3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan ekosistem mangrove Desa Dabong selama 3 bulan, dari bulan Maret sampai Mei 2009.
Desa Dabong terletak
diantara muara Sungai Kapuas dan Selat Padang Tikar yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Secara geografis, letak Desa Dabong berada pada titik koordinat 00o 33’ 57,2” LS - 109o
15’ 29,6” BT.
Desa Dabong secara
administrasi merupakan salah satu Desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Peta lokasi penelitian dan titik sampling mangrove dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta lokasi penelitian dan titik sampling mangrove Luas kawasan Desa Dabong mencapai 16.600 Ha (166 km2) dan merupakan Desa terluas kedua di Kecamatan Kubu setelah Desa Kubu (235,08 km2). Di dalam kawasan Desa Dabong terdapat kawasan pemukiman Dusun Mekar Jaya, Dusun Selamat Jaya (Sembuluk) dan Dusun Meriam Jaya (pemukiman Transmigrasi) dengan 1 Rukun Warga (RW) dan 13 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif batas wilayah Desa Dabong adalah sebagai berikut:
34 -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Olak-Olak Kubu.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Seruat III dan Laut Natuna
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kubu.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Padang Tikar.
3.2. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari: (1) data ekosistem mangrove, (2) data sosial ekonomi dan, (3) berbagai data penunjang. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi (pengamatan) langsung di lapangan, kuisioner, wawancara secara mendalam (depth interview), diskusi dan penelusuran berbagai data penunjang. 3.2.1. Pengumpulan data ekosistem mangrove dan tambak Pengumpulan data ekosistem mangrove dan tambak pada penelitian ini menggunakan metode observasi (pengamatan) langsung di lapangan, intepretasi terhadap Citra Landsat 7 ETM+ tahun 1991, 2002 dan 2007 dan kuisioner. Observasi (pengamatan) langsung di lapangan, dilakukan untuk mengetahui kondisi dan potensi mangrove dan tambak. Intepretasi terhadap Citra Landsat 7 ETM+ tahun 1991, 2002 dan 2007 dilakukan untuk mengetahui perubahan luasan mangrove dan tambak. Kuisioner diberikan kepada masyarakat dan petambak yang sudah lama berdomisili di daerah setempat dengan tujuan untuk mengetahui nilai manfaat ekonomi ekosistem mangrove dan tambak. Penarikan contoh (sampel) untuk data vegetasi mangrove terbagi atas 6 stasiun yang berbentuk jalur-jalur atau transek di sepanjang garis pantai yang ditentukan secara sengaja (purposive sampling) sesuai dengan kondisi di lapangan serta dianggap representative mewakili tegakan mangrove di Desa Dabong (Gambar 5). Posisi geografis masing-masing jalur transek adalah sebagai berikut: -
Jalur I, posisi geografis E 109°14’21,26” N -0°35’41,64” (24 plot).
-
Jalur II, posisi geografis E 109°19’6,71” N -0°35’31,67” (7 plot).
-
Jalur III, posisi geografis E 109°17’17,12” N -0°36’39,67” (32 plot).
-
Jalur IV, posisi geografis E 109°14’46,72” N -0°35’56,98” (31 plot).
-
Jalur V, posisi geografis E 109°16’18,01” N -0°35’53,23” (12 plot).
-
Jalur VI, posisi geografis E 109°18’38,20” N -0°35’39,16” (12 plot).
35 Penentuan sampel untuk data biologi (vegetasi) digunakan metode transek kuadrat (garis berpetak), yaitu dengan membuat transek garis tegak lurus garis pantai ke arah darat. Panjang garis transek bervariasi menurut ketebalan vegetasi mangrove (keberadaan vegetasi mangrove yang menjadi penghubung teresterial dan perairan). Analisa vegetasi mangrove dilakukan dengan membuat petak-petak kuadarat 10 x 10 meter (untuk pengamatan pohon), petak 5 x 5 meter (untuk pengamatan pancang) dan petak 2 x 2 meter (untuk pengamatan semai) yang diletakkan secara acak disepanjang garis transek. Tujuan dari analisis vegetasi ini adalah untuk mengetahui kerapatan tegakan mangrove, jenis dan keanekaragaman jenis mangrove. Pengukuran vegetasi dilakukan dengan tiga pola, yaitu: pengambilan data untuk semai (pemudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang/anakan (pemudaan dengan tinggi > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter lebih kecil dari 10 cm), dan pohon dewasa (diameter batang pohon > 10 cm). Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung dan mencatat jumlah masingmasing spesies yang ada dalam setiap petak dan mengukur diameter pohon. Adapun arah pengamatan tegak lurus dari garis pantai kearah darat (Gambar 6).
A: Petak pengamatan semai (2x2m2) B: Petak pengamatan pancang (5x5m2) C: Petak pengamatan pohon (10x10m2)
Gambar 6. Skema penempatan petak contoh dalam pengamatan mangrove Data vegetasi yang dicatat terdiri dari jumlah pohon, pancang dan semai serta jenis pohon, data diameter pohon dan tinggi pohon. Sepanjang jalur transek pada saat pengambilan data vegetasi, dilakukan pengkuran parameter-parameter lingkungan seperti: suhu, salinitas, dan pH di setiap jalur pengamatan. Selain itu dilakukan pengamatan dan pencatatan tipe substrat (lumpur, lumpur berpasir,
36 pasir berlumpur, lempung dan pasir) dan pencatatan jenis-jenis fauna yang ditemukan di lokasi penelitian teresterial serta akuatik dilakukan pencatatan. Metode 'spot check' digunakan untuk melengkapi informasi komposisi jenis, distribusi jenis, dan kondisi umum ekosistem mangrove yang tidak teramati pada metode transek-kuadrat. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati dan memeriksa zona-zona tertentu dalam ekosistem mangrove yang memiliki ciri khusus. Informasi yang diperoleh melalui metode ini bersifat deskriptif. 3.2.2. Pengumpulan data sosial ekonomi dan kelembagaan Pengumpulan data sosial ekonomi dan kelembagaan pada penelitian ini menggunakan metode wawancara secara mendalam (depth interview), diskusi dan kuisioner. Wawancara mendalam (depth interview) dan diskusi dilakukan terhadap masyarakat lokal, pengelola kawasan lindung dan instansi yang terkait. Wawancara mendalam terhadap masyarakat dilakukan pada tokoh-tokoh lokal. Sementara itu, wawancara dengan pihak pemerintah akan dipilih berdasarkan posisi dan keterlibatan mereka dalam pengelolaan kawasan lindung. Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh semua informasi yang diperlukan. Menurut Mulyana (2006), wawancara mendalam atau wawancara tidak terstruktur bersifat lebih luwes, susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat wawancara. Termasuk karakteristik sosial budaya dan religi responden yang dihadapi. Kuisioner diberikan kepada petambak dan masyarakat yang sudah lama berdomisili di daerah setempat, sehingga diharapkan mampu memberikan gambaran secara terperinci mengenai kondisi wilayah kajian. Penentuan responden untuk data social ekonomi menggunakan teknik Penarikan Contoh Sengaja (Purpossive Sampling Method). Responden yang diwawancarai terdiri dari: Kepala Dinas Kehutanan, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan,
Kepala Bappeda dan kepala desa, Aparatur pemerintah desa, dan
masyarakat sekitar lokasi. Responden masyarakat yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di dalam/sekitar lokasi penelitian yang terkait dengan hutan mangrove, hal ini dikarenakan masyarakat tersebut dianggap mengetahui kondisi dan permasalahan ekosistem mangrove karena sering berinterakasi dengan wilayah mangrove tersebut.
37 3.2.3. Pengumpulan berbagai data penunjang Pengumpulan berbagai data penunjang pada penelitian ini menggunakan metode penelusuran berbagai pustaka/dokumen melalui kajian laporan, peraturan perundang-undangan, surat kabar, laporan statistik kabupaten/kecamatan/desa, dokumen dan arsip kawasan lindung serta peta tematik perkembangan penggunaan lahan di dalam kawasan lindung. Data penunjang yang dikumpulkan meliputi data kondisi fisik wilayah, kebijakan dan program pemerintah serta berbagai data untuk melengkapi data ekosistem mangrove dan tambak, sosial ekonomi dan kelembagaan. Pengumpulan data penunjang dilakukan dengan penelusuran berbagai pustaka/dokumen dari instansi terkait seperti : Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Bappeda, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pertanahan Nasional (BPN), kantor Desa dan lain-lain. Berbagai jenis data dan variabel data yang dikumpulkan beserta metode pengumpulan datanya pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan variabel data yang dikumpulkan beserta metode pengumpulan datanya.
Jenis Data Data ekosistem mangrove dan tambak
Variabel Data yang Dikumpulkan -
Luas lahan mangrove dan tambak Perubahan liputan lahan mangrove dan tambak
-
Struktur dan komposisi mangrove Aspek fisika kimia mangrove (meliputi suhu, salinitas, pH dan jenis substrat) Nilai manfaat ekonomi ekosistem mangrove dan tambak Data penduduk dan riwayatnya Tingkat pendidikan Mata pencaharian dan pendapatan penduduk Tingkat pemanfaatan mangrove oleh masyarakat Sarana prasarana
Data sosial ekonomi masyarakat
-
Metode Pengumpulan Data Citra Landsat 7 ETM+ (tahun 1991, 2002 dan 2007) dan pengumpulan data penunjang Observasi, kuisioner dan pengumpulan data penunjang Pengumpulan data penunjang
38 Tabel 4 (lanjutan). Jenis Data Data pandangan masyarakat terhadap pengelolaan mangrove
Variabel Data yang Dikumpulkan -
Data kelembagaan
-
Data fisik wilayah
Kebijakan dan program pemerintah
-
-
Identitas responden (umur, pendapatan, tingkat pendidikan dan pekerjaan) Pemahaman terhadap hutan mangrove dan manfaatnya Partisipasi dalam pelestarian hutan mangrove Pandangan terhadap institusi yang terkait dengan pengelolaan mangrove (pemerintah) Pandangan terhadap status lindung mangrove Pandangan terhadap proses penetapan kawasan mangrove menjadi status lindung Pandangan terhadap proses penegakan status lindung mangrove oleh institusi pengelola Pandangan terhadap tambak dan penebangan kayu di dalam kawasan lindung mangrove Struktur kelembagaan yang ada di masyarakat dan pengelola kawasan lindung. Sejarah dan pola penguasaan lahan. Batas juridiksi, property right dan aturan representasi dalam pengelolaan mangrove. Berbagai situasi sebagai sumber interdependensi dalam kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove Batas administratif Iklim, topografi dan fisiografi Geologi tanah Kondisi oseanografi (pasut) Penggunaan lahan atau status lahan beserta riwayat dan perubahannya Tata ruang Kebijakan dan program-program pemerintah daerah yang berhubungan dengan pengelolaan ekosistem mangrove UU, PP, SK, Perda yang terkait dengan pengelolaan ekosistem mangrove
Metode Pengumpulan Data Kuisioner dan wawancara mendalam
Observasi, wawancara mendalam, diskusi dan pengumpulan data penunjang
Observasi dan pengumpulan data penunjang
wawancara mendalam, diskusi dan pengumpulan data penunjang
39 3.3. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk: (1) mendeskripsikan pengelolaan aktual ekosistem mengrove, (2) mendeskripsikan kondisi pesisir dan sosial ekonomi masyarakat, (3) mendeskripsikan kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove. Data fisik wilayah dan sosial ekonomi yang diperoleh dari penelitian ditabulasi dan dimasukan dalam tabel kemudian dideskripsikan. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk: (1) mengetahui potensi biofisik ekosistem mengrove, (2) mengetahui nilai manfaat ekonomi keberadaan ekosistem mengrove dan tambak. Penentuan alternative program pengelolaan ekosistem mangrove menggunakan sintesa dari pendekatan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif. 3.3.1. Analisis luasan ekosistem mangrove dan tambak Untuk menghitung luas mangrove yang ada di Desa Dabong digunakan Citra Landsat 7 ETM+ tahun 1991, 2002 dan 2007. Citra Landsat diolah dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG), dengan software yang dipakai adalah Er Mapper 7.0 dan ArcView 3.3 dengan kombinasi warna RGB 542. Tahapan pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ meliputi: (1) koreksi geometrik, (2) koreksi radiometrik, dan (3) intepretasi tutupan lahan mangrove dan tambak (klasifikasi). Analisis spasial ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi spasial wilayah pesisir Desa Dabong khususnya untuk melihat perubahan luasan mangrove dan tambak. 3.3.2. Analisis struktur vegetasi mangrove Analisis terhadap struktur vegetasi mangrove mengacu pada English et al. (1994) yaitu dengan menghitung kerapatan, frekuensi, penutupan dan indek nilai penting (INPi) masing-masing species. Analisis ini menggunakan data hasil pengukuran langsung di lapangan, berupa jumlah individu (IND), diameter batang (DB), jenis pohon mangrove serta luas dan jumlah petak contoh yang diambil. Untuk melengkapi kajian, maka diukur juga suhu, salinitas, pH dan jenis substrat. Selanjutnya, data vegetasi mangrove dilakukan analisis sebagai berikut :
40 1. Kerapatan spesies (Di), adalah jumlah tegakan spesies i dalam suatu unit area: Di =
ni A
Di = kerapatan spesies i, ni = jumlah total individu dari spesies i A = luas area total pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot) 2. Kerapatan relatif spesies (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan spesies i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh spesies (∑n): ni
RDi =
n
∑n
x100%
i =1
3. Frekuensi Spesies (Fi) adalah peluang ditemukannya spesies i dalam petak contoh/plot yang diamati: Fi =
pi n
∑p i =1
Fi = frekuensi spesies i; pi = jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan spesies i ∑p =jumlah total petak contoh yang diamati. 4. Frekuensi Relatif Spesies (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi spesies (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (∑F):
RFi =
Fi n
∑F
x100%
i =1
5. Penutupan Spesies (Ci ) adalah luasan penutupan spesies i dalam suatu unit area: n
Ci =
∑ Ba i =1
A
= π DBH2/4 (dalam cm2), π = konstanta DBH = diameter pohon dari spesies i, A = luas total pengambilan contoh
Ba
41 6. Penutupan Relatif Spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh spesies (∑C):
RC i =
Ci n
∑C
x100%
i =1
7. Nilai Penting Species (INPi ) memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove. Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Species (INPi ) :
INPi = RDi + RFi + RCi Nilai Penting suatu spesies berkisar antara 0 dan 300. Nilai Penting adalah indeks kepentingan suatu species di dalam komunitasnya. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove. Nilai Penting Species (INPi) yang rendah pada jenis tertentu mengindikasikan bahwa jenis ini kurang mampu bersaing dengan lingkungan yang ada disekitarnya serta jenis lainnya. 3.3.3. Analisis nilai manfaat ekonomi ekosistem mangrove
Analisis nilai manfaat ekonomi terhadap ekosistem mangrove mutlak diperlukan dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Pembuat dan pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan nilai fungsi yang terkandung dalam ekosistem tersebut. Metode valuasi dengan pendekatan biaya terdiri dari: (1) pengeluaran pencegahan (averted defensive expenditure methods), (2) proyek bayangan (shadow project methods), (3) biaya penggantian (replacement cost methods), dan (4) biaya perpindahan (relocation cost methods). Secara ringkas, tipologi nilai ekonomi total dapat dilihat pada Gambar 7.
42
Total Economic value
Non-Use
Use value
Direct Use value
Indirect Use value
Option value
Existance value
Gambar 7. Tipologi nilai ekonomi total Hufschmidt et al. (1996) mengelompokkan metode valuasi ekonomi berdasarkan pendekatan harga pasar (actual market based methods) dan berdasarkan pendekatan survey atau penilaian hipotesis. Pendekatan berorientasi pasar telah mencakup berbagai metode valuasi yang dikemukakan oleh Dixon dan Hudgson (1988). Pendekatan berdasarkan survey (survey based methods), terdiri dari metode pendekatan berdasarkan kondisi lapangan (contingen valuation
methods) dan metode kesesuaian manfaat (benefit transfer methods). Mengacu pada Adrianto (2006), nilai ekonomi total manfaat ekosistem mangrove di Desa Dabong adalah: 1.
Manfaat Langsung (ML)
Manfaat langsung yaitu manfaat yang dapat diperoleh secara langsung dari ekosistem hutan mangrove yang terdiri dari manfaat langsung hasil hutan dan manfaat langsung hasil perikanan. Manfaat langsung tersebut dapat diuraikan dalam persamaan : a. Manfaat Langsung Hasil Hutan (MLH) n
MLH = ∑ H i i =1
Keterangan:
Hi = manfaat langsung hasil hutan ke i
43 b. Manfaat Langsung Hasil Perikanan (MLP) n
MLP = ∑ Pi i =1
Keterangan:
Pi = manfaat langsung hasil perikanan ke i c. Secara keseluruhan, manfaat langsung dari pemanfaatan hutan mangrove dapat dituliskan sebagai berikut : ML = MLH + MLP
Keterangan:
ML = manfaat langsung MLH = manfaat langsung hasil hutan MLP = manfaat langsung hasil perikanan 2.
Manfaat Tidak Langsung (MTL)
Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang diperoleh dari suatu ekosistem secara tidak langsung. Manfaat tidak langsung terdiri dari manfaat sebagai penahan abrasi pantai, pencegah interusi air laut, dan sebagai penyedia unsur hara, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : MTL = MTLa + MTLi + MTLh
Keterangan:
MTLe = manfaat tidak langsung penahan abrasi pantai MTLb = manfaat tidak langsung pencegah interusi air laut MTLh = manfaat tidak langsung penyedia unsur hara 3.
Manfaat Pilihan (MP)
Manfaat pilihan yaitu menunjukkan kesediaan seseorang untuk membayar kelestarian sumberdaya bagi pemanfaatan di masa depan. Nilai manfaat pilihan diestimasi dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove di Indonesia, yaitu US $ 1.500 /km/tahun atau US $ 15/ha/tahun (Ruitenbeek 1994). Nilai tersebut dihitung berdasarkan nilai tukar rata-rata US $ terhadap Rupiah pada saat penelitian. Manfaat pilihan (MP) tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
MP = MPbi
Keterangan:
MPbi = manfaat pilihan biodiversity
44 4.
Manfaat Eksistensi (ME)
Manfaat eksistensi atau existence value yaitu manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan hutan mangrove setelah manfaat lainnya dikeluarkan dari analisis yang diformulasikan sebagai berikut : ME =
n
∑ i =1
MEi n
Keterangan:
MEi = manfaat eksistensi dari responden ke-i n = jumlah contoh atau responden Tahap kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang dilakukan setelah seluruh manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove telah diidentifikasi. Teknik kuantifikasi yang digunakan adalah : 1.
Nilai Pasar : pendekatan ini digunakan untuk mengkuantifikasi harga berbagai komoditas yang langsung dapat dipasarkan. Pendekatan ini dilakukan untuk menilai manfaat langsung hutan mangrove yang terdiri dari nilai hasil hutan, hasil perikanan dan hasil tambak.
2.
Harga Tidak Langsung : pendekatan ini digunakan bila mekanisme pasar gagal memberikan nilai pada komponen sumberdaya yang diteliti, misalnya karena komponen tersebut belum memiliki pasar. Pendekatan ini digunakan untuk mengkuantifikasi nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan mangrove.
3.
Contingent Valuation Method : digunakan untuk mengkuantifikasi manfaat keberadaan dari ekosistem yang diteliti. Untuk itu dalam survei digunakan dua model pertanyaan terbuka dan pertanyaan pilihan.
4.
Nilai Ekonomi Total adalah penjumlahan seluruh nilai manfaat yang telah diidentifikasikan yaitu nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak langsung, nilai manfaat pilihan dan nilai manfaat keberadaan. Berdasarkan persamaan diatas, nilai ekonomi total dari pemanfaatan hutan
mangrove dapat dituliskan dalam persamaan : NET = ML + MLT + MP + ME
45 Keterangan:
NET ML MTL MP ME
= = = = =
nilai ekonomi total manfaat langsung manfaat tidak langsung manfaat pilihan manfaat eksistensi
3.3.4. Analisis nilai manfaat ekonomi tambak
Analisis nilai ekonomi tambak sangat diperlukan untuk dibandingkan dengan nilai manfaat ekonomi ekosistem mangrove, sehingga dapat diketahui mana yang lebih menguntungkan secara ekonomi jika mangrove dibiarkan lestari dengan dikonversi menjadi lahan tambak. Pembuat dan pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan nilai manfaat ekonomi ekosistem mangrove dan tambak untuk menentukan kebijakan yang tepat. Nilai manfaat ekonomi tambak (NMET) dapat dihitung dalam persamaan berikut ini: NMET = (HPr x Hjr) - (BT + BO)
Keterangan: HPr Hjr BT BO
= hasil panen rata-rata = harga rata-rata = biaya tetap (biaya investasi) = biaya operasional (pakan + tenaga kerja + perawatan, dan lain-lain)
3.3.5. Analisis pandangan masyarakat terhadap mangrove
pengelolaan ekosistem
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Dabong dilakukan dengan mengajukan kuisioner/pertanyaaan tertutup kepada 50 responden masyarakat. Pertanyaan yang diajukan terbagi menjadi 7 kelompok pertanyaan, antara lain : (a) pemahaman tentang hutan mangrove dan manfaatnya (8 pertanyaan), (b) partisipasi dalam pelestarian hutan mangrove (4 pertanyaan), (c) pandangan terhadap institusi pemerintah yang terkait dengan pengelolaan mangrove (5 pertanyaan), (d) pandangan tentang status lindung mangrove (6 pertanyaan), (e) pandangan tentang proses penetapan kawasan mangrove menjadi status lindung (4 pertanyaan), (f) pandangan tentang proses penegakan status lindung mangrove
46 oleh institusi pengelola (5 pertanyaan), dan (g) pandangan tentang tambak dan penebangan kayu di dalam kawasan lindung mangrove (2 pertanyaan). Hasil jawaban dari responden tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rating scale, yaitu jumlah total hasil wawancara di bagi dengan jumlah skor kriterium (skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah responden) dan kemudian di kalikan dengan 100 untuk mendapatkan persentasinya. Kategori tingkat nilai (N) yang diberikan pada hasil wawancara pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Dabong adalah sebagai berikut: -
N > 75 %
= Sangat Baik, dengan nilai (4)
-
50 < N ≤ 75 %
= Baik, dengan nilai (3)
-
25 < N ≤ 50 %
= Buruk, dengan nilai (2)
-
N ≤ 25 %
= Sangat Buruk, dengan nilai (1)
3.3.6. Analisis kelembagaan
Untuk mengevaluasi strategi dan pendekatan dari pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan lindung mangrove di Desa Dabong, dapat dilakukan dengan analisis kelembagaan. Oleh karena pengelolaan kawasan hutan lindung mangrove merupakan suatu himpunan aturan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam, maka merupakan bentuk dari suatu sistem kelembagaan. Kelembagaan/institusi merupakan aturan main, norma-norma, laranganlarangan, kontrak, dan lain sebagainya dalam mengatur dan mengendalikan perilaku individu dalam masyarakat atau organisasi. Teori kelembagaan ditujukan untuk mengetahui, menjelaskan dan memprediksi dampak dari aturan main serta membahas bagaimana perubahan suatu aturan dapat mempengaruhi kinerja pengelolaan/ekonomi.
Untuk
mengembangkan
kelembagaan
pengelolaan
ekosistem mangrove agar efektif dan menghasilkan keragaan/performa yang baik, maka beberapa hal yang perlu dipahami dan dianalisis antara lain: (1) berbagai situasi sebagai sumber interdependensi, (2) struktur kelembagaan (batas yuridiksi,
property right dan aturan representatif), dan (3) pengaruh kelembagaan terhadap keragaan/performa. Analisis kelembagaan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan
47 lindung
mangrove.
Untuk
merubah
perilaku
(behavior)
masing-masing
stakeholder sehingga dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik perlu dilakukan perubahan terhadap unsur-unsur/struktur kelembagaan seperti yang dinyatakan oleh Pakpahan (1989) yang meliputi tiga unsur utama, yakni: a. Batas Yurisdiksi Batas yuridiksi adalah batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki suatu lembaga atau kedua-duanya, batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi. Batas yuridiksi juga dapat berimplikasi ekonomi para pihak yang terlibat dalam yuridiksi tersebut. b. Hak Penguasaan Konsep property right atau kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligations) yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat, tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Oleh karena itu tidak ada seorangpun yang dapat menyatakan hak milik atau penguasaan tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari hal ini adalah hak seseorang adalah kewajiban dari orang lain seperti dicerminkan oleh hak kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya (Pakpahan 1989). c. Aturan representasi Aturan representasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance, akan ditentukan oleh kaidah-kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk bentuk parisispasi tidak ditentukan oleh rupiah seperti halnya aturan representasi melalui pasar. Partisipasi lebih banyak ditentukan oleh keputusan politik organisasi.