14
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah perairan dangkal dan sekitar goba (Gambar 2).
Kedalaman perairan dangkal 0,5-2 meter
sedangkan goba pada kedalaman 7-9 meter dimana ekosistem pada kedua daerah tersebut adalah karang dan lamun. Penelitian dilakukan pada musim peralihan barat ke timur selama 4 bulan (Maret 2011 sampai dengan Juni 2011), pengambilan contoh ikan dilakukan dengan interval pengambilan dua kali dalam satu bulan yaitu pada bulan gelap dan bulan terang. Pada setiap pengambilan contoh ikan dilakukan pada siang dan malam hari dengan periode pengambilan 5-7 hari.
Gambar 2.
Peta lokasi penelitian, wilayah Perairan Karang Congkak Kepulauan Seribu
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh ikan adalah alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan (pancing, bubu, jaring insang), penggaris dengan ketelitian 0,5 mm yang digunakan untuk mengukur panjang total ikan, timbangan dengan ketelitian 0,05 gram yang digunakan untuk mengukur berat
15
ikan, jangka sorong (caliper) dengan ketelitian 0,0005 mm yang digunakan untuk mengukur panjang dan tinggi badan ikan. Selanjutnya, GPS sebagai penentuan titik koordinat sampling, kamera digital sebagai dokumentasi penelitian, serta perahu sebagai alat transportasi menuju daerah pengamatan dan sarana penangkapan ikan. Bahan yang digunakan adalah ikan lencam (Lethrinus lentjan) sebagai ikan contoh hasil tangkapan oleh nelayan.
3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang diambil berupa data primer meliputi data biologi ikan. Pengumpulan data menggunakan metode purposive sampling yaitu mengikuti nelayan untuk menangkap ikan dengan wilayah tangkapan di daerah perairan dangkal dan goba Karang Congkak kemudian titik lokasi tangkapan ikan ditandai dengan menggunakan GPS. Penangkapan dilakukan sebulan dua kali yaitu pada periode bulan gelap dan bulan terang selama 5-7 hari untuk setiap periode pengamatan dengan waktu penangkapan ikan pada siang dan malam hari. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan setiap kali penangkapan ikan adalah pancing, bubu, dan jaring insang. Ukuran mata pancing adalah nomor 11 dan 16, bukaan mulut bubu sebesar 7,5 cm dan mesh size jaring insang sebesar 3 inchi. Jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan setiap kegiatan penangkapan ikan adalah 1-3 pancing, 1 bubu dan 1 jaring insang. Kedalaman penggunaan alat tangkap pada perairan dangkal 0,5-2 meter sedangkan kedalaman goba adalah 7-9 meter dengan karakteristik ekosistem karang dan lamun.
Seluruh ikan lencam
yang tertangkap dengan ketiga alat tangkap tersebut digunakan sebagai ikan contoh untuk setiap daerah dan periode pengamatan. Pengumpulan
data
dan
informasi
lainnya
yang
berkaitan
dengan
penagkapan ikan lencam dilakukan dengan cara observasi dan wawancara kepada nelayan setempat. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data unit penangkapan ikan lencam.
Kapal nelayan yang digunakan sebagai alat
transportasi dan saran untuk menangkap ikan berukuran 0,5 GT. Informasi ini kemudian digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan perikanan lencam di Perairan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta.
16
3.3.1. Penanganan panjang dan berat ikan Data biologi ikan contoh hasil tangkapan nelayan berupa data panjang dan berat ikan yang diukur di lapangan. Panjang ikan lencam yang diukur adalah panjang total yaitu panjang ikan dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekor (Effendie 1979) (Gambar 3).
Gambar 3. Pengukuran panjang total ikan Sumber : dokumentasi pribadi Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris panjang 30 cm dengan tingkat ketelitian 0,5 mm. Berat ikan lencam yang ditimbang adalah berat basah total yaitu berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Pengukuran ini menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,1 gram. Pengukuran berat basah total ini merupakan cara pengukuran berat yang paling mudah dilakukan di lapangan (Busacker et al. 1990). Beberapa ikan contoh diambil dan dilakukan pengukuran tinggi badan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,1 mm.
3.4. Analisis data 3.4.1. Komposisi jenis Data yang digunakan dalam menentukan komposisi jenis adalah jumlah tangkapan total ikan yang tertangkap di daerah perairan dangkal dan sekitar goba. Alat tangkap yang digunakan berupa pancing, bubu dan jaring insang.
Ikan
lencam yang tertangkap dibedakan berdasarkan family dan spesies ikan lencam. Setelah itu data dimasukkan ke dalam diagram pie, kemudian dapat diketahui perbedaan persentase jumlah tangkapan pada spesies ikan lencam yang
17
tertangkap, akan terlihat mulai dari jumlah tangkapan yang paling banyak hingga jumlah tangkapan yang paling sedikit. Penentuan sama atau tidaknya jumlah tangkapan menggunakan pancing, bubu, dan jaring insang dengan waktu tangkap dapat dilakukan uji Chi-square, yaitu sebagai berikut : Dengan rumus perhitungan : ℎ
=
(
−
)
Keterangan : X2 hitung Oi ei k
: Chi-square hitung : frekuensi ke-i : frekuensi harapan ke-1 : kelompok pengamatan untuk penangkapan ikan lencam
Dengan hipotesa sebagai berikut: H0 H1
: pancing = bubu = jaring insang : pancing ≠ bubu ≠ jaring insang
Nilai X2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran khi-kuadrat. Penarikan keputusan dilakukan dengan membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel pada selang kepercayaan 95%.
Jika nilai X2 hitung lebih dari X2 tabel maka
keputusananya adalah menolak hipotesis nol (antara jumlah tangkap pancing, bubu dan jaring insang tidak sama) dan jika X2 hitung kurang dari X2 tabel, maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol.
3.4.2. Distribusi spasial Distribusi spasial berupa sebaran total hasil tangkapan ikan lencam pada daerah perairan dangkal dan goba dengan menggunakan alat tangkap pancing, bubu dan jaring insang. Ikan dipisahkan berdasarkan daerah tangkapan kemudian dimasukkan ke dalam diagram garis sehingga diperoleh distribusi ikan tertinggi dan terendah pada kedua daerah tersebut.
3.4.3. Distribusi temporal Distribusi temporal berupa sebaran total hasil tangkapan ikan lencam pada setiap periode bulan gelap dan bulan terang. Penangkapan dilakukan pada daerah
18
perairan dangkal dan goba menggunakan pancing, bubu dan jaring insang. Data hasil tangkapan dimasukkan ke dalam diagram batang sehingga dapat diketahui perbedaan jumlah tangkapan ikan lencam pada setiap periode bulan.
3.4.4. Distribusi frekuensi panjang Distribusi frekuensi panjang adalah sebaran ukuran panjang pada kelompok panjang tertentu.
Distribusi frekuensi panjang diperoleh dengan menentukan
selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis sebaran frekuensi panjang menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut : (1) Menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari seluruh data panjang total ikan lencam. (2) Dengan melihat hasil pengamatan frekuensi pada setiap selang kelas panjang ikan ditetapkan jumlah kelas sebanyak 10 kelas dengan interval sebesar 17 mm. (3) Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas yang pertama dan kemudian limit atas kelasnya. Limit atas didapatkan dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas. (4) Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas. (5) Menentukan nilai tengah kelas bagi masing-masing kelas dengan merataratakan limit kelas. (6) Menetukan frekuensi bagi masing-masing kelas. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam masing-masing kelas, diplotkan dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya. Dari grafik tersebut dapat terlihat jumlah puncak yang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Dapat terlihat juga pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran sebaran frekuensi panjang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada.
Menurut Sparre dan Venema (1999),
metode yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi komposit ke dalam distribusi normal adalah metode Bhattacharya (1967).
19
3.4.5. Parameter pertumbuhan (L∞, K) dan t0 Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre & Venema 1999).
Persamaan pertum-
buhan Von Bertalanffy dapat dinyatakan sebagai berikut: =
(
1−
Keterangan: Lt L∞ K t0
)
= = = =
............................................................................................
(1)
panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu) panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol
Untuk t0 sama dengan nol, maka persamaan (1) dapat ditulis menjadi: =
1−
=
−
= Untuk −
( (
(2)
.............................................................................................
(3)
)
(
−
.............................................................................................
)
= t+1 dan = , persamaan (2) bagi =
(
)
)
+
1−
(
1− (
= − (
=
)
− ( )
(
1−
−
menjadi:
)
)
............................................................................
(4)
Dengan mensubstitusikan persamaan (3) ke persamaan (4) diperoleh persamaan: −
= [
] 1−
−
=
1−
=
1−
( (
) )
(
− −
) (
+ (
)
)
........................................................................
(5)
Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (1=tahun, bulan, atau minggu) (Pauly 1984). Persamaan (5) dapat diduga dengan persamaan regresi linear dan jika Lt (sumbu x) diplotkan terhadap Lt+1 (sumbu y) maka garis lurus yang dibentuk akan memiliki kemiringan (slope) (b) sama dengan
(
)
dan titik potong dengan sumbu x (a)
sama dengan 1−
(
)
.................................................................................................
(6)
20
Regresi linier pada plot Ford-Walford adalah persamaan regresi rata-rata geometrik. Sehingga slope (b’) dan intersep (a’) akan bernilai: =
= − ( ̅) Keterangan: a = titik potong dengan sumbu-x (intersep) pada persamaan(5) b = slope atau kemiringan pada persamaan (5) r = koefisien kolerasi pada persamaan (5) Dengan demikian maka nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara sebagai berikut : = −ln ( ) −
(1 −
)
Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984) : (
)
= 0,3922 − 0,2752(
) − 1,038(
)
3.4.6. Hubungan panjang berat Hubungan panjang berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan allometrik (Hile 1936 in Effendie 1979).
Untuk kedua pola ini berlaku
persamaan: W=aLb Jika dilinearkan melalui transformasi logaritma, maka diperoleh persamaan: Log W = Log a + b Log L Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi linier sederhana dengan Log W sebagai ’y’ dan Log L sebagai ’x’. Untuk menguji nilai b=3 atau b ≠ 3 (b>3, pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang) atau (b<3, pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan berat) dilakukan uji-t (Walpole 1995), dengan hipotesis : H0 H1
: b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik
21
Allometrik positif, jika b>3 (pertambahan berat lebih dari pada pertambahan panjang) dan allometrik negatif, jika b<3 (pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan berat). thitung =
b1 b0 Sb1
b1 = nilai b (hubungan dari panjang berat) b0 = 3 Sb1 = simpangan koefisien b Selanjutnya, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Kemudian untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan, kaidah keputusan yang diambil (Walpole 1995) yaitu: thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (H0) thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol (H0)
3.4.7. Faktor kondisi Faktor kondisi menunjukkan keadaan atau kemontokan ikan dalam angka. Faktor kondisi dengan pola hubungan panjang dan berat ikan, kemudian akan diperoleh faktor kondisi yang dinamakan faktor kondisi relatif (Kn) dengan perusmusan sebagai berikut (Effendie 2002) :
= Keterangan : K W L a&b
: Faktor kondisi relatif : Berat ikan (gr) : Panjang ikan (mm) : konstanta