3. 3.1
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di
Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan untuk proses perebusan, penggorengan dan pembakaran kerang hijau; Laboratorium Biokimia Hasil Perairan untuk uji proksimat; dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan untuk
proses
homogenisasi,
Departemen
Teknologi
Hasil
Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Intitut Pertanian Bogor. Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah untuk analisis profil dan kelarutan mineral kerang hijau, Departemen Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium terpadu untuk proses sentrifus, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2
Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang hijau
(Perna viridis) yang diperoleh dari nelayan Muara Kamal, Jakarta. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain: akuades; HCl 0,1 N; K2SO4; H2SO4 pekat; NaOH; H3BO3; indikator metal merah; larutan heksana; kertas saring Whatman no. 42; HNO3; HClO4; Cl3La.7H20 dan ammonium molibdat. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission, sentrifus, homogenizer, gelas piala, labu takar, pisau, panci stainless stell, gelas ukur, oven, timbangan, pipet, cawan dan termometer. 3.3
Tahap Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam dua bagian. Pada bagian pertama, meliputi
pengambilan dan preparasi sampel, analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat (by difference) (AOAC 1995) serta total mineral makro dan mikro (Reizt et al. 1987). Pada penelitian bagian ke dua yaitu proses pemasakan dan menghitung mineral yang terlarut (Santoso 2003 yang dimodifikasi).
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel Pengambil sampel kerang hijau dilakukan di nelayan Muara Angke Jakarta, yang diambil dari Perairan Muara Kamal Jakarta. Kerang hijau tersebut kemudian dimasukkan dalam kotak sterofoam. Sampel setelah diperoleh, pertamatama dilakukan identifikasi, di uji kandungan logam berat berupa Pb dan Cd, ternyata kandungan Pb dan Cd tidak terdeteksi kemudian dilanjutkan dengan penentuan berat awal dari 30 ekor kerang hijau, setelah itu sampel dihitung rendemennya dengan rumus: Rendemen (%) = Bobot daging (g) X 100 % Bobot awal (g) Seluruh kerang hijau yang telah dikeluarkan dari cangkangnya, kemudian dicampur dan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan bagian yang akan diuji kadar air, lemak, protein, abu, karbohidrat (by difference) dan juga total mineral makro dan mikro, bagian ke dua merupakan bagian yang akan di uji kelarutan mineralnya. 3.3.2 Pemasakan Sampel yang akan diuji kelarutan mineralnya dilakukan proses pemasakan, yaitu perebusan pada suhu 100 0C selama 20 menit, penggorengan 177-221 0C selama 5 menit dan pemanggangan selama 15 menit. Persentase kelarutan kemudian dihitung dengan mengurangi kontrol (tanpa pemasakan) dengan pemasakan dibagi dengan kontrol (tanpa pemasakan). Diagram alir penelitian pengaruh berbagai metode pemasakan terhadap kelarutan mineral kerang hijau dapat dilihat pada Gambar 2.
Sampel
5 gram
100 gram
*Kontrol Perebusan 100 0C, 20 menit Penggorengan 177-2210C, 5 menit Pemanggangan 15 menit
Pengabuan basah
Pengukuran mineral makro: Na, K, P, Mg, Ca mikro: Se, Fe, Zn, Cu
Mineral terlarut yang tersisa di produk
Total mineral makro dan mikro
Gambar 2. Diagram alir penentuan total mineral dan kelarutannya (Santoso 2003 yang dimodifikasi*). Keterangan :
= Input/autput = Proses = Data
3.3.3 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat (by difference). 1)
Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air : % kadar air = (B1 – B2) X 100% B Keterangan: B= berat sampel (gram) B1= berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2= berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan 2)
Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
600 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus: Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – berat cawan kosong (g) Kadar abu (berat basah) =
Berat abu (g)
X 100 %
Berat sampel awal (g)
3)
Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Contoh seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada
kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung Soxhlet.
Selongsong
lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak: % Kadar lemak Keterangan : W1 W2 W3 4)
W W 100 % W
= Berat sampel (gram) = Berat labu lemak kosong (gram) = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
Analisis kadar protein (AOAC 1995) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap,
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl.
Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan satu butir kjeltab dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N = (ml HCl – ml Blanko) x N HCl x 14 x Fp X 100 % mg contoh % kadar protein = % N x faktor konversi (6,25) Keterangan : Fp= Faktor pengenceran
5)
Analisis kadar karbohidrat (AOAC 1995) Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
% karbohidrat = 100% - (kadar air+kadar abu+kadar lemak+kadar protein) 3.3.4 Pengujian total mineral 1)
Pengujian total mineral Ca, Na, K, Mg, Fe, Zn, Se, Cu (Reitz et al. 1987) Sampel yang akan mengalami pengujian dilakukan proses pengabuan
basah terlebih dahulu. Pada proses pengabuan basah, sampel ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Ke dalam labu ditambahkan 5 ml HNO3 dan dibiarkan selama 1 jam. Labu ditempatkan di atas hot plate selama ± 4 jam dan ditambahkan 0,4 ml H2SO4 pekat, campuran (HClO4 dan HNO3) sebanyak 3 tetes, 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer, setelah diperoleh absorbansi standar, hubungkan antara konsentrasi standar (sebagai sumbu Y) dengan absorbansi standar (sebagai sumbu X) sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier y = ax + b (dimana y: konsentrasi (ppm) ; a: kemiringan/gradien; x: absorban dan b: konstanta) yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan mengalikan a dengan absorbansi contoh. 2)
Pengujian fosfor (Apriyantono et al. 1989) Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua
metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna biru dan intensitas warnanya diukur dengan panjang gelombang 660 nm.
Sebanyak 20 gram ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat untuk pembuatan pereaksi vanadat molibdat. Timbang 1 gram ammonium vanadat untuk dilarutkan dalam 300 ml akuades dan didinginkan, secara perlahanlahan ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat, setelah tercampur ditambahkan pereaksi larutan vanadat molibdat dan diencerkan sampai volume 1 liter dengan akuades. Pada pembuatan larutan standar sebanyak 4,394 gram KH2PO4 dilarutkan dengan akuades sampai 1000 ml untuk mendapatkan konsentrasi fosfor 1000 ppm. Konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk mendapatkan konsentrasi standar fosfor, yaitu 0, 2, 3, 4 dan 5 ppm. Larutan sampel hasil pengabuan basah diambil sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 25 ml pereaksi vanadat molibdat ditambahkan ke dalam sampel tersebut kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya sampel didiamkan selama 10 menit dan diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 660 nm. 3.3.5 Analisis mineral terlarut (Santoso 2003 yang dimodifikasi) Sampel
yang
telah
di
beri
perlakuan
pemasakan
dan
kontrol
dihomogenkan terlebih dahulu lalu diambil 10 gram untuk dianalisis dan ditambahkan 40 ml air lalu homogenizer pada kecepatan 5.000-10.000 rpm selama 2 menit untuk fraksi terlarut. Sampel di sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm, 2
0
C selama 10 menit.
Hasil dari sentrifugasi selanjutnya disaring
menggunakan kertas saring Whatman no 42. Supernatan diukur mineral terlarut yaitu kalsium, besi, seng dan selenium menggunakan
Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission dan dihitung sebagai persentase terhadap total mineral yang dianalisis (kalsium, besi, seng dan selenium). Persentase kelarutan kemudian dihitung dengan mengurangi kontrol (tanpa pemasakan) dengan pemasakan dibagi dengan kontrol (tanpa pemasakan).
3.3.6 Rancangan percobaan dan analisis data (Steel dan Torrie 1993)
Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pemasakan terhadap kelarutan mineral adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 3 taraf (perebusan, penggorengan dan pembakaran). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan galat/sisa. Uji kenormalan galat dengan mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS). Model rancangannya adalah (Steel dan Torrie 1993): Y ij = µ + τi + ε ij Keterangan: Y ij = Nilai pengamatan kelarutan mineral pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2,3) µ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan τi Pengaruh metode pemasakan pada taraf ke-i (i=1,2,3) = = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j ε ijk Hipotesa terhadap data hasil uji kelarutan mineral pada berbagai metode pamasakan adalah sebagai berikut: H0= Metode pemasakan tidak memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral. H1= Metode pemasakan memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral. Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelarutan mineral maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Least significant different (LSD)), dengan rumus (Steel dan Torrie 1993): LSD = tα/2; dbs
Keterangan : KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN