11
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2012 dan bertempat di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan dan Laboratorium Organoleptik Teknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk membuat bakso meliputi ikan layaran (Istiophorus orientalis) yang diperoleh dari TPI Palabuhanratu, Sukabumi. Ikan dibawa menggunakan cool box yang diberi es dengan perbandingan 2 : 1. Bahan lain yang digunakan adalah tepung tapioka, bawang merah, bawang putih, garam dapur, merica atau lada, air dan es batu serta bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimia dan fisik antara lain akuades, HCl 0,1 N, K 2SO4, HgO, H2SO4, NaOH 40 % dan H3BO3. Alat yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan antara lain pisau, talenan, baskom plastik, keranjang plastik, sendok, benang kasur, selongsong, timbangan digital, meat grinder, food processor, stuffer, panci perebusan, serokan, kompor dan kain kasa. Alat yang digunakan untuk analisis fisika dan kimia antara lain oven, desikator, kompor, tanur, tabung Kjeldahl, erlenmeyer, soxhlet, kondensor, labu lemak, waring blender, gelas kimia, termometer, pH meter dan kertas saring. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu penentuan kesegaran ikan layaran dengan uji organoleptik, preparasi ikan, penimbangan daging lumat, pembuatan gel daging lumat, pembuatan bakso daging lumat serta analisis karakteristik fisika kimia gel dan bakso ikan layaran (Istiophorus orientalis).
12
3.3.1 Uji organoleptik ikan layaran (Istiophorus orientalis) Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel ikan layaran dari TPI Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. Ikan layaran yang diperoleh disimpan dalam cool box yang diberikan tambahan es untuk tetap menjaga kesegaran ikan. Ikan ditransportasikan hingga sampai ke laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan benda asing yang menempel, kemudian ikan diuji organoleptik untuk mengetahui kesegaran ikan. Diagram alir uji organoleptik ikan layaran (Istiophorus orientalis) dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan layaran segar
Penyimpanan ikan layaran dengan cool box yang diberi es (2:1) Pencucian ikan layaran Persiapan pengujian ikan layaran Uji organoleptik ikan layaran
Score sheet Gambar 2 Diagram alir uji organoleptik ikan layaran (Istiophorus orientalis) 3.3.2 Preparasi ikan layaran (Istiophorus orientalis) Ikan layaran yang telah dilakukan pengujian kesegaran ikan kemudian dipreparasi. Ikan layaran yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang menempel, kemudian di fillet untuk memisahkan daging ikan dengan bagian lain (kepala, isi perut, sirip dan tulang) serta dilakukan pemisahan daging ikan dengan kulitnya. Setelah itu dilakukan pemisahan daging merah serta serat daging ikan. Daging putih dilumatkan dengan menggunakan alat penggiling daging (grinder). Setelah selesai, dilakukan pencampuran seluruh bagian daging ikan yang sudah dilumatkan agar seluruh bagian daging ikan layaran dapat tercampur dengan rata. Daging lumat yang sudah tercampur
13
dilakukan pembagian menjadi lima bagian yang sama rata. Diagram alir preparasi ikan layaran (Istiophorus orientalis) dapat dilihat pada Gambar 3. Ikan layaran
Pencucian Pem-fillet-an Pemisahan daging dan kulit Penghilangan daging merah dan serat Penggilingan dengan grinder Pencampuran seluruh daging lumat Pembagian daging lumat (5 bagian) Gambar 3 Diagram alir preparasi ikan layaran (Istiophorus orientalis) 3.3.3 Pembuatan gel daging lumat ikan layaran (Istiophorus orientalis) Daging lumat ditimbang dan dilakukan pencampuran dengan garam 2,5% (b/b) menggunakan food processor hingga adonan homogen dan dicetak dengan menggunakan tabung stainless. Hasil pencetakan tersebut kemudian direbus dengan suhu 45-50 oC selama 20 menit dan dilanjutkan dengan suhu 80-90 oC selama 30 menit. Analisis pada gel ikan yang dihasilkan dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisika dan kimia yang terbentuk pada gel ikan yaitu dengan pengujian sensori, uji lipat, uji gigit, uji kekuatan gel, uji proksimat, uji protein larut garam, uji derajat putih, dan uji WHC. Diagram alir pembuatan gel daging lumat ikan layaran (Istiophorus orientalis) dapat dilihat pada Gambar 4.
14
Daging lumat
Penimbangan Pencampuran dengan garam 2,5% (b/b) Pengadonan hingga homogen dan lengket (adhesive) Pencetakan dalam tabung stainless (diameter 3,25 cm; tinggi 3 cm) Perebusan 45-50 OC (20 menit) dilanjutkan 80-90 OC (30 menit)
Gel ikan daging lumat Gambar 4 Diagram alir pembuatan gel daging lumat ikan layaran (Istiophorus orientalis) 3.3.4
Pembuatan bakso ikan layaran (Istiophorus orientalis) Bahan baku yang digunakan adalah daging lumat beku. Prosedur
pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut, daging lumat beku dicincang dan dimasukan ke dalam food processor kemudian ditambahkan garam 2,5% sambil terus diaduk hingga terbentuk adonan yang lengket. Setelah itu, ditambahkan bumbu-bumbu yaitu bawang merah 2,5%, bawang putih 4%, lada 1%, gula 2% dan es sedikit demi sedikit. Selanjutnya ditambahkan tepung tapioka dengan konsentrasi sebesar 10% dari berat daging lumat yang digunakan. Adonan diaduk hingga benar-benar homogen selama 10-15 menit. Adonan dicetak menyerupai bola kecil dengan menggunakan tangan kemudian direbus 2 kali, yaitu perebusan I dengan suhu 40 oC selama ± 5 menit dan perebusan II dengan suhu 90 oC selama ± 15 menit atau sampai bakso mengapung. Bakso yang dihasilkan didinginkan untuk dilakukan uji sensori dan analisis karakteristik fisika dan kimia. Analisis fisika yang dilakukan terdiri dari uji lipat, uji gigit, uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji pH dan uji WHC. Analisis kimia yang dilakukan terdiri dari uji kadar air, uji kadar lemak, uji kadar
15
abu, uji kadar protein dan nitrogen, uji karbohidrat, uji protein larut garam, dan uji pH. Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran dapat dilihat pada Gambar 5.
Ikan layaran
Pelumatan daging Pengadonan
Garam 2,5% Bawang merah 2,5% Bawang putih 4% Gula 2% Lada 1% Air es Tepung tapioka 10% Minyak 10%
Pencetakan bakso Perebusan I suhu 40oC selama ± 5 menit Perebusan II suhu 90oC selama ± 15 menit
Pendinginan suhu ruang
Bakso Gambar 5 Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran (Istiophorus orientalis) 3.4 Prosedur Analisis Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji organoleptik, analisis fisika dan kimia. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji scoring (skor mutu). Analisis fisika yang dilakukan terdiri atas uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji lipat, uji gigit dan uji WHC. Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat), protein larut garam dan pengukuran nilai pH. 3.4.1 Analisis organoleptik (Rahayu 1998) Penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan metode penilaian yang sering digunakan karena dapat digunakan secara cepat dan langsung. Indera yang berperan dalam pengujian yaitu indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Uji ini menggunakan panelis
16
yang dapat digolongkan menjadi panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, dan panelis konsumen. Uji organoleptik dengan menggunakan metode scoring atau skor mutu berfungsi untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik terhadap penampakan, aroma, rasa dan tekstur dari suatu produk. Skala angka dan spesifikasi dari setiap karakteristik mutu produk sudah dicantumkan dalam score sheet organoleptik. Metode ini menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk ini adalah 5 (lima) artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh nilai yang sama atau lebih kecil dari lima maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus standar dan tidak bisa memperoleh Sertifikat Mutu Ekspor. Skala ini ditunjukan dengan spesifikasi masing-masing produk yang dapat memberikan pengertian pada panelis. Panelis pada uji organoleptik ini berjumlah 30 orang semi-terlatih. 3.4.2 Analisis fisika Analisis fisika yang dilakukan terhadap surimi dan bakso ikan adalah uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji lipat, uji gigit dan uji WHC. (1) Uji kekuatan gel (White dan Englar diacu dalam Alpis 2002) Pengukuran kekuatan gel dilakukan secara obyektif dengan menggunakan Texture analyzer (TA-XT21). Tingkat kekerasan bakso ikan dinyatakan dalam gram force tiap cm2 (gf/cm2) yang berarti besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sampel diletakkan dibawah probe berbentuk silinder pada tempat penekanan, dengan sisi lebar ke atas, kemudian dilakukan penekanan terhadap sampel dengan probe silinder tersebut. Kecepatan alat ketika menekan sampel adalah 1 mm/s. Tekanan dilakukan sebanyak satu kali dan hasil pengukuran akan tercetak pada kertas grafik dan dapat dilihat tinggi saat sampel benar-benar pecah. Nilai tertinggi pada grafik menunjukkan nilai kekuatan gel pada suatu bahan. (2) Uji derajat putih (Park 1994 dalam Chaijan et al. 2004) Derajat putih sampel dilakukan dengan Chromameter minolta, yaitu analisis warna secara objektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh permukaan sampel yang diukur. Skala warna yang digunakan untuk mengukur
17
tingkatan dari lightness L* adalah hitam (0) sampai cerah/terang (100), a* adalah merah (60) sampai hijau (-60) dan b* adalah kuning (60) sampai biru (-60). Nilai derajat putih dapat diketahui dari nilai lightness L* yang tertera pada monitor Chromameter. (3) Uji lipat (Suzuki 1981) Uji pelipatan merupakan salah satu pengujian mutu surimi dan bakso yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 4-5 mm. Potongan sampel tersebut diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada bakso. Tingkat kualitas dan contoh lembar penilaian uji lipat dapat dilihat pada Lampiran 3a. (4) Uji gigit (Suzuki 1981) Uji gigit dilakukan untuk mengukur kekuatan produk. Uji ini memberi taksiran secara subyektif dengan melatih 30 panelis. Pengujian dilakukan dengan cara memotong atau menggigit sampel antara gigi seri atas dan bawah. Sampel yang diuji memiliki ketebalan 5 mm dan berdiameter 12 mm. Tingkat kualitas dan contoh lembar penilaian uji gigit dapat dilihat pada Lampiran 3b. (5) Water Holding Capacity (WHC) (Hamm 1972 diacu dalam Nantami 2011) Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan alat carverpress. Sampel sebanyak 0,3 gram diletakkan dikertas saring dan dijepit dengan carverpress, yaitu diantara dua plat jepitan berkekuatan 35 kg/cm 2 selama 5 menit. Kertas saring yang digunakan yaitu Whatman no 40. Luas area bebas yaitu luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, dengan kata lain selisih luas antara lingkaran luar dan dalam kertas saring. Bobot air bebas (jumlah air dalam gel dan bakso yang terlepas) dapat dihitung sebagai berikut : Berat air bebas = % air bebas = berat air x 100% mg sampel WHC (%) = kadar air total daging (%) – kadar air bebas (%)
18
3.4.3 Analisis kimia Analisis kimia yang dilakukan terhadap karakteristik surimi dan bakso ikan meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat), protein larut garam dan pengukuran nilai pH. (1) Kadar air (AOAC 1995) Prinsip analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Penetapan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen yang akan digunakan dalam oven pada suhu 105 oC selama 30 menit atau sampai didapat berat tetap, kemudian didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan setelah dingin beratnya ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukan kedalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 100 oC sampai 102 oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang kembali. Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut : Kadar air (%) =
x 100%
Keterangan : B = berat sampel (g) B1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g) B2 = Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g) (2) Kadar abu (AOAC 1995) Prinsip penetapan kadar abu adalah dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 650 oC. Cawan kosong dipanaskan dalam oven lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Secara bertahap suhu tanur dinaikkan hingga mencapai suhu 650 oC hingga diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar abu (%) =
x 100%
19
(3) Kadar protein dan total nitrogen (AOAC 1995) Penentuan total nitrogen dan kadar protein menggunakan metode mikro Kjeldahl. Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl 30 ml ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,5 ml H2S04, serta beberapa tablet Kjeldahl. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih kemudian didinginkan. Isi abu dituangkan ke dalam alat destilasi, lalu dibilas sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan di tambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan yang berasal dari ujung tabung kondensor ditampung pada Erlenmeyer 125 ml berisi larutan 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metil biru 0,2% dalam alkohol 2:1). Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCL 0,02 N sampai terjadi perubahan warna seperti merah. Hal ini sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung berdasarkan kadar N dengan rumus sebagai berikut: Kadar N (%) = (ml HCL – ml blanko) x N HCL x 14,007 x 100% mg sampel Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6,25) (4) Kadar lemak (AOAC 1995) Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar lemak (%) =
x 100%
20
(5) Kadar karbohidrat (by difference) Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan mengunakan rumus: Kadar karbohidrat (%) = 100% - (%air + %abu +%protein + %lemak)
(6) Protein larut garam (PLG) (Shuffle dan Galbraeth 1964 diacu dalam Eryanto 2006) Sampel sebanyak 5 gram ditambahkan 50 ml larutan NaCl 5% kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah. Setelah itu disentrifus pada 3400 x g selama 30 menit pada suhu 10 oC. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring whatman no.1. Filtrat ditampung dalam Erlenmeyer, disimpan pada suhu 4 oC. Sebanyak 25 ml dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam adalah: Kadar PLG (%) =
x 100%
Keterangan : A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl sampel W = berat sampel (g) (7) Nilai pH (Suzuki 1981) Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer pH 7 dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Sampel sebanyak 5 g ditambahkan akuades 45 ml, kemudian dihomogenkan dengan stirrer selama 2 menit. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil.