13
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai Juni 2011. Tempat-tempat yang digunakan adalah Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Histopatologi, Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium MIPA Terpadu, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ikan patin (Pangasius hypophthalmus), minyak goreng, es, air, plastik tahan panas, H2SO4, NaOH 40%, larutan NaOH 0,5 N dalam methanol, H3BO3, Na2SO4 anhidrat, indikator (cairan methyl red dan brom cresol green), HCl 6 N, sarung tangan, larutan standar internal asam lemak, akuades, n-heksan, metanol, larutan NaCl jenuh, larutan BF3, K2SO4, parafin, kain kasa, pewarna hematoksilin-eosin, alkohol, xylol, larutan Bouin’s. Alat-alat yang digunakan adalah deep fryer, pisau, mikroskop cahaya Micros Austria MC300, kamera Kodak M863, timbangan digital, gelas ukur, gelas piala, oven, cawan, desikator, erlenmeyer, labu lemak, botol film, mikrotom, kjeltab, tabung soxhlet, pipet, kompor, tanur pengabuan, pisau, penggaris, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, pemanas, destilator, waterbath, buret, mortar, kertas saring, syringe 10 µL, pipet mikro, tabung bertutup teflon dan perangkat kromatografi gas (gas chromatography) Shimadzu GC 2010 Plus. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini diawali dengan melakukan survei/sampling bahan baku ke lapangan, selanjutnya sampel yang digunakan diukur morfometrik dan rendemennya. Analisis yang dilakukan yaitu analisis proksimat, analisis asam lemak dan pengamatan jaringan daging ikan patin, serta analisis asam lemak pada minyak goreng yang digunakan. Diagram alir metode penelitian disajikan pada Gambar 5.
14
Ikan Patin
Penentuan ukuran dan bobot
Penyiangan
Pemfilletan daging
Daging ikan patin segar
1 2 3 4
Penghitungan rendemen Analisis proksimat Pengamatan jaringan Analisis asam lemak
Penggorengan (suhu 190 °C, 5 menit)
Daging ikan patin goreng
1 Analisis proksimat 2 Pengamatan jaringan 3 Analisis asam lemak
Gambar 5 Diagram alir metode penelitian 3.3.1 Persiapan contoh Ikan patin diperoleh dari kolam budidaya jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Selanjutnya ikan patin dibawa ke laboratorium untuk penelitian dengan menggunakan plastik. Ikan dalam keadaan hidup disimpan dalam wadah berisi es dan air untuk mempertahankan kesegarannya lalu dicuci dengan air bersih. Ikan patin yang sudah bersih kemudian diukur morfometriknya dan dihitung rendemen. Rendemen terdiri atas daging, kulit, tulang, kepala dan jeroan. Morfometrik diukur dengan penggaris 30 cm dan rendemen dihitung dengan menggunakan timbangan digital. Bagian daging yang diambil adalah fillet daging putih, yang selanjutnya melalui proses penggorengan menjadi berwarna coklat keemasan. Daging yang telah digoreng kemudian dicacah kecil-kecil, sedangkan daging segar dilumatkan agar homogen untuk mempermudah proses analisis kimia. Bahan baku daging
15
patin segar dan goreng kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan ke lemari pendingin untuk mencegah terjadinya kemunduran mutu. 3.3.2 Penggorengan Daging fillet ikan patin digoreng dalam minyak goreng (digunakan minyak sayur) sebanyak 3 L dengan suhu 190 °C selama ± 5 menit (suhu dan waktu disetting
langsung
pada
alat
penggorengan).
Penggorengan
dilakukan
menggunakan deep fryer. Setelah proses penggorengan selesai, ikan yang telah digoreng ditiriskan menggunakan saringan. 3.3.3 Rendemen Rendemen dihitung sebagai persentase masing-masing bobot bagian tubuh ikan patin dari bobot awal. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Rendemen (%) =
𝐵𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑏𝑢 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑡𝑖𝑛 𝑔 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑔)
x 100%
3.3.4 Analisis Proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. a. Analisis kadar air (AOAC 2005) Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator selama 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel seberat 1 gram ditimbang setelah terlebih dahulu digerus. Selanjutnya cawan yang telah diisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 °C selama 5-6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin selama 30 menit, kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus berikut : 𝐵−𝐶
% kadar air = 𝐵−𝐴 x 100% Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)
16
b. Analisis kadar abu (AOAC 2005) Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu sekitar 105 °C selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 7 jam.
Cawan dimasukkan di dalam desikator
dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang. Rumus yang digunakan untuk penghitungan kadar abu adalah: % Kadar abu =
𝐶−𝐴 𝐵−𝐴
x 100%
Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) c. Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Sampel yang digunakan (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus : % Kadar lemak =
W3 − W2 × 100% W1
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
17
d. Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein adalah menentukan kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. (1) Tahap destruksi Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeltec. Satu butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (2) Tahap destilasi Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperolah 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. (3) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,09 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar nitrogen dalam bahan: % Nitrogen =
𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 −𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 0,1 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 14 𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
x 100%
% Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25) 3.3.5 Analisis asam lemak (AOAC 1999) Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Diagram alir analisis asam lemak disajikan pada Gambar 6. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan (Fardiaz 1989). Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan
18
Contoh lemak
Preparasi contoh (hidrolisis dan esterifikasi) Penimbangan 20-30 mg contoh lemak Pemasukan dalam tabung reaksi ulir
Penambahan 1 ml NaOH 0,5 N dalam metanol Pemanasan menggunakan waterbath pada suhu 80 ˚C selama 20 menit Penambahan 2 ml BF3 20% dan 5 mg/ml standar internal Pemanasan menggunakan waterbath pada suhu 80 ˚C selama 20 menit Penambahan 2 ml NaCl jenuh
Penambahan 1 ml Hexan Pengambilan 1 μl dan penginjekkan ke Gas Chromatograpy
Kromatogram asam lemak Gambar 6 Diagram alir analisis asam lemak
19
melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat. a) Tahap ekstraksi Lemak diperoleh dengan metode Soxhlet. Pada tahap ini diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Kemudian, dari sampel tersebut ditimbang lemak sebanyak 0,02-0,03 g untuk dilanjutkan pada tahap metilasi. b) Pembentukan metil ester (metilasi) Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana. Sebanyak 0,02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 oC. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 5 ml BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80 oC selama 20 menit dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan dikocok. Selanjutnya, ditambahkan 5 ml heksana, kemudian dikocok dengan baik. Larutan heksana di bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 μl sampel lemak diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak). c) Identifikasi asam lemak Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut : jenis alat kromatografi gas yang digunakan adalah Shimadzu GC 2010 Plus (Gambar 7), gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.
20
Analisis kuantitatif asam lemak dihitung dengan rumus : Asam lemak (%) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 100−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
(a)
x 100%
(b)
Gambar 7 Kromatografi gas (a) dan rekorder (b) Kondisi alat GC pada saat analisis: a) Kolom
: Cyanopropil methyl sil (capilary column)
b) Dimensi kolom
: P = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 0,25 µm film Tickness
c) Laju alir N2
: 30 mL/menit
d) Laju alir H2
: 40 mL/menit
e) Laju alir udara
: 400 mL/menit
f) Suhu injektor
: 220 °C
g) Suhu detektor
: 240 °C
h) Suhu terprogram
: 125-225 °C
i) Inject volume
: 1 µL
3.3.6 Pengamatan mikroskopik jaringan daging ikan patin Pengamatan jaringan daging fillet ikan patin terdiri atas tahap pembuatan preparat dan pemeriksaan preparat. Bagian daging yang diambil adalah daging di dekat titik tengah ikan patin yang sudah difillet. 3.3.6.1 Pembuatan preparat Pembuatan preparat histologi terdiri dari tiga tahapan besar, yaitu fiksasi jaringan dan parafinasi, pemotongan jaringan serta pewarnaan jaringan.
21
(1) Fiksasi jaringan dan parafinasi a) Fiksasi Fiksasi adalah tahapan yang dilakukan untuk mencegah autolisis dan dekomposisi post-mortem dari suatu jaringan atau organ. Fiksasi juga bertujuan untuk mengawetkan morfologi dan komposisi jaringan, sehingga jaringan tetap seperti pada keadaan semula sewaktu hidup, mengeraskan jaringan agar dapat diiris serta mencegah jaringan larut selama proses pembuatan preparat. Larutan fiksatif yang digunakan adalah larutan Bouin’s yang memiliki komposisi asam pikrat, formalin dan asam asetat glasial dengan perbandingan 15:5:1. Jaringan direndam dalam larutan fiksatif selama 48 jam. Perendaman dilakukan di dalam botol film dengan volume larutan fiksatif sebanyak 15-20 kali volume jaringan. b) Dehidrasi Dehidrasi merupakan proses untuk mengeluarkan cairan dari dalam sel dengan cara merendam jaringan yang telah difiksasi ke dalam alkohol dimulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Pertama, jaringan direndam dalam alkohol 70% selama 24 jam. Perendaman dilakukan dalam botol film yang sebelumnya telah digunakan untuk perendaman dengan larutan fiksatif. Larutan fiksatif dibuang terlebih dahulu, kemudian alkohol dengan konsentrasi 70% dimasukkan ke dalam botol film hingga jaringan terendam. Selanjutnya organ diambil dari dalam botol film dan dibungkus menggunakan kain kasa. Kemudian kain kasa diikat menggunakan benang yang dibentuk seperti teh celup agar memudahkan dalam proses pergantian alkohol. Setelah 24 jam, organ yang dibungkus kain kasa diambil dan ditiriskan di atas kertas tisu. Kemudian organ tersebut dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol 80%, 90%, 95% masing-masing selama dua jam dan alkohol 100% selama 2 jam dengan cara yang sama. Perendaman dilakukan pada suhu ruang. c) Clearing Clearing
merupakan
proses
penjernihan
yang
bertujuan
untuk
menggantikan alkohol sekaligus menambahkan clearing agent (xylol) yang berfungsi sebagai pelarut parafin. Jaringan direndam dalam alkohol-xylol (1:1) selama 30 menit, dilanjutkan dengan xylol I, xylol II dan xylol III masing-masing
22
selama 30 menit. Perendaman dilakukan sama halnya seperti pada perendaman dengan alkohol pada suhu ruang. d) Impregnasi Impregnasi adalah tahap penggantian xylol dengan parafin cair yang berlangsung di dalam oven dengan suhu 60 °C. Proses ini dilakukan dengan perendaman jaringan ke dalam xylol-parafin (1:1) yang diletakkan dalam gelas piala selama 45 menit. Proses perendaman dilakukan dengan cara yang sama seperti proses perendaman sebelumnya. e) Embedding Embedding merupakan proses untuk memasukkan parafin cair ke dalam sel. Proses ini berlangsung di dalam oven dengan suhu 60 °C. Titik cair parafin yaitu 54-58 °C. Proses ini bertujuan agar parafin menyusup ke dalam seluruh celah antar sel dan bahkan ke dalam sel, sehingga jaringan lebih tahan saat pemotongan. Jaringan direndam secara berturut-turut ke dalam gelas piala yang berisi parafin I, parafin II dan parafin III masing-masing selama 45 menit. Proses perendaman dilakukan dengan cara yang sama seperti proses perendaman sebelumnya. f) Blocking Jaringan yang telah direndam dalam parafin cair lalu diblok (dicetak agar mudah dipotong) dengan parafin cair yang kemudian dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang kaku seperti kertas kalender dengan ukuran 2x2x2 cm3. Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi 1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Setelah itu, jaringan disusun dalam cetakan dengan bagian sayatan yang diperlukan menghadap dasar cetakan dan dituangi parafin cair hingga material jaringan terendam. Selanjutnya dibiarkan membeku dalam suhu ruang selama 24 jam. g) Trimming Setelah parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari cetakan lalu dipotong menggunakan silet bermata satu agar dapat disesuaikan dengan tempat blok pada alat pemotong.
23
(2) Pemotongan jaringan Pemotongan
jaringan
dilakukan
dengan
menggunakan
mikrotom.
Ketebalan sayatan yaitu 4 mikron. Teknik pemotongan parafin adalah sebagai berikut. a)
Blok parafin yang mengandung preparat diletakkan pada tempat duduknya di mikrotom. Tempat duduk blok parafin beserta blok parafinnya kemudian diletakkan pada pemegangnya (holder) pada mikrotom yang dikunci dengan kuat. Mata pisau mikrotom harus tajam agar proses pemotongan dapat dilakukan dengan sempurna.
b)
Ketebalan potongan diatur dengan cara menggeser bagian pengatur ketebalan hingga ketebalan yang diinginkan. Ketebalan sayatan yaitu 4 mikrometer.
c)
Blok preparat digerakkan ke arah pisau sedekat mungkin lalu balok preparat dipotong secara teratur dan ritmis. Pita-pita parafin yang awal tanpa jaringan dibuang hingga diperoleh potongan yang mengadung preparat jaringan.
d)
Hasil irisan diambil dengan jarum, lalu diletakkan di permukaan air hangat dalam 45-50 °C waterbath hingga mengembang.
e)
Setelah pipa parafin terkembang dengan baik, pita parafin tersebut ditempelkan pada gelas objek yang telah diberi zat perekat, yaitu albumin dengan cara memasukkan kaca objek itu ke dalam waterbath dengan hati-hati agar pita parafin tidak melipat dan dibiarkan hingga mengering.
(3) Pewarnaan jaringan a) Dewaxing Sebelum dilakukan dewaxing, gelas objek yang berisi jaringan diletakkan dalam keranjang preparat yang ukurannya sesuai dengan gelas objek. Keranjang tersebut dapat diisi dengan 10 gelas objek. Dewaxing merupakan proses untuk mengeluarkan parafin. Wadah perendaman berupa wadah berbentuk persegi panjang yang ukurannya sesuai dengan keranjang untuk gelas objek. Jaringan pada gelas objek yang telah diletakkan dalam keranjang direndam ke dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama dua menit. Lilin akan terlepas dari jaringan dan jaringan akan tampak jernih.
24
b) Hidrasi Hidrasi merupakan proses pemasukan air ke dalam preparat jaringan pada gelas objek setelah proses dewaxing. Jaringan pada gelas objek yang sebelumnya telah melalui proses dewaxing kemudian direndam dalam alkohol 100 % dalam wadah perendaman seperti pada proses dewaxing sebanyak dua kali, lalu secara berturut-turut dimasukkan ke dalam alkohol 95%, 90%, 80%, 70% dan 50% masing-masing selama dua menit dengan cara yang sama pula. Setelah itu, preparat jaringan direndam ke dalam akuades selama dua menit. c) Pewarnaan hematoksilin-eosin Setelah hidrasi, preparat jaringan diberi pewarna hematoksilin-eosin. Pertama, preparat jaringan direndam dengan pewarna hematoksilin selama tujuh menit, kemudian dicuci dengan air mengalir selama tujuh menit untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang tidak diserap. Selanjutnya preparat jaringan direndam dengan pewarna eosin selama tiga menit dan dicuci dengan akuades. Alat dan proses perendaman yang dilakukan sama seperti proses perendaman sebelumnya. d) Dehidrasi Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol 70%, 85%, 90% dan 100% masing-masing dilakukan selama dua menit. Selanjutnya preparat jaringan direndam dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama dua menit. Alat dan proses perendaman yang dilakukan sama seperti proses perendaman sebelumnya. e) Mounting Preparat jaringan yang telah diwarnai dapat dibuat preparat yang lebih awet dengan cara mounting menggunakan mounting agent yaitu enthellan. Preparat jaringan ditutup dengan gelas penutup yang sudah ditetesi enthellan yang dikeringkan dalam oven pada suhu 40 °C selama 24 jam, kemudian diamati di bawah mikroskop. 3.3.6.2 Pemeriksaan preparat Preparat jaringan diamati di bawah mikroskop Micros Austria MC300 dengan perbesaran mulai dari 200x hingga 400x sesuai dengan kejelasan objek. Setelah itu, didokumentasikan menggunakan kamera Kodak M863 dan hasil yang diperoleh dibandingkan dengan literatur.