalam satuan angka berurut dari I sampai IV. Pengukuran dan pengumpulan data dinamika biofisik ikan terbang, dilakukan di lapangan dan di laboratorium terhadap sampel ikan hasil tangkapan.
Hasil
tangkapan ikan yang diperoleh diambil secara acak sebanyak 40 ekor per trip penangkapan selama tiga periode musim menurut daerah penangkapan ikan. Sampel ikan tersebut selanjutnya dilakukan pengukuran panjang berat, jenis kelamin dan TKG masing-masing ikan. Pengukuran panjang ikan dilakukan dengan mengukur panjang total ikan (total length), menggunakan jangka sorong digital dengan ketelitian 0,01 mm yang dinyatakan dengan satuan cm. Pengukuran berat ikan dilakukan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg berkapasitas 5 kg dan dinyatakan dalam satuan g. Untuk data jenis kelamin dan TKG ikan , dilakukan di laboratorium dengan terlebih dahulu memberi bahan pengawet berupa larutan formalin berkadar 40 % terhadap sampel ikan yang akan dianalisis. 3.5.3 Data lokasi penangkapan ikan dan telur terbang Penangkapan ikan dan telur ikan terbang secara langsung dilakukan, dimana setiap kapal penangkap ikan disertai enumerator lapang yang telah diberi pembekalan sebelumnya untuk memudahkan dan memahami dengan baik sejumlah teknik pencatatan dan pengumpulan data. Data lokasi penangkapan pada setiap trip untuk setiap kapal penangkapan yang digunakan, diperoleh dari hasil pencatatan Global Positioning Syst em (GPS) yang dioperasikan selama operasi penangkapan berlangsung dan dinyatakan dengan koordinat lintang bujur. Selain mendapatkan data kordinat lokasi penangkapan ikan yang diperoleh melalui GPS, juga dicatat sejumlah data kondisi alam pada lokasi penangkapan ikan, seperti ada tidaknya burung laut yang beterbangan, buih-buih air di permukaan, hanyutan potongan kayu atau rumput laut, kondisi cuaca (berawan atau cerah, angin kencang atau teduh), serta kondisi perairan (tenang atau berombak).
51
Selain data yang diperoleh melalui hasil pengamatan dan pengukuran langsung di laut selama kegiatan penangkapan ikan dilakukan, juga dikumpulkan sejumlah data dari nelayan yang menjadi responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) (Lampiran 3), untuk menggali sebanyak mungkin informasi penting berkaitan dengan kegiatan perikanan ikan dan telur ikan terbang yang dilakukan selama ini oleh nelayan setempat. 3.5.4 Data sekunder dan data penunjang lainnya Data sekunder dan data penunjang lainnya untuk melengkapi sej umlah data penelitian yang diperlukan, yaitu : data jumlah dan nilai produksi ikan dan telur ikan terbang, data jumlah kapal dan alat penangkapan, serta data jumlah nelayan dan rumahtangga perikanan ikan terbang selama 10 (sepuluh) tahun (1994 -2003), diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat.
Data klimatologi
berupa kecepatan dan arah angin serta curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Sementara data pembanding lainnya, diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di pusat-pusat riset dan lembaga penelitian. 3.6 Teknik Pengolahan dan Metode Analisis Data 3.6.1 Pengolahan dan analisis data oseanografi Pengolahan dan analisis data oseanografi yaitu suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus serta kandungan nutrien dan oksigen terlarut, dipisahkan menurut periode musim. Data ditabulasi dalam satu file data ke dalam bentuk tabel data menggunakan software Microsoft Excel.
Data tersebut selanjutnya dipetakan
menggunakan program surfer v. 7,0 untuk melihat sebaran mendatar dan sebaran melintangnya, dan ditampilkan dalam bentuk peta 3 (tiga) dimensi yang ditumpangtindihkan dengan peta dasar, menurut koordinat daerah dan lokasi penangkapan pada masing-masing musim.
Selain itu juga ditampilkan dalam
bentuk tabel dan gambar untuk setiap kelompok data. Untuk mengetahui adanya pengaruh
variasi musim terhadap parameter
oseanografi di perairan Selat Makassar, dilakukan analisis parameter oseanografi berdasarkan musim.
Variasi musiman parameter oseanografi secara umum,
ditunjukkan oleh nilai rata-rata parameter oseanografi dari semua stasiun
52
pengamatan pada musim yang sama.
Untuk mengetahui perbedaan rata-rata
setiap parameter oseanografi berdasarkan musim, dilakukan uji statistik dengan analisis keragaman (Anova) yang digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan pada setiap musim (Zar, 1984). Data disajikan dalam bentuk tabulasi nilai rata-rata setiap parameter menurut musim, seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai rata-rata parameter oseanografi yang diuji perbedaannya dengan analisis keragaman (Anova) Variasi Musim
Parameter Oseanografi
PMBT
MT
PMTB
Stasiun
Y11 Y12 Y1n
Y 21 Y 22 Y 2n
Y31 Y32 Y3n
Jumlah
J1
J2
J3
Rata-Rata
Y 1 = J1/n1
Y2 = J2/n2
Y 3 = J3/n 3
k
Fhit =
∑ (n (Y − kY ) i
i −1
i
ni
∑ ∑ (Y i =1 j =1
ij
p
2
/( k − 1)) .................................. .......................... (6) k
− Yi ) / ∑ ( ni − 1) 2
i =1
Y p = rata-rata nilai parameter oseanografi (suhu, salinitas, kecepatan arus kandungan fosfat, nitrat, silikat, dan oksigen terlarut); Yi = j/ni = rata-rata nilai parameter oseanografi pada musim ke-i; Yij = nilai parameter oseanografi pada musim ke-i dan stasiun j; k = banyaknya perlakuan yang diuji (musim) ; dan ni = ukuran sampel dari populasi ke-i. Jika nilai F hit > F tabel 0,95 (k-1, Ó (ni-1) maka nilai rata-rata parameter oseanografi antar musim berbeda nyata (p<0,05) atau jika F hit > F tabel 0,99 (k-1, Ó (ni-1), maka rata-rata nilai parameter oseanografi antar musim berbeda sangat nyata (p<0,01). Uji statistik ini, menggunakan aplikasi software SPSS v. 11,5. 3.6.2 Pengolahan dan analisis data hasil tangkapan Pengolahan dan analisis data hasil tangkapan ikan, dilakukan menurut periode musim dan daerah penangkapan ikan. Data hasil tangkapan ikan setiap
53
lokasi dan trip penangkapan, dinyatakan dengan jumlah hasil tangkapan ikan terbang dengan satuan ekor dan jumlah hasil tangkapan telur ikan terbang dengan satuan kg.
Penghitungan jumlah hasil tangkapan baik ikan maupun telur ikan
terbang, dilakukan pada setiap lokasi penangkapan setelah selesai pengangkatan alat tangkap (hauling).
Analisis data jumlah hasil tangkapan menggunakan
perangkat lunak SPSS v. 11,5 untuk melihat sebaran jumlah hasil tangkapan pada setiap lokasi penangkapan menurut musim.
Hasil pengolahan dan analisis
ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram. 3.6.3 Pengolahan dan analisis data biologi ikan Pengolahan dan analisis data biologi ikan terbang (panjang berat, jenis kelamin, dan TKG) dilakukan menggunakan program SPSS v. 11,5 untuk melihat distribusi, rataan, dan nilai simpangan data, serta program Surfer untuk analisis spasial.
Distribusi parameter biologi ikan dilakukan untuk melihat sebaran data
biologi ikan menurut musim dan daerah penangkapan.
Data hasil olahan itu
selanjutnya dianalisis untuk melihat keterkaitan data biologi ikan dengan sebaran musim dan daerah penangkapan, menggunakan analisis korelasi . Hasil olahan data tersebut kemudian ditampilkan secara bersamaan (overlay) antara data parameter oseanografi dengan peta dasar yang telah disiapkan sebelumnya. Data hasil analisis itu juga ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar secara bersamasama menurut kelompok musim dan daerah penangkapan. 3.6.4 Analisis parameter oseanografi dan hasil tangkapan ikan Untuk mengetahui hubungan antara parameter oseanografi dengan hasil tangkapan ikan terbang, dilakukan analisis regresi dengan menentukan hubungan tersebut ke dalam persamaan berikut, yaitu : Y = f(X1 , X2 , X 3, X4, X 5, X6, X 7)
............................................(7)
Dimana Y = Kelimpahan Ikan (Ekor) X 1 = Suhu ( oC); X 2 = Salinitas (‰); X 3 = Kecepatan Arus (cm/dtk); X 4 = Kandungan Fosfat (ìg/l); X 5 = Kandungan Nitrat (ìg/l); X 6 = Kandungan Silikat (ìg/l); dan
54
X 7 = Oksigen terlarut ( ml/l), Masing-masing parameter oseanografi, yakni : suhu, salinitas, kecepatan arus, kandungan fosfat, nitrat, silikat, dan oksigen terlarut diregresikan terhadap jumlah hasil tangkapan ikan dan diprediksikan persamaan regresinya yang sesuai dengan mempertimbangkan nilai r (korelasi). Nilai r ini menunjukkan keeratan hubungan antara kedua variabel yang dianalisis. Di dalam analisis regresi, nilai kelimpahan ikan merupakan jumlah hasil tangkapan ikan terbang yang diperoleh dari kegiatan penangkapan. Nilai parameter oseanografi yang digunakan di dalam analisis ini, merupakan rata-rata nilai setiap parameter yang diperoleh pada musim yang sama. Selain dengan analisis regresi untuk mengetahui hubungan parameter oseanografi dengan kelimpahan ikan, juga disajikan dalam bentuk peta tematik tumpangtindih antara setiap parameter dengan kelimpahan ikan yang didapatkan. 3.6.5 Analisis dinamika biologi dan hasil tangkapan ikan Analisis data dinamika biologi dan hasil tangkapan ikan terbang dilakukan menurut periode musim dan daerah penangkapan.
Data dinamika biologi ikan
meliputi data panjang berat, jenis kelamin, dan TKG ikan diperoleh dari sampel ikan hasil tangkapan. Untuk mengetahui hubungan antara dinamika biologi ikan dan hasil tangkapan menurut musim dan daerah penangkapan, dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dinamika biologi ikan dari hasil tangkapan ikan yang diperoleh menurut musim dan daerah penangkapan, menggunakan perangkat lunak SPSS v. 11,5. 3.6.6 Analisis dinamika biologi ikan dan parameter oseanografi Analisis dinamika biologi ikan (panjang berat, jenis kelamin, dan TKG) dengan parameter oseanografi (suhu, salinitas, kecepatan arus, kandungan nutrien dan oksigen terlarut) dimaksudkan untuk mendapatkan sebaran kedua parameter tersebut menurut musim dan daerah penangkapan.
Bertujuan untuk melihat
keterkaitan antara sebaran parameter biologi ikan dengan sebaran parameter oseanografi, menggunakan analisis korelasi.
Hasil analisis ini selanjutnya
ditumpangtindih dengan peta dasar daerah penangkapan.
Hal itu dimaksudkan
untuk melihat sebaran spasial dan temporal kedua parameter tersebut.
55
3.6.7 Analisis dinamika biologi, musim dan daerah penangkapan ikan Analisis dinamika biologi ikan terbang, musim dan daerah penangkapan, dilakukan untuk melihat karakteristik perubahan dinamika biologi ikan berdasarkan musim dan daerah penangkapan.
Data dianalisis selain menggunakan teknik
tabulasi dalam bentuk persentase dan frekuensi kejadian dalam satu kelas tertentu, juga digunakan analisis varians (Anova) untuk melihat perbedaan parameter biologi ikan menurut musim dan daerah penangkapan. Parameter biologi ikan berupa panjang berat, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad (TKG) selama tiga periode musim (PMBT, MT, dan PMTB) dan empat daerah penangkapan ikan (DPI I - IV). Uji lanjut dilakukan untuk mengetahui perubahan yang paling besar dari parameter biologi ikan tersebut pada setiap musim dan daerah penangkapan, menggunakan teknik analisis multiple comparison dari program multivariate analysis. Perubahan dinamika biologi ikan berdasarkan wilayah perairan sebagai daerah penangkapan (utara-selatan), digunakan uji-t untuk mengetahui adanya perbedaan parameter biologi ikan pada kedua wilayah penangkapan tersebut.
56