III. 3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini mencakupi semua kabupaten/kota di Indonesia, kecuali DKI
Jakarta. Kabupaten/kota yang mengalami pemekaran digabungkan dengan kabupaten/kota induknya. Penggabungan ini dilakukan untuk menjaga konsistensi data dan hasil analisisnya, sehingga kabupaten/kota yang digunakan sebagai objek penelitian adalah 336 kabupaten/kota. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan. Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data APBD kabupaten/kota dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota. Periode penelitian mulai dari tahun 2001-2008. Data-data pendukung lainnya, diperoleh dari buku, artikel, jurnal dan lain-lain yang tersedia di Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, serta makalah dari internet yang berkaitan dengan penelitian.
3.2
Identifikasi variabel Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan serta hipotesis yang ada dan
didukung dengan tinjauan pustaka dari berbagai hal, maka ada beberapa variabel yang relevan digunakan dalam penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat dalam Tabel 4. Definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan adalah: 1.
Penerimaan Asli daerah (PAD) adalah sumber pendapatan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah yang dijadikan sebagai barometer bagi potensi perekonomian suatu daerah, sekaligus mencerminkan efektivitas dan efisiensi aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.
Dana perimbangan adalah suatu bentuk transfer dari pemerintah pusat ke daerah dalam rangka pelimpahan kewenangan pemerintahan, yang terdiri dari dana alolasi umum (DAU), dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi khusus (DAK).
46
3.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan ke daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
4.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan ke daerah, dengan besaran yang disesuaikan dengan kontribusi daerah terhadap penerimaan negara dari sumber daya alam (SDA) yang dimiliki daerah.
5.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah bentuk transfer terhadap pemerintah daerah yang bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan khusus daerah, khususnya untuk mendukung kegiatan yang menjadi prioritas nasional.
6.
Total Penerimaan Daerah (TPD) adalah seluruh penerimaan suatu daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah, baik itu yang berasal dari PAD, dana perimbangan dan pendapatan lain yang sah.
7.
Kinerja fiskal daerah adalah kemampuan pengelolaan keuangan daerah yang ditinjau dari sisi penerimaan yaitu bersumber dari PAD dan dana bagi hasil yang merupakan kemampuan daerah untuk pendanaan, sementara kinerja fiskal daerah dari sisi pengeluaran daerah terdiri dari pos-pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
8.
Fiscal capacity adalah ketersediaan keuangan daerah yang bersumber dari PAD, dana perimbangan dan penerimaan lainnya yang sah.
9.
Fiscal needs adalah kebutuhan fiskal daerah, yakni konsep yang menunjukkan jumlah fiskal yang dibutuhkan daerah dalam menjalankan pembangunan baik untuk pengeluaran rutin dan pembangunan daerah.
10.
Total Pengeluaran Daerah (TKD) adalah semua pengeluaran daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah, baik untuk belanja rutin maupun untuk belanja pembangunan.
11.
Belanja Rutin (BR) adalah belanja keperluan operasional untuk menjalankan kegiatan rutin pemerintahan, yang mencakup belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga, subsidi, dan belanja lain-lain.
12.
Belanja Pembangunan (BP) adalah belanja yang menghasilkan nilai tambah
47
aset, baik fisik maupun non fisik, yang dilaksanakan dalam periode tertentu. 13.
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 (PDRB) adalah jumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas ekonomi yang terjadi di masyarakat yang diukur berdasarkan suatu periode tertentu sebagai tahun dasar sehingga nilainya benar-benar mencerminkan jumlah produksi yang terbebas dari pengaruh harga.
14.
Kapasitas pajak adalah besarnya tarif dikalikan dengan basis atau jumlah objek (sumber) yang dikenai pajak.
15.
Tax effort (TE) adalah upaya peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumbersumber PAD dengan potensi sumber-sumber PAD. Secara matematis dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut: TEj = Trj / (tsj Bj) ………………………………...…….……..(3.1) = Trj / Tcj …….……………………...……………………(3.2) Kapasitas pajak (Tcj) didekati dengan nilai PDRB (non migas) konstan, sehingga formula di atas dapat dituliskan kembali sebagai berikut: TEj = Trj / PDRB j ……….......………………..………………(3.3)
Tabel 4
Nama dan keterangan variabel yang digunakan dalam penelitian.
Nama Variabel
Keterangan
DAU
Dana Alokasi Umum
DAK
Dana Alokasi Khusus
DBH
Dana Bagi Hasil
TE
Tax Effort
TPD
Total penerimaan daerah
TKD
Total pengeluaran daerah
BR
Belanja rutin daerah
BP
Belanja pembangunan daerah
PAD
Pendapatan asli daerah
BHPBP
Bagi hasil pajak dan bukan pajak
SB
Transfer pusat yang bersifat bantuan
48
3.3
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif
dan analisis inferensia, yaitu analisis regresi berganda dengan data panel. Analisis perkembangan pengelolaan keuangan daerah dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, yang akan disajikan dengan bantuan diagram boxplot dan tabel. Sementara untuk analisis dampak pemberian dana perimbangan terhadap tax effort daerah dan elastisitas pertumbuhan ekonomi daerah terhadap PAD dan dana perimbangan akan digunakan analisis inferensia yaitu analisis regresi berganda dengan data panel. Tabel 5 menunjukan matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian. Tabel 5
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian. Metode Analisis
Masalah 1.
Kinerja keuangan daerah
Analisis
deskriptif
dengan
menggunakan diagram boxplot dan tabel 2. Dampak
pemberian
dana
Analisis
inferensia
dengan
perimbangan terhadap tax effort
menggunakan analisis regresi
daerah
berganda dengan data panel
3. Elastisitas pertumbuhan ekonomi
Analisis
inferensia
dengan
daerah terhadap PAD dan dana
menggunakan analisis regresi
perimbangan (DBH, DAU, DAK)
berganda dengan data panel
3.3.1 Analisis Boxplot Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada grafik dalam bentuk diagram boxplot. Sebagaimana diketahui, bahwa data mempunyai karakteristik untuk setiap tahun maupun setiap wilayah. Oleh karena itu langkah awal dalam menganalisis data adalah mempelajari karakteristik dari data tersebut. Untuk itu, perlu diketahui pemusatan dan penyebaran data dari nilai tengahnya, nilai ekstrim atau pencilan dan beberapa pengukuran lainnya. Boxplot
49
adalah salah satu teknik untuk mempelajari karakteristik dan distribusi data tersebut. Beberapa manfaat dari penggunaan analisis boxplot adalah: 1.
Melihat derajat penyebaran data (yang dapat dilihat dari tinggi atau lebar box). Jika data menyebar, maka box semakin tinggi atau lebar.
2.
Menilai kesimetrisan data. Jika data simetris, garis median akan berada di tengah box dan whisker pada bagian atas dan bagian bawah akan memiliki panjang yang sama. Jika data tidak simetris (condong), median tidak akan berada di tengah box dan salah satu dari whisker lebih panjang dari yang lainnya. Boxplot (juga dikenal sebagai diagram box-and-whisker) merupakan suatu
box (kotak berbentuk bujur sangkar). Boxplot adalah salah satu cara dalam statistik deskriptif untuk menggambarkan secara grafik dari data numeris melalui lima ukuran sebagai berikut : 1.
Nilai observasi terkecil
2.
Kuartil pertama (Q1), yang memotong 25% dari data terendah.
3.
Median (Q2) atau nilai pertengahan.
4.
Kuartil ketiga (Q3), yang memotong 25% dari data tertinggi.
5.
Nilai observasi terbesar. Boxplot juga menunjukkan adanya nilai pencilan (outlier) dari observasi.
Boxplot dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara populasi tanpa menggunakan asumsi distribusi statistik yang mendasarinya. Karenanya, boxplot tergolong dalam statistik non-parametrik. Jarak antara bagian-bagian dari box menunjukkan derajat penyebaran dan skewness (kecondongan) dalam data. Dalam penggambarannya, boxplot dapat digambarkan secara horisontal maupun vertikal. Hasil pengolahannya analisis boxplot dapat diilustrasikan dalam bentuk seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Dari Gambar 6 dapat dijelaskan : 1.
Garis horisontal bagian bawah box menyajikan kuartil pertama (Q1), sementara bagian atas menyajikan kuartil ketiga (Q3). Bagian dari box adalah bidang yang menyajikan interquartile range (IQR), atau bagian pertengahan dari 50% observasi. Panjang box ditentukan oleh IQR ini. IQR adalah ukuran yang terkenal untuk mengukur penyebaran data. Semakin
50
tinggi (jika boxplot vertikal) atau semakin lebar (jika boxplot horisontal) bidang IQR ini, menunjukkan data semakin menyebar. 2.
Garis tengah yang melewati box menyatakan median dari data. Median adalah ukuran yang terkenal untuk lokasi variabel (nilai pusat atau ratarata).
3.
Garis yang memperpanjang box dinamakan dengan whiskers. Whiskers menunjukkan nilai yang lebih rendah dan lebih tinggi dari kumpulan data yang berada dalam IQR (kecuali outlier). Panjang garis whisker bagian atas ini adalah kurang dari atau sama dengan Q3 + (1.5 x IQR). Panjang garis whisker bagian bawah ini adalah lebih besar atau sama dengan Q1 – (1.5 x IQR). Masing-masing garis whisker dimulai dari akhir box.
4.
Nilai yang berada di atas atau di bawah whisker dinamakan nilai outlier atau ekstrim. Suatu nilai dikatakan outlier jika: Q3+(1.5x IQR) < outlier ≤ Q3+(3x IQR)
atau jika Q1-(1.5xIQR)> outlier ≥Q1-(3xIQR). Selanjutnya, suatu nilai dikatakan ekstrim jika lebih besar dari Q3+(3 x IQR) atau lebih kecil dari Q1 – (3 x IQR).
Outlier Perpanjangan Whisher, nilai tertinggi dalam batas atas Kuartil ketiga (Q3)
Median (Q2)
Kuartil pertama (Q1)
Perpanjangan Whisher, nilai terendah dalam batas bawah
Gambar 6 Diagram boxplot.
51
3.3.2 Analisis Kinerja Keuangan Daerah Keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijakan penyelenggaraan yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Sumbersumber pengeluaran daerah terdiri dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, PAD, bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan, serta penerimaan pembangunan. Perkembangan pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan pemerintah daerah, yang disajikan dengan menggunakan bantuan grafik dan tabel. Tujuannya untuk menelusuri dan mengungkapkan struktur serta pola data tanpa mengaitkan secara kaku asumsi-asumsi tertentu. Untuk keperluan analisis ini dipergunakan data APBD dari setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kinerja keuangan daerah dapat dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu melalui sisi penerimaan (fiscal availability) dan sisi pengeluaran (fiscal needs).
3.3.2.1 Sisi Penerimaan (Fiscal Availability) Ketersediaan fiskal (Fiscal Availability) dapat ditinjau dari tiga sumber yaitu: (1). Kemampuan keuangan yang tersedia murni berasal dari daerah yaitu PAD. Rasio PAD terhadap total penerimaan daerah menunjukkan kemandirian fiskal dari suatu daerah, yang dapat diformulasikan :
* 100 %
…..………………………….… (3.1)
Keterangan : DDF = Derajat desentralisasi fiskal PAD = Penerimaan Asli Daerah (Juta Rupiah) SB
= DAU + DAK
TPD
= Total Penerimaan Daerah (Juta Rupiah) = PAD + BHPBP + SB + Lain-lain pendapatan daerah yang sah
(2). Kemampuan keuangan yang tersedia berasal dari transfer pusat ke daerah berupa dana bagi hasil. Dana bagi hasil ini terdiri dari bagi hasil pajak dan
52
bukan pajak. Rasio dana bagi hasil terhadap total penerimaan daerah menunjukkan besarnya potensi daerah terhadap sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Hubungan ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
* 100% ……………………………….(3.2) Keterangan : DPS
= Derajat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia
BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (Juta Rupiah) (3). Kemampuan keuangan yang tersedia berasal dari transfer pusat ke daerah yang bersifat bantuan (grant). Rasio transfer dari pusat
terhadap total
penerimaan daerah menunjukkan besarnya kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan atau besarnya ketergantungan daerah terhadap pusat. Hubungan ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
* 100% ………………………………….. (3.3) Keterangan : DKP = Derajat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat Semakin tinggi kemampuan keuangan daerah yang tersedia murni berasal dari PAD, maka semakin baik kinerja keuangan daerah tersebut, dengan kata lain derajat desentralisasi fiskalnya besar (mandiri). Kinerja keuangan, yang dilihat dari sisi penerimaan khususnya derajat desentralisasi fiskal dapat dikategorikan dalam skala interval. Pengkategorian hasil skala interval menurut hasil penelitian tim Fisipol UGM dalam Tangkilisan (2005) adalah seperti ditunjukkan dalam Tabel 6. Tabel 6
Skala interval derajat desentralisasi fiskal (DDF)
DDF (dalam %)
Kemampuan Keuangan Daerah
00 - 10.00 Sangat Kurang 10.01 - 20.00 Kurang 20.00 - 30.00 Cukup 30.01 - 40.00 Sedang 40.01 - 50.00 Baik > 50.00 Sangat Baik Sumber: Tim Fisipol UGM dalam Tangkilisan, 2005.
53
3.3.2.2 Sisi Pengeluaran (Fiscal Needs) Kebutuhan
fiskal
(fiscal
needs)
daerah
merupakan
konsep
yang
menunjukkan jumlah anggaran yang dibutuhkan daerah dalam menjalankan pembangunan, baik untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Total pengeluaran daerah ini tertuang dalam APBD. Dengan perhitungan sebagai berikut: (1). Pengeluaran rutin. Rasio pengeluaran rutin terhadap total pengeluaran daerah.
* 100%
…..…………..…………….… (3.4)
Keterangan : DKR = Derajat belanja rutin daerah BR
= Belanja Rutin (Juta Rupiah)
TKD = Total Pengeluaran Daerah (Juta Rupiah) = BR + BP (2). Pengeluaran Pembangunan. Rasio pengeluaran pembangunan terhadap total pengeluaran daerah. Semakin besar kontribusi rasio pengeluaran pembangunan dibandingkan dengan pengeluaran rutin menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif, artinya pemerintah daerah lebih konsentrasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
* 100%
……………………………….… (3.5)
Keterangan : DKP
= Derajat belanja pembangunan daerah
BP
= Belanja Pembangunan (Juta Rupiah)
Selain itu, perkembangan pengelolaan keuangan daerah dapat ditinjau dari derajat
kemandirian daerah, yang mengukur seberapa jauh penerimaan yang
berasal dari dalam daerah sendiri mampu membiayai kebutuhan daerah (Halim, 2007). Ada 4 formula yang dapat digunakan dalam mengukur derajat kemandirian daerah, yaitu :
54
………………………..………..………………….… (3.6) …………………………………….…….……………(3.7) ……………………………………………(3.8) ………………………….. ………………(3.9) Keterangan: DK
= Derajat Kemandirian Daerah
PAD
= Pendapatan Asli Daerah (Juta Rupiah)
BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (Juta Rupiah) TKD
= Total Pengeluaran Daerah (Juta Rupiah)
BR
= Pengeluaran Rutin (Juta Rupiah) Dalam menilai derajat kemandirian daerah, digunakan skala menurut
Tumilar dalam Tangkilisan (2005) terdapat skala interval yang ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7
Skala interval indeks kemampuan rutin daerah (IKRD) IKRD (dalam %)
Kemampuan Keuangan Daerah
00 - 10.00 Sangat Kurang 10.01 - 20.00 Kurang 20.00 - 30.00 Cukup 30.01 - 40.00 Sedang 40.01 - 50.00 Baik > 50.00 Sangat Baik Sumber : Tumilar dalam Tangkilisan, 2005.
3.3.3 Analisis Regresi Berganda dengan Data Panel Analisis ini digunakan untuk mengestimasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan model data panel, yaitu menggunakan informasi dari gabungan pendekatan cross section dan pendekatan time series.
55
Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time series atau cross section saja. Pertama, kombinasi data time series dan cross section membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) paramater yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis data panel dapat lebih informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi. Kedua, data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja, sehingga dapat mengurangi masalah identifikasi. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang, sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. Baltagi (2007) menjelaskan bahwa estimasi data panel memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: 1.
Data panel dapat mengendalikan heterogenitas antar individu.
2.
Data panel dapat memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih bervariasi, berkurangnya kolinearitas antarvariabel, meningkatkan jumlah derajat kebebasan dan lebih efisien.
3.
Data panel umumnya lebih baik digunakan untuk meneliti dynamics of
adjustment, yang dapat mendeteksi efek-efek yang tidak dapat dilakukan oleh model cross section murni atau time series murni. 4.
Data panel dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni.
5.
Data panel lebih baik dalam mengukur, mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi apabila menggunakan data cross section atau time series murni.
Kendati demikian, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya khususnya apabila data panel dikumpulkan
56
atau diperoleh dengan metode survei. Beberapa kelemahan dan keterbasan dari estimasi dengan data panel (Baltagi 2007) adalah: 1.
Data panel relatif besar karena melibatkan komponen cross section dan time series, sehingga menimbulkan masalah disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data (masalah yang umumnya dihadapi di antaranya: coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara.
2.
Estimasi dengan data panel memungkinkan terjadinya distorsi dari kesalahan pengukuran yang umumnya terjadi karena kesalahan respon (contoh: pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lainlain).
3.
Estimasi dengan data panel dapat menimbulkan cross section dependence (contoh: apabila macro panel data dengan unit analsis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence maka dapat mengakibatkan kesimpulankesimpulan yang tidak tepat (miss leading inference). Ditinjau dari berbagai asumsi dan faktor-faktor pembentuknya, struktur
model estimasi data panel dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1.
Metode estimasi Common Effect Metode estimasi ini paling sederhana untuk mengestimasi data panel, hanya
dengan menggabungkan data cross section dan time series tanpa melihat perbedaan antarwaktu dan individu. Pedekatan metode ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu. Intersep α dan slope β dalam metode estimasi ini sama untuk setiap individu. Model umum dari model estimasi data panel adalah sebagai berikut: ....................(3.10) Keterangan: i = jumlah cross section; i=1,2,...,n t = periode: t=1,2,...T k = jumlah variabel bebas; k=1,2,...,K
57
Pada Common Effect akan sulit dilihat perubahan antarindividu, karena dalam metode ini semua individu dianggap homogen. 2.
Metode Individual Effect Metode
estimasi
individual
effect memperhatikan sifat dari efek
individu(α), tanpa memperhatikan struktur kovarian errorterm. Bentuk umum dari model individual effect adalah sebagai berikut: ...................(3.11) Keterangan: αi ≠ αj untuk i ≠ j; i=1,2,3,...n
εit = komponen error = λi + µt + uit λi = komponen error individu µt = komponen error waktu.. uit = komponen error gabungan Metode individual effect terdiri dari metode fixed effect dan random effect (Baltagi 2007). Kedua metode tersebut dibedakan berdasarkan ada tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (regresor). 1.
Metode Fixed effect Metode fixed effect muncul ketika antara efek individu dan dan efek waktu
memiliki korelasi dengan variabel bebas, atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep, sehingga dapat dituliskan: ....................(3.12) Dengan asumsi tidak ada pengaruh efek waktu , untuk setiap saat sama sehingga errorterm dapat dituliskan sebagai berikut:
εit = λi + uit Efek individu λi, akan digabungkan dengan intersep
, sehingga
= β 0 + λi .
Model ini menggunakan variabel dummy, sehingga intersep hanya bervariasi terhadap individu, sedangkan terhadap waktu konstan. Slope dalam model Fixed effect adalah konstan antar individu dan waktu. Model ini mengasumsikan bahwa
58
perbedaan antar individu dapat diketahui melalui perbedaan nilai intersep. Kelemahan dari metode ini adalah jika jumlah penggunaan data individu cukup banyak, maka penggunaan variabel dummy juga banyak, sehingga akan mengurangi derajat kebebasan. Model fixed effect dapat dituliskan dalam persamaan berikut: ..........(3.13) Keterangan: eit = uit (error) Nilai α berbeda untuk setiap individu, sedangkan nilai β sama untuk setiap individu. 2.
Metode Random effect Metode ini memperhitungkan pengganggu yang berasal dari data cross
section dan time series, sehingga dapat meningkatkan efisiensi proses pendugaan kuadrat terkecil. Efek (ui) merupakan nilai gangguan acak pada individu dan konstan sepanjang waktu. Model random effect memenuhi persamaan berikut: ..............................(3.14) Keterangan: εit = λi + uit Secara teoretis dapat dilakukan pemilihan metode estimasi data panel, apakah common effect, fixed effect atau random effect. Apabila secara teoretis dampak dari gangguan tidak dapat ditentukan, maka metode fixed effect digunakan jika data yang digunakan meliputi semua individu dalam populasi atau hanya beberapa individu namun tidak diambil secara acak. Sebaliknya, apabila data yang digunakan berasal dari individu yang diambil berdasarkan sampel secara acak dari populasi yang lebih besar, maka digunakan metode estimasi random effect. Pemilihan model antara common effect dan individual effect dapat dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis, dengan hipotesis sebagai berikut: Ho : α1 = α2 =α3 ...= αn (intersep sama untuk setiap individu) H1 : minimal ada satu intersep yang tidak sama
59
Pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1.
Pengujian F Statistik uji yang digunakan adalah / ,
1
/
… … … … … … . … … … . 3.15
Keterangan: SSE1 = sum of square error dari model common effect SSE2 = sum of square error dari model individual effect n
= banyaknya cross section
t
= banyaknya titik waktu
k
= banyaknya variabel bebas
Jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka tolak Ho (terima H1), dalam hal ini dapat disimpulkan model yang digunakan adalah model individual effect. 2.
Uji Wald Penggunaan menu pada software eviews, dengan melihat signifikansi
distribusi Chi-square. Tolak Ho, jika probabilitas dari estimasi metode individual effect dengan uji Wald signifikan. Sementara pemilihan model antara metode fixed effect dan random effect dilakukan dengan pengujian Hausman test. Hipotesis yang akan diuji adalah: Ho : ada gangguan antar individu (random effect) H1 : tidak ada gangguan antar individu (fixed effect) Sebagai dasar penolakan Ho digunakan statistik Hausman. Adapun bentuk persamaan Hausman test adalah sebagai berikut: ..........(3.16) Keterangan: H = statistik Hausman = nilai parameter untuk random effect = nilai parameter untuk fixed effect k
= jumlah derajat bebas
Jika nilai
- statistik hasil pengujian lebih besar dibandingkan dengan nilai
-
tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap Ho sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect, begitu juga sebaliknya.
60
3.4
Spesifikasi Model dalam Penelitian Spesifikasi model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
spesifikasi model untuk menganalisis dampak pemberian dana perimbangan terhadap tax effort daerah dan model untuk menganalisis elastisitas pertumbuhan ekonomi daerah akibat perubahan PAD dan dana perimbangan. Spesifikasi model untuk melihat dampak pemberian dana perimbangan terhadap tax effort daerah dapat diformulasikan sebagai berikut: Ln TEit
αi
β1 Ln DAUit
β2 Ln DBHit
β3 Ln DAKit
εit……… 3.17
Keterangan: TE
= Tax effort kabupaten/kota
DAU = Dana alokasi umum kabupaten/kota DBH = Dana bagi hasil kabupaten/kota DAK
= Dana alokasi khusus kabupaten/kota
εit
= Errorterm
i = kabupaten/kota; i = 1,2,3,…,336 ; t = banyaknya time series; t = 1,2,…,8 Model ini tidak mempunyai implikasi untuk proyeksi/ekstrapolasi. Dalam hal ini model tidak mempunyai implikasi bahwa agar tax effort daerah meningkat maka pemberian dana perimbangan (DBH, DAU dan DAK) harus ditingkatkan, karena formula pemberian dana transfer sudah ditentukan. Dengan kata lain, model ini digunakan untuk menunjukkan bahwa pemberian dana perimbangan efektif diberikan sebagai stimulus bagi daerah untuk meningkatkan penerimaan daerahnya. Analisis
elastisitas
digunakan
untuk
mengetahui
tingkat
kepekaan
pertumbuhan ekonomi jika terjadi perubahan pada suatu jenis sumber pembiayaan. PAD dan dana perimbangan merupakan komponen dari penerimaan daerah, yang menjadi sumber bagi pembiayaan pengeluaran daerah. Spesifikasi model elastisitas pertumbuhan ekonomi daerah akibat perubahan PAD dan dana perimbangan dapat diformulasikan sebagai berikut: lnPDRB it = δi + ρ1 lnPADit+ ρ2 lnDBHit + ρ3 lnDAUit+ ρ4 lnDAKit + εit…(3.18)
61
Keterangan : ln PDRB ρi
it
= pertumbuhan ekonomi daerah (%) = elastisitas komponen pembiayaan ke-i
Contoh: elastisitas pertumbuhan ekonomi daerah akibat perubahan PAD
ρ1
...............................................................(3.19)
Model ini tidak mempunyai implikasi untuk proyeksi/ekstrapolasi. Interpretasi model hanya untuk menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah memerlukan sumber pembiayaan daerah (PAD dan dana perimbangan).
62
Halaman ini sengaja dikosongkan.