3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2010. Tempat penelitian yang digunakan adalah Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama, yaitu jeroan ikan tongkol yang diperoleh dari Pasar Anyar Bogor, enzim papain, dan akuades. Bahan-bahan untuk analisis meliputi bahan-bahan untuk uji proksimat dan analisis asam amino. Bahan-bahan untuk uji pertumbuhuan mikroorganisme, yaitu yeast extraxt produksi difco, pepton komersial merk bactopeptone dan NaCl.
Mikroorganisme yang digunakan dalam pengujian
adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain pisau, erlenmeyer, gelas ukur, botol penyimpan sampel, water bath, pH meter, tabung reaksi, gelas piala, nylon mesh 375 mesh, spray drier, timbangan analitik, pipet tetes, inkubator, aluminium foil, spektrofotometer dan peralatan lainnya. 3.3 Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap pembuatan pepton, tahap penentuan konsentrasi enzim terbaik, tahap penentuan waktu hidrolisis terbaik, tahap karakterisasi pepton, dan tahap aplikasi pepton 3.3.1 Pembuatan pepton jeroan ikan tongkol Penelitian dilakukan secara ekstraksi enzimatis dengan enzim eksternal (papain). Jeroan ikan tongkol diperoleh dari Pasar Anyar Bogor dan dibawa ke tempat penelitian pada suhu rendah 4-10 oC. Jeroan ikan tongkol dicuci dengan air bersih lalu dicacah. Jeroan ikan tongkol dicampur dengan air suling (akuades) dan diaduk hingga rata dengan perbandingan bahan dibanding akuades adalah 1:2.
14
Nilai pH pada proses awal hidrolisis berkisar antara 6-8. Campuran jeroan ikan tongkol dan air dimasukkan ke dalam wadah sebanyak 100 gram untuk setiap perlakuan, selanjutnya dilakukan penambahan enzim papain dan kemudian dilakukan hidrolisis pada suhu 60 oC dengan menggunakan water bath selama waktu tertentu. Setelah proses hidrolisis selesai, dilanjutkan dengan proses inaktivasi enzim. Hal ini dilakukan agar proses hidrolisis tidak berlangsung seterusnya. Inaktivasi enzim dilakukan dengan menginkubasi sampel pada suhu 85 oC selama 15 menit, selanjutnya sampel diendapkan selama 24 jam pada suhu 4 oC dengan tujuan untuk memisahkan lemak dengan fase cair.
Fase cair diambil untuk diuji
kandungan nitrogen total terlarut, yang sebelumnya telah disaring dengan menggunakan nylon mesh ukuran 375 mesh. Kandungan nitrogen terlarut kemudian dibandingkan dengan total nitrogen bahan sehingga dihasilkan perbandingan total nitrogen terlarut dan total nitrogen bahan (NTT/NTB). Kandungan total nitrogen terlarut dan total nitrogen bahan (NTT/NTB) tertinggi merupakan kondisi optimum untuk proses hidrolisis protein. Proses selanjutnya adalah pengeringan dan penyimpanan dalam wadah atau plastik tebal yang tertutup rapat. Diagram alir proses pembuatan pepton dapat dilihat pada Gambar 2.
15
Jeroan Ikan
Pencacahan bagian jeroan
Homogenisasi dengan akuades 1:2
Penambahan enzim papain
Hidrolisis pada water bath (suhu 60 oC)
Inaktivasi enzim (suhu 85 oC selama 15 menit)
Penyaringan dan pengendapan
Padatan
Filtrat Penyimpanan pada suhu 4 oC dan pemisahan lemak (setiap hari selama 4 hari)
Analisis NTT/NTB
Pengeringan dengan Spray dryer
Pepton
Karakterisasi Pepton
Gambar 2 Skema proses pembuatan pepton, hidrolisis protein menggunakan enzim eksternal. Keterangan :
: Mulai dan akhir proses : Persiapan proses : Proses
16
3.3.2 Penentuan konsentrasi enzim terbaik Tahap penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi enzim terbaik yang digunakan untuk hidrolisis enzimatis jeroan ikan tongkol. Konsentrasi enzim yang digunakan adalah 0 % (b/v) (tanpa penambahan enzim/kontrol); 0,08% (b/v); 0,14% (b/v); 0,20% (b/v); 0,26% (b/v); 0,32% (b/v); dan 0,38% (b/v). Penentuan konsentrasi ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wardana (2008) yang menyebutkan bahwa konsentrasi enzim terbaik untuk hidrolisis keong mas adalah 0,2% ketika konsentrasi enzim dinaikkan menjadi 0,6% hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hidrolisis dilakukan pada suhu 60 °C. Penentuan waktu hidrolisis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2008) pada ikan selar. Konsentrasi enzim terbaik ditentukan dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan (NTT/NTB). Nilai yang dihasilkan kemudian
dianalisis
dengan
SPSS
13.
Perbandingan
yang
dihasilkan
mengindikasikan derajat hidrolisis enzimatis oleh enzim papain. 3.3.3 Penentuan waktu hidrolisis terbaik Tahap ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu terbaik untuk menghidrolisis protein jeroan ikan tongkol. Waktu yang digunakan, yaitu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Penentuan waktu hidrolisis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ren et al. (2010) yang melakukan hidrolisis pada ikan Grass carp selama 4 jam. Suhu yang digunakan untuk menghidrolisis adalah 60 °C dengan penambahan enzim sesuai dengan hasil penentuan konsentrasi enzim terbaik. Waktu hidrolisis terbaik ditentukan dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan (NTT/NTB). Nilai yang dihasilkan kemudian
dianalisis
dengan
SPSS
13.
Perbandingan
yang
dihasilkan
mengindikasikan derajat hidrolisis enzimatis oleh enzim papain. 3.3.4 Karakterisasi pepton jeroan ikan tongkol Karakterisasi pepton meliputi beberapa analisis antara lain analisis rendemen, analisis proksimat pepton jeroan ikan tongkol (AOAC 2005), total nitrogen (AOAC 2005), kadar α-amino nitrogen bebas (Yunizal et al. 1998), analisis asam amino (AOAC 1995), uji kadar NaCl, dan uji kelarutan dalam air.
17
3.3.5 Pengujian pengaruh pepton terhadap pertumbuhan bakteri Pengujian pengaruh pepton terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan dengan menguji pertumbuhan dua jenis bakteri, yaitu Escherichia coli (mewakili bakteri Gram negatif) dan Staphylococcus aureus (mewakili bakteri Gram positif). Pertumbuhan bakteri ditentukan dengan mengukur Optical Density (OD) media yang telah ditumbuhkan bakteri. Bakteri ditumbuhkan dalam media Luria Broth berisi pepton komersial sebagai kontrol dan pepton jeroan ikan tongkol. Pengamatan pertumbuhan bakteri dilakukan selama 24 jam setiap 2 jam sekali. 3.4 Analisis (1) Aktivitas enzim papain (Bergmeyer 1983) Aktivitas
enzim
papain
dapat
diukur
menggunakan
metode
Bergmeyer (1983) yang telah dimodifikasi dengan cara mereaksikan 1 ml kasein 2% dengan HCl (0,05 mol/L) dan Buffer fosfat 1 mol/L (pH 7,5) serta 0,2 larutan enzim. Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit. Larutan tirosin digunakan sebagai pengganti larutan enzim untuk larutan standar enzim, dan akuades digunakan sebagai blanko. Tahap selanjutnya adalah penambahan 2 mL TCA (0,3 mol/L) dan CaCl2 (2 mmol/L). Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit dan dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Filtrat sebanyak 1,5 mL ditambahkan dengan Na2CO3 (0,5 mol/L) sebanyak 5 ml serta folin (1:2) sebanyak 1 mL. Diamkan pada suhu 37 oC selama 20 menit. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 578 nm. Aktivitas enzim papain dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : UA = Keterangan : UA
Asp - Abl 1 ×P× Ast - Abl T
: Jumlah enzim yang menyebabkan perubahan 1µmol substrat per menit.
Asp
: Nilai absorbansi sampel
Abl
: Nilai absorbansi blanko
Ast
: Nilai absorbansi standar
P
: Faktor pengenceran
T
: Waktu inkubasi (10 menit)
18
(2) Konsentrasi protein enzim (Bradford 1976) Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford dengan bovine serum albumin sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan cara melarutkan 25 mg coomasive briliant blue G-250 dalam 12,5 mL etanol 95%. Lalu ditambahkan dengan 25 ml asam fosfat 85% (b/v). Jika telah larut dengan sempurna, maka ditambahkan akuades hingga 0,5 liter dan disaring dengan kertas saring Whatman 1 sesaat sebelum digunakan. Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford dengan cara 0,1 mL enzim dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kamudian ditambahkan sebanyak 5 mL pereaksi Bradford, diinkubasi selama 5 menit dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Demikian juga untuk larutan standar dilakukan seperti larutan sampel dengan konsentrasi 0,01-0,1 mg/mL dari larutan stok BSA konsentrasi 2 mg/ml yang disajikan pada Tabel 3 Tabel 3 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,01-0,1 mg/mL Konsentrasi BSA (mg/ml) 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10
Volume BSA (ml) 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10
Volume akuades (ml) 1,99 1,98 1,97 1,96 1,95 1,94 1,93 1,92 1,91 1,90
Nilai absorbansi yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kurva standar bradford untuk menentukan konsentrasi protein yang terkandung dalam sampel enzim. (3) Total Nitrogen (AOAC 2005) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran total nitrogen dilakukan dengan metode kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 mL. Sebanyak 7,0 gram K2SO4 dan 0,8 g CuSO4 juga
19
ditambahkan ke dalam labu sebagai katalisator. Setelah itu masing-masing tabung ditambahkan H2SO4. Sampel didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening. Labu kjeldahl dicuci dengan akuades hingga 80 mL, kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL yang berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 mL larutan NaOH 40% ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 mL destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1000 M sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N=
mL HCl-mL blanko ×N HCl ×14,007×100% mg contoh
(4) Rendemen Rendemen dihitung sebagai persentase bobot bagian campuran ikan dengan akuades dengan bobot pepton yang telah dikeringkan.
Adapun perumusan
matematikanya adalah sebagai berkut : Rendemen % =
Bobot contoh (g) ×100% Bobot total (g)
(5) Analisis proksimat (AOAC 2005) Analisis proksimat adalah analisis yang dilakukan untuk menentukan komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kandungan air, lemak, protein, dan abu. (a) Analisis kadar air (AOAC 2005) Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan porselen lalu diletakkan dalam desikator (kurang lebih 15 menit) kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam. Setelah selesai cawan
20
tersebut dimasukkan ke dalam desikator. Proses selanjutnya adalah penimbangan cawan dan sampel yang terdapat didalamnya. Perhitungan kadar air pada pepton : Kehilangan berat = sampel awal g - sampel setelah dikeringkan (g) Kadar air=
Kehilangan berat (g) ×100% Berat sampel awal (g)
(b) Analisis kadar abu (AOAC 2005) Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu o
105 C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
400 oC selama 1 jam. Cawan berisi sampel ditimbang hingga didapatkan
berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus: Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – cawan kosong (g) Kadar abu =
Berat abu (g) ×100% Berat contoh (g)
(c) Analisis kadar protein (AOAC 2005) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 mL. Sebanyak 7,0 gram K2SO4 dan 0,8 g CuSO4 juga ditambahkan ke dalam labu sebagai katalisator. Setelah itu masing-masing tabung ditambahkan H2SO4. Sampel didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening. Labu kjeldahl dicuci dengan akuades hingga 80 mL, kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL yang berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan
50 mL larutan NaOH 40% ke dalam alat destilasi hingga
tertampung 100-150 mL destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau.
Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1000 M sampai terjadi
perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan
21
dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N=
mL HCl-mL blanko ×N HCl ×14,007×100% mg contoh
% Protein = % N x faktor konversi* *) FK = 6,25 (d) Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring. Kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (benzena), lalu dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung diruang ekstraktor, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar Lemak =
W-3-W2 ×100 % W1
Keterangan : W1 = Berat ikan(gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) (6) Penentuan pH (Manual pH meter 2006) Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan elektroda ke dalam larutan buffer fosfat pH 7,00 dan 4,01. Elektroda dibiarkan beberapa saat sampai pembacaan stabil. Angka pH yang terbaca diatur menggunakan tombol kalibrasi sampai diperoleh angka pH yang sesuai dengan pH buffer. Sampel diambil
22
sebanyak 10 mL atau hingga elektroda tercelup. Sampel kemudian diukur pH nya dengan menekan tombol measure. (7) Uji kelarutan dalam air Uji kelarutan dalam air menggunakan metode gravimetri. Kertas saring Whatman no 42 dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C selama 3 jam, lalu ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan 150 mL akuades kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 42 dengan bantuan pompa vakum. Kelarutan dalam air =
100-(a-b) x100% ((100-%KA)/100) x c
Keterangan : a
: Kertas saring tambah residu
b
: Kertas saring awal
c
: Berat sampel
KA
: Kadar air
(8) Kadar NaCl (Yunizal et al. 1998) Analisis kadar garam NaCl ditentukan dengan metode Volhard. Prinsip analisis kadar garam NaCl secara Volhard adalah mengendapkan semua Cldengan Ag+ yang ditambahkan berlebihan menjadi AgCl, kemudian Ag
+
yang
-
tersisa dititrasi dengan ion CNS . Sebanyak 0,5-1 gram sampel basah dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL. Kemudian ditambahkan larutan standar AgNO3 sebanyak 25 mL untuk mengendapkan semua khlorida sebagai AgCl lalu ditambahkan 20 mL larutan HNO3. Pipa kaca pendingin dipasang pada erlenmeyer, kemudian panaskan perlahan-lahan di atas pemanas listrik hingga seluruh sampel larut kecuali AgCl. Setelah dingin sebanyak 50 mL akuades dan 5 mL indikator amonium ferrisulfat jenuh dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan dititrasi dengan 0,1 N kalium thiosianat sampai larutan berwarna coklat terang. Kadar NaCl =
58,5 x mL AgNO3 x N AgNO3 x 100% mg sampel
23
(9) Kadar α-amino nitrogen bebas (Yunizal et al 1998) Prinsip analisis kadar α-amino nitrogen bebas adalah pada penambahan suspensi kuprifosfat ke dalam filtran yang dibuat dari ekstrak contoh dalan larutan TCA 7%, maka tembaga (Cu) akan membentuk senyawa kompleks dengan gugus asam amino yang berbanding langsung dengan grup amino yang ada. Prosedur analisis kadar α-amino nitrogen bebas adalah sebagai berikut : Sampel ditimbang sebanyak 25 gram lalu ditambahkan 75 mL TCA 7%. Sampel diaduk hingga rata atau homogen kemudian disaring. Filtrat dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu takar 50 mL, lalu ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalein dan dinetralkan dengan NaOH 1 N sampai warna biru. Sebanyak 30 mL suspensi cupric phosphate ditambahkan lalu ditepatkan volumenya menjadi 50 mL dengan akuades. Campuran diaduk sampai homogen lalu disaring. Filtrat dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan 0,50 mL asam asetat, glisin, dan KI 20% sebanyak 5 mL. Filtrat dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N ditambah 4 tetes indikator kanji 1% lalu dititrasi hingga warna biru menghilang. Rumus perhitungan α-amino nitrogen bebas adalah sebagai berikut : % α amino nitrogen=
(mL sampel-mL blanko ) × N thio × 0,014 × P ×100 % gram sampel
Keterangan : P = Pengenceran (10) Analisis asam amino (AOAC 1995) Komposisi asam amino ditentukan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sebelum dipakai, perangkat HPLC dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan. Begitu juga dengan syringe yang akan digunakan harus dibilas dengan akuades. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap derivatisasi, tahap injeksi serta analisis asam amino. a. Tahap pembuatan hidrolisat protein Sampel sebanyak 0,1 gram dihancurkan terlebih dahulu. Sampel yang telah hancur ditambah dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 mL yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100
o
C selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk
24
menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak menganggu kromatogram yang dihasilkan. Setelah pemanasan selesai, hidrolisat protein disaring menggunakan milipore berukuran 45 mikron. b. Tahap pengeringan Hasil saringan diambil sebanyak 10 µL dan ditambahkan 30 µL larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol,
natrium
asetat, dan trimetilamin dengan perbandingan 2:2:1. Penambahan larutan pengering dengan pompa vakum untuk mempercepat proses dan mencegah oksidasi. c. Tahap derivatisasi Larutan derivatisasi sebanyak 30 µL ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiodotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 mL asetonitril 60% dan natrium asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron. d. Injeksi ke HPLC Hasil saringan diambil sebanyak 20 µL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Untuk perhitungan konsentrasi asam amino pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan sama dengan sampel. Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino, yaitu Temperatur kolom
: 38 oC
Jenis kolom
: Pico tag 3,9 x 150 nm columm
Kecepatan alir eluen
: 1 mL / menit
Program
: Gradien
Tekanan
: 3000 psi
Fase gerak
: Asetonitril 60% dan Natrium asetat 1 M 40%
Detektor
: UV / 254 nm
Merk
: Waters
25
Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus, yaitu persentase asam amino dalam 100 gram sampel : Luas puncak sampel mmol Luas puncak standar ×0,05 mL ×5 mL ×BMA×100 % Asam amino = mg sampel Keterangan : BMA = Berat Molekul Asam amino
(11) Uji pertumbuhan mikroorganisme (modifikasi Desniar et al. 2006) Pengujian kemampuan pepton sebagai sumber nitrogen dalam media perkembangbiakan mikroorganisme dilakukan menggunakan berbagai macam mikroba dari media sediaan dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Mikroorganisme yang digunakan berasal dari isolat murni, yaitu E. coli dan S. aureus. Pepton komersial dengan merek bactopeptone produksi Difco digunakan sebagai pembanding. Media pertumbuhan dibuat menggunakan ekstrak pepton jeroan ikan tongkol dengan konsentrasi pepton sebanyak 1% dan 2% (b/v).
Konsentrasi
pepton komersial yang digunakan sebagai media pembanding (Kontrol) juga sebesar 1% (b/v). Masing-masing larutan pepton ditambahkan ekstrak khamir sebanyak 0,50% (b/v) dan NaCl 1% (b/v), dengan pH media adalah 7,00 ± 0,01. Pengaturan pH menggunakan HCl atau NaOH. Kemudian media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 °C, 1 atm selama 15 menit. Inokulum dibuat dengan menginokulasikan 2 ose biakan bakteri yang telah disegarkan ke dalam media pertumbuhan. Kemudian diinkubasi selama 18 jam atau sampai pengukuran pertumbuhan bakteri dengan nilai Optical Density (OD) sebesar 0,8. Tahap berikutnya adalah inokulasi inokulum sebanyak 10% (v/v) ke dalam media pertumbuhan bakteri. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C dalam water bath selama 24 jam. Pengamatan OD dilakukan setiap 2 jam sekali menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
26
3.5 Analisis Data a. Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel and Torrie 1980) Data yang diperoleh dari penelitian tahap pendahuluan dan tahap lanjut dianalisis menggunakan software
SPSS 13 dengan model Rancangan Acak
Lengkap dengan 2 kali ulangan, dan menggunakan uji lanjut Duncan untuk menentukan beda nyata antar perlakuan yang diberikan baik tolak maupun gagal tolak. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij Keterangan: Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j
µ
= Nilai rataan umum populasi
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
εij
= Galat pengamatan atau percobaan pada perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j.
b. Hipotesis: Penambahan enzim dengan berbagai konsentrasi Ho: Penambahan konsentrasi enzim tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah NTT/NTB pepton dari limbah perikanan H1: Penambahan konsentrasi enzim memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah NTT/NTB pepton dari limbah perikanan
Lamanya waktu hidrolisis Ho: Lamanya waktu hidrolisis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah NTT/NTB pada pepton dari limbah perikanan H1: Lamanya waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah NTT/NTB pada pepton dari limbah perikanan.