3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2012. Instansi pemerintah Daerah Kota Bogor yang dikunjungi dalam penelitian ini Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor , Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, BPS Kota Bogor, Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor. Industri Kecil Menengah yang roti dikunjungi antara lain Elsari, Bie-bie, Kanung, Azkia, CV Bando bakery. 3.2. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mempunyai tujuan melakukan analisa faktor internal dan faktor eksternal di lingkungan Kota Bogor yang mempengaruhi penerapan CPPB atau GMP pada industri roti di Kota Bogor. Analisa faktor internal mencakup kekuatan, kelemahan yang dimiliki, sedang analisa faktor eksternal mencakup peluang dan ancaman yang ada yang mempengaruhi penerapan CPPB atau GMP pada industri roti di Kota Bogor. Analisis kekuatan dan kelemahan internal meliputi setiap aset atau kekurangan internal (seperti ketrampilan staf, peralatan, keuangan, prosedur, koordinasi, manajemen) yang memungkinkan atau mencegah pemerintah untuk melaksanakan tugasnya atau tujuan. Analisis lingkungan eksternal (berupa peluang dan ancaman) meliputi setiap keadaan eksternal atau kecenderungan seperti
peningkatan kesadaran
konsumen terhadap
keamanan
pangan, perdagangan global, ekonomi yang positif atau negatif mempengaruhi peran dan tugas pemerintah. Hirarki dan elemen kunci dari pendukung, kendala maupun pelaku dicari melalui kajian hubungan kontekstual antar elemen menggunakan pendekatan Interpretative Structural Modelling. Berdasarkan data-data yang terkumpul tersebut disusun suatu strategi berdasarkan SWOT bagi pemerintah Kota Bogor dalam memfasilitasi peningkatan penerapan GMP pada IKM roti Kota Bogor.
37
3.3 Metode Pengumpulan Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan (observasi) di lapangan, wawancara, dan pengisian kuesioner oleh responden terpilih. Data sekunder diperoleh dari Badan Perencanaan Nasional, Badan Pengkajian Obat dan Makanan (BPOM), Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota bogor serta data penelitian/praktek lapang di industri Kota Bogor. Selain itu juga data dari artikel atau literatur yang terkait dengan topik penelitian ini seperti data Badan Pusat Statistik, Badan Pusat Statistik Kota Bogor, Kantor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Bogor. 3.4 Metode Penentuan Responden
Metode yang digunakan dalam penentuan responden adalah metode purposive sampling, yaitu dengan sengaja memilih pakar yang kompeten dan terlibat langsung dalam pengawasan/penerapan/pembinaan/penelitian GMP pada IKM. Penetapan responden sebagai seorang pakar berdasarkan atas (1) reputasi, kedudukan dan kredibilitasnya yang sesuai pada topik kajian; (2) bersedia untuk diwawancara secara mendalam dan/atau (3) memiliki pengalaman minimal 10 tahun dibidang yang tekuni. 3.5 Tahapan Penelitian
Perumusan strategi yang digunakan menggunakan gabungan metode SWOT dengan ISM (Interpretive Structural Modeling ). Penelitian ini terdiri dari tahap identifikasi pakar, analisis SWOT, analisis ISM dan perumusan strategi. Diagram alir penelitian ini seperti tercantum dalam Gambar 3. 3.5.1 Identifikasi Pakar
Tahap awal dilakukan identifikasi pakar. Responden pakar yang terpilih dalam analisa SWOT adalah 5 (lima) orang yaitu Kepala Seksi Dinas Kesehatan Kota Bogor, Kepala Bidang Dinas Perindustrian Kota Bogor, Kepala Bidang Penguji dan Sertifikasi Balai Besar Industri Agro (ekspertis), Ekspertis dari Departemen Ilmu Pangan IPB serta pelaku usaha IKM roti di Kota Bogor (Lampiran 1). Adanya keterlibatan pihak pakar dalam penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih komprehensif dan objektif. 38
Selain menggunakan lima pakar diatas, sebagai sumber informasi pelengkap digunakan responden Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor.
Mulai
Identifikasi lingkungan
Identifikasi pakar
Evaluasi Faktor Internal (IEF)
Strukturisasi ISM- (SO, WT)
Evaluasi Faktor Eksternal(EEF)
Strukturisasi ISM-Aktor pelaku
Analisa Posisi (Matriks IE)
Perumusan strategi (Matriks SWOT)
Selesai
Gambar 3 Diagram alir penelitian.
3.5.2 Analisis SWOT
Untuk keperluan strategi maka diperlukan suatu analisa SWOT, yaitu analisa yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan eluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Menurut David (2006), untuk menganalisis lingkungan perusahaan baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap input (input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan tahap keputusan (decision stage). Model yang dipakai terdiri dari : a. Matrix Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) b. Matrix Evaluasi Faktor Internal (IFE) c. Matrix Internal Eksternal (IE) d. Matriks SWOT 39
Identifikasi Lingkungan Internal-Eksternal
Identifikasi
lingkungan
internal
dan
lingkungan
eksternal
yang
mempengaruhi penerapan GMP di IKM roti dilakukan kajian literatur dan hasil depth interview lima pakar. Pada tahap awal dilakukan kajian terhadap data terkait kondisi internal-eksternal pemerintah daerah Kota Bogor serta kondisi implementasi GMP di IKM roti Kota Bogor yang diperoleh dari Bapeda, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, BPS, Kantor Koperasi dan UKM . Selain itu sebagai bahan pembanding dilakukan analisa terhadap literatur hasil-hasil penelitian sebelumnya terkait penerapan GMP pada IKM. Berdasarkan data kajian tersebut diperoleh daftar awal faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi pemerintah Kota Bogor dalam mendorong peningkatan penerapan GMP pada IKM roti. Daftar awal faktor internal dan eksternal dikonfirmasikan kesesuaiannya melalui depth interview dengan para pakar yang dipilih serta diklasifikasikan faktor internal yang menjadi kekuatan atau kelemahan serta faktor eksternal yang menjadi peluang atau ancaman. Selanjutnya dibuat alat bantu kuisioner berdasarkan daftar hasil depth interview dengan para pakar untuk melakukan analisis menggunakan metode Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Matriks IFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Adapun tahapan kerja dalam membuat matriks IFE adalah sebagai berikut : i)
Identifikasi faktor internal pemerintah Kota Bogor yang mempengaruhi penerapan GMP di IKM
kemudian, dilakukan wawancara atau diskusi
dengan responden terpilih untuk menentukan apakah faktor-faktor tersebut telah sesuai dengan kondisi internal saat ini. ii) Penentuan bobot. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini dalam menentukan bobot dari faktor internal dan eksternal adalah teknik Pairwise Comparison. Teknik ini membandingkan setiap variabel pada baris (horizontal) dengan variabel pada kolom (vertikal). Selanjutnya bobot setiap faktor strategis diperoleh dengan menentukan total nilai setiap faktor strategis terhadap jumlah keseluruhan faktor strategis (Kinnear dan Taylor, 1991). 40
Penentuan bobot setiap peubah dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategis internal kepada responden pakar dengan menggunakan metode pembandingan berpasangan. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara elemen dengan elemen lainnya. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal Indikator horisontal dan indikator vertikal adalah peubah-peubah kekuatan dan kelemahan pada faktor strategis internal. Metode ini membandingkan secara berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap peningkatan penerapan GMP pada IKM roti. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian tadi untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan mana yang terendah (Satay, 1998). Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor, 1991): = Keterangan : α i = Bobot peubah ke – i;
i = 1,2,3,...,n
Xi = Nilai peubah ke – i;
n = Jumlah peubah
iii) Menentukan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan kelemahan utama (peringkat=1), atau kelemahan minor (peringkat=2), kekuatan minor (peringkat=3),
atau
kekuatan
utama
(peringkat=4).
Kekuatan
harus
mendapatkan peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapatkan peringkat 1 atau 2. iv) Kemudian masing-masing bobot faktor dikalikan dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang. Selanjutnya dijumlahkan nilai tertimbang dari 41
masing-masing variabel untuk menentukan total nilai tertimbang bagi organisasi. Total skor pembobotan akan berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan IFE 3,0 - 4,0 berarti kondisi internal pemerintah Kota Bogor tinggi atau kuat, kemudian jika 2,0 - 2,99 berarti kondisi internal pemerintah Kota Bogor rata-rata atau sedang dan 1,0 - 1,99 berarti kondisi internal pemerintah Kota Bogor rendah atau lemah. Matriks EFE (External Factor Evaluation)
Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal pemerintah Kota Bogor. Seperti halnya Matriks IFE, maka Matriks EFE dapat dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut: i)
Identifikasi faktor eksternal perusahaan kemudian, dilakukan wawancara atau diskusi dengan responden terpilih untuk menentukan apakah faktor-faktor tersebut telah sesuai dengan kondisi eksternal pemerintah Kota Bogor saat ini.
ii) Penentuan bobot pada analisis eksternal perusahaan dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden terpilih dengan menggunakan metode paired comparison. Untuk menentukan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3. 1= Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2= Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3= Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Indikator horisontal dan indikator vertikal adalah peubah-peubah peluang dan ancaman pada faktor strategis eksternal. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian tadi untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan mana yang terendah (Satay, 1998). Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor, 1991): = Keterangan :
42
α i = Bobot peubah ke – i;
i = 1,2,3,...,n
Xi = Nilai peubah ke – i;
n = Jumlah peubah
iii) Menentukan peringkat 1 hingga 4 untuk masing-masing faktor eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi pemerintah Kota Bogor saat ini dalam merespons faktor tersebut, di mana 4 = respons superior, 3 = respons di atas rata-rata, 2 = respons rata-rata, dan 1 = respons jelek. Peringkat didasari pada efektivitas strategi perusahaan. Penting untuk diperhatikan bahwa ancaman dan peluang dapat diberi peringkat 1, 2, 3, atau 4. iv) Nilai dari pembobotan kemudian dikalikan dengan peringkat pada tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertical untuk memperoleh total skor pembobotan. Total skor pembobotan akan berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan EFE 3,0 - 4,0 berarti perusahaan
merespon
kuat
terhadap
peluang
dan
ancaman
yang
mempengaruhi perusahaan, kemudian jika 2,0 - 2,99 berarti perusahaan merespon sedang terhadap peluang dan ancaman yang ada dan 1,0 - 1,99 berarti perusahaan tidak dapat merespon peluang dan ancaman yang ada. Matriks IE (Internal-External)
Tahap pencocokan berlandaskan pada informasi yang diturunkan dari tahap input untuk mencocokkan peluang dan ancaman ekternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. Dalam penelitian ini, tahap pencocokan menggunakan matriks IE berdasarkan hasil matriks EFE dan IFE. Matriks Internal-Eksternal (IE) digunakan untuk mengetahui posisi pemerintah Kota Bogor yang terkait dalam peningkatan penerapan GMP di IKM roti Kota Bogor. Matriks IFE dan EFE digunakan untuk mengumpulkan informasi yang akan digunakan pada tahap pemaduan. Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci, yaitu total rata-rata tertimbang IFE pada sumbu x dan total rata-rata tertimbang EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE menggambarkan posisi internal dimana total ratarata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Sedangkan pada sumbu y dari matriks IE menggambrkan posisi eksternal dimana dimana total ratarata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi.Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.
43
Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi strategi berbeda (David, 2005). Pertama, rekomendasi untuk divisi yang masuk dalam sel I, II atau IV dapat digambarkan sebagai grow and build (tumbuh dan kembangkan). Strategi intensif atau integratif dapat menjadi paling sesuai untuk divisi-divisi ini. Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat dikelola dengan cara terbaik dengan strategi hold and maintain (menjaga dan mempertahankan) strategi yang sudah dijalankan dalam mencapai tujuan , penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang umum digunakan untuk divisi tipe ini. Ketiga, rekomendasi yang umum diberikan untuk divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, dan IX adalah harvest dan divest
Skor bobot total EFE
(tuai atau divestasi).
Tinggi 3,0-4,0 Sedang 2,0-2,99 Rendah 1,0-1,99
Kuat 3,0-4,0 (I) Tumbuh dan Bina (Grow and Build) (IV) Tumbuh dan Bina (Grow and Build) (VII) Pertahankan & Pelihara (Hold and maintain)
Skor bobot total IFE Sedang 2,0-2,99 (II) Tumbuh dan Bina (Grow and Build) (V) Pertahankan dan Pelihara (Hold and maintain) (VIII) Panen dan Lepas (Harvest and divest)
Lemah 1,0-1,99 (II) Pertahankan dan Pelihara (Hold and maintain) (VI) Panen dan Lepas (Harvest and divest) (IX) Panen dan Lepas (Harvest and divest)
Gambar 4 Matriks internal-eksternal (IE). 3.5.3 Strukturisasi ISM
Tahap selanjutnya untuk memperkaya perumusan strategi dilakukan strukturisasi elemen-elemen pendukung, penghambat dan aktor pelaku yang terkait IKM di Kota Bogor menggunakan teknik ISM. Metodologi ISM pertama kali dikembangkan oleh J. Warfield (1973) dan telah luas digunakan untuk menganalisis struktural elemen berdasarkan hubungan kontekstual-nya dengan bantuan program computer (Saxena et al., 1992; Sagheer et al.,2009; Jharkharia, 2011; Mirah, 2007). Metodologi ISM menghasilkan: 1) struktur hirarki elemen sistem dan 2) klasifikasi sub-elemen kunci.
44
Langkah dari teknik ISM adalah: 1) Pemilihan pakar, dalam penelitian ini responden pakar yang terpilih dalam analisa ISM adalah 3 (tiga) orang yaitu Kepala Bidang Dinas Perindustrian Kota Bogor, Kepala Bidang Penguji dan Sertifikasi Balai Besar Industri Agro (ekspertis), Ekspertis dari Departemen Ilmu Pangan IPB. 2) Identifikasi Elemen dan Sub elemen yang terkait dalam program. Menurut Saxena (1992) program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yaitu 1) Sektor masyarakat yang berpengaruh; 2) Kebutuhan dari program; 3) Kendala utama; 4) Perubahan yang dimungkinkan; 5) Tujuan dari program; 6) Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan; 7) Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan; 8) Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai setiap aktivitas dan 9) Lembaga atau aktor yang terlibat dalam pelaksanaan program. Mengacu ke penelitian sebelumnya yang menggunakan I’SWOT maka dalam penelitian ini dipilih 3 elemen yaitu 1) Kendala utama 2) Pendukung program dan 3) Lembaga/Aktor yang terlibat dalam pelaksanaan program. Sub elemen kendala utama diambil dari hasil identifikasi SWOT merupakan paduan dari faktor kelemahan dan ancaman, sedangkan sub elemen pendukung program diambil dari hasil identifikasi SWOT paduan dari faktor kekuatan dan peluang. Sub elemen lembaga aktor yang terlibat diidentifikasi dari hasil depth interview responden pakar. 3) Menetapkan hubungan kontekstual antara sub elemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi sub ordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan (oleh pakar). Jumlah pakar lebih dari satu maka dilakukan perataan (agregat). Penentuan hubungan kontekstual antar sub elemen dinyatakan dalam bentuk huruf V, A, X, O sesuai aturan berikut Tabel 4. Dalam penelitian ini, hubungan kontekstual yang digunakan untuk tiap elemen tercantum dalam Tabel 5. Kemudian disusun alat bantu kuisioner yang digunakan untuk mengumpulkan masing- masing pendapat pakar terkait penentuan hubungan kontekstual antar sub elemen. 45
Tabel 4 Simbol hubungan dan definisi kontekstual antar elemen XAVO Simbol V A X O
Hubungan Kontekstual sub-elemen ke-i mempunyai hubungan dengan subelemen ke-j dan sub-elemen ke-j tidak mempunyai hubungan dengan sub elemen ke-i. sub-elemen ke-j mempunyai hubungan dengan subelemen ke-i dan sub-elemen ke-i tidakmempunyai hubungan dengan sub elemen ke-j. sub-elemen ke-i mempunyai hubungan timbale balik dengan sub-elemen ke-j. sub-elemen ke-i tidak mempunyai hubungan timbal balik dengan sub-elemen ke-j.
Bentuk Hubungan Matematik Antar Elemen i dan j (eij) Jika eij=1 dan eji=0 Jika eij=0 dan eji=1 Jika eij=1 dan eji=1 Jika eij=0 dan eji=0
Tabel 5 Elemen dan hubungan kontekstualnya yang digunakan Elemen Pendukung Kendala Aktor/pelaku
Hubungan Kontekstual Sub elemen pendukung yang satu mempengaruhi manfaat sub elemen pendukung yang lain Sub elemen penghambat yang satu menyebabkan sub elemen penghambat yang lain Sub elemen pelaku yang satu mempengaruhi bagi sub elemen pelaku yang lain
4) Hasil pendapat pakar terhadap masing-masing hubungan kontekstual dalam sub elemen yang tertuang dalam kuisioner, kemudian informasi tersebut distrukturisasi dalam bentuk matriks yang disebut stuctural self interaction matrix (SSIM) yang menggambarkan hubungan kontekstual antar sub-elemen dan elemen-elemen sistem menggunakan bantuan program ISM. 5) Hubungan konstekstual disajikan dalam bentuk structural self interaction matrix (SSIM) kemudian ditransformasi kedalam bentuk matriks bilangan biner (bilangan ‘0’ dan ‘1’). Gambaran kondisi hubungan ISM-VAXO diuraikan seperti pada Tabel 4. Pengertian nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-i dan ke-j, sedangkan nilai eji = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-j dan ke-i. 6) Selanjutnya dilakukan perhitungan aturan transivity dengan membuat koleksi terhadap SSIM hingga terbentuk matrik yang tertutup yang kemudian diproses lebih lanjut. Revisi transformasi matrik dapat dilakukan dengan 46
menggunakan program komputer. Pengolahan lebih lanjut dari Table Reachability Matrix yang telah memenuhi aturan transivity adalah penetapan pilihan jenjang (level partition). 7) Berdasarkan Table Reachability Matrix final dapat diketahui nilai driver power, dengan menjumlahkan nilai sub elemen secara horizontal, dimana nilai rangking ditentukan berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil, sedangkan nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai sub elemen secara vertical dan nilai level ditentukan berdasarkan nilai dari dependence yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. 8) Melakukan klasifikasi sub elemen digolongkan dalam empat sektor yaitu: a.Sektor I (Weak driver-weak dependent variabels (Autonomous). Sub elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan system. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. b.Sektor 2 (weak driver-strongly dependent variables). Pada umumnya sub elemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub elemen yang tidak bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D< 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. c.Sektor 3 (strong driver- strongly dependent variabels (Linkage). Sub elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen akan memberikan dampak terhadap sub elemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Sub elemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. d.Sektor 4 (strong driver-weak dependent variabels (Independent). Sub elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP > 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X , X adalah jumlah sub elemen.
Analisis matriks dari
klasifikasi sub elemen disajikan pada Gambar 5.
47
9) Struktur sistem berbentuk hirarki dan hubungan antar elemen selanjutnya dibangun berdasarkan RM. Dependent Variable
Linkage Variable
SEKTOR II
SEKTOR III
Daya Dorong (Drive Power) Autonomous Variable
SEKTOR I
Independent Variable
SEKTOR IV
Ketergantungan (Dependence)
Gambar 5 Matriks klasifikasi sub – elemen berdasarkan tingkat pengaruh dan ketergantungan (Marimin, 2004)
3.5.4 Perumusan Strategi (Matriks I’SWOT)
Tahap selanjutnya adalah perumusan strategi peningkatan penerapan GMP produk IKM roti menggunakan matriks ISM-SWOT (I’SWOT) dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang dihadapi dalam serta hasil analisis ISM strukturisasi elemen kunci pendukung, penghambat serta aktor pelaku. Dari analisis IFE dan EFE dan strukturisasi elemen kunci maka hasilnya dimasukkan ke matriks I’SWOT. Strategi dikembangkan berdasarkan pertimbangan elemen kunci strukturisasi elemen kunci pendukung, penghambat serta aktor pelaku , hasil nilai EFE dan IFE tertinggi dan berpotensi dikembangkan di masyarakat. Keempat tipe strategi di kembangkan yang adalah : 1.
Strategi S-O, strategi ini menggunakan kekuatan internal untuk meraih peluang-peluang yang ada.
2. Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. 3. Strategi S-T, strategi ini berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya. 4. Strategi W-T, strategi ini merupakan suatu cara untuk bertahan dengan mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. 48
Formulasi penyusunan strategi menggunakan matriks I’SWOT dengan empat tipe strategi seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Matriks I’SWOT Internal
Strengths (S) Kekuatan internal yang merupakan elemen kunci
Weaknesses (W) Kelemahan internal yang merupakan elemen kunci
Opportunities (O) Peluang eksternal yang merupakanelemen kunci
Strategi (S-O) Ciptakan strategi menggunakan kekuatan Untuk memanfaatkan peluang
Threats (T) Ancaman eksternal yang merupakan elemen kunci
Strategi (S-T) Ciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi (W-O) Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan untukmemanfaatkan peluang Strategi (W-T) Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Eksternal
49