3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2002-2008 dan PDRB kabupaten/kota 2002-2008 yang dikumpulkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Daerah yang menjadi analisis studi ini adalah Propinsi Jawa Timur yang mencakup 38 kabupaten dan kota. Data Susenas yang digunakan terdiri dari Susenas Kor dan Susenas Modul. Susenas merupakan survei yang dirancang untuk mengumpulkan data sosial kependudukan yang relatif sangat luas. Data yang dikumpulkan antara lain menyangkut bidang-bidang pendidikan, kesehatan/gizi, perumahan, sosial ekonomi lainnya, kegiatan sosial budaya, konsumsi/pengeluaran dan pendapatan rumahtangga, perjalanan, dan pendapat masyarakat mengenai kesejahteraan rumahtangganya. Sejak tahun 1992, setiap tahun dalam Susenas tersedia perangkat data yang dapat digunakan untuk memantau taraf kesejahteraan masyarakat, merumuskan program pemerintah yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sektor-sektor tertentu dalam masyarakat, dan menganalisis dampak berbagai program peningkatan kesejahteraan penduduk (BPS, 2005). BPS melakukan survey ini setiap tahun dan menggunakan proportional random sampling pada saat memilih sampel rumahtangga, pada daerah survey yang disebut Blok Sensus. Penentuan Blok Sensus ini didasarkan pada stratified sampling design. Pada rumahtangga yang terpilih sampel, petugas BPS melakukan wawancara langsung dengan kuesioner yang telah disediakan. Pertanyaan dijawab oleh kepala rumah tangga atau anggota rumahtangga yang berumur 10 tahun ke atas. Ada beberapa pertanyaan yang sifatnya individu dan ada pertanyaan yang hanya untuk anggota rumahtangga yang berumur 10 tahun keatas, dan ada pula yang ditujukan untuk keseluruhan rumahtangga. Meskipun pengumpulan data Susenas dilakukan setiap tahun,
namun
pertanyaan yang rinci mengenai pengeluaran rumahtangga hanya dikumpulkan tiga tahun sekali. Survey ini disebut Susenas Modul Konsumsi, dimana unit observasi adalah rumahtangga. Kepala rumah tangga diwawancarai tentang
30
konsumsi makanan selama seminggu sebelum survey dan tentang komoditi bukan makanan selama satu bulan dan satu tahun sebelum survey. Informasi ini digunakan dalam penghitungan jumlah serta nilai pengeluaran masing-masing komoditi pada rumahtangga yang disurvey. Disamping pengeluaran dan pendapatan, ada beberapa data yang dikumpulkan yang menggambarkan kondisi sosial demografi rumahtangga yang dilihat dari karakteristik individu anggota rumahtangga. Tempat tinggal rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, sumber pendapatan rumahtangga, jumlah balita, umur, jenis kelamin, lama sekolah, jenis pekerjaan, dan karakteristik sosial demografi rumah tangga yang lain. Data karakteristik rumahtangga ini dikumpulkan dalam Susenas Kor dan ditanyakan kepada seluruh anggota rumahtangga dan dilakukan setiap tahun. Data tentang pengeluaran konsumsi makanan mencakup total pengeluaran konsumsi selama seminggu terakhir baik yang berasal dari pembelian (tunai/bon) dan juga yang berasal dari produksi sendiri, pemberian, dan sebagainya. Beberapa rumah tangga yang mengkonsumsi makanan dari hasil tanaman di pekarangan rumahnya atau yang dikenal dengan subsisten agriculture telah tercakup disini. Selain itu, data karakteristik rumahtangga (data kor) yang diduga ikut memengaruhi sistem permintaan makanan juga dimasukkan dalam analisis ini. Data karakteristik rumahtangga tersebut antara lain tipe daerah (perkotaan dan perdesaan), jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga, serta lapangan usaha kepala rumah tangga. Salah
satu
indikator
untuk menunjukkan
tingkat
kesejahteraan
penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Besarnya konsumsi kalori dan protein dihitung dengan
mengalikan
kuantitas
setiap makanan
yang
dikonsumsi
dengan
besarnya kandungan kalori dan protein setiap jenis makanan , kemudian hasilnya dijumlahkan. Angka kecukupan konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) menetapkan patokan kecukupan konsumsi kalori dan protein per kapita per hari masing-masing 2000 kkal dan 52 gram protein.
31
3.2 Metode Analisis Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis model dengan menggunakan pendekatan ekonometrika. Metoda dan teknik apa yang digunakan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dan jenis data yang dianalisis.
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang
bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan membaca tabulasi silang antar peubah dan grafik untuk ketahanan pangan di Provinsi Jawa Timur. Pada penelitian ini analisis yang dilakukan dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahap dalam satu kerangka analisis sesuai dengan tujuan yang ingin diperoleh. Informasi yang didapatkan dalam tiap tahapan diperlukan untuk menjustifikasi pentingnya kenapa analisis tahap berikutnya perlu dilakukan. Hal ini akan membuat metode analisis lebih terarah dan sistematis.
3.2.1
Penghitungan Ketahanan Pangan Meskipun banyak ahli yang mendefinisikan ketahanan pangan rumah
tangga dengan menggunakan berbagai macam indikator, namun dalam penelitian ini ketahanan pangan rumah tangga diidentifikasi dengan dua indikator yaitu ketercukupan kalori yang dikonsumsi dengan besarnya pengsa pengeluaran makanan. Hal ini adalah berdasarkan klasifikasi silang yang digunakan Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000). Adapun derajat ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan ketercukupan gizi dan pangsa pengeluaran terihat pada Tabel 2 yaitu sebagai berikut : Tabel 2 Pengukuran derajat ketahanan pangan rumah tangga Ketercukupan kalori Cukup > 80 % Kurang < 80 %
Pangsa Pengeluaran Makanan Rendah < 60 %
Tinggi > 60 %
Tahan Pangan
Rentan Pangan
(kategori 0)
(kategori 1)
Kurang Pangan
Rawan Pangan
(kategori 2)
(kategori 3)
Sumber : Jonsson dan Toole et al. (1991) dalam Maxwell (2000)
32
Pada penelitian ini yang dimaksud pangsa pengeluaran pangan adalah rasio pengeluaran untuk belanja pangan dan pengeluaran total penduduk selama sebulan. Pangsa pengeluaran pangan penduduk diperoleh dengan menggunakan data di tingkat rumah tangga kemudian dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Besar pangsa pengeluaran terhadap total pengeluaran diperoleh dari data Susenas BPS. Perhitungan pangsa pengeluaran pangan pada berbagai kondisi, yaitu agregat, desa-kota, dan berbagai kelompok pendapatan penduduk menggunakan formula berikut: PFt = PP t x 100 persen
(3.1)
TPt dimana: PF = Pangsa pengeluaran pangan ( persen) PPt = Pengeluaran untuk belanja pangan (Rp/bulan) TPt = Total pengeluaran (Rp/bulan)
3.2.2
Analisis Spasial/Sistem Informasi Geografis (SIG) Analisis spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai analisis yang
menggunakan referensi keruangan (geografi). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu alat untuk pengambilan, penyimpanan, penganalisisan, dan penampilan data (Sulaeman, 2005). Setiap bagian dari analisis spasial dapat memberikan gambaran tentang suatu fenomena, memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran fenomena tersebut dalam suatu wilayah. Penyajian data spasial memerlukan dukungan suatu Sistem Informasi Geografi (SIG). Menurut As-syakur (2006) SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG merupakan suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.
33
Tujuan penggunaan analisis spasial pada penelitian ini adalah membuat peta tematik yaitu peta yang akan memberikan gambaran data kedalam referensi geografi. Penelitian ini akan menyusun peta tematik kerawanan pangan menurut kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur. Peta tematik yang disusun akan menggunakan peta dasar dari BPS. 3.2.3 Regresi Data Panel Determinan ketahanan pangan regional dianalisis dengan menggunakan regresi data panel. Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Balanced panel adalah jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama. Sebaliknya, jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni. Baltagi (2005) mengungkapkan bahwa penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan, diantaranya sebagai berikut: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Estimasi pada metode ini dilakukan secara eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu. 2. Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien. 3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Data panel berkaitan dengan observasi cross section yang berulang sehingga lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. 4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki keterbatasan di antaranya adalah: 1. Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai.
34
3. Masalah selektivitas (selectivity) yang mencakup hal-hal berikut: a. Self-selectivity : permasalahan yang muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada. b. Nonresponse : permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden (sampel rumahtangga). c. Attrition : jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi 4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu. 5. Cross-section responce. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country responce akan mengakibatkan inferensi yang salah (misleading inference). Ada dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu Fixed Effect Model
(FEM) dan Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagai berikut: y it = a i + X it β + ε it
(3.2)
dimana: y it : nilai respont variable untuk setiap unit individu i pada periode t dimana i = 1, …, n dan t = 1, …, T ai : unobserved heterogenity X it : nilai penjelast variable yang terdiri dari sejumlah K peubah. Pada one way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:
ε it = λi + uit
(3.3)
dimana: λi : efek individu (time invariant) uit : disturbance yang besifat acak ( u it ~ N (0, σ u2 ) )
Untuk two way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:
ε it = λi + µ t + u it
(3.4)
35
dimana: µ t : efek waktu (individual invariant) Pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu ( λi ). Sedangkan pendekatan two way telah memasukkan efek dari waktu ( µ t ) ke dalam komponen error, u it diasumsikan tidak berkorelasi dangan X it . Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara λi dan µ t dengan X it .
Fixed Effect Model (FEM)
FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan X it atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intecept. Untuk one way komponen error: y it = a i + λi + X it β + u it
(3.5)
Sedangkan untuk two way komponen error: yit = ai + λi + µ t + X it β + uit
(3.6)
Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), dan Two Way Error Component Fixed Effect Model.
Random Effect Model (REM)
REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan X it atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. Untuk one way komponen error: y it = a i + X it β + u it + λi
(3.7)
Untuk two way komponen error: y it = a i + X it β + u it + λi + µ t Asumsi yang digunakan dalam REM adalah
(3.8)
36
E (u it | τ i ) = 0
(
(3.9)
)
E u it2 | τ i = σ u2
(3.10)
E (τ i | x it ) = 0 untuk semua i dan t
(3.11)
(
)
E τ i2 | x it = σ τ2
untuk semua i dan t
(3.12)
E (u itτ j ) = 0 untuk semua i, t, dan j
(3.13)
E (u it u js ) = 0 untuk i ≠ j dan t ≠ s
(3.14)
E (τ iτ j ) = 0 untuk i ≠ j
(3.15)
Hausman Test
Dalam memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik, dilakukan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara peubah bebas dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Hausman Test. Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H0 : E(τi / xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H1 : E(τi / xit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: H = (βREM – βfEM )’(MFEM –MREM)-1 (βREM – βfEM ) ~ χ2 (k)
(3.16)
dimana: M : matriks kovarians untuk parameter β k
: degrees of freedom
Apabila nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effects, demikian juga sebaliknya. Uji Pelanggaran Asumsi
Uji pelanggaran asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu
37
model tertentu (FEM atau REM) berdasarkan HAUSMAN Test, maka kita dapat melakukan uji pelanggaran terhadap asumsi yang digunakan dalam model.
1.
Uji Heteroskedastisitas
Nilai estimasi parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate). Hal ini menyebabkan var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama, yang disebut dengan homoskedastisitas. Varian yang tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Metode General Least Square (Cross section Weights) dilakukan dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas (Greene, 2002).
2.
Uji Autokorelasi
Salah satu asumsi model regresi adalah tidak terjadi autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Autokorelasi yang terjadi dalam model regresi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Pengujian ada tidaknya autokorelasi dalam model dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan Wooldridge Test. Metode Wooldrigde menggunakan residual dari model regresi pada first differences. Model regresi terbebas dari masalah autokorelasi jika korelasi residual dari model regresi pada first differences terhadap lag-nya adalah -0,05 (Drukker, 2003). Permasalahan heteroskedastisitas dan autokorelasi pada model akan mempengaruhi perkiraan nilai parameter. Hal ini disebabkan model tidak akan memenuhi sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimate). Oleh karena itu, agar nilai parameter dari model terpilih memenuhi sifat BLUE, maka dilakukan modifikasi model dengan menggunakan pendekatan Generalized Least Square (Greene, 2002). Berdasarkan model modifikasi ini berarti telah dilakukan koreksi
38
atas permasalahan heteroskedastisitas, contemporaneously correlated across panel, and first order autokorelasi.
Spesifikasi Model dalam Penelitian
Pada penelitian ini ukuran ketahanan pangan regional yang digunakan sebagai peubah respon adalah persentase rumah tangga yang tahan pangan di tiap kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi ketahanan pangan adalah produksi padi, PDRB, inflasi yang diproksi dari deflator PDRB, tingkat pengangguran terbuka, rata-rata lama sekolah, infrastruktur jalan dan pasar. Produksi padi menggambarkan food availibility karena merupakan komoditi pokok yang dikonsumsi masyarakat Jawa Timur. PDRB merupakan salah satu gambaran output yang dihasilkan oleh suatu daerah. Sedangkan penggunaan deflator PDRB sebagai proksi IHK menunjukkan adanya stabilitas harga yang terjadi di masyarakat. Rata-rata lama sekolah menunjukkan akumulasi modal manusia (human capital). Rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan rata-rata jenjang sekolah yang ditamatkan oleh penduduk. Tingkat pengangguran terbuka menunjukkan jumlah penduduk usia kerja yang tergolong pengangguran sehingga akan mengurangi kemampuan untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Infrastruktur merupakan salah satu akses yang menentukan ketahanan pangan regional, karena dengan adanya infrastruktur yang memadai masyarakat dapat mengakses pangan dengan lebih baik. Peubah infrastruktur dalam penelitian ini dilihat dari panjang jalan yang dapat berkualitas baik dan sedang di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Peubah akses pangan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah banyaknya pasar di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Jumlah pasar menggambarkan kemudahan akses bagi rumah tangga untuk mendapatkan pangan secara terjangkau dan beragam. Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan regional diambil dari model Demeke dan Zeller (2010) yang
39
dimodifikasi
dengan sistem ketahanan pangan FAO (2010) sehingga
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
TAHAN it = ( β 0 + α i + µ t ) + β 1 PROD it + β 2 PDRBit + β 3 INFLASI it + β 4TPTit + β 5 RLS it + β 6 JALAN it + β 7 PASARit keterangan : TAHANit PRODit PDRBit INFLASIit TPTit RLSit JALANit PASARit βj αi µt uit
(3.17)
= persentase rumah tangga tahan pangan di kabupaten ke-i tahun ke-t. = produksi padi di kabupaten i tahun t (dalam ton) = PDRB di kabupaten ke-i tahun ke-t (dalam milyar rupiah) = inflasi di kabupaten ke-i tahun ke-t (dalam persen) = Tingkat Pengangguran Terbuka di kabupaten ke-i tahun ke-t (dalam persen) = Rata-rata lama sekolah di kabupaten ke-i tahun ke-t(dalam tahun) = Panjang jalan kualitas baik dan sedang di kabupaten i tahun t (dalam km) = Jumlah pasar di kabupaten i tahun t = Parameter yang diestimasi, j = 0, 1, 2, 3, 4,5,6,7 = Efek individual kabupaten ke i. = Efek waktu pada tahun ke t. = Komponen error.
Konsep Elastistitas
Salah satu analisis penting dalam suatu model adalah mengetahui sampai dimana responsifnya perubahan peubah respon sebagai akibat dari perubahan peubah penjelas. Elastisitas mengukur pengaruh satu persen perubahan dalam peubah penjelas X terhadap persentase perubahan peubah respon Y (Juanda, 2009). Besarnya elastisitas dapat digunakan untuk meramalkan perubahan yang akan terjadi pada peubah respon apabila terjadi perubahan peubah penjelasnya. Elastisitas untuk koefisien ke-j dapat dihitung dengan :
∆Y X ∆Y X ≅ βj j Ej = Y = ∆X ∆X Y Y X keterangan : β j = Nilai koefisien parameter yang diestimasi, j = 1, 2, 3, 4,5,6,7
X Y
= Peubah penjelas = Peubah respon
(3.18)
40
∆X = Perubahan peubah penjelas ∆Y = Perubahan peubah respon X j = Rata-rata peubah penjelas j = 1, 2, 3, 4,5,6,7 Y
= Rata-rata peubah respon
3.2.4 Regresi Logistik Ordinal
Estimasi determinan ketahanan pangan rumah tangga akan dianalisis dengan model regresi logistik ordinal.
Model ini memodifikasi model yang
pernah digunakan oleh Bogale dan Shimelis (2009) serta Demeke dan Zeller (2010). Penggunaan model
regresi logistik ordinal adalah untuk mengetahui
peubah-peubah yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Regresi logistik ordinal merupakan regresi dengan peubah respon yang bersifat kategorik dan bertingkat (ordinal). Model logistik untuk data respon ordinal dengan c kategori ( c>2 ) merupakan perluasan dari model logistik untuk data respon nominal dengan dua kategori (model logistik biner). Sebagaimana dalam model regresi lainnya, dua peubah penjelas atau lebih dapat disertakan dalam analisis. Peubah penjelas ini dapat berupa data kuantitatif maupun data kualitatif. Model logistik untuk data respon ordinal ini sering disebut sebagai model logit kumulatif. Respon dalam model logit kumulatif berupa data bertingkat yang diwakili dengan angka 1, 2, 3,…, c, dengan c adalah banyaknya kategori respon. Logit kumulatif untuk tiap kategori j didefinisikan sebagai : ⎛ Fj ( x) ⎞ L j ( x) = ln ⎜ dengan j = 1,2,…c-1 ⎜ 1 − Fj ( x) ⎟⎟ ⎝ ⎠
(3.19)
Model yang secara simultan menggunakan semua logit kumulatif dapat ditulis sebagai : Lˆ j ( x) = αˆ j + βˆ ' x
(3.20)
Tiap logit kumulatif memiliki intersep masing-masing. αˆ j dan βˆ ' adalah estimator dengan metode maksimum likelihood untuk tiap α j dan β ' . Nilai estimasi untuk P P(Y ≤ j | x) dapat diturunkan dengan transformasi inverse
fungsi logit kumulatif, yang menghasilkan :
41
⎛ exp(αˆ j + βˆ ' x) ⎞ P (Y ≤ j | x) = ⎜ ⎟ ⎜ 1 + exp(αˆ j + βˆ ' x) ⎟ ⎝ ⎠
dengan j = 1,2,…c-1
(3.21)
⎛ ⎞ 1 P (Y ≤ j | x) = ⎜ ⎟ ⎜ 1 + exp(−αˆ j − βˆ ' x) ⎟ ⎝ ⎠
sehingga
(3.22)
⎛ ⎞ 1 P (Y ≤ j | x) = ⎜ ⎟ ⎜ 1 + exp(− Lˆ j ( x)) ⎟ ⎝ ⎠
(3.23)
Uji signifikansi model dilakukan dengan menggunakan : 1. Likelihood ratio test
Pengujian dengan Likelihood ratio test adalah metode untuk menguji model secara bersamaan. Hipotesis parameter βi yang diuji adalah : H0 : β1 = …= βp= 0 H0 : minimal ada satu βi ≠ 0, i =1,2,…,p dengan i adalah jumlah peubah penjelas. Likelihood ratio test menggunakan statistik G yang mengikuti distribusi Chi Square dengan derajat bebas p. Keputusan penolakan H0 adalah apabila nilai G > χ2 (p,α) atau p-value < α.
2. Wald Test
Uji Wald digunakan untuk mengetahui signifikansi masing-masing koeisien βi di dalam model. Hipotesisnya adalah: H0 : βi = …= βp= 0 H0 : βi ≠ 0, i =1,2,…,p dengan i adalah jumlah peubah penjelas. Uji Wald adalah berdasarkan statistik W yang dihitung berdasarkan formula : Wβˆ = i
βˆi SE ( βˆi )
(3.23)
Kriteria penolakan H0 adalah jika W > zα /2 atau p-value < α.. (Hosmer dan Lemeshow, 2000)
3. Validasi Model dengan Correct Classification Rate (CCR)
CCR mengindikasikan seberapa tepat model dapat digunakan untuk memprediksi. CCR dapat dihitung dengan :
42
CCR =
jumlah prediksi yang tepat x 100 % jumlah observasi
(3.24)
Semakin besar persentase CCR, maka model semakin akurat (Hosmer dan Lemeshow, 2000).
Asumsi Regresi Logistik Ordinal
Asumsi dalam regresi logistik ordinal berbeda dengan regresi OLS. Asumsi regresi logistik ordinal adalah : 1.
Regresi logistik tidak mengasumsikan hubungan linier antara peubah penjelas dan peubah respon.
2.
Peubah respon dalam regresi logistik tidak harus mengikuti distribusi normal.
3.
Peubah respon tidak memerlukan asumsi homoskedastisitas.
4.
Error term tidak diasumsikan berdistribusi normal
5.
Logistik tidak mengharuskan peubah penjelas dalam skala interval
Asumsi yang harus dipenuhi dalam model regresi logistik adalah antara peubah penjelas harus bebas multikolinieritas. Tabel 3 Peubah ketahanan pangan rumah tangga Variabel
Label
Kategori
Skala
Respon
Tingkat Ketahanan pangan Ordinal rumah tangga
0 = tahan 1 = rentan
2 = kurang 3 = rawan
Penjelas
Gender KRT Daerah Tempat Tinggal Umur KRT Pendidikan KRT
Nominal Nominal Kontinu Ordinal
1 = laki-laki 1 = perkotaan
0 = perempuan 0 = pedesaan
1 = Dasar 2 = Menengah
3 = Tinggi
Jumlah ART Pendapatan perkapita Pekerjaan Raskin
Kontinu Kontinu Nominal Nominal
1 = Pertanian 1 = Menerima
0 = lainnya 0 = Tidak
3.3 Definisi peubah operasional
Batasan/definisi operasional peubah-peubah dan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
43
1.
Rumahtangga (RT) adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau bangunan sensus dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Makan dari satu dapur mempunyai makna bahwa mereka mengurus kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu.
2.
Anggota Rumah Tangga (ART) adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu RT, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan maupun sementara sedang tidak ada. ART yang telah bepergian enam bulan atau lebih, dan ART yang bepergian kurang dari enam bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan rumah enam bulan atau lebih, tidak dianggap sebagai ART. Orang yang telah tinggal di RT enam bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di RT kurang dari enam bulan tetapi berniat pindah/bertempat tinggal di RT tersebut enam bulan atau lebih dianggap sebagai ART.
3.
Kepala Rumah Tangga (KRT) adalah seorang dari sekelompok anggota rumah
tangga
yang
bertanggungjawab
atas
kebutuhan
sehari-hari
rumahtangga, atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai KRT. 4.
Pengeluaran konsumsi rumahtangga sebulan adalah total nilai makanan dan bukan makanan (barang/jasa) yang diperoleh, dipakai, atau dibayarkan rumahtangga sebulan untuk konsumsi rumahtangga, tidak termasuk untuk keperluan usaha rumahtangga atau yang diberikan kepada pihak/orang lain. Untuk konsumsi makanan, yang termasuk konsumsi rumahtangga adalah yang benar-benar telah dikonsumsi selama referensi waktu survei (consumption approach), sedangkan untuk konsumsi bukan makanan konsep yang dipakai pada umumnya adalah konsep penyerahan (delivery approach), yaitu dibeli/diperoleh dari pihak lain, asalkan tujuannya untuk kebutuhan rumah tangga.
5.
Pendapatan perkapita diproksi dari pengeluaran per kapita: total pengeluaran rumah tangga dibagi jumlah anggota rumah tangga dalam ribuan rupiah.
6.
Rumah tangga tahan pangan merupakan rumah tangga dengan kecukupan pangan >80 persen dari standar gizi yang dianjurkan dan pangsa pengeluaran makanan < 60 persen.
44
7.
Rumah tangga rentan pangan merupakan rumah tangga dengan kecukupan pangan > 80 persen dari standar gizi yang dianjurkan dan pangsa pengeluaran makanan > 60 persen.
8.
Rumah tangga kurang pangan merupakan rumah tangga dengan kecukupan pangan < 80 persen dari standar gizi yang dianjurkan dan pangsa pengeluaran makanan < 60 persen.
9.
Rumah tangga rawan pangan: merupakan rumah tangga dengan kecukupan pangan < 80 persen dari standar gizi yang dianjurkan dan pangsa pengeluaran makanan > 60 persen.
10. Rata-rata lama sekolah adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk usia lebih dari 15 tahun dalam menempuh pendidikan di sekolah. Peubah rata-rata lama sekolah ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata-rata lama sekolah adalah tahun. 11. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 (PDRB) adalah jumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas ekonomi yang terjadi di masyarakat yang diukur berdasarkan suatu periode tertentu sebagai tahun dasar sehingga nilainya benar-benar mencerminkan jumlah produksi yang terbebas dari pengaruh harga. 12. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. 13. Penganggur terbuka, terdiri dari : a. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan. b. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha. c. Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. d. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. 14. Tingkat pengangguran terbuka adalah jumlah pengangguran terbuka dibagi jumlah angkatan kerja. 15. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tingkat pendidikan yang dicapai seseorang setelah mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu tingkatan sekolah dengan mendapatkan tanda tamat (ijazah).
45
16. Lapangan
usaha
adalah
bidang
kegiatan
dari
pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja. 17. Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun 2001 status pekerjaan dibedakan menjadi enam kategori : a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah
dikeluarkan
dalam
rangka
usahanya
tersebut,
serta
tidak
menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukanteknologi atau keahlian khusus. b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah bekerja atau berusaha atas resiko sendiri dan menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau buruh/pekerja tidak tetap. c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas resiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar. d. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. e. Pekerja
bebas
adalah
seseorang
yang
bekerja
pada
orang
lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. f. Pekerja tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa uang maupun barang. Pekerja tak dibayar tersebut dapat terdiri dari: 1. Anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/anak yang membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah.
46
2. Bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti famili yang membantu melayani penjualan di warung. 3. Bukan anggota rumah tangga dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti orang yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangga tetangganya 18. Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar untuk makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. BPS (2008) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makannya kurang dari 2100 kalori perkapita per hari yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di perdesaan dan 480 kg/kapita/tahun di perkotaan. BPS setiap tahun menetapkan besarnya garis kemiskinan berdasarkan hasil Susenas modul konsumsi. 19. Klasifikasi daerah adalah lokasi tempat tinggal rumah tangga yang dikategorikan sebagai perkotaan atau perdesaan. BPS menentukan kategori suatu wilayah desa termasuk perkotaan atau perdesaan dengan menggunakan skoring. Skoring tersebut berdasarkan dari 8 peubah. Suatu wilayah dikategorikan perkotaan apabila skor jumlah ke-8 peubah tersebut ≥ 10 dan dikategorikan perdesaan bila total skor < 10. Ke-8 peubah tersebut adalah: 1.
Peubah kepadatan penduduk : ≤ 500 = skor 1; 500-4000 = skor 2-4; 4000-8500 = skor 5-7; ≥ 8500 = skor 8.
2.
Persentase rumah tangga pertanian : ≥ 70 = skor 1; 50-20 = skor 2-4; 20-5 = skor 5-7; ≤ 5 = skor 8.
3.
Akses fasilitas pendidikan (Taman kanak-kanak, SMP, SMU): ≤ 2,5 km (ada = skor 1).
4.
Akses fasilitas ekonomi (Pasar, Pertokoan ): ≤ 2 km (ada = skor 1).
5.
Akses fasilitas umum (Bioskop, Rumah Sakit):
6.
Hotel/bilyard/diskotek/panti pijat/salon (ada = skor 1).
7.
Persentase pengguna telepon ( ≥8 = skor 1).
8.
Persentase pengguna listrik ( ≥ 90 = skor 1).
≤ 5 km (ada = skor 1).