QT
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Nopember 2010 sampai Agustus 2011 di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan, Mikrobiologi, Bahan Baku Hasil Perairan dan Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB; Laboratorium SEAFAST Center; Laboratorium Terpadu IPB; Laboratorium Organoleptik BB2HP Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi bahan untuk pengolahan nugget dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan dalam pengolahan nugget adalah bahan baku ikan lele dumbo dan umbi talas bogor. Berat ikan lele dumbo rata-rata 1-3 kg per ekor dan berasal dari pedagang ikan di Pasar Gunung Batu Bogor, sedangkan talas bogor diperoleh dari pedagang talas di Pasar Bogor. Bahan tambahan untuk pembuatan nugget ikan adalah : tepung maizena, susu skim, isolat protein kedelai (soy protein isolate/SPI), bawang putih, bawang bombay, garam, lada, telur ayam, sodium tripolifosfat (STPP), sodium bikarbonat, air, es batu, dan minyak goreng. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia meliputi bahan untuk analisis proksimat, kadar Protein Larut Garam (PLG), kadar oksalat, asam amino, asam lemak, mineral, serat, nilai TBA, dan analisis mikrobiologi. Bahan untuk analisis proksimat pada penetapan kadar protein yaitu H2SO4 pa, NaOH 30-33%, H3BO3 3%, HCl 0.1 M, larutan bromcresol green, indikator metil merah, akuades; uji kadar lemak yaitu heksan; kadar karbohidrat yaitu CaCO3, alkohol 80%; Uji kadar serat kasar yaitu H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%, etanol 96%; Uji Protein Larut Garan (PLG) yaitu NaCl 5%, H2SO4 pa, NaOH 10%, H3BO3 3%, HCl 0,1 M, indikator metil merah, akuades; penetapan kadar oksalat yaitu HCl 2 M, akuades, H2SO4 0,0125 M; penetapan asam amino yaitu HCl 6 N, metanol, es kering, aseton,
QU
n-oktil alkohol, kalium borat, ortoftalaldehid (OPA), Na-asetat, Na-EDTA, metanol, tetra hidro furan, standar sigma; penetapan asam lemak yaitu asam lemak margarat, NaOH metanolik 0.5 N, N2, BF3 metanol, isooktana, NaCl, Na2SO4 anhidrous, standar supelco (Bellevonte, PA); penetapan kadar mineral yaitu HCl 1%, akuades, HNO3, H2SO4, HClO4, orto-phenatrolin, sodium sitrat; penetapan TBA yaitu akuades, HCl 4 M, pereaksi TBA ; pengamatan mikrobiologis dengan metode TPC yaitu nutrient agar, akuades. Alat yang digunakan dalam pembuatan dan penyimpanan nugget : meat grinder (Nasional MK-G20NR), food processor (Philips HR 7620), pengaduk, plastik Poliethylene (PE), deep fryer, timbangan dan freezer (Rainbow RN-840); pembuatan tepung dan crumb talas : slicer, steam jacket cattle (Gardners, New Delhi), cabinet dryer (Hioflh Gmbh D-6700 Ludwigshafen), dan disc mill (Dalal Engineering 66 CMS). Alat yang digunakan untuk analisis kimia dan fisika adalah chromameter (Minolta CR 300), pH-meter, gelas piala, buret, pipet mikrometer, tabung reaksi, pengaduk, labu erlenmenyer, labu kjeldahl, gelas ukur, stirrer, desikator, oven, homogenizer (Nissei AM-3), alat destilasi, sentrifuse dingin (Beckman 92-21), Texture
analyzer
TA
XT2i,
Atomic
Absorption
Flame
Emission
Spectrophotometer (AAS) (Shimadzu AA-630), viscometer (Brookfield, spindle 1-3), Gas Chromatography (GC) (Shimadzu GC-2010 plus), High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Shimatzu SCL-10AvP), dan Alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi : cawan petri, jarum ose, gelas obyek, inkubator, oven, tabung reaksi, buret, dan stirrer. Alat yang digunakan untuk analisis organoleptik : pisau, sendok, garpu kecil, dan format uji. 3.3 Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap. Penelitian tahap I merupakan penelitian pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan karakterisasi bahan baku ikan lele dumbo dan talas, pembuatan tepung talas dan crumb talas yang akan digunakan sebagai bahan pengisi dan pelapis pada pembuatan nugget, serta pembuatan daging lumat ikan dengan 4 perlakuan pencucian. Pada tahap ini dilakukan uji proksimat, uji pH, uji protein larut garam (PLG) terhadap daging lumat, serta uji kadar oksalat talas.
QV
Penelitian
tahap
II
adalah
pembuatan
formulasi
nugget
dengan
menggunakan daging lumat ikan lele yang diberi perlakuan pencucian 0 kali (P0), 1 kali (P1), 2 kali (P2), dan 3 kali (P3). Perlakuan ini kemudian diinteraksikan dengan perlakuan penambahan tepung talas dengan konsentrasi 0% (C0), 5% (C1), 10% (C2), 15% (C3), dan 20% (C4).
Pada tahap ini dilakukan uji
organoleptik untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap produk dan uji fisika (kekerasan/hardness, daya adhesive/adhesiveness, kekenyalan/cohessiveness, dan derajat warna). Penentuan perlakuan terbaik pada tahap ke 2 dilakukan dengan metode Bayes dan hasilnya digunakan sebagai formula pada pembuatan nugget di tahap III. Penelitian tahap III adalah pembuatan nugget dengan perlakuan pembuatan batter dari tepung talas dengan perbandingan konsentrasi tepung maizena dan tepung talas 4:0 (B1), 3:1 (B2), 2:2 (B3), 1:3 (B4), dan 0:4 (B5). Bahan pelapis pengganti bread crumb pada tahap ini adalah crumb talas. Pada tahap ini dilakukan pengujian viskositas formula batter, pengukuran kadar minyak nugget pada pre frying dan frying, pengukuran coating pick-up, cooked yield, serta uji organoleptik. Metode Bayes digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik pada tahap III yang akan digunakan untuk karakterisasi produk pada tahap IV. Pada penelitian tahap IV dilakukan karakterisasi produk nugget terbaik pada tahap III dan dibandingkan dengan nugget ikan komersial. Karakterisasi yang dilakukan adalah karakterisasi kimia dan organoleptik berupa uji Quantitative Descriptive Analisys (QDA) dengan menggunakan 12 panelis terlatih. Penelitian Tahap ke V dilakukan untuk menguji daya simpan produk terbaik menggunakan disain percobaan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan model Arrhenius. Penelitian Tahap I Penelitian tahap I diawali dengan pembuatan tepung talas dan crumb talas. Tepung talas pada penelitian ini dibuat dengan mengacu pada modifikasi metode penelitian Mayasari (2010). Pembuatan tepung talas diawali dengan proses pengupasan yang diikuti dengan pengirisan talas sampai berukuran 2 mm. Reduksi oksalat dilakukan dengan perendaman dalam air pada suhu 40 oC selama 180 menit yang diikuti dengan perendaman dalam larutan NaCl 10% selama
QW
60 menit.
Langkah selanjutnya adalah mengeringkan talas pada suhu 60 oC
selama 2x8 jam, penggilingan, dan diakhiri dengan pengayakan dengan ukuran 100 mesh hingga dihasilkan tepung talas. Tepung talas yang dihasillkan dianalisis kadar karbohidrat, protein, lemak, kadar air, rendemen, dan kadar oksalat. Diagram alir tahapan pembuatan tepung talas dapat dilihat pada Gambar 5.
Umbi Talas
Pengupasan kulit dan batang
Pengirisan dengan ketebalan 2 mm
Perendaman dalam air bersih 40 oC, 3 jam
Perendaman dalam NaCl 10%, 1 jam
Pengeringan 60 oC, 2 x 8 jam
Keripik
Penggilingan 100 mesh Pengayakan
Tepung Talas Gambar 5 Tahapan pembuatan tepung talas (modifikasi Mayasari 2010). Keterangan :
: bahan baku/produk,
: proses.
QX
Pembuatan remah (crumb) talas dilakukan berdasarkan modifikasi metode penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2010) dan Aboubakar et al. (2008). Tahapan pembuatan crumb talas dapat dilihat pada Gambar 6.
Umbi Talas
Pengupasan kulit dan batang
Pengirisan dengan ketebalan 0,5 mm
Perendaman dalam NaCl 5%, 1 jam
Perebusan 100 oC, 10 menit
Pengeringan 60 oC, 5 jam
Keripik
Penggilingan kasar
Pengayakan 80 mesh
Crumb Talas
Gambar 6 Tahapan pembuatan crumb talas (Modifikasi Mayasari 2010 dan Aboubakar et al. 2008). Keterangan :
: bahan baku/produk,
: proses.
RO
Tahap awal dilakukan pengupasan dan pengirisan talas dengan ketebalan 0,5 mm. Langkah selanjutnya dilakukan perendaman irisan talas dalam larutan NaCl 5% selama 60 menit dan dilakukan perebusan pada suhu 100 oC selama 10 menit. Pengeringan selanjutnya dilakukan selama 5 jam pada suhu 60 oC, kemudian dilakukan penggilingan kasar dan pengayakan dengan ukuran 80 mesh. Proses pembuatan daging lumat lele dimulai dengan penimbangan ikan untuk mengetahui berat awal ikan yang akan digunakan untuk menghitung rendemen fillet skinless dan daging lumat yang dihasilkan. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian untuk membuang kotoran, lendir, dan benda asing yang melekat pada tubuh ikan. Daging lumat selanjutnya dicuci dengan air dingin (< 10 oC) dengan perbandingan daging lumat dan air 1:4, direndam dan diaduk-aduk selama 10 menit, yang diikuti dengan penyaringan.
Perlakuan terhadap daging ikan lele
dibedakan menjadi 4 yaitu tanpa pencucian, pencucian 1 kali, 2 kali, dan 3 kali. Pada pencucian terakhir ditambahkan NaCl 0,3% (b/v). Penghilangan air, dilakukan dengan pemerasan/pengepresan manual menggunakan kain saring (kain blacu), kemudian diperas dengan tangan. Daging lumat yang dihasilkan pada tiap tahapan pencucian beratnya diukur untuk mendapatkan rendemen daging lumat, pH, dan protein larut garam. Penelitian Tahap II Penelitian tahap II dilakukan untuk menentukan formulasi bahan pengisi (filler) terbaik dengan menginteraksikan antara banyak pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Daging lumat ikan lele digiling dengan garam dan STPP, dicampur dengan bumbu, putih telur, susu skim, dan SPI. Adonan tersebut ditambahkan tepung maizena dan tepung talas sambil digiling dengan penambahan air dingin sampai tercampur merata. Pada tahap penggilingan diupayakan dilakukan pada suhu dingin.
Adonan
selanjutnya
dimasukkan
dalam
cetakan
dan
dikukus
menggunakan dandang selama 30 menit, setelah itu diangkat dan dibiarkan dingin pada temperatur ruang. Formulasi nugget dan perlakuan pada penentuan bahan pengisi nugget berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
RP
Tabel 4 Formulasi nugget lele Bahan
Konsentrasi
Daging lumat (gr) Tepung Talas (%) Maizena (%) Putih telur (%) Susu skim (%) SPI (%) STPP (%) Garam (%) Bawang putih (%) Bawang bombay (%) Lada (%) Air dingin (%)
100 0;5;10;15;20 5 10 10 4 0,25 2 2 20 0,5 20
Keterangan : Persentase bahan dihitung berdasarkan bobot daging.
Tabel 5 Perlakuan formulasi bahan pengisi Perlakuan konsentrasi tepung talas (C) 0% (C0) 5% (C1) 10% (C2) 15% (C3) 20% (C4)
Perlakuan pencucian daging lumat (P) 0x (P0) P0C0 P0C1 P0C2 P0C3 P0C4
1x (P1) P1C0 P1C1 P1C2 P1C3 P1C4
2x (P2) P2C0 P2C1 P2C2 P2C3 P2C4
3x (P3) P3C0 P3C1 P3C2 P3C3 P3C4
Keterangan perlakuan : P0C0 : Pencucian daging lumat 0 kali dengan konsentrasi tepung talas 0% P0C1 : Pencucian daging lumat 0 kali dengan konsentrasi tepung talas 5% P0C2 : Pencucian daging lumat 0 kali dengan konsentrasi tepung talas 10% P0C3 : Pencucian daging lumat 0 kali dengan konsentrasi tepung talas 15% P0C4 : Pencucian daging lumat 0 kali dengan konsentrasi tepung talas 20% P1C0 : Pencucian daging lumat 1 kali dengan konsentrasi tepung talas 0% P1C1 : Pencucian daging lumat 1 kali dengan konsentrasi tepung talas 5% P1C2 : Pencucian daging lumat 1 kali dengan konsentrasi tepung talas 10% P1C3 : Pencucian daging lumat 1 kali dengan konsentrasi tepung talas 15% P1C4 : Pencucian daging lumat 1 kali dengan konsentrasi tepung talas 20% P2C0 : Pencucian daging lumat 2 kali dengan konsentrasi tepung talas 0% P2C1 : Pencucian daging lumat 2 kali dengan konsentrasi tepung talas 5% P2C2 : Pencucian daging lumat 2 kali dengan konsentrasi tepung talas 10% P2C3 : Pencucian daging lumat 2 kali dengan konsentrasi tepung talas 15% P2C4 : Pencucian daging lumat 2 kali dengan konsentrasi tepung talas 20% P3C0 : Pencucian daging lumat 3 kali dengan konsentrasi tepung talas 0% P3C1 : Pencucian daging lumat 3 kali dengan konsentrasi tepung talas 5% P3C2 : Pencucian daging lumat 3 kali dengan konsentrasi tepung talas 10% P3C3 : Pencucian daging lumat 3 kali dengan konsentrasi tepung talas 15% P3C4 : Pencucian daging lumat 3 kali dengan konsentrasi tepung talas 20%
RQ
Adonan bahan filler nugget selanjutnya diuji sifat fisik berupa uji tekstur terhadap kekerasan (hardness), daya adhesive (adhesiveness) dan kekenyalan (cohessiveness) filler, derajat warna (L*, a*, b*), serta diuji secara organoleptik terhadap parameter tekstur, rasa, aroma, dan warna.
Parameter organoleptik
digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik pada tahap II dengan metode Bayes. Penelitian Tahap III Formulasi bahan pengisi (filler) terbaik pada tahap ke II, digunakan sebagai bahan pengisi pada penentuan bahan pelapis (coater) nugget pada tahap III. Pada tahap ini dilakukan pembuatan nugget dengan mengacu pada modifikasi metode yang digunakan oleh Tokur et al. (2006) dan Lee et al. (2007). Formulasi batter sebagai bahan pelapis merupakan campuran tepung talas dengan tepung maizena dengan perbandingan tepung talas : tepung maizena 4:0 (B1), 3:1 (B2), 2:2 (B3), 1:3 (B4) dan 4:0 (B5), dan penambahan bahan-bahan lain.
Perlakuan untuk
formulasi batter bahan pelapis nugget dapat dilihat pada Tabel 6. Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui sifat aliran batter.
Bahan tambahan lain pada
formulasi batter adalah SPI 15%, susu skim 15%, putih telur 16%, garam 2%, lada 1,5%, dan sodium bikarbonat 0,5%. Tabel 6 Perlakuan formulasi batter untuk bahan pelapis nugget lele Perlakuan B1 B2 B3 B4 B5
Tepung talas (%) 0 12,5 25 37,5 50
Tepung maizena (%) 50 37,5 25 12,5 0
Perbandingan 0:4 1:3 2:2 3:1 4:0
Keseluruhan bahan pada formulasi batter dicampur merata dengan penambahan air dingin pada perbandingan bahan padat : air dingin 1:1,6 (b/b). Bahan nugget dari perlakuan terbaik pada tahap II dicelupkan dalam batter dan dilumuri secara merata dengan menggunakan crumb talas. Nugget yang telah dilumuri batter dan crumb talas kemudian disimpan di lemari es pada suhu -22 oC selama 60 menit lalu digoreng (pre-frying) pada suhu 180 oC selama 30 detik hingga dihasilkan nugget lele. Nugget kemudian dikemas dalam plastik
RR
poliethylene dan simpan dalam lemari es. Tahapan pembuatan nugget lele pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.
Adonan filler nugget
Pengadonan Pencetakan Pencelupan dalam larutan batter Pelumuran dengan crumb talas Pendinginan -22 oC, 60 menit \«
Deep frying 180 oC 30 detik
Nugget lele
Gambar 7 Tahapan pembuatan nugget lele. Keterangan :
: bahan baku/produk,
: proses.
Produk nugget lele yang dihasilkan, digoreng pada suhu 170 oC selama 2,5 menit dan diuji sifat sensorinya dengan uji organoleptik (warna, kenampakan, tekstur, aroma, dan rasa). Uji obyektif berupa pengukuran viskositas, daya serap minyak dengan pengukuran oil content pada pre frying dan dibandingkan dengan setelah frying, pengukuran coating pick-up, dan cooked yield. Formula terbaik diperoleh dengan menggunakan analisis Bayes dengan menggunakan parameter organoleptik dan uji obyektif. Formula batter terbaik selanjutnya digunakan sebagai formula nugget terbaik yang akan digunakan pada tahap IV untuk dilakukan karakterisasi secara organoleptik dan kimia.
RS
Penelitian tahap IV Pada tahap ini dilakukan karakterisasi secara organoleptik melalui uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dengan menggunakan panelis terlatih. Pengujian menggunakan pembanding nugget ikan komersial. Parameter yang diuji berupa homogenitas warna, fish taste, rasa gurih, aroma ikan, aroma nugget, crunchiness, juiceness, oiliness, chewiness, rubbery texture, kekenyalan, kekerasan, daya adhesive, batter thickness, dan batter hardness. Karakterisasi secara kimia berupa penentuan kadar oksalat, kadar proksimat (protein, karbohidrat, lemak dan air), serat, asam amino, asam lemak, dan mineral. Penelitian tahap V Pada tahap V dilakukan pendugaan umur simpan produk menggunakan metode ASLT dengan model Arrhenius. Penentuan faktor kritis merupakan tahap pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui parameter yang sangat berpengaruh terhadap kualitas produk nugget selama penyimpanan dingin. Suhu yang digunakan pada penentuan faktor kritis yaitu suhu 0 oC. Parameter yang digunakan adalah parameter organoleptik, Total Plate Count (TPC), dan Thiobarbituric Acid (TBA). Setiap parameter diamati dan diuji setiap 7 hari. Parameter yang paling cepat melebihi standar yaitu nilai TPC lebih dari 5 x 105 (SNI 7319.1:2009), TBA 1 mg/kg malonaldehid (Das et al. 2008), atau yang paling cepat ditolak oleh panelis (skor sensori = 3 atau tidak suka), akan menjadi faktor kritis yang akan digunakan untuk pendugaan umur simpan. Parameter kritis yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan daya simpan nugget lele yang dikemas pada kemasan poliethylene dengan menggunakan 3 perlakuan suhu ekstrem, yaitu suhu -10 oC, -5 oC, dan suhu 0 oC. Pengamatan terhadap nilai TPC dilakukan setiap 7 hari dari hari ke-0 sampai hari ke-35. Data kemudian diplotkan dan kurva yang terbentuk dimasukkan dalam persamaan Arrhenius untuk menduga umur simpan nugget lele. Diagram alir keseluruhan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.
RT
Analisis proksimat, oksalat, PLG, pH, rendemen tepung, rendemen daging lumat
TAHAP I Karakterisasi Bahan Baku
TAHAP II Penentuan Formulasi Filler
Fillet lele Penggilingan daging Pencucian 0,1,2,dan 3 kali Pencampuran formulasi nugget Pengukusan dan pencetakan Uji organoleptik dan uji fisik (hardness, adhesiveness, cohesiveness, derajat warna)
TAHAP III Penentuan Formulasi Batter
Formula terbaik tahap II
Pelapisan dengan formula batter dan crumb talas Pendinginan -22 oC, 60 menit Pre-Frying (180 oC, 30 detik)
Nugget lele Uji organoleptik, viskositas, oil content, coating pick-up, cooked yield TAHAP IV Karakterisasi Produk Nugget
Uji kimia (oksalat, proksimat, serat, asam amino, asam lemak, mineral), Uji QDA
TAHAP V Pendugaan Umur Simpan
Pendugaan umur simpan dengan model Arrhenius pada suhu -10 oC, -5 oC, 0 oC
Gambar 8 Prosedur penelitian.
RU
3.4 Analisis Sampel 3.4.1 Kadar air (AOAC 2005) Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 20 menit lalu ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan (B). Cawan berisi sampel selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 °C selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar air dihitung dengan rumus : % Kadar air =
B− C x 100% B− A
3.4.2 Kadar abu (AOAC 2005) Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105
o
C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk
menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobot tetapnya (B). Sampel dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600 °C sampai pengabuan sempurna. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus : % Kadar abu =
C− A x 100 % B− A
3.4.3 Kadar protein (AOAC 2005) Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g lalu ditambahkan 25 mL H2SO4 pekat dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL. Larutan ditambahkan ¼ buah tablet kjeltab kemudian didestruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Sebanyak 5 mL larutan dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 mL NaOH 30-33% dan
RV
dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam 10 mL larutan H3BO3 (asam borat) 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dan larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 mL bromcresol green dengan 2 mL metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 M sampai larutan berubah warnanya menjadi merah muda. Total nitrogen dapat diketahui dari hasil titrasi. Kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi. Total nitrogen ( %) =
( V1 − V2) x NHCl x 14,007x fp x 100 % Wcontoh
Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus : % Protein = Total nitrogen (%) x fk Keterangan : Wcontoh V1 V2 NHCl fp fk
: : : : : :
Bobot sampel (mg) Volume HCl untuk titrasi sampel (mL) Volume HCl untuk titrasi blanko (mL) Normalitas HCl yang digunakan (0,02374 N) Faktor pengenceran (10) Faktor konversi (6,25 untuk produk perikanan)
3.4.4 Kadar lemak (AOAC 2005) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi sokhlet dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 100-105 oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap (A). Sebanyak 2 g sampel ditimbang (B), lalu dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan ke dalam labu lemak sampai sampel terendam dan selanjutnya dilakukan refluks atau ekstraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung.
Labu lemak yang berisi hasil ekstraksi kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 1 jam, lalu labu lemak
RW
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot konstan.
Kadar lemak dihitung
dengan rumus : Kadar lemak ( %) =
C− A x 100% B
Keterangan : C A B
: : :
Berat labu lemak setelah destilasi (g) Berat labu lemak awal (g) Berat sampel (g)
3.4.5 Kadar karbohidrat (AOAC 2005) a. Penentuan kadar karbohidrat secara by Difference Kadar karbohidrat (%) = 100- (kadar protein+kadar lemak+abu+air) b. Penentuan kadar karbohidrat dengan spektrofotometri Sebanyak 20-30 gram contoh ditambahkan alkohol 80% dengan perbandingan 1:1. Contoh kemudian dihancurkan menggunakan waring blender sampai semua gula terekstrak.
Contoh yang telah dihancurkan
dipindahkan dalam gelas piala dan disaring menggunakan kapas.
Sisa
padatan kemudian dicuci dengan alkohol 80% sampai seluruh gula terlarut dalam filtrat.
Nilai pH contoh kemudian diukur.
Bila asam, maka
ditambahkan CaCO3 sampai cukup basa dan dipanaskan pada penangas pada suhu 100 oC selama 30 menit. Setelah dingin, disaring dengan kertas Whatman No.2. Alkohol kemudian dihilangkan dengan memanaskan filtrat pada penangas air 85 oC atau dengan bantuan vakum. Setelah diperoleh filtrat yang jernih, volume larutan ditempatkan sampai volume tertentu dengan air, lalu dikocok sampai tercampur merata dan siap digunakan untuk penetapan gula dengan menggunakan spektrofotometer. 3.4.6 Kadar serat kasar (SNI 01-2891-1992) Contoh sebanyak 2–4 gram ditimbang kemudian digiling dan diekstrak lemaknya dengan menggunakan soxhlet.
Contoh yang sudah
bebas lemak kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL, ditambahkan 50 mL H2SO4 1,25% kemudian dididihkan selama 30 menit
RX
menggunakan pendingin tegak.
Sebanyak 50 mL NaOH 3,25%
ditambahkan dan didihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas, suspensi disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobot tetapnya.
Residu yang tertinggal pada kertas saring
kemudian dicuci berturut-turut dengan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%. Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC sampai berat konstan (1-2 jam). desikator, contoh ditimbang.
Setelah didinginkan dalam
Berat residu serat kasar dihitung dengan
menghitung selisih antara berat contoh dan kertas saring dengan berat kertas saring. Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus : % serat kasar =
x 100%
W1 : Bobot cuplikan (g) W2 : Bobot endapan pada kertas saring (g) 3.4.7 Analisis asam amino (In House Method/ICI Instrument Method 1988) Sebanyak 3 mg sampel yang mengandung protein dimasukkan ke dalam ampul dan ditambahkan 1 mL HCl 6 N. Campuran kemudian dibekukan dalam es kering-aseton. Freeze dryer yang dihubungkan dengan pompa vakum digunakan untuk mengeringkan sampel. Udara yang ada di dalam sampel yang telah dibekukan dikeluarkan dengan cara mengeluarkan ampul dari dalam es kering-aseton. Pada saat campuran mencair, udara yang terlarut dalam sampel akan keluar. Jika masih ada gelembung udara, 1-2 tetes n-oktil alkohol ditambahkan sebagai bubbling. Ampul selanjutnya divakum kembali selama 20 menit, kemudian bagian tengah tabung ditutup dengan cara dipanaskan di atas api. Ampul dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110 oC selama 24 jam. Sampel yang telah dihidrolisis didinginkan pada suhu kamar.
Isi
ampul dipindahkan ke dalam labu evaporator 50 mL, kemudian ampul dibilas dengan 2 mL HCl 0,01 N dan air bilasan dimasukkan dalam labu evaporator.
Sampel selanjutnya dikeringkan menggunakan freeze dryer
dalam keadaan vakum. Sistein diubah menjadi sistin dengan menambahkan 10-20 mL air ke dalam sampel dan dikeringkan kembali dengan freeze
SO
dryer. Larutan HCl 0,01 N 5 mL ditambahkan ke dalam sampel yang telah dikeringkan, dan larutan sampel ini selanjutnya dianalisis kandungan asam aminonya. Larutan sampel yang telah dihidrolisis dalam 5 mL HCl 0,01 N kemudian disaring dengan kertas milipore. Buffer kalium borat pH 10,4 ditambahkan dengan perbandingan 1:1. Sampel sebanyak 10 µL dimasukkan ke dalam vial kosong yang bersih kemudian ditambahkan pereaksi OPA (ortoftalaldehid) 25 µL, dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna.
Sampel sebanyak 5 µL kemudian
diinjeksikan ke dalam kolom HPLC, ditunggu sampai sekitar 25 menit sampai pemisahan semua asam amino selesai. Kolom HPLC yang digunakan ialah kolom ultra techspere dengan fase mobil buffer A (terdiri atas Na-asetat 0,025 M pH 6,5, Na-EDTA 0,05%, metanol 9%, Tetra Hidro Furan 1%) dan buffer B (terdiri atas methanol 95%). Detektor yang digunakan ialah fluoresensi dengan panjang gelombang eksitasi 350 nm.
Penentuan kadar asam amino ditentukan
dengan rumus berikut: Kadar asam amino (%) =
x
x BM x FP x 100
Keterangan : A B C D BM FP
: : : : : :
Luas area sampel Luas area standar Konsentrasi standar Bobot sampel awal (µg) Bobot molekul masing-masing asam amino Faktor pengenceran
3.4.8 Kadar protein larut garam (PLG) (Modifikasi Saffle dan Galbraeth 1964 diacu dalam Wahyuni 1992) Prosedur
pengukuran
protein
larut
garam
ditetapkan
dengan
menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Sampel surimi dari masing- masing perlakuan pencucian sebanyak 5 gram ditambahkan 50 mL larutan NaCl 5% kemudian dihomogenkan dengan waring blender 2-3 menit dengan suhu dijaga tetap rendah, kemudian disentrifuse dingin pada 10.000 rpm selama 20 menit dengan suhu 10 °C. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring
SP
Whatman no.1, filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 °C.
Sebanyak 25 mL filtrat (PLG) diukur kadar proteinnya dengan
menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam dilakukan dengan rumus:
Kadar proteinlarut garam(%)
(Z - X) N HCl 14,01 6,25 Fp 100 % mg sampel
Keterangan: Z : mL titrasi HCl sampel X : mL titrasi HCl blanko Fp : faktor pengenceran 3.4.9 Analisis asam lemak (AOAC 2005) Sebanyak 20-30 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian ditambah dengan 1 mL larutan standar internal (SI) (asam lemak margarat/C17:0) dan 1 mL NaOH metanolik 0.5 N. Tabung diisi dengan N2 lalu ditutup rapat dan divorteks.
Tabung dipanaskan dalam
penangas bersuhu 80-100 °C selama 5 menit, kemudian didinginkan. Sebanyak 2 mL BF3 metanol (20% b/v) ditambahkan ke dalam tabung, kemudian tabung diisi dengan N2 dan ditutup rapat. Tabung dipanaskan kembali pada suhu 80-100 °C selama 30 menit selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Isooktana sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam tabung dan divorteks, kemudian ditambah 2 mL larutan NaCl jenuh dengan segera lalu dikocok. Lapisan heksana dipisahkan dan ditambah dengan Na2SO4 anhidrous dan dibiarkan selama 15 menit. Sampel disuntikkan ke dalam alat GLC dengan suhu injektor 220 °C, dan suhu detektor 240 °C.
Kolom yang digunakan adalah cyanoprofil
methyl sil (capillary column). Suhu kolom diatur secara gradien, yaitu suhu awal kolom 125 °C dipertahankan selama 5 menit, peningkatan suhu kolom 10 °C/menit hingga mencapai suhu 185 °C dan
dipertahankan selama
5 menit pada suhu 5 °C/menit hingga mencapai suhu 205 °C dan dipertahankan selama 10 menit dan 3 °C/menit hingga mencapai suhu 225 °C dan dipertahankan selama 7 menit. Asam lemak standar digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi asam lemak sampel.
SQ
Pelarut sebanyak 1 µL diinjeksikan ke dalam kolom. Bila aliran gas pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan tampak dalam waktu kurang dari 15 menit. Waktu retensi dan puncak masingmasing komponen diukur dan dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh. Perhitungan jumlah asam lemak (g asam lemak/100 g) dapat dilakukan dengan rumus : Kadar asam lemak =
x
(
)
x
x 100%
Keterangan : Ax As Cs Vc
: : : :
Luas puncak komponen x Luas puncak standar internal Konsentrasi standar internal Volume contoh
3.4.10 Analisis mineral ( SNI 01-2362- 1991 dan SNI 01-2896-1998) Mineral yang dianalisis pada produk nugget lele dengan pembanding nugget ikan komersial pada penelitian ini adalah kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), zink (Zn), fosfor (P), besi (Fe) dan flour (F) yang dianalisis dengan metode spektrofotometer serapan atom atau AAS (Atomic Absorption Flame Emission Spectrophotometer ). 1) Analisis kalsium, kalium, magnesium, fosfor dan zink (SNI 01-23621991) Prinsip penentuan kadar kalsium, kalium, magnesium, fosfor dan zink adalah dengan melarutkan sampel dalam asam klorida, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan AAS. Sampel sebanyak 1-2 gram dihancurkan dan dimasukkan dalam gelas beaker 100 mL yang telah dibilas dengan HCl 1 N. Sampel ditambahkan dengan 25 mL HCl 1 N dan dibiarkan selama 24 jam, selanjutnya dikocok dengan shaker dan disaring dengan kertas whatman no. 1. Ekstrak sampel kemudian dipipet sebanyak 1 mL, ditambahkan HCl 1 N sampai volume menjadi 10 mL kemudian di tera dengan akuades sampai volume menjadi 50 mL. Larutan diukur absorbansinya dengan AAS (Atomic Absorption Flame Emission Spectrophotometer ).
SR
2) Analisis besi (SNI 01-2896-1998) Prinsip penentuan kadar besi adalah proses pelarutan bahan dengan larutan campuran asam, yaitu asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan. Sampel sebanyak 1-2 gram dihancurkan. Larutan asam disiapkan dari campuran antara HNO3, H2SO4 dan HClO4 dengan perbandingan 5:1:2. Sampel yang telah hancur ditambah 10 mL larutan asam campuran, kemudian dipanaskan di dalam ruang asam menggunakan api kecil selama 2 jam.
Api kemudian dibesarkan sampai larutan menjadi jernih dan
didinginkan. Larutan ditambahkan akuades sampai volume 50 mL dan disaring dengan kertas saring whatman no.1. Ekstrak selanjutnya dipipet sebanyak 10 mL, ditambahkan 1 mL orto-phenatrolin, kemudian ditambahkan sodium sitrat sampai pH 3,5. Larutan diencerkan dengan akuades sampai volume 50 mL dan dipanaskan dalam water bath selama 1 jam. Larutan selanjutnya diukur absorbansinya dengan AAS. Berdasarkan hasil pengukuran dengan AAS, maka kadar masingmasing mineral dalam sampel dapat dihitung dengan rumus : Kadar mineral (ppm) = Keterangan : C V W
: Konsentrasi logam dari kurva standar (µg/mL) : Volume pengenceran (mL) : Bobot sampel (g)
3.4.11 Kadar oksalat (Savage et al. 2000) Total oksalat diekstraksi di dalam beaker glass dengan penutup gelas dari 1-2 gram sampel tepung. Sampel dilarutkan dalam 50 mL HCl 2 M dan selanjutnya dimasukkan ke dalam water bath 80 °C selama 15 menit. Ekstrak yang diperoleh kemudian didinginkan lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
Volumenya ditepatkan menggunakan HCl 2 M,
sedangkan oksalat terlarut diekstraksi dengan metode yang sama dengan menggunakan 50 mL air deionisasi. Larutan kemudian disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan bagian filtratnya dikumpulkan, kemudian disaring dengan
SS
menggunakan membran selulosa asetat 0,45 μ m. Sebanyak 5 μ L sampel kemudian diinjeksikan ke dalam sistem HPLC dengan detektor uv/vis pada panjang gelombang 210 nm. Pemisahan dilakukan dengan kromatografi ion exchange menggunakan isokratik elution pada 0,5 mL/menit dengan 0.0125 M asam sulfat sebagai fase geraknya. Kandungan asam oksalat dalam setiap sampel dianalisis dengan menggunakan kurva standar asam oksalat (0-500) ppm. 3.4.12 Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) (Apriantono et al. 1988) Bahan ditimbang sebanyak 10 g dengan teliti, dimasukkan ke waring blender, ditambahkan 50 mL akuades, dan dihancurkan selama 2 menit. Bahan yang telah dihancurkan, dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 mL akuades, dan ditambahkan ± 2,5 mL HCl 4 M (sampai pH menjadi 1,5), batu didih dan pencegah buih (anti foaming agent). Labu destilasi dipasang pada alat destilasi dan jika ada gunakan “electric mantle heater”.
Destilasi dijalankan dengan
pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 mL destilat selama 10 menit pemanasan. Destilat diaduk merata, dipipet 5 mL dan dimasukkan dalam tabung
reaksi
tertutup
kemudian
ditambahkan
5
mL
pereaksi
Thiobarbituric Acid (TBA), ditutup, dicampur merata, lalu dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Blanko dibuat dengan menggunakan 5 mL akuades dan 5 mL pereaksi, dan dilakukan seperti penetapan sampel. Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama ± 10 menit kemudian diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 D. Bilangan TBA dapat diketahui dengan rumus : Mg malonaldehid/kg sampel =
x absorbansi x 7,8
3.4.13 Uji tekstur (Munizaga et al. 2004) Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan dengan memberikan gaya pada bahan pangan dengan besaran tertentu sehingga profil bahan pangan tersebut dapat diukur.
Tekstur formula filler nugget diukur dengan
ST
menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i. Dimensi sampel yang akan diukur, dibuat dengan ukuran yang sama (diameter 3 cm dan ketebalan 1 cm). Sampel kemudian ditempatkan pada wadah uji pengukuran tekstur, melalui pemberian gaya tekan (compression) sebanyak 2 kali yang merupakan simulasi proses pengunyahan di dalam mulut. Output hasil pengukuran berupa grafik hubungan plot gaya dan waktu. Hasil grafik yang diperoleh kemudian dianalisis parameternya melalui perhitungan masing-masing profil tekstur.
Pembacaan grafik
dibantu dengan menggunakan program Texture Exponent Lite 4.0.7.0 dari Visual Component Incorporation. Berdasarkan program ini dapat diperoleh nilai titik tertinggi dari puncak kurva pertama, luas area puncak kurva 1 dan 2, serta waktu yang digunakan saat penekanan pertama dan penekanan kedua. Parameter profil tekstur yang dihitung adalah kekerasan (hardness) yang ditandai dengan puncak maksimum, daya adhesive (adhesiveness) ditandai dengan area negatif di bawah kurva sedangkan kekenyalan (cohesiveness) ditandai dengan rasio antara 2 area yang terbentuk. 3.4.14 Uji viskositas (Yusnita et al. 2007) Pengukuran menggunakan alat Brookfield Viscometer dengan prinsip kerja mengukur tangensial tegangan geser yang timbul pada permukaan spindle (silinder) standar dari alat yang berotasi dalam cairan yang diukur viskositasnya. Hasil pengukuran dapat dibaca pada jarum pengukur (dial gauge) saat rotasi dihentikan. 3.4.15 Derajat warna (Park 2000) Derajat warna ditentukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-300. Prinsip penetapan adalah mengukur kroma, intensitas dan kecerahan pantulan sinar tampak yang dipaparkan pada obyek yang dinilai warnanya.
Hasil pengukuran dinyatakan dengan sistem notasi warna
Hunter (L*, a*, b*) dimana L menyatakan lightness dengan kisaran nilai 0 sampai 100. Semakan besar nilai L maka warna sampel semakin cerah. Nilai +a menyatakan redness dan -a menyatakan greenness, +b menyatakan yellowness dan –b menyatakan blueness.
SU
3.4.16 Coating pick-up dan cooked yield nugget (Yusnita et al. 2007) Coating pick-up dan cooked yield merupakan parameter untuk menentukan kualitas adonan bahan pelapis nugget (batter). Coating pick-up berkaitan dengan kemampuan daya melekat crumb pada adonan batter dan dihitung setelah pelapisan (coating), sedangkan cooked yield menunjukkan pertambahan rendemen nugget yang telah dibalut dengan batter dan digoreng dibandingkan dengan berat sebelum dibalut. C− R R
% Coating pick-up = % Cooked yield
=
F R
x 100 %
x 100 %
Keterangan : C = Berat setelah coating (pelapisan) R = Berat sebelum coating (pelapisan) F = Berat setelah frying (penggorengan) 3.4.17 Perhitungan rendemen Pengamatan rendemen meliputi rendemen fillet skinless ikan, daging lumat dan tepung talas.
x 100 %
% Rendemen fillet ikan =
x 100 %
% Rendemen daging lumat = % Rendemen tepung talas =
Berat tepung talas Berat umbi segar
x 100 %
3.4.18 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1993) Pembuatan media agar dengan cara mencampurkan 23 g nutrient agar ke dalam 1 liter akuades dalam gelas piala.
Larutan yang terbentuk
dipanaskan sambil diaduk sampai mendidih sehingga semua agar terlarut. Sterilisasi (121
o
C, 1 atm) dilakukan terhadap larutan agar beserta
peralatan lain yang akan digunakan seperti pipet dan blender dalam autoklaf selama 15 menit.
Larutan agar disimpan dalam pemanas air
bersuhu 45 °C. Pembuatan larutan pengencer dengan pencampuran 8,5 g
SV
NaCl ke dalam 1000 mL akuades. Larutan pengencer kemudian disterilisasi. Pembuatan larutan sampel dengan mencampurkan 1 g bahan dan dihancurkan bersama larutan pengencer sebanyak 9 mL sampai larutan menjadi homogen.
Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 mL
larutan sampel yang sudah homogen tersebut menggunakan pipet steril, lalu kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 mL larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-1 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen.
Pengenceran dilakukan menurut kebutuhan
penelitian. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 mL larutan sampel dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar ditambahkan ke dalam cawan petri dengan metode tuang sebanyak 20 mL dan digoyangkan sampai merata. Cawan petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik selama 48 jam dalam inkubator bersuhu 37 oC. Perhitungan koloni mikroba pada cawan yang telah diinkubasi dihitung berdasarkan kisaran jumlah yang layak dihitung yaitu 30-300 koloni. Perhitungan jumlah bakteri total per gram dapat dihitung dengan memperhitungkan jumlah pada tingkat pengenceran dan pada cawan petri dengan menggunakan coloni counter atau hand counter. 3.4.19 Nilai pH (Apriyantono et al. 1989) Pengukuran pH sampel dilakukan dengan pH meter.
pH meter
dinyalakan sampai diperoleh keadaan stabil selama 15 sampai 30 menit. Sampel sebanyak 10 g ditambah dengan 50 mL akuades dan kemudian diblender. Selanjutnya elektroda pH meter dibilas dengan akuades dan dikeringkan, kemudian pH meter dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan buffer pH 7 lalu dikeringkan dengan tissue.
Elektroda dicelupkan ke
dalam larutan sampel dan nilai pH dapat diketahui setelah diperoleh pembacaan yang stabil dari pH meter.
SW
3.4.20 Uji sensori (SNI 01-2346-2006 dan Setyaningsih et al. 2010) Uji sensori melalui uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap produk. Pelaksanaan uji hedonik ini adalah dengan menyajikan nugget lele yang telah diberi kode sesuai dengan perlakuannya dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan (Lampiran 1). Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis.
Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan SNI 01-2346-2006 adalah skala 1-9, dengan tingkat kesukaan amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka, netral, agak suka, suka, sangat suka, dan amat sangat suka. Parameter yang diuji untuk tahap penentuan formulasi bahan pengisi (filler) meliputi kesukaan terhadap rasa, tekstur, aroma dan warna.
Parameter untuk
menentukan formulasi bahan coating diantaranya warna, kenampakan, tekstur, dan rasa. Adapun parameter organoleptik untuk penentuan umur simpan digunakan parameter tekstur, rasa, warna dan aroma. Uji sensori untuk membandingkan produk nugget terbaik dengan produk komersial menggunakan uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dengan menggunakan 12 panelis terlatih (Setyaningsih et al. 2010). Pada tahap ini panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap intensitas atribut produk dengan menggunakan skala garis tidak berstruktur (Lampiran 2) dan dibandingkan dengan produk komersial.
Hasil dari
QDA dilaporkan dalam bentuk jaring laba-laba (spider web). 3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perhitungan uji organoleptik dilakukan menggunakan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis (Steel dan Torrie 1993) dengan rumus sebagai berikut :
H=
(
)
Σ
Pembagi = 1-
H’ =
- 3(n+1) (
) (
)
SX
Keterangan : Ri ni H T H’
: : : : :
jumlah rangking dalam contoh ke-i jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i kriteria yang akan diuji jumlah data yang sama H terkoreksi
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS 16. Jika hasil uji menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut multiple comparison dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) : |
| ><
−
2
( + 1) / 6
Keterangan : Ri Rj P n z k α
: : : : : : :
rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j banyaknya ulangan banyaknya data peubah acak perlakuan selang kepercayaan
Pengaruh interaksi antara banyak pencucian daging ikan dan konsentrasi tepung talas pada tahap penentuan formulasi filler nugget, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas 2 faktor, yaitu faktor banyak pencucian daging lumat (faktor A) dan konsentrasi tepung talas (faktor B) dengan ulangan sebanyak 2 kali. Model rancangan yang digunakan adalah Yijk = µ + α i + β
j
+ (α β )ij + ε
ij
Dimana : Yijk
=
µ α i
= =
β j α β ij
= =
ε ijk
=
Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke -k Rataan (nilai tengah umum) Pengaruh perlakuan pencucian daging lumat ke-i (i= 0 kali, 1 kali, 2 kali, 3 kali) Pengaruh konsentrasi tepung talas ke -j (j= 0%, 5%, 10%, 15%, 20%) Pengaruh interaksi perlakuan pencucian daging lumat ke-i dengan konsentrasi tepung talas ke-j Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
TO
dengan hipotesis : H0
:
H1
:
tidak terdapat pengaruh interaksi antara banyak pencucian daging lumat (Faktor A) dengan konsentrasi tepung talas (Faktor B) terhadap sifat fisik nugget lele terdapat pengaruh interaksi antara banyak pencucian daging lumat (Faktor A) dengan konsentrasi tepung talas (Faktor B) terhadap sifat fisik nugget lele Penelitian tahap III, yaitu penentuan formulasi bahan pelapis nugget,
digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu perlakuan perbandingan konsentrasi tepung talas dan maizena (4:0; 3:1; 2:2; 1:3; 0:4) dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Model persamaan yang
digunakan : Yij = µ + α i + ε ij Dimana : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan perbandingan konsentrasi tepung talas dan maizena pada taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan (nilai tengah umum) α i = Pengaruh perlakuan perbandingan konsentrasi tepung talas dan maizena pada taraf ke-i (i = 0:4, 1:3, 2:2, 3:1, 4:0) ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan perbandingan konsentrasi tepung talas dan maizena pada taraf ke-i dan ulangan ke-j dengan hipotesis : H0 H1
: tidak terdapat pengaruh perbandingan konsentrasi tepung talas dan maizena dengan sifat fisik nugget lele : terdapat pengaruh perbandingan konsentrasi tepung talas dan maizena dengan sifat fisik nugget lele Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
(ANOVA). Jika analisisnya berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie 1995). Penentukan perlakuan terpilih pada tahap penentuan formulasi bahan pengisi (filler) dan pelapis (coater) menggunakan metode Bayes (Marimin 2004) dengan persamaan :
TP
Total Nilai i = Σ Nilai ij (Krit j) J=1
Dimana : Total Nilai i Nilai ij Kriteria j i j
= = = = =
total nilai akhir dari alternatif ke-i nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j 1,2,3,....n; n = jumlah alternatif 1,2,3,....m; m = jumlah kriteria
Pada tahap penentukan umur simpan produk, digunakan metode akselerasi dengan model atau persamaan Arrhenius (Singh 1994). Umur simpan pada suhu tertentu dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k pada suhu yang diinginkan.
Nilai k dihubungkan dengan suhu menggunakan persamaan
Arrhenius :
k = koe-(Ea/RT) Dari persamaan Arrhenius dapat diketahui umur simpan pada suhu yang dikehendaki dengan persamaan : Umur simpan ordo nol :
t= Umur simpan ordo 1 :
t=
(
)
(
)
Keterangan : t Ao At k Ea T R
= = = = = = =
umur simpan (hari) nilai mutu awal/konsentrasi mula-mula nilai mutu akhir/konsentrasi pada titik batas kadaluarsa (titik kritis) konstanta (laju reaksi) energi aktifasi suhu mutlak (K) konstanta gas (1,986 kal/mol)
Suhu yang dipilih pada perlakuan penyimpanan untuk pendugaan umur simpan adalah suhu -10 oC, -5 oC dan 0 oC dengan selang waktu pengamatan 7 hari. Pengamatan dilakukan selama 35 hari.