37
III. 3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang dikumpulkan secara tidak langsung oleh peneliti yang biasanya sudah berupa file yang sudah dipublikasikan oleh suatu lembaga atau instansi yang terkait. Rincian data yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel 3.1 Tabel 3.1 Jenis dan sumber data penelitian No
Jenis Data
Sumber
1.
Dana Alokasi Umum (000) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BAPPENAS
2.
Pendapatan Daerah Regional Bruto (Jutaan rupiah) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
3..
Pendapatan Asli Daerah (000) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
4.
Pengeluaran Pemerintah (000) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
5.
Pendapatan per kapita (rupiah) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
6.
Banyaknya fasilitas kesehatan (unit) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
7.
Luas Lahan Panen (Ha) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
8.
Jumlah Produksi Padi (Ton) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
9.
Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang ditamatkan (%) menurut kabupaten/kota Tahun 2003-2010
BPS
10. Jumlah Penduduk Tidak Tahan kabupaten/kota Tahun 2003-2010
Pangan
menurut
BPS
Data yang bersumber dari BPS berasal dari data NTT dalam angka dari tahun 2003-2010 dan Statistik Ekonomi Keuangan daerah kabupaten dan kota
38
Indonesia dari tahun 2003-2010. Sedangkan data BAPPENAS diperoleh dari Tim Koordinasi Penyusunan Kebijakan Perencanaan Pemantauan dan Evaluasi (TKPKP2E). Tinjauan pustaka yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber informasi terkait seperti karya ilmiah, laporan keuangan daerah, jurnal-jurnal yang berkaitan, skripsi, tesis dan berbagai berita yang terkait. Data sekunder menggunakan deret waktu (time series) untuk kurun waktu 2003-2010 dan data kerat lintang (cross section) yang meliputi 15 kabupaten/kota di NTT. 3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menjadikan Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan
kabupaten/kota sebagai unit analisis. Lokasi NTT yang merupakan wilayah timur Indonesia yang memiliki beberapa permasalahan dalam ketahanan pangan dan kinerja
fiskal
membuat
masih
bisa
dikembangkannya
potensi
kinerja
perekonomian dan ketahanan pangan daerah. 3.3
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan mencakup metode analisis deskriptif dan
analisis kunatitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan bantuan Ms. Excel dan program Eviews 6.1. 3.3.1 Metode Analisis Deskriptif Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menjelaskan kondisi ketahanan pangan dan kinerja fiskal kabupaten dan kota yang ada di NTT. Analisis deskriptif adalah metode – metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1993). Statistika deskriptif memberikan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih sederhana
39
dan ringkas sehingga diperoleh penjelasan dan penafsiran yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan yang diajukan. Penyusunan tabel, grafik, dan diagram dan besaran-besaran nilai lain di berbagai sumber terkait termasuk dalam kategori statistika deskriptif ini. Kinerja fiskal dapat dijelaskan dari posisi fiskal yang mencakup kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal dan derajat otonomi fiskal yang menjelaskan keadaan fiskal yang terdapat di setiap kabupaten/kota. Dalam perhitungan kinerja fiskal ada beberapa hal yang akan digunakan proksi sebagai pendekatan untuk mengukur sejumlah konsep yang digunakan dalam studi kinerja fiskal dan posisi fiskal daerah ini, perhitungan ini mengacu pada jurnal Muara Nanga (2005) sebagai berikut : 1.
Derajat otonomi fiskal / derajat kemandirian fiskal daerah diukur dengan menggunakan ukuran seperti
rasio penerimaan yang terdiri atas
pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah. Apabila hasil PAD terhadap total penerimaan daerah tinggi, berarti derajat otonomi fiskal daerah tinggi, dan hal sebaliknya berlaku. 2.
Kapasitas fiskal daerah (fiscal capacity), Cj, diukur dengan menggunakan formula sebagai berikut : Cj = PDRBj / POPj SFC dimana; PDRBj = produk domestik regional bruto dari seluruh kabupaten/kota dari provinsi yang diteliti. POPj
= jumlah penduduk dari kabupaten/kota di provinsi
40
SFC
= standar kapasitas fiskal, yang dihitung dengan formula sebagai berikut ∑ PDRB
SFC =
∑ POP dimana;
∑ PDRB = jumlah PDRB dari seluruh kabupaten/kota dari provinsi yang diteliti ∑ POP
=
jumlah penduduk dari seluruh kabupaten/kota
dari provinsi yang diteliti, 3.
Kebutuhan fiskal daerah (fiscal needs) Nj, diukur menggunakan formula sebagai berikut : Nj = TPEKj / POPj SFN dimana;
TPEKj
=
total pengeluaran ( pengeluaran rutin ditambah
pengeluaran pembangunan) dari kabupaten/kota dari provinsi yang diteliti. SFN
= standar kebutuhan fiskal, yang dihitung dengan
formula sebagai berikut : ∑ TPEK
SFN =
∑ POP dimana;
∑ TPEK
= jumlah pengeluaran dari seluruh kabupaten/kota
provinsi yang diteliti. Untuk melihat hubungan linier antara variabel derajat otonomi fiskal dan ketahanan pangan digunakan koefisien korelasi. Walpole (1993) merumuskan analisis korelasi dengan formula:
41
݊ ∑ ݕݔ− ሺ∑ݔሻሺ∑ݕሻ r=
[ ݊ ∑ ݔଶ − ሺ∑ݔሻଶ ] [ ݊ ∑ ݕଶ − ሺ∑ݕሻ²] -1 ≤ r ≤ 1
dimana: r
= koefisien korelasi
n
= banyaknya jumlah data (n-tahun) Jika r semakin mendekati angka 1 atau -1 maka korelasi yang terjadi akan
semakin kuat baik positif maupun negatif. Sebaliknya jika semakin mendekati 0 korelasi yang terjadi semakin lemah. 3.3.2 Metode Analisis Regresi Panel Data Dalam suatu penelitian terdapat beberapa hambatan mengenai ketersedian data. Kecukupan data merupakan salah satu syarat untuk mewakili variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Analisis data panel adalah suatu metode mengenai penggabungan dari data antar waktu (time series) dengan data antar individu (cross section). Penggabungan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih banyak sehinga pendugaannya lebih tepat. Menurut Baltagi (1995), penggunaan data panel memiliki beberapa keuntungan di bandingkan dengan analisis data cross section atau analisis data time series saja. Beberapa keunggulan dari penggunaan data panel antara lain : 1. Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinearitas antar variabel. 2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data time series ataupun cross section saja.
42
3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individual antar waktu. 4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data cross section. 5. Dapat menjelaskan dynamic adjustment secara lebih baik. Dalam model data panel menggunakan data time series dengan persamaan: Yt= β0 + β1 Xt + µ t ; t= 1,2,..,T………….............…………….........……(3.1) Dimana T adalah banyaknya data time series Sedangkan model panel data dalam data cross section dengan persamaan : Yi= β0 + β1 Xi + µ i ; i= 1,2,..,N……….............………………........……(3.2) Dimana N adalah banyaknya data cross section Sehingga penggabungan data time series dan data cross section dalam model panel data menghasilkan persamaan : Yit= β0 + β1 Xit + µ it..................................................................................(3.3) Dalam model data panel dikenal dengan tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Pengolahan data panel memiliki tiga kriteria pembobotan yang berbeda yaitu No Weighting (semua observasi diberi bobot yang sama), Cross Section Weights (GLS dengan menggunakan estimasi varians residual cross section, digunakan apabila ada asumsi bahwa terdapat cross section heteroskedasticity), dan SUR (GLS dengan menggunakan covariance matrix cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section (Hasugian, 2006)
43
Penelitian ini melihat pengaruh kinerja fiskal dengan variabel DAU, pengeluaran pemerintah, PAD dan pendapatan perkapita, sedangkan pengaruh ketahanan pangan dengan variabel jumlah penduduk tidak tahan pangan yang mengkonsumsi kalori di bawah 2100 kkal/kapita/hari, banyaknya fasilitas kesehatan, jumlah penduduk berpendidikan tamat SMP, produksi pertanian yang dilihat dari produksi beras, dan luas lahan panen di Provinsi NTT. Kombinasi atau pooling menghasilkan 120 observasi dengan fungsi persamaan data panelnya sebagai berikut : LN MISKINit= β0+ β1 LN DAUit+ β2 LN PADit + β3 LN PEMit+ β4 LN PPit+ β5 LN BFKit + β6 LN LAHANit + β7 LN PRODit
+
β8 SMPit
+
µit……………......................................................................................…(3.4) Dimana : LN MISKIN
= Logaritma natural jumlah penduduk tidak tahan pangan yang mengkonsumsi kalori di bawah kebutuhan dasar sebesar 2100 kkal/kapita/hari (Ribu jiwa).
LN DAU
= Logaritma natural Dana Alokasi Umum (000).
LN PAD
= Logaritma natural Pendapatan Asli Daerah (000).
LN PEM
= Logaritma natural pengeluaran pemerintah (000).
LN PP
= Logaritma natural pendapatan perkapita (Rupiah).
LN BFK
= Logaritma natural banyaknya fasilitas kesehatan (Unit).
LN LAHAN
= Logaritma natural luas lahan panen (Ha).
LN PROD
= Logaritma natural jumlah produksi beras (Ton).
SMP
= banyaknya penduduk berpendidikan tamat SMP (persen)
β0 β 1, β2, β3
=
Intersep
= Koefisien regresi variabel bebas
44
µ it
= Komponen error
i
= 1,2,3,..15 (data cross section Kabupaten/Kota di NTT)
t
= 1,2,3,...8 (data time series 2003-2010)
Dalam penelitian ini DAU, PAD, pengeluaran pemerintah, pendapatan perkapita, banyaknya fasilitas kesehatan, luas lahan panen, jumlah produksi padi dan pendidikan tamat SMP memiliki pengaruh terhadap ketahanan pangan di NTT tahun 2003-2010 menggunakan asumsi Fixed Effect Model (FEM) dengan koefisien slope konstan tetapi intersep bervariasi antar individu. 3.4
Pengujian Model Pemilihan model dilakukan dengan pengujian terhadap parameter yang telah
diestimasi. Untuk menentukkan model terbaik dapat dilakukan dengan Uji Chow Test dan Uji Hausmant Test. Untuk mengukur validitas dari suatu persamaan maka dilakukan pengujian orde pertama atau orde kedua. Pengujian orde pertama meliputi uji koefisien determinasi (R2), uji t, dan uji F. Sedangkan orde kedua adalah uji penyimpangan yang meliputi uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji kenormalan. 3.4.1 Uji Chow Test Pengujian ini digunakan untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Asumsi yang terjadi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0: Model PLS (Restricted) H1: Model Fixed Effect (Unrestricted)
45
dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan F Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: (RRSS-URSS) / (N-1) CHOW = URRSS / (NT – N – K) .........................................................(3.5) Dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least square / common intercept). URSS = Unrestricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect). N
= jumlah data cross section
T
= jumlah data time series
K
= jumlah variabel penjelas Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik yaitu FN-1,
NT-N-K.
Jika nilai
CHOW Statistics (F Stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang akan kita gunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. 3.4.2 Uji Hausmant Test Pengujian ini dilakukan untuk memilih apakah model yang digunakan fixed effect atau random effects. Pengujian dilakukan terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu. Hausmant (1978) menyajikan bentuk uji hipotesis nol dimana Xit dan αi tidak berkorelasi dan hipotesis alternatif untuk kondisi yang sebaliknya.
46
Dalam pengujian ini dilakukan dengan menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0 : E(τi / xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H1 : E(τi / xit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat Dasar penolakan yang digunakan statistik Hausmant dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausmant dirumuskan dengan : H = (βREM – βFEM )’(MFEM –MREM)-1 (βREM – βFEM ) ~ χ2 (k)................(3.6) dimana : M
: matriks kovarians untuk parameter β
k
: degrees of freedom
apabila nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effects, begitu juga sebaliknya. 3.4.3 Koefisien Determinasi (R2) Untuk menjelaskan presentase variasi total peubah tidak bebas yang disebabkan oleh peubah bebas yang digunakan pengujian R2 . Nilai R2 berkisar dari nol sampai satu (0 ≤ R2 ≥ 1 ). Jika nilainya 0 maka tidak ada hubungan antara peubah bebas dengan tidak bebas. Namun jika nilainya mendekati 1, maka terdapat hubungan yang erat antara peubah bebas dengan peubah tidak bebas. 3.4.4 Uji F Dalam menganalisis model, dilakukan pengujian model secara keseluruhan menggunakan statistik uji-F. Jika signifikan maka dapat menjelaskan keragaman Y, sehingga dilanjutkan dengan pengujian statistik uji-T. Untuk uji F hipotesis diuji adalah : H0 = β1= β2=…= βk= 0
47
H1 = minimal ada satu parameter dugaan (βi) yang tidak sama dengna nol (paling sedikit ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas). Pengujian uji-F ini dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Jika P-Value menunjukkan besaran yang kurang dari taraf nyata yang digunakan (α), dapat disimpulkan tolak H0, yang artinya minimal ada satu parameter dugaan yang tidak sama dengan nol (paling sedikit ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas). 3.4.5 Uji T Uji t digunakan untuk melihat keabsahan dari hipotesis yang telah diberikan dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik bersifat signifikan atau tidak. Untuk uji T hipotesis yang diuji adalah : H0 = βj = 0 H1 = βj ≠ 0 ; j = 1,2, ..., k Pengujian uji-T ini dilihat dari probabilitas t-statistiknya. Jika probabilitas tstatistik menunjukkan nilai yang kurang dari derajat kepercayaan yang digunakan (α), maka dapat dikatakan tolak H0 yang berarti peubah bebas berpangaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model dan begitu pula sebaliknya, jika H0 diterima maka peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat signifikansi tertentu. 3.5
Uji Pelanggaran Asumsi Uji pelanggaran asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan pada model
yang akan digunakan. Setelah melakukan pemilihan model terbaik menggunakan
48
uji Hausmant test maka dapat melakukan uji pelanggaran terhadap asumsi yang digunakan di dalam model. 3.5.1 Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh tinggi (antara 0,7 hingga 1) tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada taraf uji tertentu dan tanda koefisien regresi dugaan tidak sesuai teori maka model yang digunakan berhubungan dengan masalah multikolinearitas. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section weights, sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu (t-statistik maupun F hitung) menjadi signifikan. 3.5.2 Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antara serangkaian individu yang diteliti yang diurut menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Dalam hal ini autokorelasi sering menimbulkan masalah yang serius sehingga menyebabkan varians residual yang diperoleh lebih rendah, sehingga R2 terlalu tinggi dan pengujian hipotesis t statistik dan F statistik menjadi tidak menyakinkan. Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi apakah pada data yang diamati terjadi autokorelasi atau tidak maka menggunakan uji Durbin Watson dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW tabel. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square dalam estimasi model (Gujarati, 2004). Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel 3.2.
49
Tabel 3.2 Kerangka identifikasi autokorelasi Nilai Durbin-Watson DW < 1,10 1,10 < DW < 1,54 1,55 < DW < 2,46 2,46 < DW < 2,90 DW > 2,91 Sumber : Firdaus, 2004
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelsi
3.5.3 Heteroskedastisitas Bila dalam suatu model dijumpai adanya masalah heteroskedastisitas maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Untuk mengetahui adanya
pelanggaran
asumsi
heteroskedastisitas
digunakan
uji
White
Heteroscedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Nilai estimasi parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate). Hal ini menyebabkan var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama, yang disebut dengan homoskedastisitas. Menurut Gujarati (2003) bahwa masalah heteroskedastisitas nampaknya menjadi lebih biasa dalam data cross section dibandingkan data time series. 3.5.4 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen, mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang terbaik adalah yang terdistribusi secara normal atau mendekati normal. Hipotesis yang digunakan adalah, H0
: error term menyebar normal
H1
: error term tidak menyebar normal
50
Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.