21
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian utama dilaksanakan di Danau Lido (Gambar 5) yang terletak diketinggian 502,2 m dpl. Terdapat dua titik di danau yang digunakan sebagai lokasi peletakan substrat untuk kebutuhan penelitian. Lokasi pertama berada pada koordinat 106o48’42” BT dan 06o44’29” LS, sedangkan lokasi kedua berada pada koordinat 106o 48’30” BT dan 06o44’47” LS. Lokasi satu adalah kawasan dengan karamba jaring apung (KJA), sedangkan lokasi dua merupakan kawasan yang tidak terdapat karamba jaring apung (Non-KJA) (Lampiran 1). Penelitian juga dilakukan di laboratorium pada Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Seluruh rangkaian penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret 2009 sampai dengan Bulan Juli 2011.
outlet
inlet
Gambar 5. Peta lokasi dan peletakan substrat buatan di Danau Lido. I, lokasi Karamba Jaring Apung (KJA); II, lokasi tanpa Karamba Jaring Apung (Non-KJA). (Sumber: pengukuran koordinat di lapangan dan peta Bakosurtanal 2000)
22 3.2. Alat dan Bahan Alat-alat dalam penelitian ini meliputi alat yang digunakan dalam penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Alat tersebut berupa substrat buatan beserta alat yang digunakan untuk pengambilan sampel dan analisis sampel larva chironomida dan kualitas air pendukung. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Bahan tersebut mencakup bahan pembuatan substrat buatan, serta untuk pengawet sampel dan pembuatan preparat permanen larva chironomida.
Selain itu juga digunakan
bahan-bahan untuk pengawetan dan analisis sampel kualitas air. 3.3. Metode dan Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode ekperimental lapangan (didahului survey post facto) serta dalam bentuk eksperimental laboratorium. Penelitian ekperimental lapangan dilaksanakan di Danau Lido, Jawa Barat.
Kegiatan
ekperimental laboratorium dilakukan di laboratorium pada Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Penelitian dirancang dalam bentuk rangkaian tahap penelitian. Data yang digunakan merupakan data primer yang berasal dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Data yang digunakan meliputi data ukuran morfologi dari sampel larva chironomida, serta nilai kualitas air pendukung yang meliputi suhu, TSS, kekeruhan, pH, DO, dan bahan organik. 3.4. Tahapan Penelitian Rangkaian penelitian yang dirancang untuk mengetahui produktivitas sekunder dari Chironomidae melalui tahapan sebagai berikut. 1.
Penentuan letak substrat berdasarkan kedalaman dari permukaan air.
2.
Penentuan capaian instar larva chironomida.
3.
Perkembangan bahan organik pada substrat buatan.
4.
Perkembangan dan pertumbuhan larva chironomida.
5.
Penentuan produktivitas sekunder dari chironomida pada substrat buatan.
23 3.4.1. Penentuan letak substrat berdasarkan kedalaman dari permukaan air Tahap ini bertujuan untuk menentukan kedalaman posisi substrat buatan yang dapat mendukung komunitas larva chironomidae. Hal ini perlu dilakukan karena kedalaman perairan akan mempengaruhi kolonisasi chironomida berdasarkan ketersediaan oksigen. Kedalaman yang dicobakan, berturut-turut dari permukaan air, adalah 2 m; 3,5 m; dan 5 m. Pemilihan posisi ini didasarkan pada penelitian pendahuluan mengenai gradien oksigen di Danau Lido. Kedalaman yang dipilih adalah posisi yang memberikan kelimpahan dan produktivitas chironomida tertinggi. Dalam rangka mencapai tujuan tahap ini dibuat rangkaian substrat buatan yang diletakkan di lokasi yang telah ditentukan di Danau Lido.
Rangkaian
substrat buatan ini dibuat dari bahan kawat nyamuk berbahan nilon, kawat besi, kayu, botol plastik dengan ukuran 1,5 liter sebagai pelampung, dan batu sebagai pemberat. Kawat besi digunakan sebagai bingkai dibentuk persegi dengan ukuran 30x30 cm2. Bingkai ditutupi kawat nyamuk yang berbahan nilon dengan ukuran mata jaring 2 mm dan dijahit pada setiap sisinya sehingga berbentuk seperti saringan persegi. Langkah selanjutnya adalah membuat rangkaian substrat buatan untuk proses kolonisasi chironomida dengan menggunakan bambu dan tali tambang. Kayu bambu dibuat persegi panjang dengan ukuran panjang 1,3 m dan lebar 30 cm mengikuti panjang sisi kawat besi yang telah dirangkai. Kemudian kawat besi yang sudah dirangkai dengan kawat nyamuk diletakkan pada bambu persegi panjang seperti yang terlihat pada Gambar 6. Pada bagian paling bawah tiap sudut alat diikatkan pemberat dari batu, sedangkan pada bagian atas diikatkan pelampung yang terbuat dari botol plastik minuman mineral ukuran 1,5 liter. Pengambilan sampel larva chironomida dilakukan dalam selang waktu satu minggu, dua minggu, empat minggu, dan delapan minggu setelah peletakan substrat buatan.
Setiap pengambilan sampel chironomida diikuti dengan
pengambilan sampel kualitas perairan, baik parameter fisika dan kimia, in situ dan ex-situ (Tabel 1).
24
Gambar 6. Posisi substrat buatan di dalam air untuk penentuan letak substrat sebagai habitat larva chironomida. Analisis laboratorium untuk sampel air secara ex situ dilakukan di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis sampel chironomida dilakukan di Laboratorium Biomikro I Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Tabel 1. Metode dan alat yang digunakan pada pengukuran parameter fisikakimia perairan Parameter
Unit
Analisis
Pustaka Acuan
FISlKA 1. Suhu 2. Kedalaman 3. Kecerahaan 4. TSS
°c m m mg/L
In situ In situ In situ Ex situ
Eaton et al. 1995 Eaton et al. 1995 Eaton et al. 1995 Eaton et al. 1995
KIMIA 1. pH 2. DO 3. BOD5 4. COD
mg/L mg/L mg/L
In situ In situ Ex situ Ex situ
Eaton et al. Eaton et al. Eaton et al. Eaton et al.
1995 1995 1995 1995
25 3.4.2. Penelusuran capaian instar larva chironomida Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dengan
lingkungan yang terkontrol. Pada tahap ini digunakan wadah plastik berukuran 34x26x7 cm3 sebagai tempat hidup larva chironomida yang menjadi objek penelitian. mempermudah
Pertimbangan penggunaan wadah plastik ini adalah untuk pemeliharaan,
kuantifikasi,
maupun
pengamatan
larva
chironomida. Larva chironomida yang ditumbuhkan di laboratorium diambil dalam bentuk massa telur yang berasal dari Danau Lido. Pengambilan massa telur dilakukan pada pagi hari. Massa telur yang diambil diusahakan dalam kuantitas yang sama untuk masing-masing wadah agar jumlah larva yang nantinya dipelihara untuk masing-masing wadah pemeliharaan berjumlah seragam. Pengambilan massa telur dilakukan di sekitar karamba jaring apung dengan menggunakan bantuan kuas. Di laboratorium, massa telur ditetaskan pada cawan petri yang terpisah untuk masing-masing wadah. Pengamatan selama lebih kurang 24 jam pertama sejak telur yang diambil dari alam diletakkan dalam wadah dilakukan setiap 4 jam dengan kamera yang dihubungkan dengan mikroskop. Larva yang telah menetas dipindahkan ke wadah plastik pemeliharaan berukuran 34x26x7 cm3 yang diisi air Danau Lido setinggi 4 cm. Wadah pemeliharan dilengkapi dengan penutup yang dibuat dari kain kasa nyamuk untuk menghindari serangga lain yang berkemungkinan menjadi predator bagi larva chironomida. Massa telur yang dipelihara di dalam wadah pemeliharaan diberi tambahan bahan organik berupa kotoran kuda sebagai perlakuan penambahan bahan organik. Pemilihan kotoran kuda sebagai sumber bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari penelitian McLarney et al. (1974). Adaptasi dilakukan semata-mata untuk mengurangi penelitian tambahan dalam penentuan jenis bahan organik yang digunakan, mengingat fokus kajian adalah perkembangan dan pertumbuhan larva chironomida. Kotoran kuda yang akan digunakan sudah dikeringkan dan diayak hingga diperoleh bagian yang halus
26 untuk digunakan sebagai sumber bahan organik dalam wadah pemeliharaan. Kotoran kuda siap pakai dibungkus dengan kain kasa dan diletakkan di masingmasing sudut wadah pemeliharaan.
Perlakuan pertama, yakni kontrol,
menggunakan media air dari Danau Lido tanpa penambahan bahan organik, perlakuan kedua adalah media air dari Danau Lido yang ditambahkan bahan organik dengan konsentrasi 0.5 mg/L, dan perlakuan ketiga dengan konsentrasi 1,0 mg/L (modifikasi dari penelitian McLarney et al. 1974). Pengamatan
terhadap
larva
chironomida
secara
biologis,
yakni
pertumbuhan, dilakukan setiap hari. Data yang dikumpulkan berupa nilai dimensi morfologis larva dalambentuk panjang dan lebar kapsul kepala serta panjang tota tubuh dan lebar tubuh.
Adapun pengukuran kualitas air yakni suhu, DO, dan
COD dilakukan tiga hari sekali, sementara pengukuran pH dilakukan satu minggu sekali. Suhu dan DO diukur dengan menggunakan DO-meter sedangkan pH diukur dengan pH-meter. Pengukuran parameter in situ langsung dilakukan di ruang pemeliharaan, sementara untuk parameter ex situ (COD) dilakukan di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.4.3. Perkembangan bahan organik pada substrat buatan Tahap penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran ketersediaan bahan organik pada subtrat buatan yang diletakkan pada perairan yang banyak mengandung bahan organik di kedalaman 1 m dan 2 m. Substrat buatan yang digunakan memiliki bahan yang sama dengan substrat yang akan digunakan sebagai substrat larva chironomida, yaitu terbuat dari bahan kasa nyamuk yang berbahan nilon dengan mata jaring 2 mm, dibentuk persegi dengan ukuran 15x15 cm2 menggunakan bingkai kawat. Substrat buatan ini kemudian diberi bingkai dari bambu dengan ukuran 45x30 cm2 untuk menjadi rangkaian substrat buatan. Kemudian kasa nyamuk yang telah terpasang dirangkai pada sebuah bingkai yang disusun berselang-seling (Gambar 7) antara kedalaman 1 m dan 2 m untuk memberi peluang yang sama terhadap terakumulasinya bahan organik baik dalam
27 bentuk detritus maupun bahan organik hidup seperti alga atau hewan air termasuk larva chironomida. Nilai COD digunakan untuk mendapatkan gambaran kandungan bahan organik yang dapat didegradasi oleh oksidator kuat. Dalam hal ini diharapkan seluruh bahan organik di substrat dapat terukur dengan menggunakan analisis COD.
Nilai AFDM digunakan untuk mendapatkan gambaran seluruh bahan
organik yang berasal dari organisme hidup. Sedangkan nilai klorofil- diharapkan memberi gambaran mengenai komposisi bahan organik yang berasal dari organisme autotrof. Pengambilan sampel dilakukan dengan selang waktu 6 hari selama 30 hari. Sampel diambil dengan cara mengerik lapisan yang terkumpul di atas substrat buatan untuk dianalisis kandungan klorofil, COD, serta berat kering bebas abu (ash free dry mass/AFDM).
Analisis kandungan klorofil dilakukan di
Laboratorium Fisika-Kimia Perairan Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis AFDM dilakukan di
Laboratorium Terpadu Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Selain kandungan klorofil dan berat kering bebas abu, juga dilakukan pengukuran perkembangan koloni bakteri dan COD yang ada pada substrat buatan. Pengukuran kondisi kualitas air di dekat posisi substrat, seperti suhu, TSS, pH, dan DO, juga diukur yang dilakukan berturut-turut pada hari ke-1, 8, 15, 22, dan 29 setelah substrat diletakkan di air. 3.4.4. Perkembangan dan pertumbuhan larva chironomida Pada tahap ini dilakukan serangkaian kegiatan yang dapat memberi gambaran perkembangan dan pertumbuhan dari larva chironomida.
Kegiatan
dilakukan menggunakan substrat buatan di Danau Lido (Gambar 7). Peletakan substrat buatan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek aksesibilitas, keamanan, dan keda-laman yang ditentukan (1 m dan 2 m). Penentuan perbedaan kedalaman substrat buatan diharapkan mampu memberikan respon yang berbeda berkenaan dengan kondisi kualitas perairan pada dua kedalaman tersebut terhadap pola perkembangan dan pertumbuhan larva chironomida pada kedua lokasi pengamatan.
28 udara g
h
b
a
air c 1m
45 cm
d
30 cm
1m
Keterangan : a : Permukaan air danau b : Pelampung c : Tali tambang d : Bingkai substrat buatan (z=1m) e : Bingkai substrat buatan (z=2m) f : Pemberat pada dasar perairan g : Dengan substrat buatan h : Tanpa substrat buatan (celah)
e
f
Gambar 7. Rangkaian substrat buatan dan cara penempatannya di danau.
29 Pada tahap ini digunakan substrat buatan yang terbuat dari bahan kasa nyamuk berbahan nilon dengan mata jaring 2 mm yang dibentuk persegi berukuran 15x15 cm2 menggunakan bingkai kawat.
Masing-masing substrat
buatan ini kemudian dirangkai menggunakan bingkai dari bambu dengan ukuran 45x30 cm2. Kemudian kasa nyamuk yang telah terpasang dirangkai pada sebuah bingkai yang disusun berselang-seling antara kedalaman 1 m dan 2 untuk memberi peluang yang sama terhadap penempelan larva chironomida (Gambar 7 dan Lampiran 2). Rangkaian substrat buatan dibuat sejumlah 30 sesuai dengan jumlah pengambilan contoh. Pengambilan data parameter kualitas air (suhu, kedalaman, pH, DO) dilakukan secara in situ sedangkan TSS dilakukan secara ex situ.
Dalam
pengambilan data kualitas air diperlukan beberapa alat dan bahan yang meliputi termometer untuk mengukur suhu perairan, tali berskala untuk mengukur kedalaman, bahan untuk analisis kandungan oksigen terlarut menggunakan metode titrasi Winkler dan pH indikator dengan skala 5–10 untuk mengukur pH perairan. Selain itu, dibutuhkan botol sampel untuk parameter TSS yang diukur secara ex situ.
3.4.5. Penentuan produktivitas larva chironomida Kegiatan pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan nilai produktivitas sekunder dari larva chironomida. Penentuan produktivitas sekunder dilakukan terhadap larva chironomida yang diperoleh dari kegiatan di laboratorium dan di lapangan. Panjang total tubuh serta panjang dan lebar kapsul kepala chironomida yang ditemukan pada setiap waktu pengamatan dan kedalaman diukur dengan menggunakan program Motic Image 2.0 pada komputer yang terhubung dengan mikroskop majemuk berkamera. Panjang total tubuh diukur mulai dari bagian anterior sampai posterior atau dari segmen pertama hingga segmen terakhir. Lebar badan diukur pada ruas kelima setelah kepala. Panjang total dan lebar badan digunakan untuk menentukan biomassa melalui pendekatan biovolume dengan Smit et al. (1993).
30 3.5. Analisis Sampel 3.5.1. Spesimen larva chironomida Sampel chironomida dari lapang dipisahkan (disortir) dari serasah dan bahan lainnya di bawah mikroskop bedah (Olympus SZ6045TR), di laboratorium. Untuk memudahkan pemisahan organisme dari serasah ditambahkan larutan Rose Bengal ke dalam sampel tersebut, sehingga terjadi perbedaan warna antara serasah dengan organisme (spesimen). Kemudian setiap spesimen diletakkan dalam KOH 10% yang dipanaskan dan dibiarkan mendidih sekitar 1 menit. Pada penelitian pendahuluan, spesimen larva direkatkan pada gelas objek menggunakan CMCP10 (Polyscience Inc.), sedangkan pada penelitian utama digunakan cairan ENTELLAN®. Selanjutnya dilakukan pemotretan serta pengukuran morfologi tubuh sampel larva yang telah dipersiapkan dalam bentuk preparat permanen. Pemotretan dan pengukuran tersebut dilakukan menggunakan mikroskop majemuk (Olympus CH20) yang dihubungkan dengan kamera mikroskop serta program Motic Image Plus 2.0. Identifikasi dilakukan dengan mengacu pada Eppler (2001). Perkembangan larva chironomida untuk setiap pengambilan sampel diukur berdasarkan panjang dan lebar kapsul kepala. Pengukuran ini dilakukan karena tubuh larva chironomida seringkali memiliki variasi yang besar sesuai asupan makanannya, sedangkan kapsul kepala bentuknya tetap karena terbuat dari kitin. Hal ini sesuai dengan penelitian Frouz et al. (2002) yang menyatakan bahwa lebar kapsul kepala chironomida merupakan indikator yang cukup peka untuk membedakan instar larva. Panjang dan lebar kapsul kepala diukur menggunakan program Motic Image 2.0 pada komputer yang terhubung dengan mikroskop majemuk berkamera. Selain panjang dan lebar kapsul kepala, juga dilakukan pengukuran panjang total tubuh larva serta lebar tubuh (lebar ruas ke-5 setelah kepala). Ukuran panjang total dan lebar tubuh ini digunakan untuk menentukan biomassa dari larva chironomida melalui pendekatan biovolume (Smit et al. 1993). Gambar 8 menunjukkan bagian tubuh larva chironomida yang diukur panjangnya.
32 3.6. Analisis Data 3.6.1. Analisis penentuan letak substrat berdasarkan kedalaman dari permukaan air Pada tahap ini analisis yang dilakukan merupakan analisis deskriptif. Data jenis-jenis larva chironomida yang diperoleh ditabulasikan dan dibuat grafik. Data deskriptif ini digunakan untuk menentukan posisi kedalaman substrat buatan pada kegiatan selanjutnya. 3.6.2. Analisis capaian instar larva chironomida Data yang diperoleh selama pengamatan akan diolah untuk menghasilkan penjelasan secara deskriptif dalam bentuk grafik untuk melihat perkembangan, pertumbuhan, dan produktivititas larva chironomida yang dikaji.
Selain itu
dilakukan juga analisis statistik untuk menguji perbedaan antar perlakuan atau waktu pengamatan. Ciri-ciri penting sejumlah besar data dengan segera dapat diketahui melalui pengelompokan data tersebut ke dalam beberapa kelas dan kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam tiap kelas.
Susunan data ini
biasanya disajikan dalam bentuk tabel yang disebut sebaran frekuensi (Walpole 1992). Data yang disajikan dibuat dalam bentuk kelompok untuk memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai populasi yang sedang diamati. Larva chironomida diketahui mengalami empat tahap yang disebut instar. Analisis kelompok digunakan untuk mengelompokkan larva chironomida berdasarkan instarnya.
Analisis kelompok adalah teknik multivariat yang
bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Analisis kelompok digunakan untuk mengklasifikasi objek sehingga setiap objek yang paling dekat kesamaannya dengan objek lain berada dalam kelompok yang sama. Pengelompokan ini dilakukan dengan bantuan program MINITAB 14 dan panduan penentuan centroid atau pusat data berdasarkan Dettinger-Klemm (2003) dan Zilli et al. (2008). Rancangan acak lengkap adalah salah satu rancangan percobaan yang paling sederhana. Rancangan ini digunakan apabila bahan maupun kondisi percobaan bersifat homogen. Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah perlakuan konsentrasi bahan organik yang berbeda mempengaruhi perubahan ukuran larva
33 chironomida.
Penelitian kali ini menggunakan perlakuan yang dibedakan
berdasarkan konsentrasi bahan organik yang digunakan.
Hipotesis yang
digunakan yaitu sebagai berikut.
H0
:
semua αi = 0 (atau tidak ada pengaruh perlakuan bahan organik terhadap pertumbuhan larva chironomida)
H1
:
minimal ada satu αi ≠ 0 (atau minimal ada satu perlakuan bahan organik yang mempengaruhi pertumbuhan larva chironomida)
Jika Ftabel>Fhitung maka keputusan yang diperoleh adalah terima H0 sedangkan jika Ftabel
3.6.3. Analisis perkembangan bahan organik pada substrat buatan Pada bagian ini data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan tabel dan gambar dalam bentuk grafik perkembangan bahan organik dari waktu ke waktu selama penelitian.
Adapun secara statistik data yang diperoleh dianalisis dengan
rancangan percobaan dengan pengamatan berulangan (Repeated Measurement), dengan pengukuran respon dari unit-unit percobaan yang dilakukan berulangulang pada waktu yang berbeda. Melalui rancangan ini dapat dilihat pengaruh perlakuan yang dicobakan terhadap perkembangan bahan organik selama penelitian berjalan, sehingga pengaruh waktu juga akan sangat bermanfaat untuk dikaji.
Rancangan ini dicirikan oleh dua atau lebih perlakuan.
Keuntungan
menggunakan rancangan ini adalah mampu mendeteksi respon dari taraf masingmasing faktor (pengaruh utama) terhadap waktu serta interaksi antar dua faktor (pengaruh sederhana) terhadap waktu (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Model linier aditif dari rancangan ini adalah
34 Yijkl = µ + αi + βj + αβij + δijk + ωl + γkl + αωil + βωjl + αβωijl + εijkl
(3)
Keterangan : Yijkl µ αi βj αβij δijk ωl γkl αωil βωjl αβωijl εijkl
: nilai respon bahan organik pada lokasi taraf ke-i, kedalaman substrat taraf ke-j, ulangan ke-k dan waktu pengamatan ke-l : Rataan umum : pengaruh lokasi, taraf ke-i : pengaruh kedalaman substrat, taraf ke-j : pengaruh interaksi antara lokasi dengan kedalaman substrat : komponen acak perlakuan : pengaruh waktu pengamatan ke-l : komponen acak waktu pengamatan : pengaruh interaksi waktu dengan lokasi, taraf ke-i, ulangan ke-l : pengaruh interaksi waktu dengan kedalaman substrat, taraf ke-j, ulangan ke-l : pengaruh interaksi lokasi taraf ke-i, kedalaman substrat taraf ke-j, ulangan ke-l dengan waktu : komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan Dari model tersebut didapat tiga komponen acak, yaitu komponen acak
untuk perlakuan (δijk), waktu (ωl) dan interaksi waktu dengan dengan perlakuan (εijkl).
3.6.4. Analisis perkembangan dan pertumbuhan larva chironomida Berdasarkan data panjang dan lebar kapsul kepala dibuat grafik yang dapat memberi gambaran berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi setiap instar larva. Perubahan ukuran kapsul kepala yang terlihat pada grafik merupakan batas dari masing-masing instar. Larva chironomida dalam pertumbuhannya terbagi ke dalam empat tahapan atau biasa disebut dengan instar. Larva chironomida mengalami molting pada setiap fase pertumbuhan menuju tahapan instar berikutnya. Moltng ini terjadi karena adanya pertumbuhan yang terhambat oleh bagian tubuh yang dilindungi kitin. Dengan demikian, pada tahap ini yang digunakan sebagai tolok ukur dalam menduga pertumbuhan dari tahapan instar ialah ukuran kapsul kepala karena kapsul kepala ini berukuran tetap dalam satu fase instar. Berdasarkan data panjang dan lebar kapsul kepala dibuat grafik yang dapat memberi gambaran berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi setiap instar larva.
35 Perubahan ukuran kapsul kepala yang terlihat pada grafik merupakan batas dari masing-masing instar. Ukuran kapsul kepala yang digunakan untuk menduga pertumbuhan ialah lebar kapsul kepala (bagian tengah yang memiliki lebar maksimum yang diukur secara melintang) dan panjang kapsul kepala (dari anterior hingga posterior bagian kapsul kepala larva) (Dettinger-Klemm 2003). Data panjang dan lebar kapsul kepala diplotkan ke dalam sebuah grafik scatter untuk menduga kelompok instar. Pendugaan kelompok instar menggunakan pendekatan dari hasil penelitian Dettinger-Klemm (2003) (Tabel 2) sebagai centroid dan dilakukan uji cluster analysis (K-means) menggunakan program Minitab 14 untuk menentukan ukuran panjang dan lebar kapsul kepala setiap tahapan instar. Data ukuran panjang dan lebar kapsul kepala kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran setiap tahapan instar untuk diplotkan pada grafik scatter. Data ukuran tersebut diplotkan pada grafik scatter menggunakan program Sigma plot dengan ukuran panjang kapsul kepala sebagai axis (sumbu x) dan lebar kapsul kepala sebagai ordinat (sumbu y). Dengan demikian akan tergambar pola pertumbuhan dari instar pertama hingga instar ke empat. Tabel 2. Karakteristik ukuran larva Chironomus sp. berdasarkan instar (Sumber: Dettinger-Klemm 2003). Instar I II III IV
Head L (µm) 105-108; 123 ± 10.9 182-224; 199 ± 10.7 270-405; 355 ± 29.7 494-649; 585 ± 40.3
Head W (µm) 101-184; 112 ± 11.2 159-208; 190 ± 9.9 245-356; 311 ± 22.3 409-592; 510 ± 37.1
Body L (mm) 0.7-2.0 1.7-3.8 3.0-7.5 4.7-12.8
Body W (µm) 40-201 102-347 161-564 353-1128
Setelah dilakukan uji cluster, data ukuran setiap instar tersebut diolah menggunakan metode Discriminant Analysis pada program SPSS 16 dengan tujuan untuk mendapatkan kepastian ukuran instar. Pengolahan data berdasarkan Discriminant Analysis dilakukan dengan cara membandingkan ukuran antara instar I dan II, instar II dan III, instar III dan IV, dengan tujuan untuk mendapatkan persamaan linear antar instar tersebut, sehingga akan lebih pasti dalam menentukan ukuran instar. Fungsi persamaan linear tersebut ialah untuk
36 menentukan bahwa ukuran yang didapat termasuk ke dalam tahapan instar tertentu dengan melihat nilai D (diskriminan) berdasarkan persamaan berikut. D = v1X1 + v2X2 + v3X3 + … + viXi + a
(4)
Keterangan : D : Fungsi diskriminan : Koefisien diskriminan untuk variabel (ke- i) v X : Nilai variabel (ke- i) a : Konstanta i : Jumlah variabel Berdasarkan persamaan tersebut, jika nilai D < 0, maka suatu kelompok ukuran termasuk instar di bawahnya, sedangkan nilai D > 0, maka termasuk tahap instar berikutnya sesuai dengan instar yang dibandingkan. Sebagai contoh, jika model Discriminant Analysis tersebut dilakukan pada instar I dan instar II, dan diperoleh nilai D < 0, maka suatu kelompok ukuran termasuk instar I, jika nilai D > 0, maka termasuk tahap instar II, jika nilai D = 0, maka termasuk pada masa transisi ke tahap instar yang lebih besar. Pengujian statistik untuk melihat perbedaan ukuran tubuh tahapan instar tertentu pada lokasi berbeda dilakukan dengan menggunakan Uji-t dari dua contoh independen (bebas). Hai ini digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dari dua populasi yang bersifat independen, sementara peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam populasi. Maksud dari independen adalah bahwa populasi yang satu tidak dipengaruhi atau tidak berhubungan dengan populasi yang lain (Matjik 2002). Kemungkinan kondisi bahwa peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam populasi adalah kondisi yang paling sering dijumpai di kehidupan nyata. Perhitungan uji-t ini dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2007. Hipotesis yang digunakan adalah: Ho
: Ukuran tubuh larva chironomida pada instar tertentu sama
H1
: Ukuran tubuh larva chironomida pada instar tertentu tidak sama Perhitungan uji statistik berdasarkan Matjik (2002) adalah: ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ √(
) (
)
(5)
37 Dengan r2 merupakan ragam populasi dan x1 merupakan rataan sampel pertama, x2 adalah rataan sampel kedua, d0 adalah dugaan nilai tengah, n1 adalah jumlah sampel yang pertama dan n2 adalah jumlah sampel yang kedua. Notasi S12 adalah ragam sampel pertama dan S2 2 ragam dari sampel kedua. Analisis pertumbuhan, didasarkan pada biomassa larva.
Data yang
digunakan adalah data panjang total dan lebar badan pada ruas tubuh ke-5. Data tersebut
dipergunakan
untuk
menentukan
biomassa
larva
chironomida
menggunakan pendekatan biovolume. 3.6.5. Produktivitas larva chironomida Penentuan produktivitas sekunder dari larva chironomida pada percobaan di laboratorium dilakukan menggunakan teknik kohor metode penambahan-jumlah (increment-summation method) (Benke & Huryn 2007) dengan formulasi sebagai berikut.
∑ ̅
(6)
Dengan: Bawal = Biomassa pada hari pertama pengambilan sampel (gram) ̅
= kepadatan rata-rata (ind/m2)
∆W = Pertambahan biomassa individu (gram) t
= waktu pengambilan sampel produktivitas
Nilai produktivitas larva memiliki satuan g/m2/bulan. Pada populasi yang tidak dapat ditelusuri kohortnya dari data lapangan, penentuan produktivitas menggunakan metode non-kohort.
Pada metode ini
dibutuhkan pendekatan khusus untuk menentukan waktu perkembangan atau laju pertumbuhan biomassa. Dalam hal ini digunakan metode distribusi frekuensi ukuran (size-frequency method) dengan asumsi sampel yang dikumpulkan sepanjang tahun mendekati kurva mortalitas dari kohort rata-rata (Hynes & Coleman 1968, hamilton 1969, Benke 1979 in Benke & Huryn 2007). Pada metode frekuensi ukuran (size-frequency method) dibutuhkan data panjang total untuk menyusun selang kelas ukuran. dikelompokkan dalam selang kelas.
Data panjang total
Penentuan selang kelas dilakukan
38 berdasarkan Walpole (1992) dengan menentukan banyaknya kelas yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut, dengan n sebagai jumlah data panjang: (7) Kemudian ditentukan wilayah dengan mengurangi nilai maksimum dengan minimum data keseluruhan.
Selanjutnya adalah penentuan lebar kelas sesuai
dengan rumus: (8) Langkah selanjutnya adalah mendaftar selang kelas atas dan selang kelas bawah dengan data terkecil sebagai permulaan selang kelas bawah. Batas kelas diperoleh dengan menambah atau mengurangi selang kelas dengan ½ kali nilai satuan terkecil. Nilai tengah didapat dengan merata-ratakan batas kelas atas dan batas kelas bawah. Selanjutnya nilai frekuensi ditentukan pada masing-masing kelas, dan yang terakhir adalah pengecekan jumlah kolom frekuensi memiliki jumlah yang sama terhadap banyaknya total pengamatan. Ciri-ciri penting sejumlah besar data dengan segera dapat diketahui melalui pengelompokan data tersebut ke dalam beberapa kelas dan kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam setiap kelas. Susunan dari data ini biasanya disajikan dalam bentuk tabel yang disebut sebaran frekuensi (Walpole 1992). Data yang disajikan dalam bentuk sebaran frekuensi dikatakan sebagai data yang telah dikelompokkan. Pengelompokan data-data ini ke dalam kelaskelas dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai populasi yang ada. 3.6.6. Keterkaitan antara larva chironomida dengan bahan organik Keterkaitan antara bahan organik dengan larva chironomida akan dianalisis menggunakan persamaan regresi berganda yang menghubungkan antara produktivitas larva chironomida dengan kandungan bahan organik dalam bentuk COD, kandungan klorofil a, dan AFDM yang ditemukan di atas substrat buatan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: (9) Sehingga mengikuti persamaan regresi:
39
y=b0+b1x1+b2x2+b3x3 Keterangan : y : larva chironomida bi : Koefisien regresi untuk variabel (ke- i) x1 : Nilai COD x2 : kandungan klorofil-a x3 : Nilai AFDM i : Jumlah variabel
(10)