14
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Biologi Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, serta di Balai Besar Litbang Pertanian Pasca Panen, Cimanggu Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada saat preparasi yaitu pisau, talenan, plastik dan trace bag. Alat yang digunakan pada proses penggorengan adalah penggorengan deep-fat frying. Alat yang digunakan pada analisis proksimat adalah plastik, blender, timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator, tabung reaksi, tabung erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, pemanas, destilator, buret dan tanur. Alat yang digunakan dalam analisis asam amino dan taurin adalah oven, syringe, pipet mikro, timbangan analitik, labu takar, mortar, kertas saring milipore, dan High Performance Liquid Chromatrography (HPLC) dengan merek Waters 2487. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan buntal pisang dari perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Bahan yang digunakan pada analisis proksimat, asam amino dan taurin adalah akuades, campuran selenium, H2SO4, NaOH, H3BO3, HCl 0,09 N, HCl 6 N, pelarut heksana, NaCl, metanol, pikolotiosinat, trietilamin, natrium asetat 1 M, asetonitril 60%, kertas saring whatman, air suling, pereaksi carrez, buffer natrium karbonat, larutan danzil klorida dan larutan metilamin hidroklorida. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap meliputi pengambilan sampel ikan buntal pisang dari perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, identifikasi, pengukuran morfometrik (berat total, panjang, lebar, tinggi), rendemen tubuh (daging, jeroan, tulang), penggorengan dan analisis kimia yaitu analisis proksimat,
15
serta asam amino dan taurin. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Karakterisasi: Identifikasi, pengukuran bobot, panjang, lebar, dan tinggi
Ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris)
Preparasi
Rendemen daging
Rendemen kepala, jeroan, dan kulit
Pelumatan daging
Penggorengan deep-fat frying
Daging ikan buntal pisang
Daging ikan buntal pisang
Analisis kimia: 1. Analisis proksimat 2. Analisis asam amino 3. Analisis taurin
Gambar 5 Diagram alir metode penelitian 3.3.1 Pengambilan sampel Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel ikan buntal pisang dari perairan
Gebang,
Kabupaten
Cirebon.
Pengambilan
sampel
dilakukan
menggunakan payang oleh nelayan pada pukul 03.00 sampai pukul 14.00 WIB. Ukuran dari ikan buntal yang diambil dengan panjang 9,5 sampai 12,5 cm. 3.3.2 Identifikasi Sampel
ikan
buntal
yang
telah
didapat
kemudian
diidentifikasi
menggunakan buku identifikasi dari Saanin (1984). Pengidentifikasian dilakukan
16
dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang ada dengan buku identifikasi sesuai dengan spesies ikan buntal tersebut. 3.3.3 Preparasi Preparasi sampel ikan buntal pisang dilakukan berdasarkan pengalaman empiris dari nelayan di Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Preparasi dilakukan dengan cara memotong bagian dorsal antara kepala dan badan, dengan sudut 45˚ hingga batas tulang perut (jangan sampai terkena bagian jeroannya). Kulit pada bagian badan kemudian ditarik hingga didapatkan daging ikan. Penarikan kulit harus dilakukan secara hati-hati agar jeroan tidak rusak, karena menurut pengalaman empiris kandungan racun tetrodotoksin terdapat pada bagian jeroannya tepatnya di empedu. Penarikan kulit yang dilakukan tidak secara hati-hati menyebabkan empedu pecah dan tetrodotoksin akan menyebar. Berdasarkan pengalaman empiris belum ada seorang pun nelayan yang keracunan akibat mengkonsumsi ikan dengan cara preparasi tersebut. Adapun tahapan dari preparasi disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir preparasi ikan buntal pisang
17
3.3.4 Rendemen Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh ikan buntal dari bobot awal. Adapun perumusan matematik adalah sebagai berkut: (%) Rendemen =
x 100%
3.3.5 Penggorengan Daging ikan buntal yang segar dipisahkan dari tulang dan jeroannya, kemudian dilembutkan menggunakan mortar. Daging yang telah lembut dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging segar. Penggorengan dilakukan selama 5 menit pada suhu diatas 177 ˚C (Hui 1996). Kemudian ikan dilembutkan menggunakan mortar. Daging yang telah lembut dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging yang telah mengalami penggorengan. Sebelum dan sesudah proses penggorengan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat ikan buntal. 3.3.6 Analisis Proksimat Analisis proksimat yang dilakukan terhadap daging ikan buntal pisang baik yang segar maupun yang digoreng meliputi uji kadar air, abu, lemak menggunakan metode soxhlet, protein kasar menggunakan metode kjeldahl, dan karbohidrat menggunakan perhitungan by difference. 1) Analisis kadar air (AOAC 2005) Penentuan kadar air didasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 ˚C, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 ˚C sampai beratnya konstan (lebih kurang selama 6 jam) dan kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus: (%) Kadar air =
x 100%
18
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daging (gram) C = Berat cawan dengan daging setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (AOAC 2005) Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 ˚C, lalu dimasukkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 ˚C selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus: (%) Kadar abu =
B
x 100%
B
3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Daging ikan buntal pisang seberat 2 gram (W1) disebar di atas kapas yang beralaskan kertas saring dan digulung membentuk thimble. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C, setelah itu labu dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus: (%) Kadar lemak =
W –W W
x 100%
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
19
4) Analisis kadar protein (AOAC 1980) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Daging ikan ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Satu butir selenium dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 3 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 ˚C, kemudian ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. Larutan yang telah jernih didinginkan dan kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 2% yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 40 ml destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau kebiruan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,09 N sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut: (%) Nitrogen =
HC
–
HC
N HC
x 100%
(%) Protein = % N x faktor konversi (6,25) 5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005) Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus: (%) Karbohidrat = 100% - (% abu + % air + % lemak + % protein)
20
3.3.7 Analisis kandungan asam amino (AOAC 2005) Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Perangkat HPLC harus dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan dibilas dengan akuades sampai syringe benar-benar bersih. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri dari empat tahap, yaitu: tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap derivatisasi dan tahap injeksi serta analisis asam amino. a. Tahap pembuatan hidrolisat protein Preparasi sampel, yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur ditambahkan HCl 6 N sebanyak 10 ml yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama 24 jam. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. b. Tahap pengeringan Sampel disaring dengan kertas saring milipore. Penyaringan ini bertujuan agar larutan yang dihasilkan benar-benar bersih, terpisah dari padatan. Hasil saringan diambil sebanyak 30 µl dan ditambahkan dengan 30 µl larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran metanol, pikotiosianat dan trietilamin dengan perbandingan 4:4:3. c. Tahap derivatisasi Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan, larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel, selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 20 ml asetonitril 60% atau buffer natrium asetat 1 M, lalu dibiarkan selama 20 menit. d. Injeksi ke HPLC Hasil saringan diambil sebanyak 40 µl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang
21
telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus: (%) Asam amino =
C
BM
%
Keterangan: C
= Konsentrasi standar asam amino (µg/ml)
FP = Faktor pengenceran BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol) Kondisi HPLC pada saat berlangsungnya hidrolisis asam amino adalah sebagai berikut: Temperatur
: 27 ˚C (suhu ruang)
Jenis kolom HPLC
: Pico tag 3,9 x 150 nm column
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit Tekanan
: 3000 psi
Program
: Gradien
Fase gerak
: Asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1 M
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm.
3.3.8 Analisis kandungan taurin (AOAC 2005) Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC. Pada pengujian kadar taurin, sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 80 ml air suling dan 1 ml pereaksi carrez lalu dikocok hingga homogen. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan air suling sampai tanda tera dan dikocok hingga homogen. Kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring whatman. Filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan di tempat yang gelap. Selanjutnya dilakukan tahap derivatisasi dengan mengambil 1 ml ekstrak sampel dimasukkan ke labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan 1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Setelah itu sampel didiamkan selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida kemudian dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak
22
40 µl kemudian diinjeksikan ke dalam HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel. Kandungan taurin dalam bahan dapat dihitung dengan rumus: (%) Taurin
=
L
xCx
Keterangan: C = konsentrasi standar taurin Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis taurin sebagai berikut: Temperatur
: 27 ˚C (suhu ruang)
Jenis kolom HPLC
: Pico tag 3,9 x 150 nm coulumn
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit Tekanan
: 3000 psi
Fase gerak
: Asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1M
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 272 nm